KEMAMPUAN TUMBUHAN AIR KIAPU Pistia stratiotes DAN KIAMBANG Salvinia molesta DALAM FITOREMEDIASI TIMBAL
AMI PARAMITASARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Tumbuhan Air Kiapu Pistia stratiotes dan Kiambang Salvinia molesta dalam Fitoremediasi Timbal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Ami Paramitasari NIM E34100084
ABSTRAK AMI PARAMITASARI. Kemampuan Tumbuhan Air Kiapu Pistia stratiotes dan Kiambang Salvinia molesta dalam Fitoremediasi Timbal. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO dan AGUS PRIYONO KARTONO. Studi mengenai kemampuan penyerapan logam berat Pb (timbal) telah dilakukan menggunakan dua jenis tumbuhan air, kiapu Pistia stratiotes dan kiambang Salvinia molesta pada bulan Mei 2014. Metode penelitian yakni eksperimental laboratorik menggunakan wadah yang diisi larutan timbal sebagai limbah artifisial. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dalam Pola Acak Lengkap 2 x 4 x 3. Faktor jenis tumbuhan air dengan dua taraf yakni kiapu dan kiambang. Faktor waktu kontak tumbuhan air dengan limbah dengan empat taraf yakni 0 hari, 5 hari, 10 hari, dan 15 hari dengan ulangan sebanyak tiga kali. Kemampuan penyerapan timbal dilihat dari laju penyerapan dan akumulasi total pada tumbuhan. Laju penyerapan kiapu sebesar 0,82 mg/kg/hari dan kiambang 0,34 mg/kg/hari. Kiapu mampu menyerap Pb sebanyak 12,24 mg/kg bobot keringnya, sedangkan kiambang mampu menyerap 5,04 mg/kg bobot keringnya dengan waktu maksimum 15 hari sejak tumbuhan kontak dengan limbah. Peningkatan laju penyerapan dan kandungan Pb pada kiapu berdampak pada penurunan biomassa sebesar 32% dari bobot awalnya dengan adanya gejala klorosis pada daun, sedangkan kiambang mengalami kenaikan biomassa hingga mencapai 22% dari bobot awalnya. Kata kunci: fitoremediasi, kiambang, kiapu, timbal
ABSTRACT AMI PARAMITASARI. Aquatic Plant’s Ability of Water lettuce Pistia stratiotes and Salvinia Salvinia molesta on Lead Phytoremediation. Supervised by AGUS PRIYONO and AGUS PRIYONO KARTONO. Study of lead absorption ability had been conducted using two aquatic plants species, water lettuce Pistia stratiotes and salvinia Salvinia molesta on May 2014. The research used laboratoric experiment using media was filled with lead solution as artificial waste. Factorial design with complete random pattern of 2 x 4 x 3 was employed in the experiment. Two levels were used for aquatic plant species factor, i.e water lettuce and salvinia. Time period factor using four levels, 0 day, 5 days, 10 days, and 15 days with three times repeatation. Ability in absorbing lead was measured from the plants absorption rate and total accumulation. Lead absroption rate of water lettuce was 0,82 mg/kg/day and salvinia was 0,34 mg/kg/day. Total lead accumulation on water lettuce was 12,24 mg/kg of dry weight, instead salvinia was 5,04 mg/kg of dry weigh and maximum lead absorption was 15 days. The increase of absorption rate and lead accumulation in water lettuce had caused decrease of biomass up to 32% dry weight and leaf clorosis symptom. On the other side salvinia showed increasing of biomass up to 22% of dry weight. Keywords: lead, phytoremediation, salvinia, water lettuce
KEMAMPUAN TUMBUHAN AIR KIAPU Pistia stratiotes DAN KIAMBANG Salvinia molesta DALAM FITOREMEDIASI TIMBAL
AMI PARAMITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kemampuan Tumbuhan Air Kiapu Pistia stratiotes dan Kiambang Salvinia molesta dalam Fitoremediasi Timbal Nama : Ami Paramitasari NIM : E34100084
Disetujui oleh
Ir Agus Priyono, MS Pembimbing I
Dr Ir Agus P. Kartono, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah fitoremediasi, dengan judul Kemampuan Tumbuhan Air Kiapu Pistia stratiotes dan Kiambang Salvinia molesta dalam Fitoremediasi Timbal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Agus Priyono, MS dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku dosen pembimbing, Bapak Prof Dr Ir Achmad, MS selaku dosen penguji, serta Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Ibu Resti Meilani, SHut, MSi yang telah banyak memberi saran dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, seluruh keluarga serta teman seperjuangan B18, Fahutan 47 dan KSHE 47 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Ami Paramitasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
3
Metode Penelitian
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kemampuan Penyerapan dan Akumulasi
6
Perubahan Fisik Tumbuhan
8
Penyerapan Timbal oleh Tumbuhan SIMPULAN DAN SARAN
12 14
Simpulan
14
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
DAFTAR TABEL 1 Tata letak kombinasi perlakuan 2 Kondisi penampakan tumbuhan setelah perlakuan 3 Perubahan biomassa terhadap serapan Pb
4 9 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Laju penyerapan kedua tumbuhan terhadap logam berat Pb Kandungan timbal pada kedua tumbuhan selama 15 hari Akar tumbuhan kiapu (kiri) kiambang (kanan) Kenampakan kiapu pada hari ke-0 (kiri) dan hari ke-15 (kanan) Kenampakan kiambang pada hari ke-0 (kiri) dan hari ke-15 (kanan) Struktur fitokelatin yang membentuk ligan Senyawa kompleks ikatan fitokelatin dan Pb2+
6 7 8 10 10 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Kandungan timbal dalam tumbuhan Persentase kadar air tumbuhan Bobot kering tumbuhan Output analisis sidik ragam uji F Output uji lanjut Duncan
17 17 17 18 18
