KAJIAN PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENJADI AIR BERSIH DENGAN KOMBINASI PROSES UPFLOW ANAEROBIC FILTER DAN SLOW SAND FILTER1) (Humic WaterTreatment by Combination of Upflow Anaerobic Filter and Slow Sand Filter ) Iva Rustanti Eri 2), Wahyono Hadi3) Email:
[email protected]
ABSTRAK Air gambut adalah satu sumber air permukaan banyak dijumpai di Kalimanta, berwarna coklat tua sampai kehitaman (124 - 850 PtCo), berkadar organik tinggi (138 – 1560 mg/lt KmnO4), dan bersifat asam (pH 3,7 – 5,3). Kondisi air tersebut menunjukkan bahwa air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik. Salah satu alternatif pengolahan untuk menurunkan warna dalam air adalah anaerobik biofilter dan Slow Sand Filter (SSF). Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian penggunaan Upflow Anerobic Filter (UAF) dan Slow Sand Filter (SSF) dalam menurunkan warna air gambut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan air gambut yang diambil dari Propinsi Kalbar. Reaktor yang dipakai adalah rangkaian reaktor kombinasi UAF dan SSF. Variabel penelitian adalah variasi pada media filter reaktor anaerobik (yaitu menggunakan kerikil, PVC dan botol bekas yakult), dan variasi kecepatan filtrasi pada SSF (0.15, 0.3, dan 0.45 m3/m2.jam). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi UAF bermedia kerikil dengan SSF kecepatan filtrasi 0,15 m3/m2.jam memiliki efisiensi tertinggi dalam menurunkan warna air gambut yang semula memiliki konsentrasi 804 Pt.Co menjadi konsentrasi 11 Pt.Co. Kondisi air olahan UAF dan SSF masih belum memenuhi persyaratan sebagai air bersih sesuai PERMENKES No.416/ MENKES /PER/IX/1990. Kata kunci : Upflow Anaerobic Filter, Slow Sand Filter, air gambut
ABSTRACT The object of this research is to study the potensial use the combination of Upflow Anaerobic Filter and Slow Sand Filter to treat colour of the humic water. This research was conducted by using humic water taken from the West Kalimantan Province. Reactor used was a reactor series of UAF and SSF. Research variable in UAF is variation of the filter media anaerobic (ie using gravel, PVC and Yakult bottles), and variabel in SSF is variation of filtration rate (0.15 m3/m2.hour; 0.3 m3/m2.hour; and 0.45 m3/m2.hour). These results indicate that UAF gravel media combination with SSF filtration rate 0.15 m3/m2.hour has the highest efficiency in reducing the color of the original humic water which has a concentration 804 Pt.Co to 11 Pt.Co. Combination UAF and SSF processed water conditions still not meet the requirements as clean water suitable PERMENKES No.416 / MENKES /PER/IX/1990. 1) Makalah merupakan bagian dari Tesis, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP- ITS 2) Mahasiswa Program Pasca Sarjana pada Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS 3) Pembimbing
2
PENDAHULUAN Penduduk pedesaan yang tinggal di daerah rawa dan daerah pasang surut seperti di Kalimantan umumnya menghadapi kesulitan dalam memperoleh air bersih terutama pada musim kemarau. Salah satu sumber air permukaan yang ada di Kalimantan khususnya di Propinsi Kalimantan Barat adalah air gambut yaitu air permukaan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah gambut dibawahnya. Data hasil uji kualitas air gambut yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat selama tahun 2008, menunjukkan bahwa air gambut di Kalimantan Barat memiliki kekeruhan rendah, berwarna coklat tua sampai kehitaman (124 - 850 unit PtCo), kadar organik tinggi (138 – 1560 mg/lt KMnO4), dan bersifat asam (pH 3,7 – 5,3). Data tersebut menunjukkan bahwa sebelum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air untuk keperluan domestik, air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu. Zat organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat yang bersifat sulit dirombak oleh mikroorganisme atau bersifat nonbiodegradable (Zouboulis, 2004). Namun demikian upaya untuk merombak senyawa humat dan fulvat ini terus dikembangkan. Salah satu metode potensial adalah pengolahan secara biologi, dengan menggunakan bakteri yang dikultivasi baik dari tanah gambut maupun air gambut itu sendiri. Pengolahan air secara biologi pada dasarnya dapat dilakukan menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi dan proses pertumbuhan terlekat. Pada proses pertumbuhan terlekat, mikroba dilekatkan pada media pendukung membentuk lapisan tipis yang disebut biofilm. Penggunaan biofilm mikroba telah banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair. Namun, belum banyak dikembangkan pada pengolahan air bersih. Upflow Anaerobic Filter adalah salah satu teknologi pengolahan air secara biologi dengan memanfaatkan biofilm bakteri dalam mekanisme peruraian zat organik, sedangkan Slow Sand Filter (SSF) merupakan