KETERKAITAN ANTARA REDISTRIBUSI, KETIMPANGAN

Download Pengertian Ketimpangan Pendapatan. 6. Redistribusi. 7. Penelitian Terdahulu. 8. Redistribusi dan ketimpangan pendapatan. 8. Redistribusi da...

0 downloads 470 Views 16MB Size
KETERKAITAN ANTARA REDISTRIBUSI, KETIMPANGAN PENDAPATAN, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA

IDA BAGUS PERDANA KUMARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keterkaitan antara Redistribusi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Pulau Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015

Ida Bagus Perdana Kumara NIM H151130396

RINGKASAN IDA BAGUS PERDANA KUMARA. Keterkaitan antara Redistribusi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Dibimbing oleh D. S. PRIYARSONO dan WIWIEK RINDAYATI. Kualitas pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui kemampuannya untuk memperbaiki indikator-indikator kesejahteraan masyarakat seperti ketimpangan pendapatan. Pulau Jawa adalah wilayah terkaya di Indonesia. Tingginya tingkat PDRB tidak mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Hal itu menunjukkan adanya masalah ketimpangan pendapatan. Penelitian-penelitian sebelumnya menyimpulkan ada dua kemungkinan keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Kelompok pertama menemukan adanya tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi dan kelompok lainnya tidak mendukung hipotesis tersebut. Perbaikan ketimpangan pendapatan di Indonesia dilakukan melalui sistem pajak dan transfer. Pemerintah melalui sistem pajak yang bersifat progresif berusaha untuk melakukan redistribusi pendapatan untuk menekan angka ketimpangan pendapatan (indeks Gini). Efisiensi sistem pajak yang masih rendah memunculkan dugaan bahwa sistem ini tidak mampu untuk menekan ketimpangan pendapatan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menghitung dan menganalisis perkembangan indeks Gini dan redistribusi di tingkat kabupaten/kota; 2) Menganalisis hubungan antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian, menganalisis hubungan tersebut pada kabupaten/kota kaya (high income) dan kabupaten/kota miskin (low income); 3) Menganalisis pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi.; 4) Menguji kesesuaian hipotesis Kuznets; 5) Menganalisis pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan. Penelitian ini menggunakan semua kabupaten/kota di Pulau Jawa kecuali kabupaten/kota baru hasil pemekaran. Penghitungan indeks Gini dan redistribusi (data pajak) menggunakan data yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum indeks Gini kabupaten/kota di Pulau Jawa mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi pada kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi yaitu dari 7% menjadi 32.2% dan penurunan pada kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rendah yaitu dari 22.6% menjadi 2.6%. Penghitungan redistribusi dilakukan dengan mencari selisih antara indeks Gini sebelum dan sesudah pajak (PPh dan PBB). Hasilnya menunjukkan sebagian besar cross section memiliki nilai redistribusi negatif. Hasil ini menunjukkan redistribusi melalui pajak belum efektif. Sistem pajak yang berlaku cenderung memperlebar ketimpangan pendapatan. Keterkaitan antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa hipotesis tradeoff berlaku di Pulau Jawa dan memiliki pengaruh yang lebih besar pada kawasan high income. Hasil berbeda ditemukan pada kawasan low income, pada kawasan tersebut hipotesis tradeoff tidak berlaku. Hal tersebut menunjukkan bahwa determinan pertumbuhan ekonomi pada high income mengandalkan ketersediaan modal sedangkan pada low income mengandalkan perbaikan kualitas SDM. Selain itu, variabel redistribusi juga berpengaruh signifikan negatif pada pertumbuhan ekonomi. Kuznets dalam hipotesisnya menyatakan bahwa indeks Gini akan meningkat di awal pembangunan dan menurun di akhir pembangunan. Dengan menggunakan variabel PDRB per kapita penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis ini berlaku. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa sektor industri dan perdagangan mampu menurunkan ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa. Kata kunci: redistribusi, ketimpangan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, pajak, dan kabupaten/kota di Pulau Jawa

