JURNAL SPORT PEDAGOGY VOL. 4. NO. 1. APRIL 2014 ARMIA THAIB 1

Download 1 Apr 2014 ... Abstrak: Guru pendidikan jasmani wajib memiliki kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dalammenjalankan profesinya...

0 downloads 367 Views 817KB Size
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

PROFIL DAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN JASMANI DI ERA OTONOMI DAERAH

Armia Thaib*) Abstrak: Guru pendidikan jasmani wajib memiliki kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dalammenjalankan profesinya. Dalam rangka menunjang profesi guru di era otonomi daerah tentunya perlu dibekali dengan kegiatan yang menunjangprofesionalisme guru, tetapi khususnya di Kabupaten Pidieguru pendidikan jasmanihampir tidak ada kegiatan yang dimaksud di atas. Hal ini dapat menyebabkan lemahnya kemampuan profesional guru. Tujuan penelitian mengetahui profil,kompetensi pedagogik danprofesionalguru pendidikan jasmani pada era otonomi daearah Kabupaten Pidie. Pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian evaluasiyang digunakan dalam penelitian ini. Populasi dan sampel seluruh guru pendidikan jasmani Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten Pidie sebanyak 22 guru serta ditambah 10 kepala sekolah. Instrumen dan pengumpulan datamenggunakan kuesioner dan wawancara. Analisis data menggunakan rumus persentase, reduksi data, display data dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkankatagori baik profi, kompetensi pedagogik dan profesional guru pendidikan jasmani Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten Pidie. Kata Kunci : Profil, Kompetensi, Guru Pendidikan Jasmani Pendahuluan Pendidikan merupakan suatu usaha dari setiap warga negara untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam masyarakat. Dalam proses pembangunan di Indonesia pendidikan sangat diprioritaskan, karena melalui pendidikan membentuk moral pada diri seseorang serta menambah pengetahuannya, rasa tanggung jawab terhadap pembangunan bangsa, masyarakat dan agama. Menjadi bangsa yang unggul dibidang pendidikan hanya bisa dicapai jika para pendidik mempunyai kualifikasi guru profesional yang mampu mentransmisi dan mentransformasi budaya bangsanya serta mengembangkan secara optimal potensi dasar konstruktif peserta didiknya (Sriningsih, 2006: 21). Disamping itu guru atau pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, shat jasmani dan rohani.Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud diatas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan dan perundang–undangan, demikian juga halnya guru– guru pendidik jasmani, olahraga dan kesehatan. Peningkatan kualitas guru akan berakibat secara langsung pada peningkatan kualitas prosespembelajaran. Peningkatan proses pembelajaran akan menjamin pencapaian tujuan instruksional yang terus berlanjut pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sehingga guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sanggat strategis. Pasal 39 ayat 2 Undang–undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai

dengan prinsip–prinsip profesionalitas dan aksinya menjadi pemeran utama pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas Sumber Daya Manusia di sini adalah guru yang bermutu, yaitu guru yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi Basic Education Quality (1992) dalam Suryadi (2001:9) menyatakan bahwa “guru yang bermutu ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) kemampuan profesional, (2) upaya profesional, (3) waktu yang tercurah untuk kegiatan profesional, dan (4) akuntabilitas” Tentang bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan menjadi suatu masalah tersendiri. Kondisi kualitas pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang memprihatinkan di sekolah dasar, sekolah lanjutan, dan bahkan perguruan tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya seperti yang dinyatakan oleh Mutohir (2002:16) yaitu, “Tebatasnya kemampuan guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan“.Fenomena ini terungkap dalam pertemuan puncak pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (World Summit of Physikal Education, Sport and Health) di Berlin pada bulan September 1999. Harman (1999) dalam Lutan (2004: 14) mengungkapkan ada beberapa kesimpulan nagatif tentang pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan salah satunya adalah rendahnya kualitas guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan non–spesialisasi, tanpa pengetahuan dan penyiapan kompetensi, sehingga dipandang sebagai bukan keahlian profesional”. Kemampuan profesional adalah intelegensi, sikap, dan prestasi di bidangnya.Upaya profesional adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional kedalam tindakan mendidik dan mengajar secara berhasil.Waktu yang dicurahkan

Armia Thaib

1

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

untuk kegiatan profesional adalah intensitas waktu dari seorang guru yang dikonsentrasikan untuk tugas mengajar. Guru tidak akan profesional kalau hanya sebagian kecil waktu yang tercurahkan untuk pekerjaannya, sedangkan sebagian besar waktunya digunakan untuk pekerjaan lain. Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Pengaruh dari gerakan reformasi ini juga berkecambah dengan adanya otonomi pendidikan.Otonomi pendidikan diharapkan dapat memberi warna tersendiri pada sistem pendidikan yang nantinya melahirkan manusia–manusia unggul dibidangnya. “melalui pendidikan yang berkualitas pengembangan budaya unggul dapat dilakukan“ (Fanan, 2005:12). Kualitas pendidikan hanya dapat tercapai jika melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.Karena itu, untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan yang bermutu guru harus berkualitas di bidangnya. Otonomi Daerah yang dilaksanakan sejak tahun 2001 membawa perubahan besar dalam pengelolaan pendidikan.Di era otonomi daerah, Pemda bertanggung jawab atas pengelolaan sektor pendidikan di semua jenjang di luar pendidikan tinggi (SD, SLTP, SLTA).Dari sisi substansi, Pemda bertanggung jawab atas hampir segala bidang yang terkait dengan sector pendidikan (kecuali kurikulum dan penetapan standar yang menjadi kewenangan Pusat). Studi ini bertujuan untuk: (1) melihat perubahan yang terjadi dalam hal pola pembiayaan pendidikan setelah diberlakukannya otonomi daerah, (2) melihat perkembangan kemampuan Pemda untuk membiayai sektor pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya, (3) melihat berbagai masalah yang muncul dalam pembiayaan pendidikan di era otonomi daerah, serta (4) merumuskan serangkaian rekomendasi guna mengatasi berbagai masalah yang muncul tersebut. Hasil studi ini menunjukkan bahwa: (1) pelimpahan keuangan dari Pusat ke Daerah dalam rangka pengelolaan sektor pendidikan baru sampai pada taraf pemenuhan kebutuhan rutin, khususnya gaji pegawai, (2) secara relatif, kemampuan Pemda untuk membiayai sektor pendidikan tidak mengalami perbaikan dengan diberlakukannya otonomi daerah, bahkan tidak sedikit daerah yang justru mengalami penurunan, (3) masalah utama yang melatarbelakanhi persoalan pembiayaan pendidikan di era otonomi daerah adalah rendahnya akuntabilitas publik (public accountability), baik di level Pusat maupun di level daerah. Berdasarkan temuan tersebut, paling tidak ada dua solusi yang ditawarkan oleh studi ini, yakni: (1) alokasi dana APBN untuk pembangunan sekto pendidikan sebaiknya dilakukan melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor pendidikan, bukan melalui DIP departemen teknis (Depdiknas),

2

Armia Thaib

serta (2) Pemda sebaiknya mempertimbangan implementasi sistem earmarking (mengalokasikan) dalam pembiayaan sektor pendidikan di daerah khususnya daerah Kabupaten Pidie. Informasi lain yang diperoleh dari salah satu pengawas pada bulan April 2012 mata pelajaran di Sigli bahwa kegiatan yang dapat menunjang profesionalisme guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan pelatihan serta workshoop yang kegiatan lainnya yang menunjang kemampuan kompetensi dan profesional guru pendidikan jasmani jarang diadakan di era otonomi pendidikan. Kegiatan penunjang kemampuan kompetensi serta penunjang profesional guru di Sigli khusunya guru pendidikan jasmani seharusnya dilakukan setiap tahunnya tetapi sangat jarang dilaksanakan kegiatan tersebut. Disamping itu belum adanya kepala sekolah yang memiliki latar belakang bidang pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di Kota Sigli sebagai akibat lemahnya kemampuan professional guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang bermuara pada rendahnya mutu pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di sekolah menengah.Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Profil Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani di Era Otonomi Daerah pada SMA Se-Kabupaten Pidie”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:Profil kompetensi pedagogik guru pendidikan jasmani pada era otonomi daearah di Kabupaten Pidie.Profil kompetensi profesional guru pendidikan jasmani pada era otonomi daearh di Kabupaten Pidie. Kerangka Teroritis Guru Pendidikan Jasmani Guru di Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengapdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsadan Negara serta kemanusian pada umumnya. “Guru adalah orang yang kerjanya, profesinya, atau pencahariannya mengajar “(Suharso dan Retnoningsih, 2005:158 ). Karena kebutuhan guru yang mendesak, pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yaitu :(1) guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwewenang penuh, (2) guru yang bukan lilusan sekolah guru, tetapi lulusan ujian yang diadakan untuk menjadi guru, (3) guru bantu, yakni guruyang lulus ujian guru bantu, (4) guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior dan menjadi calon guru, dan (5) guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan (Satori, 2000: 127 ). Berdasarkan uraian di atas, maka profesi guru juga harus profesionalisme. Guru yang professional bukan hanya sekedar alat untuk transmisi kebudayaan,

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

tetapi mentranspormasikan kebudayaan itu kearah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas karya yang bersaing. Menurut Tilaar (2002: 296) “dewasa ini masyarakat tetap mengharapkan prilaku yang paling baik, maka guru harus memainkan peran sosialnya secara tepat sesuai dengan statusnya sebagai guru, pendidik, dan agen perubahan masyarakatnya. Tugas professional guru meliputi tiga bidang, yaitu “ bidang profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan“ (Satori, 2000:129). Tugas utama seorang guru cukup kompleks dan berat, karena itu untuk menjamin tingkat keberhasilan dalam menjalankan tugas utamanya guru harus berkualitas dan mempunyai kompetensi yang memadai. Kualitas seorang guru dapat dilihat dari apa yang dikatakan Windham (1990:24) sebagai berikut: ”Karakteristik dari para guru bahwa dasar indikator paling umum dipakai untuk mutu guru adalah pencapaian bidang pendidikan formal, pencapaian pelatihan guru., pengalaman usia, pertukaran, spesialisasi, kebangsaan, penguassann, kemampuan lisan, dan sikap-sikap yang diperlukan pengalaman usia, pertukaran, spesialisasi, kebanggaan, penguasaan, kemampuan lisan, dan sikap – sikap yang diperlukan”. Uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sangat terpengaruh terhadap kualitas guru tersebut. Selain pendidikan formal, kualitas guru juga dipengaruhi oleh usia, pengalaman kerja, kemampuan, komitmen terhadap tugas, kreativitas kondisi social ekonomi, serta kepribadian. Pendeknya, guru harus berusaha meningkatkan potensi dirinya dengan terus belajar, baik secara formal maupun in-formal. Pendidikan atau guru harus memiliki kualifikasi akademik sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan oleh ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang – undangan yang berlaku.

1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan berpengetahuan 2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru 3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot.

Profil Guru Pendidikan Jasmani Profil guru adalah merupakan jati diri dari seorang guru, baik itu dai siis proses pembelajaran maupun dari jenjang pendidikan guru itu sendiri. Sudjana (1988) dalam Usman (2005:3) yang dimenjelaskan bahwa: Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

Kompetensi Guru Istilah kompetensi sering dibedakan dengan kompeten. Harris (1979: 2) mengemukakan “kompeten merupakan ungkapan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara- cara yang memuaskan. Kompetensi adalah usaha untuk menggambarkan apa yang diharapkan, dikehendaki, ditambakan, diantisipasi, dan dilatih “. Kompeten

Pengertian Guru Profesional Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga di artikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Menurut Kunandar (2007:45) yaitu: “Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu, artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus”.Alma (2010:129) menyatakan bahwa:”Guru Profesional yaitu guru yang tahu mendalam tentang apa yang diajarkan, mampu mengajarkannya secara efektif, efesien dan berkepribadian mantap, guru yang bermoral tinggi dan beriman tingkah lakukanya digerakkan oleh nilai-nilai luhur”. Berdasarkan definis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Profesiolan biasanya berkaitan dengan mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup.Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewewenangan khusus dalam pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efesien serta berhasil guna.

Armia Thaib

3

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

berada dalam diri seseorang yang berupa kemampuan atau kecakapan untuk melakukan yang berkaitan dengan pola – pola prilaku yang dapat diamati.“Kompetensi menunjukan pada performance atau perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan kependidikan“ (Sutomo, 1988: 2 ). Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa seseorang dinyatakan kompeten dalam bidang tertentu jika orang tersebut menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan dan ia mempunyai wewenang dalam pelayanan social dimasyarakat. Kecakapan kerja tersebut dalam perbuatan yang bermakna, bernilai social dan memenuhi standar (criteria) tertentu yang diakui oleh kelompok profesinya dan atau warga masyarakat yang dilayaninya. Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Guru adalah orang yang mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengepresikan ide-ide dan kreatifitasnya dalam norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Oleh karena itu, seorang guru harus mempunyai perencanaan dalam proses belajar mengajar. Menurut Brow (dalam Djamarah, 2002:142) mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakna dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan sisiwa. Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal lewat penyajian mata pelajaran, pandangan modern seperti yang dikemukakan oleh Adam dan Dickey (dalam Hamalik, 2002:123) bahwa peran guru sesungguhnya sangat luas, yaitu: guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai ilmuan, guru sebagai pribadi. Oleh karena itu, pada hakikatnya setiap guru dalam menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri. Berdasarkan kajian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan segala berkat dan mudharatnya. Guru adalah orang yang mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengepresikan ide-ide dan kreatifitasnya dalam norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan kata lain guru mempunyai peranan yang sangat spesifik yaitu: guru sebagai pemimpin, guru sebagai penunjuk jalan, atau sebagai pembimbing kearah pusat belajar. Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas pedagogic dan tugas administrasi. Tugas pedagogic adalah tugas membantu, membimbing dan memimpin.

4

Armia Thaib

Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan diskriptif. Arikunto (2010:157) mengemukakan “penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek”. Dalam hal ini Arikunto (2010: 5) menjelaskan bahwa :“Totalitas semua nilai yang mungkin terjadi, hasil perhiungan atau pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi”.Sesuai dengan pembahasan di atas, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru pendidikan jasmani pada Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten Pidie yang masih aktif mengajar, yaitu sebanyak 22 orang guru pendidikan jasmani dan 22 orang kepala sekolah. Populasi ini peneliti ambil dengan alasan bahwa, guru pendidikan jasmani sebagai pelaksana utama di dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Instrumen utama dari penelitian adalah berupa angket dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Angket tersebut digunakan untuk mengungkapkan data faktual tentang mutu guru pendidikan jasmani yang ada di Kabupaten Pidie, Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu:Wawancara untuk kepala sekolah dan angket untuk guru pendidikan jasmani. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Prosedur analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi, display dan verifikasi (Hadi,1991:23) Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari jawaban sampel22 guru SMA Kabupaten Pidie dapat diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Indikator Kompetensi Pedagogik 1) Angket Berdasarkan data kompetensi guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie dengan butiran isian angket adalah sebanyak 50 butir yang dibagikan kepada 22 sekolah SMA yang ada di Kabupaten Pidie. Hasil data yang diperoleh dianalisa dalam dua indikator yaitu kompetensi pegagogik guru pendidikan jasmani yang ada di SMA seluruh Kabupaten Pidie. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa dalam indikator pedagogik di kaji dalam tiga sub indikator yaitu memahami teori dan konsep belajar, memahami metode dan gaya mengajar dan memahami evaluasi belajar. Adapun hasil diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut ini;

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Tabel 1. No 1

Memahami Teori dan Konsep Belajar Pendidikan Jasmani Alternatif Persentase Jumlah Ket Jawaban (%) Sangat Baik 71 29,34 Baik 121 50 Cukup Baik 50 20,66 Kurang Baik 242 100% 11 Total

Memahami Teori dan Konsep Sangat Baik Belajar 21%

0%

29%

Baik Cukup Baik Kurang Baik

50% Gambar 1.

Diagram Kompetensi Guru dalam Memahami Teori dan Konsep Belajar

Berdasarkan tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa kompetensi guru pendidikan jasmani dalam memahami teori dan konsep belajar sebanyak 29,34% sangat baik, 50% berada pada kategori baik dan kategori cukup baik persentase sebesar 20,66%. Jadi sesuai dengan hasil angket yang diperoleh dapat dijelaskan menurut responden yaitu kepala sekolah guru pendidikan jasmani dalam memahami teori dan konsep pendidikan jasmani berada pada kategori baik.

Tabel 3 Memahami Evaluasi Hasil Pendidikan Jasmani Alternatif Persentase No Jumlah Jawaban (%) 3 Sangat Baik 57 23,55 Baik 129 53,31 Cukup Baik 56 23,14 Kurang Baik 242 100% Tolal

2

Memahami Metode dan Gaya Mengajar 12%

59% Gambar 2.

1%

28%

Sangat Baik Baik Cukup Baik

Diagram Kompetensi Guru dalam Memahami Metode dan Gaya Mengajar

Belajar Ket

11

Memahami Evaluasi Hasil Belajar 23%

0%

24%

Sangat Baik Baik

53%

Cukup Baik Kurang Baik

Tabel 2. No

Memahami Metode dan Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani Alternatif Persentase Jumlah Ket Jawaban (%) Sangat Baik 49 27,84 Baik 105 59,66 Cukup Baik 21 11,93 Kurang 1 0,57 Baik 176 100% 8 Total

Kajian di atas merupakan hasil dari angket yang disebarkan pada responden yaitu kepala sekolah dengan item pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan yang mencapup dalam konsep guru pendidikan jasmani dalam memahami metode dan gaya mengajar pendidikan jasmani di sekolah. Hasil angket dapat diketahui bahwa kategori sangat baik sebanyak 27,84%, baik sebanyak 59,66% dan kategori cukup baik sebanyak 11,93% serta kategori kurang baik sebanyak 0,57%. Jadi guru pendidikan jasmani dalam memahami metode dan gaya mengajar berada pada kategori baik dengan persentase sebanyak 59,66%.

Gambar 3. Diagram Kompetensi Evaluasi Hasil Belajar

Guru

dalam

Berdasarkan diagram dan tabel hasil angket yang di sebarkan kepada kepala sekolah dapat dijelakkan bahwa guru pendidikan jasmani dalam memahami evaluasi hasil belajar berada pada kategori baik. Hal ini dapat diperoleh dari hasil persentase angket yang diperoleh yaitu sebanyak 23,55% yang memilih sangat baik, 53,31% yang memilih baik, 23,14% yang memilih kategori cukup baik. Hasil tersebut cukup dapat jelas dapat dilihat jika dihitung dengan persentase kategori baik lebih banyak persentasenya dari pada yang lainnya. 2) Hasil Wawancara Kompetensi Pedagogik Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala sekolah dengan jumlah item pertanyaan adalah 5 (lima) pertanyaan yang masing-masing dituliskan dalam hasil jawaban. Adapun hasil wawancara dengan 22 orang kepala sekolah SMA Kabupaten Pidie dapat dijelaskan bahwa; menurut

Armia Thaib

5

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

kepala sekolah pada umumnya guru pendidikan jasmani sudah memahami konsep belajar mata pembelajaran pendidikan jasmani dengan baik, sehingga proses belajar mengajar berjalan sebagaimana mestinya. Guru pendidikan jasmani menggunakan pedoman pengajaran seperti silabus, RPP dan lain-lain dalam mengajarkan proses pembelajaran pada di siswa di sekolah. Metode pembelajaran yang digunakan guru pendidikan jasmani beragam, dengan keaneka ragaman silabus tersebut dapat menjadikan pendidikan jasmani menjadi lebih baik dari sebelumnya dan siswa juga ikut termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Strategi pembelajaran dalam proses pembelajaran juga ikut di kembangkan sehingga siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pendidikan jasmani menjadi lebih bersemangat dan tertip serta bersemangat. Kriteria penilaian sangat diperlukan untuk mengkaji sejauhmana tingkat keberhasilan yang diperoleh dalam pendidikan jasmani, khususnya mengkaji tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran, begitu halnya yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani dalam pembelajaran selalu memilih kriteria penilaian yang positif yang dapat menunjang proses pembelajaran berlangsung di sekolah. 2. Hasil Analisis Kompetensi Profesional Hasil kajian di atas merupakan hasil persentasi peritem jawaban yang dipilih oleh guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie dengan butiran soal angket sebanyak 20 (dua puluh) butir untuk kategori kompetensi profesional, berikut ini merupakan rangkuman keseluruhan dari angket tentang kategori kemampuan profesional dengan sub indikator tentang penguasaan materi pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Adapun penjelasannya lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 4. Penugasan Materi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Alternatif Persentase No Jumlah Ket Jawaban (%) 4

Sangat Baik

67

33,84

Baik

107

54,04

Cukup Baik

24

12,12

Kurang Baik

-

Tolal

198

100%

9 btr soal

6

Armia Thaib

Penugasan Materi Pembelajaran 12% 0% 34% 54%

Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

Gambar 4. Diagram Penguasaan Materi Pembelajaran Hasil dari tabel di atas dapat dijelakskan bahwa responeden yang memilih alternatif jawaban sangat baik sebanyak 33,84%, baik sebanyak 54,04%, kategori cukup baik sebanyak 12,12% sedangkan kategori kurang baik tidak ada satupun responden yang memilihnya. Berdasarkan hasil tersebut sangat jelas bahwa guru pendidikan jasmani dalam penguasaan materi pembelajaran berada pada kategori baik dengan hasil persentase yang dipilih oleh responden adalah 54,04%. Tabel 5. No 5

Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Alternatif Persentase Jumlah Ket Jawaban (%) Sangat Baik 88 36,26 Baik 129 53,31 Cukup Baik 25 10,33 Kurang Baik 242 100% 11 Tolal

Pelaksanaan Pembelajaran 10% 0% 36% 54%

Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

Gambar 5. Diagram Pelaksanaan Pembelajaran Tabel dan diagaram di atas merupakan hasil dari persentase angket tentang pertanyaan pelaksaan pembelajaran pendidikan jasmani oleh guru pendidikan jasmani di sekolah SMA Kabupaten Pidie. Berdasarkan hasil angket yang diedarkan kepada guru pendidikan jasmani dapat dijelaskan bahwa guru pendidikan jasmani dalam pelaksanaan pembelajaran berada pada kategori baik dengan persentase sebanyak 53,31%. Hasil kajian tersebut di peroleh dari hasil sebaran angket yang memilih sangat baik sebanyak