teknologi pengolahan air yang sangat sederhana, yang memanfaatkan biofilm yang terbentuk pada media pasir. Hariyani (2005) menerangkan bahwa biofilm yang terbentuk pada SSF mampu menurunkan bakteri, zat organik, padatan tersuspensi dan warna yang ada pada air baku lebih dari 60%. Berdasarkan beberapa hal diatas, maka penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan Upflow Anaerobic Filter (UAF) dan Slow Sand Filter (SSF) dalam menurunkan warna air gambut sehingga memenuhi persyaratan PERMENKES No.416/ MENKES /PER/IX/1990 dengan memanfaatkan bakteri lokal air gambut. DASAR TEORI Air gambut adalah air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat di daerah pasang surut, berawa dan dataran rendah, berwarna merah kecoklatan, berasa asam (tingkat keasaman tinggi), dan memiliki kandungan organik tinggi. Gambut sendiri didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk dari dekomposisi tidak sempurna dari tumbuhan daerah basah dan dalam kondisi sangat lembab serta kekurangan oksigen. Air gambut secara umum tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandardkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui PERMENKES No.416/ MENKES /PER/IX/1990. Kandungan organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat yang memiliki ikatan aromatik kompleks yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, OH fenolat maupun –OH alkohol dan bersifat nonbiodegradable. Sifat ini juga menyebabkan sebagian besar organik pada air gambut sulit terurai secara alamiah. Kandungan organik pada air berpotensi membentuk senyawa karsinogenik antara lain
3
THM (Trihalomethane) pada proses desinfeksi dengan khlor. Asam humat yang memiliki berat molekul 2000 – 100.000 dalton memiliki potensi untuk membentuk organoklorin seperti THM dan HAA (haloacetic acid) relatif lebih besar daripada senyawa non humus (Zouboulis, 2004). Usaha untuk mereduksi senyawa humat dalam air gambut dilakukan dengan berbagai metoda baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penelitian yang dilakukan oleh Lema (2008) terhadap viabilitas isolat bakteri selulolitik pada humus menunjukkan bahwa aktifitas selulase isolat bakteri selulotik dapat menggunakan selulosa yang ada pada senyawa humat sebagai sumber karbon. Perombakan asam humat pada kondisi anaerob akan menghasilkan produkproduk intermediate seperti amina aromatik yang mengganggu pertumbuhan bakteri. Pengaruh toksisitas amina aromatik lebih tinggi pada sistem pertumbuhan tersuspensi dibandingkan sistem pertumbuhan terlekat (Prakash et al, 2003). Sehingga teknologi Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter yang menggunakan bakteri dengan pertumbuhan terlekat diharapkan mampu merombak asam humat yang bersifat non degradatif. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan isolasi dan identifiksi bakteri dilakukan Lab. Mikrobiologi Universitas Airlangga Surabaya. Kegiatan analisa media dan analisa ayakan dilakukan di Laboratorium mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS. Sedangkan kegiatan pengolahan air gambut dilakukan di Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Dep.Kes Surabaya. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, mulai Mei sampai Desember 2009. Bahan Penelitian Bahan yang penting dalam penelitian ini adalah, 1) air gambut yang berasal dari Pontianak Kalimantan Barat, dengan waktu pengambilan mulai bulan Mei – Oktober 2009, 2) media cair untuk biakan bakteri, dengan komposisi mengikuti metode yang dilakukan Khehra et al (2006) yaitu dalam satu liter media cair terdiri dari (NH4)2SO4 (1,0 g), KH2PO4 (1,0 g), Na2HPO4(3,6 g), MgSO4.7H2O (1,0 g), Fe(NH4)sitrat (0,01 g), CaCl2.2H2O (0,1 g), 0,05% yeast extract dan 10 ml larutan trace element. Satu liter trace element terdiri dari ZnSO4.7H2O 910,0 mg), MnCl2.4H2O (3,0 mg), CoCl2.6H2O (1,0 mg), NiCl2.6H2O (2,0 mg), Na2MoO4.2H2O (3,0 mg), H3BO3 (3,0 mg), CuCl2.2H2O (1,0 mg). Pemeriksaan Kualitas Air Gambut Pemeriksaan kualitas air gambut meliputi parameter pH, zat organik yang diukur dengan nilai bilangan permanganat (PV), warna, analisa karbon total. Seluruh metode pemeriksaan parameter sesuai dengan Standard Method for Examination of Water and Wastewater (1998). Seleksi dan Identifikasi Bakteri Lokal Air Gambut Seleksi dan identifikasi bakteri anaerob yang terdapat pada air gambut dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Airlangga. Hasil seleksi dan identifikasi diperoleh bakteri anaerob yang dominan adalah Clostridium sp, sedangkan bakteri fakultatif anaerob yang dominan yaitu Bacillus sp. Identifikasi bakteri anaerob air gambut dilakukan dengan cara mencocokkan hasil uji morfologi dan uji aktivitas biokimia yang terdapat pada Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology.