SUMMARY IDA BAGUS PERDANA KUMARA. Linkage Analysis between Redistribution, Income Inequality, and Growth: A Case Study of Districts and Municipalities in Java. Supervised by D. S. PRIYARSONO and WIWIEK RINDAYATI. The quality of economic growth can be measured by its ability to improve public welfare indicators such as income inequality. Java is the wealthiest region in Indonesia. The high level of GDRP is unable to reduce poverty rate. It shows existing of income inequality problem. Previous studies concluded there were two possible linkages between income inequality and economic growth. The first group found there was a tradeoff between income equity and growth and the other did not support that hypothesis. To improve income inequality, Indonesian government implements taxes and transfers system. By progressive taxes system, government tries to redistribute income among people and reduce income inequality indicator (Gini index). The efficiency of that system is still low and probably unable to reduce Gini index. The purposes of this study are: 1) to calculate and analyze Gini and redistribution index at Java districts/municipalities level; 2) to analyze the linkage between income equality and growth and also to analysis that linkage in rich areas (high income) and poor areas (low income); 3) to analyze the impact of redistribution index to growth; 4) to test validity of Kuznets hypothesis; and 5) to analyze the influence of main sectors on income inequality. This study analyzes all districts/municipalities in Java, except the newly established districts/municipalities. Calculating of Gini and redistribution index (taxes data) uses National Socio-Economic Survey (Susenas) data. The result of this study shows that Gini index of Java districts/municipalities level is increasing during the analysis. At high category of Gini index, there is an increasing from 7% to 32.2%. Meanwhile, at low category, there is a decreasing from 22.6% to 2.6%. To calculate redistribution index, this study use the difference between Gini index before and after taxes (income tax and land tax and building). The result shows most of cross section has negative redistribution index. It shows that our taxes system is still ineffective. Taxes system tends to makes income inequality worse. Incomplete number of taxpayers is one of the causes. The linkage between income equality and growth shows that tradeoff hypothesis is valid in Java and has greater influence in high income area. Different results are found in low income area, in that region tradeoff hypothesis is not valid. It shows that determinant of growth in high income focus on the availability of capital, while in low income, the growth determinant focus on improvement of human resources quality. In addition, redistribution index also have significant and negative effect on growth. Kuznets hypothesis states that the Gini index will increase at the beginning of development and decline at the end of development. By using GDP per capita, shows that the hypothesis is valid. In addition, this study also shows that industry and trade sector able to reduce income inequality in Java.

Keywords: growth, income inequality, Java districts/municipalities, redistribution, and taxes

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KETERKAITAN ANTARA REDISTRIBUSI, KETIMPANGAN PENDAPATAN, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA

IDA BAGUS PERDANA KUMARA

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr

Judul Tesis Nama NIM

: Keterkaitan antara Redistribusi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Pulau Jawa : Ida Bagus Perdana Kumara : H151130396

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir D. S. Priyarsono, MS Ketua

Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 10 Desember 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah ketimpangan pendapatan, dengan judul Keterkaitan antara Redistribusi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. D. S. Priyarsono dan Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama penelitian. Terima kasih sebesarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Sri Mulatsih sebagai penguji dan kepada Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi sebagai perwakilan departemen. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB, pihak beasiswa freshgraduate Dikti, rekan-rekan Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB angkatan 2012 Marmut, Mocin, Andrian, Salsa, Nidaa, Manda, Pika, Nisa, Bintan, Bram, Kak Astri, Mbak Dewi, dan Mbak Siti atas semua kerja sama dan dukungannya. Kepada Bli Joger Intercafe dan Mba Nurul BPS atas bantuannya saat pengumpulan data penelitian. Kepada sahabat-sahabat sepermainan Indraprastha (IP) Gde Parinatha, Darya, Bli Mayun, Bli Manu, Bli Didi, Bli Giri, Bli Joni, Bli Agus, Bli Yoga, Bli Yuda, Mbo Kartika, Made Ayu, dan Debby, terima kasih telah mengisi waktu luang dengan banyak kegembiraan. Kepada yang paling dicintai, Ajik Ida Bagus Astawa, Ibu Ida Ayu Yeni Pajariati, serta adik-adik Ida Ayu Widya Puspitasari dan Ida Bagus Trias Purnayana, kehadiran kalian selalu mendukung penulis untuk terus menjadi lebih baik. Kepada Niang, Wak Ade, dan Wak Anom, terima kasih untuk menjadi orang tua kedua selama penulis belajar di IPB. Terima kasih penulis juga sampaikan kepada rekan-rekan di KMHD dan Brahmacarya atas semua kerja samanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca dalam penyempurnaan tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015 Ida Bagus Perdana Kumara

