Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57 – 65
ISSN: 0853-4489
KARAKTERISASI BIO-OPTIK KARANG KERAS MENGGUNAKAN TEKNOLOGI HIPERSPEKTRAL Bio Optic Characterization of Hard Coral using Hyperspectral Technology Nurjannah Nurdin 1 & Chair Rani 2 1,2
Staf pengajar Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makssar Diterima: 9 Desember 2008; Disetujui: 10 Februari 2009
ABSTRACT All matter reflects, absorbs, penetrates and emits electromagnetic radiation in a unique way. The unique characteristics of a matter are called spectral characteristics. The aim of this study is to explore the spectral reflectance characteristics of various coral features, focusing on hard coral. There are many hard coral species found in tropical waters such as in Indonesia which have around 460 species. By identifying the spectral reflectance of hard coral species, it is expected that they can be used as references in discriminating hard coral species. In the waters of Barrang Lompo island of Spermonde Archipelago, South Sulawesi, reflectance data was collected by using a hyperspectral radiometer to test the hypothesis that there is a difference in spectral reflectance characteristics of hard coral species (9 species) namely Acropora hyacinthus, Porites meyeri, Montipora sp., Acropora abrolhosensis, Acropora donei, Acropora formosa, Porites sp., Symphillia recta and Porites lobata. The result of variance analysis (ANOVA) of spectral reflectance amongst 9 hard coral species show that the value of spectral reflectance measurements in all wavelenght is significantly different from one species to the others. The clusters analysis defined high similarity in those coral. Discriminant analysis show that 471.73nm, 502.31nm, 562.92nm, and 676.76nm are able to clearly discriminate of hard coral. Keywords: spectral characteristics, hard coral, hyperspectral
PENDAHULUAN Objek di permukaan bumi mempunyai respon elektromagnetik yang dengan yang lainnya, tergantung dari karakteristik objek (jenis materi dan Karakteristik objek terhadap respon elektromagnetik ini disebut sebagai spektral. Setiap objek mempunyai karakteristik spektral yang berbeda dibedakan objek satu dengan lainnya
berbeda satu kondisinya). karakteristik maka dapat
Terumbu karang adalah ekosistem dengan penampakan variasi warna yang merupakan bentuk variasi panjang gelombang radiasi elektromagnetik (gelombang cahaya). Hal ini disebabkan adanya berbagai pigmen fotosintetik yang terkandung dalam alga zooxanthella dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis dengan karang. Zooxanthella sangat berperan dalam simbiosisnya dengan karang. Melalui proses fotosintesis, zooxanthella memberikan sumber makanan bagi karang. Proses ini juga terkait dengan proses reflektansi dan absorbansi cahaya karena pada saat berlangsung, pigmenpigmen fotosintetik memantulkan dan menyerap energi gelombang elektromagnetik dari sinar matahari. Beberapa penelitian tentang karakteristik spektral berbagai jenis karang menyatakan 1)
Korespondensi: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Jl. P. Kemerdekaan Km 10 Kampus Unhas Tamalanrea Makassar Telp. (0411) 587000;
Karakterisasi Bio-optik Karang Keras menggunakan Teknology Hyperspektral
57
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57– 65
ISSN: 0853-4489
