KANDUNGAN KAROTEN SIFAT FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU

Download organik yang terbatas, dan keraguan konsumen tentang asal dan kejujuran dari produk yang ditanam .... Komposisi zat gizi wortel selengkapny...

0 downloads 439 Views 764KB Size
TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik Pertanian organik merupakan usaha budidaya pertanian yang hanya menggunakan bahan-bahan alami, baik yang diberikan melalui tanah maupun yang langsung kepada tanaman atau hewan budidaya (Iwantoro 2002). Prinsipprinsip organik menurut IFOAM (2002) yaitu menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dan dalam jumlah yang mencukupi, menerapkan sistem alami tanpa mendominasi alam, meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah dan menggunakan sumber-sumber yang dapat diperbaharui dalam sistem pertanian yang terorganisir secara lokal. Sistem pertanian ini tidak seperti pertanian modern yang menggunakan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan karena pertanian ini merupakan suatu gerakan ” kembali ke alam” . Seringkali pertanian organik disebut dengan pertanian alami. Tetapi keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Pertanian alami merupakan pertanian tanpa campur tangan manusia, sehingga pertumbuhan tanaman diatur oleh kekuatan alam. Sedangkan pada pertanian organik

campur tangan manusia tetap ada dan intensif untuk

memanfaatkan lahan dan berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto 2002). Sampai tahun 2004 produk pangan organik di Indonesia tidak sepopuler di negara maju, seperti Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Menurut Sutanto (2002), konsumen dari negara-negara maju sangat tertarik akan pangan organik karena kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, motivasi kesehatan, produknya lebih segar dan berkualitas, mempunyai cita rasa yang lebih baik, serta memiliki sifat spesifik yang dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan tersendiri.

Tetapi

selain

itu

terdapat

faktor-faktor

yang

menyebabkan

ketidaktertarikan konsumen akan pangan organik, faktor tersebut antara lain harganya yang lebih mahal, ketersediaannya terbatas, tempat penjualan produk organik yang terbatas, dan keraguan konsumen tentang asal dan kejujuran dari produk yang ditanam secara organik.

Kandungan Gizi Pangan Organik Berdasarkan beberapa penelitian menunjukan bahwa pangan yang dibudidayakan dengan proses organik memiliki kandungan mineral dan vitamin yang lebih tinggi serta kandungan logam berat yang lebih rendah dibandingkan

6

dengan pangan non-organik. Pangan organik mengandung 78 persen kromium, 390 persen selenium, 63 persen kalsium, 70 persen boron, 188 persen litium, 138 persen magnesium lebih tinggi dibandingkan dengan pangan non-organik (Crinnion 1995) Pangan organik juga mengandung komponen aktif (nutraceutical) yang lebih tinggi. Lasmidara (2003) mengungkapkan pada tanaman jagung dan berry organik menunjukan bahwa tanaman tersebut mengandung 58 persen polyphenoloids lebih tinggi. Menurut Astawan (2007) pangan organik juga mengandung kadar antioksidan 30% lebih tinggi dibandingkan pangan nonorganik sehingga berpotensi untuk mencegah penyakit jantung koroner dan kanker. Beberapa penelitian lain juga dilakukan di Amerika Serikat untuk mengetahui kandungan vitamin dan mineral pada sayur-sayuran yang ditanam menggunakan sistem organik. Diperoleh informasi bahwa rata-rata sayuran organik

tersebut memiliki kandungan

vitamin

dan mineral lebih

tinggi

dibandingkan dengan sayuran sejenis yang non-organik (Worthington 2001). Menurut Nisa (2004) hal ini disebabkan karena sayuran organik yang menggunakan pupuk kandang dan mempunyai kemangkusan tanah yang baik memiliki sistem penyerapan unsur hara dalam tanah lebih baik dibandingkan sistem pertanian non-organik.Perbandingan kandungan vitamin dan mineral pada sayuran organik dan non-organik dapat dilihat pada Tabel 1 (Miller et al. 1991) Tabel 1. Perbandingan rata-rata berat, kandungan vitamin dan mineral (per 100 g berat kering) pada wortel dan seledri organik dan non-organik Vitamin Sayur