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kebutuhan manusia terhadap pemanfaatan sumberdaya berdampak terhadap penggunaan bahan yang sulit terdegradasi oleh alam. Aktivitas manusia seperti kegiatan industri dan transportasi memiliki potensi yang cukup besar untuk mencemari dan merusak lingkungan, termasuk sumberdaya air. Pencemaran merupakan permasalahan yang umum terjadi pada lingkungan perairan karena air masih merupakan tujuan akhir pembuangan limbah. Beberapa zat kimia berbahaya dan beracun yang mencemari lingkungan diantaranya pestisida, bahan radioaktif, dan logam berat. Salah satu jenis logam berat yang potensial mencemari air adalah Pb (timbal). Pb berasal dari sisa berbagai kegiatan industri seperti kertas, petro chemical, pupuk, kilang minyak, baja, logam bukan besi, pertambangan, transportasi dan merupakan limbah yang tergolong dalam kelompok Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang sering ditemukan dalam air, tanah, dan udara. Masuknya bahan tersebut dapat menurunkan kualitas air sehingga keseimbangan ekosistem terganggu dan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Salah satu upaya mengurangi konsentrasi bahan pencemar yang masuk ke dalam air ialah melakukan pengolahan limbah pra pembuangan dengan memanfaatkan lingkungan dan proses alami, seperti fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman termasuk bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah pencemaran lingkungan baik secara eksitu maupun insitu pada daerah yang terkontaminasi limbah. Menurut Hidayati (2005) salah satu agen biologis yang memiliki potensi sebagai bioremediator adalah tumbuhan air. Kemampuan tumbuhan air telah banyak diuji dalam menetralisasi komponenkomponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair. Kemampuan tumbuhan air dalam menyerap logam berat sangat bervariasi. Hanya tumbuhan tertentu yang diketahui dapat mengakumulasi unsur logam tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk, tingkat laju penyerapan unsur dari tanah yang tinggi dibanding tanaman lain, dan memiliki kemampuan mentranslokasi dan mengakumulasi unsur logam dari akar ke tajuk dengan laju yang tinggi (Hidayati 2005). Jenis tumbuhan air yang mengapung sering dianggap gulma dan tidak memiliki nilai ekonomis, namun jenis tumbuhan ini sering digunakan untuk pengolahan limbah karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi dan kemampuannya untuk menyerap hara langsung dari kolom air (Saeni 1989 dalam Suryati dan Budhi 2003). Jenis tersebut antara lain kiapu Pistia stratiotes dan kiambang Salvinia molesta. Kedua jenis tumbuhan air tersebut merupakan gulma yang sering dijumpai di sawah atau rawa, namun kemampuannya untuk hidup pada kondisi lingkungan dengan kualitas air yang rendah sangat baik. Kedua jenis tumbuhan tersebut mampu menyerap logam berat dari lingkungan perairan dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Faktor yang juga diduga mempengaruhi kemampuan tanaman dalam mengakumulasi logam dalam jaringannya adalah lama waktu kontak tumbuhan dengan limbah. Menurut Widiarso (2011) nilai akumulasi
2 logam berat akan meningkat seiring dengan lama waktu pemaparan. Hal tersebut bertolak belakang dengan penelitian Fuad et al. (2013) yang menyatakan bahwa penyerapan Cu pada Salvinia molesta dan Hydrilla verticillata mengalami peningkatan hingga hari ke-7, namun mengalami penurunan pada hari ke-14. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka penelitian mengenai waktu maksimum penyerapan logam berat oleh kiapu dan kiambang untuk penyerapan Pb dilakukan selama 15 hari. Perumusan Masalah 1. 2. 3.
Apakah perbedaan jenis tumbuhan air berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menyerap Pb? Apakah lama waktu kontak berpengaruh terhadap kemampuan tumbuhan air dalam menyerap Pb? Apakah paparan Pb mempengaruhi fisiologis tumbuhan air? Tujuan Penelitian
1. 2. 3.
Mengukur kemampuan tumbuhan P. stratiotes dan S. molesta dalam menyerap Pb Mengidentifikasi pengaruh perbedaan lama waktu kontak terhadap kemampuan P. stratiotes dan S. molesta dalam menyerap Pb Mengidentifikasi pengaruh paparan Pb terhadap fisiologis P. stratiotes dan S. molesta Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif pengelolaan limbah tercemar logam berat Pb yang murah dan efisien dengan menggunakan tumbuhan air yang mudah diperoleh dan cepat berkembangbiak. Pengurangan kadar logam berat berbahaya dari limbah akan meningkatkan kualitas lingkungan perairan, sehingga masalah pencemaran air dapat teratasi. Hipotesis Penelitian 1. 2.
3.
Kemampuan penyerapan logam berat timbal oleh kedua tumbuhan air berbeda. Semakin lama waktu pemaparan tumbuhan air dengan larutan timbal, maka semakin tinggi konsentrasi logam yang diserap dan diakumulasi oleh tumbuhan air di dalam jaringannya. Paparan Pb mempengaruhi fisiologis kedua tumbuhan air.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 bertempat di Jalan Rimba Mulya 2 Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Pengujian
3 Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain wadah plastik dengan diameter permukaan 27 cm, diameter dasar 21 cm dan kedalaman 6 cm, termometer manual air raksa, timbangan digital electronic kitchen scale tipe SCA-301, peralatan laboratorium untuk pengujian kandungan logam berat dalam bobot kering tumbuhan air sebelum dan setelah penelitian menggunakan spektrofotometer Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Bahan yang digunakan meliputi larutan Pb standar dengan konsentrasi 1000 ppm, tumbuhan air kiapu (P. stratiotes) dan kiambang (S. molesta) sebanyak masing-masing 150 gram, dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi sebagai sumber nutrisi dan hara tumbuhan. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yakni eksperimental laboratorik dengan menggunakan wadah yang diisi larutan timbal sebagai limbah artifisial. Penelitian eksperimental digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel tertentu terhadap suatu kelompok dalam kondisi yang terkontrol. Desain eksperimental terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol dimaksudkan sebagai pembanding terhadap perubahan akibat berbagai eksperimen tersebut. Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dalam Pola Acak Lengkap 2 x 4 x 3. Percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf dua faktor atau lebih (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Faktor jenis tumbuhan air dengan dua taraf yakni kiapu dan kiambang. Faktor waktu kontak tumbuhan air dengan limbah dengan empat taraf yakni 0 hari, 5 hari, 10 hari, dan 15 hari dengan ulangan sebanyak tiga kali (Tabel 1). Model rancangannya sebagai berikut:
Yijk
= µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan : Yijk = Nilai respon penyerapan timbal oleh tumbuhan ke-i, pada waktu kontak ke-j, dan ulangan ke-k µ = Nilai tengah umum αi = Jenis tumbuhan ke-i βj = Waktu kontak ke-j (αβ)ij = Interaksi antara jenis tumbuhan ke-i dan waktu kontak ke-j εijk = Kesalahan percobaan i = 1, 2 j = 1, 2, 3, 4 k = 1, 2, 3
4
Jenis tumbuhan Kiapu (P. stratiotes) Kiambang (S. molesta)
Tabel 1 Tata letak kombinasi perlakuan Waktu (hari) Ulangan 0 5 10 1 0A1 5A1 10A1 2 0A2 5A2 10A2 3 0A3 5A3 10A3 1 0B1 5B1 10B1 2 0B2 5B2 10B2 3 0B3 5B3 10B3
15 15A1 15A2 15A3 15B1 15B2 15B3
Tahapan Penelitian 1. Persiapan wadah Penelitian diawali dengan persiapan wadah perlakuan. Penelitian terdiri dari 6 kombinasi perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Wadah yang digunakan adalah ember plastik dengan volume 3000 ml sebanyak 18 buah, 9 buah diisi dengan kiapu dan 9 buah lagi diisi dengan kiambang. 2. Persiapan bahan uji Tumbuhan air yang digunakan dalam penelitan ini diupayakan seragam bobot basahnya yakni 15 gr untuk masing-masing unit contoh. Menurut Permatasari (2010) dalam Fuad et al. (2013) ukuran baku tanaman untuk meremediasi 1 liter cairan sampel dibutuhkan 5 gram bobot basah. Larutan timbal sebagai limbah artivisial polutan dibuat dengan konsentrasi 1 ppm. Larutan timbal diperoleh dari larutan Pb standar yang mengandung 1000 ppm timbal, kemudian diencerkan dengan volume air yang digunakan sebanyak 3000 ml sehingga dibutuhkan 3 ml larutan timbal. Penggunaan larutan timbal 1 mg/l mengacu pada rataan kandungan timbal yang terkandung dalam limbah cair industri. Limbah cair industri batik mengandung Pb 0,2349 mg/l (Hartati et al. 2011) dan limbah cair pulp dan kertas Gresik mengandung Pb sebesar 1,040 mg/l (Novita et al. 2012). Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Fitoremediasi yang dilakukan adalah fitoremediasi statis selama 15 hari. Tahapan awal yakni proses aklimatisasi tumbuhan air dengan aquadest selama 7 hari. Tumbuhan air sebanyak 15 gr dimasukkan ke dalam wadah unit contoh yang berisi larutan timbal dan ditambahkan pupuk kandang. Volume air dalam wadah tetap dijaga dengan mengamati ketinggian air permukaan. Seluruh wadah ini diletakkan pada tempat yang terlindung dari hujan dan terkena sinar matahari yang cukup sehingga proses fotosintesisnya tidak terganggu. Agar tidak terjadi pengendapan sedimen maka dilakukan pengadukan air dalam media tiap dua kali dalam sehari. 3. Pengamatan dan pengambilan sampel uji Pengamatan perubahan fisik tumbuhan dilakukan setiap 5 hari sekali. Indikator yang diamati yakni perubahan warna dan ukuran pada akar dan daun. Pengukuran konsentrasi timbal pada tumbuhan air dilakukan pada hari ke-0, ke-5, hari ke-10, dan hari ke-15. Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh bagian tumbuhan, ditiriskan, ditimbang bobot basahnya kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Proses selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan timbal dalam tumbuhan. Tumbuhan air dikering udarakan, ditimbang lalu dipanaskan di oven 80oC hingga bobot konstan, kemudian disimpan dalam desikator selama 20 menit
5 dan ditimbang kembali untuk penentuan kadar air. Ekstraksi bagian tumbuhan dilakukan dengan mengambil 0,5 gram pada masing-masing bagian tumbuhan kemudian ditambahkan campuran 5 ml asam nitrat dan 5 ml hydrogen peroksida (30%). Campuran dipanaskan hingga bagian tanaman tersebut larut sempurna, diuapkan hingga larutan hampir kering, didinginkan, ditambahkan akuades, kemudian disaring, lalu diatur pH sampai 2 dan ditambahkan akuades hingga volume 50 mL. Konsentrasi Pb dalam larutan diukur dengan menggunakan AAS. Pengukuran konsentrasi timbal akhir pada air limbah dilakukan dengan mengambil sampel air. Analisis konsentrasi logam pada air dilakukan dengan AAS sesuai dengan metode American Public Health Association (APHA) di laboratorium yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Analisis Data Kadar Pb pada setiap unit contoh dihitung berdasarkan selisih pengukuran dengan kontrol. Pengaruh penyerapan digunakan analisis sidik ragam (uji F) untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar perlakuan. Kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata α = 0,05 untuk mengetahui perlakuan yang terbaik (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Kemampuan penyerapan timbal oleh kedua jenis tumbuhan yang ditunjukkan oleh akumulasi timbal yang diuji nilai tengahnya (uji T) dengan selang kepercayaan 95%. Perhitungan laju penyerapan didasarkan pada bobot kering logam (mg/kg) yang diserap tanaman serta bobot kering tanaman (mg). Rumus yang digunakan adalah (Nastiti et al. 2002):
LP = BT x KL BT x t Keterangan : LP = laju penyerapan (mg/kg/hari) BT = bobot kering tumbuhan (mg) KL = kandungan logam (mg/kg) t = waktu kontak (hari)
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai penyerapan logam berat Pb pada dua jenis tumbuhan air yakni kiapu dan kiambang dilakukan untuk mengetahui kemampuan fitoremediasi kedua tumbuhan tersebut. Penelitian dilakukan selama 15 hari dengan tiga kali ulangan. Pengujian terhadap penyerapan Pb pada tumbuhan dilakukan sebanyak empat kali yakni pada hari ke-0, ke-5, ke-10, dan ke-15. Perbedaan waktu kontak/pemaparan dilakukan untuk mengetahui laju penyerapan harian oleh masing-masing tumbuhan. Perubahan fisik tumbuhan diamati untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh paparan logam berat terhadap penampakan tumbuhan. Pengaruh logam berat juga diamati terhadap perubahan biomassa kedua jenis tumbuhan baik terhadap bobot basah maupun bobot keringnya.
