JURNAL BIOTROPIKA | VOL. 3 NO. 2 | 2015 65 EFEK PAPARAN SINAR-X

Download Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015. 65. Efek Paparan Sinar-X Terhadap Frekuensi Mikronukleus Sel Limfosit Dan Pemanfaatannya. Untuk ...

0 downloads 542 Views 132KB Size
Efek Paparan Sinar-X Terhadap Frekuensi Mikronukleus Sel Limfosit Dan Pemanfaatannya Untuk Pengembangan Dosimeter Biologi Triesha Retno Astari1), Agung Pramana2), Mukh Syaifudin3) Laboratorium Biologi Sel dan Molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya Malang 3) Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jl. Lebakbulus Raya No. 49 Jakarta Email : 1)[email protected]. 2)[email protected] 1),2)

ABSTRAK Pemanfaatan teknologi nuklir pada berbagai bidang memerlukan dikembangkannya suatu metode yang mudah dan cepat untuk mengetahui risiko seseorang yang terkena paparan radiasi. Mikronuklei (MN) adalah salah satu indikasi kerusakan struktural kromosom akibat paparan radiasi yang dapat diamati pada sel dengan dua inti (binukleat, BNC), dengan cara memblok proses pembelahan menggunakan sitokhalasin-B. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui frekuensi MN yang terbentuk setelah paparan radiasi sinar-X berbasis gender dan umur responden (donor). Sampel darah dari 6 lakilaki dan perempuan sehat berumur 25-51 tahun diiradiasi dosis 0 dan 2 Gy, kemudian dilakukan pengkulturan, pemanenan dan pengamatan MN dengan prosedur baku. Hasil menunjukkan bahwa frekuensi MN berbeda baik untuk perbedaan umur maupun gender responden (donor) yang diiradiasi pada dosis 0 Gy (kontrol) dan 2 Gy (α=5%). Frekuensi MN untuk dosis radiasi 2 Gy secara nyata lebih tinggi daripada 0 Gy. Akan tetapi pada masing-masing kelompok umur yaitu 28-30 tahun, 42-43 tahun dan 50-51 tahun tidak nyata secara signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan kondisi laboratorium dan faktor lain seperti banyaknya dan kondisi sampel yang digunakan dengan variasi umur >60 th. Metode uji MN dari limfosit darah perifer akibat radiasi memungkinkan untuk digunakan dalam mempelajari efek iradiasi secara in vitro pada kromosom dan dapat digunakan sebagai dosimeter biologi. Kata kunci : Biodosimetri, Cytokinesis Block (CB), dosis, mikronuklei, radiasi pengion ABSTRACT Use of nuclear technology in various fields requires a development of a simple and quick method to determine the risks of person after exposed to radiation. Micronucleus (MN) is one of the indication of structural defect on chromosome as a result of radiation exposure which can be observed in a cell with two nuclei (binucleic cells, BNC), by blocking the cleavage process using cytochalacine-B. The purpose of this study was to determine the frequency of MN that formed after radiation exposure based on gender and age of respondences (donor). Blood samples from six healthy person with age of about 25-51 years old were irradiated with X-ray at doses of 0 and 2 Gy, then MN culturing and its harvesting were done with standard procedures. The results showed that MN frequency was different with differences in age and gender of the respondents ( donors ) that were irradiated at doses of 0 Gy (control) and 2 Gy (α = 5 %). It was found that the MN frequency induced by dose of 2 Gy was significantly higher than that of 0 Gy . However, MN in each age group of 28-30 years, 42-43 years and 50-51 years were not significantly different. It is may be caused by the difference of laboratory condition and other factors such as the amount and sample condition that used with variety of ages >60 years old. The MN test methods of peripheral blood lymphocytes due to radiation enable to be used to learn the irradiation effect in in vitro on the chromosome and can be used as a biological dosimeter. Keyword : Biodosimetri, cytokinesis Block ( CB ), dose, micronuclei, ionizing radiation .