bahwa pada masing-masing jenis karang memiliki karakteristik spektral yang berbeda-beda (Kutser et. al. 2003; Nurdin, 2006; Hochberg et. al. 2005; dan Myers et. al ,1999). Merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya maka dilakukan penelitian mengenai sifat optik karang keras hubungannya dengan keberadaan zooxanthella untuk mengetahui karakteristik spektral berbagai jenis karang keras. Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik bio-optik pada berbagai jenis karang keras dan mengetahui hubungan antara sifat optik pada berbagai jenis karang keras dengan kepadatan zooxanthella. Sedangkan kegunaannya untuk informasi dasar tentang sifat optik karang keras yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menginterpretasi citra satelit sehingga memudahkan dalam mengidentifikasi keberadaan dan membedakan beberapa jenis karang keras, khususnya yang menggunakan hyperspektral. Ruang lingkup penelitian ini adalah mengukur nilai reflektansi spektral dari karang keras dan menghitung kepadatan zooxanthella karang keras. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2008 yang meliputi studi literatur, pengambilan data lapangan dan analisis data serta penyusunan laporan akhir. Pengambilan data lapangan dilakukan di Pulau Barrang Lompo Kepulauan Spermonde, Selat Makassar, Sulawesi Selatan (Gambar 1). Tahap Pengambilan Sampel Langkah-langkah dalam pengambilan sampel adalah 1) Mencari keberadaan sampel di sekitar perairan Pulau Barrang Bompo 2)Mencatat posisi sampel dengan GPS 3) Melakukan penandaan pada sampel (A1, A2, A3,...,An), kemudian mengambil sebagian dari koloni dengan menggunakan palu dan pahat ukuran 5–7 cm pada beberapa bentuk pertumbuhan karang.4) Mencatat jenis sampel karang. Adapun jenis-jenis sampel yang menjadi obyek dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Setiap jenis sampel karang (A1, A2, A3,...., An) dimasukkan kedalam kantong sampel sedemikian rupa agar dapat bertahan tetap hidup kurang lebih 12 jam. Tahap Pengukuran Reflektansi Spektral Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu mengkalibrasi alat dengan mengambil referensi spektral. Setelah kalibrasi, dilakukan pengambilan data reflektansi dan absorbansi untuk setiap sampel. Sampel diukur dengan cara menyorotkan sensor spektroradiometer pada bagian permukaan sampel, kemudian muncul grafik spektral pada monitor dan data tersebut disimpan ke dalam komputer.
58
Nurjannah Nurdin
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57 – 65
A1
A2
A4
A5
A7
A8
ISSN: 0853-4489
Gambar 2 . Foto spesies yang menjadi obyek kajian. A1. Acropora hyacinthus, A2. Porites meyeri, A3. Montipora sp. A4. Acropora abrolhosensis, A5. Acropora donei A6. Acropora formosa A7. Porites sp. A8. Symphillia recta A9. Porites lobata.
Tahap Pengamatan Zooxanthella Analisis ini dimulai dengan dekalsifikasi dengan larutan HCl 10% selama kurang lebih 7 hari sampai rangka karang menjadi lunak. Setelah itu dilakukan pemisahan jaringan dari rangkanya dengan menggunakan sentrifuge sehingga terbentuk endapan jaringan karang. Kemudian endapan tersebut diencerkan dengan aquades sebanyak 5 ml. Lalu diambil 1 ml sampel untuk selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 X yang dihitung dengan haemocytometer (Wallace, 1985:, Glynn et.al, 1994). Analisis Data Analisis pola reflektansi spektral bertujuan untuk mengetahui karakteristik spektral pada karang dengan menggunakan grafik yang digunakan untuk menampilkan pola reflektansi karang. Analisis pengelompokan bertujuan untuk mengelompokkan spesies karang yang memiliki nilai reflektansi yang mirip dengan menentukan similaritas spektral antara jenis karang. Ukuran kemiripan yang digunakan adalah Euclidean Distance. Analisis diskriminan bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang penciri dari kelompok karang berdasarkan analisis pengelompokan. Analisis ini menghasilkan fungsi diskriminan untuk menentukan panjang gelombang yang mampu memisahkan spektral antara jenis karang secara jelas (Supranto, 2004).