6 Kemampuan Penyerapan dan Akumulasi
Laju penyerapan (mg/kg/hari)
Tumbuhan memiliki sensitifitas terhadap logam berat dan memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Kemampuan kiapu dan kiambang dalam menyerap dan mengakumulasi logam Pb dapat dilihat dari laju peyerapan dan akumulasi total pada tumbuhan. Laju penyerapan kedua jenis tumbuhan (Gambar 1) menunjukkan bahwa penyerapan Pb oleh kedua jenis tumbuhan tersebut baru terjadi pada hari ke-5 hingga ke-15. Laju penyerapan tertinggi terjadi pada hari ke-10 hingga ke-15. 3 2,45
2,5 2 1,5
1,01
1 0,5 0
0 0
0,01 0,01 5
0,08 0,04 10
15
Hari kePistia stratiotes
Salvinia molesta
Gambar 1 Laju penyerapan kedua tumbuhan terhadap logam berat Pb Laju penyerapan tertinggi terjadi pada hari ke-10 hingga ke-15. Selisih kandungan Pb pada kiapu saat hari ke-10 hingga ke-15 sebesar 11,79 mg/kg dengan laju penyerapan paling tinggi yakni 2,45 mg/kg/hari, sedangkan pada kiambang selisih kandungan Pb hari ke-10 dengan ke-15 sebesar 4,78 mg/kg dengan laju penyerapan 1,01 mg/kg/hari. Laju penyerapan Pb oleh kedua jenis tumbuhan mengalami kenaikan semakin bertambahnya waktu kontak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terakumulasinya Pb selama 15 hari pada kiapu maupun kiambang belum berdampak terhadap kemampuannya dalam menyerap logam berat. Laju penyerapan logam berat dipengaruhi oleh kejenuhan tumbuhan dalam mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya. Pada kedua tumbuhan baik kiapu maupun kiambang, belum menunjukkan tanda kejenuhan selama 15 hari penelitian karena laju penyerapannya masih terus meningkat. Akumulasi Pb dalam tumbuhan juga menunjukkan kemampuan tumbuhan dalam menyerap logam berat, terdapat perbedaan kemampuan penyerapan berdasarkan jumlah logam berat yang terkandung pada tubuh tumbuhan. Akumulasi penyerapan Pb oleh kiapu lebih tinggi daripada kiambang (Gambar 2). Akumulasi total Pb pada kiapu sebanyak 12,24 mg/kg dengan rata-rata laju penyerapan sebesar 0,82 mg/kg/hari, sedangkan kiambang mampu mengakumulasi Pb sebesar 5,04 mg/kg dengan rata-rata laju penyerapan sebesar 0,34 mg/kg/hari.
7
14,00
Kandungan timbal (mg/kg)
12,24 12,00 10,00 8,00 6,00
5,04
4,00 2,00 0,03
0,03
0,03
0,03
0,41
0,22
0,00 0
5
10
15
Hari kePistia stratiotes
Salvinia molesta
Gambar 2 Kandungan timbal pada kedua tumbuhan selama 15 hari Jenis tumbuhan tidak berpengaruh nyata terhadap akumulasi timbal pada tumbuhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan kiapu dan kiambang dalam mengakumulasi Pb dalam tubuhnya tidak jauh berbeda. Hal tersebut dibuktikan dengan uji nilai tengah dengan selang kepercayaan 95% yang menunjukkan bahwa kemampuan kedua jenis tumbuhan dalam menyerap timbal adalah sama. Kiapu dan kiambang sama-sama mampu menyerap Pb melebihi kadar normal Pb dalam tumbuhan yakni 0,5 - 3 mg/kg bobot keringnya (Widaningrum 2007). Penyerapan Pb oleh masing-masing tumbuhan terjadi pada hari ke-5 sejak kontak dengan limbah. Kedua jenis tumbuhan ini memiliki bentuk dan morfologi daun yang berbeda, namun memiliki bentuk akar (Gambar 3) yang sama yakni akar serabut. Hal ini menyebabkan keduanya mempunyai kemampuan dalam menyerap logam berat lebih efektif karena akar serabut memiliki modifikasi lapisan epidermis berupa rambut-rambut akar yang dapat menyerap nutrisi dan zat-zat lainnya lebih tinggi. Namun meski begitu, total akumulasi Pb dalam kiapu lebih tinggi dibandingkan dengan kiambang. Hal tersebut dikarenakan akar serabut pada kiapu mengandung lebih banyak fitokelatin. Fitokelatin adalah enzim yang digunakan untuk mengikat ion logam yang dihasilkan oleh spesies yang kelebihan seng dan tembaga. Enzim ini hanya dijumpai apabila terdapat logam dalam jumlah yang meracuni. Proses pembentukannya merupakan respon tumbuhan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang rawan. Menurut Haryati et al. (2012) lingkungan yang banyak mengandung logam Pb membuat protein regulator dalam tanaman membentuk senyawa pengikat yang disebut fitokelatin. Fitokelatin yang bertemu dengan logam berat akan membentuk ikatan sulfida di ujung belerang pada sistein dan membentuk senyawa kompleks sehingga logam berat akan terbawa menuju jaringan. Nyoman (2007) dalam Syahreza (2012) mengemukakan faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan adalah jenis adsorbat, sifat adsorben, tekanan, pH
8 larutan, temperatur, waktu kontak, dan konsentrasi. Waktu kontak berkaitan dengan waktu tercapainya keadaan setimbang pada proses penyerapan. Jumlah zat yang diserap merupakan proses kesetimbangan karena laju penyerapan disertai dengan terjadinya desorpsi. Waktu kontak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penyerapan Pb oleh kiapu maupun kiambang. Semakin lama waktu kontak kedua tumbuhan dengan limbah, akumulasi Pb dalam tubuh tumbuhan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan kiapu dan kiambang masih mampu menyerap Pb hingga hari ke15 sejak kontak dengan limbah. Penyerapan Pb pada kiapu dan kiambang belum terjadi pada waktu kontak 0 hingga 5 hari. Hal tersebut dimungkinkan karena unsur hara dalam media masih memenuhi nutrisi bagi tumbuhan. Unsur hara dalam media disuplai dari pupuk kandang yang dilarutkan berupa kotoran sapi. Kotoran sapi mengandung serat berupa selulosa dan kadar air yang tinggi. Selain itu juga banyak mengandung karbon organik, nitrogen, fosfor, dan kalium yang berfungsi membantu tumbuhan dalam pembentukan pati. Tumbuhan dapat menyerap Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik dalam medianya rendah. Kondisi ini menyebabkan logam Pb akan terlepas dari ikatan menjadi ion yang bergerak bebas. Apabila logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya maka terjadi pengikatan Pb oleh akar tanaman. Penyerapan baru mulai terjadi pada hari ke-10 hingga ke-15. Kiapu mampu menyerap Pb sebesar 0,41 mg/kg bobot keringnya sedangkan kiambang sebesar 0,22 mg/kg bobot keringnya pada waktu kontak 10 hari. Waktu maksimum penyerapan Pb adalah 15 hari, karena kiapu mampu mengakumulasi Pb dalam tubuhnya sebesar 12,24 mg/kg dan kiambang sebesar 5,04 mg/kg bobot keringnya.