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

36,26%, baik sebanyak 53,31% dan yang memilih cukup baik sebanyak 10,33%. 2) Hasil Wawancara Kompetensi Profesional Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dengan 5 (lima) poin pertanyaan tentang komperensi profesional dalam diuraikan bahwa; guru pendidikan jasmani dalam perencanaan program pembelajaran di sekolah selalu dilakukan sebelum nantinya akan dilakukan proses belajar mengajar dengan siswa di sekolah, sehingga setiap pembelajaran yang dilakukan tersusun rapi dan tertata. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pada umumnya guru pendidikan jasmani mampu dan dapat diandalkan dalam setiap proses pembelajarannya. Secara umum hubungan yang dijalankan selama ini dengan siswa sangat baik, dimana didalamnya terjalin hubungan kekeluargaan yang baik, sehingga guru pendidikan jasmani menjadi salah satu guru yang dianggal bagus secara profesionalnya oleh kepala sekolah. Suasana yang menyenangkan dalam proses belajar dan mengajar perlu di bina dan dijalin agar kesuksesan dalam pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efesien, demikian halnya menurut kepala sekolah bahwa guru pendidikan jasmani mampu melukan proses pembelajaran yang menyenangkan dalam proses pembelajarannya. Hubungan interaksi antar siswa dengan guru perlu dibina ataupun dijalin dengan baik sehingga dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Menurut hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru pendidikan jasmani mampu berinteraksi dengan siswa secara baik. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang terkumpul, dapat diketahui bahwa: 1.Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik merupakan hal yang sangat penting dalam menjadi seorang guru khususnya guru pendidikan jasmani. Pada penelitian ini kompetensi pedagogik di bagi dalam tiga permasalahan yaitu memahami teori dan konsep belajar pendidikan jasmani, memahami metode dan gaya mengajar dalam pendidikan jasmani dan memahami hasil evaluasi belajar. Dalam butiran soal tersebut di pecahkan menjadi 30 butiran angket yang diedarkan di sekolah, butiran dari masing-masing indikator yaitu. a. Indikator memahami teori dan konsep belajar Hasil angket yang diedarkan keseluruh kepala sekolah SMA yang ada di Kabupaten Pidie di peroleh hasil bahwa kompetensi guru dalam memahami teori dan konsep belajar berada pada kategori baik dengan persentase adalah 50%. Dengan demikian guru pendidikan jasmani dalam kompetensi memahami teori dan konsep belajar peradanya perbaikan kembali sehingga guru pendidikan jasmani dapat menjadi guru yang mampu di bidangnya.

b. Indikator Memahami Metode dan Gaya Mengajar Metode dan gaya mengajar merupakan unsur yang penting bagi setiap guru khususnya guru pendidikan jasmani. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan yang diambil dari angket hasil sebaran kepada kepala sekolah dapat diketahui bahwa kompetendi guru pendidikan jasmani dalam memahami metode dan gaya mengajar pendidikan jasmani berada pada kategori baik dengan persentase sebanyak 59,66%. Metode merupakan merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di keas atau pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam turitorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran termasuk didalamnya bukubuku, film, komputer, kurkulum dan lain-lain (Trianto, 2009:22). Gaya mengajar membicarakan masalah dalam menentukan bagaimana mengajar dengan baik, atau pertanyaan cara apakah yang terbaik untuk mencapai tujuan dan pendekatan mana yang bisa mencapai sasaran seorang guru. Seorang guru tidak akan melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan oleh para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah, 2002:53). c. Indikator Evaluasi Hasil Belajar Berdasarkan hasil kajian dapat dijelaskan bahwa kompetensi guru dalam memahami evaluasi hasil belajar berada pada kategori baik dengan persentase sebanyak 53,31%. Evaluasi adalah suatu proses untuk memberikan gambaran terhadap pencapaian tujuan yang telah di tetapkan. Prinsipprinsip pengukuran dan evaluasi (Lutan dan Suherman,2000) yang di jadikan pedoman sebelum melakukan evaluasi program,yaitu: a) Evaluasi dan asesmen dalam pendidikan jasmani harus selaras dengan landasan falsfah pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang bersangkutan; b) Evaluasi dan asesmen beranjak dari tujuan program dan dilaksanakan dalam rangka pengembangan atau penyempurnaan program; c) Asesmen,termasuk pelaksana tes dan pengukuran merupakan bagian dari evaluasi. Jadi dalam pendidikan jasmani evaluasi hasil belajar sangat penting untuk dilakukan guna untuk mengetahui sejauhmana kemampuan yang diperoleh oleh peserta didik setelah diajarkan oleh seorang guru. Kompetensi Profesional Guru yang profesional adalah guru yang mampu melakukan kegiatan belajar mengajar dengan penuh rasa dan tanggung jawab serta mampu melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar. Dalam kajian penelitian ini peneliti mengambil dua indikator besar untuk mengetahui sejauhmana profesionalnya seorang guru pendidikan jasmani yaitu

Armia Thaib

7

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

kategori penguasaan materi pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan pada seluruh guru pendidikan jasmani jenjang SMA yang ada di Kabupaten Pidiepenguasaan materi pembelajaran berada pada kateori baik, dengan persentase sebanyak 54,04%. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah: 1. Kompetensi pedagogik guru pendidikan jasmani dalam hal memahami konsep guru pendidikan jasmani berada pada kategori baik, kategori dalam memahami metode dan gaya mengajar berada pada kategori baik serta memahami evaluasi hasil belajar berada pada kategori baik. 2. Kompetensi profesional dalam hal penguasaan materi pembelajaran guru pendidikan jasmani berada pada kategori baik, serta pelaksanaan pembelajaran guru pendidikan jasmani berada pada kategori baik. Daftar Pustaka Amir,

Nyak(2006).Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi (2006)Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek. Edisi revisi VI. cet VI. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi (2010)Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Harris, R (1979). Personal Administration in Education Leadership for Instruction Improvement. Boston : Allyn and Bacon. Kunandar (2007) Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Mutohir, T.C(2002) Gagasan-Gagasan Tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Surabaya: Unesa University Press.

8

Armia Thaib

Suharso dan Retnoningsih (2005) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Penerbit Widya Karya. Suryadi, A (2001) Menyoalkan Mutu Profesi Guru. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Tilaar. H.A.R (2002) Membenahi Pemdidikan Nasional. Jakarta: Rinneka Cipta. Trianto (2009)Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Usman (2005) Menjadi Guru Profesional dalam Proses Pembelajaran. Jakarta: Rinneka Cipta Windham, D.M (1990) Improving The Efficency Of Educational System: Indicator of Education Effectiveness and Effeciency. New York:USAID.

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

HUBUNGAN KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL DENGAN KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI

Mukhtar*) Abstrak: Kinerja seseorang guru termasuk guru pendidikan jasmani dapat dikaitkan dengan kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan spritual guru yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan spritual dengan kinerja guru pendidikan jasmani. Populasi dan sampel penelitian guru pendidikan jasmani SMA Negeri Kabupaten Pidie berjumlah 22 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan instrument itelektual, emosional, spritiual dan kinerja guru.Data dianalisis dengan uji korelasi product moment. Hasil penelitian bahwa secara umum guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi. kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual tergolong tinggi danjuga kecerdasan emosional tinggi serta mimiliki kinerja yang baik. Kecerdasan intelektual dengan kinerja nilai koefisien korelasi (r) 0,640, kecerdasan emosional dengan kinerja nilai koefisien korelasi (r) 0,574,kecerdasan spritual dengan kinerja nilai koefisien korelasi (r) 0,682. Secara simultan kecerdasan emosional, intelektual dan kecerdasan spritual memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie. Hal ini ditunjukkan nilai koefisien korelasi (r) 0,760. Kata Kunci: Kinerja Guru, Kecerdasan Intelektual, Emosional, Sipritual. Pendahuluan Keberhasilan dalam kegiatan proses belajar mengajar di sekolah dipengaruhi oleh unsur komponen yang terlibat dalam kegiatan tersebut, dengan dipandu oleh guru, guru merupakan sosok penting yang memiliki peran strategis dalam pembelajaran. Peran dan fungsinya sebagai ujung tombak dalam aktivitas atau proses pendidikan, bahkan guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu penting, sehingga pemerintah melindungi hak dan kewajiban guru melalui undangundang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Melalui Undang-Undang ini diharapkan kinerja dapat meningkat yang juga diikuti dengan meningkatnya kualitas pendidikan. Peranan penting dan strategis guru dikaitkan terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang dinginkan, sehingga kedudukannya sulit untuk digantikan. Sedangkan hubungannya dengan pembelajaran, peran guru tidak dapat digantikan oleh media lain, meskipun tehnologi pendidikan sekarang ini sudah sangat maju, karena dalam diri begitu komplek dan lengkapnya faktorfaktor yang dimungkinkan untuk memberikan pengajaran dan pembinaan pada siswanya. Mata pelajaran pendidikan jasmani membutuhkan guru yang memiliki kemampuan yang baik. Guru pendidikan jasmnai harus memiliki kompetensi serta sikap dan tingkah laku yang tercermin dalam bentuk mampu menyesuaikan diri dengan keadaan manakala ia sedang berada di ruangan ataupun lapangan, berfungsi sebagai guru dan pelatih. disebabkan mata pelajaran pendidikan jasmani yang

mempunyai ciri khas yang unik dalam pembelajarannya. Selain itu juga sikap dan tingkah laku guru pendidikan jasmani yang bersifat pribadi sering kali dijadikan cermin para siswanya, kedekatan guru pendidikan jasmani dengan siswanya lebih tampak akrab dan bersahabat. Hal inilah yang seharusnya menjadi dorongan dan menjadi nilai tambah bagi para guru pendidikan jasmani untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan prfesional. Guru pendidikan jasmani memperlihatkan sikap dan tanggung jawabnya terhadap tugas dan kewajibannya dengan bekerja giat untuk mengangkat dan meningkatkan pandangan terhadap diri pribadi dan akan berimbas juga terhadap kududukan mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Tangguing jawab dan komitmen yang tinggi dalam tugas memberikan kekuatan untuk mengembangkan tugas professional seperti : (1) Membina keserasian kehidupan siswa/peserta didik; (2) membina kemampuan siswa untuk memahami instruksi guru; (3) memberikan instruksi yang jelas; (4) membangun ketekunan siswa untuk menguasai materi; (5) membina keserasian tugas dan karakteristik peserta didik; (6) meningkatkan kesempatan dan waktu aktif berlatih; (7) mebina disiplin dan motivasi belajar siswa (Djide, 2007:1). Merupakan aspek penting yang harus dimiliki dan dipahami guru pendidikan jasmani. Profesionalisme guru akan berdampak pada pemahaman guru akan arti penting tugas yang diembannya serta akan mendapat dukungan dari pimpinan/kepala sekolah, rekan kerja, masayarakat secara terus menerus. Kecerdasan intlektual adalah segala sesuatu sikap yang berkaitan dengan kondisi atau kemampuan

Mukhtar

9

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

daya pikir Intlektual quotient (IQ) sesorang dan para psikolog mendifinisikan kecerdasan sebagai kemampuan belajar. Sedangkan kecerdasan emotional adalah adalah kemampuan sesorang untuk mengontrol segala hal yang berkaitan dengan kondisi kejiawaan menghadapi kenyataan. Najati (2006:7) mengemukakan:Dalam perkembangan kecerdasan emosional tidak cukup, khususnya bagi pengembangan kejiwaan yang berdimensi ketuhanan. Kecerdasan emosional lebih berpusat pada rekonstruksi hubungan yang bersifat horizontal (sosial). semnatara itu ada dimensi lain yang tidak kalah pentingnya bagi kehidupan manusia yaitu hubungan vertical. Kemampuan dalam membangun hubungan yang bersifat vertical ini sering disebut dengan istilah kecerdasan spiritual (Spiritual quotient) Berdasarkan hasil observasi yg dilakukan pada guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Kabupaten Pidie dapat digambarkan guru pendidikan jasmani umumnya memiliki kecedasan spritual yang baik, dengan ketaatan yang tinggi terhadap agama dan kerpercayaannya, secara tidak langsung seorang guru yang mempunyai tingkat spritual yang baik maka guru tersebut dapat menahan emosi serta disiplin tinggi terhadap hidupnya khususnya terhadap kinerja kerjanya. Begitu halnya dengan guru pendidikan jasmani yang tingkat intelektualnya tinggi, kinerja kerjanya juga cukup baik. Berpedomani konsepkonsep yang telah dikemukan di atas, maka yang menjadi permasalahan yang mendasar sebagai pokok permasalah dalam penelitian ini untuk mengkaji tentang gambaran kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan kinerja guru pendidikan jasmani SMA Kabupaten Pidie. Kerangka Teoritis Kecerdasan Intelektual Kecerdasan intelektul pada manusia berfungsi secara horizontal yakni berperan hanya kepada hubungan manusia dengan manusia dalam arti bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan vertical berupa hubungan dengan maha pencipta, atau antara mausia dengan Allah SWT sebagai Khaliknya. Penggabungan ketiga hal ini akan dapat menghasilkan manusiamanusia paripurna yang siap menghadapi hidup dan kehidupan serta menghasilkan efek kesuksesan atas apa yang telah dilakukan atau berkarya. Ketiga bentuk kecerdasan seperti intelegensi (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ), mempuyai karakter neorobiologis di otak manusia. Fakta menyatakan bahwa otak menyediakan komponen anatomisnya untuk aspek rasional intelegensi (IQ), Emosional (EQ) dan spiritual (SQ).Untuk lebih jelas Goleman (2004:7) mengatakan:Kecerdasan emosional pada manusia ada di sistem limbic, alias otak dalam yang terdiri dari thalamus, hypothalamus dan hippocampus.

10

Mukhtar

Kecerdasan intelektual ada di konstek serebrun atau otak besar. Sedangkan kecerdasan spiritual mempuyai dasar neorofisiologis pada osilasi frekuensi gamma 40 hertz yang bersumber pada integritas sensasi-sensasi menjadi persepsi obyek-obyek dalam fikiran manusia. Bentuk Kecerdasan Manusia Model kecerdasan yang kini dikembangkan dalam dunia psikologi yang berdasarkan argument dan temuan temuan ilmiah bila ditinjau dari studi dan penelitian merupakan suatu neuroscience. Mulai dari kecerdasan konvensional (intelegenci question), kecerdasan emosional (emosional question), hingga model kecerdasan ultimat yakni kecerdasan spiritual (spiritual question). Seluruh kecerdasan tersebut masih menjelaskan kesadaran manusia dengan segenap aspek-aspeknya sebagai suatu proses yang secara esensial berlangsung pada jaringan syaraf manusia. Meski respon kritis secara teoritik atas penaksiran kecerdasan berbasis IQ ini telah muncul sejak masa kelahiran manusia, namun baru satu dekade akhir abad ini kita mengenal suatu rumusanrumusan psikologi populer yang mengemas kotribusikontribusi studi dan riset dari para penyelidik kecerdasan sebelumnya dengan cukup baik, kita mengenal istilah Emotional Intellengence sejak tahu 1990-an. dan sekarang yang sangat populer istilah Spiritual Intelengence. Kecerdasan Pertama, Kecerdasan kedua, Kecerdasan ketiga Kecerdasan Emosional Emosi merupakan dorongan untuk bertindak secara seketika untuk menangani masalah masalah yang ditanamkan secara teratur dan berangsur angsur yang terkait dari pengalaman dari waktu kewaktu secara evolusi melalui peluapan perasaan. Sudah lama kita ketahui bahwa emosi merupakan salah satu hal yang berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Selain itu sikap dari emosi tersebut masih ada dua aspek yang berpengaruh antaralain yaitu; kognitif ( daya fikir) dan konatif (psikomotorik). Emosi atau sering kita sebut aspek afektif merupakan penentuan sikap dan salah satu predis posisi perilaku manusia dalam kehidupan sehari hari. Kita harus percaya bahwa kecerdasan emosi merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang diberbagai aspek kehidupan dalam melakukan aktivitas olaharaga. Dengan demikian kecerdasan emosi merupakan bentuk pengendalian diri dalam berkomunikasi dengan orang lain, untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk lebih jelas, Hardi (2006:18) mengatakan: Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri seseorang, dan kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan dan mempengaruhi melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya atau dengan kata lain merujuk pada kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain serta kemampuan untuk

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

memotivasi diri sendiri serta mengelolan emosi secara baik dalam berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan Spritual Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasanjiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna. Kecerdasan individu tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya saja akan tetapi juga dari kecerdasan emosinya dan kecerdasan spiritualnya. Setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi maka ditemukan kecerdasan yang ketiga yaitu kecerdasan spiritualyang diyakini sebagai kecerdasan yang mampu memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi secara efektif dan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi (Zohar dan Marshall, dalam Sukidi 2004:36). Agustian (2001:57) mengatakan bahwa: “Kecerdasan spiritual ialah suatu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip “hanya karena Tuhan”. Agustian menekankan bahwa kecerdasan spiritual adalah perilaku atau kegiatan yang kita lakukan merupakan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian, kecerdasan spiritual menurut r Agustian, haruslah disandarkan kepada Tuhan dalam segala aktivitas kehidupan untuk mendapatkan suasana ibadah dalam aktivitas manusia. Inilah yang membedakan pengertian Ary Ginanjar Agustian dengan Danah dan Ian yakni adanya unsur ibadah dan penyandaran hanya kepada Allah dalam kehidupan manusia Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa aspek-aspek spritual antara lain adalah kemampuan bersikap yaitu kemampuan individu untuk bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan di saat menghadapi beberapa pilihan. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Kemampuan individu dalam menghadapi penderitaan dan menjadikan penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui

rasa sakit. Kemampuan individu dimana di saat dia mengalami sakit, ia akan menyadari keterbatasan dirinya, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan yakin bahwa hanya Tuhan yang akan memberikan kesembuhan. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai- nilai. Kualitas hidup individu yang didasarkan pada tujuan hidup yang pasti dan berpegang pada nilai-nilai yang mampu mendorong untuk mencapai tujuan tersebut. Menjadi pribadi mandiri. Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Propesional Profesi guru pendidikan jasmani secara umum sama dengan guru mata pelajaran yang lain pada umumnya, namun secara khusus ada letak perbedaan yang prinsip dan ini merupakan ciri khas tersendiri. Profesionalisasi tenaga kependidikan menjadi kebutuhan yang utama dalam masyarakat jika masyarakat itu sendiri mengakuinya. Tenaga kependidikan khususnya guru sangat diakui oleh masyarakat jika guru tersebut empunyai tingkat kredibilitas yang tinggi, yaitu komitmen, dapat dipercaya, dan rofesional dalam bidangnya. Begitu pentingnya profesionalisasi, maka di lembaga endidikan tenaga kependidikan (LPTK) ditawarkan matakuliah Persiapan Profesi Guru, sebagai salah satu matakuliah yang wajib diikuti oleh para mahasiswa calon guru. Kebutuhan guru pendidikan jasmani yang profesional sangat tinggi, dalam rangka menanggapi tantangan zaman modern. Seiring dengan itu banyak dinyatakan beberapa praktisi bahwa guru pendidikan jasmani secara umum belum menunjukkan profesionalnya. Hal itu dapat diberikan beberapa contoh yaitu: guru mengajar hanya duduk di pinggir lapangan, sedangkan siswa suruh latihan sendiri tanpa ada motivasi, penghargaan, dan perhatian yang serius. Contoh yang lain guru mengajar hanya secara tradisional yaitu tanpa menggunakan media dan metode yang sesuai dengan yang seharusnya. Profesionalisasi Guru Pendidikan Jasmani Pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembang sumber dayamanusia (SDM), maka tenaga kependidikan memiliki tanggung jawab untuk mengemban ugas mengembangkan SDM. Oleh karena itu siapa saja yang mengemban tugas profesi enaga kependidikan harus secara kontinyu menjalani profesionalisasi, baik secara formal aupun informal. Di Indonesia saat sekarang sudah dibentuk Lembaga Penjamin Mutu endidikan (LPMP) di setiap Propinsi, yang bertugas secara umum bagaimana meningkatkan tenaga kependidikan menjadi bermutu dan profesional. Sehingga ditempuha berbagai program pelatihan yang mengarah pada pengembangan kemampuan professional para tenaga pengajar, tidak terkecuali guru pendidikan jasmani yang bertanggung jawab terhadap aspek psikomotor siswa.

Mukhtar

11

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Tingkat Kemampuan Profesional Guru Pendidikan Jasmani Untuk mengetahui seseorang guru penjas itu profesional atau tidak, dapat diketahui dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari latar belakang pendidikannya, guru tersebut lulusan dari program studi pendidikan jasmani atau bukan, jika bukan lulusan dari program studi pendidikan jasmani jelas tidak profesional. Jika lukusan dari program studi pendidikan jasmani, dari jenjang DII ; DIII ; atau S1/DIV, jika guru tersebut lulusan DII sesuai dengan PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka termasuk para-profesional. Jika guru tersebut lulusan dari DIII berarti termasuk semi profesional, dan jika guru tersebut lulusan dari DIV/S1 berarti termasuk profesional, baik itu untuk SD/MI ; SMP/MTs; maupun SMA/MA/SMK. Pengembangan Profesional Guru Pendidikan Jasmani Tujuan pengembangan profesional guru penjas adalah untuk memenuhi tiga kebutuhan yang pokok yaitu: Pertama, kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan kemasyarakatan. Hal ini terkait dengan kebutuhan kemasyarakatan guru di tempat mereka berdomisili. Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Hal ini terkait dengan spirit dan moral guru di sekolah tempat bekerja. Ketiga, kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan guru dalam menikmati dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya guru membantu siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.Hal ini sebagai proses seleksi untuk menentukan mutu guru yang akan disertakan dalam berbagai kegiatan pelatihan dan penjenjangan jabatan. Pengembangan profesional guru dapat diketahui berdasarkan orientasi kebutuhan kemasyarakatan, sekolah, dan individual/perorangan. Pengembangan profesional guru merasa dibutuhkan manakala para guru itu sendiri belum siap dalam melaksanakan tugas secara profesional, baik guru yang melalui prajabatan maupun guru yang melalui dalam jabatan. Guru yang melalui prajabatan jika masih lemah dalam hal kompetensi yang terkait dengan tugas, maka guru tersebut juga memerlukan program pengembangan profesional.

