STUDI PENINGKATAN PERAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL (UMK) DI SUMATERA BARAT∗ Ketua: Herri, SE., MBA.,PhD, Anggota: Tafdil Husni, SE.,MBA.,PhD, Drs. Syahrial Syarif, MBA, Suhairi, SE., M.Si., PhD, Akt, Edi Herman, SE., MBA.,Akt, Ma’ruf, SE.,M.Bus.
Abstrak: This research is aimed at: (1) Investigating the role of BPR in micro and small business financing, (2) Identifying obstacle of BPR in micro and small business financing, (3) Investigating the degree of competition in micro banking sector and prospect of BPR in micro and small business financing, (4) Proposing some recommendations to improve the role of BPR in micro and small business financing. Respondent of this research consist of three hundred micro and small businesses and twenty one BPRs within West Sumatra. Secondary data were acquired from relevant institutions while primary data were acquired from questionaire, indepth interview and focus group discussion by involving manager of BPR and other relevent parties. Based on descriptive analysis, the research found that BPR has played significant role in micro and small business financing based on increase in Loan to Deposit Ratio and increase in number of customer. In addition, this financing has contributed to improvement of micro and small business performance. However, the research found that BPR internally and externally faces some obstacles in micro and small business financing such as high interest rate, law awareness from society, low human resource quality and limited capital. BPR opportunity to play role in micro and small business financing is highly potential because development of SME sector is one of government priorities. In addition, BPR still has potential market to be captured. This research proposes some recommendations in order to improve BPR role in micro and small business financing as follows: (1) Increasing operational efficiency in order to decrease loan interest rate, (2) Acquiring alternative source fund with lower cost, (3) Increasing promotional activity in order to get better awareness from potential market, (4) Impoving quality of human resource for better service, (5) Improving competency in evaluating and controling credit, (6) Developing new product. In addition, this research also suggests that intervention is needed in creating conducive business environment for BPR by managing level of competition in micro banking industry Keywords: Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Micro and Small Business, Role, Obstacles
∗
Penelitian ini merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dan Center for Banking Research (CBR)-Andalas University, dibiayai sepenuhnya oleh Bank Indonesia.
1
1. Latar Belakang
Barat selama ini adalah Bank Perkreditan
Sumatera Barat sebagai sebuah propinsi
Rakyat (BPR).
yang sektor usahanya didominasi oleh Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan
Sesuai
didukung oleh faktor sosial budaya
Indonesia No. 7 tahun 1992 tentang
masyarakat
jiwa
Perbankan, sebagaimana telah diubah
kewirausahaan yang relatif lebih tinggi
dengan Undang-Undang No. 10 tahun
maka
1998,
yang
dengan
memiliki
kebijaksanaan
Undang
Undang
Republik
BPR
adalah
bank
yang
pengembangan UMK yang terencana
melaksanakan
kegiatan
usaha
secara
akan memberikan manfaat maksimum
konvensional atau berdasarkan Prinsip
terhadap pembangunan ekonomi daerah
Syariah yang dalam kegiatannya tidak
seperti
kerja,
memberikan
penyediaan barang dan jasa keperluan
pembayaran.
masyarakat, pemerataan pembangunan,
menghimpun dana dari masyarakat dalam
alih teknologi dan pemagangan calon
bentuk
wirausaha (Tambunan, 2006).
berjangka, tabungan, dan atau bentuk
Pada tahun 2003, di Sumatera Barat
lainnya yang dipersamakan dengan itu;
terdapat sekitar 42.000 Usaha Mikro
memberikan
Kecil dan Menengah /UMKM (Sumatera
pembinaan
dan
Barat dalam Angka, 2004). Dari 42.000
berdasarkan
Prinsip
UMKM tersebut lebih kurang 90% adalah
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
(UMK). Adanya lembaga keuangan lokal
Bank Indonesia; menempatkan dananya
(local financial institutions) merupakan
dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia,
salah
deposito berjangka, sertifikat deposito
penciptaan
satu
faktor
lapangan
penting
untuk
mendukung percepatan pengembangan
jasa
dalam
Usaha
simpanan
lalu
BPR
berupa
kredit;
lintas
meliputi,
deposito
menyediakan
penempatan Syariah
dana sesuai
dan tabungan pada bank lain.
UMK di daerah. Lembaga keuangan lokal yang
telah
banyak
berperan
dalam
BPR adalah salah satu bentuk lembaga
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
keuangan mikro di Indonesia yang telah
terutama di tingkat nagari di Sumatera
memiliki akar
dalam sosial ekonomi
masyarakat pedesaan Indonesia, hal ini
2
dapat
dilihat
dengan
telah
adanya
terutama ditujukan untuk melayani usaha-
lembaga perkreditan ditengah masyarakat
usaha kecil dan masyarakat di pedesaan
Indonesia seperti Lembaga Perkreditan
dengan
Rakyat di Jawa pada tahun 1900 (Colter,
sederhana dan sesuai dengan kebutuhan
1984).
(UMK) (Sutopo, 2005). Implikasinya
sistim
serta
prosedur
yang
adalah hubungan kemitraan yang solid Untuk daerah Sumatera Barat, cikal bakal
dan
BPR adalah Lumbung Pitih Nagari (LPN)
keunggulan BPR dibanding dengan bank
yaitu
umum
lembaga
kemasyarakatan
yang
berfungsi membantu masyarakat dalam
bersifat
mutualisme
(Pikiran
Rakyat,
menjadi
Juli
2004,
Rahman, 2004).
bidang permodalan usaha kecil. Dalam perkembangan
selanjutnya,
perantau
Keberadaaan BPR bagi masyarakat di
Sumatera Barat yang berada di luar
daerah perdesaan diharapkan mampu
Sumatera
menjadi ujung tombak dalam pembiayaan
Barat
bersepakat
untuk
memupuk modal dan mendirikan
BPR
sektor
UMK.
Namun
demikian,
dengan tujuan dapat membantu UMK
penyaluran kredit bank umum terhadap
yang ada di Sumatera Barat. Akhirnya,
UMK masih rendah hal ini disebabkan
ada tiga (3) bentuk BPR di Sumatera
oleh beberapa hal diantaranya (1) masih
Barat
inisiator
terbatasnya informasi berkaitan UMK (2)
pendirian dan kepemilikan BPR. Pertama,
tingginya resiko UMK dan (3) masih
BPR binaan Yayasan Gebu Minang
tingginya bunga kredit yang disebabkan
(BPR-YGB).
Bank
karena perbankan belum efisien, target
Pembangunan Daerah Sumatera Barat
profit yang harus dicapai dan adanya
(BPD Sumbar). Ketiga, BPR independen
mekanisme
yaitu BPR yang lahir dan kepemilikannya
follower dalam penurunan suku bunga
diluar dari karakteristik dari BPR pada
(Kompas, 2003; Baas dan Schrooten,
pertama dan kedua di atas.
2005).
BPR memiliki karakter khusus seperti:
Jumlah BPR di Sumatera Barat telah
memiliki
pelayanan
berkembang dari 110 kantor pada tahun
keuangan simpan dan pinjam, yang
2001 menjadi 131 kantor pada tahun
berdasarkan
kepada
Kedua,
berbagai
binaan
bentuk
price
leader
dan
price
3
2005.
Disamping
itu
juga
terjadi
kualitas portfolio hutang, nilai collateral
peningkatan penyaluran kredit oleh BPR
yang rendah serta minimnya provisi
sebagai kredit modal kerja, konsumsi dan
terhadap kemungkinan kerugian pinjaman
investasi untuk pembiayaan UMK dari
juga
tahun ke tahun.
menyebabkan
merupakan
faktor-faktor
rendahnya
yang
kemampuan
BPR dalam menyalurkan pembiayaan Walaupun telah terjadi peningkatan peran
kepada UMK. Lebih lanjut, Holloh, juga
BPR yang ditandai dengan peningkatan
mengatakan
jumlah kantor dan penyaluran kredit
mengapa penyaluran kredit oleh BPR
kepada UMK di Sumatera Barat, akan
rendah yaitu: tidak adanya supervise atas
tetapi peningkatan itu masih relatif kecil
kredit yang disalurkan dan tingginya
dari jumlah kredit yang disalurkan oleh
tingkat bunga kredit BPR dibandingkan
Perbankan kepada UKM.
Berdasarkan
dengan lembaga keuangan seperti Bank
kajian ekonomi regional Sumatera Barat
Umum, dimana Bank ini merupakan
tahun
pesaing BPR dalam menyalurkan kredit
2005, share kredit BPR untuk
UMK hanya lebih kurang 3 persen dari total
kredit
yang
disalurkan
bahwa
ada
dua
alasan
pembiayaan kepada UMK.
oleh
Perbankan di Sumatera Barat. Hal ini
Sampai sekarang, belum banyak kajian
menunjukkan bahwa peran BPR dalam
yang mencoba untuk melihat seberapa
pembiayaan usaha mikro dan kecil masih
besarnya peran BPR dan juga persoalan
belum optimal.
yang dihadapi BPR dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pembiayaan.
Holloh (2001) melakukan studi di Jatim,
Peran BPR sebagai lembaga intermediasi
Bali
dan
rendahnya
NTB, tingkat
menemukan
bahwa
yang mudah diakses usaha rakyat sampai
penyaluran
kredit
ke
perdesaan
diharapkan
mampu
disebabkan oleh beberapa hal yaitu;
menumbuhkembangkan
penagihan yang tidak lancar, SDM dan
meningkatkan daya saing UMK. Bank
kredit macet, yang semuanya disebabkan
Indonesia (2006) menyarankan untuk
oleh faktor eksternal dan internal seperti
meningkatkan
kondisi ekonomi, karakter dan analisis
pemberian
kredit yang kurang memadai. Rendahnya
adalah dengan memperkuat kelembagaan
peran
pelayanan
dan
BPR
dalam
kepada
UMK
4
BPR dengan membenahi berbagai faktor
UMK dimana UMK memainkan peranan
diantaranya struktur pendanaan, SDM,
yang sangat besar dalam perekonomian
selera
baik dinegara maju maupun dinegara
konsumen,
infrastruktur
pendukung, dan masih belum efisiennya
berkembang seperti Indonesia.
operasional BPR. 2. Perumusan Masalah Persaingan antara BPR dengan sesama
Berdasarkan uraian di atas maka perlu
BPR ataupun dengan lembaga sejenis
dilakukan penelitian tentang ”Peran BPR
lainnya seperti dengan bank umum,
Dalam Pembiayaan UMK di Sumatera
koperasi
Barat”
dan
pegadaian
akan
mempengaruhi kemampuan BPR untuk tetap hidup dan berkembang. Berkaitan dengan
persaingan
dalam
•
menemukan
dapat
menjawab
Pertama, sampai seberapa jauh peran BPR dalam pembiayaan
keuangan mikro, Schafer, Siliversstovs,
mereka
akan
beberapa masalah sebagai berikut:
lembaga
dan Terberger (2005) dalam penelitian
yang
UMK di Sumatera Barat? •
persaingan
Kedua, apa kendala yang dihadapi BPR untuk meningkatkan peran
berkorelasi negatif dengan profitabilitas
dalam
dan tingkat bunga pinjaman, namun
Sumatera Barat pada masa yang
persaingan berbanding positif dengan
akan datang?
jangkauan segmen
(outreach) konsumen.
daerah,
dan
Semakin
tinggi
•
pembiayaan
Ketiga,
bagaimanakah
di
kondisi
persaingan antara BPR dengan
tingkat persaingan maka semakin dituntut
lembaga
manajemen organisasi untuk mengelola
Sumatera Barat.
usahanya menjadi berorientasi konsumen
UMK
•
keuangan
Keempat,
lainnya di
bagaimana
prospek
dan memperhatikan perubahan faktor
BPR ke depan dalam rangka
lingkungan (Pearce dan Robinson, 2000;
pembiayaan UMK di Sumatera
Porter, 1980).