Gambar 3 Akar tumbuhan kiapu (kiri) kiambang (kanan) Perubahan Fisik Tumbuhan Pengamatan perubahan fisik dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan tumbuhan. Perubahan fisik merupakan respon tumbuhan terhadap logam berat yang menunjukkan kemampuan adaptasi tumbuhan menghadapi kontak langsung logam berat. Perubahan fisik tumbuhan pada 5 hari pertama tidak banyak terjadi, hanya terlihat perubahan warna pada beberapa ujung daun, baik pada kiapu maupun kiambang (Tabel 2). Perubahan yang cukup signifikan pada kedua tumbuhan terjadi pada 10 hingga 15 hari berikutnya.
9 Tabel 2 Kondisi penampakan tumbuhan setelah perlakuan Jenis tumbuhan Kiapu
(Pistia stratiotes)
Kiambang
(Salvinia molesta)
Kriteria tumbuhan sehat Daun berwarna hijau muda, makin ke pangkal makin putih dan berwarna kuning apabila tua. Akar jumbai panjang berwarna putih dan mengambang bebas
Kondisi setelah perlakuan (Hari ke-) 0 hari 5 hari 10 hari 15 hari Daun Beberapa Banyak Sebagian dan akar ujung daun tumbuh daun terlihat menguning anakan terlihat segar (runner). menguning Sebagian dan ujung akar daun tenggelam. banyak yang tidak rata, akar banyak yang tenggelam
Pangkal daun berbentuk jantung, panjang dan lebar daun antara 1-2 cm. Fase generatif dicirikan adanya daun yang melengkung (Pancho 1978 dalam Safitri 2009)
Daun dan akar terlihat segar
Beberapa daun berwarna kecoklatan
Ujung daun menghitam dan melengkung
Ujung daun menghitam, namun ukuran daun terlihat membesar dan menebal
Kiapu mengalami perubahan yang ditandai dengan kondisi daun yang mulai berwarna kekuningan dan akhirnya sebagian mati. Akar tanaman kiapu juga mengalami kerontokan. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh penelitian Vesely et al. (2011) yakni semakin bertambahnya waktu kontak dengan Pb, Pistia stratiotes menunjukkan gejala klorosis dan sebagian akar akan mati kemudian rontok. Menurut Patra et al. (2004) konsentrasi Pb yang tinggi secara signifikan mengakibatkan keseimbangan air pada tumbuhan terganggu sehingga tumbuhan menjadi kekurangan air. Hal tersebut dijelaskan oleh Tangahu et al. (2011) bahwa kontak langsung tumbuhan dengan logam berat akan mengakibatkan kerusakan dan perubahan warna pada daun yang mengindikasikan penurunan tingkat klorofil pada tumbuhan. Kiambang menunjukkan fase generatif dengan adanya daun yang melengkung dan ukurannya bertambah besar. Rahmansyah (2009) mengemukakan bahwa kiambang memiliki tingkat survival yang tinggi pada media yang terkontaminasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi pertumbuhan kiambang yang masih dapat tumbuh baik meskipun pada lingkungan yang tercemar. Perubahan yang terlihat yakni pada ukuran daun yang makin membesar, walaupun sebagian daun terlihat menghitam, selain itu banyak tumbuh anakan kiambang. Hal tersebut dapat terjadi karena suhu dan lingkungan media tumbuhnya masih
10 memungkinkan untuk berkembangbiak, yakni dengan suhu rata-rata 26,75oC. Salvinia dapat tumbuh dengan baik pada suhu air antara 20 o-30oC dan tidak dapat berkembang biak pada suhu dibawah 10oC (Weed of National Significance 2003). Smith (1981) dalam Onggo (2005) menerangkan bahwa gejala yang ditimbulkan akibat pencemaran logam berat yakni klorosis dan nekrosis pada ujung serta sisi daun. Penampilan kerusakan tanaman tidak dapat digunakan sebagai indikator banyaknya kandungan logam berat yang diserap karena tanaman yang penampakannya sehat dapat mengandung lebih banyak Pb dibandingkan dengan tanaman yang sakit. Tumbuhan yang menunjukkan gejala tanaman yang tidak sehat adalah kiapu. Hal tersebut dikarenakan kandungan Pb dalam tubuh kiapu sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kiambang sehingga mengakibatkan terjadinya gejala klorosis pada daun dan rontoknya akar. Perubahan kenampakan tumbuhan pada sebelum dan setelah perlakuan antara kiapu dan kiambang berbeda-beda (Gambar 4 dan 5).
Gambar 4 Kenampakan kiapu pada hari ke-0 (kiri) dan hari ke-15 (kanan)
Gambar 5 Kenampakan kiambang pada hari ke-0 (kiri) dan hari ke-15 (kanan) Biomassa kedua jenis tumbuhan tersebut mengalami perubahan setelah adanya perlakuan (Tabel 3). Peningkatan laju penyerapan dan kandungan Pb pada kiapu berdampak pada penurunan biomassa sebesar 32% dari bobot awalnya. Hal ini bertolak belakang dengan kiambang bahwa peningkatan laju penyerapan dan kandungan Pb dalam tubuhnya juga meningkatkan biomassa hingga mencapai 22% dari bobot awalnya.