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL VIII DAFTAR GAMBAR VIII DAFTAR LAMPIRAN IX 1. PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 5 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi 5 Pengertian Ketimpangan Pendapatan 6 Redistribusi 7 Penelitian Terdahulu 8 Redistribusi dan ketimpangan pendapatan 8 Redistribusi dan pertumbuhan ekonomi 8 Ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi 9 PDRB per kapita dan ketimpangan pendapatan 9 Pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan 10 Hipotesis Penelitian 10 Kerangka Pemikiran 11 3. METODE PENELITIAN 12 Jenis dan Sumber Data 12 Metode Analisis Data 13 Analisis Deskriptif 13 Analisis Kuantitatif 14 Penghitungan Indeks Gini (Gini Ratio) 14 Penghitungan Redistribusi 14 Elastisitas 15 Metode Panel Data 15 Panel Data Statis 16 Model Panel Data Tobit 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Perkembangan Indeks Gini di Pulau Jawa 19 Perkembangan Redistribusi di Pulau Jawa 21 Pengaruh Ketimpangan Pendapatan pada Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Jawa 23 PDRB per kapita 24 Indeks Gini 25 Pengaruh Ketimpangan Pendapatan pada Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Low dan High Income 26 PDRB per Kapita 27 Indeks Gini 27 Pengaruh Redistribusi pada Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Jawa 28

Kesesuaian Perkembangan Ketimpangan Pendapatan pada Hipotesis Kuznets 29 Pengaruh Sektor-sektor Unggulan pada Ketimpangan Pendapatan 30 PENUTUP 31 5. Simpulan 31 Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 35

DAFTAR TABEL Tabel 1 Variabel, deskripsi, dan sumber data 12 Tabel 2 Selang nilai statistik DW dan keputusannya 17 Tabel 3 Simulasi kebijakan tarif pajak progresif 23 Tabel 4 Pengaruh ketimpangan pendapatan pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa 24 Tabel 5 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi di low dan high income 26 Tabel 6 Pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa 28 Tabel 7 Pengujian hipotesis Kuznets dan pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan 29 Tabel 8 Elastisitas variabel-variabel bebas 30

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Indikator-indikator ekonomi Pulau Jawa Gambar 2 Distribusi pendapatan berdasarkan kelompok masyarakat Gambar 3 Kurva U-terbalik Gambar 4 Kerangka pikir konseptual Gambar 5 Perkembangan indeks Gini berdasarkan daerah administrasi Gambar 6 Pengelompokan indeks Gini berdasarkan Timmer (2004) Gambar 7 Perkembangan indeks Gini sebelum dan setelah pajak di Pulau Jawa Gambar 8 Indeks Gini dan Redistribusi di Pulau Jawa

2 3 7 11 20 21 21 22

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Korelasi antara variabel bebas dan tak bebas pada model Pulau Jawa 35 Lampiran 2 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa 35 Lampiran 3 Pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa 36 Lampiran 4 Kabupaten/kota dengan pendapatan tertinggi 37 Lampiran 5 Kabupaten/Kota dengan pendapatan terendah 37 Lampiran 6 korelasi antara variabel bebas dan tak bebas pada model low dan high income 38 Lampiran 7 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi (low income) 38 Lampiran 8 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi (high income) 39 Lampiran 9 Pengujian perkembangan indeks Gini pada hipotesis Kuznets 40 Lampiran 10 Pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini (1) 41 Lampiran 11 Pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini (2) 42