12

Mukhtar

Inisiatif Pengembangan Profesional Guru Pendidikan Jasmani Inisiatif pengembangan profesional guru pendidikan jasmani dapat timbul dari dua sebab : Pertama, karena dorongan atau inisiatif dari luar individu guru itu sendiri (ekstrinsik) yaitu dorongan yang berasal dari orang lain. Hal ini kadangkadang bahkan sering karena keterpaksaan, sehingga kurang baik. Kedua, karena dorongan atau inisiatif dari dalam individu guru itu sendiri (intrinsik), dan inisiatif ini lebih bagus karena akan lebih kuat dan lebih tahan lama dalam hal motivasi dibandingkan dengan dorongan dari luar, karena guru memiliki kesadaran sendiri untuk mengembangkan profesinya. Pandangan Praktisi Pendidikan Terhadap Jabatan Guru Pendidikan Jasmani Para praktisi pendidikan menyatakan bahwa profesi guru pendidikan jasmani merupakan profesi yang mulia, sehingga harus para guru harus benarbenar bersedia untuk mengembangkan profesinya dalam rangka memenuhi kebutuhan minimal dalam tugasnya sebagai guru. Perlunya para guru saling berkunjung ke sekolah untukmemperoleh tambahan pengalaman dalam hal pembelajaran pendidikan jasmani secara khusus, maupun tugas guru pendidikan jasmani secara umum. Para guru yang mengikuti kegiatan pengembangan profesi masih banyak yang tidak nampak perbedaannya, karena mereka kurang peduli dan kurang merasa butuh. Hal ini dapat berakibat pada kinerja guru itu sendiri yaitu kurang profesionalnya kualitas guru tersebut. Pengembangan Profesional Guru Pendidikan Jasmani di Pedesaan Tujuan utama pengembangan profesional guru pendidikan jasmani di pedesaan atau daerah pinggiran adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembuatan keputusan pendidikan dengan berbagai cara yaitu: a. Guru penjas di pedesaan agar dapat mengurangi atau meghilangkan keterasingan dengan cara salah satunya adalah dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di lingkungan sekolah pedesaan. b. Guru penjas di pedesaan agar dapat mengembangkan kemanjuran sistem sosial, artinya bagaimana supaya guru penjas di pedesaan bisa berbaur dengan masyarakat luas di lingkungan sekolah pedesaan. c. Agar dapat memperluas hubungan dengan masyarakat di lingkungan sekolah, hal ini bertujuan agar kegiatan olahraga dapat berkembang bukan hanya dilingkungan sekolah akan tetapi juga di lingkungan masyarakat, sehingga kegiatan olahraga dapat berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Prosedur Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh kecerdasan emosional, intlektuan dan spiritual terhadap kinerja para guru penjas, sehingga akan ditemukan jawaban yang semestinya dari data tersebut. Untuk mengetahui tentang penelitian yang dilakukan tergolong dalam jenis penelitian apa, maka harus dilihat dari sudut tujuan dan objek yang ingin diteliti. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan uji korelasi (correlation research). Bersifat deskriptif artinya peneliti ingin mengungkap fakta yang sedang terjadi dilapangan saat ini yakni berkaitan dengan aspek fisik dan mental. Dalam suatu penelitian perlu didesain rancangan penelitian yang tepat, sesuai dengan jenis variabel yang terkandung dalam tujuan penelitian dan hipotesis yang diajukan. Desain penelitian ini yaitu intelektual (X1), emosional (X2) dan spiritual (X3). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Arikunto (2010:117) bahwa: “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Dalam penelitian ini penulis menetapkan sampel adalah keseluruhan dari populasi atau total sampling. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006:107) sebagai berikut: “Apabila subyek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar maka dapat diambil diantara 10 – 15 %. Jadi dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah keseluruhan dari populasi dijadikan sampel penelitian dengan demikian jumlah sampel adalah sebanyak 22 orang guru pendidikan jasmani. Teknik pengumpulan data menggunakan instrument itelektual, emosional, spritiual dan kinerja guru. Data dianalisis dengan uji korelasi product moment. Hasil dan PembahasanPenelitian Hasil penelitian bahwa secara umum guru pendidikan jasmani di Kabupaten Pidie memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi. kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual tergolong tinggi dan juga kecerdasan emosional tinggi serta mimiliki kinerja yang baik. Kecerdasan intelektual dengan kinerja nilai koefisien korelasi (r) 0,640, kecerdasan emosional dengan kinerja nilai koefisien korelasi (r) 0,574, kecerdasan spritual dengan kinerja nilai koefisien korelasi (r) 0,682. Secara simultan kecerdasan emosional, intelektual dan kecerdasan spritual memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie. Hal ini ditunjukkan nilai koefisien korelasi (r) 0,760. Kesimpulan Adapun kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan secara simultan kecerdasan

emosional, intelektual dan kecerdasan spritual memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja guru pendidikan jasmani Kabupaten Pidie. Hal ini ditunjukkan nilai koefisien korelasi (r) 0,760. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi (2010) Prosudur Penelitian Suatu Pendekatan Prektik. Jakarta:Rineka Cipta. Agustian, Ginanjar (2001) Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi &Spiritual: Berdasarkan 6 Rukun Iman & 5 Rukun Islam .Jakarta: Arga. Buzan, T (2003) The Power of Spiritual Intellegence: Sepuluh Cara Menjadi Orang Yang Cerdas Secara Spiritual. (Alex Tri Kantjono W dan Febrina Fialita. Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Depdiknas (2004) Standar Kompetensi Guru Pemula Jenjang S1 Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas. ________ (2005). Standar Kompetensi Guru Pemula Jenjang DI1 Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas. Mendikbud dan Menpan (1993) Keputusan Menpan Nomor 84/1993 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Depdikbud. Soeninggjo (1979) Persiapan Profesi OLahraga Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan STO. Muljono, Pudjii (2002) Penyusunan dan Pengembangan Instrumen Penenlitian. Makalah pada Lokakarya Peningkatan Suasana Akademik Jurusan Ekonomi FISUNJ tanggal 5 sampai dengan 9 agustus 2002. Nggermanto, Agus ( 2001)Quantum Quotiont, Kecerdasan Quantum, Cara Cepat Melejitkan IQ, EQ dan SQ Secara Harmoni. Bandung: Nuansa. Pine, G.J (1997) Learning Centeret Teaching. A Humanistic View. Colorado: Love Publishing Company. Tayibnafis (2000) Curiculum Development Teori and Practece. USA: Harcout Barace and Word. Verducci, F. M (1980) Measurement Concept in Physical Education. New York: Mosby Company. Zohar, D & Marshall, I (2003)SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam BerfikirIntegralistikdan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. (RahmaniAstusti, Ahmad Nadjib Burhani, Ahmad Baiquini. Terjemahan). Bandung:Mizan Pustaka.

Mukhtar

13

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

EVALUASI MODEL CIPP PADA IMPLEMENTASI KTSP PEMBELAJARAN PENDIDIKANJASMANI

Syahril*) Abstrak:Pelaksanaan KTSP pada SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar perlu dilakukan evaluasi dalam rangka memperbaiki dan memperkuat kualitas pembelajaran siswa. Guru sebagai pendidik diharapkan dapat mengembangkan model-model pembelajaran.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Context, Input, Process dan product pada Implementasi KTSP pembelajaran pendidikan jasmani SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 3 kepala sekolah, 3 guru pendidikan jasmani dan 39 siswa, sedangkan pengumpulan data menggunakan instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi, display danverifikasi data. Hasil penelitian penerapan model Cipp Pada Implementasi KTSP Pembelajaran pendidikan jasmani SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar telah berjalan dengan baik (sistematik, terencana, teratur, dan berkesinambungan). Kata kunci : Evaluasi, Model CIPP,Pembelajaran Pendidikan Jasmani Pendahuluan Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal. Di era globalisasi dewasa ini, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Menurut Syahirul (2010:35) “salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah”. Evaluasi kurikulum dalam menentukan nilai dan arti suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dari konteks ruang dimana kurikulum itu di kembangkan, diterapkan dan dilaksanakan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru pendidikan jasmani dalam implementasi kurikulum antara lain:1) aspek makro pengembangan kurikulum, baik dari kondisi masyarakat, politik, budaya dan lainya, 2) aspek materi dan prosedur pengembangan kurikulum sebagai ide, 3) aspek materi

14

Syahril

dan prosedur pengembangan kurikulum sebagai dokumen, 4) aspek materi dan prosedur evaluasi hasil belajar. Berkaitan dengan hal tersebut diatas diperlukan guru yang memiliki standar kompetensi, antara lain: Penyusunan RPP, pelaksanaan Proses pembelajaran, penilaian prestasi belajar peserta didik, pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, pengembangan profesi, pemahaman wawasan pendidikan, penguasaan bahan kajian akademik (Direktorat Tenaga Pendidik daan Kependidikan Depdiknas, 2008). Kurikulum tingkat satuan pendidikan dari segi evaluasi konteks (context) menitik beratkan pada guru, peserta didik, fasilitas, keadaan fisik sekolah, dan sumber belajar dan yang lain menyangkut dengan pengembangan kurikulum. Evaluasi masukan (input) pemberi masukan terhadap keberhasilan dari pelaksanaan kurikulum. Orientasi utama evaluasi masukan ialah mengemukan suatu yang dapat mencapai yang diinginkan lembaga tersebut (Stuflebeam dalam Hasan 2008:217), Di Indonesia kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, yaitu perubahan dari kurikulum 1974 menjadi kurikulum 1984 dari kurikulum 1984 ke kurikulum 1994 dan dari kurikulum 1994 ke kurikulum 2004 dan dari kurikulum 2004 ke kurikulum 2006, Perubahan itu belum didasari oleh hasil evaluasi kurikulum secara profesional, mendasar, menyeluruh, terpadu, dan bahkan lebih cenderung bersifat politis, ganti Menteri ganti kurikulum. Kurikulum tingkat satuan pendidikan sudah berjalan dari 2006 – 2012 seharusnya sudah dilaksanakan diseluruh sekolah di indonesia. Penerapan Kurikulum tingkat satuan pendidikan di sekolah tidaklah sama antara sekolah satu dengan sekolah lainnya, ini disebabkan proses pembelajaran yang sesuai kurikulum tingkat satuan pendidikan harus menyesuaikan dengan lingkungan dan kondisi

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014 dari sekolah itu sendiri, tentu menarik karena akan banyak perbedaan karakteristik pada masing - masing sekolah, apalagi sekolah yang berada di kota dengan sekolah yang di daerah desa. Para ilmuan Aceh Besar menilai mutu pendidikan Kabupten Aceh Besar masih jauh dari harapan. Terbukti bahwa dalam acara duek pakat Ilmuan Aceh Besar yang di hadiri sebanyak 70 orang peserta yang terdiri dari 16 profesor, 46 doktor, dan sejumlah pakar lainnya serta pejabat Pemkab Aceh Besar menyatakan “ Kalau SDM Aceh Besar sudah bagus dan memiliki rasa kedaerahan yang tinggi, maka pembangunan pendidikan akan bisa dengan cepat dilaksanakan dengan baik". Sesuai dengan pernyataan Bakar menyatakan bahwa berdasarkan kompetensi tahun 2007 banyak guru di Kabupten Aceh Besar yang tidak memiliki kemampuan termasuk rekrutmen guru yang tidak benar, sehingga Kabupaten Aceh Besar ketinggalan dalam sektor pembangunan pendidikan, terlebih dalam implementasi KTSP yang telah diperbaharui pada tahun 2006.(Serambi Indonesia, 2012:3 ) Implementasi KTSP disekolah Kabupaten Aceh Besar khususnya pembelajaran Pendidikan jasmani masih terkesan seperti penerapan kurikulum lama, hal ini terbukti dari hasil wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 22 April 2011 di SMA Negeri 2 Seulimuem dan SMA Negeri 1 Cot Glie. Peneliti menemukan guru bidang studi lain yang mengajar pembelajaran Pendidikan jasmani, guru Pendidikan jasmani mengajar tidak berdasarkan RPP yang di susun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional pada bab II tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan bagian kesatu pendidik pada pasal 29 ayat 3 tentang kualifikasi dan latar belakang pendidikan tinggi sesuai dengan pembelajaran yang di ajarkan ( Aqip, 2009:48). Alasan di atas membuat peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai konteks, input, proses dan produk dari evaluasi kurikulum KTSP yang sudah berjalan sejak tahun 2006, dan standar pendidik yang masih mengajar bukan berdasarkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan pembelajaran, sehingga pendidikan di Indonesia akan lebih baik terutama hasil pendidikan itu sendiri. Prosedur Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Implementasi KTSP pembelajaran pendidikan jasmani SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan Model CIPP yang ditinjau dari tahapan context, input, prosess dan product. Jjenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian ini seluruh kepala sekolah, guru penjas dan siswa yang mewakili setiap kelas dari seluruh SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar sebanyak 23 Sekolah. Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah 3 SMA

Negeri yang mewakili dari 3 Rayon yang ada di Kabupaten Aceh Besar yaitu Rayon I Sukamakmur adalah SMA Negeri 1 Sukamakmur yaitu kepala sekolah, guru penjas dan 30 orang siwa yang mewakili kelas I dan kelas II. Rayon II Ingin Jaya adalah SMA Negeri 1 Ingin Jaya yaitu kepala sekolah, guru penjas dan 39 orang siwa yang mewakili kelas I dan kelas II. dan Rayon III Peukan Bada adalah SMA Negeri 1 LhokNga yaitu kepala sekolah, guru penjas dan 30 orang siwa yang mewakili kelas I dan kelas II. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan Teknik Purposive Sampling yaitu penentuan sampel secara langsung dan dapat mewakili ( representative ) sehingga menghasilkan data yang dapat menggambarkan suatu keadaan seperti apa adanya. Saebani (2008:179) mengemukakan bahwa: “Purposive Sampling merupakan teknik pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas cirri - ciri atau sifat - sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Ruslan (2009:63) mengemukan instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpul data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mudah. Instumen dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini mengungkap variabel beserta indikator yang meliputi konteks, input , proses dan produk yang di kaitkan dengan standar evaluasi kurikulum. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan prosedur yang dikemukakan Sugiyiono (2010: 92) yaitu tahap pertama, reduksi data, selanjutnya display data, dan yang ketiga mengambil kesimpuln dan verifikasi data. Hasil dan PembahasanPenelitian Pendidikan jasmani merupakan proses pengembangan dan perkembangan ilmu pengetahuan seseorang yang sangat penting, tetapi tanpa didukung dengan kurikulum yang tepat maka pendidikan itu tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka peneliti melakukan Evaluasi Model CIPP Pada Implementasi KTSP Pembelajaran pendidikan jasmani SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar untuk mengkaji penerapan dan pelaksanaan KTSP yang sudah Berjalan dari tahun 2006 hingga saat ini. Hasil penelitian yang dilakukan mewakili Sub Rayon SMA Negeri yang ada Kabupaten Aceh Besar pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani sebagai berikut. 1. Analisis Hasil Wawancara Kepala sekolah Hasil wawancara dengan kepala sekolah Di tinjau dari :

Syahril

15

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

a. Context Berdasarkan indikator ditinjau dari beberapa aspek :1). guru,sub aspek adalah control terhadap perangkat pembelajaran, bahwa seluruh kepala sekolah memeriksa perangkat pembelajaran setiap semester. Kepala sekolah juga mensurvey kegiatan proses pembelajaran penjas. 2) siswa, sub aspek keseriusan dalam proses pembelajaran, guru mampu menguasai kelas. Sub aspek dari kreatifitas dalam proses pembelajaran guru mampu mengembangkan bahan ajar. 3) fasilitas kerja, sub aspek ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran, sarana yang tersedia di sekolah tidak sesuai dengan jumlah siswa. Guru mampu memodifikasi sarana yang kurang. 4). Peraturan, sub aspek peraturan dalam proses pembelajaran, guru penjas menerapkan peraturan baik secara umum maupun secara khusus. 5). Komite sekolah. Sub aspek keberadaan komote sekolah, sekolah selalu melibatkan atau meminta bantuan kepada komite sekolah dalam proses pembelajaran, bantuan yang di dapatkan berupa dana untuk kegiatan proses pembelajaran. 6). Masyarakat. sub aspek dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan KTSP, sekolah mendapat dukungan dari masyarakat berupa prasarana seperti lapangan bola,lapangan volley dan lain-lain. b. Input Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Pelaksanaan KTSP, Ketiga sekolah guru penjas memahami tentang KTSP. 2). Rencana pembelajaran, bahwa guru mampu merangcang perangkat untuk keberlangsungan proses pembelajaran.3). Strategi pembelajaran, kepala sekolah memberikan motivasi kepada guru penjas untuk mengikuti pelatihan supaya mendukung proses pembelajaran berdasarkan KTSP. c. Process Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Kelemahan KTSP, kelemahan dari penerapan KTSP adalah kendala dari sarana untuk proses pembelajaran. 2). Kelebihan dari KTSP, guru mampu mengembangkan model-model pembelajaran. d. Product Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Hasil belajar, perubahan hasil belajar baik dari segi prestasi akademik maupun prestasi olahraga lebih meningkat. 2) evaluasi akhir dari penerapan KTSP dari ketiga kepala sekolah bahwa program KTSP bias di lanjutkan dan di kembangkan lagi berdasarkan potensi daerah. 2. Analisis Hasil Wawancara Guru Pendidikan Jasmani Hasil wawancara dengan guru pendidikan jasmani di tinjau dari :

16

Syahril

a. Context Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). guru,sub aspek adalah control terhadap perangkat pembelajaran, bahwa seluruh kepala sekolah memeriksa perangkat pembelajaran setiap semester. Kepala sekolah juga mensurvey kegiatan proses pembelajaran penjas. 2) siswa, sub aspek keseriusan dalam proses pembelajaran, guru mampu menguasai kelas. Sub aspek dari kreatifitas dalam proses pembelajaran guru mampu mengembangkan bahan ajar. 3) fasilitas kerja, sub aspek ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran, sarana yang tersedia di sekolah tidak sesuai dengan jumlah siswa. Guru mampu memodifikasi sarana yang kurang. 4). Peraturan, sub aspek peraturan dalam proses pembelajaran, guru penjas menerapkan peraturan baik secara umum maupun secara khusus. 5). Komite sekolah. Sub aspek keberadaan komite sekolah, sekolah selalu melibatkan atau meminta bantuan kepada komite sekolah dalam proses pembelajaran, bantuan yang di dapatkan berupa dana untuk kegiatan proses pembelajaran. 6). Masyarakat. sub aspek dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan KTSP, sekolah mendapat dukungan dari masyarakat berupa prasarana seperti lapangan bola, lapangan volley, lapangan bulutangkis dan lain-lain. b. Input Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Pelaksanaan KTSP, Ketiga sekolah guru penjas memahami tentang KTSP. 2). Rencana pembelajaran, bahwa guru mampu merancang perangkat untuk keberlangsungan proses pembelajaran.3). Strategi pembelajaran, kepala sekolah memberikan motivasi kepada guru penjas untuk mengikuti pelatihan supaya mendukung proses pembelajaran berdasarkan KTSP. c. Process Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Kelemahan KTSP, kelemahan dari penerapan KTSP adalah kendala dari sarana untuk proses pembelajaran. 2). Kelebihan dari KTSP, guru mampu mengembangkan model-model pembelajaran. d. Product Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Hasil belajar, perubahan hasil belajar baik dari segi prestasi akademik maupun prestasi olahraga lebih meningkat. 2) evaluasi akhir dari penerapan KTSP dari ketiga kepala sekolah bahwa program KTSP bias di lanjutkan dan di kembangkan lagi berdasarkan potensi daerah. 3. Analisis Hasil Wawancara siswa Hasil wawancara dengan siswa di tinjau dari : a. Context Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). guru,sub aspek control terhadap perangkat pembelajaran, dari ketiga sekolah hanya 2 sekolah

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

guru mengajar berdasarkan RPP yang di susun. 2) siswa, sub aspek keseriusan dalam proses pembelajaran, dari jawaban siswa ketiga sekolah semua siswa menyukai mata pelajaran penjas. Sub aspek dari kreatifitas dalam proses pembelajaran siswa memahami materi yang di persentasikan olah guru. Siswa mampu melakukan seluruh kegiatan yang di berikan oleh guru penjas. 3) fasilitas kerja, sub aspek ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran, tidak semua sekolah memiliki sarana berdasarkan materi yang di ajarkan dan satu sekolah guru kurang kreatif dalam memodifikasi sarana.4). Peraturan, sub aspek peraturan dalam proses pembelajaran, berdasarkan tanggapan siswa, mereka tidak semua memakai seragam olahraga, walaupun guru menerapkan aturan tersebut. 5). Komite sekolah. Sub aspek keberadaan komite sekolah, ada beberapa siswa yang tidak tahu tentang komite sekolah dan fungsi dari komite sekolah. 6). Masyarakat. sub aspek dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan KTSP, berdasarkan tanggapan siswa tidak semua sekolah mendapat dukungan dari masyarakat dalam proses pelaksanaan KTSP. b. Input Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Pelaksanaan KTSP, masih ada siswa yang belum paham tentang KTSP. 2). Rancangan pembelajaran KTSP, guru mampu merancang perangkat pembelajaran.3). Strategi pembelajaran, guru melakukan berbagai upaya sehingga proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan yang di harapkan. c. Process Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Kelemahan KTSP, kelemahan dari penerapan KTSP adalah kendala dari sarana dan prasarana untuk proses pembelajaran. 2). Kelebihan dari KTSP, KTSP membuat siswa lebih kreatif dan inofatif dalam proses pembelajaran. d. Product Berdasarkan indicator ditinjau dari beberapa aspek :1). Hasil belajar, perubahan hasil belajar menurut guru penjas lebih meningkat dari segi prestasi akademik maupun prestasi olahraga. Pembahasan Penelitian 1. Context Berdasarkan hasil evaluasi penerapan KTSP ditinjau dari tahap context, terdapat 6 aspek yang dievaluasi terdiri dari: guru, siswa, fasilitas, peraturan, komite sekolah dan masyarakat. Dari keseluruhan aspek tersebut semuanya mendukung penerapan KTSP yang dapat di tinjau berdasarkan hasil tanggapan dari kepala sekolah, guru penjas dan siswa. 2. Input Berdasarkan hasil evaluasi penerapan KTSP ditinjau dari tahap input, terdapat 1 aspek yang dievaluasi terdiri dari: pelaksanaan KTSP, rancangan

pembelajaran dan strategi yang dilakukan berdasarkan tanggapan kepala sekolah, guru penjas dan siswa, penerapan ditinjau dari segi input, mengarah kepada pembenahan dari proses pembelajaran. 3. Process Berdasarkan hasil evaluasi penerapan KTSP ditinjau dari tahap proses, terdapat 2 aspek yaitu kelemahan dan kelebihan, dari aspek kelemahan kendala dalam pelaksanaan KTSP yang sering di hadapi adalah sarana dan prasarana. Kelebihan di tinjau dari pengembangan KTSP , adanya pengembangan model-model pembelajaran. 4. Product Berdasarkan hasil evaluasi penerapan KTSP ditinjau dari tahap produk, di tinjau dari aspek hasil belajar maka perubahan hasil belajar siswa mengarah kepada peningkatan hasil. Tanggapan dari guru dan kepala sekolah bahwa KTSP bisa terus di lanjutkan penerapan kurikulum ktsp adalah tepat, hanya saja didalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kondisi daerah dan frekuensi fasilitas yang ada, tidak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Menurut Sukmadinata ( 1997 : 27) Hasil hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guruguru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. Berdasarkan Hasil pembahasan dan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa Evaluasi KTSP Model CIPP memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya, maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan secara mendasar, menyeluruh, dan terpadu. Bersifat mendasar, karena mencakup guru, siswa, fasilitas, peraturan, komite sekolah, dan masyarakat. Bersifat menyeluruh karena evaluasi juga difokuskan pada seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan dan pengimplementasian kurikulum. Bersifat terpadu karena proses evaluasi ini melibatkan seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan terutama siswa. Kesimpulan Adapunkesimpulan secara umum Evaluasi Model Cipp Pada Implementasi KTSP Pembelajaran pendidikan jasmani SMA Negeri Kabupaten Aceh Besar telah berjalan dengan baik (sistematik, terencana, teratur, dan berkesinambungan), baik pada tahap context, input, prosess maupun product. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Syahril

17

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

1. Dalam evaluasi context pada implementasi KTSP sudah berjalan dengan baik, di tinjau dari guru, siswa, fasilitas, peraturan, komite dan masyarakat dalam mendukung terwujudnya pelaksanaan KTSP, khususnya mata pelajaran pendidikan jasmani. 2. Dalam evaluasi inputpada Implementasi KTSP, kurikulum KTSP sudah berjalan sesuai aturan yang ada di sekolah. ditinjau dari aspek pelaksanaan, rancangan, dan strategi pembelajaran berdasarkan KTSP. 3. Dalam evaluasi proses pada Implementasi KTSP kendala dalam Pelaksanaan KTSP kurangnya sarana dan prasarana olahraga. Pengembangan dalam proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik dengan menciptakan model-model pembelajaran. 4. Dalam evaluasi Product pada Implementasi KTSP sudah berjalan dengan baik, ditinjau dari hasil belajar dan peningkatan pada prestasi akademik dan olahraga. Ditinjau dari evaluasi kurikulum KTSP dapat di lanjutkan. Daftar Pustaka Aqib, Zainal (2009) Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional, Bandung: Yama Widya. Arikunto, Suharsimi dan Abdul Jabar, Cepi Safruddin (2009) Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Edisi Kedua. Jakarta:Bumi Aksara. Arifin, Zainal (2009) Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya. Daryanto (2010) Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Departemen Pendidikan Nasional (2003) Standar Kompetensi. Jakarta: Dekdiknas