11
Jenis Kiapu (Pistia stratiotes)
Tabel 3 Perubahan biomassa terhadap serapan Pb Bobot Bobot Laju Kandungan Pb Hari basah (gr) kering (gr) penyerapan (mg/kg) ke- (rataan ± (rataan ± (mg/kg/hari) (rataan ± SD) SD) SD) 0 15,0 ± 0,00 0,73 ± 0,00 0,00 0,03 ± 0,00 5 15,0 ± 0,00 0,66 ± 0,03 0,01 0,03 ± 0,00 10 15,3 ± 2,05 0,69 ± 0,11 0,08 0,41 ± 0,28 15 9,3 ± 1,25 0,41 ± 0,04 2,45 12,24 ± 9,12
Kiambang 0 (Salvinia 5 molesta) 10 15
15,0 ± 0,00 16,0 ± 0,00 15,7 ± 0,47 17,7 ± 0,94
0,63 ± 0,00 0,78 ± 0,05 0,69 ± 0,03 0,85 ± 0,02
0,00 0,01 0,04 1,01
0,03 ± 0,00 0,03 ± 0,00 0,23 ± 0,28 5,04 ± 3,93
Perbedaan reaksi tumbuhan terhadap air limbah artifisial menunjukkan kemampuan adaptasi tumbuhan tersebut. Kiambang mengalami penambahan bobot kering mencapai 0,2 gram dalam 15 hari. Tumbuhan ini sempat mengalami penurunan biomassa pada hari ke-10, namun setelah itu mengalami peningkatan biomassa hingga hari ke-15, walaupun kandungan Pb dalam tubuhnya cukup tinggi. Kadar normal Pb dalam tumbuhan berkisar antara 0,5 - 3 mg/kg bobot keringnya (Widaningrum 2007). Kandungan Pb pada kiambang lebih tinggi dari keadaan normalnya, namun Fitter dan Hay (1991) dalam Panjaitan (2009) mengemukakan tumbuhan dapat melakukan alokasi dan menurunkan kadar toksisitas logam berat dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi) dengan menyimpan air dalam jaringan, khususnya daun, sehingga mengakibatkan terjadinya penebalan pada daun. Hal tersebut diduga juga terjadi pada kiambang karena permukaan daun kiambang mengalami penebalan dan pembesaran jaringan. Selain itu pengukuran kadar air menunjukkan bahwa kiambang mengalami peningkatan kadar air. Pada hari ke-5 kontak dengan limbah, kadar air kiambang menunjukkan angka 94,68% sedangkan pada hari ke-15 sebesar 95,50%. Hal ini bertolak belakang dengan kiapu yang mengalami penurunan bobot yang cukup besar yakni hampir mencapai 0,3 gram dalam 15 hari. Penurunan biomassa tanaman dipengaruhi oleh adanya toksisitas logam dalam tumbuhan. Gejala tersebut juga ditunjukkan oleh penelitian Vesely et al. (2011) yakni perlakuan Pb 2 mmol/l mengakibatkan penurunan produksi biomassa pada bobot kering daun Pistia stratiotes. Kiapu menunjukkan gejala tersebut pada daunnya, disamping itu akar juga berpengaruh terhadap biomassa kiapu. Akar kiapu mengalami kerontokan dalam jumlah yang besar pada dasar limbah ketika akhir penelitian. Hal tersebut mengindikasikan kiapu kehilangan banyak akar sehingga bobotnya menurun. Menurut Hartati et al. (2012) semakin tinggi kadar Pb dalam media tanaman maka penurunan laju pertumbuhan tanaman semakin meningkat yang disebabkan masuknya logam Pb ke dalam sel dan berikatan dengan enzim sebagai katalisator sehingga reaksi kimia dalam sel akan terganggu. Kerusakan tersebut ditandai dengan nekrosis dan klorosis pada akar dan daun (Palar 2004).
12 Penyerapan Timbal oleh Tumbuhan Tangahu et al. (2011) mengatakan bahwa tumbuhan memiliki mekanisme yang efisien untuk memperoleh nutrisi dari lingkungan pada kondisi rendah nutrien kemudian dipindahkan dan disimpan dalam organ tertentu. Mekanisme tersebut juga dilakukan dalam penyerapan zat racun yang memiliki kandungan kimia serupa dengan zat esensial yang dibutuhkan tumbuhan. Proses absorpsi racun termasuk logam berat dapat terjadi melalui beberapa bagian tumbuhan dengan mekanisme translokasi (Soemirat 2003). Menurut Priyanto dan Joko (2004) tumbuhan mengapung dapat digunakan sebagai media pengolah limbah karena akarnya menjadi tempat filtrasi dan adsopsi padatan tersuspensi. Mekanisme fisiologi fitoremediasi menurut Salt et al. (1998) dalam Soemirat 2003) dibagi atas 5 cara: 1. Fitoekstraksi, pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi bahan pencemar untuk memindahkan logam berat atau senyawa organik dari tanah dengan cara mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen 2. Fitodegradasi, pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa organik. 3. Rhizofiltrasi, pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap bahan pencemar, terutama logam berat, dari air dan aliran limbah. 4. Fitostabilisasi, pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi bahan pencemar dalam lingkungan. 5. Fitovolatilisasi, pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan atau memindahkan bahan pencemar dari udara. Penyerapan Pb yang terjadi pada kiapu dan kiambang adalah fitoekstraksi (fitoakumulasi) yakni proses penyerapan kontaminan bersamaan dengan penyerapan nutrient dan air oleh akar. Massa kontaminan tidak dirombak, namun diendapkan di bagian trubus dan daun tanaman. Kemampuan penyerapan juga dipengaruhi oleh kandungan kimia dominan yang terkandung dalam organ tumbuhan. Ulfin dan Widya (2005) mengemukakan bahwa kiapu mengandung banyak fitokelatin di dalam akarnya. Hal tersebut mempengaruhi pengikatan logam berat oleh organ pada tumbuhan karena fitokelatin (Gambar 6) merupakan enzim yang digunakan untuk mengikat logam, sehingga kemampuan daya serap Pb oleh kiapu lebih tinggi dibandingkan dengan kiambang. O || H O C – OH O | || | || HS - CH2 - C - C - HN – C – (CH2)2 – C – OH | HN | C=O O H | || | C – HN – C – C - NH2 | | HS - CH2 H
Gambar 6 Struktur fitokelatin (glisin-sistein-sistein-glutamat)
13 Fitokelatin adalah sebuah peptida kecil yang kaya akan asam amino sistein yang mengandung belerang. Peptida ini biasanya memiliki 2 hingga 8 asam amino sistein di pusat molekulnya, serta sebuah asam glutamat dan sebuah glisin pada ujung-ujungnya yang berlawanan. Atom belerang dalam sistein berfungsi sebagai pengikat logam (Salisbury dan Ross 1995 dalam Andika et al. 2009). Proses penyerapan terjadi karena ion timbal (Pb2+) yang banyak terkandung dalam limbah buatan berikatan dengan elektron bebas terdekat. Atom belerang (S) pada struktur fitokelatin menyediakan 2 buah elektron bebas, sedangkan Pb2+ memiliki 2 buah muatan yang berarti membutuhkan 4 elektron bebas. Hal ini menyebabkan terbentuknya ikatan sejenis dari arah muatan ion yang belum berpasangan untuk melengkapi ikatan senyawa kompleks. Senyawa kompleks yang terbentuk (Gambar 7) terdiri atas Pb2+ yang dikelilingi dua fitokelatin (Andika et al. 2009). Terbentuknya senyawa kompleks baru mengakibatkan Pb diikat dan diangkut oleh akar kiapu sehingga terjadi akumulasi Pb pada tubuh tumbuhan.