1

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dikatakan berkualitas jika pertumbuhan tersebut diikuti dengan perbaikan pada indikator-indikator kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa indikator kesejahteraan masyarakat antara lain kemiskinan, pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan ketimpangan. Ukuran ketimpangan yang umum digunakan antara lain seperti ukuran Bank Dunia, indeks Theil, dan indeks Gini. Ketimpangan pendapatan merupakan kondisi di mana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan pendapatan yang umum diukur dengan menggunakan indeks Gini. Indeks Gini mengukur ketimpangan pendapatan antara masyarakat dalam suatu region. Besaran indeks ini berada di antara 0-1. Indeks Gini bernilai nol menunjukkan pendapatan dalam suatu kawasan terdistribusi merata di antara masyarakat. Sebaliknya, indeks Gini bernilai satu menunjukkan bahwa ketidakmerataan sempurna terjadi pada distribusi pendapatan. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan adanya keterkaitan antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Kelompok pertama menyatakan adanya hipotesis tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi (Barro 2000; Forbes 2000) dan kelompok lainnya tidak mendukung hipotesis tersebut (Benerjee dan Duflo 2003). Pengelompokan tersebut juga dilakukan oleh Yusuf (2005). Adanya tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi kurang baik. Ketimpangan pendapatan yang tinggi sangat merugikan masyarakat, bahkan tingginya pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh besar pada masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, Birdsall (2005) menyatakan bahwa dampak dari adanya ketimpangan pendapatan adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat. Sejarah pernah menunjukkan bukti seperti kasus antara Korea Selatan dan Filipina. Kedua negara tersebut pada tahun 1960 memiliki kemiripan pada kondisi perekonomian agregat, namun sekarang telah memiliki gap yang sangat besar. Salah satu penyebab utama masalah tersebut adalah perbedaan kondisi ketimpangan pendapatan di awal pembangunan. Korea Selatan memiliki kondisi ketimpangan pendapatan yang lebih baik dibandingkan Filipina (Benabou 1996). Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menyebabkan inefisiensi ekonomi, pengalokasian aset yang tidak efisien, dan dapat melemahkan stabilitas sosial. Perbaikan pada ketimpangan pendapatan dilakukan melalui redistribusi. Redistribusi adalah sistem pendistribusian kembali pendapatan dari masyarakat kaya ke masyarakat miskin. Redistribusi dilakukan melalui sistem pajak dan transfer. Tujuan penerapan sistem ini yang utama adalah untuk memperbaiki ketimpangan pendapatan. Selain itu, melalui sistem pajak diharapkan dapat sebagai upaya pengumpulan pendapatan pemerintah. Sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan sektor-sektor yang produktif yang nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kuznets dalam hipotesisnya menyebutkan bahwa ketimpangan pendapatan akan semakin buruk bersamaan dengan proses industrialisasi dan dalam jangka

2

panjang akan semakin menurun. Hipotesis ini juga dikenal sebagai hipotesis Uterbalik (inverted-U). Hipotesis ini tidak berlaku secara mutlak, pada beberapa negara disimpulkan bahwa hipotesis ini tidak berlaku.

Rumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat dengan rata-rata pada satu dasawarsa terakhir (2012-2003) sebesar 5.8%. Pertumbuhan ini sangat meyakinkan, terbukti dari tidak berpengaruh besarnya dampak krisis Amerika Serikat dan Eropa pada perekonomian Indonesia. Data BPS (2014) menunjukkan penyusun PDB Indonesia masih terfokus di Kawasan Barat Indonesia (KBI) khususnya di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan wilayah dengan perkembangan tercepat dan memiliki potensi yang sangat besar. Tercatat bahwa 61% PDB nasional bersumber dari Pulau Jawa. PDRB Pulau Jawa didominasi oleh dua sektor utama yaitu sektor industri (industri pengolahan) dan sektor perdagangan (perdagangan, hotel, dan restoran). Pangsa kedua sektor tersebut mencapai lebih dari 52%. Sektor industri memiliki pangsa terbesar yaitu 28% dan sektor perdagangan memiliki pangsa sebesar 24%. Namun, berdasarkan kemampuan penyerapan tenaga kerjanya, sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar yaitu 31%, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 23% dan sektor industri sebesar 17%. Selain potensi pada PDRB, potensi lainnya adalah jumlah populasi yang besar. Lebih dari setengah populasi nasional ada di Pulau Jawa. Besarnya potensi tersebut juga diikuti dengan tingginya tingkat kemiskinan, sebesar 55% masyarakat miskin nasional ada di Pulau Jawa (Gambar 1). Tingkat PDRB yang tinggi dan diikuti oleh tingkat kemiskinan yang tinggi menunjukkan bahwa masalah ketimpangan pendapatan terjadi di Pulau Jawa. Bahkan, beberapa provinsi di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta dan DI Yogyakarta merupakan provinsi-provinsi dengan indeks Gini tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 0.43. Pulau Jawa

Non-Pulau Jawa

80%

Persen (%)