Mineral

B-car mg

C mg

B1 ug

Ca mg

Fe ug

Zn ug

NO3 ppm

8.3 7.2

4.5 3.8

43 36

34.4 36.8

408 404

387 485

413 433

Organik

-

8.1

33

39.6

792

467

250

Non-

-

7.3

36

41

798

577

572

Wortel Organik Nonorganik Seledri

organik Sumber : Miller et al. (1991)

7

Selain kandungan beberapa zat gizi yang relatif lebih tinggi, pangan organik juga lebih sehat dan aman dikonsumsi karena kandungan residu pestisidanya yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Consumer Union (CU) dan the Organic Materials Review Institute, buah-buahan dan sayuran organik memiliki sepertiga residu pestisida dibandingkan dengan produk konvensional. Hal ini tentunya sangat tergantung kepada lokasi pertanian dan berapa lama lahan pertanian tersebut telah dikonversi menjadi lahan organik. Pada lokasi lahan yang belum pernah menggunakan sistem pertanian konvensional, tentunya residu pestisida tidak akan ditemukan pada hasil pertaniannya. Tingginya zat kimia dari pestisida pada tanaman menyebabkan menurunnya kandungan vitamin pada sayuran. Vitamin yang paling peka terhadap zat kimia ini adalah vitamin C, beta karoten, dan vitamin B (Crinnion 1995).

Wortel (Daucus carota L.) Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur serupa kayu (Malasari 2005). Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Tanaman ini menyimpan cadangan makanan di dalam umbi. Batangnya pendek, memiliki akar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis (Makmun 2007). Berikut disajikan gambar bagian-bagian penampang wortel pada gambar 1.

Gambar 1. Bagian-bagian penampang wortel

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) kantong minyak dalam ruang antarsel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak esensial yang

8

menyebabkan bau dan aroma yang khas wortel. Akar tunggang menyimpan sukrosa dan gula lain dalam jumlah yang cukup banyak. Menurut Alabran dan Mabrouk (1973), kandungan gula dan asam amino pada wortel tergantung dari jenis varietas wortel, lingkungan, pertaniannya dan penyimpanannya. Gula-gula yang terdapat pada wortel umumnya terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa. Menurut

Makmun

(2007)

Tanaman

yang

masuk

dalam

ordo

Umbelliferales ini banyak ragamnya. Berdasarkan bentuk umbinya ada tiga tipe. Pertama, tipe chantenay, yaitu berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul. Kedua, tipe imperator, yaitu berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing. Dan ketiga, tipe nantes, merupakan gabungan tipe imperator dan chantenay. Penampakan fisik wortel berdasarkan jenisnya diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Bentuk dari berbagai tipe wortel Wortel termasuk sayuran bernilai ekonomis penting di dunia. Produksi wortel merupakan salah satu mata dagang komoditas pertanian antar negara. Permintaan pasar dunia pada masa mendatang diperkirakan meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, makin membaiknya pendapatan masyarakat dan makin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi. Berdasarkan data Pusdatin dan BPS (2008), menunjukan bahwa ekspor wortel meningkat dari tahun 2005 ke tahun 2006 yaitu dari 214.883 kg menjadi 439.505 kg. Hal ini membuat nilai ekspor komoditi ini meningkat pesat dari 41.490 US $ menjadi 145.775 US $. Begitu pula untuk impor, terjadi peningkatan impor wortel dari tahun 2005 sebesar 7.030.288 kg menjadi 8.139.515 kg pada tahun 2006, sehingga terjadi peningkatan nilai impor komoditi wortel dari 3.042.549 US $ menjadi 3.617.071 US $. Di Amerika permintaan akan komoditi wortel, terutama untuk wortel mentah, terus meningkat pada dua dekade terakhir di abad 20, yaitu mencapai 18,2 pounds/orang pada tahun 1997. Berdasarkan hasil survei, faktor yang mempengaruhi meningkatnya permintaan komoditi wortel