Pb2+
Gambar 7 Senyawa kompleks ikatan fitokelatin dan Pb2+ Tumbuhan memiliki mekanisme tersendiri untuk mencegah tubuhnya dari keracunan logam berat. Menurut Fitter dan Hay (1991) dalam Panjaitan (2009) terdapat dua mekanisme yang mungkin dilakukan tumbuhan dalam menghadapi konsentrasi toksik, yakni ameliorasi dan toleransi. Ameliorasi dilakukan dengan pendekatan lokalisasi dalam akar, ekskresi secara aktif melalui kelenjar tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun tua lalu terjadi absisi daun, dilusi (pengenceran), dan inaktivasi secara kimia. Toleransi dilakukan oleh tumbuhan dengan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik tertentu. Mekanisme yang dilakukan kiapu untuk menghadapi kondisi tersebut adalah toleransi dengan perubahan morfologi pada akar. Penghambatan perpanjangan akar dan rontoknya beberapa bulu akar menjadi efek dari respon toksisitas Pb karena adanya penghambatan pembelahan sel akar dan atau penurunan ekspansi sel dalam zona perpanjangan di jaringan meristem akar (Neuenschwander et al. 2009). Kiambang memiliki cara tersendiri mencegah tubuhnya keracunan logam berat dengan pengenceran dan pendekatan lokalisasi pada akar. Hal tersebut dikarenakan kemampuan kiambang untuk mentranslokasi logam ke organ non akar cukup rendah, terkait dengan kerja pita caspary di endodermis sel akar. Pita caspary berfungsi sebagai penghalang masuknya air serta mineral terlarut melalui jalur ekstraselular dan menentukan mineral tertentu yang dapat melewati xylem akar.
14 Keberadaan pita caspary pada jaringan akar dapat menghambat transport logam berat dari akar ke organ lainnya (Widiarso 2011). Logam berat yang terakumulasi dalam tumbuhan masih menjadi bahan berbahaya dan beracun apabila kadarnya melebihi batas diperbolehkannya kandungan dalam tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya. Limbah B3 menurut PP No. 18 tahun 1999 adalah sisa suatu suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Penggunaan tumbuhan untuk meremediasi logam memiliki kelebihan karena logam berat yang terserap ke dalam akar tidak dapat terlepas kembali ke aliran air tanah. Namun penggunaan tumbuhan dalam remidiasi memberikan resiko masuknya logam berat ke dalam rantai makanan bagi ternak, terakumulasi dalam tubuhnya dan dikonsumsi oleh manusia. Logam berat Pb masuk ke tubuh melalui pernapasan, makanan dan minuman, namun karena merupakan unsur yang tidak dibutuhkan sehingga tubuh akan mengeluarkannya sebagian dan sisanya terakumulasi pada jaringan tubuh. Salah satu usaha untuk menghindari bahaya logam berat, antara lain dengan menghindari sumber bahan pangan yang memiliki risiko mengandung logam berat, serta mencuci dan mengolah bahan pangan yang akan dikonsumsi dengan baik dan benar. Namun selain itu diperlukan pula kombinasi antara aplikasi fitoremediasi dengan teknologi konvensional. Perpindahan logam berat dari lingkungan ke dalam tumbuhan merupakan bagian dari konsep perpindahan energi. Tumbuhan juga memiliki tingkat kejenuhan dalam mengakumulasi logam berat dalam organnya. Apabila tumbuhan sudah tidak mampu lagi menyerapnya, logam yang disimpan di bagian trubus dapat dipanen dan dilebur untuk diambil kembali logamnya (metal recycle) atau dibuang sebagai limbah B3. Proses ini dilakukan berulang kali hingga mencapai kadar di bawah ambang batas aman. Pengambilan kembali logam disebut sebagai phytomining (penambangan menggunakan tanaman) yaitu dengan mengambil logam tertentu melalui proses fitoekstraksi. Tanaman yang telah jenuh dilebur untuk memisahkan logam dengan bahan lain. Logam yang masih mempunyai nilai ekonomi dapat dipergunakan kembali. Teknologi untuk mengambil atau memekatkan logam dari tanaman yang telah dipanen dapat melalui proses pemanasan, pelindihan mikrobial, secara kimia maupun fisik. Mekanisme seperti pembakaran, pengabuan, peleburan, dan pelindihan sering digunakan untuk memproses logam yang akan diambil kembali dari biomassa tanaman (Lasat 2002).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan kiapu dan kiambang dalam penyerapan logam berat Pb dalam limbah buatan dapat diaplikasikan untuk meremediasi Pb dalam lingkungan yang tercemar. Kedua jenis tumbuhan ini menunjukkan kemampuan penyerapan yang
15 sama dengan laju penyerapan kiapu sebesar 0,82 mg/kg/hari dan 0,34 mg/kg/hari untuk kiambang. Kiapu mampu menyerap Pb sebanyak 12,24 mg/kg bobot keringnya, sedangkan kiambang mampu menyerap 5,04 mg/kg bobot keringnya dengan waktu maksimum 15 hari sejak tumbuhan kontak dengan limbah. Kiapu menunjukkan gejala klorosis dengan kehilangan 32% dari biomassa awalnya sedangkan kiambang mengalami kenaikan biomassa sebesar 22% pada akhir penelitian. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun kemampuan kedua jenis tumbuhan tersebut tidak jauh berbeda dalam menyerap Pb dari limbah, namun kiambang menunjukkan tingkat survival terhadap Pb yang lebih tinggi dibandingkan kiapu pada konsentrasi 1 ppm. Saran Untuk mengurangi bahan pencemar timbal pada badan air sebaiknya digunakan tumbuhan air mengapung seperti kiapu dan kiambang. Namun untuk memperoleh waktu penyerapan yang lebih maksimum diperlukan penelitian serupa dengan waktu kontak yang lebih lama agar diketahui juga waktu maksimum tumbuhan dapat bertahan hidup dalam limbah. Penelitian terkait analisis anomali daun dan kerusakan pada stomata juga perlu dilakukan sehingga dampak logam berat terhadap tumbuhan dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA Andika B, Amanda S, Fanny SR, Firliyani RN. 2009. Studi penyerapan timbal (Pb) menggunakan kayu apu Pistia stratiotes pada air permukaan Sungai Cisadane Kota Tangerang [makalah]. Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor. Fuad MT, Aunurohim, Tutik N. 2013. Efektivitas kombinasi Salvinia molesta dengan Hydrilla verticillata dalam remediasi logam Cu pada limbah elektroplating. J Sains dan Seni Pomits. 2(1): 240-245. Hartati I, Riwayati I, Kurniasari L. 2011. Potensi xanthate pulpa kopi sebagai adsorben pada pemisahan ion timbal dari limbah industri batik. J Momentum 7(2): 25- 30. Haryati M, Purnomo T, Kuntjoro S. 2012. Kemampuan tanaman genjer [(Limnocharis flava (L.) Buch] menyerap logam berat timbal (Pb) limbah cair kertas pada biomassa dan waktu pemaparan yang berbeda. J LenteraBio. 1(3): 131-138. Hidayati N. 2005. Fitoremediasi dan potensi tumbuhan hiperakumulator. J Hayati 12(1). Lasat MM. 2002. Phytoextraction of toxic metals: a review of biological mechanisms. J Environ Qual. 31: 109-120. Mattjik AM, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press. Nastiti SI, Suprihatin, Burhanudin, Aida N. 2002. Penyerapan logam Pb dan Cd oleh eceng gondok : pengaruh konsentrasi logam dan lama waktu kontak. J Tek Ind Pert. 16(1): 44-50.