PENDAHULUAN Pemanfaatan sumber daya alam maupun buatan di berbagai bidang kehidupan masyarakat telah maju secara cepat. Pemanfaatan sumber daya buatan pada pemanfaatan teknologi nuklir terutama pada bidang penelitian, kedokteran, industri, dan energi telah berkembang saat ini [1]. Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015

Seiring dengan meningkatnya penggunaan radiasi pengion diberbagai bidang dan kesadaran akan efek yang ditimbulkannya, maka dosimeter biologi merupakan hal yang sangat penting sebagai pendukung dosimeter fisik terutama dalam kasus kedaruratan nuklir [2]. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu usaha yang dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga, 65

studi intensif yang dilakukan para ahli biologi radiasi (radiobiology) mengenai prinsip dosimetri biologi yaitu pengujian parameter biologi yang bertujuan untuk memperkirakan dosis serap terhadap radiasi pengion berdasarkan kerusakan yang terjadi pada sistem biologi [3]. Aberasi kromosom telah dikenal secara luas sebagai dosimeter yang menggambarkan tingkat kerusakan kromosom pada seseorang yang terpapar radiasi pengion. Mikronuklei merupakan salah satu indikator kelainan kromosom akibat penyerapan dosis yang banyak menarik perhatian peneliti karena memiliki korelasi positif dengan dosis [4]. Teknik pengamatan mikronuklei pada limfosit yang telah dikultur selama 72 jam dapat dijadikan metoda alternatif sebagai indikator penyerapan dosis untuk memantau kerusakan kromosom. Mikronuklei terbentuk dari fragmen asentris atau patahan kromosom yang diduga bahwa semakin banyak aberasi kromosom yang timbul maka semakin banyak pula mikronuklei yang didapatkan [5]. Kriteria mikronuklei yang diamati yaitu diameter kurang dari 1/3 diameter nukleus, lokasinya didalam sitoplasma tetapi diluar nukleus, tidak ada kontak dengan nukleus serta intensitas dan penyerapan warna sama dengan nukleus. Keunggulan metoda mikronuklei yaitu bentuk yang sederhana sehingga mudah dikenali dan dapat dihitung dengan cepat dalam jumlah yang banyak serta mikronuklei terbentuk pada waktu pembelahan sel dan tetap ada selama interfase, sehingga pengamatannya lebih leluasa dan kemungkinan terbentuknya artefak (kesalahan teknis) kecil, biodosimeter pajanan akut dan kronik setelah radiasi in vivo, membedakan antara sel sedang membelah dan tidak serta membedakan antara pajanan radiasi pengion dengan non radiasi dengan pelabelan kromosom [4,5]. Sitokhalasin B pada kultur limfosit sebagai analisa mikronuklei berguna untuk memblokir proses sitokinesis pada awal kultur selama 44 jam yang kemudian dilanjutkan kembali hingga pemanenan pada kultur 72 jam. Sensitifitas dari metode pengeblokan diuji dengan mempelajari efek dosis rendah mikronuklei yang diinduksi sinar-X paparan tunggal in vitro yang menunjukkan respon-dosis sehingga pada sel yang telah mengalami pem-

Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015

Mikronuklei Gambar

1.

Sel binukleat mikronuklei [5].

dengan

satu

blokan sitokinesis, sel yang mempunyai mikronuklei akan lebih mudah teramati dengan kenampakan sel dengan dua inti (binukleat) dalam satu sitoplasma yang sama [6]. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui respon dosis pembentukan Mikronuklei akibat paparan sinar radiasi sinar-X dan mengetahui keandalan uji mikronuklei respon gender dan umur sebagai dasar penerapan pada dosimeter biologis. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 – Februari 2015 di Laboratorium Sitogenetik, bidang TNKBR, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR)Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta Selatan. Pembiakan Darah perifer sebanyak 0,5 ml dalam tabung ber-heparin dimasukkan kedalam 4,5 ml RPMI-1640 yang telah dilengkapi 25 mM LGlutamin dan HEPES, 0,8 ml Fetal Bovine Serum (FBS), 0,1 penstrep (Gibco) dan 0,1 ml Phytohaemaglutinin (PHA). Selanjutnya diinkubasi pada inkubator suhu 37oC dan CO2 5% selama 72 jam, pada 44 jam pertama kultur ditambahkan 10 µl sitokalasin B (Sigma) dan diinkubasi kembali hingga 72 jam. Pemanenan Kultur darah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse dan diputar pada 800 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang kemudian ditambahkan 5 ml cold hypotonic solution (KCl 0,56%) 4oC, disentrifus kembali selama 8 menit pada 800 rpm. Supernatan dibuang lalu ke dalam tabung berisi endapan dimasukkan 5 ml larutan fiksatif Carnoy ringers (metanol : asam asetat = 10:1), disentrifus kembali 8 menit 800 rpm dan diulangi 2-3 kali hingga diperoleh endapan sel limfosit yang putih. Selanjutnya endapan dibuat preparat dalam objek glass, diwarnai dengan pewarna Giemsa 4% dan diamati di bawah 66

mikroskop dengan perbesaran 1000 kali lalu dilakukan analisis SPSS 16.00 for windows.