4
Pengujian Kondisi Lingkungan yang Optimum Bagi Perkembangan Bakteri Pengujian kondisi lingkungan yang paling sesuai untuk perkembangan bakteri dilakukan dengan mencari pH optimum (Sastrawidana, 2008). Indikator pH yang sesuai untuk perkembangan bakteri anaerob dan fakultatif akan terukur dengan semakin rendahnya konsentrasi warna sampel. Pengujian pengaruh pH dilakukan terhadap bakteri Clostridium sp, Bacillus sp, dan konsorsium kedua bakteri tersebut. Untuk setiap bakteri dibutuhkan 3 buah tabung ulir ukuran 10 ml, dan ke dalam tabung- tabung ulir tersebut berturut-turut diisi 5 ml sampel air gambut (steril) yang telah terukur konsentrasi warnanya. Berturut-turut ditambahkan pula 5 ml media biakan bakteri yang telah berisi 2 g/L glukosa steril, kemudian diatur pada pH 6. Selanjutnya ke dalam tabung ulir ditambahkan 1 ml suspensi bakteri dan media cair hingga mencapai volume 10 mL dan ditutup rapat. Campuran diinkubasi pada suhu 30oC selama 5 hari, selanjutnya dipipet 10 ml untuk disentrifugasi pada 2.790 x g selama 30 menit untuk menghilangkan padatan tersuspensi yang ada. Penurunan konsentrasi warna air gambut diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis 1601. Pengujian mengacu pada metode 2120 untuk perbandingan visual warna pada Standard Methods for Examination of Water and Wastewater (1998). Dengan cara yang sama dilakukan pada pH 5,7, 8, 9. Amobilisasi Konsorsium Bakteri pada Media Filter Upflow Anaerobic Filter (UAF) Media Filter yang digunakan sebagai media pengamobil adalah kerikil ukuran 1 inch (2,54 cm), PVC ukuran 2,5 x 2 cm dan botol plastik bekas yakult. Media filter dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali, dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam dan selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Ke dalam 3 buah reaktor anaerob masing-masing diisi dengan media filter yang akan digunakan sebagai media tempat pelekatan bakteri. Bakteri yang diamobilkan pada masing-masing reaktor adalah konsorsium bakteri anaerobik dan fakultatif hasil isolasi dari air gambut. Amobilisasi bakteri pada media filter mengikuti metode yang dilakukan Sastrawidana (2009), yaitu 100 ml kultur bakteri ditumbuhkan dalam reaktor anaerob selanjutnya ditambahkan media tumbuh dan disirkulasi selama 14 hari. Setelah 14 hari cairan dalam reaktor UAF dialirkan ke luar melalui kran untuk mengeluarkan bakteri yang tidak terikat pada media. Setelah proses amobilisasi selesai (setelah 14 hari), dilakukan pengukuran jumlah koloni bakteri yang melekat pada masing – masing media filter UAF. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat apakah jumlah koloni bakteri yang melekat pada media tersebut sudah memadai untuk digunakan dalam pengolahan air gambut. Metode yang dipakai adalah Total Plate Count (TPC). Pelepasan sel terlekat dan perhitungan TPC dilakukan di laboratorium mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Airlangga Surabaya. Reaktor Upflow Anaerobic Filter (UAF) dan Slow Sand Filter (SSF) Penelitian ini menguji 3 (tiga) variasi media filter UAF dan 3 (tiga) variasi kecepatan filtrasi SSF. Reaktor UAF dan SSF dirangkai secara seri dan dioperasikan secara kontinyu. Gambar aliran (flowsheet) proses pengolahan air gambut seperti terlihat pada Gambar 1
5
Gambar 1. Flowsheet Pengolahan Air Gambut Rangkaian reaktor UAF dan SSF seperti terlihat pada Gambar 2.