18

Syahril

Hasan, Hamid (2008) Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rodaskarya. Joanne L Sobeck ect (2005) Lessons Learned From Implementing School-Based Substance Abuse Prevention Curriculums. Departement Of Psychiatry: Wayne State University. Kunandar (2007) Guru Professional. Jakarta:Raja Grafindo Persada. Marlis, Alen dkk. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pembelajaran Pendidikan jasmani. 2warna design & offset. Moleong, Lexy (1989) Metodologi Penelitiaan Kualitatif. Remaja Rosda karya, Bandung Mulyasa, E (2010) Implementasi KTSP Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah Cetakan Keempat. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, (1986) Didaktik Asas Mengajar. Bandung: Jemmars. Lutan, Rusli et. al (2004) Supervisi Pendidikan Jasma ni Konsep dan Praktik. Jakarta: Depdiknas dan Ditjen Olahraga. Serambi, Indonesia (2012) Dikutip pada tanggal 13 Maret 2012 jam 12 :05 wib Sukardi(2009) Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara Sukmadinata, Nana, Syaodih ( 1997)Pengembangan Kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya. Sugiyono (2010) Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D ). Bandung: Alpabeta Usman,Moh.Uzer (2009) Menjadi Guru Profesional Edisi Kedua. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

KONTRIBUSI TINGGI BADAN, BERAT BADAN, LINGKAR PAHA DANPANJANG TUNGKAI DENGAN KETERAMPILAN BERMAIN SEPAKBOLA SISWA SEKOLAH SOSIAL OLAHRAGA REAL MADRID ACEH

Darkani*) Abstrak: Kemampuan bermain sepakbola dipengaruhi oleh faktor psikologis dan faktor fisiologis. faktor fisiologis, yaitu organ fisik yang dalamnya tinggi badan, berat badan, lingkar paha dan panjang tungkai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinggi badan, berat badan, lingkar paha kontribusipanjang tungkai dengan keterampilan bermain sepakbola Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh. Populasi penelitian ini seluruh atlet Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh. Berdasarkan acuan Pengambilan sampel dilakukan secara purporsive sampling dengan jumlah sampel 21 orang.Hasil analisis data dapat diperoleh hasil rata-rata tinggi badan sebesar 165, berat badan 55,047, lingkar paha 50,5238, Koefisien korelasi panjang tungkai (X1) dengan keterampilan bermain sepakbola (Y) sebesar 0,77, dengan r hitung > r tabel (0,77 > 0.433) sehingga terdapat kontribusi antara X1 dengan Y. Tinggi badan, berat badan, lingkar paha terdapat kontribusipanjang tungkai dengan keterampilan bermain sepakbola Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh. Kata kunci:Antropomertik, Keterampilan, Bermain Sepakbola Pendahuluan Latihan fisik yang terarah, teratur, terprogram dan terukur seperti yang dilakukan oleh para atlet dapat mempengaruhi struktur dan perkembangan fungsional badan. Latihan fisik yang berbeda akan menyebabkan perubahan struktur dan juga perkembangan fungsional yang berbeda apabila dilakukan dalam waktu lama dan terus menerus. Keadaan ini semakin jelas terlihat di antara atlet-atlet dengan cabang olahraga yang berbeda. Pada atlet sepakbola yang sering menggunakan kemahiran tungkai dan kaki, akan mempunyai struktur dan perkembangan fungsional yang berbeda dengan atlet olahraga lainnya yang lebih banyak menggunakan kemahiran bagian tubuh lain, seperti atlet tinju misalnya yang banyak menggunakan kemahiran lengan dan tangan dalam permainannya. Menurut Radiopoetro (1992:18) kekuatan yang diperlukan pada olahraga sepakbola adalah kekuatan eksplosif, karena pada olahraga sepakbola ada kontak fisik antar pemain, maka berat badan harus cukup, supaya tidak mudah kehilangan keseimbangan. Cara larinyapun sedemikian rupa dengan daya tahan yang diperoleh dengan latihan interval. Menurut Jacob (1991:26) biomassa kesebelasan penting dalam olahraga sepakbolayaitu pada pemain body charge, tackling, duel heding dan pada shooting, di samping harus berpinggul lebar dan berakhiskel dengan kapasitas vital yang tinggi serta somatopipe yang sesuai. Upaya peningkatkan kemampuan atlet dalam olahraga sepakbola seperti pada pemain Real Madrid Aceh tentunya harus memperhatikan antropometri atlet yang bersangkutan. Ini disebabkan antropometri seseorang atlet tidak hanya menentukan keberhasilan program latihan sepakbola yang diberikan oleh

pelatih. Akan tetapi juga dapat menentukan keberhasilan atlet dalam meningkatkan keterampilan mereka dalam olahraga sepakbola. Mengacu pada uraian di atas, kiranya perlu diadakan penelitian tentang kontribusi kondisi tinggi badan, berat badan, lingkar paha dan panjang tungkai. Agar memiliki keterampilan bermain sepakbola yang baik. Ini disebabkan karena antropometri permainan sepakbola untuk pemain Real Madrid Aceh masih kurang. Selain itu, antropometri mereka juga berbeda baik jika dilihat dari tinggi badan, panjang tungkai, panjang betis dan faktor fisik lainnya. Menjadi pertanyaan adalah, apakah kemampuan pemain dalam olahraga sepakbola terkait dengan antropometri pemain itu sendiri. Kerangka Teoritis Indek massa tubuh Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter(kg/m2). Interpretasi Indeks Massa Tubuh (IMT) tergantung pada anak-anak dan remaja. Berbeda dengan orang dewasa, Indeks Massa Tubuh (IMT) pada anak berubah sesuai umur dan sesuai dengan peningkatan panjang dan berat badan. Baru-baru ini The Centers for Disease Control(CDC) mempublikasikan kurva IMT. Pengertian Lingkar Paha Paha merupakan salah satu bagian tubuh manusia yang menyangga agar dapat berdiri. Menurut Ali (2000: 280), paha adalah bagian dari tubuh manusia mreupakan bagian dari kaki dari lutut ke atas. Jika ditinjau dari bagian-bagian otot dan rangka, paha

Darkani

19

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

merupakan bagian tubuh yang terletak antara patela dan ligamen inguinal (bagian depan paha) serta antara ruang popliteal dan lipatan gluteal (bagian belakang paha) (Pearce, 2001: 40). Paha manusia sebagaimana bagian-bagian tubuh lain, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Besar kecilnya paha seseorang tergantung pada berat ringannya kerja otot. Paha yang sering digunakan untuk berlari, akan berbeda dengan paha yang hanya digunakan untuk berjalan. Otot paha yang digunakan untuk berlari akan lebih besar, karena lebih sering berkontraksi dan bekerja lebih berat. Pemain sepakbolarata-rata memiliki paha yang lebih besar, karena otot harus selalu berkonsentrasi lebih banyak. Untuk mengetahui besar kecilnya paha dapat dilakukan pengukuran anthropometri, dengan cara menarik pita meteran mengelilingi paha. Jadi yang diukur adalah besar kecilnya lingkar paha. Pengertian Panjang Tungkai Panjang tungkai adalah jarak vertikal antara telapak kaki sampai dengan pangkal paha yang diukur dengan cara berdiri tegak. Panjang tungkai merupakan panjang antara pinggul sampai telapak kaki. Panjang tungkai sebagai bagian dari postur tubuh memiliki hubungan yang sangat erat dalam kaitannya sebagai pengungkit disaat menendang bola. Panjang tungkai sebagai salah satu anggota gerak bahwa memiliki peran penting dalam unjuk kerja olahraga. Tungkai yang panjang akan mnguntungkan bagi atlet pada saat bergerak kedepan, sehingga tidak banyak energi yang dikeluarkan. Sebagai anggota gerak bawah, panjang tungkai berfungsi sebagai penopang gerak anggota tubuh bagian atas, serta penentu gerakan baik dalam berjalan, berlari, melompat maupun menendang.Panjang secara klinis diukur dari ujung maleolus medial sampai ke sisi medial patela. Maleolus medial berada di subkutan. Ujungnya terletak pada bidang yang berada di anterior dan di atas ujung maleolus lateral. Tendo m.fleksor digitorum teraba di belakang maleolus. Permukaan subkutan bagian bawah fibula berbentuk segitiga yang dapat diraba dan melanjut sebagai permukaan lateral maleolus lateral. Ujung maleolus lateral kira-kira satu sentimeter lebih distel dari pada ujung maleolus medial dan letaknya lebih posterior. Otot-otot tungkai yang merupakan otot-otot anggota gerak bagian bawah yang terdiri dari sebagian otot serat lintang atau otot rangka (Peace, 2001: 33). Terkait dengan menendang dimana tungkai mempunyai peran yang sangat penting, memang untuk saat ini panjang tungkai belum jadi standar dalam pemilihan atlet, akan tetapi dapat dipungkiri bahwa panjang tungkai mempunyai andil yang tidak sedikit terhadap pencapaian prestasi atlet. Hakikat Permainan Sepakbola Pada hakikatnya permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang menggunakan bola

20

Darkani

sepak. Sepakbola dimainkan dilapangan rumput oleh dua regu yang saling berhadapan dengan masingmasing regu terdiri dari sebelas pemain. Tujuan permainan ini dimainkan adalah untuk memasukkan bola kegawang lawan sebanyak banyaknya dan berusaha mempertahankan gawang sendiri dari serangan lawan. Menurut muhajir (2007:22), “Sepakbola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan jalan menyepak, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola kegawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut agar tidak kemasukan bola”. Menurut Luxbacher (2008: 2) menyatakan bahwa pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang dan berusaha menjebol gawang lawan. Menurut Sukintaka, dkk. (1979: 103), bahwa sepakbola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan jalan menyepak bola. Bola disepak kian kemari untuk diperebutkan di antara pemain-pemain, yang mempuyai tujuan untuk memasukkan bola ke dalam gawang lawan. Menurut Luxbacher (1998: 2), bahwa di dalam pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan sebuah gawang dan mencoba mencetak gol ke gawang lawan. Keterampilan Bermain Sepakbola Dalam permainan sepakbola kedua kebugaran tersebut yaitu : kebugaran yang berkaitan dengan keterampilan dan kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan memiliki peranan penting dan kedua – duanya harus dijadikan sebagai hal yang mutlak diprioritaskan. Aspek kebugaran yang berkaitan dengan keterampilan dalam bentuk kelincahan, koordinasi, dan kecepatan merupakan gerakan yang banyak dilakukan pemain sepakbola, baik dalam melakukan gerakan – gerakan teknik menggiring bola sambil berlari maupun strategi berlari mencari tempat kosong tanpa menggiring bola sehingga komponen – komponen tersebut sangat perlu dilatih dan dikembangkan secara maksimal. Keterampilan diterjemahkan dari istilah skill, yang dalam dunia olahraga ditandai oleh adanya aktivitas fisik yang bukan hanya melibatkan otot – otot besar saja, namun juga melibatkan otot – otot halus dalam melakukan gerakan. Aktivitas keterampilan dalam olahraga berbeda – beda antara satu cabang olahraga dengan cabang olahraga lainnya. Idealnya pemain sepakbola harus dapat menguasai berbagai keterampilan teknik, pemain yang terampil dengan sendirinya dia akan mudah dan leluasa dalam memainkan bola, baik secara individual maupun beregu. Kesebelasan yang banyak memiliki materi pemain dengan keterampilan tinggi, biasanya akan mampu menyajikan permainan yang enak ditonton karena kualitas permainannya, menurut Snayers (1989: 24 ) ” bahwa mutu permainan kesebelasan

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

salah satunya ditentukan oleh penguasaan teknik dasar oleh setiap pemain. Kondisi Fisik dalam Bermain Sepakbola Berkenaan dengan pembinaan kondisi fisik untuk meningkatkan kesegaran jasmani, kita perlu mengenal beberapa unsur-unsur kesegaran jasmani yang perlu dilatih. Unsur-unsur kesegaran jasmani tersebut antara lain: kekuatan, kecepatan, daya tahan otot jantung clan paru-paru, kelincahan, daya ledak (power) clan kelentukan. Pada buku Pendidikan Jasmani jilid 1 clan 2 telah dipaparkan mengenai unsur-unsur kebugaran jasmani tersebut. Pada buku Pendidikan Jasmani jilid 3 ini akan dipaparkan mengenai salah satu latihan kondisi fisik cabang olahraga sepak bola. Harsono (1988: 153) yang mengemukakan bahwa : “Sukses dalam olahraga sering menuntut keterampilan yang sempurna dalam situasi stress fisik yang tinggi, maka semakin jelas bahwa kondisi fisik memegang peranan penting dalam meningkatkan prestasi atlet.” Kondisi fisik haruslah dilatih dengan porsi yang lebih banyak pada waktu awal-awal latihan. Harsono (1988:154) mengemukakan bahwa:”Banyak tekanan harus diberikan pada perkembangan tubuh secara keseluruhan yang secara teratur harus ditambah intensitasnya. Dalam pre-season, yaitu musim latihan jauh sebelum pertandingan, berbagai komponen kondisi fisik harus dilatih agar pada waktu atlet memasuki musim-musim latihan berikutnya yaitu early danmidseason, dia sudah mencapai kondisi fisik yang baik” Prosedur Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi (cerrelasion research). Penelitian korelasi merupakan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya kontribusi antara dua variabel, besar tidaknya kontribusi dua variabel tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Sudjana, 2006:63). Penelitian korelasi adalah penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya kontribusi antara dua atau beberapa variabel dan keeratan kontribusi tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi. Populasi adalah keseluruhan subjek yang memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang sama. Dalam penelitian ini populasi penelitian adalah seluruh siswa sekolah sosial olahraga Real Madrid Aceh yang berjumlah 125 orang. Sampel adalah sebanyak 21 orang. Teknik pengumpulan data yaitu mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar paha dan panjang tungkai dan tes keterampilan sepakbola. Analsis datamenggunkan rumus korelasi product moment Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa: Rata-rata Indeks Massa Tubuh Siswa Sekolah Sosial Olahraga

Real Madrid Aceh adalah 22,517 berdasarkan grafik presentil Indeks Massa Tubuh berdasarkan usia dan jenis kelamin, siswa mempunyai kategori tubuh yang normal, ini bermakna bahwa Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh mempunyai keadaan tubuh yang normal. Berdasarkan perhitungan data, Rata-rata Lingkar Paha Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh adalah 50,52. Merujuk dari ukuran lingkar paha per individu Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh setelah dibandingkan dengan rata-rata lingkar paha siswa maka dapat digambarkan bahwa Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh mempunyai lingkar paha diatas rata-rata.Berdasarkan panjang tungkai memberikan kontribusi (sumbangan) sebesar 59,29% terhadap Keterampilan Bermain Sepakbola. Sehingga 59,29% maka dapat di simpulkan terdapatkontribusi panjang tungkai terhadap keterampilan bermain sepakbola pada siswa sosial olahraga Real Madrid Aceh, oleh karena itu pengembangan dan peningkatan panjang tungkai harus mendapat perhatian khusus dalam permainan sepakbola yang dilakukan dengan teratur dan terarah. Tungkai sebagai penopang tubuh dalam segala aktivitas merupakan aspek penting dalam melakukan untuk kerja menendang. Penempatan kaki tumpu yang dilakukan dengan cara yang benar dengan menggunakan ayunan yang cepat dan kuat, serta didukung panjang tuas akan memberikan hasil yang optimal. Panjang tungkai dipengaruhi oleh proporsi tubuh seseorang didasarkan pada aspek keturunan atau genetika. Sebagai penunjang gerakan dalam unjuk kerja menendang, tungkai yang panjang memberikan keuntungan relatif lebih baik dibandingkan dengan tungkai yang pendek. Ini seperti yang dikemukakan oleh Radioputro (1991:143) bahwa Suatu subyek yang bergerak pada ujung radius yang panjang akan memiliki kecepatan linier lebih besar daripada subyek yang bergerak pada ujung radius yang pendek. Seandainya kecepatan angulernya dibuatkonstan maka panjang radius makin besar daripada kecepatan liniernya. Jadi lebih menguntungkan kalau digunakan pengukit yang panjang. Untuk member kecepatan linier pada obyek dengan kekuatan panjang pengukit tersebut tidak mengorbankan kecepatan angulernya Panjang tungkai merupakan faktor penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya seorang pemain sepakbola untuk melakukan keterampilan dasar bermain sepakbola khususnya menendang, berlari dan melompat. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis mengenai Kontribusi Tinggi Badan, Berat Badan, Lingkar Paha dan Panjang Tungkai dengan Keterampilan Bermian Sepakbola

Darkani

21

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh, maka penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis data berat badan dan tinggi badan dapat digambarkan bahwa Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh mempunyai keadaan tubuh yang normal. 2. Merujuk dari ukuran lingkar paha per individu Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh setelah dibandingkan dengan rata-rata lingkar paha siswa maka dapat digambarkan bahwa Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh mempunyai lingkar paha diatas rata-rata 3. berdasarkan analisis korelasi panjang tungkai dengan keterampilan bermain sepakbola dapat disimpulkan terdapat kontribusi Panjang Tungkai dengan Keterampilan Bermain Sepakbola Siswa Sekolah Sosial Olahraga Real Madrid Aceh dengan kontribusi sebesar 50,5238%. Daftar Pustaka Amir, Nyak (2010) Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Olahraga Suatu Pendekatan Praktis. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, S (1997) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta. Arisman (2004) Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC Bompa (1994) Theory and Metodolgy Trining. Tesis. Universitas Negeri Semarang Harsono (1998). Coaching dan Aspek-aspek dalam Coaching. Depdikbud Dirjen Dikti, Jakarta. Kosasih, E (1993)Olahraga dan Program Latihan. Jakarta : Akademika Persindo.

22

Darkani

Lutan, Rusli dkk (1991)Manusia dan Olahraga. Bandung: FPOK Luxbacher (1997) Sepakbola. Jakarta: Raja Grafindo Persada Nazir. Muhammad (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurhasan (2000)Tes dan Pengukuran Keolahragaan. Bandung: FPOK IKP. Osman, Noorzaliza (2008) Profil Antropometri Pemain Bola Jaring Majlis Sukan Sekolah Malaysia Bawah Umur 18 Tahun Tesis. Universiti Putra Malaysia. Pearce, Evelin (2001)Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia. Radiopoetro (1992). Kineasiologi dan Body Mechanies. Dirjen Pemuda dan Olahraga Depdikbud : Jakarta Saifuddin (2001). Studi Korelasi Antara Kekuatan Otot Tungkai, Kecepatan Lari, dan Kelentukan Togok dengan keterampilan Dasar Bermain Sepakbola Pada Club Ban Timoh Banda Aceh. Universitas Negeri Jakarta. Sudjana (1996), Metode Statistika. Bandung: CV. Tarsito. Soedjono. (1985). Sepakbola, Taktik dan Kerjasama. Yogyakarta: Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat.

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

ANALISIS KINERJA DAN PENGETAHUAN GURU PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN SEKOLAH DASAR KABUPATEN ACEH BESAR

Fanny Sayudi*) Abstrak: Guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan memiliki peran penting, berposisi strategis, dan bertanggung jawab dalam Pendidikan Nasional. Guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan memiliki tugas sebagai pendidik, pengajar, dan pembina.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan pengetahuan guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan Sekolah Dasar Kabupaten Aceh Besar. Populasi dan sampel guru pendidikan dan kepala sekolah Kabupaten Aceh Besar Hasil penelitian diperoleh kinerja guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatanSekolah Dasar Kabupaten Aceh Besar sangat baik dengan persentase sebesar 93,20 %,Sedangkan pengetahuan guru sangat rendah. Kata Kunci: Kinerja, Pengetahuan, Guru,Pendidikan Jasmani Pendahuluan Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu Sistem Pendidikan Nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab ini tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003. Sardiman (2005) mengemukakan bahwa “Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan, oleh karena itu guru merupakan salah satu unsur dibidang kependidikan harus berperan secara aktif dan dapat menempatkan kedudukannyan sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru bukan semata-mata sebagai pengajar atau pendidik yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menutun siswa dalam kegiatan belajar mengajar belajar. Keberhasilan disekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan guru dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik, guru memiliki sifat dan perilaku yang berbeda, ada yang bersemangat dan penuh tanggung jawab, juga ada guru yang dalam melaksanakan pekerjaan itu tanpa dilandasi rasa tanggung jawab, selain itu ada juga guru yang sering membolos mengajar, datang tidak tepat waktunya dan tidak mematuhi peraturan atau etika yang telah diterapkannya. Kondisi guru seperti itulah yang

menjadi masalah disetiap lembaga Pendidikan formal maupun non formal. Dengan adanya guru yang mempunyai kinerja rendah, sekolah akan sulit untuk mencapai visi dan misi sekolah tersebut. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari sistem Pendidikan secara keseluruhan. Pelaksanaan Pendidikan Jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan Pendidikan tersebut. Tujuan Pendidikan Jasmani bukan aktivitas Jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi aktivitas siswa di saat melakukan pendidikan jasmani di sekolah.Guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan memiliki peran penting, berposisi strategis, dan bertanggung jawab dalam Pendidikan Nasional. Guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan memiliki tugas sebagai pendidik, pengajar, dan pembina. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Sedangkan mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Membina berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan fisikal kepada siswa. Semua komponen tersebut menuntut kinerja dan pengetahuan guru yang tinggi. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan dibeberapa sekolah dasar yang ada di Kabupaten Aceh Besar yaitu pada awal bulan September 2012 Analisis situasi secara umum kinerja dan pengetahuan guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan olahraga dan kesehatan di Kabupaten Aceh Besar, dari hasil observasi atau survei awal yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: Pengamatan penulis terhadap kegiatan pembelajaran dapat dikemukakan beberapa kelemahan antara lain yaitu: ada beberapa guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan jarang menggunakan RPP sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran di saat terjadinya proses belajar mengajar. RPP adalah Skenario Pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum proses pelaksanaan pembelajaran dimulai.