tersebut adalah

9

karena rasa dan manfaat kesehatan yang terkandung di dalamnya karena wortel merupakan sumber vitamin dan mineral yang dapat mencegah terjadinya kanker (Brunke 2006). Komposisi Zat Gizi Wortel Wortel merupakan sayuran penting dan paling banyak ditanam di berbagai tempat. Kegunaan awalnya hanyalah sebagai obat, tetapi sekarang wortel telah menjadi sayuran utama dan umumnya dikenal karena kandungan αdan β-karotennya. Kedua jenis karoten ini penting dalam gizi manusia sebagai provitamin A. Selain kandungan provitamin A yang tinggi, wortel juga mengandung vitamin C dan vitamin B serta mengandung mineral terutama kalsium dan fosfor (Rubatzky & Yamaguchi 1997). Selain itu di dalam wortel juga terkandung pektin yang baik untuk menurunkan kolesterol darah. Pada wortel juga terdapat serat yang tinggi bermanfaat untuk mencegah terjadinya konstipasi (Anonim 2006). Komposisi zat gizi wortel selengkapnya disajikan pada tabel 2.

10

Tabel 2. Komposisi zat gizi wortel per 100 g berat basah Satuan Komposisi Zat Gizi Jumlah Energi kcal 41 Protein g 0.93 Lemak g 0.24 Karbohidrat g 9.58 Serat g 2.8 Abu g 0.97 Gula total g 4.74 Pati g 1.43 Air g 88.29 Mineral Kalsium mg 33 Besi mg 0.30 Magnesium mg 12 Fosfor mg 35 Kalium mg 320 Natrium mg 69 Seng mg 0.24 Tembaga mg 0.045 Mangan mg 0.143 Fluor mcg 3.2 Selenium mcg 0.1 Vitamin Vitamin C, total asam mg 5.9 askorbat Thiamin mg 0.066 Riboflavin mg 0.058 Niacin mg 0.983 Pantothenic acid mg 0.273 Vitamin B-6 mg 0.138 Folate mcg 19 Kolin mg 8.8 Aktivitas Vitamin A, IU IU 16706 Aktivitas Vitamin A mcg_RAE 835 Vitamin E (alphamg 0.66 tocopherol) Tocopherol, beta mg 0.01 Vitamin K (phylloquinone) mcg 13.2 Lainnya Karoten, beta mcg 8285 Karoten, alpha mcg 3477 Lycopene mcg 1 Lutein + zeaxanthin mcg 256 Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2007) Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997), α-dan β-karoten adalah pigmen karotenoid utama yang menyebabkan warna kuning dan jingga. βkaroten biasanya mencapai sedikitnya 50% dari kandungan total karotenoid. Perbandingan α-dan β-karoten biasanya sekitar 1:2. Karoten tidak tersebar

11

merata dalam umbi. Pembentukan karoten berlangsung dari jaringan ujung proksimal ke ujung distal akar tunggang. Perbedaan kandungan karoten juga dipengaruhi oleh suhu, kematangan tanaman, dan oleh kultivar. Kandungan karoten pada kultivar wortel yang paling banyak ditanam berkisar dari 60 hingga lebih dari 120  g/g bobot segar. Selain itu pembentukan karoten optimum pada suhu 16-250C, dan lebih rendah pada suhu di bawah atau di atas kisaran tersebut. Pembentukan pigmen terjadi setelah pertumbuhan umbi, sehingga umbi muda berwarna pucat. Dengan pertumbuhan yang terus berlangsung, karoten terakumulasi dan mencapai konsentrasi maksimum setelah tanaman berumur sekitar 90-120 hari, dan selanjutnya berhenti atau secara perlahan berkurang (Rubatzky & Yamaguchi 1997).