K NG RA
NG YA EN AP
GA
Gambar 2. Rangkaian Reaktor UAF dan SSF Reaktor UAF dibuat dari pipa PVC dengan tinggi 110 cm, berdiameter 12 inch. Variasi media filter yang dipakai adalah 1) kerikil dengan ukuran 1 inch (2,54 cm), 2). PVC dengan ukuran 2,5 x 2 cm dan 3). botol plastik bekas yakult. Tinggi lapisan media
6
filter adalah 80 cm. Beban hidrolik UAF sebesar 3,0 m3/m2 hari, dengan debit air gambut 10 lt/jam. Reaktor SSF menggunakan single media yaitu pasir. SSF terbuat dari pipa PVC dengan tinggi 1,2 m. Variasi kecepatan filtrasi adalah 0,15 m3/m2.jam, 0,3 m3/m2.jam, dan 0,45 m3/m2.jam dengan arah aliran down flow. Pasir yang dipakai mempunyai ukuran efektif (ES) sebesar 0,25 – 0,6 mm (30 – 60 mesh), sedangkan media penyangga kerikil berukuran 1 – 2 mm. Dimensi SSF untuk masing-masing variasi kecepatan filtrasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Dimensi SSF untuk masing-masing variasi kecepatan filtrasi Filtration Rate
Diameter Filter
0,15 m3/m2.jam
12 inch
Ketebalan media Pasir Kerikil 70 cm 10 cm
3
8 inch 6 inch
70 cm 70 cm
2
0,30 m /m .jam 0,45 m3/m2.jam
10 cm 10 cm
Freeboard 20 cm 20 cm 20 cm
Sebelum reaktor SSF dioperasikan, pasir yang dipakai terlebih dahulu dilakukan pengkondisian awal (ripening) atau proses pembentukan biofilm (schmutzdecke) di permukaan pasir. Proses yang dilakukan sama seperti proses amobilisasi media filter di reaktor UAF. Titik Lokasi Sampling dan Jumlah Sampel Titik pengambilan sampel UAF berada di reservoir dan efluen filter, secara grab 1 kali sehari selama 14 hari. Jumlah sampel: 3 media x 1 x 14 hari = 42 sampel. Sedangkan pada SSF, sampel diambil dari efluen filter secara grab sehari sekali selama 10 hari. Jumlah sampel 3 media x 3 filtration rate x 10 hari = 90 sampel. Setiap sampel dianalisa parameter warna. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa untuk mengetahui apakah ada penurunan yang signifikan pada parameter warna, sebelum dan setelah pengolahan dengan UAF variasi media dan SSF variasi kecepatan filtrasi. Data kualitas air baku dan produk olahan dibandingkan dengan standar air bersih sesuai dengan PERMENKESNo.416/MENKES /PER/IX/1990. HASIL DAN DISKUSI Analisa Air Baku Hasil analisa kualitas air gambut sebagai air baku untuk parameter kekeruhan sebesar 60 NTU, konsentrasi warna 804 Pt.Co, pH 4,8, zat organik yang diukur dengan nilai permanganat (PV) 246,8 mg/lt, BOD 125 mg/lt, COD 192 mg/lt. Kondisi pH Optimum Bagi Perkembangan Bakteri Konsentrasi warna air gambut identik dengan kandungan zat organik yang ada terkandung di dalam air gambut tersebut. Proses perombakan zat organik air gambut akan berpengaruh pada intensitas warna sehingga efisiensi penurunan warna air gambut sebanding dengan efisiensi perombakan zat organik. Efisiensi kemampuan bakteri Clostridium sp, Bacillus sp dan konsorsium Clostridium sp, Bacillus sp dalam merombak zat organik selama 5 hari inkubasi pada pH yang berbeda-beda (pH 5 – 9) disajikan pada Gambar 3. Kondisi pH yang sesuai bagi perkembangan bakteri anaerobik akan terukur dengan semakin rendahnya konsentrasi warna sampel.