Barat?
Namun
demikian,
BPR
mempunyai
3. Tujuan Penelitian
prospek yang bagus kedepan karena hal
Studi ini bertujuan untuk: Pertama,
ini berhubungan dengan pengembangan
mengetahui
peran
BPR
dalam
5
pembiayaan di Sumatera Barat. Kedua,
ini diharapkan menjadi masukan bagi
mengidentifikasi kendala yang dihadapi
para
BPR
peningkatan peran BPR untuk menunjang
dalam
untuk
meningkatkan
perannya
pembiayaan di Sumatera Barat.
stakeholders
dalam
rangka
pengembangan UMK di Sumatera barat.
Ketiga, mengetahui bentuk persaingan antara BPR dengan lembaga keuangan
4. Metode Penelitian
lainnya. Keempat, mengetahui prospek
Berdasarkan kepada tinjauan kepustakaan
dan merumuskan strategi peningkatan
serta penelitian terdahulu yang telah
peran BPR ke depan dalam rangka pembiayaan
di
Sumatera
dilakukan oleh peneliti lain maka dapat
Barat.
digambarkan
Sedangkan manfaat hasil dari penelitian
kerangka
pemikiran
penelitian ini seperti gambar di bawah ini
Kondisi BPR : - Kredit yang disalurkan - Daya serap dana dari pihak ketiga - Jumlah nasabah yang dilayani - Bidang usaha yang dilayani - Peran Pembina UMK
Besar BPR Peran UMK Nasabah
Kecil
UMK Non Nasabah
Prospek
Kendala yang menghambat peran BPR Rekomendasi Kebijakan
Pemprov, Pemkab/pemko Bank Indonesia
- Internal (Sarana, prasarana, likuiditas, modal, pimpinan, karyawan, tingkat bunga, pelayanan, produk, biaya transaksi) - Eksternal (Ekonomi Aturan, ,Persaingan, image, prestise)
PERBARINDO BPR
6
Penelitian dilakukan pada bulan Juli,
serta memberikan interpretasi terhadap
Agustus dan September 2006 dengan
hasil tersebut.
menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui survey terhadap responden yang terdiri dari BPR,
4.1 Objek, Populasi dan Sampel Penelitian
UMK nasabah dan non nasabah BPR.
Objek dan populasi penelitian ini adalah
Data sekunder terdiri dari kinerja BPR,
BPR dan UMK yang ada di Sumatera
bank
Barat. Saat ini, Sumatera Barat tercatat
umum
dan
UMK
serta
perkembangan perekonomian Sumatera
103
Barat yang didapatkan dari statistik Bank
kabupaten/kota kecuali Mentawai. Saat
Indonesia,
ini tercatat
Pebarindo,
Badan
Pusat
BPR
yang
tersebar
diseluruh
UMKM dengan jumlah
Statistik, dan Dinas Koperasi dan PKM
42.000 unit yang tersebar di hampir
Sumatera Barat serta sumber lain yang
seluruh kabupaten/kota Sumatera Barat
relevan dalam angka selama lima tahun
dan terkonsentrasi di kota Padang, kota
terakhir. Penelitian ini juga mendapatkan
Payakumbuh, Kabupaten 50 Kota Agam
data dengan melakukan indepth interview
dan kota Bukittinggi.
dan focus group discussion dengan key informan terpilih yaitu direktur dan
Ada 21 BPR yang menjadi sampel
komisaris BPR. Pertanyaan yang diajukan
penelitian
berkaitan dengan pandangan informan
kabupaten kota yang memiliki BPR.
terhadap peran, kendala dan prospek
Kecuali untuk Padang sebanyak 4 BPR,
usaha BPR dimasa yang akan datang
dikarenakan hampir 30% UMK. berada di
dalam kaitannya dengan pembiayaan
kota
UMK.
dijadikan
masing
Padang.
satu
Penentuan
sampel
dari
BPR
pada
setiap
yang masing
kota/kabupaten dilakukan secara acak dari daftar BPR yang dikeluarkan oleh Bank Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana pendekatan
ini
digunakan
Indonesia Cabang Padang.
untuk
menjelaskan karaterisik variabel yang diamati dengan menggunakan frekuensi, rata-rata, nilai maksimum dan minimum
Tidak
ada
menggambarkan
angka jumlah
pasti
yang
UMK
di
Sumatera Barat yang ada adalah catatan
7
tentang UMKM yaitu sebesar 42.000 unit.
untuk
pengelola BPR yang diisi oleh
Tetapi secara nasional proporsi UMK
Direktur BPR, kuesioner model 2 untuk
adalah lebih kurang 90 persen dari total
UMK nasabah BPR yang diisi oleh
UMKM dengan demikian diperkirakan
pengelola
ada sekitar 37.800 unit UMK. Mengikuti
kueioner model 3 untuk UMK yang
Sekaran (2000) dengan total populasi
bukan nasabah BPR yang diisi oleh
sebanyak ini maka jumlah sampel lebih
pengelola atau pemiliki UMK.
atau
pemilik
UMK
dan
kurang sebanyak 300 unit. Dari 300 unit sampel UMK, masingnya
150 UMK
Kuesioner model 1 untuk BPR berisikan
nasabah BPR dan 150 non nasabah.
informasi tentang karakteristik BPR dan
Pemilihan
pengelola, kondisi keuangan dan prestasi
UMK nasabah
didasarkan
kepada pemilihan secara acak terhadap
BPR
nasabah BPR, sementara untuk UMK non
kebijaksanaan
nasabah didapatkan melalui purposive.
pengelolaan SDM dan pemasaran, sarana dan
4.2 Metode Pengumpulan Data
prasarana
tiga
tahun
terakhir,
pemberian
kredit,
yang
dimiliki
BPR,
hambatan dan kendala yang dihadapi
Data primer Data
dalam
dalam kegiatan penyaluran dana, saran
kualitatif,
dikumpulkan
dengan
melakukan indepth interview dan focus
untuk
dapat
meningkatkan
peran
pembiayaan masa datang
group discussion dengan key informan terpilih yaitu direktur dan komisaris BPR.
Kuesioner model 2 untuk UMK nasabah
Pertanyaan
BPR
yang
diajukan
berkaitan
berisikan
informasi
tentang
dengan pandangan informan terhadap
karakteristik
peran, kendala dan prospek usaha BPR
pemilik/pengelola, prestasi dalam tiga
dimasa yang akan datang dalam kaitannya
tahun terakhir, kontribusi pembiayaan
dengan pembiayaan UMK.
yang diterima terhadap prestasi UMK,
UMK
dan
aktifitas dan metode pemasaran, kendala Data kuantitatif, diperoleh dengan metode
berkaitan
survai lapangan dengan menggunakan
pandanga UMK terhadap kemampuan
kuesioner. Ada tiga jenis kuesioner yang
BPR memenuhi kebutuhan
dengan
pembiayaan
BPR,
digunakan, pertama, kuesioner model 1
8
Kuesioner model 3 untuk UMK non nasabah
berisikan
karakteristik
informasi UMK
c. Kinerja financial UMK nasabah
tentang
BPR dan UMK bukan nasabah
dan
pemilik/pengelola, sumber pembiayaan,
BPR di Sumatera Barat. d. Perkembangan
alasan tidak berhubungan dengan BPR,
perekonomian
Sumatera Barat per sektor.
dan pandangan jika berhubungan dengan 4.3 Variabel Penelitian
BPR
Variabel
penelitian
Secara umum data primer yang digunakan
berdasarkan
dalam penelitian ini meliputi:
penelitian sebelumnya. Variabel yang
a.
Kegiatan
b.
c.
BPR
menyangkut
diidentifikasi
studi
dikembangkan
literatur
dari
dan
tinjauan
dari
literatur
penyerapan dan penyaluran dana.
kemudian dikembangkan melalui hasil
Kinerja finansial UMK nasabah
interview
BPR.
Berikut
Kendala dan atau masalah UMK
pengukuran variabel penelitian.
dengan
responden
merupakan
terpilih.
penjelasan
dan
sebagai nasabah BPR d.
Persepsi
masyarakat
terhadap
Variabel ini didefinisikan sebagai kinerja
BPR. e.
Aspirasi
Peran BPR
stakeholders
terhadap
BPR dalam kaitannya dengan fungsi BPR sebagai
BPR
menjalan
lembaga fungsi
perbankan
yang
intermediasi
dalam
dengan
pengembangan UMK. Indikator yang
berbagai metode dan sumber diantaranya
digunakan dalam pengukuran variabel ini
melalui studi pustaka, telaah arsip dan
meliputi: jumlah kredit yang disalurkan
dokumen yang diperoleh dari instansi
kepada UMK, jumlah nasabah UMK,
terkait. Data sekunder yang digunakan
jumlah kredit macet UMK dan sebab-
dalam penelitian ini antara lain :
sebab macetnya kredit UMK. Peran juga
Data
sekunder,
dikumpulkan
a. Perkembangan BPR di Sumatera Barat
dilihat dari peningkatan prestasi UMK yang menjadi nasabah BPR
b. Perkembangan UMK di Sumatera Barat
9
Perkembangan UMK
melibatkan
Perkembangan UMK dapat diukur dari
dibidangnya dalam menyusun kuesioner
kinerja finansial UMK yang menjalankan
penelitian. Dikarenakan riset ini bersifat
dan mengembangkan usahanya dengan
deskriptif
memanfaatkan jasa BPR. Kinerja UMK
kuesioner tidak terlalu penting untuk
dapat diukur dengan indikator-indikator:
dilakukan (Sekaran, 2003). Uji coba
Rerturn on Asset (ROA), Net Profit
kuesioner dilakukan dengan pengelola
Margin,
BPR dan UMK. Informasi yang diperoleh
Line
of
Product,
Market
Coverage, Sales dan jumlah tenaga kerja.
dari
hasil
beberapa
sehingga
uji
akademisi
uji
coba
reliabilitas
adalah
cukup
dipahaminya pertanyaan yang ada dalam Usaha Mikro Definisi
UMK
kuesioner penelitian dan waktu rata-rata yang
dipakai
dalam
yang
digunakan
untuk
pengisian
penelitian adalah berdasarkan kepada SK
kuesioner BPR selama satu jam dan untuk
Menteri Keuangan Republik Indonesia
UMK berkisar 20-30 menit.