Wortel Organik Menurut penelitian, terdapat perbedaan konsentrasi kandungan zat gizi pada wortel yang ditanam secara organik dan wortel yang di tanam secara konvensional. Wortel konvensional memiliki kandungan nitrat dan protein kasar yang lebih tinggi. Namun kandungan sukrosa pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel konvensional. Selain itu wortel organik kadang menunjukan mutu organoleptik yang lebih baik karena penampilannya yang lebih bagus dan rasanya yang lebih manis (Kjellenberg 2007). Namun di Indonesia masih jarang penelitian mengenai sayuran organik dan sayuran non-organik khususnya wortel yang ditanam di Indonesia, sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti.

Karotenoid Karotenoid merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah. Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430-480 nm (Fennema 1996). Karotenoid terletak pada plastid yang tidak berwarna hijau, pada kloroplas, kromoplas pada bunga, buah yang matang, beberapa akar dan umbi serta biji/benih. Karotenoid ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, alga, jamur, bakteri, dan jaringan yang dapat berfotosintesis. Karotenoid tidak selalu berdampingan dengan klorofil, tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Pada tanaman dan buah-buahan yang kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan karotenoidnya juga rendah. Selain itu karotenoid juga terdapat pada hewan (Gross 1991). Menurut Kjellenberg (2007), kadar karotenoid pada wortel banyak terdapat di floem daripada di xilem. Karotenoid dibagi menjadi dua kelompok.

12

Pertama karoten atau hydrocarotenoids, yang mengandung karbon dan hydrogen. Dan yang kedua, xanthophylls atau oxycarotenoids, merupakan turunan dari karoten. Terdapat enam jenis karoten pada wortel, antara lain α-, β-, γ- and ξ-karoten, lycopene and β-zeacarotene. Jenis yang paling dominan pada wortel warna orange dan kuning adalah α- and β-karoten, selain itu pada wortel kuning juga mengandung xanthophylls seperti lutein. Pada wortel merah mengandung likopen dan pada wortel ungu terdapat antosianin.

Gross (1991)

mengemukakan bahwa karotenoid merupakan lipida, oleh karena itu karotenoid larut dalam lipida lainnya dan larut dalam pelarut lemak, seperti aseton, alkohol, dietil eter, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti petroleum eter dan heksan. Sedangkan xantofil larut dengan baik dalam pelarut polar seperti alkohol. Terdapat beberapa macam karotenoid yang penting dan mempunyai hubungannya dengan gizi, seperti tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Jenis-jenis karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A Jenis Karotenoid  - karoten  - karoten  - karoten  - crytoxanthin Sumber : Dietary Reference Intakes (2001)

Aktivitas Vitamin A (%) 4,17 8,33 4,17 4,17

Keempat karoten tersebut dapat berfungsi sebagai prekusor vitamin A, tetapi yang paling efektif dari zat-zat tersebut adalah  -karoten karena molekulnya bersama air dapat diubah menjadi dua vitamin A oleh enzim  karoten-15,15’-dioxygenase di dalam usus, sedangkan dua yang lainnya hanya dapat menghasilkan satu vitamin A (Hurst 2002). Struktur β-karoten dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur β-karoten (Hurst 2002)

β-karoten merupakan molekul asimetris, yaitu separuh bagian kiri merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya. β-karoten mempunyai 40

13

atom karbon, yang terdiri dari 8 unit isoprene dan 11 ikatan rangkap, serta mempunyai dua cincin β-ionon yang terletak masing-masing satu cincin pada ujung molekulnya (Hurst 2002). Gross (1991) mengatakan bahwa β-karoten dengan dua cincin β merupakan provitamin A dengan aktivitas yang paling tinggi. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat dikedua sisi rantai alifatik. β-karoten mempunyai dua struktur cincin β-ionon, α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan sisi lainnya terdapat struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), γ-karoten pada satu sisi mempunyai struktur cincin β-ionon sedangkan pada sisi lainnya tidak mempunyai struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama dengan provitamin A lainnya. Senyawa β-karoten jauh lebih aman dikonsumsi daripada vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten ini disebut provitamin A. Untuk menyatakan aktivitas vitamin A dari karotenoid dalam diit secara umum, FAO/WHO pada tahun 1967 memperkenalkan konsep retinol equivalent (RE) yang kemudian juga diadopsi oleh National Research Council (1989). Konsep tersebut menyatakan bahwa satu RE setara dengan 12 μg βkaroten. Namun Pada tahun 2001 Institute of Medicine (IOM) memperkenalkan konsep baru yang disebut retinol activity equivalent (RAE). Konsep RAE diperkenalkan