Karakterisasi Bio-optik Karang Keras menggunakan Teknology Hyperspektral
59
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57– 65
ISSN: 0853-4489
Tabel 1. Interval Panjang Gelombang yang digunakan Panjang gelombang (nm) 450-480 480-510 510-550 550-575
Warna Biru langit Biru Hijau Hijau-Kuning
Panjang gelombang (nm) 575-585 585-620 620-700
Warna Kuning Jingga Merah
Analisis ini menggunakan analisis varians dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata nilai reflektansi pada masing-masing spesies karang. Jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Tuckey untuk mengetahui jenis-jenis yang berbeda nilai reflektansinya. Hubungan nilai reflektansi dengan kepadatan zooxanthella dianalisis dengan bantuan grafik diagram pencar dimana nilai reflektansi sebagai sumbu Y dan kepadatan zooxanthella sebagai sumbu X. HASIL DAN PEMBAHASAN Reflektansi Spektral Jenis-jenis karang keras yang diamati sebanyak sembilan jenis, yaitu Acropora hyacinthus, Porites meyeri, Montipora sp., Acropora abrolhosensis, Acropora donei, Acropora formosa, Porites sp., Symphillia recta dan Porites lobata. Pola reflektansi yang terbentuk pada sembilan jenis karang berdasarkan hasil pengukuran nilai reflektansi ditampilkan pada Gambar 2. 18
Spectral Reflectance of Nine Hardcoral Species A. hyacinthus
Reflectance (%)
15
Porites meyeri Montipora sp.
12
A. abrolhosensi A. donei
9
A. formosa 6
Poriters sp. Sympalia recta
3 0 400
Porites lobata 500
600
700
Wavelenght (nm)
Gambar 2. Kurva reflektansi spektral sembilan spesies karang keras
Berdasarkan nilai reflektansi pada semua panjang gelombang untuk semua jenis karang terlihat pola yang sama yaitu adanya puncak reflektansi pada panjang gelombang antara 550-620nm. Panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang yang memiliki nilai reflektansi tertinggi. Panjang gelombang ini meliputi spektrum antara hijau-kuning dan jingga. Berdasarkan tampakan visual dari sembilan karang keras ini, rata-rata berwarna kuning kecokelatan maka hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Kusumowidagdo et. al (2007) bahwa objek akan cenderung memantulkan warna yang sama dengan warna objek dan cenderung menyerap warna yang lainnya sehingga objek yang dimaksud akan memiliki nilai reflektansi yang cenderung tinggi. Begitupula dengan hasil penelitian Nurdin (2006) yang menyatakan bahwa rata-rata karang memiliki nilai reflektansi yang tinggi pada panjang gelombang cahaya hijau mendekati kuning, kuning mendekati Jingga dan Jingga mendekati merah. Namun polanya turun mulai pada panjang gelombang 620-679nm dan 60
Nurjannah Nurdin
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57 – 65
ISSN: 0853-4489
naik kembali pada panjang gelombang 680-700nm. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Kutser et. al (2003) bahwa karang keras memilki rata-rata reflektansi yang tinggi pada panjang gelombang 550-700nm. Pengelompokan Jenis Karang Keras berdasarkan Nilai Reflektansi Berdasarkan nilai reflektansi yang terukur pada berbagai panjang gelombang terlihat bahwa pola yang terbentuk antara semua Jenis Karang Keras cenderung hampir sama. Dengan menggunakan analisis gerombol (cluster analysis), maka terbentuk beberapa pembagian kelompok berdasarkan ukuran jarak kemiripan nilai reflektansi diantara sembilan jenis karang keras tersebut. Pembagian kelompok sembilan jenis karang berdasarkan nilai reflektansi ditampilkan dalam bentuk dendogram (Gambar 3) : Similarity (%)
71.44
Keterangan :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
80.96
90.48
100.00 1
7
5
Kelompok III
6
3
8
Kelompok I
9
2
Acropora hyacinthus Porites meyeri Montipora sp. Acropora abrolhosensis Acropora donei Acropora formosa Porites sp. Symphillia recta Porites lobata.