No. 40/KMK.06/2005 yaitu usaha yang memiliki hasil penjualan paling banyak
4.5 Metode Analisis Dalam penelitian ini setelah data yang
Rp 100 juta per tahun.
telah dikumpulkan kemudian dilakukan Usaha Kecil
analisa dengan hanya menggunakan
Pengertian usaha kecil dalam penelitian
metode Analisis Statistik Deskriptif.
ini
Pendekatan
mengikuti
pengertian
yang
ini
digunakan
untuk
dikemukakan oleh BPS yaitu usaha
menjelaskan karakteristik variabel yang
dengan jumlah pekerja antara 5-19 orang
diamati mengunakan frekuensi, rata-rata,
dengan penjualan tidak lebih 1 milyar per
serta nilai maksimum dan minimum.
tahun
Misalnya
menjelaskan
tentang
pertumbuhan kredit yang disalurkan, dana 4.4 Uji Kuesioner Face
Validity
yang dikumpulkan, digunakan
untuk
mengetahui orientasi dari pertanyaan yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan
yang dibiayai,
karakteristik UMK
masalah serta kendala
yang dihadapi BPR dalam menyalurkan kredit.
10
Definisi dan Pengukuran Varabel Penelitian Variabel Peran BPR
Definisi Peran BPR adalah menyalurkan kredit kepada UMK sesuai dengan misi yang diemban oleh BPR sebagai bank rakyat.
Kendala BPR
Kendala yang dihadapi oleh BPR dalam menyalurkan kredit kepada UMK baik yang menyangkut kendala internal BPR sendiri maupun kendala yang disebabkan oleh faktor eksternal BPR. Melihat situasi dan kondisi persaingan yang dihadapi oleh BPR,
Persainga n BPR
Pengukuran Variabel Peran BPR diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut : 1. Nominal rata-rata kredit yang disalurkan oleh BPR kepada 1 UMK. Kredit yang disalurkan oleh BPR kepada UMK terbagi kepada kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit konsumsi. 2. Jumlah nasabah yang menerima kredit dari BPR. Nasabah dibedakan kepada individu dan badan usaha. 3. Jumlah modal BPR yang berasal dari modal sendiri dan dana pihak ketiga 4. Perkembangan NPL dari kredit yang disalurkan oleh BPR kepada UMK pada berbagai sektor 5. Perkembangan aset UMK nasabah BPR dalam tiga tahun terakhir. 6. Kondisi objektif omset UMK nasabah BPR selama 3 tahun terakhir 7. Perkembangan laba yang diperoleh UMK dalam tiga tahun terakhir 8. Jumlah tenaga kerja yang diserap dalam tiga tahun terakhir oleh UMK yang menjadi nasabah BPR. Kendala internal BPR menyangkut hal-hal sebagai berikut : 1. Tingkat bunga 2. Modal 3. Lokasi kantor BPR 4. Kualitas dan Pengelolaan SDM 5. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BPR 6. Biaya operasional 7. Skim kredit/produk BPR 8. Mutu pelayanan yang diberikan oleh BPR Kendala BPR yang berasal dari eksternal antara lain : 1. Kondisi ekonomi 2. Peraturan yang membatasi 3. Image BPR 4. Prestise UMK jika menggunakan jasa/produk BPR
Beberapa parameter yang dapat menjadi faktor penentu persaingan antara BPR dengan lembaga pembiayaan antara lain : 1. Lokasi BPR 2. Daerah operasional 3. Kompetensi pimpinan BPR
11
Prospek BPR
baik persaingan antara BPR dengan BPR maupun persaingan antara BPR dengan lembaga pembiayaan lainnya. Melihat bagaimana prospek usaha BPR ke depan dalam menyalurkan kredit kepada UMK di Sumatera Barat.
4. Kompetensi karyawan BPR 5. Sarana dan prasarana yang dimiliki 6. Status dan kondisi kantor 7. Tingkat bunga 8. Skim kredit 9. Mutu pelayananan 10. Pergerakan/perkembangan lembaga pembiayaan lain (BRI unit, Danamon Simpan Pinjam, lembaga leasing, koperasi simpan pinjam)
4.6 Perbandingan (Pros cons) Model
berhubungan.
Pengujian
ini
seperti
atau Alat Analisa yang Akan Digunakan
diketahui hanya bisa dilakukan dengan
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu
penelitian yang bersifat kuantitatif.
mendeskripsikan variabel yang diteliti. Analisis deskriptif karena belum banyak
5. Hasil dan Analisis
penelitian yang relevan telah dilakukan.
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian
deskriptif
ini
mencoba
mengetahui bagaimana peran BPR dalam
Peran BPR dalam Pembiayaan UMK
pembiayaan UMK berdasarkan perspektif
Peran
BPR, UMK nasabah dan non nasabah
berdasarkan kepada jenis kredit dapat
BPR. Hasil survey digunakan untuk
dilihat pada Tabel 5.1. Pembiayaan untuk
menganalisis
yang
kredit investasi dan kredit modal kerja
Penelitian
deskriptif
menunjukkan kecenderungan naik baik
beberapa
kelemahan
dalam jumlah kredit yang disalurkan
dilakukan
maupun jumlah debitur yang dilayani.
pengujian terhadap variabel-variabel yang
Sementara itu untuk kredit konsumsi
dihadapi. mempunyai diantaranya
permasalahan
tidak
bisa
BPR
di
dalam
pembiayaan
12
terjadi penurunan yang cukup signifikan
ini tidak diikuti oleh jumlah debitur yang
dalam jumlah kredit yang disalurkan
cenderung tidak mengalami perubahan
sekitar 45 persen per tahun selama tiga
khususnya dua tahun terakhir.
tahun terakhir. Penurunan jumlah kredit
Tabel 5.1 Total Kredit yang Disalurkan Dan Jumlah Debitur Selama 3 Tahun Terakhir Pertumbuhan Total kredit 2003 2004 2005 (%) No. dan jumlah Rp Rp Rp debitur Orang Orang Orang Rp Orang (juta) (juta) (juta) 1 Modal Kerja 35.735 5.684 47.650 6.327 58.814 7.290 28.39 13.27 2 Investasi 10.594 3.538 17.005 4.703 17.349 5.184 31.27 21.58 3 Konsumsi 100.760 1.115 50.395 1.395 29.902 1.395 45.32 12.56 Jumlah 147.089 10.337 115.050 12.425 106.065 13.869 Sumber: Survey Lapangan, 2006 Untuk mengkonfirmasi temuan lapangan
BPR.
maka
menunjukkan
berikut
ini
ditampilkan
data
sekunder tentang penyaluran kredit oleh
Tabel
5.2 peran
di
bawah
BPR
ini
didalam
menyalurkan kredit berdasarkan jenisnya.
Tabel 5.2 Total Kredit yang Disalurkan oleh BPR Berdasarkan Jenis Kredit (dalam Rp jutaan) Pertumbuhan No. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 (%) 1 Modal Kerja 61.294 90.739 120.883 167.529 203.958 34.7 2 Investasi 6.176 10.666 18.015 28.645 28.893 4.7 3 Konsumsi 13.719 20.013 30.538 50.536 65.618 12.0 Jumlah 81.189 121.418 169.436 246.71 298.469 Sumber: Bank Indonesia, Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat, IV, 2005 Temuan dari survey lapangan di atas,
Pada Tabel 5.3 di bawah menggambarkan
dalam hal pertumbuhan kredit investasi
besarnya kredit yang disalurkan oleh BPR
dan kredit modal kerja terlihat konsisten
dibandingkan dengan total kredit industri
dengan
perbankan di Sumatera Barat. Kredit
data
sekunder
dari
Bank
Indonesia seperti terlihat pada tabel 5.2.
modal kerja merupakan jumlah kredit yang paling banyak disalurkan oleh BPR 13
diikuti oleh kredit konsumsi dan investasi
industri perbankan di Sumatera Barat dari
dimana pertumbuhan market share-nya
tahun 2001- 2005 yaitu sebesar 2,67
secara rata-rata lima tahun terakhir adalah
persen. Jika dibandingkan dengan industri
1,00 persen, 10,74 persen dan 24,10
perbankan secara nasional maka BPR di
persen secara berturut-turut. Tabel 5.3 ini
Sumatera Barat lebih baik karena market
juga memperlihatkan rata-rata market
share BPR rata-rata nasional adalah
share dari total penyaluran kredit oleh
adalah 1,90 persen untuk periode yang
BPR dibandingkan dengan total kredit
sama.
Tabel 5.3 Pertumbuhan Market Share Penyaluran Kredit oleh BPR di Sumatera Barat Rata-rata Market Share BPR (%) Rata-rata Pertumbuhan Market No Jenis Kredit (%) Share (%) 2001 2002 2003 2004 2005 1 Modal Kerja 5.43 5.60 4.86 5.50 5.65 1.00 5.41 2 Investasi 0.43 0.72 1.01 1.57 1.02 24.10 0.95 3 Konsumsi 1.29 1.47 1.67 1.87 1.94 10.74 1.64 Share 2.38 2.60 2.51 2.98 2.87 4.75 2.67 Sumber: Bank Indonesia dan diolah Jika kinerja BPR di dalam menyalurkan
independen. Dengan kata lain, BPR yang
kredit dikelompokkan menurut lembaga
berada di bawah Yayasan Gebu Minang
yang menjadi pembinanya menunjukkan
memiliki tingkat pertumbuhan kredit
bahwa pertumbuhan jumlah kredit yang
yang lebih rendah dibandingkan BPR
lebih tinggi ternyata lebih banyak dicapai
kelompok lainnya. Tabel 5.4 berikut lebih
oleh
memperjelas peran lembaga pembina
BPR
pembinaan
yang BPD
berada Sumbar
di dan
bawah BPR
BPR di Sumatera Barat.
14
Tabel 4.4 Persentase Jumlah BPR Menurut Tingkat Pertumbuhan Kredit dan Lembaga Pembina Tingkat Pertumbuhan Kredit Jenis Kredit & Lembaga ≤0 >0 - 20 >20 Pembina Kredit Investasi Yayasan Gebu Minang 0 BPD Sumbar 11,1 Independen 40,0 Kredit Modal Kerja Yayasan Gebu Minang 0,0 BPD Sumbar 0,0 Independen 0,0 Kredit Konsumsi Yayasan Gebu Minang 0,0 BPD Sumbar 0,0 Independen 0,0 Sumber : Penelitian Lapangan, 2006 Komposisi Kredit Menurut Bidang Usaha
83,3 33,3 40,0
16,7 55,6 20,0
33,3 50,0 0,0
66,7 50,0 100,0
33,3 10,0 40,0
66,7 90,0 60,0
hotel seperti terlihat pada Grafik 5.1. Sementara itu urutan kedua adalah kredit
Berdasarkan survey lapangan, bidang usaha yang paling banyak didanai oleh BPR adalah perdagangan/restoran dan
untuk bidang lain-lain, sedangkan bidang jasa menempati urutan ketiga diikuti oleh pertanian dan industri.
Komposisi Kredit Menurut Bidang Usaha
Lain
Bidang Usaha
Jasa 2005 Dagang/Res/Hotel
2004 2003
Industri
Tani 0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Persentase
Grafik 5.1. Komposisi Kredit Menurut Bidang Usaha Sumber: Survey Lapangan, 2006
15
mendapatkan kredit. Sementara itu untuk Temuan di atas untuk bidang yang paling banyak didanai oleh BPR konsisten dengan data dari Bank Indonesia dimana
bidang yang lainnya juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Detail dapat dilihat pada Grafik 5.2 di bawah ini.
bidang usaha perdagangan paling banyak
Komposisi Kredit Menurut Bidang Usaha
Lain
Bidang Usaha
Jasa 2005 Dagang/Res/Hotel
2004 2003
Industri
Tani 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Persentase
Grafik 5.2. Komposisi Kredit (data sekunder) Sumber: Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat, IV, 2006 terakhir yang paling banyak mengalami Kinerja pembiayaan
masalah non performance loan adalah
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian
bidang usaha perdagangan. Bidang usaha
sebelumnya
tahun
kedua terbesar yang mengalami masalah
terakhir non performance loan dari BPR
dalam non performance loan adalah
yang terdapat di Sumatera Barat masih 1
bidang
digit, yaitu antara 8,42 persen sampai
usaha manufaktur merupakan bidang
9,40%. Pembahasan analisis data primer
usaha yang memiliki non performance
tentang non performance loan pada
loan yang paling rendah dibandingkan
bagian ini dilakukan untuk mengetahui
bidang usaha lainnya. Besar kemungkinan
bidang usaha yang memiliki kinerja baik
hal ini terjadi karena bidang usaha
dan yang kurang baik.
perdagangan merupakan bidang usaha
bahwa
selama
5
pertanian.
Sedangkan
bidang
yang paling banyak mendapatkan kredit Pengolahan data lapangan menunjukkan
dari BPR, hal tersebut dapat dilihat pada
bahwa kinerja kredit pada tiga tahun
Table 5.5.
16
Tabel 5.5 Persentase Jumlah BPR berdasarkan NPL Menurut Bidang Usaha Bidang Usaha Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Pertanian 23,8 28,6 14,3 Manufaktur 4,8 4,8 Perdagangan 61,9 52,4 61,9 Jasa 14,3 14,3 9,5 Lainnya 9,5 Sumber : Penelitian Lapangan, 2006 Kendala BPR Dalam Pembiayaan UMK
kredit BPR lebih tinggi.
dari Perspektif BPR Pada bagian ini diidentifikasi faktorfaktor yang menjadi kendala bagi BPR di dalam pembiayaan UMK berdasarkan sudut pandang BPR berkaitan dengan beberapa aspek seperti tingkat bunga, kondisi
ekonomi,
peraturan,
sarana
prasarana, kualitas sumber daya manusia, likuiditas
BPR,
kredit bank umum terlihat tingkat bunga
informasi
tentang
keberadaan BPR yang belum memadai dan jangka waktu kredit yang
terlalu
pendek.
Sementara itu tingkat bunga termahal untuk kredit selama tahun 2003 dari 21 sampel yang disurvey adalah 38,11 persen dan terendah 24 persen. Sementara itu tingkat bunga tertinggi untuk tabungan pada tahun 2003 itu adalah 18 persen dan terendah adalah 3 persen. Trend tingkat bunga yang dihitung secara rata-rata (baik kredit maupun tabungan) selama tiga tahun (2003, 2004 dan 2005) pada dua puluh satu BPR menunjukkan adanya penurunan atau tidak ada yang melakukan
Hasil survey terhadap dua puluh satu BPR menunjukkan bahwa secara rata-rata suku bunga kredit (income bagi BPR ) adalah 25,72 persen dan untuk tabungan (cost bagi BPR) adalah 7,26 persen, dengan demikian margin bunga adalah 17,73
persen.
Sementara
itu
jika
dibandingkan dengan rata-rata bunga
pemotongan bunga yang cukup besar. Interest spread secara rata-rata selama tiga tahun itu adalah 17,73 persen. Dengan demikian keuntungan kotor BPR dari penggunaan uang nasabah dari tabungan yang diputarkan untuk kredit adalah sebesar 17,73 persen dari total nominal kredit yang diberikan kepada
17
UMK. Spread itu dihitung dari selisih
Hasil survey tentang kondisi ekonomi di
antara rata-rata tingkat bunga kredit
daerah operasional BPR yang diperoleh
dengan rata-rata tingkat bunga tabungan
melalui wawancara dengan pimpinan
selama tiga tahun pada dua puluh satu
BPR dan UMK nasabah. Kedua pihak di
BPR yang disurvey.
atas setuju bahwa kondisi ekonomi yang lesu saat ini, yang ditandai dengan
Tingginya interest spread BPR seperti
semakin kurangnya masyarakat datang di
yang dijelaskan di atas, salah satu
hari balai (pasar), menyusutnya jumlah
penyebabnya
pengambil
adalah
tingginya
biaya
formulir
tabungan,
tanda-tanda
dan
operasional BPR. Hal ini konfirmasi oleh
beberapa
lainnya
UMK nasabah BPR yang menunjukan
berpengaruh terhadap peningkatan peran
bahwa 36,7 persen responden mengangap
BPR di dalam pembiayaan UMK.
biaya operasional BPR tinggi sehingga menyebabkan
biaya
bunga
tinggi.
Sebahagian besar BPR (76%) yang
Sementara itu 33,4 persen menyatakan
disurvey
tidak setuju.
perbankan dan daerah membatasi ruang
tidak
merasa
peraturan
gerak mereka dalam melakukan kegiatan Bagian ini memperlihatkan hasil survey
operasional, walaupun ada satu BPR
tentang kondisi ekonomi baik di daerah
merasakan
operasional BPR yang bersangkutan dan
cukup
provinsi
secara
diketahui klausul dalam aturan Pemda
keseluruhan. Kondisi ekonomi yang tidak
yang berpengaruh tersebut. Sementara itu
baik akan membawa dampak kepada
terdapat satu BPR yang menganggap
penurunan aktivitas
peraturan
Sumatera
Barat
perbankan karena
adanya
peraturan
memberatkan.
BI tentang
Namun
BMPK,
Pemda tidak
Giro,
menurunnya aktivitas UMK yang menjadi
Kliring, Kredit tanpa agunan dan Bunga
nasabah BPR. Hal ini pada akhirnya akan
LPS memberatkan.
mempengaruhi
kinerja
BPR
dalam
menjalankan perannya untuk membiayai
Walaupun tidak ada peraturan yang
kegiatan UMK.
dianggap
membatasi
melaksanakan
BPR
dalam
aktivitasnya
ada
permintaan terhadap peraturan yang harus
18
dikeluarkan oleh Pemerintah dan Bank
cukup. Berdasarkan hasil survey di atas
Indonesia
terlihat bahwa sarana dan prasarana
bagi
perkembangan
BPR
diantaranya adalah: -
mereka adalah cukup dan layak untuk
Peraturan
yang
mengatur
mendukung operasi saat ini.
persaingan antara BPR dengan Bank Umum
Bila
-
Perubahan tingkat pajak bagi BPR
prasarana yang paling mendukung, maka
-
Penempatan dana dari pemerintah
pimpinan
kepada BPR untuk peningkatan
gedung dan kantor adalah sangat penting
pembiayaan UMK.
mendukung terhadap operasional dan
ditinjau
dari
BPR
segi
sarana
berpendapat
dan
bahwa
diikuti oleh sistem komputerisasi. Dilihat dari segi sarana yang paling banyak tersedia dan digunakan oleh BPR
Jika pandangan pihak BPR tentang
adalah komputer, kendaraan, meja dan
ketersediaan,
gedung.
survey,
sarana dan prasarana dikonfirmasi dengan
didapatkan data bahwa tidak semua BPR
pandangan nasabah BPR tidak terdapat
memiliki gedung kantor sendiri sehingga
perbedaan
yang
harus menempati gedung dengan cara
dibuktikan
dengan
menyewa.
Jika diperhatikan kondisi
dimana 48 persen responden nasabah
Sarana dan Prasarana, menurut penilaian
BPR mengatakan tidak setuju bahwa
pimpinan BPR hanya di dua BPR (10%)
sarana
sarana dan prasananya yang tidak layak
memadai
sementara di 19 BPR lainnya adalah
kegiatannya dalam melayani nasabah.
Berdasarkan
hasil
dan
kualitas
dan
kelayakan
signifikan. hasil
prasarana sehingga
Hal
ini
survey
ini
BPR
belum
menghambat
layak. Hal ini sejalan dengan hasil survey dimana sebahagian besar (70%) BPR merasa tidak perlu meningkatkan sarana dan
prasarana
kecukupan sarana
mereka.
Dari
segi
dan prasarana, 71
persen BPR yang diteliti mengatakan sarana dan prasarana mereka cukup dan hanya 29 persen yang menjawab tidak
Ada
anggapan
dimasyarakat
bahwa
sumberdaya manusia yang melakukan pengelolaan BPR adalah rendah baik karyawan,
manager
maupun
komisarisnya. Dari hasil survey yang dilakukan dalam penelitian menunjukan bahwa dari 150 sampel nasabah BPR
19
yang diambil memperlihatkan 47,3 persen
Informasi
mengatakan
yang
menurut pandangan nasabah menunjukan
mengatakan bahwa sumberdaya manusia
bahwa 40,7 persen mengatakan BPR
pengelola BPR belum baik. Akan tetapi
perlu
terdapat 24 persen nasabah menyatakan
informasi
bahwa kualitas SDM pengelola BPR
dipedesaan,
belum baik.
menyebutkan informasi BPR sudah sudah
tidak
setuju
tentang
keberadaan
melakukan
BPR
penyebararluasan
tentang
kegiatan
sedangkan
BPR sisanya
cukup. Ini menunjukan bahwa hampir Survey menunjukkan bahwa 75,5 persen
separoh
nasabah usaha mikro kecil BPR selalu
mempunyai pandangan bahwa BPR perlu
mendapatkan
menyebar luaskan tentang keberadaannya
dana
mengajukan
kredit.
ketika Ini
mereka
menunjukan
dari
nasabah
UMK
BPR
untuk pembiayaan UMK.
bahwa BPR mempunyai tingkat likuiditas baik sekali, dan memenuhi besar dana
Dari pemberian jangka waktu kredit yang
yang diinginkan oleh usaha mikro dan
diberikan oleh BPR kepada nasabahnya
kecil.
menunjukan bahwa 72
persent dari
mereka menganggap BPR memberikan Namun demikian, dalam hal plafon kredit
jangka waktu kredit yang sesuai dengan
yang diberikan kepada nasabah hanya
permintaan mereka. Hal ini menunjukan
51.4 persen yang mendapatkan sesuai
bahwa hampir semua BPR menepati
dengan yang diajukan. Sementara itu 20
jangka waktu pencairan dana kredit untuk
persen diantaranya tidak mendapatkan
UMK
kredit sesuai dengan plafon yang diminta. Salah
satu
penyebab
adanya
ketidaksesuaian antara jumlah pengajuan
Kendala BPR dalam Pembiayaan UMK dari Perspektif UMK Non Nasabah BPR
kredit dengan jumlah yang disetujui
Kendala BPR dalam pembiayaan UMK
adalah keterbatasan dana yang dimiliki
akan
oleh
oleh
penolakan kredit UMK yang pernah
penjelasan yang diberikan narasumber
menjadi mengajukan kredit kepada BPR
dalam focused group discussion.
dilengkapi dengan persepsi UMK non
BPR.
Hal
ini
didukung
diuraikan
berdasarkan
alasan
20
nasabah yang belum pernah mengajukan
UMK
permohonan kredit kepada BPR.
untuk
akan
mempunyai
kesempatan
memperbaiki
berbagai
kemungkinan yang mungkin muncul atau Sebanyak
10%
UMK
yang
pernah
mengajukan kredit kepada BPR ditolak
dimiliki oleh UMK dan tercantum dalam proposal bisnisnya.
karena nilai agunan yang dijaminkan tidak cukup atau tidak sesuai dengan
Di samping beberapa alasan yang menjadi
plafon kredit yang diminta. Sedangkan
BPR
UMK yang tidak jadi mendapatkan kredit
terdapat pula UMK yang tidak atau belum
karena alasan kelengkapan administrasi
menjadi nasabah BPR karena memang
hanya
Syarat
belum pernah mengajukan usulan kredit
kelengkapan administrasi meliputi SIUP,
kepada BPR. Beberapa faktor yang
SITU, NPWP, TDP dan sebagainya. Dari
menjadi
kondisi ini dapat disimpulkan bahwa
mengajukan kredit kepada BPR seperti
ternyata
masalah
tidak memiliki agunan, tingkat bunga
administratif
bukanlah
berjumlah
5,3%.
persyaratan kendala
yang
terlalu
menolak
usulan
hambatan
tinggi
kredit
UMK
dibandingkan
UMK,
untuk
dengan
besar baik bagi UMK maupun bagi BPR
keuntungan usaha, tingkat bunga BPR
dalam
Sisanya
yang lebih tinggi dibanding bank umum,
sebanyak 4% UMK calon nasabah BPR
tidak tahu prosedur, resiko yang terlalu
tidak jadi memperoleh kredit karena
tinggi, tingginya biaya pengurusan kredit
sebab-sebab lain di luar masalah agunan
tidak sesuai dengan syari’at Islam, usaha
dan persyaratan administratif. Pada masa
yang
mendatang perlu dilakukan kajian lebih
berhubungan dengan BPR yang dirasakan
mendalam faktor-faktor apa sajakah yang
dapat menurunkan citra diri, dan adanya
menjadi alasan dan pertimbangan bagi
persaingan
pihak perbankan (dalam hal ni BPR)
keuangan lainnya.
membiayai
UMK.
sudah
mandiri,
BPR
image
dengan
dalam
lembaga
menolak usulan kredit yang diajukan oleh UMK. Dengan adanya publikasi atau
5.2 Analisis
pemberitahuan kepada calon nasabah tentang alasan penolakan kredit untuk
Bagian ini menganalisis hasil penelitian
hal-hal yang tidak bersifat rahasia, maka
seperti yang telah disampaikan pada
21
bagian 4.1. Analisis yang dilakukan
pada bulan Juli 2006 dimana NPL BPR
terhadap peran, kendala, persaingan dan
Sumatera Barat 9,29 persen lebih rendah
prospek BPR di dalam pembiayaan UMK
dibandingkan NPL nasional 9,52 persen.
di Sumatera Barat juga didukung oleh referensi
serta
data
yang
diperoleh
Tingginya NPL BPR diduga terjadi
melalui focused group discussion dan
karena beberapa hal. Pertama, diduga hal
indepth interview.
ini
berkaitan
dengan
lemahnya
kemampuan dalam melakukan analisis Peran BPR dalam Pembiayaan UMK
kredit. Kedua,
disamping memberikan
Berdasarkan kepada hasil penelitian, BPR
kredit BPR seharusnya juga melakukan
telah memainkan peran yang cukup baik
pembinaan manajemen, akan tetapi hal ini
dalam
belum berjalan dengan baik atau belum
pembiayaan
UMK.
Hal
ini
tergambar dari peningkatan jumlah kredit
dilakukan
dan peningkatan jumlah nasabah BPR.
sumberdaya manusia yang dimiliki.
karena
keterbatasan
Rata-rata pertumbuhan penyaluran kredit BPR di Sumatera Barat sebesar 37% lebih
Selanjutnya pembiayaan oleh BPR juga
tinggi dari rata-rata pertumbuhan kredit
telah memberikan kontribusi yang cukup
BPR secara nasional sebesar 32%. Begitu
signifikan didalam peningkatan kinerja
juga dari segi kemampuan menyalurkan
UMK di Sumatera Barat. Peningkatan
kredit dengan LDR rata-rata sebesar
prestasi UMK ini terjadi karena kredit
104,98 persen, lebih tinggi dari rata-rata
yang diterima dapat mengatasi persoalan
nasional yang hanya sebesar
kekurangan modal. Hal ini sejalan dengan
78,26
persen.
oleh jenis kredit yang disalurkan oleh BPR yang lebih fokus kepada kredit
Dari segi NPL, untuk lima tahun terakhir
modal
kinerja
berorientasi kepada kebutuhan UMK.
BPR
Sumatera
Barat
kerja
yang
berarti
telah
dibandingkan dengan nasional terlihat
Bila
sedikit lebih tinggi dimana NPL BPR
berdasarkan
Sumatera Barat sebesar 9,01 persen
disalurkan tergambar bahwa BPR telah
sedangkan NPL nasional adalah 8,78
lebih beorientasi kepada kredit mikro
diperhatikan rata-rata
lebih kredit
lanjut, yang
persen. Namun jika dilihat data terakhir
22
dimana rata-rata kredit yang diberikan
lebih cepat. Akan tetapi, penyaluran
adalah sebesar Rp 11.960.000,-
kredit yang lebih banyak pada sektor perdagangan
ini
Jika dilihat kinerja didalam pertumbuhan
banyaknya
BPR
kredit kepada UMK, BPR yang berada
mengalami masalah dengan sektor ini.
dibawah pembinaan BPD Sumatera Barat
Penyaluran kredit yang lebih besar di
memiliki pertumbuhan yang lebih baik
sektor
dibandingkan dengan BPR Independen
mengindikasikan
dan BPR-YGM. Perbedaan prestasi ini
pelayanan yang masih terbatas pada
disebabkan
dukungan,
daerah pusat perdagangan. Hal ini terlihat
pembinaan dan pengembangan oleh BPD
dari lokasi dan jangkauan pelayanan BPR
Sumatera
yang
oleh
adanya
Barat
Permodalan, Program
Manajemen,
Akuntansi,
Pelatihan,
dalam
bentuk: Aplikasi
Pendidikan
Pengelola
dan
juga
diikuti
yang
perdagangan
masih
kreditnya
ini
cakupan
terbatas
oleh
juga wilayah
disebabkan
tersebarnya lokasi pemukiman penduduk yang
tidak
mungkin
diakses
oleh
Data,
pelayanan BPR (Hastuti (2003) dan Bank
Konsultasi/Advisor Operation BPR dan
Danamon (2003). Artinya jarak lokasi
lain-lain.
nasabah dengan BPR merupakan salah satu hal yang menyebabkan masyarakat
Namun
demikian,
bila
diperhatikan
tidak berhubungan dengan BPR. Peran
komposisi kredit yang disalurkan oleh
BPR dalam pembiayaan UMK juga masih
BPR kepada UMK, usaha yang dominan
belum maksimal dilihat dari persentase
dibiayai adalah yang bergerak di sektor
jumlah UMK yang menjadi nasabah
perdagangan. Berbeda dengan tujuan
hanya 18 persen dari seluruh jumlah
awal pendiriannya yang ditujukan untuk
UMK di Sumatera Barat.
membantu masyarakat pedesaan yang berada disektor pertanian. Pertimbangan
Keterbatasan
BPR
memprioritaskan
teridentifikasi adalah ketidakmampuan
untuk
sektor
untuk memenuhi plafon kredit yang
perdagangan dibandingkan dengan sektor
diajukan oleh UMK dengan tingkat bunga
pertanian adalah dengan alasan resiko
yang lebih murah.
yang lebih rendah dan turn over yang
menghadapi ini, diperlukan serangkaian
untuk
pemberian
lebih kredit
BPR
lainnya
yang
Tentunya untuk
23
langkah seperti: tersedianya institusi yang
menjadi
dua
kelompok
berdasarkan
berfungsi penyelaras lalu lintas dana yang
sumbernya, yaitu: Bersumber dari internal
dimiliki oleh BPR. Untuk Sumatera
BPR dan Eksternal BPR.
Barat, sebagai lembaga pengayom adalah BPD
Sumatera
Barat.
Kemudian
diperlukan juga adanya keterkaitan BPR dengan
kebijakan
pemerintah
menumbuhkembangkan
UMK
dalam melalui
penyaluran dana murah seperti dana bergulir,
bagian keuntungan BUMN
Secara internal kendala yang dihadapi oleh BPR, pertama adalah tingkat bunga kredit yang dianggap terlalu tinggi. Tingginya tingkat bunga ini disebabkan oleh kombinasi cost of fund, risk premiun dan biaya operasional BPR yang tinggi. Tingginya cost of fund karena sumber
untuk pembinaan UMK.
dana BPR berasal dari dana berbunga Disamping
itu,
BPR
belum
bisa
memberikan pembinaan kepada UMK sesuai dengan pernyataan nara sumber dalam indepth interview. Hal ini terjadi karena kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas dan pada masa yang akan datang tentunya peran pembinaan ini dapat
ditingkatkan
sehingga
akan
meningkatkan kinerja UMK yang pada akhirnya
akan
berpengaruh
positif
terhadap kinerja BPR.
tinggi seperti dari bank umum, PT. PNM dan dari deposito/tabungan masyarakat yang
diperoleh
tingkat
bunga
dengan yang
memberikan lebih
tinggi
dibandingkan bank umum. Disamping itu dari hasil sebagian didapatkan
survey ditemukan besar dari
sumber deposito
dana
bahwa BPR
masyarakat
dengan tingkat bunga tinggi. Hal ini dilakukan oleh BPR supaya masyarakat tertarik mendepositokan uangnya di BPR dibanding dengan bank umum. Sementara
Kendala BPR dalam pembiayaan UMK
itu
Walaupun terlihat adanya peran yang
disebabkan oleh tingginya biaya overhead
sudah dimainkan oleh BPR di dalam
per unit nasabah yang dilayani oleh BPR.
pembiayaan UMK seperti yang telah
Sementara itu, sebagian besar BPR juga
dijelaskan di atas, akan tetapi beberapa
menerapkan sistem bunga flat baik pada
kendala masih dijumpai. Jika diperhatikan
kredit modal kerja maupun investasi yang
biaya
operasional
yang
tinggi
kendala tersebut dapat dikelompokkan
24
berakibat pada tingginya tingkat bunga
dan
efektif yang ditanggung oleh nasabah.
dibutuhkan metode promosi yang dapat
prosedur
yang
perlu
diikuti
memenuhi hal di atas seperti personnel Walaupun tingkat bunga kredit BPR
selling, publisitas. Metode promosi yang
tinggi, namun dengan kondisi ini BPR
tidak tepat juga menjadi penyebab tidak
telah melakukan peran yang cukup baik
mampunya
di dalam pembiayaan UMK. Penurunan
masyarakat yang masih berpikiran bahwa
tingkat bunga kredit tentunya akan lebih
berhubungan
meningkatkan
menurunkan harga diri.
peran
BPR
didalam
BPR
merubah
dengan
image
BPR
bisa
pembiayaan UMK di Sumatera Barat. Sesuai dengan karakteristik masyarakat Kedua informasi keberadaan BPR yang
Minangkabau dengan falsafahnya
belum
banyak
cenderung menuruti orang-orang yang
diketahui oleh UMK disekitar wilayah
sukses (ma ambiak tuah ka nan manang,
operasi
ma ambiak contoh ka nan sudah), maka
optimal
BPR.
dan
belum
Akibatnya,
nasabah
yang
potensial tidak bisa dilayani dengan baik.
metode
Hal ini mungkin saja berkaitan dengan
dengan menggunakan nasabah BPR yang
metode promosi yang dilakukan oleh
berhasil diharapkan lebih berperan di
BPR belum sesuai dengan karakteristik
dalam
nasabah potensial. Pengamatan terhadap
BPR. Penyebaran informasi pada tempat-
metode promosi yang dilakukan BPR
tempat
dimana lebih fokus kepada iklan di media
berkumpul dapat menjadi media untuk
cetak dan radio. Sementara itu jika
komunikasi yang efektif seperti di Lapau
diperhatikan
(warung), Langgar, Surau dan balai
karakteristik
nasabah
promosi
melalui
mensosialisasikan
dimana
publisitas
keberadaan
masyarakat
sering
potensial BPR yang sebagian besar adalah
pertemuan.
Usaha
UMK yang berlokasi di daerah pedesaan.
melibatkan
sumber
Karakteristik produk BPR juga akan
dipercaya seperti pemimpin masyarakat
mempengaruhi
pemilihan
metode
yang terdiri dari Ninik Mamak, Alim
promosi
efektif.
Berdasarkan
Ulama dan Cadiak Pandai (Tungku Tigo
yang
karakteristik produk
perbankan
yang
ini
juga
perlu
informasi
yang
Sajarangan).
mensyaratkan adanya trust, persyaratan
25
Selanjutnya
untuk
permasalahan
di
dikomunikasikan bahwa
mengatasi atas
kepada
perlu
Keempat, faktor kualitas sumber daya
masyarakat
manusia yang masih rendah dimana
BPR juga merupakan tempat
untuk
menyimpan
sebagian
besar
kualifikasinya
tamatan
SLTA
sehingga
adalah
membatasi
uang/tabungan/deposito. Hal yang tak
kemampuan BPR didalam melakukan
kalah
operasional seperti menganalisis dan
pentingnya
adalah
perlunya
meyakinkan masyarakat bahwa simpanan
mengawasi
mereka di BPR juga dijamin oleh
memberikan
pemerintah melalui Lambaga Penjamin
pengembangan produk baru. Walaupun
Simpanan (LPS).
ada pelatihan yang diberikan baik kepada
kredit
serta
pelayanan
dalam dan
manajer dan karyawan namun perlu Ketiga,
BPR
di
Sumatera
berdasarkan sejarah pendiriannya
Barat
ditingkatkan
yang
perbankan
untuk dan
pelatihan
teknis
kemampuan
untuk
berasal dari Lumbung Pitih Nagari yang
menghadapi perubahan lingkungan usaha
memiliki karakteristik modal yang relatif
termasuk pengetahuan tentang perilaku
kecil, maka faktor kecukupan modal
konsumen. Kemampuan sumber daya
masih menjadi kendala dalam rangka
manusia ini bisa ditingkatkan melalui
pembiayaan UMK. Peningkatan jumlah
manajemen sumber daya manusia yang
modal BPR akan berpengaruh kepada
meliputi
kegiatan
kemampuannya
menyalurkan
kebutuhan
BPR
kredit dalam jumlah yang lebih besar. Hal
melakukan
yang
adanya
pemotivasian dan pemutusan. Dalam
tentang
mengantisipasi
lebih
peraturan
dalam
penting Bank
adalah
Indonesia
mengidentifikasi
akan
seleksi,
tenaga
kerja,
pengembangan,
perubahan
lingkungan
persyaratan modal minimum yang harus
usaha yang mengarah kepada penggunaan
dipenuhi oleh BPR. Beberapa alternatif
teknologi informasi dan dengan selera
yang dapat dilakukan untuk mengatasi
konsumen yang berubah dengan cepat,
masalah ini diantaranya adalah merger
maka diperlukan peningkatan kualitas
dengan BPR lain, penjualan saham baru
sumber daya manusia melalui pendidikan
dan melakukan pinjaman kepada pihak
formal
lain.
berkesinambungan.
dan
informal
secara
26
lembaga keuangan baik bank maupun non Secara
eksternal
peran
BPR
dalam
bank. Walaupun persaingan diperlukan
pembiayaan BPR menghadapi beberapa
untuk meningkatkan efisiensi, akan tetapi
kendala berikut ini:
jika sudah sampai pada tingkat yang
Pertama, kondisi perekonomian yang
terlalu
dianggap dapat mengurangi kemampuan
menurunnya profit yang pada akhirnya
BPR dalam meningkatkan penyaluran
akan mempengaruhi eksistensi usaha
kredit kepada UMK. Khusus daerah
(Schafer, Siliversstovs, dan Terberger,
Sumatera Barat, pertumbuhan ekonomi
2005).
tinggi
akan
mengakibatkan
selama lima tahun terakhir yang diukur dari pertumbuhan PDRB rata-rata lebih
Dalam
kurang 5 persen. Pertumbuhan ini belum
No.10 tahun 1998 tentang
sepenuhnya
kembali
pasal tiga belas membatasi usaha yang
pertumbuhan sebelum krisis ekonomi
dilakukan oleh BPR hanya pada empat
dimana pertumbuhan rata-rata diatas 7
jenis, yaitu: menghimpun dana dari
persen.
masyarakat
mencapai
Tentunya
dengan
perbaikan
hal
produk,
dalam
Undang-Undang Perbankan
bentuk
simpanan
pertumbuhan ekonomi melalui investasi
berupa deposito berjangka, tabungan,
baik domestik dan asing, diharapkan
dan/atau
aktivitas ekonomi akan lebih besar dan
dipersamakan dengan itu; memberikan
membawa
kepada
kredit; menyediakan pembiayaan dan
akan
penempatan dana berdasarkan Prinsip
yang
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
dikemukakan Kameyama, Kobayashi dan
ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
Suetake (2002).
menempatkan dananya dalam bentuk
dampak
meningkatknya pendanaan
atau
kebutuhan kredit
seperti
bentuk
lainnya
yang
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito Kedua, munculnya pandangan bahwa
berjangka, sertifikat deposito, dan/atau
BPR
dari
tabungan pada bank lain. Sedangkan jasa
berbagai dimensi diantaranya produk
seperti giro, transfer, dan fee based
yang ditawarkan, tingkat bunga, mutu
income lainnya tidak diperbolehkan. Hal
pelayanan. Persaingan ini tidak hanya
ini tentu menimbulkan hambatan kepada
dari BPR yang lain tetapi juga dari
BPR
menghadapi
persaingan
untuk
mengembangkan
27
pelayanannya. Sementara itu BPR harus
cocok dilakukan oleh BPR karena cost of
bersaing dengan beberapa bank umum
fund dan risk premium belum bisa
yang juga melayani kredit mikro seperti
diturunkan.
BRI Unit Desa dan Danamon Simpan
bersaing dengan lembaga keuangan lainya
Pinjam dengan variasi produk yang lebih
maka strategi focus differentiation akan
beragam. Hal ini tentunya akan semakin
lebih tepat dengan karakteristik nasabah
memperberat persaingan yang dihadapi
BPR. Strategi fokus kepada pelayanan
oleh BPR.
yang sesuai dengan karakteristik UMK dan
Sebagai
menciptakan
alternatif
diferensiasi
untuk
dalam
Persaingan antara BPR dengan bank
bentuk pelayanan dan produk yang unik.
umum
menunjukkan
Implikasi bagi BPR adalah perlunya
ancaman yang serius. Powers dan Hahn
identifikasi kembali core competency
(2004), mengatakan bank yang tidak
yang dimilikinya dan menyusun rencana
peduli dengan persaingan dan tidak
strategis pengembangan usaha secara
merespon strategi kompetitor adalah bank
komprehensif.
yang
lainnya
belum
stuck-in-the-middle. Dengan kata
lain, jika BPR tidak merespon strategi
Salah satu keunikan karakteristik UMK
kompetitor
ada
dalam berhubungan dengan BPR adalah
peningkatan BPR di dalam manajemen
motivasi mengambil kredit yang lebih
usaha
tidak
mengutamakan kecepatan dan kemudahan
meningkatkanya peran dalam pembiayaan
dari pada tingkat bunga (not price
UMK. Artinya, BPR harus memiliki
sensitive). Hal ini disebabkan sebagian
strategi yang jelas didalam menghadapi
besar nasabah adalah pelaku usaha mikro
persaingan dengan lembaga perbankan
dan
lainnya.
menyatakan
kesulitan modal kerja dan butuh dana
bahwa kinerja yang superior di dalam
cepat. Berdasarkan informasi dari focused
kondisi persaingan bisa didapat melalui
group discussion, pengalaman UMK yang
penerapan
pernah
dan
maka
tidak
selanjutnya
Porter
(1985),
strategi
akan
juga
overall
cost
kecil
yang
sering
berhubungan
mengalami
dengan
rentenir
leadership, differentiation, atau focus.
menunjukkan
Merujuk pada analisis terhadap nasabah
dana adalah faktor penentu pengambilan
BPR, maka strategi cost leadership tidak
keputusan. Secara rata-rata pencairan
kecepatan
ketersediaan
28
kredit oleh BPR lebih cepat (2-3 hari)
perkembangan yang semakin meningkat.
dibandingkan
walaupun
Hal ini sudah terbukti dengan daya tahan
bunga lebih tinggi dari bank umum (Hasil
yang ditunjukkannya pada masa krisis
Focused Group Discussion). Artinya
ekonomi. UMK juga mempunyai peluang
dengan tingkat bunga yang berlaku saat
untuk berkembang karena didukung oleh
ini dapat dimbangi dengan kecepatan,
kebijakan
pemerintah
kemudahan dan kenyamanan pelayanan
maupun
daerah
BPR yang lebih baik dan ini merupakan
kebijakan, program dan aktivitas. Sejalan
kunci untuk dapat menjangkau lebih
dengan
banyak UMK. Hal ini sejalan dengan
mengentaskan kemiskinan, maka salah
Kaynak
satu
dan
bank
umum
Harcar
(2005)
yang
tekad
alternatif
baik
melalui
pemerintah
adalah
berbagai
untuk
melalui
mengatakan bahwa di dalam bisnis
pengembangan
perbankan yang berorientasi konsumen,
pendidikan kewirausahaan pada berbagai
kemampuan
menyediakan
level pendidikan dan perilaku sosial yang
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
mempunyai bakat berusaha yang tinggi,
segmen
ketersediaan
maka diharapkan perkembangan UMK
sumberdaya dan kompetensi yang sesuai
akan lebih pesat. Hal ini tentunya akan
dengan pasar sasaran merupakan aspek
berakibat kepada peningkatan kebutuhan
yang sangat penting.
modal usaha akan menjadi potensi bagi
untuk
pelanggan
dan
BPR Prospek BPR dalam Pembiayaan UMK Lembaga keterkaitan
Keuangan yang
Mikro erat
untuk
UMK.
nasional
meningkatkan
Adanya
aktivitas
pembiayaannya.
memiliki dengan
Saat ini jangkuan pelayanan BPR masih
perkembangan usaha mikro seperti yang
terbatas pada sekelompok nasabah atau
dijelaskan oleh Kameyama, Kobayashi
sekitar 18 persen dari seluruh UMK di
dan Suetake (2002). Berkaitan dengan hal
Sumatera Barat. Hal ini merupakan
itu, prospek BPR pada masa yang akan
peluang bagi UMK untuk meningkatkan
datang berhubungan erat dengan tingkat
pelayanan melalui perluasan jangkauan
perkembangan dan pertumbuhan UMK
kepada nasabah potensial.
dimasa datang. UMK dimasa datang dipercaya
akan
mempunyai
29
Berdasarkan analisis tentang peran BPR
terlihat dari peningkatan jumlah
dalam pembiayaan UMK di Sumatera
dana yang dapat dihimpun dan
Barat, terlihat bahwa BPR telah berperan
disalurkan Lebih jauh peran ini
menjalankan
juga
fungsi
intermediari-nya.
dapat
terlihat
Namun demikian kedepan BPR memiliki
meningkatnya
prospek
untuk
yang dilayani BPR serta adanya
pembiayaan UMK, tetapi dengan terlebih
peningkatan prestasi UMK yang
dahulu mengatasi kendala dan hambatan
menjadi nasabah BPR
yang
cukup
baik
jumlah
dari nasabah
baik yang bersumber dari dalam maupun
2. Berdasarkan kepada kepemilikan
dari luar BPR, seperti tingginya tingkat
dan sejarah pendirian di Sumatera
bunga, kurangnya sosialisasi, terbatasnya
Barat, BPR-BPD memiliki modal
modal dan kualitas SDM yang masih
relatif
rendah.
kemampulabaan juga lebih tinggi
lebih
tinggi,
dan
dibanding dengan kelompok BPRYGM dan BPR-Independen.
6. Penutup
3. Kinerja
6.1 Kesimpulan Berdasarkan
kepada
hasil
analisis
terhadap data yang diperoleh dari 300 UMK sampel baik yang menjadi nasabah ataupun yang tidak menjadi nasabah BPR, dan dengan 21 BPR di Sumatera Barat dan dengan menggunakan data sekunder maupun primer yang diperoleh melalui
kuesioner
dan
wawancara
mendalam serta diskusi grup terfokus maka
dapat
dikemukakan
beberapa
BPR
Sumatera
Barat
dalam lima tahun terakhir cukup baik jika dibandingkan dengan kinerja BPR secara nasional. LDR BPR Sumatera Barat berada di atas 104,98 persen lebih tinggi dari LDR BPR nasional sebesar 78,26 persen, dan tingkat NPL BPR Sumatera Barat 9,01 persen sedikit lebih tinggi dari NPL BPR nasional sebesar 8,78 persen. 4. Share BPR dalam penyaluran
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
kredit perbankan di Sumatera 1. BPR di Sumatera Barat telah berperan fungsi
dalam
menjalankan
intermediari.
Hal
ini
Barat secara rata-rata dalam lima tahun terakhir adalah sebesar 2,67 persen lebih besar dari share BPR
30
nasional
sebesar
1,9
sedangkan
persen,
7. Masih terdapatnya kendala dan
kemampuan
hambatan serta keterbatasan baik
penyerapan dana sebesar BPR di
yang
Sumatera Barat 2,28 persen angka
internal maupun eksternal BPR
ini lebih tinggi dibanding dengan
dalam
meningkatkan
kemampuan BPR secara nasional
dalam
melakukan
yaitu sebesar 0,9 persen
terhadap UMK:
5. Mayoritas
sektor
UMK
disebabkan
oleh
faktor
perannya
pembiayaan
yang
a. Relatif tingginya tingkat
dibiayai oleh BPR adalah sektor
bunga yang di tawarkan
perdagangan, diikuti oleh sektor
oleh BPR kepada nasabah
industri
yang
dan pertanian. Hal ini
menunjukkan
terjadinya
disebabkan
berbagai
oleh faktor
pergeseran penyaluran kredit dari
diantaranya tingginya cost
idealisme pendirian BPR yaitu
of fund, biaya provisi dan
untuk meningkatkan taraf hidup
biaya
masyarakat
juga tinggi
pedesaan
pembiayaan
melalui
terutama
untuk
operasional
b. Belum
yang
tersosialisasinya
petani, nelayan, karyawan kecil
keberadaan BPR ditengah
dan pedagang. Pergeseran ini
masyarakat
disebabkan juga karena relatif
masyarakat pedesaan yang
beresikonya
menjadi
kredit
pertanian
dibanding dengan kredit untuk sektor lain. 6. Masih
dapat
pasar
terutama
potensial
BPR. c. Adanya imej di kalangan
ditingkatkannya
pasar
potensial
bahwa
peran BPR dalam pembiayaan
berhubungan dengan BPR
UMK
relatif
tersebut sulit dan bagi
terbatasnya jumlah UMK yang
beberapa kalangan pergi
dilayani oleh BPR dan juga masih
ke BPR menjadi suatu hal
terbatasnya coverage BPR
yang menurunkan harga
karena
masih
diri
mereka
sebagai
pengusaha.
31
d. Keterbatasan SDM BPR dalam
mengelola
mengembangkan
dan produk
yang inovatif
BPR
melakukan
yang
perluasan
kredit f. Terbatasnya produk dan pembiayaan
yang
oleh
BPR
kepada UMK tingkat
persaingan
BPR
pembiayaan
dalam
UMK
baik
bersaing dengan sesama BPR
maupun
dengan
lembaga keuangan dan non keuangan
UMK dimasa datang sangat besar hal ini sejalan dengan proyeksi yang menunjukkan akan terus UMK
dimasa
datang ke depan. Hal ini seiring peran
UMK
sebagai
tulang punggung perekonomian, sehingganya
pemerintah
baik
pusat maupun daerah memiliki kepentingan
maksimum terhadap
6.2 Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan kepada analisis terhadap peran, hambatan dan prospek UMK di Barat,
dikemukakan
maka
beberapa
dapat implikasi
kebijakan bagi stakeholdes untuk lebih meningkatkan
peran
BPR
dalam
1. Perlunya menurunkan cost of fund dan
biaya
sehingga
operasional
tingkat
bunga
BPR yang
ditawarkan kepada UMK dapat lebih bersaing dengan lembaga keuangan
atau
non
keuangan
lainnya. Hal ini dapat dilakukan
8. Prospek BPR untuk pembiayaan
berkembangnya
memberikan
pembiayaan UMK.
g. Tingginya
dengan
kontribusi
Sumatera
ditawarkan
dapat
jumlah
menghambat mereka untuk
skim
untuk
perekonomian.
e. Keterbatasan modal
mendorong pertumbuhan UMK
untuk
terus
diantaranya dengan menurunkan tingkat
bunga
penjaminan,
efisiensi biaya operasional dengan melakukan
analisis
terhadap
pengeluaran yang tidak produktif . 2. Perlunya
mensosialisasikan
keberadaan BPR kepada nasabah potensil
dengan
menekankan
kepada keunggulan yang dimiliki oleh BPR yaitu prosedur yang cepat
dan
mudah
untuk
32
mendapatkan pembiayaan. Hal ini
4. Menjaga likuiditas BPR melalui
dapat dilakukan oleh BPR sendiri
lembaga pengayom dan
maupun oleh pemerintah daerah
dalam lingkage program sistem
sebagai stakeholders yang sangat
pembiayaan
berkepentingan dengan BPR serta
kerjasama
UMK, ataupun oleh lembaga lain.
umum Untuk penguatan modal
Cara
dapat
melalui penggabungan (merger)
mengunakan
BPR. Strategi ini hendaknya tetap
promosi
dilakukan
yang
dengan
UMK BPR
ikut
melalui
dengan
bank
media lokal seperti radio, koran
menjadi
dan sarana komunikasi lainnya
Indonesia
seperti melakukan penerangan di
likuiditas dan modal BPR untuk
mushala atau surau serta tempat
peningkatan
lainnya
dalam pembiayaan UMK.
yang
menjadi
pusat
perhatian masyarakat seperti balai pertemuan desa atau kecamatan. 3. Melakukan pengembangan produk
prioritas untuk
Bank
memperkuat
kemampuan
5. Walaupun industri
bagi
BPR
kompetisi
dalam
pembiayaan
UMK
memiliki aspek positif namun
pelayanan BPR sehingga dapat
masuknya
menarik jumlah dana yang lebih
memiliki sumber daya yang besar
besar dan menyalurkan jumlah
ke dalam pasar pembiayaan UMK
kredit yang lebih besar. Produk
dikhawatirkan dapat mematikan
yang mungkin dapat di luncurkan
BPR.
misalnya tabungan haji, tabungan
Indonesia
perlu
pelajar dan ibu rumah tangga,
rangkaian
kebijakan
penerimaan
menciptakan
jasa
pembayaran
bank
umum
yang
Oleh karena itu Bank menyusun untuk
lingkungan
seperti listrik, air, telefon dan
persaingan yang kondusif, antara
PBB.
lain
Disamping
penyaluran
dana
itu
untuk melalui
dengan
pembatasan terhadap jumlah bank
penyaluran kredit seperti kredit
yang
untuk TKI, kredit untuk siswa dan
wilayah.
mahasiswa
melakukan
beroperasi
pada
suatu
6. Menjadikan BPR sebagai lembaga penyalur dana bergulir baik yang
33
berasal dari pemerintah daerah
efisiensi dalam biaya operasional BPR
maupun pusat serta dana laba
namun demikian penelitian ini belum
BUMN yang diperuntukkan bagi
meneliti secara mendalam
UMK.
yang diperlukan untuk menurunkan biaya
pendekatan
7. Meningkatkan kualitas karyawan
operasional BPR. Untuk itu disarankan
dalam menjalankan aktifitas usaha
melakukan penelitian dengan topik: Studi
termasuk menganalisis kelayakan
Peningkatan Efisiensi Operasional BPR.
kredit, memahami karakteristik nasabah yang dihadapi, kualitas
Selanjutnya, salah satu masalah yang
pelayanan
dihadapi oleh BPR adalah persaingan
melalui
pelatihan.
Sertifikasi untuk manejer BPR
dengan
seperti
dilakukan
Walaupun disadari bahwa persaingan
selama ini oleh Bank Indonesia
akan membawa dampak positif dalam
perlu dilanjutkan.,
tingkat tertentu pada industri. Namun jika
yang
telah
lembaga
pembiayaan
lain.
tingkat persaingan sangat ketat, akan 6.3 Penelitian Lanjutan Berikut merupakan penelitian lanjutan yang dapat dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari hasil penelitian yang sudah dilakukan. Diantara
penelitian
dikembangkan
yang
menjadi
mungkin penelitian
berdampak
kepada
perusahaan.
Penelitian
membahas
secara
keberadaan ini
detail
tidak tingkat
persaingan yang dapat mematikan BPR, oleh sebab itu diperlukan suatu kajian untuk mengetahui tingkat persaingan yang sudah bersifat negatif terhadap keberadaan BPR. Berkaitan dengan ini
berikutnya adalah:
menjadi menarik untuk mengkaji tingkat Pertama, berdasarkan analisis, salah satu persoalan yang dihadapi oleh BPR adalah tingginya cost of fund sehingga rendahnya daya saing BPR dibanding lembaga pembiayaan lainnya. Dengan kondisi yang seperti ini, diperlukan usaha-usaha untuk
menurunkan
atau
melakukan
persaingan yang dihadapi oleh perbankan dalam suatu daerah tertentu yang bersifat positif artinya tidak mematikan unit bank yang ada dalam daerah tersebut. Untuk itu disarankan Tingkat
penelitian
Persaingan
dengan
topik:
Maksimal
dalam
Industri Perbankan.
34
kontribusi terhadap perbedaan kinerja Penelitian ini mengidentifikasi adanya
tersebut, berkaitan dengan hal itu maka
tiga jenis
diperlukan
BPR
berdasarkan
sejarah
suatu
penelitian
yang
pendirian dan kepemilikan BPR, yaitu
bertujuan untuk mengetahui karakteristik
BPR-YGM,
BPR-
BPR yang berhasil. Oleh sebab itu perlu
Independen. Dari analisis data yang
dilakukan analisis tentang karakteristik
diperoleh terdapat perbedaan kinerja dari
BPR yang sukses di Propinsi Sumatera
masing
namun
Barat. Untuk itu disarankan penelitian
tidak
dengan topik: Struktur Kepemilikan dan
BPR-BPD
jenis
demikian memfokuskan
BPR
tersebut,
penelitian diri
dan
untuk
ini
membahas
secara mendalam dan detail tentang faktor yang
berperan
dalam
Governance
Pengaruhnya
terhadap
Kinerja BPR di Sumatera Barat.
memberikan
35
Daftar Pustaka Adi,
W., (2000a), Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kegiatan Usaha Kecil dan Menengah, Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI, Jakarta.
Asian Development Bank (ADB) . 2001. Technical Assistance to The Republic of Indonesia for Preparing The Rural Microfinance Project. December 2001. Bank
Indonesia, 2006, Perbankan Indonesia.
Arsitektur
--------,2003, Pemberdayaan Konsultan Keuangan/PendampingUsaha Mikro, Kecil dan Menengah Mitra Bank (KKMB) Bank Indonesia. 2006. Statistik EkonomiKeuangan Daerah Sumatera Barat. Januari 2006. Baas,
T dan Schrooten, 2005, “Relationship and SMEs; A Theoretical Analysis”, Working Paper, German Institute for Academic Research
Bustami, R. 2004, Pentingnya lembaga khusus pembiayaan bagi UMK, [online], 25 November 2005, diakses pada: www.bisnis.com. Chaves, A. Rodrigo and Claudio Gonzales Vega. 1993. The Design of Successful Rural Financial Intermediaries, Evidence from Indonesia. Economics and Sociology Occasional Paper No. 2059. The Ohio State University. May 2000. Colter, J. M, 1984, ”Masalah Perkreditan Dalam Pembangunan Pertanian” dalam Faisal Kasryno, Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan
Indonesia, Yayasan Indonesia, Jakarta
Obor
Darmanto, D. 2003. Kredit dan Pemberdayaan Rakyat Miskin, Studi terhadap Kiprah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai Fasilitator Ekonomi, Harian Umum Bengawan Pos, 25 Juni 2003. Henri, 2001, ”Kebijkan Pengembangan Kredit Usaha Kecil di Pedesaan”, Tesis S2 Pasca Sarjana Universitas Andalas, Tidak dipublikasikan Herri dan Suhairi, 2004, Karakteristik Kewirausahaan dan Prestasi Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, (Pendekatan Berbasis Sumber Daya), Laporan Penelitian BPPT-Menristek, tidak dipublikasikan. Holloh, D. 2001, Microfinance Institutions Study, ProFI. Hamp, M. 2002, Pleading for Sustainable Microfinance on Both Sides of the Globe, GTZ. Kameyama, S, Kobayashi, H dan Suetake, T (2002), Micro-Macro Finance Structure Modeling, Working Paper, Chuo University. Kompas, 2002. UMK Patah Tumbuh Hilang Berganti, 23 Oktober 2002. Kompas, 2003. Upaya Meningkatkan Aksesibilitas UMK Terhadap Perbankan, 11 Desember 2003. Kusumawati, Rida, 2006, Perencanaan penyaluran kredit Mikro Kecil dalam Upaya mengurangi Resiko (studi kasus pada PD BPR BKK Kabupaten Purbalingga), Thesis S2 PPn Unand, tidak dipublikasikan
36
Llewelyn, Ricahard V. and Sutrisno. 2002. Does Size a Matter? Technical Eficiency and Industry Size in Indonesia. Gadjah Mada International Journal of Business. September. Vol. 4, No.3, pp.297313.
Sigalingging, H Dkk, 2002, Peranan BRI Unit dan BPR Dalam Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan (Studi Kasus di Propinsi Sumatera Utara), Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia
Pearce
Syarif, Syahrial, 1988, “LIK Ulu Gadut: Suatu Pola Pengembangan Perusahaan kecil” dalam Syahruddin, Ed, Pengembangan Produksi dan Perdagangan Luar Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Universitas Andalas Padang.
II, J.A., & Robinson Jr, R.B., (2000), Strategic Management: Formulation, Implementation and Control, 7 Th. Edition, Richard D Irwin Inc, USA.
Pikiran Rakyat. 2004. Tinggi Potensi BPR Dalam Memacu Instabilitas Perekonomian Indonesia. Selasa 13 Juli 2004. Porter,
Michael E., Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance, The Free Press, New York, 1985.
Raharjo, D, dan Ali, F, 1992, “Faktorfaktor Keuangan yang Mempengaruhi Usaha Kecil dan Menegah Indonesia”, dalam James dan Akrasanee, Aspek-aspek Finansial Usaha Kecil dan Menengah: Studi Kasus Asean, LP3ES Rahman, Hasanuddin, 2004, Membangun MicroBanking, Pustaka Widyatama, Yogyakarta Schafer, D, Siliversstovs, B dan Terberger, E, 2005, “Banking Competition, good or bad, the Case of Promoting micro and small enterprises finance in Kazakhstan”, Working Paper, German Institute for Academic Research
Susilo,N. I 2005, “The Optimal Lending Rate of Bank Perkreditan Rakyat (BPR)”. Buletin Ekonomi dan Perbankan, Maret, 2005. Sekaran, Uma, 2003, Research Methods for Bussiness ASkill Building Approach, fourth Edition, John Willey & Sons Suharto, Pandu, 1991, Peran, Masalah dan Prospek Bank Perkreditan Rakyat, LPPI, Jakarta ---------, 1996, 100 Tahun BPR di Indonesia 1896-1995, Info Bank Sutopo, Wahyudi, 2005,”Hubungan Antara Lembaga Keuangan Mikro dan Kontribusi Usaha Kecil dalam Pengentasan Kemiskinan”, Manajemen Usahawan Indonesia, No.01, XXX, Januari, hal 3-12 Tambunan, T, 2006, Development of Small & Medium Enterprises in Indonesia from the Asia Pacific Perspective, LPFE-Usakti, Jakarta
37