Tabel 1. Hasil pengamatan sel mononukleat, binukleat, trinukleat, tetranukleat dan nilai NDI

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian yang dilakukan pada 6 sampel/responden ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu 3 pria dan 3 wanita sehat dengan kelompok usia 25-51 tahun, pertama dilakukan perhitungan pada jumlah sel mononukleat, sel binukleat, sel trinukleat dan sel tetranukleat untuk menghitung Nuclear Division Index (NDI). NDI akan memberikan ukuran status proliferatif dari fraksi sel hidup setelah paparan radiasi dan evaluasi BNC dalam deteksi MN dalam sel limfosit serta sebagai ukuran respon mitogenik yang berguna untuk biomarker dari fungsi kekebalan tubuh [6]. Pada 6 responden dosis 0 Gy dan 2 Gy berdasarkan distribusi nukleat, diperoleh nilai BNC terbanyak, menandakan sitokalasin-B pada kultur limfosit berhasil mengeblok sel pada tahap metafase. NDI dosis 0 Gy diperoleh nilai 1,73 – 1,86 sedangkan dosis 2 Gy didapatkan nilai 1,712,03.) NDI dikatakan rendah jika memiliki nilai 1,00. Nilai ini diartikan sebagai sel yang belum membelah dan masih berada dalam fase G0 tahap istirahat pada siklus sel sehingga seluruh sel masih dalam bentuk mononukleat, akan tetapi jika keseluruhan sel mononukleat membelah dan telah memasuki siklus sel lengkap maka sel menjadi sel binukleat dan NDI lebih tinggi mencapai 2,00 (Tabel 1) [7]. Peluang penyerapan radiasi terhadap pembentukan mikronuklei dilakukan analisis distribusi Poisson dan indeks dispersi [8]. Kisaran nilai pada distribusi Poisson adalah 1,96- 1,96. Nilai 1,96 analisis dinormal bakukan pada tabel Z, maksud dinormal bakukan ini adalah data yang ditransformasikan ke dalam bentuk Z-score dan diasumsikan normal sehingga distribusi menunjukan signifikan overdispersed apabila >1,96 dan distribusi signifikan underdispersed <1,96 (Tabel 2) [4,8]. Mikronuklei merupakan salah satu kelainan kromosom akibat paparan radiasi pengion atau senyawa kimia, sehingga frekuensi mikronuklei yang diinduksi radiasi menunjukan ketergantungan pada dosis dan kualitas radiasi. Kriteria MN dalam BNC pada uji mikronukleus harus memenuhi ketentuan seperti sel harus dalam bentuk binukleat (terdiri dari dua nukleus),

Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015

Tabel 2. Distribusi poisson dan indeks disperse

kedua nuklei dalam sel binukleat harus dalam kondisi membran inti berada dalam satu sitoplasma yang sama, kedua nuklei dalam sel binukleat harus memiliki ukuran, penyerapan warna dan intensitas pewarnaan yang sama, apabila dalam kondisi nuklei yang overlapping dapat dihitung apabila inti dari inti yang lain dapat dibedakan dan lingkaran sitoplasma atau membran dari sel binukleat harus berinteraksi dan secara jelas dapat dibedakan dari lingkaran sitoplasma dengan sel sekitarnya (Gambar 2) [9]. Berdasarkan kriteria pengamatan uji MN menyebutkan, mikronuklei baik dijadikan sebagai dasar dosimeter biologi terhadap proteksi radiasi karena memenuhi kriteria seperti efeknya harus permanen, jika tidak permanen harus diketahui ketergantungannya pada waktu, efeknya sangat spesifik untuk radiasi pengion, hasilnya harus bermanfaat segera setelah pajanan radiasi untuk suatu kasus kecelakaan, metode harus dapat digunakan untuk pajanan kronis maupun terfraksionasi, bahan biologik yang menunjukkan efek harus mudah diperoleh tanpa metode invasif yang ekstensif serta evaluasi harus mudah, cepat dan dapat ditransfer ke suatu mesin [4]. Pengamatan 6 Responden dosis 0 Gy dan 2 Gy terlihat adanya perbedaan total MN untuk kelompok kontrol (0 Gy) adalah 4-24 MN (Tabel 3), hal ini sesuai dengan bahwa background MN