Fanny Sayudi

23

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Masih ada guru Pendidikan Jasmani olahraga dan kesehatan cenderung menekankan proses pembelajaran pada penguasaan keterampilan cabang olahraga. Pendekatan yang dilakukan seperti halnya pendekatan pelatihan olahraga. Dalam pendekatan ini, guru menentukan tugas-tugas ajarnya kepada siswa melalui kegiatan fisik tidak ubahnya seperti melatih suatu cabang olahraga. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pengajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sebagai wahana pendidikan dalam rangka pengembangan pribadi anak seutuhnya. Diperlukan untuk mengungkap kinerja dan pengetahuan guru pendidikan jasmani dan kesehatan Sekolah Dasar. Prosedur Penelitian Jenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian ini kepala sekolah dan guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar Kabupaten Aceh Besar. Instrumen yang digunkan format observasi, angket, dan wawancara, sedangkan analisis data menggunakan rumus mencari persentase. Hasil dan Pembahasan Penelitian Kinerja Guru Berdasarkan hasil data persentase jawaban angket diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan Kinerja guru Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Sekolah Dasar Kabupaten Aceh Besar sangat baik, ini tercermin dari pilihan alternatif jawaban pada angket, dimana jawaban “ya” dipilih oleh rata-rata guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Aceh Besar dengan persentase sebesar 93,20 %. Berdasarkan hasil data wawancara diatas maka peneliti dapat menyajikan data mengenai Kinerja guru-guru pendidikan jasmani Kabupaten Aceh Besar meliputi aspek kualitas kerja, ketepatan bekerja, inisiatif, kemampuan, dan komunikasi. Berdasarkan aspek-aspek tersebut peneliti dapat melihat kinerja Guru Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sangat baik, ini terungkap dari hasil jawaban KepalaKepala sekolah yang bahwa guru-guru pendidikan jasmani memperlihatkan disiplin waktu yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan alokasi jam pelajaran pendidikan jasmani yang maksimal, selanjutnya indikasi kinerja guru penjasorkes baik terlihat dari mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran guru-guru pendidikan jasmani mengemas isi materi sampai pada pelaksanaan evaluasi.Guru-guru pendidikan jasmani memperlihatkan kualitas kerja yang tercermin dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani yang berupaya dalam pengadaan sarana prasarana pendidikan jasmani dengan cara memodifikasi alat sebagai bentuk identifikasi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya pelaksanaan

24

Fanny Sayudi

pembelajaran pendidikan jasmani, hal ini dibenarkan oleh beberapa kepala sekolah ketika ditanyai tentang itu. Kepala sekolah juga menjelaskan bahwa guru pendidikan jasmani dalam pembelajaran sudah baik dengan menggunakan metode dan strategi mengajar, tapi penulis tidak mendapat informasi lebih lanjut karena para kepala sekolah hanya sekedar menyebutkan saja menggunakan berbagai metode dan strategi mengajar. Komunikasi yang baik antara guru pendidkan jasmani dengan para siswa, kepala sekolah, rekan guru sudah baik sehingga tidak terkesan saling memaksakan kehendak dalam penyampaian ide/gagasan dan dalam menerima atau memberikan masukan untuk meningkatakan kinerja yang baik. Pengetahuan Guru Berdasarkan hasil data wawancara maka peneliti dapat menyajikan data mengenai Pengetahuan guru-guru pendidikan jasmani Kabupaten Aceh Besar meliputi aspek memahami, mengetahui, menganalisis, mensintesis serta mengevaluasi berdasarkan konsep keilmuan pendidikan jasmani. Berdasarkan aspekaspek tersebut peneliti dapat melihat pengetahuan guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan Kabupaten Aceh Besar belum memadai atau kurang, ini terungkap dari hasil jawaban Kepala sekolah yang bahwa guru pendidikan jasmani hanya sebatas mengetahui, namun belum sepenuhnya memahami, serta dapat mengaplikasikan ruang lingkup, tujuan, serta fungsi dari pendidikan jasmani, indikasinya dapat terlihat bagaimana kemampuan guru dalam mengaplikasikan konsep gerak dilapangan, mereka mengajar masih menganut pragmatisme, sebenaranya guru-guru di Kabupaten Aceh Besar sangat aktif dalam mengajar ini terlihat dari kedisiplinan dan tingkat kinerja yang baik, ini tercermin dari jawaban guru penjasorkes yang bersangkutan bahwa bisa disimpulkan guru pendidikan jasmani belum menyadari peranan dan fungsi pendidikan jasmani di sekolah, sehingga proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata, sehingga terkesan pendidikan olahraga. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan oleh beberapa guru pendidikan jasmani belum sepenuhnya mengemas dalam bentuk permainan tetapi layaknya melatih olahraga atau penguasaan teknik-teknik dasar olahraga. Hasil dari jawaban wawancara dengan Guru Penjasorkes juga terungkap bahwa dalam mengevaluasi siswa mereka belum membuat instrumen penilaian menurut kriteria penilaan penjas, Sistem evaluasi yang digunakan guru-guru penjas hanya dimulai dengan pembuatan perangkat soal, dan pedoman penskoran dengan cara dikonsultasikan atau

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

menyadur pada rekan guru penjas yang karena belum merasa mampu dan percaya diri.

lain

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “analisis kinerja dan pengetahuan guru penjasorkes sekolah dasar Kabupaten Aceh Besar” maka dalam hal ini dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Kinerja guru Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Sekolah Dasar Kabupaten Aceh Besar sangat baik, baiknya kinerja guru penjasorkes SD Kabupaten Aceh Besar terungkap dari pilihan alternatif jawaban pada angket, dimana jawaban “ya” dipilih oleh rata-rata guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Aceh Besar dengan persentase sebesar 93,20 %. 2. Pengetahuan guru Pendidikan jasmani Sekolah Dasar Kabupaten Aceh Besar masih rendah. Hal ini tercermin dari tingkat memahami, menganalisis, mensintesis serta mengevaluasi ilmu pendidikan jasmani dalam proses pembelajaran disekolah. Daftar Pustaka Amir, Nyak (2006). Pembelajaran Pendidikan Jasmani Konsep dan Praktik.Aceh: University Press Sardiman (2005) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press Arikunto, S(1990). Dasar-dasar Evaluasiima Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi(2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Cholik M., Toho & Lutan, Rusli (1996) Pendidikan jasmani dan kesehatan.Jakarta: Depdiknas

Dirjen Dikti Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Hasibuan Melayu SP (2007) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara Husdarta (2009). Manajemen pendidikan Jasman. Bandung: Alfabetha Kusnandar(2007). Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam sertifikasi Guru. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Lutan, Rusli (1992) Manusia dan Olahraga. Seri bahan kuliah.Bandung:Institut teknologi bandung Meliono, Irmayanti, dkk (2007). MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. Mulyasa, E. (2007) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya Nasution. (1995) Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Prabu, Awar (2000) Manajemen Sumbe Daya Manusia. Bandung: Rosda Karya Riduwan (2010) Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta Sagala,S (2007) Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung: Alfabeta Satori, Djamman (2010) Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta Sudjana (2005)Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sudjana, Nana (1989) Penelitian dan Penilaian dalam Pendidikan. Bandung; CV Sinar Baru Sugiyono (2010) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung; Alfabeta Usman, Moh. Uzer (2003) Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya

Fanny Sayudi

25

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

HUBUNGAN PERSEPSI, MOTIVASI DAN KONSEP DIRI SISWA MADRASAH ALIYAH NEGERI DARUSSALAM TUNGKOB Junaidi*) Abstrak: Prestasi belajar pendidikan jasmanis dipengaruhi oleh faktor psikologis. Faktor psikologis yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah aspek persepsi, motivasi dan konsep diri. Tujuan penelitian untuk mengetahui keterkaitan ketiga variable yang dimasuk. Pendekatan penelitian menggunakan metode korelasional. Dari hasil penelitian, koefisien korelasi persepsi (X1) dengan prestasi belajar Penjasorkes (Y), sebesar 0,40 dengan rhitung> rtabel (0,40 > 0,349) sehingga terdapat hubungan X1 dengan Y. Koefisien korelasi motivasi (X2) dengan prestasi belajar Penjasorkes (Y) siswa sebesar 0,41, dengan rhitung> rtabel (0,41 > 0,349) sehingga terdapat hubungan X2 dengan Y. Koefisien korelasi konsep diri (X3) dengan prestasi belajar Penjasorkes (Y) siswa sebesar 0,45, dengan rhitung> rtabel (0,45 > 0,349) sehingga terdapat hubungan antara X3 dengan Y. Koefisien korelasi secara bersama-sama persepsi, motivasi dan konsep diri siswa dengan prestasi belajar Penjasorkes sebesar 0,719, untuk taraf kepercayaan 0,05 dan n = 32, dengan rtabel = 0.349 dan rhitung = 0,719 dapat disimpulkan bahwa rhitung> rtabel (0,179> 0,349). Sehingga terdapat hubungan persepsi, motivasi dan konsep diri siswa dengan prestasi belajar Penjasorkes di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013. Kata kunci: Persepsi, Motivasi, Konsep Diri , Prestasi Belajar Pendahuluan Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan pernah terlepas dari pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya. Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia baik individu maupun kelompok, baik jasmani, rohani, spiritual, material maupun kematangan berpikir, dengan kata lain pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam menghadapi berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.Pendidikan jasmani dalam kegiatan pendidikan menggunakan aktifitas gerak sebagai media pembelajaran. Bentuk-bentuk aktifitas yang lazim digunakan oleh siswa akan sesuai dengan muatan yang tercantum dalam kurikulum, dalam hal ini pendidikan jasmani di sekolah akan memuat cabang-cabang olahraga dengan tujuan untuk menggali potensi siswa.Pendidikan jasmani adalah suatu pendidikan yang menggunakan fisik atau tubuh sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, ehingga aktifitas penjasorkes sebagai kegiatan dalam pembelajaran penjasorkes, tujuan umumnya yaitu untuk meningkatkan keterampilan motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan sosial yang tersedia (Sunaryo, 2007:41). Pendidikan nasional pelaksanaannya telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam UU nomor 2 tahun 1989, pendidikan Nasional sebagai suatu sistem dalam pelaksanaannya harus dipahami sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu. Dari semua satuan dan kegiatan pendidikan, salah satu diantaranya adalah program pendidikan penjasorkes dan kesehatan (Penjasorkes) sebagaimana tertuang dalam bab IX pasal 39 butir 3, yaitu tentang isi kurikulum bahan

26

Junaidi

kajian pendidikan penjasorkes dan kesehatan serta merupakan salah satu bahan kajian kurikulum pendidikan.Selanjutnya dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pendidikan jasmani adalah pembelajaran yang melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar, sehingga proses kegiatan belajar tidak dapat dirasakan dengan waktu yang singkat, tetapi memerlukan periode tertentu dan perencanaan yang baik yang didukung oleh komponen-komponen pengajaran (Samatowa, 2006:53). Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya (Walgito, 2004:91).Persepsi dalam belajar berpengaruh terhadapdaya ingat, pembentukan konsep, serta pembinaan sikap. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki kemampuan untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Dan pada akhirnya persepsi mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta sikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut. Motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut, sehingga apapun model penyajian yang dilaksanakan untuk memebelajarkan siswa, siswa akan tetap termotivasi asalkan mereka melihat hubungan materi pelajaran yang disajikan itu dengan kepentingan dirinya pada saat sekarang atau masa yang akan datang (Soemanto, (1987:193).Dalam motivasi belajar setiap siswa satu dengan yang lainnya bisa jadi berbeda. Para pakar Behavioristik mengemukakan bahwa motivasi ditentukan oleh persekitaran. Guru merupakan persekitaran yang sangat berperanan pada proses pembelajaran, dan untuk meningkatkan motivasi pelajar dalam pelajaran merupakan tugas yang sangat penting bagi guru. Motivasi terdapat dua faktor yang dapat membuat siswa termotivasi untuk belajar, yaitu: pertama, motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan. Kedua, motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.Disetiap akhir periode pembelajaran selalu diadakan evaluasi, yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran. Hasil belajar yang diharapkan biasanya berupa prestasi belajar yang baik atau optimal namun dalam pencapaian prestasi belajar yang baik masih saja mengalami kesulitan dan hasil yang didapat belum dapat dicapai secara optimal.Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Madrasah Aliyah NegeriDarussalam Tungkob tahun pelajaran 2012/2013, dapat di gambarkan bahwa prestasi belajar Penjasorkes siswa sangat baik, ini tergambar dari nilai rata-rata prestasi belajar Pendidikan Jasmani siswa yang mampu melewati Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah tersebut adalah 7,5. Prosedur Penelitian Jenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian ini Siswa Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 sebanyak 127 siswa. Instrumen mengumpulkan data yaitu: dengan kuisioner persepsi, motivasi dan konsep diri yang dikembangkan oleh penulis yang terlebih dahulu divalidasi oleh pakar yang dalam hal ini adalah Dr. Nyak Amir, M.Pd dan Dr. Khairil, M.Si dan prestasi belajar melaui raport nilai akhir, sedangkan analisis data menggunakan rumus Koefisien Korelasi. Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis data hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis,

kemudian penulis menginterpretasikan data-data tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata Persepsi Siswa Madrasah Aliyah NegeriDarussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 96,54 dan berdasarkan tabel kriteria Persepsi, PersepsiSiswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 termasuk kedalam kriteria baik, kemudian rata-rata Motivasi Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 120,28 dan berdasarkan tabel kriteria Motivasi, MotivasiSiswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 termasuk kedalam kriteria baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata Konsep Diri siswa Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 139,31 dan berdasarkan tabel kriteria konsep diri, konsep dirisiswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 termasuk ke dalam kriteria baik. Kemudian berdasarkan pengumpulan data nilai raport untuk melihat prestasi belajar Penjasorkes siswa menunjukkan bahwa rata-rata nilai Penjasorkes Siswa di MAN Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 82,90 jika mengacu pada nilai KKM yang telah dibuat oleh sekolah yaitu 75 berarti Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 mempunyai prestasi belajar pendidikan jasmani yang baik. Analisis data untuk menemukan korelasi menunjukkan bahwa korelasi X1 dengan Y sebesar 0,40 dengan tHitung=2,457>ttabel=1,697 menunjukkan bahwa terdapat hubungan Persepsi dengan prestasi belajar Penjasorkes, dengan demikian untuk meningkatkan prestasi belajar Penjasorkes perlu memperhatikan aspek Persepsi karena tingkat Persepsi berhubungan dengan prestasi belajar Penjasorkes. Kemudian analisis data korelasi juga menunjukkan koefisien korelasi X2 dengan Y sebesar 0,41 dengan tHitung=2,469>ttabel=1,697 menunjukkan bahwa terdapat hubungan Motivasi dengan prestasi belajar Penjasorkes, sehingga untuk meningkatkan Motivasi belajar Penjasorkes juga perlu memperhatikan aspek Motivasi siswa karena Persepsi berhubungan dengan prestasi belajar Penjasorkes. Selanjutnya koefisien korelasi X3 dengan Y sebesar 0,45 dengan tHitung=2,822>ttabel=1,697 menunjukkan bahwa terdapat hubungan Konsep Diri dengan prestasi belajar Penjasorkes, dengan demikian untuk meningkatkan prestasi belajar Penjasorkes perlu memperhatikan Konsep Diri siswa karena Persepsi Belajar berhubungan dengan prestasi belajar Penjasorkes. Sedangkan koefisien korelasi X1, X2, X3, denganY sebesar 0,719 dengan Fhitung = 10,02 > dan nilai Ftabel,= 2,95 (Fhitung lebih besar dari Ftabel) hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan Persepsi, Motivasi dan Konsep Diri Siswa dengan Prestasi Belajar Penjasorkes pada Siswa-siswi di Madrasah

Junaidi

27

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil analisis data yang telah penulis lakukan maka dapat dideskripsikan bahwa bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Darussalam Tungkob Tahun pelajaran 2012/2013 berhubungan dengan tingkat Persepsi, keadaan Motivasi, dan Konsep Diri siswa dan hal tersebut sesuai denga teori Syah (2010:129) bahwa “prestasi belajar ditentukan oleh faktor fisiologis yaitu keadaan. Prestasi belajar juga ditentukan oleh faktor psikologis yang didalamnya terdapat aspek motivasi”. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis mengenai hubungan Persepsi, Motivasi dan Konsep Diri Siswa dengan Prestasi Belajar Penjasorkes di Madrasah Aliyah NegeriDarussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013, dapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Diperoleh rhitung>rtabel (0,40>0,34)terdapat hubungan persepsi dengan prestasi belajar pendidikan jasmani siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013, yang berarti hipotesis yang penulis ajukan bahwa “terdapat hubungan persepsi dengan prestasi belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013” diterima kebenarannya. 2. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan motivasi dengan prestasi belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 sebesar 0,41. Untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 32, dengan rhitung=0,41 dan rtabel = 0,349. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0,41>0,349) sehingga terdapat hubungan motivasi dengan prestasi Belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013, yang berarti hipotesis yang penulis ajukan bahwa “terdapat hubungan motivasi dengan prestasi belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013” diterima kebenarannya. 3. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan konsep diri dengan prestasi belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013 sebesar 0,45. Untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 32, dengan rhitung=0,45 dan rtabel = 0,349. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0,45 > 0,349) sehingga terdapat hubungan konsep diri dengan prestasi belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah

28

Junaidi

4.

Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013, yang berarti hipotesis yang pelulis ajukan bahwa “terdapat hubungan konsep diri dengan prestasi Belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013”, diterima kebenarannya. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan Koefisien korelasi secara bersama-sama Persepsi, Motivasi dan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013sebesar 0,719. Untuk taraf α = 0,05 dan n = 32, dengan rhitung = 0,719 dan rtabel = 0.349 dapat disimpulkan bahwa rhitung> rtabel (0,719> 0.349). Sehingga terdapat hubungan Persepsi, Motivasi dan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013. Dari penghitungan pengujian hipotesis diperoleh rhitung = 10,02 sedangkan pada taraf α = 0,05 dengan df1 = k 1 = 4 -1 = 3 sebagai pembilang dan df2 = n – k = 32 – 4 = 28 sebagai penyebut diperoleh nilai Ftabel = 2,95 yang artinya Fhitung = 10,02 > dari nilai rtabel = 2,95 (Fhitung lebih besar dari Ftabel). Berarti hipotesis yang penulis ajukan bahwa “terdapat hubungan Persepsi, Motivasi dan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Penjasorkes Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Tungkob Tahun Pelajaran 2012/2013” diterima kebenarannya.

Daftar Pustaka Arikunto, S (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Uno (2011) Teori Motivasi dan Pengukurannya, Analisis Pendidikan. Jakarta: Bumi Angkasa Calhoun dan Desmita (2009)Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Dalyono, M et al (1997)Psikologi Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press Mar’at (1981). Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya. Bandung: Ghalia Indonesia Mahendra, A(2009) Asas dan Falsafah Pendidikan Jasmani. Bandung: FPOK UPI Makmun, A (2010)PsikologiPendidikan. Bandung: UPI Riduwan (2008) Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan PenelitiPemula. Bandung: Alfabeta Rogers, S (2005) Teaching Through Play. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Budidharma, Pra

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Sobur (2003 ) Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Soemanto, W (1987) Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Sudjana (1992) Metode Statistka. Bandung: Tarsito. Sudjana (2009) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya. Sunaryo, E (2004) FisafatPendidikan Jasmani, Kesehatan Dan Rekreasi. Bandung: FPOK UPI Sutikno, M. S (2009) Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Melalui Penanaman Konsep Umum & Islami Slameto(2010) Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta

Syah,M(2010) .PsikologiPendidikan:DenganPendekatanBar u. Bandung: PT RemajaRosdakarya. Sadirman (2011) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, JAKARTA: PT RajagrafindoPersada.

Junaidi

29

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

HUBUNGAN MOTOR EDUCABILITY, INDEKS MASSA TUBUH DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PENJASORKES

Myrza Akbari*) Abstrak: Prestasi belajar pendidikan jasmani dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan psikologis. faktor fisiologis yaitu keadaan fisik yakni, motor educability dan indeks massa tubuh, sedangkan psikologis yakni motivasi dan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar tergambar baik baik, ini diketahuidari nilai rata-rata pendidikan jasmani siswa yang mampu melewati KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 7,5. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan Motor Educability (X1), Indeks Massa Tubuh (X2) dan motivasi belajar (X3) dengan prestasi belajar (Y) Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian ini penelitian deskriptif korelasional. Sampel 34 siswa SUPM Negeri Ladong. Instrumen yang digunakan motor educability test, indeks massa tubuh,, instrument motivasi belaja serta nilai raport siswa. Hasil analisis diperoleh terdapat hubungan X1 dengan Y dengan koefisien korelasi sebesar 0,48. Terdapat hubungan X 2 dengan Y dengan koefisien korelasi sebesar 0,65. Terdapat hubungan antara X3 dengan Y dengan koefisien korelasi sebesar o,35. Koefisien korelasi secara bersama-sama X1, X2, X3 dengan Y sebesar 0,88. Dengan rtabel=0.339 dapat disimpulkan bahwa rhitung> rtabel (0,88>0,339), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan Motor Educability, Indeks Massa Tubuh dan Motivasi Belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Kata Kunci: Motor Educability, Indeks Massa Tubuh, Motivasi Belajar, Prestasi Belajar Pendahuluan Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memiliki peranan yang relatif besar dalam membantu dan mengembangkan kemampuan siswa seperti kemampuan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Lutan (1988:15) menjelaskan bahwa: “Penjasorkes adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani. Tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, mencakup domain psikomotor, kognitif, dan afektif” Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat digambarkan bahwa Penjasorkes merupakan pendidikan yang mengaktualisasikan potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindakan dan kemampuan gerak menuju kebulatan pribadi yang seutuhnya. Penjasorkes juga memberi sumbangan positif dan efektif dalam membantu mewujudkan tujuan-tujuan yang menyangkut kerjasama, pengambilan keputusan, keterampilan motorik, kebugaran jasmani dan pengetahuan tentang gerakan manusia. Ciri khas dalam pembelajaran Penjasorkes yaitu proses pembelajaran melalui gerak atau keterampilan gerak. Gerak yang bermakna proses pendidikan dalam bentuk pembelajaran gerak yang berdimensi luas tidak hanya pada pembekalan kemampuan gerak, tetapi juga pembelajaran gerak dalam dimensi kebugaran jasmani, pertumbuhan dan perkembangan, dan gerak dalam dimensi sosial termasuk pada upaya-upaya pencapaian kualitas hidup para siswa, sehingga untuk dapat menguasai gerak-gerak baru yang cepat, siswa harus memiliki Motor Educability yang baik, ini sesuai dengan pendapat Lutan (1988:115) “Motor Educability adalah suatu istilah yang cukup populer,

30

Myrza Akbari

karena berkenaan langsung dengan pengungkapan cepat lambatnya seseorang menguasai suatu keterampilan baru secara cermat”. Motor Educability dapat dijadikan acuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mempelajari keterampilan gerak yang baru, sehingga kedudukannya dalam suatu kerangka pembelajaran Penjasorkes menjadi penting, terutama dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi kemampuan gerak siswa, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap prestasi belajar Penjasorkes siswa tersebut. Kualitas gizi seseorang berpengaruh terhadap komposisi tubuh, komposisi tubuh juga berpengaruh terhadap kesehatan Hughes (2002:18) “Perubahan komposisi tubuh juga menyebabkan sakit dan memiliki keterbatasan untuk melakukan kegiatan sehari-hari”. kesehatan siswa kurang baik akan mengakibatkan kurang produktifnya siswa tersebut dalam beraktifitas fisik pada saat pembelajaran Penjasorkes yang pada akhirnya tentu saja berpengaruh terhadap prestasi belajar Penjasorkes siswa tersebut. Komposisi tubuh dapat diketahui dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau komposisi tubuh dan status gizi seseorang, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Pengukuran Indeks Massa Tubuh sangat penting dilakukan dan dipahami oleh guru Penjasorkes, dengan melakukan pengukuran Indeks Massa Tubuh dengan cermat dan sistematis guru penjasorkes juga

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

akan mengetahui perkembangan dan perubahan fisik baik itu anak didiknya yang dapat dilihat dari peningkatan berat badan ataupun tinggi badan. Selain itu, guru dapat pula mengetahui tentang tipe tubuh muridnya seperti: kekurangan berat badan, normal, kelebihan berat badan, dan kegemukan. Selain faktor jasmaniah, Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yaitu faktor psikis yang dalam hal ini adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang bertingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2006:1) bahwa, “motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah di tetapkan sebelumnya.” Motivasi ini sangat menarik untuk dipelajari dan diterapkan dalam proses belajar mengajar khususnya dalam Penjasorkes Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan tertentu. Gagne (2006:10) mengemukakan bahwa “belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabiltas baru”, Siswa belajar secara rutin, monoton, dan tidak ada variasi dalam proses pembelajaran akan mengakibatkan rasa jenuh, sehingga motivasi belajar siswa menjadi berkurang. Kejenuhan yang timbul sering membuat siswa merasa malas dan kurang bersemangat dalam hal belajar, untuk mengatasi timbulnya kejenuhan siswa, maka diharapkan guru atau pihak sekolah melakukan usahausaha yang dapat membangkitkan kembali motivasi siswa dalam belajar Berdasarkan uraian tersebut faktor-faktor seperti Motor Educability, Indeks Massa Tubuh dan motivasi belajar merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran penjas, ini dikarenakan Motor Educability, Indeks Massa Tubuh dan motivasi belajar mempengaruhi performa seorang anak dalam beraktifitas jasmani karena pada hakikatnya Penjasorkes adalah pendidikan yang berfokus pada aktifitas jasmani dan rohani, faktor tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap menentukan prestasi belajar penjas Prestasi belajar adalah gambaran keberhasilan seseorang dalam mewujudkan kemampuan yang dimilikinya. Prestasi belajar tersebut dapat berupa perubahan perilaku, perubahan dalam pola kepribadian. Sebagai wujud konkrit dapat dilihat dalam bentuk nilai atau angka-angka seperti halnya dalam laporan hasil prestasi belajar siswa (raport).