berdasarkan

kajian

dari

berbagai

hasil

penelitian

yang

menunjukan bahwa penyerapan karotenoid dari diit lebih rendah dari β-karoten murni di dalam minyak. Berdasarkan konsep baru tersebut, satu RAE untuk karotenoid provitamin A ditetapkan setara dengan 12 μg β-karoten. Untuk lebih jelasnya perbandingan antara konsep RE dan RAE disajikan pada tabel 4.

14

Tabel 4. Perbandingan Interkonversi Unit Vitamin A dan karotenoid antara NRC 1989 dan IOM 2001. NRC, 1989 IOM, 2001 1 retinol equivalent (RE) 1 retinol equivalent (RE) = 1 μg all-trans-retinol = 1 μg all-trans-retinol = 2 μg suplemen all-trans-β-karoten = 2 μg suplemen all-trans-β- karoten = 6 μg all-trans-β-karoten dalam = 12 μg all-trans-β-karoten dalam makanan makanan = 12 μg karotenoid provitamin A lain = 24 μg karotenoid provitamin A lain dari makanan dari makanan Sumber : Dietary Reference Intakes (2001) Dapat terlihat bahwa banyaknya aktivitas vitamin A dari provitamin A karotenoid dalam μg RAE adalah setengah dari kandungan karotenoid jika menggunakan satuan μg RE. Berdasarkan konsep baru tersebut maka ketika mengkonversi dari IU (Internasional Unit) β-karoten ke μg RAE, IU dibagi dengan 20 (2x10). Hal tersebut karena 10 IU didasarkan atas 3,33 SI aktivitas vitamin A x 3 (relatif aktivitas vitamin dari β-karoten dalam sulemen versus dalam diit) (IOM 2001). Karoten memberikan karakteristik warna jingga pada wortel (Suojala 2000). Menurut Skrede (1997), ada korelasi positif antara derajat kemerahan dengan kadar karoten pada wortel, yaitu semakin tinggi kadar karotennya semakin merah komoditi wortel tersebut tetapi semakin rendah nilai hue. Salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesi dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat di dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung. Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas provitamin A karena pengeringan memberi kesempatan terjadinya oksidasi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas (Andarwulan dan Koswara 1992). Menurut Wiseman (2002) kandungan karotenoid juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Karoten pada wortel akan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh jika wortel dimasak terlebih dahulu hingga lunak atau di jus dibandingkan dalam keadaan mentah (Wiseman 2002). Namun menurut Pitojo (2006), pada wortel mentah mengandung zat gizi seperti β-karoten lebih tinggi dibandingkan wortel yan telah dimasak. β-karoten

bermanfaat

untuk

penanggulangan

kebutaan

karena

xerophtalmia, rabun senja, konjungtivitis (radang kelopak mata), retinopati, katarak dan penurunan fungsi bagian dari retina yang terletak di bagian belakang mata. Selain itu juga dapat mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker

15

ataupun membantu menekan kanker terutama kanker saluran pernapasan prostat, dan pankreas. β-karoten juga dapat membantu mengatasi masalah yang sering diderita oleh wanita seperti mentruasi yang tidak normal, abnormal pap smear, premenstrual syndrom, vaginitis, dan infeksi saluran kencing (Pitojo 2006). Menurut Widayanto 2007, β-karoten dapat mencegah penuaan dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Menurut