4
Kelompok II
Gambar 3. Grafik dendogram sembilan jenis karang keras
Berdasarkan Gambar 11 di atas, terbentuk tiga kelompok besar yaitu Symphillia recta yang memilki kemiripan spektral dengan, Porites lobata dan Montipora sp. tergolong dalam kelompok I. Sedangkan Acropora abrolhosensis dan Porites meyeri tergolong dalam kelompok II. Dan kelompok III, Acropora hyacinthus, Acropora donei, Acropora formosa dan Porites sp.. Tingkat similaritas atau kemiripan diantara kelompok yang terbentuk sangat tinggi atau variabilitas reflektansi spektral diantara kelompok karang tersebut sangat rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Holden dan LeDrew (1999) yang juga menggunakan data hyperspektral seperti dalam penelitian ini, dalam penelitiannya ditemukan bahwa sangat sedikit variasi atau keragaman reflektansi spektral antara karang. Selain itu, hasil analisis pengelompokan ini sejalan pula dengan hasil penelitian Nurdin (2006) yang menunjukkan bahwa keragaman antara jenis karang adalah sangat kecil. Analisis ini menghasilkan panjang gelombang penciri dari tujuh kategori panjang gelombang yang dapat memisahkan atau mengklasifikasikan kesembilan jenis karang keras. Keseluruhan panjang gelombang yang terbentuk dari hasil analisis diskriminan pada pembagian panjang gelombang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Karakterisasi Bio-optik Karang Keras menggunakan Teknology Hyperspektral
61
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57– 65
ISSN: 0853-4489
Tabel 2. Hasil analisis diskriminan pada beberapa panjang gelombang No. 1 2 3 4 5 6 7
Panjang Gelombang
Panjang Gelombang Penciri
450-480 (biru langit) 480-510 (biru) 510-550 (hijau) 550-575 (kuning-hijau) 575-585 (kuning) 585-620 (Jingga) 620-760 (merah)
471.73 502.31 523.72 562.92 578.66 614.04 676.76
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat tujuh panjang gelombang penciri yang berarti panjang gelombang tersebut adalah panjang gelombang yang dapat mendiskriminasi atau membedakan karakteristik spektral pada ketiga kelompok jenis karang keras secara jelas. Berdasarkan analisis diskriminan di antara ketujuh gelombang tersebut, panjang gelombang cahaya biru langit (471.73) lebih kuat mendiskriminasikan pada Kelompok II, panjang gelombang cahaya biru (502.31) pada Kelompok I, sedangkan panjang gelombang cahaya kuning-hijau (562.92) dan merah (676.76) pada Kelompok III. 1.2
5 4
502.31
3
0.8 0.6
2
I
1
0.4 0.2
0 -10
-8
-6
-4
-2
-1 0 -2 -3
2
4
6
562.92
-4 -5
Gambar 4. Kelompok I Kelompok II Kelompok III
II
1
471.73
8
-4
-3
-2
-1
0 -0.2 0
-0.6 -0.8
676.76
1
2
3
4
-0.4
III
-1
Distribusi variabel panjang gelombang pada dua sumbu utama (a) Distribusi kelompok jenis karang keras pada dua sumbu utama (b) : Symphillia recta, Porites lobata dan Montipora sp. : Acropora abrolhosensis dan Porites meyeri : Acropora hyacinthus, Acropora donei, Acropora formosa dan Porites sp.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Karen dan Stuart (2003) yang mengungkapkan bahwa panjang gelombang 476, 530, 665, dan 672nm merupakan variabel yang dapat mendiskriminasi seluruh spektral antara spesies. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (2006) yang mengungkapkan bahwa panjang gelombang 460nm, 560nm dan 610nm merupakan variabel yang dapat mendiskriminasi seluruh spektral antara kelompok karang. Variabilitas antara kesembilan spesies karang keras dapat ditentukan dengan melihat nilai rata-rata dan analisis ragam. Hasil analisis ragam (ANOVA) reflektansi spektral pada tujuh panjang gelombang antara sembilan spesies karang keras menunjukkan bahwa nilai reflektansi spektral pada semua panjang gelombang signifikan (P<0,05) berbeda di antara jenis karang. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata (Tukey HSD0,05), menghasilkan dua kelompok rataan reflektansi spektral dari sembilan spesies karang keras. Dari ketujuh panjang 62
Nurjannah Nurdin
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57 – 65
ISSN: 0853-4489
gelombang, rata-rata nilai reflektansi spektral tertinggi pada Acropora abrolhosensi dengan persentase 11.00%. dan Symphillia recta, Porites lobata, Montipora sp. Serta Porites sp. memilki rata-rata reflektansi spektral terendah masing-masing 1.0970%, 1.54%, 1.7309% dan 2.408%. (untuk lebih jelasnya lihat Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata nilai reflektansi spektral (%) sembilan jenis karang keras pada berbagai panjang gelombang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Spesies Karang
Rata-rata 1.0970a 1.5411a 1.7309a 2.4082ab 4.7559bc 5.7816cd 6.2607cd 7.5941d 11.0001e
Symphillia recta Porites lobata Montipora sp. Porites sp. Acropora hyacinthus Acropora Formosa Porites meyeri Acropora donei Acropora abrolhosensi
Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai reflektansi pada kesembilan spesies karang keras. Acropora abrolhosensi, Acropora Formosa, Porites meyeri dan Acropora donei memilki rata-rata nilai reflektansi yang mirip karena spesies ini memiliki struktur koralit yang hampir sama yaitu polip yang kecil. Demikian pula dengan Symphillia recta, Montipora sp., Poriters sp. dan Porites lobata yang sama-sama memiliki susunan koloni yang lebih padat dan polip yang besar, sehingga besaran nilai reflektansinya hampir sama. Hasil ini sesuai dengan teori dasar penginderaan jauh yang terdapat dalam Danoedoro (1996) yang mengungkapkan bahwa setiap benda pada dasarnya mempunyai struktur atau susunan partikel yang berbeda dan perbedaan ini yang mempengaruhi pola respon elektromagnetiknya. Hubungan Reflektansi Spektral dengan Kepadatan Zooxanthella Pencacahan kepadatan zooxanthella dilakukan pada sembilan jenis karang keras. Hasil analisis ragam (ANOVA) kepadatan zooxanthella karang signifikan (P<0,05) berbeda di antara jenis karang. Hasil pencacahan masing-masing spesies dan uji beda rata-rata (HSD Tukey) pada selang kepercayaan 95% (=0,05) disusun dalam matriks data pada Tabel 4 yang diurutkan berdasarkan nilai kepadatan zooxanthella. Tabel 4. Rata-rata kepadatan zooxanthella pada sembilan jenis karang keras No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Spesies Karang Porites lobata Symphillia recta Acropora Formosa Acropora donei Montipora sp. Acropora hyacinthus Porites meyeri Poriters sp. Acropora abrolhosensi
Rata-rata 80000a 106666.6667a 126666.6667ab 153333.3333abc 176666.6667abcd 183333.3333abcd 220000bcd 250000cd 276666.6667d
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan rata-rata reflekttansi spektral berdasarkan hasil uji Tukey HSD ( = 0,05)
Karakterisasi Bio-optik Karang Keras menggunakan Teknology Hyperspektral
63
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57– 65
ISSN: 0853-4489
Uji beda rata-rata (HSD Tukey) pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05) antar spesies membentuk empat Kelompok rataan kepadatan zooxanthella (Lampiran 5) dan menunjukkan bahwa Acropora abrolhosensi, Porites meyeri dan Poriters sp. memilki kepadatan zooxanthella yang tertinggi dibandingkan Porites lobata dan Symphillia recta. Hubungan Reflektansi Spektral dan Kepadatan Zooxanthella Pengaruh kepadatan zooxanthella terhadap reflektansi spektral terjadi pada kesembilan jenis karang keras. Pola hubungan antara reflektansi spektral dan kepadatan zooxanthella memiliki variasi pada masing-masing panjang gelombang, begitupula pada masing-masing jenis. Adanya variasi hubungan antara kepadatan zooxanthella dan nilai reflektansi diduga karena pigmen yang terkandung pada zooxanthella. Menurut Perwitasari (2006), bahwa pigmen yang berbeda akan memantulkan dan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda, sehingga mempengaruhi nilai reflektansinya. Hal yang sama diungkapkan oleh Hochberg et. al. (2005), bahwa nilai reflektansi dipengaruhi oleh kandungan pigmen pada zooxanthella. Namun secara umum, hubungan kepadatan zooxanthella terhadap reflektansi spektral adalah cenderung sama yaitu berkorelasi positif, kecuali pada spesies Symphillia recta, Acropora hyacinthus dan Poriters sp. Ketiga spesies ini memperlihatkan korelasi yang kecil. Ini ditunjukkan dengan oleh pertambahan jumlah zooxanthella tetapi tidak diikuti dengan pertambahan nilai reflektansi dan juga nilai indeks determinasi (R2) yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan spesies lainnya. Hal ini diindikasikan karena adanya pengaruh pigmen lain di luar zooxanthella seperti pada pigmen pada polip dan fillamen alga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (2006) bahwa terdapat pigmen lain selain pigmen dalam zooxanthella yang mempengaruhi nilai reflektansi spektral pada karang. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis pada sembilan jenis karang keras maka dapat disimpulkan bahwa: Pola reflektansi karang keras jenis Acropora hyacinthus, Porites meyeri, Montipora sp., Acropora abrolhosensis, Acropora donei, Acropora formosa, Porites sp., Symphillia recta dan Porites lobata cenderung sama, dimana tingkat reflektansi tertinggi pada panjang gelombang kuning hijau dan merah. Panjang gelombang biru langit (471.73), biru (502.31), kuning-hijau (562.92) dan merah (676.76) merupakan panjang gelombang yang dapat mendiskriminasi kesembilan jenis karang keras yang diteliti. Kepadatan zooxanthella sebagai variabel penduga berperan mempengaruhi reflektansi spektral karang keras jenis Acropora hyacinthus, Porites meyeri, Montipora sp., Acropora abrolhosensis, Acropora donei, Acropora formosa, Porites sp., Symphillia recta dan Porites lobata pada semua panjang gelombang. Kecuali pada tiga jenis karang keras (Acropora hyacinthus, Porites meyeri dan Symphillia recta). DAFTAR PUSTAKA Clark, R. N. (1999). Spectroscopy of Rocks and Minerals, and Principles of Spectroscopy. In Renz, Andrew N. (ed), Remote Sensing for the Earth Sciences: Manual of Remote Sensing (3rd ed.), Vol 3. New York: John Wiley & Sons, pp. 3-58. Foster S. 2008. Coral Anatomy and Physiology. Veterinary and Agnatic Service Departement. Hochberg, J. Amy, M. Aprill, Marlin, J. Atkinson, Robert, R. Bidigare. 2005. Bio Optical Modeling of Photosynthetic Pigments in Corals. Jurnal Coral Reef volume 25. Springer Berlin. 64
Nurjannah Nurdin
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 57 – 65
ISSN: 0853-4489
Holden, H. dan Ledrew, E. 1999. Hyperspectral Identification of Coral Reef Features. International jurnal of remote sensing. Karen, E, Joyce and stuart, R, Phinn. 2003. Hyperspectral Analysis of Chlorophyll Content and Photosynthetic Capacity of Coral Reef Substrates. American Society of Limnology and Oceanography, Inc. Kutser, T. Dekker, A. G. and Skirving, W. 2003. Modeling Spectral Discrimination of Great Barrier Reef bentic communities by remote sensing instruments. American Society of Limnology and Oceanography, Inc. Myers, M. R. Hardy, J. T. Mazel, C. H. and Dustan, P. 1999. Optical spectra and pigmentation of Caribbean reef corals and macroalgae. Jurnal Coral Reef volume 18. Springer Berlin. Nurdin, N. 2006. Pengaruh Kandungan Zooxanthella terhadap Karakteristik Reflektansi Spektral Karang. Jurnal Torani 16 (4). Makassar.
Karakterisasi Bio-optik Karang Keras menggunakan Teknology Hyperspektral
65