Efisiensi Penurunan Warna (%)
7
94 92 90
Clostridium sp
88
Bacillus sp.
86
Konsorsium
5
6
7
8
9
pH
Gambar 3. Efisiensi Penurunan Warna pada Kondisi Anaerob pada Variasi pH selama 5 hari inkubasi Gambar 3. menunjukkan bahwa efisiensi penurunan warna dipengaruhi pH lingkungan. Efisiensi perombakan warna meningkat pada pH 5 - 7, kemudian cenderung stabil pada pH 7 – 8, dan menurun pada pH 9. Kondisi pH optimum proses perombakan warna (650 Pt.Co) selama inkubasi 5 hari pada kisaran pH 7 – 8 dengan efisiensi berkisar 90 – 93 %. Perbedaan efisiensi perombakan warna pada variasi pH disebabkan oleh perubahan aktivitas pertumbuhan bakteri. Beberapa bakteri dapat tumbuh dan beraktivitas baik pada lingkungan asam dan beberapa bakteri juga tumbuh baik pada lingkungan basa. Namun kebanyakan bakteri hidup dan beraktivitas baik pada kondisi pH netral (Cutright, 2001). Aktivitas pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh aktivitas enzim bakteri itu sendiri, karena pada sistem biologi sebagian besar enzim merupakan protein yang mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif dan negatif. Aktivitas enzim akan optimum jika terjadi kesetimbangan antar kedua muatan tersebut. Bila proses perombakan berlangsung pada pH yang tidak optimum, maka aktivitas enzim akan menurun akibat dari ionisasi gugus-gugus pada sisi aktif enzim. Pada kondisi asam (pH rendah), enzim lebih bermuatan positif sedangkan pada kondisi basa (pH tinggi) maka enzim lebih bermuatan negatif. Amobilisasi Media Filter UAF Bakteri yang digunakan dalam Upflow Anaerobic Filter adalah konsorsium bakteri Clostridium sp, dan Bacillus sp, karena gabungan kedua bakteri ini menghasilkan efisiensi perombakan warna yang cukup tinggi dibandingkan jika kedua bakteri tersebut digunakan dalam bentuk kultur tunggal, seperti terlihat pada Gambar 3. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam keadaan substrat yang mencukupi, hubungan antar bakteri pada sistem konsorsium tidak saling mengganggu, tetapi saling bersinergi sehingga menghasilkan efisiensi perombakan yang lebih tinggi (Prakash et al, 2003). Hasil proses amobilisasi pada 3 (tiga) jenis media filter UAF, yaitu kerikil, PVC dan botol plastik bekas yakult sebagai tempat tumbuh bakteri konsorsium Clostridium sp dan Bacillus sp, menunjukkan penampakan pada struktur permukaan media semakin tertutup dan terasa licin. Hasil pengukuran Total Plate Count (TPC) pada masingmasing media diperoleh jumlah koloni bakteri pada media kerikil sebesar 128 x 1012 cfu/mg, pada PVC 88 x 1011cfu/mg, sedangkan pada botol plastik bekas yakult sebesar 103 x 109 cfu/mg. Jumlah koloni pada media kerikil paling besar dibanding kedua jenis media yang lain karena kerikil mempunyai banyak rongga yang mempermudah pelekatan bakteri, memperkokoh biofilm dan melindungi mikroba dari abrasi akibat aliran air. Jumlah koloni bakteri di media PVC lebih banyak dibandingkan botol bekas yakult, karena media PVC yang dipakai terlebih dahulu diberi guratan-guratan sebagai
8
tempat pelekatan bakteri. Dari hasil pemeriksaan jumlah koloni bakteri diatas terlihat bahwa jumlah koloni bakteri yang terdapat pada media sudah memadai untuk digunakan dalam pengolahan air gambut secara anaerob, karena menurut Cutright (2001), jumlah populasi bakteri minimum yang dianggap memadai untuk digunakan dalam pengolahan secara anaerob adalah 108 cfu/mg.