Suwandi

(1991),

karotenoid

mampu

menetralkan

atau

memadamkan (quench) reaktivitas singlet oksigen penyebab oksidatif pada sel dengan cara menghamburkan energi ke seluruh molekul karotenoid. Supaya dapat memadamkan singlet oksigen tersebut, karotenoid harus mempunyai sedikitnya 9 ikatan rangkap dengan ikatan tunggal di antara ikatan rangkap. Susunan ikatan kimia ini dinamakan conjugated double bonds. β-karoten mempunyai 11 ikatan kimia tersebut. Energi dari singlet oksigen dipindahkan ke β-karoten dan dihamburkan ke semua ikatan tunggal dan rangkap, kemudian dilepas sebagai panas dan molekul β-karoten kembali ke energi semula. Pada saat itu singlet oksigen telah diubah menjadi oksigen normal. β-karoten tidak rusak oleh pemindahan energi dari singlet oksigen tersebut dan dapat mengulangi proses yang sama dengan singlet oksigen lain.

Menyimpan Sayuran Setelah sayuran dipanen atau dibeli dari pasar ada yang langsung diolah atau dimasak, tetapi ada pula yang disimpan untuk cadangan selama beberapa hari. Setelah dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran, yaitu proses respirasi dan proses enzimatis. Kerja enzim tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan

pektin

yang

merupakan

penyusun

dinding

sel

tanaman

mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari keras menjadi lunak. Selain itu, tiap-tiap jenis sayuran memiliki kandungan bahan yang berbeda-beda yang juga berpengaruh terhadap umur simpan (Agoes & Lisdiana 1995). Perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan tidak saja disebabkan oleh faktor yang ada pada sayuran, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan, di antaranya suhu dan kelembapan. Dengan memperhatikan faktor lingkungan selama penyimpanan, proses kerusakan yang terjadi pada sayuran dapat diperlambat (Agoes & Lisdiana 1995). Kerusakan dapat pula terjadi akibat aktivitas yang dilakukan oleh mikroorganisme. Setelah dipanen biasanya sayuran dicuci. Namun, air yang

16

digunakan kadang berupa air sungai yang kotor. Akibatnya, jasad renik terutama bakteri melekat pada sayuran dan menimbulkan proses pembusukan. Usaha untuk mengurangi jasad renik yang melekat pada sayuran dapat dilakukan dengan membuang bagian-bagian sayuran yang telah mengalami proses pembusukan. Selain itu, sayuran dicuci dengan air bersih sebelum disimpan. Pencucian sayuran dimaksudkan pula untuk menghilangkan adanya sisa obatobatan yang mungkin digunakan petani sesaat sebelum panen (Agoes & Lisdiana 1995). Setelah dilakukan pencucian, sayuran dapat ditiriskan dan disimpan. Sayuran yang masih berakar dicuci tanpa membuang akarnya. Jenis umbiumbian seperti wortel dan kentang dapat disimpan tanpa pencucian (Agoes & Lisdiana 1995).

Penyimpanan Wortel Pada Suhu Dingin Wortel dapat tetap awet dan terjaga kualitasnya selama 2 sampai 4 bulan pada penyimpanan suhu rendah yaitu pada suhu 00C, kelembapan 98%-100% dan RH 90%-95%.

Pada keadaan penyimpanan ini, aktivitas metabolisme

menjadi rendah sehingga laju respirasinya menjadi turun (Suojala 2000). Menurut Rubatzky & Yamaguchi (1997), laju respirasi umbi relatif rendah dibandingkan dengan sayuran lain. Gula akan meningkat selama penyimpanan pada suhu rendah. Tetapi menurut Szymczak et al (2007) pada penyimpan 4-6 bulan kualitas rasa dan tekstur wortel akan lebih rendah jika dibandingkan dengan kualitas wortel yang baru dipanen. Selama

penyimpanan

kandungan

gula

akan

menurun

sehingga

kandungan terpenoids penyebab rasa pahit pada wortel akan mendominasi, hal ini membuat wortel menjadi lebih pahit. Namun pada penyimpanan beku, wortel mempunyai rasa yang lebih manis karena terpenoids akan hilang pada saat proses pembekuan dan thawing (Kjellenberg 2007). Wortel sangat mudah menjadi layu apabila kehilangan kandungan air di dalamnya, sehingga penting untuk menjaga kadar air selama penyimpanan. Kehilangan air yang besar berhubungan dengan luas penampang wortel. Wortel dengan ukuran besar memiliki laju transpirasi yang tinggi, sehingga akan mudah mengalami kehilangan air melalui penguapan di permukaannya. Hal ini juga dapat menyebabkan wortel kehilangan bobot (Suojala 2000). Menurut Rubatzky & Yamaguchi (1997), dalam kondisi ini, sebaiknya wortel dibungkus plastik agar dapat bertahan dan kualitasnya tetap baik selama penyimpanan. Namun, pada

17

wortel yang diikat daya simpannya menjadi buruk, dan kekerasan umbinya mudah menyusut karena kandungan lengasnya terserap oleh daun. Akibatnya kualitas umbi dan umur simpannya menurun, dan hanya dapat bertahan sampai tujuh hari. Menurut Suojala (2000) , wortel dapat juga terserang penyakit selama penyimpanan suhu rendah yang disebabkan oleh fungi. Hal ini dikarenakan kelembapan yang tidak sesuai pada tempat penyimpanan. Etilen yang dihasilkan selama penyimpanan juga dapat menurunkan mutu organoleptik wortel. Karena zat ini dapat merangsang sintesis komponen fenolik yang kadang dapat menyebabkan rasa pahit pada wortel.

Uji Organoleptik Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif. Uji Organoleptik pada sayuran berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk sayuran dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan konsumen. Kualitas organoleptik dari wortel ditentukan oleh kemanisan rasanya, tidak adanya rasa pahit, kerenyahan, kelunakan tekstur dan juiceness (kandungan airnya). Sifat sensori wortel tergantung jenis genotifnya, kandungan volatil dan non-volatil pada wortel. Komponen non-volatil terdiri dari gula dan asam amino, yang dapat menetukan kesegaran wortel. Sedangkan komponen volatil bersama dengan gula akan menentukan rasa dari wortel (Szymczak et al 2007).

Rasa Rasa dapat dideteksi oleh indera perasa. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan denga mikrovillus dan impuls yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf (Winarno 1995). Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti

18

penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Peranan pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, keripik. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Pada

wortel,

kualitas

organoleptik

yang

utama

ditentukan

oleh

kemanisannya. Karena rasa manis merupakan daya tarik bagi konsumen untuk mengkonsumsi wortel. Kualitas organoleptik dan kemanisan wortel dipengaruhi oleh kandungan gulanya. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa temperatur yang rendah akan mempengaruhi rasa asam, rasa pahit, kerenyahan dan kandungan air pada wortel, sedangkan pada suhu tinggi akan mempengaruhi rasa pahit dan kekerasan tekstur pada wortel (Szymczak et al 2007). Kjellenberg (2007) mengemukakan bahwa rasa manis dan pahit pada wortel tergantung dari genetik dan faktor lingkungan. Pemilihan cara penanaman dapat sangat berpengaruh terhadap rasa wortel sebelum sampai ke konsumen.

Warna Banyak sifat atau mutu komoditi berkaitan dengan warna. Tingkat matang dan kandungan vitamin dalam banyak jenis buah-buahan serta sayuran dapat dikenali atau dinilai dari warnanya. Jika warna dari bahan pangan ada yang menyimpang segera dinilai berkurang mutunya (Soekarto 1985). Warna pada wortel tergantung dari genotifnya. Wortel berdasakan jenisnya terdiri dari warna orange, merah, kuning, dan putih. Warna juga menunjukan kualitas dan rasa dari wortel tersebut (Szymczak et al 2007).

Aroma Dalam banyak hal enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Winarno 1995). Karakteristik aroma pada wortel mentah disebabkan karena adanya komponen volatil yang terkandung di dalamnya. aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mabrouk 1973). Menurut Gormley (1981), Aroma pada sayuran dapat hilang karena proses blanching atau pemanasan karena rusaknya enzim pembentuk aroma, selain itu volatil pada wortel juga akan menurun selama pengeringan dan penyimpanan pada suhu beku.