Prinsip belajar tuntas yang berlaku pada saat sekarang ini merupakan gambaran awal dari prestasi belajar minimal yang harus dicapai oleh siswa pada tiap semesternya yakni dengan adanya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk setiap mata pelajaran, begitu pula dengan pelajaran Penjasorkes. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong Aceh Besar adalah sekolah kejuruan yang khusus mendidik siswa untuk memiliki keahlian pada jurusan perikanan, sekolah tipe boarding school (sekolah berasrama) ini mempunyai tiga jurusan yaitu Teknologi Budidaya Perikanan, Teknika Perikanan Laut dan Nautika Perikanan Laut. Alasan penulis memilih sekolah ini sebagai sekolah sampel adalah karna faktor letak geografis sekolah tersebut yang memudahkan penulis menjangkau sekolah tersebut dan juga merujuk dari observasi awal penulis dilapangan dimana peneliti melihat minat siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar dalam mengikuti pembelajaran Penjasorkes sangat baik dan prestasi belajar Penjasorkes mereka secara umum juga sangat baik. Siswa mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan ketuntasan belajar Penjasorkes secara langsung, dengan kata lain siswa tidak harus menempuh proses remedial untuk ketuntasan pembelajarannya, hal ini terjadi karena siswa mampu memahami dan mahir dalam melakukan gerak-gerak yang diajarkan dalam materi-materi Penjasorkes, hal ini terjadi karena siswa-siswa tersebut rata-rata memiliki porsi tubuh yang proporsional, proporsionalitas ini diperoleh karena siswa-siswa dibiasakan dalam kegiatan sehariharinya selalu berhubungan dengan aktifitas fisik hal ini sesuai dengan yang dikatakan kepala sekolah sekolah tersebut bahwa pola pendidikan di SUPM lebih dekat ke semi militer, sedangkan prestasi belajar itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor psikologis faktor fisiologis juga sangat menentukan. Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong, dapat di gambarkan bahwa prestasi belajar Penjasorkes siswa sangat baik, ini tergambar dari nilai rata-rata Penjasorkes siswa yang mampu melewati KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 7,5. hasil yang baik ini tidak terlepas dari faktor fisiologis dan psikologis yang mempengaruhinya, hal ini juga sesuai dengan pendapat Syah (2010:129) bahwa prestasi belajar ditentukan oleh faktor fisiologis yaitu keadaan/kondisi fisik dan psikologis yang didalamnya terdapat aspek motivasi. tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan Motor Educability, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan motivasi belajar dengan prestasi belajar

Myrza Akbari

31

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Prosedur Penelitian Rancangan penelitian dapat dilihat dari gambar berikut ini

(X1 ) (X2

Y

) X3 ((X 1 )

)

Keterangan: ) X1 = Motor Educability X2 = Indeks Massa Tubuh X3 = Motivasi Belajar Y = prestasi belajar = Korelasi Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong Aceh Besar tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 336 siswa dengan perincian 236 siswa lakilaki dan 100 siswa perempuan. . Mengingat jumlah populasi yang besar, maka peneliti mengambil 10 % subyek dari keseluruhan populasi”. Berdasarkan acuan ini jumlah sampel diambil berdasarkan persentase tersebut sehingga didapat sampel 24 siswa laki laki dan 10 siswa perempuan sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 34 siswa. Teknis pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah memilih sampel secara acak baik pada kelompok siswa putera maupun puteri dari kelas X-XII sehingga diharapkan penelitian ini dapat merepresentasikan keadaan siswa SUPM ladong secara keseluruhan. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti cepat, lengkap, sistematis, sehingga lebih mudah diolah Arikunto (1998:91). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Motor Educability: Data Motor Educability siswa diperoleh dari tes Motor Educability dari Iowa Brace Tes yang terdiri dari 21 jenis item tes. Adapun macam-macam tes motor educability tersebut (Nurhasan 2000:109-114). 2. Indeks Massa Tubuh (IMT): Penentuan IMT dilakukan dengan mengukur berat badan, dan tinggi badan. Berat badan diukur dengan timbangan berat

32

Myrza Akbari

badan dan Tinggi badan di ukur dengan meteran pengukur tinggi berat badan. Berat badan dan tinggi badan dapat digunakan untuk mengukur tingkat Overweight responden dengan menggunakan standar BMI (Body Mass Index) sebagaimana yang dikutip oleh Nurhasan (2000:53) 𝐵𝑜𝑑𝑦 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 Berat badan kg = Tinggi Badan m . Tinggi Badan(m) Batas berat badan normal pada anak dapat kemudian di interpretasikan menggunakan kurva Indeks Massa. Tubuh The Centers for Disease Control(CDC) yang di buat berdasarkan usia dan jenis kelamin TabelKlasifikasi Indeks Massa Tubuh Terhadap Umur Kategori IMT Kegemukan > 95 persentil Kelebihan Berat Badan 85 < 95 persentil Normal 5 - 85 persentil Kekurangan Berat Badan < 5 persentil Data motivasi belajar siswa diperoleh dari instrumen motivasi belajar siswa dalam bentuk angket yang disebar kepada sampel penelitian untuk diisi. Sebelum menyusun instrumen motivasi belajar penulis terlebih dahulu menyusun kisi-kisi instrumen untuk mengungkap motivasi belajar siswa yang dikembangkan oleh penulis dengan berdasarkan definisi operasional motivasi belajar dengan merujuk pada teori Uno (2006:23) yang terlebih dahulu divalidasi oleh pakar yang dalam hal ini adalah Dr. Saifuddin, M.Pd dan Dr. M. Ikhsan, M.Pd. Hasil dan Pembahasan Penelitiian Berdasarkan analisis data maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. 1. Berdasarkan tabel korelasi di atas, maka koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0,48. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 34 yaitu 0,339, maka rhitung=0,48 dan rtabel=0,339. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0,48 > 0,339) berarti ada hubungan variabel motor educability (X1) dan prestasi belajar penjasorkes (Y). 2. Berdasarkan tabel korelasi di atas, maka koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0,65. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 34 yaitu 0,339, maka rhitung=0,65 dan rtabel=0,339. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0,65>0,339) berarti terdapat hubungan indeks massa tubuh (X2) dan prestasi belajar penjasorkes (Y). 3. Berdasarkan tabel korelasi di atas, maka koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r = 0,35. Harga

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel Untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 34 yaitu 0,339, maka rhitung=0,35 dan rtabel=0,339. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel(0,35>0,339) berarti Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi belajar (X3) dan prestasi belajar penjasorkes (Y). 4. Berdasarkan tabel korelasi di atas, maka korelasi yang ditemukan sebesar 0,88 dan termasuk pada kategori Kuat. Jadi terdapat hubungan yang kuat antara motor educability, indeks massa tubuh dan motivasi belajar dengan prestasi belajar penjasorkes pada Siswa-siswi SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel Untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 34 yaitu 0,339 maka rhitung = 0,88 dan rtabel= 0,339. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0,88 >0,339) berarti Terdapat hubungan yang signifikan motor educability, indeks massa tubuh dan motivasi belajar dengan prestasi belajar penjasorkes pada Siswa-siswi SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis data hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, kemudian penulis menginterpretasikan data-data tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata motor educability Siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 7,97 dan berdasarkan tabel kategori motor educability, motor educability Siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 termasuk kedalam kategori baik, kemudian rata-rata indeks massa tubuh Siswa putra SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 20,07 dan rata-rata Indeks Massa Tubuh Siswa putri SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 22,517 berdasarkan grafik presentil Indeks Massa Tubuh berdasarkan usia dan jenis kelamin, siswa putra mempunyai kategori tubuh yang normal dan siswa putri juga berada pada kategori tubuh normal, ini bermakna bahwa siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 mempunyai keadaan tubuh yang normal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata motivasi belajar siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 97,72 dan berdasarkan tabel kategori Motivasi Belajar siswa, Motivasi Belajar Siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 termasuk kedalam kategori baik. Kemudian berdasarkan pengumpulan data nilai raport untuk melihat prestasi belajar Penjasorkes siswa menunjukkan bahwa rata-rata nilai Penjasorkes Siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah 8,40 jika mengacu pada nilai KKM yang telah dibuat oleh sekolah yaitu 7,50 berarti Siswa SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013 mempunyai prestasi belajar penjasorkes yang baik.

Analisis data untuk menemukan korelasi menunjukkan bahwa korelasi X1 dengan Y sebesar 0,48 dengan tHitung=3,081>ttabel=1,694 menunjukkan bahwa terdapat hubungan Motor Educability dengan prestasi belajar Penjasorkes, dengan demikian untuk meningkatkan prestasi belajar Penjasorkes perlu memperhatikan aspek Motor Educability karena tingkat Motor Educability berhubungan dengan prestasi belajar Penjasorkes. Kemudian analisis data korelasi juga menunjukkan koefisien korelasi X2 dengan Y sebesar 0,65 dengan tHitung=4,832>ttabel=1,694 menunjukkan bahwa terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh dengan prestasi belajar Penjasorkes, sehingga untuk meningkatkan prestasi belajar Penjasorkes juga perlu memperhatikan aspek Indeks Massa Tubuh siswa karena Indeks Massa Tubuh berhubungan dengan prestasi belajar Penjasorkes. Selanjutnya koefisien korelasi X3 dengan Y sebesar 0,35 dengan tHitung=2,088>ttabel=1,694 menunjukkan bahwa terdapat hubungan Motivasi Belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes, dengan demikian untuk meningkatkan prestasi belajar Penjasorkes perlu memperhatikan Motivasi Belajar siswa karena Motivasi Belajar berhubungan dengan prestasi belajar Penjasorkes. Sedangkan koefisien korelasi X1, X2, X3, denganY sebesar 0,88 dengan Fhitung = 33,01 > dan nilai Ftabel,= 2,92 (Fhitung lebih besar dari Ftabel) hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan Motor Educability, Indeks Massa Tubuh dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Penjasorkes pada Siswa-siswi SUPM Negeri Ladong Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil analisis data yang telah penulis lakukan maka dapat dideskripsikan bahwa bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar Penjasorkes Siswa Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong Aceh Besar Tahun pelajaran 2012/2013 berhubungan dengan tingkat Motor Educability, keadaan Indeks Massa Tubuh, dan Motivasi Belajar siswa dan hal tersebut sesuai denga teori Syah (2010:129) bahwa “prestasi belajar ditentukan oleh faktor fisiologis yaitu keadaan fisik dan kondisi fisik. Prestasi belajar juga ditentukan oleh faktor psikologis yang didalamnya terdapat aspek motivasi” Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis mengenai hubungan motor educability, indeks massa tubuh dan motivasi belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013, maka penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis data, koefisien korelasi motor educability dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun

Myrza Akbari

33

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

Pelajaran 2012/2013 adalah sebesar 0,48 sehingga dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan motor educability dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan tingkat hubungan yang sedang. 2. Berdasarkan analisis data, koefisien korelasi indeks massa tubuh dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah sebesar 0,65 sehingga dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan indeks massa tubuh dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan tingkat hubungan yang cukup. 3. Berdasarkan analisis data, koefisien korelasi motivasi belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah sebesar 0,35 sehingga dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan tingkat hubungan yang rendah. 4. Berdasarkan analisis data, Koefisien korelasi secara kolektif motor educability, indeks massa tubuh dan motivasi belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes adalah sebesar 0,88 Sehingga terdapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan motor educability, indeks massa tubuh dan motivasi belajar dengan prestasi belajar Penjasorkes siswa SUPM Negeri Ladong Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan tingkat hubungan yang tinggi.

34

Myrza Akbari

Daftar Pustaka Agung, Sunarto (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Asdi Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. B. Uno (2011) Teori Motivasi dan Pengukurannya, Analisis Pendidikan. Jakarta: Bumi Angkasa Calhoun dan Desmita (2009) Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Dalyono, M et al (1997) Psikologi Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press Desmita (2009) Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Siswa Rosdakarya Effendi,J.S.P (1984) Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa. Mahendra, A (2009) Asas dan Falsafah Pendidikan Jasmani. Bandung: FPOK UPI. Makmun, A (2005) Psikologi dan Pendidikan. Bandung: UPI. Makmun, A. (2010) PsikologiPendidikan. Bandung: UPI. Purwanto, N (1999). Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda. Rogers, S (2005) Teaching Through Play. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia. Sobur (2003 ) Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia. Soemanto, W (1987)Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Sudjana, (1992). Metode Statistka. Bandung: Tarsito. Sunaryo, E (2004). FisafatPendidikan Jasmani, Kesehatan Dan Rekreasi. FPOK UPI. Slameto.(2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta. Uno H. B (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

MODIFIKASI PERATURAN OLAHRAGA BELADIRI GEUDEU-GEUDEU Sabaruddin*) Abstrak:Masyarakat senang terhadap geudeu-geudeu dan merupakan tontonan menarik, namun mereka kuatir untuk melakukan karena ada gerakan yang membahayakan, dan belum jelasnya peraturan. Dalam hal ini perlu adanya modifikasi perubahan agar masyarakattermotivasi dan senang serta mau melakukan geudeu-geudeu.Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Instrumen penelitian yaituberupa kuesioner dan wawancara yang berisi pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Subjek penelitian adalah pelatih geudeu-geudeu dan guru penjaskes di Kabupaten Pidie berjumlah 16 orang. Analisis data dengan mencari besarnya frekwesi relatif atau dalam bentuk persentase. Ada sebelas indikator dan sembilan puluh dua item pernyataan dari variabel modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu diantaranya: lapangan, waktudan ronde, kategori berat badan, peserta dan umur, perlengkapan, bentuk permainan, ketentuan umum, larangan, penilaian, pelanggara dan hukuman, juri,wasit dan hakim. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada empat alternatif jawaban yang dipilih oleh responden. Pelatih lebih dari setengah atau (62,23%) menyatakan sangat setuju, kurang dari setengah (34,24%) memilih setuju, dan sangat sedikit atau (3,26%) menyatakan tidak setuju, dan (0,27%) sangat tidak setuju dengan modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Guru penjaskes, lebih dari setengah atau (58,02%) menyatakan sangat setuju, kurang dari setengah (36,55%) setuju, sangat sedikit (4,76%) tidak setuju dan (0,67%) menyatakan sangat tidak setuju terhadap modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Pelatih geudeu-geudeu dan guru penjaskes menyatakan lebih dari setengah atau (60,12%) sangat setuju, kurang dari setengah atau (35,39%) setuju dengan pengembangan peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu, dan sangat sedikit atau (4,01%) tidak setuju dan (0,48%) menyatakan sangat tidak setuju modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Kata Kunci: Modifikasi Peraturan, Olahraga Beladiri, Geudeu-geudeu Pendahuluan Kegiatan olahraga merupakan wahana yang efektif dan strategis dalam menciptakan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.Tingginya keinginan masyarakat dalam berolahraga disebabkan karena olahraga dapat memberikan ketenangan dan persaudaraan dengan penuh keakraban, untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sehat. Tumbuhnya olahraga tradisional bermula dari kebiasaan seharihari dengan berbagai kegiatan dengan bentuk gerakangerakan kearah sebuah permainan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seni olahraga dan nilai-nilai sosial yang terdapat di seluruh Indonesia. Olahraga tradisional adalah salah satu kegiatan masyarakat yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, sebagai permainan yang dapat menimbulkan atau membawa kepuasan, kebahagiaan dan kesehatan serta kesenangan. Olahraga tradisional juga akan menambah berbagai pengetahuan yang sifatnya positif pada siapa saja yang melakukannya. Laksono (2010:4) menjelaskan: “Pada dasarnya olahraga tradisional memiliki unsure ketrampilan fisik, kecepatan berfikir

seperti yang di sebutkan di atas serta implementasinya terhadap nilai sosial budaya.” Dalam pelaksanaan olahraga tradisional sangat erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan bagi masyarakat, sehingga masyarakat dapat menambah pengetahuan, wawasan dalam berfikir, serta menyadari pentingnya berolahraga dalam kehidupan.Olahraga tradisional perlu adanya pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, juga memberikan gambaran bahwa olahraga tradisional yang terdapat didaerah-daerah mempunyai peluang untuk pembentukan kepribadian bangsa yang baik dan perlu dimodifikasikan sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu olahraga permainan rakyat yang harus dikembangkan yaitu olahraga tradisional yang terdapat di daerah Provinsi Aceh yaitu olahraga beladiri geudeu-geudeu, hal ini dapat dilihat dari antusiasnya masyarakat yang ingin ikut serta bertanding dan menyaksikan pertandingan geudeu-geudeu yang ada di daerah Kabupaten Pidie. Permainan olahraga tradisional geudeu-geudeu merupakan olahraga beladiri yang sama dengan ilmu

Sabaruddin

35

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

beladiri lainnya seperti ; judo, tinju, gulat, dan sebagainya. Hanya saja bentuk dan sistem dalam pertandingan yang berbeda. Sebagaimana lazimnya yang dilaksanakan pertandingan olahraga beladiri antara satu orang berhadapan dengan satu orang. Sedangkan permainan olahraga beladiri geudeugeudeu, dimainkan antara satu orang harus berhadapan dengan dua orang lawan. Dalam sebuah pertandingan yang satu orang (awak tueng) ada perbedaan bentuk penyerangan dengan yang dua orang (awak pok). Bentuk permainannya, Awak pok berusaha untuk menjatuhkan,membanting lawan atau menangkap dan mengangkat hingga kedua telapak kaki tidak tersentuh dengan tanah dan tidak boleh memukul, sedangkan awak tueng berusaha menghindari supaya tidak terjatuh atau dibanting dan dibolehkan membanting, memukul dengan tangan lurus. Kebiasaannya pertandingan olahraga beladiri geudeu-geudeu dilaksanaan pada saat sesudah musim panen padi (musem luah blang), bertepatan pada bulan purnama tiba, ini sudah menjadi tradisi kegiatan tersebut, juga pada hari-hari ulang tahun dan hajatan. Tinjauan dari historisnya salah satu permainan rakyat yang sangat termasyhur tempo dulu adalah olahraga tradisional geudeu-geudeu yaitu pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh. Para tentara kerajaan beserta masyarakat, mereka dibekali dengan fisik dan mental yang kuat serta ilmu beladiri yang tangguh salah satunya adalah dengan mengajarkan permainan geudeu-geudeu. Masyarakat juga selalu melakukan latihan pada waktu senggang di tempat masing-masing, pada saat musim panen usai dan bulan purnama tiba diadakan pertandingan geudeu-geudeu untuk melepaskan kelelahan selama bekerja (pleuh broen). Geudeu-geudeu merupakan permainan dan unik. Jika mampu dijagakan dengan baik, maka permainan itu akan kembali mendapat tempat dihati masyarakat, seperti dahulu kala (Warta Budaya, 2012:24). Modifikasi olahraga tradisional geudeu-geudeu diperlukan suatu inovasi yang sesuai dengan karakteristik keolahragaan dalam permainan geudeugeudeu itu sendiri, dengan harapan dapat membangkitkan semangat, yang selama kurang diminati oleh masyarakat, yang dianggap banyak mengandung unsur-unsur yang membahayakan. Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan di Kabupaten Pidie, dapat digambarkan bahwa masyarakat senang terhadap olahraga geudeu-geudeu, namun mereka kuatir untuk melakukan karena dalam pertandingan mengandung gerakan atau unsur-unsur yang membahayakan, dan belum jelasnya aturan yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pertandingan. Antusiasnya masyarakat menyaksikan dan merupakan tontonan yang luar biasa menarik terhadap permainan olahraga geudeu-geudeu, dalam hal ini

36

Sabaruddin

perlu adanya revisi peraturan yang dianggap didalamnya ada teknik-teknik atau gerakan yang mengakhibatkan cedera atau membahayakan, dan perlu adanya perubahan aturan agar masyarakat lebih termotivasi dan senang serta mau melakukan permainangeudeu-geudeu.Kenyataan di lapangan olahragageudeu-geudeu tersebut untuk penyempurnaan mengenai peraturannya belum tersosialisasikan dalam sebuah pertandingan. Dalam hal ini penulis mencoba mensosialisasikan peraturan yang dimodifikasikan terhadap olahraga beladiri geudeu-geudeu.Tujuan penelitian ini untuk memodifikasi peraturan olahraga beladiri geudeugeudeu. Prosedur Penelitian Arikunto (1997:44) menjelaskan bahwa “rancangan penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancang-ancang kegiatan, yang akan dilaksanakan”. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Tahap 1

Tahap 2

Observasi/ SUBJEK Studi pendahulu an

Draf Modifikasi Peraturan

Peneliti

Peneliti dan Pembimbing

Geudeugeudeu

Tahap 3

Validasi InstrumenP eraturan Geudeugeudeu

Ahli Olahraga, Kadisporabud dan Pelatih Geudeugeudeu

Tahap 4

Pembagian Angket

Pelatih dan Guru Penjaskes

Gambar 1. Rancangan penelitian Subjek penelitian merupakan sumber data yang memberikan kejelasan mengenai persoalan yang dikaji.Berdasarka studi pendahuluan yang penulis lakukan padabeberapa daerah atau kecamatan dan hasil observasipenulis yang ada kaitannya dengan sumber data, Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