% Penurunan Warna (Pt.Co)
Analisa Hasil Pengolahan Upflow Anaerobic Filter Efisiensi pengolahan reaktor UAF yang dioperasikan secara kontinyu dengan beban hidrolik filter 3,0 m3/m2hari (debit air gambut 10 lt/jam) dalam menurunkan konsentrasi warna air gambut disajikan pada gambar berikut. 80 60 40
Media Kerikil
20
Media PVC
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Media Botol Yakult
Hari Ke
Gambar 4. Efisiensi Penurunan Warna Gambar 4 memperlihatkan bahwa parameter warna pada semua efluen UAF baik yang bermedia kerikil, PVC maupun botol plastik masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan nilai baku mutu warna yang dipersyaratkan oleh PERMENKES No. 416 / MENKES /PER/IX/1990 yaitu tidak berwarna. Sisa warna pada efluen UAF bermedia kerikil sebesar 60 – 95 Pt.Co (removal 86,8 – 92,7%), untuk media PVC sisa warna sebesar 108 – 144 Pt.Co (removal 81 – 85,1%), sedangkan sisa konsentrasi warna pada efluen UAF bermedia botol yakult bekas sebesar 167 - 247 mg/lt (removal 68,9 – 73,7 %). Masih tingginya konsentrasi warna pada efluen UAF menunjukkan bahwa perombakan zat organik penyebab warna tidak berlangsung sempurna. Hal ini karena pada kondisi anaerob bakteri hanya mampu merombak molekul zat organik air gambut, yaitu molekul asam humat yang berukuran besar menjadi molekul yang lebih sederhana. Struktur benzena yang ada pada asam humat belum dapat dipecah secara sempurna, hal ini terlihat pada konsentrasi sisa warna terukur pada efluen UAF masih cukup tinggi. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa media kerikil memiliki efisiensi penurunan warna lebih besar dibanding media PVC dan media botol bekas yakult. Hal ini sesuai dengan jumlah koloni bakteri yang melekat pada media kerikil lebih banyak dibandingkan pada dua media yang lain, sehingga pada media kerikil proses perombakan zat organik terjadi lebih efektif. Media kerikil juga memiliki banyak rongga sehingga mempunyai luas permukaan lebih besar dalam mengadsorpsi zat organik. Rongga ini tidak dimiliki oleh kedua media yang lain, sehingga kemampuan adsorpsinya sangat rendah. Analisa Hasil Pengolahan Slow Sand Filter Hasil pengukuran efisiensi Slow Sand Filter (SSF) dalam menurunkan konsentrasi warna air gambut disajikan pada gambar berikut
Efisiensi Penurunan Warna (%)
9
100 80 60 40 20 0 1 Kerikil
2
3
PVC
4
5
6
7
8
9
10
Hari Ke
Botol
Efisiensi Penurunan warna (%)
Gambar 5. Efisiensi Penurunan Warna pada Kec. Filtasi 0,15 m3/m2jam 100 80 60 40 20 0
Kerikil
1 2 PVC
3 4 Botol
5
6
7
8
9
10
Hari ke
Efisiensi penurunan Warna (%)
Gambar 6. Efisiensi Penurunan Warna pada Kec. Filtasi 0,3 m3/m2jam 100 80 60 40 20 0 1 Kerikil
2 3 PVC
4
5 Botol
6
7
8
9 10 Hari ke
Gambar 7. Efisiensi Penurunan Warna pada Kec. Filtasi 0,45 m3/m2jam Gambar 5 - 7 diatas menunjukkan bahwa prosentase efisiensi penurunan warna sudah cukup tinggi sejak hari pertama pengambilan sampel. Kondisi ini terjadi karena media pasir yang dipakai dalam SSF telah mengalami masa repening selama 14 hari sehingga mekanisme biologi telah terbentuk dengan stabil. Kecepatan filtrasi juga berpengaruh pada efisiensi penurunan warna. SSF dengan kecepatan filtrasi 0,15 m3/m2.jam menghasilkan prosentase penurunan warna lebih besar dibanding variasi kecepatan yang lain.
Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah kecepatan aliran yang lebih kecil memungkinkan kontak yang lebih lama sehingga reduksi oleh mikroorganisme lebih besar. Selain waktu kontak, aliran kecil akan menyebabkan zat organik terdeposit pada media filter akan lebih banyak dan menjadi makanan mikroorganisme yang tumbuh pada filter.
akan akan yang bagi
10
Kemampuan Pengolahan Gabungan UAF dan SSF dalam Penurunan Warna %
Penurunan Warna
100
mg/lt
80 60 40 20 0
86
83 11
84
80 14
16
71 21
67 37
78 41
42
68 64
61
77
Gambar 8. Efisiensi Penurunan Warna pada Setiap Variasi UAF dan SSF Gambar 8 memperlihatkan bahwa kombinasi UAF bermedia kerikil dengan SSF 0,15 m3/m2.jam mempunyai efisiensi terbesar dalam menurunkan konsentrasi warna air gambut yaitu 11 mg/lt (86%). Meskipun kondisi ini belum memenuhi persyaratan sesuai PERMENKES No.416/ MENKES /PER/IX/1990 yaitu tidak berwarna. Hasil penelitian ini juga menunjukkan walaupun efisiensi penurunan warna pada semua kombinasi memiliki kecenderungan menurun, namun kondisi reaktor UAF dan SSF masih belum mencapai titik breakthrough. Karena belum terlihat indikasi terjadinya breakthrough yaitu kualitas efluen sama atau lebih buruk dari influen (Hariyani, 2005). Penurunan efisiensi dikarenakan tidak ditambahkannya nutrien trace element pada air gambut yang akan diolah, serta sulit menjaga ratio C/N/P tetap pada kondisi 100:5:1, mengingat penelitian ini menggunakan proses kontinyu. Nutrien trace element hanya diberikan pada saat pengkondisian reaktor UAF dan SSF dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan bakteri sehingga pembentukan biofilm dapat sempurna. KESIMPULAN 1. Faktor lingkungan (pH) yang mempengaruhi efisiensi pembentukan biofilm pada media Upflow Anaerobic Filter adalah 7 – 8. 2. Konsorsium bakteri Bacillus sp dan Clostridium sp lebih efektif untuk dipakai dalam proses perombakan warna dibandingkan dengan kultur tunggal. Efisiensi perombakan sebesar 95,8 – 96,0% dengan inkubasi 5 hari pada pH 7 – 8.
3. 4. 5. 6. 7.
Reaktor UAF bermedia kerikil, PVC dan botol plastik bekas yakult mampu dalam menurunkan warna air gambut, dengan rata –rata prosentase penurunan berturutturut sebesar 89,3%, 82,3% dan 71,6%. SSF dengan variasi kecepatan fitrasi 0,15 m3/m2.jam; 0,3 m3/m2.jam dan 0,45 m3/m2.jam mampu menurunkan konsentrasi warna pada air gambut, dengan rata – rata prosentase penurunan bertutut-turut sebesar 83%, 74% dan 69% Kombinasi UAF dan SSF yang paling efisien dalam menurunkan warna, adalah UAF bermedia kerikil dan SSF dengan kecepatan filtrasi 0,15 m3/m2.jam, dengan efisiensi penurunan parameter warna 98. SSF cukup efektif dalam menyempurnakan kualitas efluen UAF karena SSF sudah mengalami pengkondisian awal. Kualitas warna pada air hasil olahan kombinasi UAF dan SSF belum memenuhi syarat warna pada air bersih sesuai PERMENKES No.416/MENKES/ PER/IX/1990.
11
DAFTAR PUSTAKA Hariyani,V.D., 2005, Pengolahan Lanjutan Terhadap Efluen Instalasi Pengolahan Lindi LPA Benowo Menggunakan Slow Sand Filter dan Filter Adsorpsi, Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Lema,A.T., 2008, Viabilitas Isolat-Isolat Bakteri Selulolitik Pada Bahan Pembawa Gambut, Tugas Akhir S1 Departemen Biologi FMIPA IPB. Prakash,B., B.M. Veeregowda, G. Krishnappa, 2003, Biofilms: A Survival Strategy of Bacteria [Review], Current Sci. 85(9), 1299-1307. Sastrawidana,I.D.K., 2008, Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan Biofilm Konsorsium Bakteri Pada Reaktor Dengan Sistem Anaerobik-Aerobik, Disertasi Program Studi Pengelolaan Sumbedaya Alam dan Lingkungan IPB Zouboulis, A.I., Chai, X.L., dan Katsoyiannis,I.A., 2004, The Application of Bioflocculant for The Removal of Humic Acids rom Stabilized Landfill Leachates, Environmental Management Journal 70, 35-41