67

1

2

Tabel 4. Perbandingan hasil penelitian ini dengan beberapa literatur yang sudah terbit pada frekuensi MN akibat paparan radiasi sinar-X dosis 2 Gy. Sumber

3

4

Gambar 2. Sel BNC dengan 1 MN (1), 2 MN (2), 3 MN (3), dan 4 MN (4) perbesaran 1000. Tabel 3. Distribusi mikronuklei dalam sel binukleat

untuk kontrol (0 Gy) yang baik tidak lebih dari 30 MN [4]. Berdasarkan frekuensi MN/BNC dari 500 sel/1000 sel yang teramati pada kedua dosis terlihat bahwa pada dosis 0 Gy kisaran nilai yang didapat 0,004-0,015. Nilai frekuensi dosis 0 Gy tidak melebihi 0,5 frekuensi MN/BNC yang teramati, sehingga frekuensi ini dapat dikatakan baik, sesuai dan tidak melebihi nilai background dosis kontrol. Dosis 2 Gy memiliki kisaran nilai 0,25-0,55. Nilai frekuensi MN/BNC dosis 2 Gy pada ke-6 responden seiring meningkat berdasarkan kelompok umur dan gender. Nilai frekuensi yang didapat pada dosis 2 Gy mendekati dosis ambang pengamatan sel yang teramati berdasarkan frekuensi MN/BNC yaitu 0,5 sehingga pada dosis 2 Gy ini dapat dikatakan sebagai dosis yang dapat membuat kerusakan dan kelainan pada kromosom. Hubungan dosis-respon terbentuknya MN dalam sel limfosit menunjukkan dosis 2 Gy sangat efektif menyebabkan kerusakan sel yang ditunjukkan oleh meningkat frekuensi MN yang terbentuk dibandingkan dosis 0 Gy [10]. Penambahan jumlah MN dimulai pada paparan Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015

Penelitian ini Pajic, 2014 Funda, 2008 Solomon, 1997

Jumlah BNC 2.024 2.800 2.006 801

Jumlah MN 932 700 551 200

Frekuensi 0,445 0,25 0,22 0,25

dosis serendah 0,05 Gy pada limfosit manusia, sehingga pada dosis rendah 0,05 Gy untuk kerusakan sitogenetik sudah dapat terlihat penyimpangan MN yang terbentuk, sehingga untuk dosis lebih tinggi 1,0 Gy dan dosis 2 Gy akan terlihat jauh lebih banyak jumlah dan frekuensi MN yang terjadi. MN ini juga tidak spesifik akibat paparan radiasi dan tidak dapat dibedakan antara paparan parsial dan seluruh tubuh, dimana paparan dosis tinggi dapat mengganggu pembelahan sel. Karena frekuensi baseline nya yang tinggi dan ketergantungannya pada umur maka reabilitas uji MN masih perlu diteliti lebih lanjut [11]. Keunggulan uji MN terhadap evaluasi yang lebih rinci terhadap dampak gender dan umur pada frekuensi MN akibat radiasi dilakukan dengan memperkirakan rasio frekuensi untuk laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk umur dibedakan dengan rentang umur yang akan mulai banyak terbentuk MN pada kisaran umur >60 tahun. Hubungan dosis-respon terhadap gender dan umur sebagai pengetahuan tambahan terhadap peningkatan jumlah mutasi atau penyimpangan kromosom pada terbentuknya MN ini dapat disebabkan akibat ketidakstabilan genomik yang dipahami sebagai studi sitogenetik yang dapat dideteksi sebagai peningkatan frekuensi jumlah atau perubahan struktur kromosom serta pembentukan mikronukleus [11]. Ketidakstabilan genom dapat berfungsi sebagai penanda penuaan karena mencerminkan penurunan kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. Perbandingan jumlah penyimpangan sitogenetik dari donor sehat yang berbeda usia memberikan wawasan penting ke dalam dinamika perubahan ketidakstabilan dalam makhluk hidup. sehingga, peningkatan usia pada tingkat penyimpangan kromosom pada donor sehat dapat diketahui secara jelas [12].

68

KESIMPULAN Radiasi pengion sangat efektif menyebabkan kerusakan kromosom terutama terbentuknya mikronuklei sebagai konsekuensi dari patahan ganda DNA yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan besarnya dosis radiasi sebagai dasar dosimeter biologi. Frekuensi MN pada perbedaan umur dan gender responden (donor) yang diiradiasi pada dosis 0 Gy (kontrol) dan 2 Gy menunjukan dosis radiasi sinar X pada 2 Gy nyata berbeda lebih tinggi daripada 0 Gy. Akan tetapi pada masing-masing kelompok umur yaitu 28-30 tahun, 42-43 tahun dan 50-51 tahun tidak signifikan nyata.

[6]

[7]

[8] [9]

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Tim penelitian Laboratorium Sitogenetik, Bidang TNKBR, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum’at, Jakarta Selatan, Dr. Agung Pramana W.M, M.Si dan Dr. Mukh Syaifudin sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan nasehat baik dalam penulisan maupun selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA [1]

[2]

[3]

[4]

[5]

Riyanto, Agus. 2014. Risiko Pajanan Radiasi Sinar-X terhadap Pekerja Radiasi di bagian Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2014. Proposal Tesis. FKM. UI Yanti dkk. 2007. Penerapan Efek Interaksi Radiasi Dengan Sistem Biologi Sebagai Dosimeter Biologi. PTKMR-BATAN. Jakarta Rao, B.S. and Natarajan. A.T. 2001.Retrospective Biological Dosimetry Of Absorbed Radiation. Radiation Protection Dosimetry. 95, 17-23. International atomic energy agency, Biological Dosimetry Chromosomal Aberration Analysis for Dose Assessments. 2001. Technical Reports Series No. 260, IAEA, Viena, 25-31 Countryman,p.i., Heddle, j.a.1979.The Production of Micronuclei from Chromosome Aberration in Irradiated

Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015

[10]

[11]

[12]

[13]

[14]

[15]

Culture of Human Lymfocytes, mutation research, 41, 321-331 Fenech, M And Marley, A.A. 1985. Measurement Of Micronuclei in Limphocytes. Mutation Research Vol 147 hal 29-36 Hogsted. 1984. Micronuclei in Limphocytes with Preserved Cytoplasm, A Method For Assesment Of Cytogenetic Damage in Man. Mutation Research Vol 130 hal 62-72 Ronald,E., Walpole. 1995. Pengantar Statistika. Gramedia. Jakarta Mill, Aj. , Well, J, Hall,C.S. And Butler, A.1996. Mikronucleus Induction in Human Lymphocytes Comparative Effects Of X Rays, Alpha Particles, Betha Perticles And Neutrons and Implications For Biological Dosimetry. Mutation Research No. 145 p 575-576 Fenech M. 2007. Protocol Cytokinesis Block Mikronukleus Cytome Assay. Nature Protocols Vol.2 No. 5 p 1084-1104 Fenech M. and Morley A.A. 2001. Cytokinesis block micronucleus method in human lymphocytes: Effect of in vivo ageing and low dose x-irradiation. Mutat. Res. 161, 193-198. 5. Sieber OM, Heinimann K, Tomlinson IP. 2003. Genomic Instability the engine of tumorigenesis. Nat Rev Cancer Solomon F. D. Paul, P. Venkatachalam and R.K. Jeevanram. 1997. Analysis of Radiation Dose-Response Curve Obtained with Cytokinesis Block Micronucleus Assay. Nuclear Medicine and Biology. Elsevier Science Inc. Funda S. Pala1 , Fadime ALKAYA2 , Kıymet TABAKÇIOĞLU1 , Füsun TOKATLI2 , Cem UZAL3 . 2008. The Effects of Micronuclei with Whole Chromosome on Biological Dose Estimation. Turk J Biol. Turkey J. Pajic, B. Rakic, D. Jovicic, A. Milovanocic. 2014. Construction of dose response calibration curves for disentrics and micronuclei for X radiation in a Serbian population. Mutation Research

69