(2010:122) yang mengatakan bahwa: “cluster Sampling sering dilakukan dua tahap, tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga”. Lebih lanjutNasution (1992:32) mengemukakan: “subjek ditentukan secara purposive bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu.” Subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan tingkat penguasaannya terhadap informasi yang akan diungkapkan informan yang mempunyai informasi lengkap, diutamakan menjadi subjek. Kriteria pemilihannya didasarkan kepada pengetahuannya yang memadai dan memahami tentang olahraga beladiri geudeu-geudeu. yaitu pelatih geudeu-geudeu dan guru pendidikan jasmani dan kesehatan Kabupaten Pidie, berjumlah 16 orang. Alat ukur dalam suatu penelitian menjadi sarat mutlak yang diperlukan untuk mengumpulkan data. Alat ukur yang digunakan dalam suatu penelitian lazimnya disebut instrumen penelitian. Instrument penelitian, menurut widodo, (2004:55) “Instrument penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian.” Selanjutnya Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti cepat, lengkap, sistematis, sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 1998:91). Penelitian ini menggunakan instrument berupa observasi, angket dan wawancara yang berisi pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: wawancara; yaitu dengan melakukan tanya jawab atau mengkonfirmasikan kepada subjek penelitian untuk memperoleh informasi atau data dengan sistematis, wawancara dilakukan dengan informan yang telah ditetapkan oleh peneliti dan angket adalah daftar pernyataan-pernyataan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator dari variabel penelitian yang harus direspon oleh responden yaitu tentang peraturan modifikasi olahraga beladiri geudeu-geudeu. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, persentase, Suryabrata (1989:19) menjelaskan bahwa: “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk membuat pencaindraan (deskriptif) mengenai situasi atau kejadian-kejadian untuk menggambarkan keadaan atau fenomena yang terjadi”. Analisis data yang digunakan yaitu dengan mencari besarnya frekwesi relatif atau dalam bentuk persentase. Teknik analisis data yang digunakan adalah persentase. Menurut Hadi (1990:20) “Persentase digunakan untuk menganalisis dan penilaian subjek pengembangan dalam nilai

tingkat kelayakan, kualitas dan keterterimaan produk (kegunaan dan relevansi) terhadap produk pengembangan”. Analisis yang dilakukan yaitu untuk memberikan makna dan pemahaman scor yang ada digunakan teknik analisis deskriptif persentasi. Setelah tabulasi data dilakukan, maka data tersebut ditafsirkan untuk memberikan penjelasan dalam menyimpulkan alternative jawaban yang diberikan oleh responden mulai dari bilangan terkecil dengan kriteria sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjana (2002:47), sebagai berikut: 76-100% disebut pada umumnya 51-75% disebut lebih dari setengah 26-50% disebut kurang dari setengah 01-25% disebut sangat sedikit Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian tentang modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu di Kabupaten Pidie tahun 2013, maka berikut ini dapat dilakukan pembahasan dengan berpedoman pada tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya bahwa: Indikator lapangan pertandingan lebih dari setengah pelatih dan guru penjaskes menyatakan sangat setuju modifikasi, perlu adanya modifikasi, tidak hanya dimainkan di sawah saat musim panen tiba, akan tetapi harus dapat dimainkan dilapangan terbuka dan didalam ruangan. Dan waktu pertandingan harus disesuaikan pada sore atau malam hari, lamanya permainan serta jumlah ronde dalam sebuah pertandingan. Modifikasi kategori berat badan, perlengkapan pemain, masalah pakaian, ikat pinggang, sarung tangan, pelindung kepala dan pelindung gigi. Hanya sangat sedikit pelatih dan guru penjaskes yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap modifikasi olahraga bgeudeu-geudeu, yang pada hakikatnya menghindari gerakan-gerakan yang membahayakan pemain dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Siedentop (1994:89) mengatakan bahwa: ”sebagai pendekatan pembelajaran, modifikasi olahraga dimaksudkan untuk mengganti model tradisional yang selama ini diterapkan. Pendekatan ini telah berhasil diterapkan dibeberapa negara seperti Amerika dan Australia.” Selanjutnya Mutohir (2002:173) menjelaskan: Pengajaran model ini sama dengan pengajaran yang efektif yang pada hakikatnya menolak pendekatan secara linier, rutin dan monoton. Modifikasi dapat dilakukan pada alat, ukuran lapangan, aturan permainan, dan sebagainya.” Bentuk permainan geudeu-geudeu harus di modifikasi agar tidak monoton dengan berbagai model yang dianggap membahayakan, mengenai tempat duduk atau sudut dan mempersiapkan pemain awak tueng dan awak pok oleh masing-masing tim atau sudut yang telah ditentukan, Sudut merah

Sabaruddin

37

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

mempersiapkan satu orang yang sesuai dengan kelasnya untuk maju ketengah lapangan dengan langkah, ayunan tangan sambil mengetrip-ngetrip jari dengan menantang, dan mendekati daerah sudut biru dan ketengah lapangan dalam lingkaran 3 meter disebut “Awak Tueng”. Kemudian sudut biru 2 orang dalam kelas yang sama, dan memasuki arena, pada saat sudah ada kode dari awak tueng yaitu dengan cara bertepuk tangan melangkah sambil berpegangan tangan mendekati daerah lawan atau sudut merah untuk menyerang dan berusaha menjatuhkan atau membanting lawan agar menyentuh lantai disebut “Awak Pok”.Apabila dalam sebuah penyerangan pegangan tangan terlepas, maka salah satu dari awak pok harus berhenti atau ditangkap oleh wasit, dan pemain yang satu lagi dibolehkan untuk menyerang selama waktu 2 menit masih tersisa. Awak tueng dibolehkan membanting, memukul pada target yang telah ditentukan. Target pukulan adalah bagian badan depan dan belakang mulai dari bawah leher atau pundak sampai bagian pusar. Awak peubla/wasit terdiri dari 2 orang,berada diluar garis lingkaran 3 meter, dan siap untuk memisahkan apabila terjadi hal hal yang dianggap sudah diluar aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan. Seorang wasit geudeu-geudeu harus bisa melihat dan menganalisa setiap pemain yang bertanding, apakah petarung itu memukul dengan sikap profesionalisme atau emosional. Karena antara profesional dengan emosional petarung itulah wasit berperan menentukan kapan sebuah pertarungan harus dihentikan. (Goegle, 22/11/2012. http://www.acehforum.or.id). Modifikasi ketentuan umum untuk Awak tueng dan awak pok selesai pertandingan setiap ronde harus membuka kain ikat pinggang mengayun ayunkan keatas. Pemain diwajibkan timbang badan 2 (dua) jam sebelum pertandingan dimulai. Timbang badan dilakukan hanya satu kali selama pertandingan berlangsung. indikator ini banyak para pelatih dan guru penjaskes, lebih dari setengah sangat setuju. Sebelum pertandingan dimulai diberikan arahan, pemeriksaan perlengkapan, undian dan penghormatan kepada penonton. Setiap tim harus sesuai dengan kategori berat badan. Awak tueng dan awak pok untuk satu kelas terdiri dari 3 orang 1 cadangan. Selesai pertandingan diwajibkan bersalaman pada setiap partai dalam sebuah pertandingan setiap kelas mendapat 6 kali bertanding (3 kali tueng dan 3 kali pok), asing-masing pemain mendapat giliran menjadi awak tueng satu kali dan pok 2 kali. Keputusan pemenang ditentukan oleh hakim dan dewan Juri adalah mutlak tidak bisa diganggu gugat. Indikator modifikasi peraturan laranganlarangan untuk mencegah cedera dan menjaga keselamatan pemain agar bertanding dengan fair play,indikator penilaian harus disesuaikan dengan bentuk penyerangan awak pok saat menjatuhkan lawan dan awak tueng juga harus tahu bagaimana

38

Sabaruddin

bentuk elakan, pukulan, dan teknik menjatuhkan penantang. Indikator pelanggaran yang dianggap ringan dan berat yang harus diberi hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Modifikasi yang berhubungan dengan Juri, wasit dan hakim merupakan hal yang sakral dalam berpedoman pada sebuah pertandingan, karena mereka adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya sebuah pertandingan atau kejuaraan, hal ini harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya serta menyelesaikan masalah apabila terjadi insiden yang sudah diluar ketentuan, berarti setip pemain yang mengikuti pertandingan harus menjaga kaedah-kaedah yang terdapat dalam olahraga beladiri geudeu-geudeu itu sendiri jika meraih kemenangan tidak mengejek atau menghina lawan atau hal-hal yang menjurus kearah negatif. Hal inilah yang menjadi faktor penting dalam olahraga, bahwa dengan olahraga seseorang akan bertambah sahabatnya dan bukan sebaliknya. (Rusli dan sumardianto, 2000:8). Hasil penyebaran angket kepada pelatih geudeu-geudeu dan guru penjaskes di Kabupaten Pidie. Lebih dari setengah menyatakan sangat setuju, kurang dari setengah setuju dengan modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu, dan sangat sedikit menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu.Hal ini menunjukkan bahwa peraturan tentang olahraga geudeu-geudeu yang sudah ada harus dirubah atau dimodifikasikan agar olahraga geudeugeudeu dapat berkembang. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian oleh pelatih geudeu-geudeu dan guru penjaskes tentang modifikasi peraturan geudeu-geudeu dapat disimpulkan bahwa: Permainan geudeu-geudeu terdapat sejumlah indikator yang di modifikasi dapat memberikan makna dan pemahaman positif bagi pemain dan perkembangan olahraga geudeu-geudeu itu sendiri. Ada sebelas indikator dan sembilan puluh dua item pernyataan dari variabel modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada empat alternatif jawaban yang dipilih oleh responden, dengan rincian sebagai berikut: pelatih geudeu-geudeu lebih dari setengah (62,23%) menyatakan sangat setuju, kurang dari setengah (34,24%) memilih setuju, sangat sedikit (3,26%) menyatakan tidak setuju, dan (0,27%) sangat tidak setuju dengan modifikasi peraturan olahraga geudeu-geudeu. Guru penjaskes, lebih dari setengah (58,02%) menyatakan sangat setuju, kurang dari setengah (36,55%) setuju, sangat sedikit (4,76%) tidak setuju dan (0,67%) menyatakan sangat tidak setuju terhadap modifikasiperaturan olahraga geudeu-geudeu. Pelatih geudeu-geudeu dan

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

guru penjaskes menyatakan lebih dari setengah atau (60,12%) sangat setuju, kurang dari setengah atau (35,39%) setuju dengan modifikasiperaturan olahraga beladiri geudeu-geudeu, dan sangat sedikit atau (4,01%) tidak setuju dan (0,48%) menyatakan sangat tidak setuju modifikasi peraturan olahraga beladiri geudeu-geudeu. Daftar Pustaka Alamsyah, dkk(2004). Diskripsi dan Petunjuk Permainan Rakyat. Ardiwinata, dkk(2006). Kumpulan Permainan Rakyat, Olahraga Tradisional.Tanggerang : Cerdas Jaya Amir, Nyak (2012). Opini, Menata Kembali Olahraga Aceh. Serambi Indonesia. Amir, Nyak (2010). Psikologi Olahraga, Suatu Tinjauan Kepribadian Dalam Olahraga. Sigli, Aceh: Marzalia Press. Arikunto, S(1997) Prosedur Penelitian.Jakarta: Reneka Cipta Dispora Kabupaten Pidie(2000). Dokumentasi Tim Pemantau Olahraga Tradisional Kabupaten Pidie. Sigli: Pemda Kabupaten Pidie Dispora Kabupaten Pidie(2011). Geudeu-geudeu, Sigli: Pemda Kabupaten Pidie.

Gabbard, C, E, L.B. & Loney, S(1987) Physical Education For Children; Building the Foundation, New Jersey, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs. Google (02/11/2012). http://www.acehforum.or.id Google(22/03/2013). http://lidahtinta.wordpress.com/2009/04/04/p ermainan-tradisional-aceh/ Hadi, S (1990). Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Yogyakarta Kosasih,E(1998) Olahraga Teknik dan Program Latihan. Jakarta: Akademika Presindo. Mutohir, T, C(2002). Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Masyarakat.Jakatra: Depdiknas. Sardjono(1986) Peranan Olahtaga dalam Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya.Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Siedentop(1986) Physical education Teaching Curriculum Strategies For Grades. Palo Alto California: Mayfield Publishing Co. Sugiyono(2010), Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta.

Sabaruddin

39

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

HUBUNGAN KEMAMPUAN PSIKOMOTOR DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI BELAJAR SISWA Zainuddin*) Abstrak: Kemampuan psikomotor yang dihasilkan dari penerapan pembelajaran Penjas di sekolah menjadi modal dalam mencapai prestasi belajar, pengembangan intelektual, komitmen, semangat dan keberhasilan belajar. Kemampuan psikomotor ditandai meningkatnya fungsi kesegaran jasmani, memiliki daya tahan, dan kemampuan didalam mempertahankan eksistensi belajar yang bermutu, tidak cepat jenuh, memiliki kesegaran mental untuk berfikir jernih, disamping dapat menambah kemauan dan kemampuan belajar yang berkualitas. Permasalahannya adalah bagaimana kualitas proses belajar mengajar pendidikan jasmani yang berkualitas di sekolah, bagaimana konsentrasi pembinaan kondisi psikomotor yang diterapkan pada siswa, apakah kondisi psikomotor berpengaruh kepada pencapaian prestasi belajar siswa, apakah siswa berprestasi memiliki kemampuan psikomotor yang baik,bagaimana hubungan pembinaan psikomotor dengan kondisi intelektual siswa. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kemampuan psikomotor siswa dengan kemampuan pengetahuan siswa, dan untuk mengetahui hubungan antara prestasi intelektual belajar dengan kemampuan psikomotor siswa sebagai hasil belajar siswa di sekolah, dan untuk mengetahui usaha pembinaan kesegaran jasmani siswa juara kelas. Penelitian ini mengambil subjek 45 orang siswa juara kelas, mengumpulkan data dengan mengambil nilai prestasi belajar dan nilai kemampuan psikomotor, mengolah data dengan menghitung r-tes dan mengambil kesimpulan. Hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan Psikomotor dengan hasil prestasi belajar siswa juara kelas pada SMP Negeri 1 Peusangan Kabupaten Bireuen. Siswa tidak memiliki nilai psikomotor yang cukup untuk mendukung kepentingan belajarnya yang berhasil di sekolah. Kata Kunci :Hubungan, Kemampuan, Psikomotor, Prestasi Belajar. Pendahuluan Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah dengan sasaran pembinaan kualitas fisik, mental dan kemampuan intelektual siswa yang dilaksanakan secara terpadu dan berimbang, serta dikembangkan dengan meningkatkan proses pembelajaran yang menekankan pada pembinaan fisik jasmaniah, mental rohaniah dan pembinaan intelektual secara proporsional, pembinaan pada unsur fisik yang melahirkan aspek psikomotor siswa dengan memperoleh keunggulan dalam hal daya tahan dan kemampuan bekerja yang didorong oleh ketangguhan jasmani, memiliki kesegaran jasmani, yang dapat melahirkan aspek sikap, dan pengembangan tingkah laku siswa di sekolah dan dalam upaya pembinaan mental siswa dalam mengadakan interaksi social dalam kehidupan bermasyarakat terutama dilingkungan masyarakat sekolah. Penerapan pembelajaran dengan pola pembinaan berimbang, aspek pembinaan intelektual, pengembangan kemampuan akademik, disiplin, pengembangan kemampuan berpikir, imajinasi, kemampuan beradaptasi, berinteraksi, pengembangan kreatifitas dan melahirkan berbagai ide yang berwawasan masa depan. Disamping pembinaan sikap dan akhlak terpuji yang melahirkan nilai-nilai estetika, dalam kehidupan yang sangat bermanfaat ditengahtengah kehidupan bermasyarakat, aspek pembinan unsur fisik, seperti “motto bangsa yang kuat lebih dicintai daripada bangsa yang lemah”, maka

40

Zainuddin

pembinaan aspek fisik dan pembelajaran intelektual perlu diterapkan secara berimbang. Kemampuan psikomotor menghasilkan kondisi fisik yang menjadi modal dalam pengembangan kemampuan intelektual, memiliki komitmen, semangat dan kekuatan belajar, untuk memperoleh prestasi belajar. Aktifitas pengembangan kemampuan psikomotor berpengaruh kepada usaha peningkatan aspek kesegaran jasmani, memiliki daya tahan dan kemampuan didalam mempertahankan eksistensi belajar yang bermutu, tidak cepat jenuh, memiliki kesegaran mental untuk berfikir jernih, disamping dapat menambah kemauan dan kemampuan belajar yang berkualitas, dan bermuara kepada terbinanya prestasi belajar. Sekolah melaksanakan proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses belajar mengajar secara sistematis, berencana dan teratur dalam hal memperoleh ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan tujuan untuk menghasilkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, terbina tingkah laku yang sopan serta memiliki kepribadian yang terpuji, dengan pengetahuan orang dapat memecahkan masalahmasalah dalam kehidupannya, dengan sikap orang dapat berperilaku terpuji dalam masyarakat, dan dengan keterampilan orang dapat memperoleh kompetensi dalam menempuh kehidupannya. Galingging (1996:7) mengemukakan “Jika kita ingin berhasil di bidang pendidikan dan dalam pembangunan pada umumnya, maka kita perlu

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

menemukan cara-cara yang baik untuk mengembangkan kemauan, kemampuan belajar mandiri pada usia dini“. Sehubungan pernyataan diatas maka pendidikan kita telah bergerak kepada yang lebih maju dan berkembang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dimiliki dewasa ini, walau masih banyak keterbatasan yang dihadapi siswa di sekolah, namun perkembangan dan kemajuannya telah dapat dirasakan bersama”. SMP Negeri 1 Peusangan Kabupaten Bireuen telah mencapai kegiatan belajar yang berkualitas dengan memperoleh hasil belajar yang dapat bersaing ditingkat Propinsi, siswa di kelas telah menunjukkan kualitas belajar yang membanggakan para orang tua, siswa belajar materi pembelajaran dengan berhasil, situasi belajar di kelas menunjukkan hasil yang memuaskan, para juara kelas telah menunjukkan persaingan belajar yang kondusif sesama siswa di kelas, demikian juga siswa yang berada pada kelas inti memperoleh persaingan belajar yang menunjukkan kemajuan. Banyak siswa yang unggul dikelas dengan prestasi belajar yang sangat baik dan memuaskan guru, orang tua dan masyarakat, walaupun secara kasat mata masih ada siswa juara kelas yang kurang didukung oleh kondisi psikomotor yang unggul. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana penerapan proses belajar mengajar pendidikan jasmani yang berkualitas di sekolah, apakah kondisi psikomotor siswa telah terbina dengan baik, apakah kondisi psikomotor dapat menunjang pengembangan kemampuan intelektual siswa, bagaimana hubungan pembinaan psikomotor dengan kondisi intelektual siswa di sekolah, apakah siswa memiliki daya tahan untuk kepentingan belajar, apakah siswa memiliki kondisi psikomotor yang mendukung aktifitasnya sebagai siswa yang sedang belajar, apakah siswa mengikuti PBM Penjas yang dapat melahirkan tingkat kebugaran jasmani yang bermanfaat dalam memperoleh hasil belajar. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kemampuan psikomotor dengan prestasi belajar SMP Negeri 1 Peusangan Kabupaten Bireuen. Kajian Teori Psikomotor dan kesegaran jasmani merupakan dua kata yang mengandung makna yang sama, kesegaran jasmnai adalah keadaan fisik seseorang yang segar bugar, keadaan fisik yang segar bugar merupakan unsur yang sangat penting dalam seluruh peri kehidupan manusia terutama bagi para remaja, siswa dan mahasiswa didalam menyelesaikan tugastugas belajarnya sehari-hari sebagai tuntutan yang harus diselesaikan dengan baik dan berhasil, kesegaran jasmani dapat dirasakan oleh setiap orang, bila mana orang selalu berhadapan dengan tugas-tugas yang berat dan melelahkan, serta dalam waktu penyelesaian yang lama dan berkelanjutan, untuk itu

kesegaran jasmani sangat penting dimiliki oleh setiap individu agar dapat menyelesaikan tugasnya dengan gampang dan berhasil tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan dapat mencapai keberhasilan dalam pekerjaannya. Sadoso (1994:19) “Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan-keperluan yang mendadak. Ditinjau dari pengertian ini maka memiliki tingkat kesegaran jasmani berarti suatu keuntungan yang besar, dan tingkat kesegaran jasmani yang baik adalah suatu modal, dan menjadi ukuran keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaan yang berat dengan hasil maksimal. Kesegaran jasmani dapat dimiliki dengan adanya pembinaan dan latihan fisik yang teratur, terus menerus, dan disiplin dengan latihan olahraga. Latihan-latihan olahraga dalam kapasitas pendidikan jasmani di sekolah dan didalam kehidupan bermasyarakat sangat penting didalam meningkatkan kesegaran fisik dan mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya sehai-hari, maka kegiatan pendidikan jasmani yang teratur merupakan alternatif yang sangat tepat untuk diikuti. Hasnan Said (1990:13) mengemukakan bahwa kesegaran jasmani adalah seseorang berada dalam keadan fit (memiliki kesegaran jasmani) ialah orang yang cukup mempunyai kekuatan, kemampuan, kesanggupan, daya reaksi, dan daya tahan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti yaitu sehabis bekerja masih mempunyai cukup energi dan semangat memperhatikan fungsinya bagi keluarga dan masyarakat. Pada hakikatnya dalam kehidupan seharihari masih dapat menikmati waktu terluang.Kosasih (1995:10) mengemukakan bahwa pengertian kesegaran jasmani yaitu “Kemampuan fungsional dari seseorang dalam menghadapi pekerjaannya, jadi orang “Fit“ akan mampu melaksanakan pekerjaannya berulang kali tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai kapasitas cadangan tenaga untuk mengatasi kesukaran yang tidak terguda sebelumnya“. Syarifuddin (1992:9) “Kesegaran jasmani adalah mengenai kemampuan seseorang yang dapat melakukan pekerjaan berat pada waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti“. Jadi pengertian kesegaran jasmani adalah keadaan orang-orang yang cukup memiliki kekuatan, kecepatan, dan kesanggupan, daya tahan, dalam melakukan tugas dan pekerjaannya sehari-hari dengan baik dan berhasil, tanpa merasa lelah yang berlebihan, kalaupun kelelahan itu timbul maka segera akan kembali pulih dan normal kembali dalam waktu yang tidak terlalu

Zainuddin

41

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

lama. Kemampuan seseorang dalam berjalan, berlari, mengangkat, mendorong, memanjat, melompat, dan lain-lain unsur yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari dalam menjalankan tugasnya demi mencapai kesejahteraan hidup, merupakan upaya yang dapat ditempuh untuk membina tingkat kesegaran jasmani yang diinginkan, seperti pembinaan daya tahan, kecepatan, kekuatan, kelincahan, keseimbangan, koordinasi, kelenturan, reaksi, dan stamina. Secara garis besarnya unsur kesegaran jasmani dapat dikelompokkan kedalam empat unsur utama. Dalam hal ini Sadoso (1994:21) mengemukakan bahwa ; a. Kesegaran jantung dan peredaran darah (cardio vascular fitness) b. Kesegaran kekuatan otot (strengh fitness). c. Kesegaran keseimbangan tubuh (body composition). d. Kesegaran kelentukan (fleksibility fitness). Keadaan seseorang berada dalam keadan fit yaitu memiliki kesegaran jasmani ialah orang yang cukup mempunyai kekuatan, kemampuan, kesanggupan, daya reaksi, dan daya tahan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti yaitu sehabis bekerja masih mempunyai cukup energi dan semangat memperhatikan fungsinya bagi keluarga dan masyarakat. Kesegaran jasmani berarti meningkatkan fungsi fisik seseorang dalam mencapai hasil kerja maksimal. Pembinaan fungsi fisik dengan aktifitas pendidikan jasmani dengan melakukan kegiatan olahraga erat kaitannya dengan upaya pembinaan unsur kesegaran jasmani siswa di sekolah. Yaitu dengan melakukan aktifitas fisik dengan teratur, dan dengan takaran yang cukup memadai dapat meningkatnya tingkat kesegaran jasmani yang memadai, yang ditandai dengan keberhasilan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai siswa di sekolah baik dalam hal belajar maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas akademiknya selaku siswa. Belajar merupakan salah satu tugas yang dilaksanakan dalam menunjang keberhasilan sekolah, dan belajar merupakan aktifitas fisik siswa, untuk itu kondisi kesegaran jasmani menjadi modal bagi siswa dalam mencapai mutu belajarnya dengan baik. Keseimbangan antara pembinaan fisik yang dilakukan dengan menjalankan olahraga dalam kapasitas pendidikan jasmani akan berpengaruh positif terhadap pembinaan kesegaran jasmani siswa, kesegaran jasmani dapat terbina dengan aktifitas jasmani dan olahraga yang dilakukan secara sengaja, teratur, berencana, terus menerus dan berkelanjutan, tingkat kesegaran jasmani ini perlu terus dibina dan dikembangkan. Latihan-latihan jasmani dalam kapasitas yang cukup dapat terbina kemampuan kontraksi seluruh

42

Zainuddin

otot kerja, mulai dari jantung, pembuluh darah, dan seluruh rangkaian kerja otot dapat bekerja dengan maksimal, yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan mengambil oksigen yang sangat diperlukan otot kerja, hal ini dikatakan oleh Sadoso (1994:76) bahwa ”´Pengambilan oksigen digunakan untuk gerakan seluruh otot”. Aktifitas fisik dengan latihan jasmani dapat terbina kemampuan paru-paru dalam menghasilkan oksigen yang sangat berguna untuk meningkatkan kapasitas kerja seluruh otot untuk menghasilkan mutu hasil kerja otot dapat memenuhi harapan. Ganong (1982:662) mengemukakan bahwa “Kenaikan Uptake O2 sebanding dengan beban kerja maksimal“. Aktifitas jasmani dalam kapasitas pendidikan dapat menambah fungsi dan kerja fisik, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan kerja paru-paru dalam menghasilkan oksigen merupakan modal yang sangat berharga dalam menghasilkan sistem kerja fisik. Tanpa oksigen yang cukup memadai didalam tubuh seseorang, maka kerja fisik yang diinginkan tidak akan maksimal. Latihan-latihan jasmani yang dilakukan dengan teratur dan berkelanjutan dapat berpengaruh untuk meningkatkan fungsi alat-alat vital manusia, seperti kemampuan jantung, pembuluh darah, dan paru-paru. Latihan jasmani dapat diperioritaskan dalam suasana bermain yang mengandung unsur permainan. Suyudi (1979:12) bahwa “Bermain dapat mengembangkan berfungsinya alat-alat vital, seperti jantung, paruparu, perut besar, juga alat-alat persendian serta sistema syaraf “. Sadoso (1994 :9) bahwa “Dengan melakukan kegiatan olahraga, kesegaran jasmaninya menjadi lebih baik, tetapi belum semua orang tahu, bahwa untuk memperbaiki atau meningkatkan kesegaran jasmani, kita harus melakukan olahraga secara bertahap, teratur, dan dengan takaran yang cukup“. Latihan jasmani dapat dikembangkan dengan kemampuan fisik yang cukup memadai seperti mengembangkan daya tahan, kekuatan, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan ketelitian bergerak. Melakukan aktifitas fisik dengan teratur, bertahap dan berkelanjutan yang terarah kepada pembinaan fisik yang kontinyu dapat berpengaruh kepada pembinaan kondfisi fisik secara keseluruhan yang ditandai dengan meningkatkan kemampuan berfungsinya sistem kesegaran jasmani, pembinaan unsur-unsur daya tahan tubuh, menambah berfungsinya sistem preventif dan kuratif kontrol terhadap kemungkinan penyakit tertentu, dapat terbina kemapuan performance tubuh dalam hubungan keberhasilan kerja yang efektif dan efisien. Pembentukan sikap dan kepribadian anak sebagai siswa dilakukan secara terus menerus dalam belajar. Didalam pendidikan formal pendidikan anak sangat diperlukan pembinaan yang berkelanjutan, seperti dasar pembinaan disiplin yang sangat berguna

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

sebagai dasar perilaku anak dalam mengerjakan berbagai pekerjaan yang menjadi bekal kehidupannya. Didalam pendidikan formal di sekolah pembinaan disiplin sangat ditentukan oleh keteladanan guru dan pembina dalam berinteraksi dengan anak didik yang dapat menanamkan kebiasaan disiplin dalam kehidupan yang lebih besar dilingkungan masyarakat. Disiplin memegang peranan yang sangat penting didalam pembinaan siswa belajar. Disiplin dalam belajar menjadi modal dalam penyiapan anak mencapai prestasi belajar, dan prestasi belajar erat kaitannya dengan ketekunan anak dalam mengikuti proses belajar mengajar, untuk menciptakan suasana belajar yang efektif, maka ada hal-hal yang mempengaruhinya. Slametto (1991:56) mengemukakan bahwa “Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran digolongkan menjadi dua bahagian yaitu faktor interen dan faktor eksteren”. Faktor interen merupakan keadaan yang datangnya dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap kemajuan siswa didalam mengikuti kegiatan belajar. Slametto (1991:57) mengemukakan bahwa “Faktor interen terdiri dari tiga faktor yaitu psikologis, faktor fisiologis, faktor kelelahan”. Faktor psikologis, meliputi ; intelegensi, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan. Hartono (1997:19). menjelaskan faktor inteligensi adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan untuk berfikir abstrak. 2. Kemampuan untuk merangkap hubunganhubungan dan untuk belajar. 3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Siswa-siswa yang memiliki intelegensi tinggi dengan mudah dapat ditandai, yaitu dari aktifitasnya didalam hal belajar, mereka lebih menyukai materi pelajaran dan dapat dengan aktif menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pelajaran serta memiliki keunggulan dalam hal berfikir. Prosedur Penelitian Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan sehubungan dengan masalah yang teliti yaitu hubungan kemampuan psikomotor dengan prestasi beljara siswa SMPN 1 Peusangan Kabupaten Bireuen, digunakan metode yaitu mengumpulkan data dengan cara mengambil nilai hasil kemampuan belajar siswa pada semester 1 siswa kelas I dan siswa kelas II tahun 2012 yang memiliki nilai tertinggi sebagai siswa berprestasi belajar yang menduduki rangking 1, 2 dan 3 dalam kelas masing-masing. Kemudian untuk menentukan nilai psikomotor maka penulis mengambil nilai ketrampilan dalam pelajaran Penjas, yang dapat mencerminkan kemampuan perolehan angka kemampuan psikomotor, sehingga kedua jenis nilai ini menggambarkan kemampuan prestasi akademik dan kemampuan

psikomotor yang dapat dihubungkan antara kedua variabel dimaksud. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan psikomotor dan hasil prestasi belajar siswa SMP Negeri 1 Peusangan Kabupaten Bireuen, hubungan hitung nilai r-tes dan r@. Dalam hal ini r-tes sebesar 0,001,- dan r @ untuk sampel 45 dengan tingkat signifikansi 5 % adalah sebesar 0,294. Dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa r-tes = 0,001 > r @ = 0,294,-. Membuktikan bahwanilai r-tes sebesar 0,001,- dan r @ sebesar 0,294,- maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kemampuan psikomotor dan prestasi belajar siswa berprestasi di SMPN 1 Peusangan Kabupaten Bireuen” Kesimpulan Hubungan kemampuan psikomotor dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 1 Peusangan Kabupaten Bireuen ditemukan korelasi sebesar 0,001 artinya tidak memiliki hubungan yang signifikan antara kedua variabel yang dinilai. Daftar pustaka Abdullah, Arma (1985)Olahraga Bagi Pelatih, Pembina dan Penggemar. Jakarta: Sastra Hudaya. Elizabet (1997) Pembinaan Disiplin Belajar. Jakarta: Sastra Hudaya Engkos, Kosasih (1995) Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud. Hartono (1997). Pembinaan Prestasi Olahraga Di Sekolah.Bandung:Tarsito. Hasan, Fuad (1993) Petunjuk Pelaksaaan Belajar. Jakarta: Depdikbud. Hasnan Said (1990) Prosedur Peningkatan Kondisi Fisik. Jakarta: Gramadia. Kosasih, Engkos (1995) Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud. Nawawi, Hadari (1989) Pembinaan Prestasi belajar Siswa. Yogjakarta: UGM. Partowisantro (1982) Pembinaan Minat Belajar Siswa. Jakarta: Gramadia. Suharno HP (1995) Prosedur Pengajaran Olahraga Di Sekolah. Bandung: Tarsito. Sumosardjuno, Sadoso (1995) Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Jakarta: Gramadia.

Zainuddin

43

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

HUBUNGAN MOTOR ABILITY, KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KETERAMPILAN BOLA VOLI Zainal Abidin*) Abstrak: Keterampilan bola voli sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis dan motorik. Faktok psikologis, yaitu keadaan jiwa seseorang yang dalam hal ini keadaan konsep diri dan kepercayaan diri, sedangkan motorik dalam hal ini adalah Motor ability. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan motor ability, konsep diri dan kepercayaan diri dengan keterampilan bola voli siswa SMKN 1 Mesjid Raya Aceh Besar yang berjumlah 317 siswa dengan rincian 200 siswa laki-laki dan 117 siswi perempuan. Berdasarkan acuan Random Sampling pengambilan sampel 10% dari jumlah populasi maka didapat sampel 20 siswa laki-laki 12 siswi perempuan sehingga jumlah sampel penelitian secara keseluruhan adalah 32 siswa. Dari hasil analisis data yang dapat diperoleh dari hasil penelitian, koefisien korelasi motor ability (X1) dengan keterampilan bola voli (Y) adalah sebesar 0,55. dengan r hitung > r tabel (0,55 > 0.349) sehingga terdapat hubungan antara X1 dengan Y. Koefesien korelasi secara bersamasama Motor ability, Koefesien korelasi konsep diri (X2) dengan keterampilan bola Voli (Y) 0,61. dengan r sehingga terdapat hubungan antara X1 dengan Y. Koefesien korelasi hitung > r tabel (0,61>0.349) kepercayaan diri (X3) dengan keterampilan bola voli (Y) siswa sebesar 0,45 .dengan r hitung > r tabel (0,45>0.349) sehingga terdapat hubungan antara X3 dengan Y. Koefesien korelasi secara bersama-sama motor ability, konsep diri dan kepercayaan diri dengan Keterampilan bola voli 0,49, untuk taraf kepercayaan 0,57 dan = 34 dengan r tabel = 0.349 dan r hitung = 0,921. Dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0,921>0.349). sehingga terdapat hubungan motor ability, konsep diri dan kepercayaan diri dengan keterampilan bola voli siswa SMKN 1 Mesjid Raya Aceh Besar Tahun Ajaran 2012/2013. Dari perhitungan pengujian hipotesis diperoleh f hitung =51,43> dari nilai f tabel,= 2,95 yang artinya f hitung = 51,43 > lebih besar dari f tabel=2,95 (Fhitung lebih besar dari Ftabel). Kata kunci: Motor ability, Konsep Diri, Kepercayaan Diri, Keterampilan Bola Voli Pendahuluan Gerak merupakan suatu media paling penting yang harus diperhatikan dalam kehidupan kita untuk melakukan aktifitas sehari-sehari. Karena dengan gerakan yang efektif aktifitas yang dilakukan dapat berjalan dengan maksimal, sehingga menghasilkan gerakan yang sigap, enerjik serta mampu melakukan aktifitas. Menurut Sugiyanto (1994:27) Belajar gerak adalah mempelajari pola-pola gerak keterampilan tubuh. Proses belajarnya melalui pengamatan dan mempraktekkan pola-pola gerak yang dipelajari. Salah satu tujuan pendidikan jasmani disekolah adalah untuk meningkatkan keterampilan, karena keterampilan suatu keharusan yang harus dimiliki oleh siswa, dan tolak ukur nilai siswa dilihat dari keterampilan yang dimiliki oleh siswa tersebut, khususnya keterampilan bermain Bola Voli pada umumnya keterampilan cabang olahraga permainan lainya Olahraga permainan Bola Voli merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan tujuan pendidikan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolahsekolah, dari mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Permainan Bola Voli tidak lagi hanya sebagai olahraga rekreasi, akan tetapi telah berkembang menjadi bagian dari olahraga permainan serta penyaluran hobi untuk meraih prestasi.

44

Zainal Abidin

Pencapaian keterampialan yang baik dalam bermain Bola Voli, proses pembelajaran siswa di sekolah harus diajarkan keterampilan bermain Bola Voli yang terdiri dari Servis, Passing, Spike dan tersebut memerlukan model Block. Hal pembelajaran yang baik, sikap sabar, tekun, berani dan konsentrasi yang tinggi dalam jangka waktu yang relatif lama. Oleh karena itu peran guru dituntut untuk menerapkan model pengajaran yang efektif yang didukung oleh alat pembelajaran yang dapat menunjang proses pembelajaran keterampilan bermain Bola Voli. Semakin majunya perkembangan zaman disaat ini semakin maju juga teknologi olahraga yang digunakan untuk menciptakan dalam upaya meningkatkan gerakan yang cepat, lincah, dan lentuk. Tercapainya prestasi olahraga dikarenakan peningkatan gerakan yang maksimal, khususnya pada olahraga cabang bola poli, yang memiliki banyak unsur-unsur gerakan yang harus ditingkatkan seperti, melangkah, mengayun, melompat, memukul, dan menahan bola. Upaya untuk meningkatkan keterampialan yang baik dalam bermain Bola Voli, tentunya tidak terlepas dari unsur psikolagis dan motorik yang harus dimiliki oleh siswa. Agar kemampuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut lebih menonjol, baik dari pembelajaran ataupun prestasi, diantara faktor penunjang tersebut antara lain adalah, Motor ability

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

merupakan faktor pendukung dalam pelaksanaan suatu keterampilan yang selanjutnya dapat membedakan kemampuan seseorang. Ability (kemampuan) menurut Lutan (1988:33) bahwa: “Abilitas adalah semacam himpunan dari perlengkapan milik seseorang yang akan dipakai olehnya untuk melakukan sesuatu keterampilan motorik. Abilitas itulah yang menentukan baik buruknya suatu keterampilan dapat dilakukan.” Hal ini sesuai dengan pendapat Singer (1980:107) sebagai berikut: “An ability is throught/to be something that is general and enduring it is trait affected by both learning and heredity.” Artinya sebuah kemampuan adalah suatu yang umum dan abadi atau tetap yang sifatnya dipengaruhi oleh belajar dan keturunan. Kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas tidak terlepas dari gerak motorik yang baik, sesuai dengan pendapat diatas kemampuan motorik adalah suatu himpunan dari perlengkapan seseorang jika motoriknya baik, kemampuan dia dalam melakukan apapun hasilnya baik, jika motoriknya kurang baik kemampuan dia dalam melakukan apapun juga kurang sempurna. Konsep Diri menurut Yusuf dan Nurihsan (2008:9) Konsep Diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu “harapan orang tua, kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa, tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga, serta hubungan dalam keluarga”. Konsep Diri juga mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi individu dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya atau gambaran keseluruhan yang ada pada diri seseorang, artinya seseorang tersebut sangat mengerti dengan dirinya sendiri, mencintai dirinya sendiri, ketika dia ingin melakukan segala sesuatu yang akan dilakukan mampu untuk diatasi sendiri baik itu dalam bentuk penampilan atau permainan, dia sangat yakin atas penampilan yang akan dilakukanya pada saat latihan atau bertanding sehingga tidak ada faktor penghambat apapun yang akan dia lakukan. Faktor Kepercayaan diri adalah rasa percaya terhadap kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai prestasi tertentu . minsalnya ketika ada seleksi untuk persiapan kompetisi pertandingan permainan Bola Voli tingkat daerah, seorang siswa harus mengunjukan kemampuan dia untuk tampil dengan rasa percaya diri atas kemampuan yang dia miliki, dengan memiliki rasa percaya diri yang baik kemampuan yang dimiliki oles siswa tersebut dapat diterapkan smaksimal mungkin tanpa adanya hambatan dari diri sendiri ataupun dari luar. Dari beberapa uraian di atas, menunjukan bahwa dalam permainan bola voli sangatlah penting penguasaan kemampuan gerak motorik, bahwa kian tinggi tingkat general motor ability seseorang maka

kian mudah dan cepat orang tersebut menguasai suatu keterampilan. Maksudnya bahwa semakin siswa menunjukkan kemudahan ketika siswa mempelajari suatu gerakan, maka hal tersebut menunjukkan semakin tinggi derajat motor ability yang dimilikinya. Kualitas motor ability memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam mempelajari suatu keterampilan gerak cabang olahraga. Konsep diri juga hal yang paling penting dalam elaksanan keterampilan bermain bola voli karena dengan penguasaan konsep diri siswa dapat mempersepsikan diri dan lingkungannya, mempengaruhi perilakunya, dan juga mempengaruhi tingkat kepuasan yang diperoleh dalam kehidupannya. Ditambah dengan rasa Kepercayaan Diri siswa/i memiliki keunggulan yang bisa membantu membentuk kepribadian seorang anak. Keunggulan tersebut antara lain melatih jiwa sportivitas, membangun kerjasama tim yang solid, disiplin yang tinggi, fisik dan mental yang kuat pula, termasuk memperkuat rasa kepercayaan dirinya. Seseorang tidak akan bisa melakukan teknik secara maksimal apabila tidak disertai rasa kepercayaan diri yang baik. Olahraga permainan bisa menjadi wadah dimana anak-anak bermain sekaligus berprestasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan motor ability, konsep diri, dan kepercayaan diri dengan keterampilan bermain bola voli siswa SMKN 1 Mesjid Raya Aceh Besar. Prosedur Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi di lakukan secara alami dengan pengumpulan data primer melalui perlakuan (demonstrasi). Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan , menggambarkan dan mengumpulkan data guna memecahkan suatu masalah melalui cara tertentu yang sesuai dengan prosedur penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi (correlation research), yang menjadi penelitian adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel yang diteliti. Besar kecilnya hubungan tersebut yang dinyatakan dalam bentuk koefesien korelasi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Arikonto (2006:8) bahwa: “penelitian korelasi adalah penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefesien korelasi”. Rancangan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara objek yang akan diteliti antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) terlebih dahulu penulis menggambarkan diagram hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, desain penelitian ini adalah hubungan motor ability

Zainal Abidin

45

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

(X1) konsep diri (X2) dan kepercayaan diri (X3) dengan keterampilan bermain bola voli (Y). Populasi adalah seluruh subjek yang akan diselidiki, hal yang di kemukakan oleh Arikunto (2006:9) yaitu: “ keseluruhan subjek penelitian” populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang berjumlah 317 siswa dengan rincian 200 siswa lakilaki dan 117 siswi perempuan. Berdasarkan acuan Random Sampling pengambilan sampel 10% dari jumlah populasi maka didapat sampel 20 siswa lakilaki 12 siswi perempuan sehingga jumlah sampel penelitian secara keseluruhan adalah 32 siswa. Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis data dapat diinterpretasikan data-data tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa rata-rara nilai motor ability siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013 adalah 3,45 berdasarkan tabel kategori motor ability, hasil nilai Motor ability siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013 termasuk dalam kategori baik, kemudian rata-rata nilai konsep diri adalah 3,51, berdasarkan kriteria konsep diri termasuk dalam kategori baik, dan selanjutnya untuk rata-rata nilai kepercayaan diri adalah 3,74 dan berdasarkan tabel kriteria kepercayaan diri, angka tersebut berada pada kategori baik. Selanjutnya rat-rata keterampilan bermain Bola Voli siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013 juga termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian pengambilan data dan hasil pengolahan data, untuk meningkatkan keterampilan bermain bola voli khususnya pada siswa ternyata komponen motor ability sangat penting sekali dengan kemampuan komponen motor ability yang baik siswa luwes dan mudah melakukan keterampilan bola voli artinya dengan komponen motor ability yang baik keterampilan bermain bola volinya juga akan baik, seperti teori yang dikemukakan oleh Lutan (1988:33) bahwa: “Abilitas adalah semacam himpunan dari perlengkapan milik seseorang yang akan dipakai olehnya untuk melakukan sesuatu keterampilan motorik. Sedangkan konsep diri dan kepercayaan diri adalah sebagai faktor penunjang semangat dalam melakukan segala aktifitas apapun khususnya dalam melakukan keterampilan bermain bola voli, seperti yang dirinci oleh Markus (Calhoun & Acocella, 1995:39) diri (self) terbagi atas beberapa aspek, yaitu: (a) aspek diri- fisik (aspek tubuh yang di dalamnya berlangsung berbagai aktivitas biologis), (b) aspek diri-sebagai-proses (berupa: akal. emosi, dan perilaku), (c) aspek diri-sosial (potensi untuk berinteraksi dengan orang lain), (d) aspek konsepdiri, dan (e) cita- cita (apa yang diharapkan atau diinginkan). dengan rasa percaya diri yang tinggi, siswa mampu beradaptasi dengan orang lain, mampu menilai dirinya sendiri dengan baik. Sehingga komponen motorik dan psikologisnya otomatis akan

46

Zainal Abidin

padu dalam melakukan aktifitas yang dijalaninya, hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis data penelitian yang penulis simpulkan dibawah ini Analisis data untuk menemukan korelasi menunjukan bahwa korelasi, X1 dengan Y sebesar 0,52 dengan t hitung = 3,45 > 1.694 maka Ha diterima dan Ho ditolak. (2). X2 dengan Y menunjukkan korelasi (rxy) sebesar 0,48 dengan t hitung = 3,51 > 1.694 maka Ha diterima dan Ho ditolak. (3). X3 dan Y menunjukkan angka korelasi (rxy) sebesar 0,0,56 dengan t hitung = 3,74 > 1.694 maka Ha diterima dan Ho ditolak. (4). X1, X2, X3, dan Y menunjukkan angaka korelasi (Rx1,x2,x3y) sebesar 0,63 dengan f hitung = 6,615 > dari nilai f tabel,= 2,92 ( f hitung lebih besar dari f tabel). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat motor ability (X1), Konsep Diri (X2), kepercayaan diri (X3) dengan keterampilan bermain bola voli (Y). pada Siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013, Berdasarkan hasil analisis data yang telah penulis lakukan maka dapat di simpulkan bahwa keterampilan bermain Bola Voli pada siswa SMKN 1 Mesjid Raya Aceh Besar 2012/2013 berhubungan dengan tingkat motor ability, konsep diri , dan kepercayaan diri siswa. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis mengenai hubungan motor ability (X1), konsep diri (X2), kepercayaan Diri (X3) dengan keterampilan bermain bola voli (Y). pada Siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013: 1. Berdasarkan analisis data koefisien korelasi motor ability dengan keterampilan bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013 sebesar 0,55, artinya nila ini menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara motor ability dengan keterampilan bermain bola voli.. 2. Berdasarkan analisis data koefisien korelasi konsep diri dengan keterampilan bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013 sebesar 0,61, artinya nilai ini menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan keterampilan bermain bola voli. 3. Berdasarkan analisis data koefisien korelasi kepercayaan diri dengan keterampilan bermain bola voli siswa SMK Negeri 1 Mesjid Raya Aceh Besar T.A 2012/2013 sebesar 0,45, artinya nilai ini menunjukan terdapat hubungan kepercayaan diri dengan keterampilan bermain bola voli. 4. Berdasarkan analisis data koefisien korelasi secara bersama-sama motor ability, konsep diri dan kepercayaan diri dengan keterampilan bermain Bola Voli sebesar 0,49, artinya nilai ini

Jurnal Sport Pedagogy Vol. 4. No. 1. April 2014

menunjukan terdapat hubungan yang signifikan motor ability, konsep diri dan kepercayaan diri dengan keterampilan bermain bola voli. Daftar Pustaka Andayani, B & Afiatin, T (1996) Konsep Diri, Harga Diri, dan Kepercayaan Diri Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya Arikunto (2006) Prosudur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Dieter, Beutsthal (2003) Servis Adalah Sentuhan Pertama dalam Permainan Bola Voli. Surabaya: Erlangga. Fitts, Sutataminingsih (2009). Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. Jakarta: Penerbit Arcan. Giriwijoyo, Santoso (2007) Ilmu Kesehatan Olahraga (Sport Medicine), Bandung: FPOK. Gunarsa (1995) Psikologi Perkembangan Anak, Remaja dan. Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Harsono, (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta Lutan, Rusli (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode Pembelajaran. Jakarta. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Sugiyono (2010) Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Zainal Abidin

47