16 Neuenschwander P, Mic HJ, Ted DC, Martin PH. 2009. Biological Control of Tropical Weeds Using Arthropods. Cambridge University Press. Novita, Yuliani, Tarzan P. 2012. Penyerapan logam timbal (Pb) dan kadar klorofil Elodea canadensis pada limbah cair pabrik pulp dan kertas. J LenteraBio 1(1): 1–8. Onggo TM. 2005. Pengaruh konsentrasi larutan berbagai senyawa timbal (Pb) terhadap kerusakan tanaman, hasil dan beberapa kriteria kualitas sayuran daun spinasia [makalah]. Bandung (ID). Universitas Padjadjaran. Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Panjaitan GY. 2009. Akumulasi logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) pada pohon Avicennia marina di hutan mangrove [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Patra M, Bhowmik N, Bandopadhyay B, Sharma A. 2004. Comparison of mercury, lead and arsenic with respect to genotoxic effects on plant systems and the development of genetic tolerance. J Env and Exp. 199–223. Priyanto B, Joko P. 2004. Fitoremediasi sebuah teknologi pemulihan pencemaran khususnya logam berat [Internet]. http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora. Rahmansyah M. 2009. Tumbuhan Akumulator untuk Fitoremediasi Lingkungan Tercemar Merkuri dan Sianida Penambangan Emas. Jakarta (ID): LIPI Press. Safitri R. 2009. Phytoremediasi greywater dengan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) dan tanaman kiambang (Salvinia molesta) serta pemanfaatannya untuk tanaman selada (lactuca sativa) secara hidroponik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soemirat J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Suryati T, Budhi P. 2003. Eliminasi logam berat kadmium dalam air limbah menggunakan tanaman air. J Teknik Lingkungan. 4(3): 143-147. Syahreza. 2012. Preparasi dan karakterisasi bentonit tapanuli terinterkalasi surfaktan kationik odtmabr dan aplikasinya sebagai adsorben para-klorofenol [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Tangahu BV, Siti RSA, Hassan B, Mushrifah I, Nurina A, Muhammad M. 2011. A review on heavy metals (As, Pb, and Hg) uptake by plants through phytoremediation. International Journal of Chemical Engineering. Ulfin I, Widya W. 2005. Studi penyerapan kromium dengan kayu apu (Pistia stratiotes, L). J Akta Kimindo. 1(1): 41-48. Vesely T, Marek N, Lukas T, Jirina S, Pavel T. 2011. Water lettuce Pistia stratiotes L. response to lead toxicity. Springer Science and Business Media B.V. Department of Agroenvironmental Chemistry and Plant Nutrition Faculty of Agrobiology. Weed of National Significance. 2003. Salvinia Salvinia molesta. Weeds Management Guide. Canberra (AU): CRC Weed Management. Widaningrum, Miskiyah, Suismono. 2007. Bahaya kontaminasi logam berat dalam sayuran dan alternatif pencegahan cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian (3). Widiarso T. 2011. Fitoremediasi air tercemar nikel menggunakan kiambang (Salvinia molesta) [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
17 Lampiran 1 Kandungan timbal dalam tumbuhan
Jenis tumbuhan Pistia stratiotes
Rata-rata Salvinia molesta
Ulangan 1 2 3 1 2 3
Rata-rata
Kandungan timbal dalam tumbuhan (mg/kg) pada hari ke0 (26/4) 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030
5 (1/5) 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030
10 (6/5) 0,543 0,670 0,030 0,414 0,030 0,030 0,614 0,225
15 (11/5) 25,130 6,160 5,420 12,237 9,950 4,820 0,335 5,035
Waktu (hari) 5 (1/5) 10 (6/5) 95,79 95,32 95,38 95,66 95,63 95,49 95,60 95,49 95,17 95,57 94,68 95,68 95,49 95,54 95,11 95,60
15 (11/5) 95,51 95,59 95,77 95,62 95,50 95,19 94,96 95,22
Lampiran 2 Persentase kadar air tumbuhan Jenis tumbuhan
Ulangan
Pistia stratiotes
1 2 3
Rata-rata Salvinia molesta
1 2 3
Rata-rata
0 (26/4) 95,12 95,12 95,12 95,12 95,83 95,83 95,83 95,83
Lampiran 3 Bobot kering tumbuhan Jenis tumbuhan Pistia stratiotes
Rata-rata Salvinia molesta
Rata-rata
Ulangan 1 2 3 1 2 3
Bobot kering tumbuhan (gr) hari ke0 hari 0,7320 0,7320 0,7320 0,7320 0,6255 0,6255 0,6255 0,6255
5 hari 0,6315 0,6930 0,6555 0,6600 0,7728 0,8512 0,7216 0,7819
10 hari 0,8424 0,5642 0,6765 0,6915 0,7088 0,6480 0,7136 0,6899
15 hari 0,3592 0,3969 0,4653 0,4085 0,8550 0,8177 0,8568 0,8451
18 Lampiran 4 Output analisis sidik ragam uji F
Lampiran 5 Output uji lanjut Duncan
19
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung pada 1 Februari 1993. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muhammad Syafii dan Ibu Misniarti. Pendidikan formal yang telah ditempuh yakni Taman Kanak-kanak Islam Cut Nyak Dhien Tangerang periode tahun 1996-1998, Sekolah Dasar Negeri Panaragan III Bogor periode tahun 1998 - 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Bogor periode tahun 2004 - 2007, Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor periode tahun 2007 - 2010, dan pada tahun 2010 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Penulis aktif mengkuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan menjadi anggota dari Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE). Penulis pernah melakukan kegiatan praktek di beberapa lokasi. Pada tahun 2010, penulis mengikuti kegiatan Magang Mandiri Fakultas Kehutanan di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi Jawa Timur. Pada tahun 2012, penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Taman Wisata Alam Pangandaran, Ciamis Jawa Barat. Pada tahun 2013, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat. Pada tahun 2014 melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Maros Sulawesi Selatan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Kemampuan Tumbuhan Air Kiapu Pistia stratiotes dan Kiambang Salvinia molesta dalam Fitoremediasi Timbal dibimbing oleh Ir Agus Priyono, MS dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi.