JURNAL ILMU-ILMU SOSIAL (SOCIAL SCIENCE)

Download Analisis Faktor Ekonomi dan Budaya Dalam Meningkatkan Partisipasi. Masyarakat Pada Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di. Jawa ...

0 downloads 547 Views 250KB Size
Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

ISSN: 1410-4113

Volume 19 Nomor 1

Pebruari 2007

Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial (Social Science) Perlindungan Hukum Terhadap Online Consumer dalam Hal Pembelian Barang Secara Onlime Yang Harus Melalui Uji Coba

Hanif Nur Widhiyanti Dan Nurini Aprilianda

1-10

Moh. Azis Arisudi

11-16

Harsuko Riniwati, Nurdin Harahab, U. Wisapti, dan Indrati

17-26

Khusnul Ashar

27-32

Pengaruh Investasi Aktiva, Pendanaan dan Pengelolaan terhadap Kinerja Keuangan

Darminto

33-43

Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu Merowi Kabupaten Sanggau

Rusli Burhansyah dan A Musyafak

44-52

Pola Pengantin Pesanan (Mail Ordered Bride) sebagai Salah SatuBanuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

Sri Wahyuningsih, Latief Farikun, Indrati, Sri Indah Sruhartati, dan Umu Hilmy

53-61

Indrati

62-70

Aspek Hukum dan Sosio Budaya dalam Kasus Pembuangan Limbah Tailing oleh PT Newmont Minahasa Raya di Teluk Buyat Sulawesi Utara dan Alternatif Upaya Penyelesaian Hukumnya

Iwan Permadi

71-77

Pelaksanaan Surat Gubernur Jawa Timur Tanggal 24 September 1979 tentang Tanah Ganjaran Milik Desa di Pemerintah Kota Batu

Arif Zainudin

78-87

Muhammad Bakri

88-94

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kredit Macet KUT pada KUD Mekar Mulia, Kademangan, Blitar, Jawa Timur Model Penjaminan Kualitas Buku Pelajaran Berwawasan Gender bagi Sekolah Dasar di Kabupaten dan Kota Malang

Analisis Faktor Ekonomi dan Budaya Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Pada Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Jawa Timur

Pengetahuan dan Pemahaman Pengusaha Pembuat Tempe dan Kripik Tempe tentang Undang-undang Rahasia Dagang di Kota Malang

Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Aset Pemerintah Kota Malang

52

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

Pola Pengantin Pesanan (Mail Orderd Bride) Sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat Sri Wahyuningsih1), Latif Farikun1), Indrati1), Sri Indah Sruhartati1), dan Umu Hilmy1) 1)

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Diterima tanggal 13 April 2006, disetujui tanggal 25 Januari 2007 Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik, dengan pendekatan multidisipliner dengan tujuan akhir adalah tersusunnya RAPERDA (Rancangan Peraturan Daerah). Metode penelitian bersifat kualitatif, yang mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar intepretatif dan fenomenologis.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengantin psanan merupakan fenomena masyarakat yang memiliki filosofi, budaya dan kepentingan memperbaiki ekonomi keluarga. Pola pemesanan dan pengiriman perempuan pengantin pesanan ada tiga macam, dilakukan oleh sekelompok orang yang bekerja sama rapi dan saling menguntungkan, sehingga sulit untuk dideteksi, hingga merupakan fenomena gunung es. Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat harus berani memotong rantai sindikat pengantin pesanan, paling tidak melalui sebuah Peraturan Daerah, agar setiap tahunnya tersedia dana yang cukup untuk menghentikan dan melindungi perempuan korban pengantin pesanan, sebagai tindak pidana perdagangan (trafiking) orang. Kata kunci: pengantin pesanan, tindak pidana perdagangan (trafiking) orang.

Mail Ordered Bride Pattern As One of Human Trafficking Specific Form in West Kalimantan 1)

Law Faculty of Brawijaya University Malang Abstract

This research is the empiric law research, done with multidisciplinary approach with last goals is making a Region Regulation. The research method is qualitative, to try interpret the basic view interpretative and phenomenologist. The result of the research shows that mail ordered bride is a society phenomenon that has the philosophy, culture and needs to improve family economic condition. There are three patterns of mail ordered bride which are done by a group of people who work orderly for the same purpose, so it is difficult to detect, like the iceberg phenomenon. The government of the West Kalimantan has to be brave in cutting the chain of mail ordered bride syndicate, at least through a Region Regulation, so that every year there will be an enough fund to stop and protect mail ordered bride victims, as a criminal action of human trafficking. Keywords: mail ordered bride, human trafficking criminal

perdagangan perempuand an anak terutama sebagai pengantin pesanan, yaitu pemesana amoy(gadis Cina) usia 15-18 tahun, untuk dijadikan istri dari pemesan, kebanyakan lakilaki veteran Taiwan (Wahyuningsih, dkk.,

PENDAHULUAN Kalimantan Barat (Kalbar), daerah yang berbatasan dengan Malaysia, Taiwan dan Singapura, merupakan daerah yang rentan terhadap terjadinya trafficking atau trafiking/

53

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

2003). Uang pembelian amoy dibagi rata oleh calo dengan orang tua gadis. Akhir-akhir ini jumlahnya meningkat, dan menimbulkan masalah sosial dan hukum yang merugikan perempuan. Beberapa pasangan dapat hidup tenang, punya anak dan membangun rumah tangga di Taiwan, namun banyak pasangan yang tidak dapat hidup bahagia. Masalah hukum yang muncul adalah bahwa kasus pengantin pesanan hanya dituntut dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bukan dituntut dengan trafiking (antara lain dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak), yang ancaman pidananya lebih berat dan melarang perdagangan anak. Penelitian ini mencoba mendeskripsikan pola pengantin pesanan agar kita memiliki gambaran yang lebih aktual tentang fenomena pengantin pesanan sebagai salah satu bentuk spesifik trafiking di Kalbar. Pola tersebut dapat dijadikan base line study untuk menyusun naskah akademik dan draft RAPERDA yang diadvokasikan menjadi PERDA tentang Perlindungan Hukum Perempuan Pengantin Pesanan. Masalah-masalah yang diteliti dalam penelitian ini, secara sistematik dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Faktor pendorong dan penarik apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya pengantin pesanan; (2) Bagaimana intensitas dan skenario prosedur pemesanan dan pemrosesan pengantin pesanan; (3) Bagaimana persepsi penegak hukum tentang pemrosesan kasus-kasus hukum yang terjadi berkaitan dengan terjadinya pengantin pesanan; (4) Upaya apa saja yang sudah sedang dan akan dilakukan Pemerintah Propinsi Kalbar dan Kota Singkawang dalam melindungi, menolong dan memberdayakan perempuan pengantin pesanan, beserta keluarganya. Di Indonesia, konsepsi perkawinan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pada pasal 1 menyatakan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan _______________________________________

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari ketentuan pasal tersebut sebuah perkawinan diharapkan berlaku untuk selamanya, kecuali dapat putus dengan alasanalasan: kematian, perceraian dan keputusan pengadilan. Pengantin pesanan (mail ordered bride) adalah perempuan Indonesia (Kalbar) yang dipesan (dibeli) oleh seorang laki-laki untuk dijadikan istri, dengan membayar sejumlah uang tertentu, untuk waktu tertentu (2-3 tahun), melalui perantara baik dalam negara Indonesia sendiri maupun dengan warga negara asing. Perempuan kemudian menjadi istri tersebut sepenuhnya milik suami yang dapat diperlakukan sesuka hati suami. Perkawinan dalam pengantin pesanan ini mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan perkawinan yang sesungguhnya, Unsurunsur tersebut adalah: 9a) Ikatan perkawinan bukan lahir batin tetapi ikatan jual beli/ perdagangan; (b) Jangka waktu perkawinan dalam pengantin pesanan terbatas, yaitu antara 2-3 tahun, (c) Tujuan perkawinan yaitu kebahagiaan yang sesungguhnya yaitu untuk waktu yang tidak terbatas; (d) Perantara atau (calo atau trafiker) dalam pengantin pesanan memiliki unsur mencari keuntungan yang sebesabesarnya, sehingga orang tua pengantin pesanan hanya menerima separuhnya; (e) Setelah menjadi istri diperlakukan sebagai barang (milik suami) yang dapat diperlakukan sekehendak hati suami, hal ini bertentangan dengan kewajiban suami dan istri yang harus selalu hormat-menghormati dan sayang menyayangi. Pengatin pesanan bertentuangan dengan ketentuang Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Terhadap konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Cinvention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau biasa disingkat CEDAW). Pada pasal 16 dinyatakan bahwa setiap negara peserta (termasuk Indonesia) wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara pria dan wanita dan khususnya akan menjamin: pertama, hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan; dan

Alamat untuk korespondensi: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Jl. Mayjen Haryono 169 Malang 65145 Telp. (0341) 553898; Fax (0341) 566505 E-mail: [email protected] Website: http://www.hukum.ub.ac.id.

54

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

kedua, hak yang sama untuk memilih suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan bebas dan sepenuhnya. Perempuan dalam pengantin pesanan tidak memiliki kebabasan memilih calon suami karena calon suamilah yang memilihnya. Pengantin pesanan memenuhi unsur-unsur trafiking sebagaimana disebutkan dalam Keppres Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemebrantasan Trafiking Perempuan dan Anak. Dari pengertian trafiking dalam Keppres ini secara tegas disebutkan bahwa pengantin pesanan sebagai salah satu tujuan trafiking perempuan dan anak. Pengantin pesanan memenuhi unsur-unsur trafiking bermodus perkawinan, sebagaimana disebutkan dalam Keppres ini, yaitu ada: (a) Perekrutan yang mengandung penipuan, ada kekerasan psikologis, (b) Pengiriman, dari orang tua ke calo atau klien; (d) Memanfaatkan posisi kerentanan perempuan dan keluarganya yang miskin; (e) Eksploitasi dari suami dan atau keluarganya. Pengantin pesanan dalam berbagai kerangka politik dunia/kapitalis menurut Yentriyani, A (2004), ada dua hal penting dalam perkawinan antara perempuan Indonesia (Kalbar) dengan laki-laki Taiwan, yaitu: pertama, bahwa perkawinan tersebut, tidak hadir secara wajar. Ada pihak laki-laki (klien) yang karena merupakan bagian dari kelompok marjinal di negarinya menjadi tidak punya nilai jual di pasar perkawinan domestiknya. Ada tuntutan di pihak perempuan (supply) yang tidak punay ketrampilan untuk ikut membantu mencarikan penghidupan yang lebih baik bagi seluruh keluarganya. Baik klien maupun supply adalah kelompok yang lahir dari sistem kapitalistik dunia yang menempatkan buruh dan petani menjadi warga negara buangan. Pada hal mereka membutuhkan perkawinan ini untuk kelanjutan generasi kelas pekerja yang dibutuhkan untuk menggenjot roda perekonomian dunia sekalipun mereka tetap saja akan berada di urutan terbawah yang merasakan buah jerih payahnya. Kedua, bahwa perkawinan memang secara intrinsic mengandung unsur pertukaran barang dapat menjadi titik masuk bagi pihak ketiga untuk memperoleh keuntungan. Perantara dan negara mendapat keuntungan. Pengantin pesanan dalam kerangka politik hukum nasional (KUHP) secara eksplisit istilah perdagangan

wanita dan anak laki-laki, diatur dalam pasal 297 KUHP yang berbunyi: “Perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa diancamdengan pidana penjara paling lama enam tahun”. Pasal-pasal KUHP lain yang terkait dengan masalah perdagangan wanita, terutama sebagai calo atau mucikari, diatur dalam pasal 296 dan 506 KUHP dan pasal 378 (penipuan), pasal 263 (pemalsuan surat), pasal 328 (penculikan). Pemalsuan surat dan dokumen: KTP, paspor dan visa. Pengantin pesanan telah menempatkan amoy di bawah kekuasaan orang lain, meskipun modus operandinya perkawinan, namun amoytidak pernah dimintai persetujuan untuk mau atau menolak kalau dikawinkan dengan laki-laki Taiwan tersebut. Ada atau tidak persetujuan amoy tidak menghilangkan sifat kejahatan dari pengantin pesanan. Pengantin pesanan bertentangan dengan dengan pasal 78 dan 83 UU Nomor 23 Tahun 2002, UU Perlindungan Anak (perundangundangan yang secara eksplisit mengatur larangan trafiking anak). UU Perlindungan Anak, melarang terjadinyan trafiking anak, sebagaimana diatur pada pasal 78 dan 83 hingga 89. Keistimewaannya adalah adanya ancaman pidana minimal dan maksimal sampai pidana seumur hidup, serta ancaman pidana denda minimal dan maksimal pula. Pengantin pesanan (trafiking) di Kalbar belum diakui sehingga belum ada produk hukum baik dalam bentu Peraturan Daerah (PERDA) yang mengatur tentang pembatasan atau pemberantasan pesanan pengantin perempuan dari Propinsi Kalbar, menunjukkan bahwa secara regional fenomena pengantin pesanan belum dianggap sebagai masalah serius bagi nilai kemanusiaan seorang amoy yang menjadi obyek perdagangan, layaknya sebuah “barang”. Pengantin pesanan dalam kerangka politik antar etnis di Kalbar. Bagi yang miskin, tawaran menjadi pengantin pesanan merupakan peluang untuk mempertemukan sesame keturunan dari leluhur Cina, meskipun mereka dari negara lain, sehingga RRC dan Taiwan menjadi daerah tujuan yang dicita-citakan. Untuk mempertemukan “tulang yang terpisah” tersebut, etnis Cina mendidik anak-anak mereka, terutama amoy-nya untuk berbakti kepada orang tua, dengan menuruti perintah orang tuauntuk menerima tawaran sebagai pengantim pesanan. Tentu saja

55

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

alasan perbaikan ekonomi keluarga miskin mereka menjadi alasan selanjutnya. Perjuangan seharusnya berkelanjutan. Pisau analisis terhadap pengantin pesanan baik dari politik internasional, nasional, regional maupun lokal etnis Cina tidak berpihak kepada perempuan sebagai korban. Ideologi patriarki, yang menjelma ke dalam konstruksi jender, menjadi tameng bagi struktur politik, hukum bahkan sosial, yang dengan terbuka mengeksploitasi amoy untuk menikmati “nasibnya” sebagai korban perbudakan modern yang dikemas dalam hubungan intim yang disebut dengan perkawinan. Sebenarnya persoalan perempuan sudah menjadi persoalan sistem (Ruwaidah, I. dalam Susilo, ZK, 2000). Sementara itu sebenarnya telah terjadi komitmen menyeluruh teologi secara hermeneutis kritis, epistimologis dan praksis, terhadap pembebasan perempuan yang seakar-akarnya menyiratkan adanya pergeseran pola pemikiran mendasar dalam perenungan tentang peran dan arti penting agama di berbagai wilayah geografis, sosial (wilayah politis, ekonomis dan teknologis) dan budaya (Baidhawy, Z.; 1997). Rumitnya permasalahan pengantin pesanan menuntut agar perjuangan terus dilanjutkan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan dan menganalisis factor pendorong dan penarik yang mempengaruhi terjadinya pengantin pesanan; (2) mendeskripsikan dan menganalisis intensitas terjadinya pengantin pesanan yang menimbulkan terjadinya amsalah sosial dan kasus hukum; (3) mendeskripsikan dan mengkritisi persepsi penegak hukum di Kalbar, tentang pemrosesan kasuskasus trafiking; (4) mendeskripsikan dan mengkritisi persepsi dan upaya yang sudah, sedang dan akan dilakukan Pemerintah Propinsi Kalbar, dan Pemerintah Kota Singkawang, dalam melindungi, menolong dan memberdayakan perempuan pengantin pesanan, beserta keluarganya; (5) mendeskripsikan dan menganalisis pola perekrutan dan pengiriman perempuan pengantin pesanan.

puan Pengantin Pesanan (mail ordered bride), serta advokasi RAPERDA menjadi PERDA, sehingga data yang diambil adalah data yang diperlukan dalam naskah akademik RAPERDA tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar interpretative dan phenomenologist dengan pandangan bahwa: (1) realitas adalh sesuatu yang subyektif dan diinterpretasikan, bukan suatu yang lepas di luar individuindividu; (2) manusia tidak secara sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum alam di luar diri, melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya; (3) ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, ideografis dan tidak bebas nilai; serta (4) penelitian berutujuan untuk memahami kehidupan sosial (Sarantakos dalam Poerwandari, K., 2001). Aspek yang diteliti adalah fenomena pengantin pesanan, baik secara politik internasional, nasional, regional maupun lokal yang menimbulkan masalah hukum dan sosial yang telah mengancam keselamatan generasi muda khususnya perempuan. Pemerintah memiliki kewajiban secara moral dan hukum untuk memberikan perhatian, perlindungan, pertolongan dan pemberdayaan agar tidak kehilangan satu generasi mendatang (lost generation). Data yang dikumpulkan adalah data primer, mencakup: (a) ciri-ciri dan sejarah kehidupan keluarga yang anaknya menjadi pengantin pesanan; (b) factor pendorong dan penarik yang mempengaruhi terjadinya pengantin pesanan, serta intensitas kejadiannya; (c) persepsi penegak hukum dan pemerintah; (d) upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh Pemprop kalbar dan Pemkab Singkawang dalam melindungi perempuan yang menjadi pengantin pesanan. Data sekunder mencakup: (a) informasi tentang perjalanan dan prosedur pengantin pesanan; (b) dokumen kasus; (c) dokumen kegiatan Pemerintah. Teknik pengambilan data: (a) data primer: (1) diambil dari sample yang telah ditentukan dengan menggunakan wawancara terstruktur yang memakai kuesioner, (2) kemudian beberapa keluarga dari sampel tersebut diwawancara secara bebas dan mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik, dengan pendekatan multidisiplinaer (Hadisuprapto; 2005) karena tujuan akhirnya adalah tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Propinsi Kalimantan Barat tentang Penyelenggaraan Perlindungan Hukum Perem-

56

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

untuk mengetahui sejarah kehidupan keluarganya; (3) sedangkan untuk informan kunci wawancara bebas dengan menggunakan pedoman wawancara juga; (b) data sekunder diambil dengan mengkopi dari sumbersumbernya. Informan kunci dalam penelitian ini ada 16 orang, yaitu: (a) Bu Utin, Kepala Kantor Pemda OR dan Pemberdayaan Perempuan Prop. Kalbar; (b) Bapan mantan Pembentuk Bupati Singkawang periode 1999-2004; (c) Bapak mantan Lurah di kabupaten Singkawang; (d) Bapak Mohammad Salim S.Ag., anggota DPRD Kota Pontianak; (e) kalangan Yudikatif; (f) LSM: Bu Neneng dan ibu Maya dari LKBH PEKA Singkawang; (g) pemerhati masalah pengantin perempuan dan HIV/Aid’s: Ayu, Ratna, Eva; (h) pemuka masyarakat; (i) Bapak pengurus PMI; (i) Bapak A Thiam yang menjadi Ketua RT dari salah satu daerah penelitian; (j) Bapak Ka Sang yang menjabat sebagai anggota Kodim; (k) Bapak Kajiong dan Ibu A Ming orang tua amoy yang baru satu tahun kawin kontrak; (l) Satpam; (m) Ibu Aniek, dosen Untan/ PSW Universitas Tanjungpura, yang telah melakukan penelitian tentang pengantin pesanan, (n) pemuka Adat dari Sambas; (o) Ibu Anita dan ibu Anna sebagai calo; (p) Pak Noor, sopir taksi yang biasa mengantar laki-laki Taiwan dari bandara Supadio ke Pontianak/ Singkawang.

Politik balas budi: karena budaya etnis Cina yang menanamkan pemahaman bahwa anak telah berhutang budi kepada orang tua yang telah mendidik dan membersarkannya. Untuk itu anak harus berbakti pada orang tua, patuh dan tunduk pada perintah orang tua termasuk untuk menjadi pengantin pesanan. Faktor menarik terjadinya pengantin pesanan ditinjau dari keluarga perempuan, adalah (a) kebanggaan punya menantu “orang asing atau orang luar negeri; (b) anggapan bahwa luar negeri adalah negara kaya raya; (c) anggapan bahwa luar negeri terutama Taiwan adalah leluhur mereka (Cina Kalbar). Era global yang salah satunya berdampak terjadinya perkawinan campuran antara perempuan Indonesia dengan orang asing (“bule”), juga melanda Kalbar. Anggapan yang sesungguhnya perlu dicek lagi adalah bahwa kawin dengan orang asing dapat mendatangkan kekayaan, kemakmuran atau memperbaiki keturunan, telah menjadi faktor penarik terjadinya pengantin pesanan di Kalbar. Pada kenyataannya (berita di situs internet) sesungguhnya juga banyakpula terjadi kekerasan dan penderitaan. Beberapa contoh dari informan tentang penderitaan perempuan pengantin pesanan adalah (a) sebagai salah satu bentuk:kawin keluarga”artinya setelah amoy sampai di rumah laki-laki pemesan, ternyata amoy tidak hanya sebagai istri, tetapi juga harus melayani kebutuhan seksual dari seluruh laki-laki yang ada pada keluarga tersebut; (b) perempuan pengantin pesanan sebagai pemuas kebutuhan seksual laki-laki idiot yang masih memiliki kemauan untuk berumah tangga (kawin/ hubungan seksual), untuk memenuhi permintaan laki-laki idiot ini maka keluarganya memesan amoy Indonesia untuk dijadikan istri laki-laki tersebut, dengan harga Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Tidak betah memiliki suami idiot maka amoy ini melarikan diri ke Singkawang, sempat diburu oleh calo di Singkawang agar mengembalikan uang pembelian dirinya. Mengingat tidak memiliki dana tersebut, maka amoy melarikan dirinya ke Jakarta, sampai sekarang tidak ketahuan rimbanya. Menurut data Badan Pusat Statistik Propinsi Kalbar, perkawinan campuran antara perempuan Kalbar dengan orang asing, Malaysia, RRC dan Taiwan setiap tahun selalu meningkat hingga ratusan pasang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara mendalam ditemukan bahwa factor pendorongterjadinya pengantin pesanan: (a) kemiskinan; (b) meningkatkan status sosial; (c) politik balas budi. Karena miskin, wajar kalau orang berupaya memperbaiki ekonomi keluarga, sehingga filosofi etnis Cina yang menyatakan bahwa: (1) banyak anak perempuan berarti banyak rejeki; (2) anak perempuan adalah modal keluarga yang mempunyai kewajiban untuk memperbaiki ekonomi keluarga; (3) agar tetap bertahan hidup harus kaya dengan segala cara termasuk memaksa anak perempuannya untuk menjadi pengantin pesanan. Meningkatkan status sosial, karena kawin dengan laki-laki Taiwan adalah kawin dengan anak leluhur (mempertemukan tulang yang terpisah) yang dianggap lebih mapan secara ekonomi atau lebih kaya dibanding dengan kondisi keluarga sendiri.

57

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

Data tentang pengantin pesanan tidak terdeteksi secara optimal karena sering tidak dilaporkan, karena cukup dilakukan secara sederhana dan singkat karena sesudah perkawinan tersebut pasangan pengantin dapat tinggal atau menetap di Taiwan. Menurut informan kunci, manatan Kepala Desa, jumlah amoyyang menjadi pengantin pesanan setiap meningkat, hingga kini sudah lebih dari enam ribu amoy, hanya dari desanya saja. Ada yang sukses tetapi banyak yang bermasalah baik secara sosial maupun secara hukum. Tidak mengherankan kalau pada suatu saat di banyak desa di Kalbar hanya dijumpai orangorang perempuan yang sudah tua, berumur tiga puluh lima tahun ke atas dan anak-anak, umur sampai dengan sepuluh tahun, karena semua amoy-nya sudah kawin dan dibawa suami ke negaranya. Persepsi penegak hukum di Kalbar, tentang pemrosesan kasus-kasus trafiking, pada umumnya masih dipahami sebagai suatu kejahatan pada umumnya. Apabila orang tua perempuan pengantin pesanan menuntut calo agar memenuhi uang yang diberikan oleh laki-laki pemesan anak perempuannya, maka polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan pada calo yang dinyatakannya telah melakukan penggelapan uang, bukan sebagai trafiker atau orang yang telah melakukan tindak pidana perdagangan orang. Kalau orang tua perempuan melaporkan telah terjadi penganiayaan terhadap anak perempuan mereka yang kembali ke desa, maka penegak hukum hanya menyatakan bahwa karena tempat kejadiannya penganiayaan tersebut di Taiwan, maka penegak hukum di Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memproses kejahatan tersebut. Orang tua terpaksa pasrah karena tidak memiliki dana dan pengetahuan untuk menuntut negara suami anaknya tersebut. Sedangkan karena perkawinan, anak perempuan tersebut di Indonesia, seharusnya kasus penganiayaan yang dapat dilanjutkan dengan gugatan perceraian, untuk mendapatkan keadilan dan status hukum yang jelas, dapat dilakukan di Indonesia dengan hukum Indonesia. Kebijakan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat yang khusus mengenai upaya pemberantasan pengantin pesanan secara spesifik belum ada, tetapi secara umum dituangkan ke dalam program pemberdayaan perempuan. Program tersebut berupa upaya untuk memberikan ketrampilan bagi terutama

anakperempuan yang putus sekolah, memberikan modal kerja, baik berupa uang atau mesin jahit. Pemerintah Propinsi, lewat Kantor Pemuda, Olah Raga dan Pemberdayaan Perempuan sudah melakukan beberapa tindakan pemberdayaan perempuan. Di antaranya adalah untuk remaja putri agar mereka dapat menciptakan lapangan kerja, sehingga tidak mudah dirayu untuk kawin dengan laki-laki di luar daerahnya. Keterbatasan dana dan sumber daya manusia, program pemberdayaan perempuan dan remaja putri tersebut belum dapat menyeluruh dan belum dapat dilihat hasilnya untuk menekan perkawinan antara negara tersebut. Pola pemesanan dan pengiriman perempuan pengantin pesanan, paling tidak ada tiga pola. Dengan mengetahui pola ini maka kita dapat berupaya mengurangi dan akhirnya memberantas trafiking yang berkedok perkawinan sebagaimana terjadi pada perkawinan antara laki-laki Taiwan dan perempuan Kalbar. Pola pertama pemesanan dan pengiriman pengantin pesanan: Taiwan  Singkawang  Taiwan. Laki-laki Taiwan memesan perempuan untuk pengantinnya dengan cara (a) melalui calo di Taiwan yang akan menghubungi calo di Singkawang dan Sambas dengan memberikan gambaran perempuan seperti apa yang dipesan. Bila kedua calo sudah sepakat tentang amoy yang diperlukan dan melalui foto amoy saat itu yang dikirim ke Taiwan dan disetujui oleh lakilaki Taiwan sebagai pemesan, maka amoy dikirim langsung ke Taiwan lewat perjalanan laut; (b) laki-laki Taiwan lansung memesan perempuan Indonesia (Kalimantan Barat/ Singkawang/Sambas) kepada calo di Singkawang, dengan informasi diri seperti butir (a) baik scenario maupun lain-lainnya, (b) juga dapat terjadi, kalau laki-laki Taiwan sudah menerima foto amoy, laki-laki tersebut datang ke Singkawang, melihat calon pengantin perempuannya dan kalau cocok langsung dilakukan perkawinan dengan dihadiri oleh keluarga dan tetangga dekat, setelah itu pengantin perempuan dibawa suaminya ke Taiwan lewat perjalanan laut. Pada kasus-kasus semacam ini, usia laki-lakinya belum terlalu tua, yaitu sekitar 30 tahun.

58

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

Taiwan dengan amoy pesannya. Pada pola ini, para calo harus lebih cermat dan jeli memilih amoy yang mendekati kriteria pesanan, mengingat biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pola yang lainnya, karena harus melewati Jakarta.

Gambar: pola pertama Laki-laki Taiwan memesan amoy untuk dijadikan pengantin perempuannya, pada calo di Taiwan atau calo di Singkawang. Calo di Singkawang mencari amoy sesuai dengan pesanan, dan bila sudah ditemukan, maka lakilaki Taiwan akan datang ke Pontianak di mana amoy-pun sudah didatangkan ke Pontianak juga. Hotel dan restoran biasanya menajdi tempat mempertemukan laki-laki pemesan dan amoy yang dipesan, dengan didampingi calo atau keluarganya.

Gambar: pola ketiga Secara psikoanalisis, keadaan (pengantin pesanan) tersebut dikategorikan sebagai agresi seksualterhadap perempuan yang merupakan salah satu issue menonjol baik di dunia penelitian akademik maupun dalam debat publik mengenai agresi. Dalam literature psikologi mengenai agresi, para ahli psikologi sosial telah mengeksplorasi skala, antesenden, dan konsekuensinya terhadap kekerasan seksual dalam konteks norma-norma sosial, peran jender, maupun sejarah evolusi (Allisondan Wrightsman dalam Krahe B., 2001). Para calo bersikap tertutup, tidak amu disebutkan identitas aslinya, bahkan mereka menolak kalau disebut calo, karena menurut persepsi mereka, yang dilakukan adalah mencarikan jodoh amoy dengan orang Taiwan agar dapat mengentas kemiskinan. Setelah kawin amoy terbukti dapat mengirimi uang keluarganya, namun calo sebenarnya tidak mengetahui bagaimana kelanjutan perkawinan para amoy itu selanjutnya. Para tokoh masyarakat mengetahui dan memahami terjadinya perkawinan kontrak (pengantin pesanan), bahkan juga menyarankan agar para gadis muda kawin dengan bangsa sendiri, anmun tidak dapat menghentikan pengantin pesanan tersebut karena hal ini menyangkut masalah “perut”.paling tidak anakanak tokoh masyarakat dan anak-anak dari saudara-saudaranya tidak menjadi pengantin pesanan. Sayang, mereka mengakui belum mampu mempengaruhi agar amoy menolak

Gambar: kedua Pola ketiga pemesanan dan pengiriman: Taiwan  Jakarta Pontianak  Singkawang  Pontianak  Jakarta Taiwan. Laki-laki Taiwan memesan amoy ke calo di Jakarta yang kemudian memesankan ke calo di Pontianak, yang kemudian memesankan ke calo Singkawang. Dulu para calo berkomunikasi dengan telpon kabel, sekarang dengan handphone (HP) pesanan bisa segera disampaikan ke calo di Singkawang. Setelah calo di Singkawang mendapatkan amoy sesuai pesanan, calo mengantar amoy ke calo Pontianak kemudian diserahkan ke calo di Jakarta. Calo di Jakarta inilah yang akan mengantarkan amoy ke restoran yang sudah disepakati untuk pertemuan laki-laki

59

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

kalau akan dijodohkan dengan laki-laki Taiwan oleh orang tuanya sendiri.

UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya penelitian ini, terima kasih sampaikan pada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu per satu, baik individu, maupun dari kalangan Pemerintahan, Penegak Hukum, rekan-rekan dari Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, LSM, maupun pemuka Agama dan pemuka Masyarakat. Khusus pada pemberi dana sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan, kami ucapkan terima kasih.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hal-hal penting yang disimpulkan pada penelitian ini adalah: factor pendorong dan penarik perempuan mau dipesan (dibeli) oleh laki-laki asing (Taiwan) adalah: (a) kemiskinan, (b) meningkatkan status sosial, dan (c) politik balan budi. Faktor penariknya adalah: (a) kebanggaan punya menantu “orang asing atau dari luar negeri”, (b) anggapan bahwa luar negeri adalah negara kaya, (c) anggapan bahwa luar negeri terutama Taiwan adalah leluhur mereka (Cina di Kalbar). Perkawinan campuran antara perempuan Kalbar dengan orang asing, Malaysia, RRC dan Taiwan setiap tahun selalu meningkat hingga ratusan pasang. Persepsi penegak hukum di Kalbar, tentang pemrosesan kasus-kasus trafiking, masih dipahami sebagai suatu kejahatan pada umumnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Kebijakan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat yang khusus mengenai upaya pemberantasan pengantin pesanan secara spesifik belum ada, tetapi secara umum dituangkan ke dalam program pemberdayaan perempuan. Ada tiga pola pemesanan dan pengiriman perempuan pengantin pesanan, yaitu: pertama, Taiwan  Singkawang  Taiwan; kedua, Taiwan  Pontianak  Singkawang  Pontianak  Taiwan; dan ketiga: Taiwan  Jakarta  Pontianak  Singkawang  Pontianak  Jakarta  Taiwan. Dari pola ini kita dapat melakukan pembatasan atau pemerantasan terjadinya trafiking berkedok perkawinan. Saran (1) Hasil penelitian tahun ini dapat menjadi substansi naskah akademik dan draf RAPERDA Propinsi Kalimantan Barat tentang Penyelenggaraan Perlindungan Hukum Perempuan Korbab Pengantin Pesanan; (2) Hasil penelitian ini dapat diapakai oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Barat untuk menyusun kebijakan publik tentang pembatasan atau pemberantasan trafiking yang merupakan transnational organized crime ini.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah I. dkk., 2004. Kompilasi Program Dan Layanan Untuk Menyikapi Perdagangan Manusia di Enam Provinsi. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah mada, Yogyakarta dan American Center for Internasional Labor Solidarity. Achmad, Syamsiah, 1997. Perempuan dan Pemberdayaan. Diterbitkan oleh Program Studi Kajian Wanita Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Bekerja sama dengan Harian Kompas dan Penerbit Obor, Jakarta. Baidhawy, Z., ed. 1996. Wacana Teologi Feminis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Harkrisnowo, Harkristuti, 2004. “Menyimak RUU Perlindungan Terhadap Korban KDRT” dalam Jurnal Legislasi Vol.1 Nomor 1. Diterbitkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Peraturan Perundangundangan Direktur Perancangan Peraturan Peundang-undangan Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Jakarta. Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Dicetak dengan bantuan International Catholic Migration Commission dan American Center for International Labor Solidarity. Krahe B. 2005. Perilaku: Agresif. Buku Panduan Psikologi Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Muchsin dan Fadillah Putra, 2002. Hukum dan Kebijakan Publik. Universitas Sunan Giri. Surabaya. Sinclair, D. M.S.W., C.S.W. 1999. “Memberdayakan Perempuan Korban Kekerasan

60

Pola Pengaantin Pesanan sebagai Salah Satu Bentuk Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat

Dalam Rumahtangga/hubungan intim”. Manual untuk konselor. Penerjemah Betariani Prawitosari dan Kristi Poerwandari. Diterbitkan oleh Program Kajia Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta. Smart, Carol. 1991. Feminism and the Power of Law. Sociology of Law & Crime. Simultaneously published in the USA and Canada by Routledge a Division of Routledge, Chapman and Hall, Inc. 29 West 35th Street, New York, NY 10001. Susilo, Z.K., 2000. Perempuan Bergerak. Membingkai Gerakan Konsumen dan Penegakan Hak-hak Perempuan. Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan. Yentriyani Andy, 2004. Politik Perdagangan Perempuan. Galang Press. Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sinar Grafika. Jakarta. KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), 2002. Sinar Grafika Jakarta.

61