60% 40% 20% 0% Masyarakat Miskin

Populasi Indikator Ekonomi

PDRB

Gambar 1 Indikator-indikator ekonomi Pulau Jawa Sumber: BPS, 2014

3

Gambar 2 menunjukkan distribusi pendapatan di antara masyarakat di Pulau Jawa pada tahun 2012. Pembagiannya dilakukan berdasarkan kriteria Bank Dunia yang membagi masyarakat ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok 20% masyarakat terkaya (Upper), kelompok 40% masyarakat menengah (Middle), dan kelompok 40% masyarakat termiskin (Lower). Berdasarkan gambar tersebut maka diketahui bahwa 20% masyarakat dengan pendapatan tertinggi menikmati 51% pendapatan yang ada, sedangkan 40% masyarakat dengan pendapatan terendah hanya menikmati sebesar 15% pendapatan yang ada. Hasil ini menunjukkan bahwa PDRB yang tinggi di Pulau Jawa lebih dinikmati oleh kelompok masyarakat kaya. Bank Dunia mengelompokkan kondisi ini ke dalam kelompok ketimpangan pendapatan moderat atau menengah. Upper

Middle

Lower

15.41%

51.05% 33.53%

Gambar 2 Distribusi pendapatan berdasarkan kelompok masyarakat Sumber: BPS, 2014 Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini akan terbagi menjadi dua analisis utama. Analisis pertama meneliti mengenai keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Analisis ini juga memasukan pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi. Dasar analisis ini mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Ostry, Berg, dan Charalambos (2014). Penelitian tersebut menemukan bahwa redistribusi berdampak positif pada kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Redistribusi pendapatan di Indonesia dilakukan melalui kebijakan fiskal yaitu pajak dan transfer. Setelah diterapkannya tarif progresif dan proporsional pada sistem perpajakan di Indonesia, sistem yang ada seharusnya tidak bias ke arah kelompok masyarakat berpendapatan tinggi. Bersama dengan kegiatan transfer, sistem tersebut seharusnya dapat memperbaiki distribusi pendapatan di masyarakat. Kebijakan yang bersifat progresif memiliki kecenderungan lebih memberatkan pada masyarakat berpendapatan tinggi, mereka akan mendapatkan tarif pajak yang lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat yang lebih miskin. Selanjutnya, hasil tersebut akan didistribusikan kembali ke masyarakat sebagai upaya redistribusi pendapatan. Peluang lain dari penerapan sistem perpajakan adalah sebagai sumber pemasukan yang potensial sehingga dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Analisis kedua berfokus pada perkembangan indeks Gini. Analisis ini mencoba membuktikan berlakunya hipotesis Kuznets di Pulau Jawa. Selain itu, penelitian ini juga akan meneliti pengaruh sektor-sektor unggulan di Pulau Jawa pada ketimpangan pendapatan. Sektor-sektor unggulan yang digunakan adalah

4

sektor pertanian yang merupakan sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, serta sektor industri, dan perdagangan yang merupakan sektor dengan pangsa PDRB terbesar. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan menggunakan data kabupaten/kota di Pulau Jawa sebagai dasar data analisis. Analisis akan dilakukan pada semua kabupaten/kota di Pulau Jawa. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah dinamika perkembangan indeks Gini dan redistribusi di Pulau Jawa? 2. Apakah terjadi tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa? Serta, bagaimanakah pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi? 3. Bagaimanakah perkembangan ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa dalam kaitannya dengan hipotesis Kuznets? 4. Bagaimanakah pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa?

Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan redistribusi, ketimpangan pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menghitung dan menganalisis perkembangan indeks Gini dan redistribusi di tingkat kabupaten/kota. 2. Menganalisis hubungan antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian, menganalisis hubungan tersebut pada kabupaten/kota kaya (high income) dan kabupaten/kota miskin (low income). 3. Menganalisis pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi. 4. Menguji kesesuaian hipotesis Kuznets. 5. Menganalisis pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai perkembangan redistribusi, ketimpangan pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada kebijakan redistribusi di Indonesia, khususnya untuk perbaikan pada ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

5

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup semua kabupaten/kota di Pulau Jawa, kecuali tiga kabupaten/kota hasil pemekaran yaitu Kabupaten Pulau Seribu, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan sehingga total kabupaten/kota yang digunakan adalah 115 kabupaten/kota. Tahun analisis yang digunakan adalah tiga titik waktu yaitu tahun 2008, 2010, dan 2012. Penggunaan selang waktu dua tahun dilakukan karena keterbatasan data yang diperoleh. Selain itu, perubahan pada nilai indeks Gini sebagai indikator ketimpangan pendapatan sangat lambat, sehingga penggunaan selang waktu dua tahun dianggap cukup untuk menangkap perubahan pada variabel tersebut. Penelitian ini hanya menganalisis perkembangan redistribusi, ketimpangan pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi. Indeks Gini diukur dengan menggunakan data pengeluaran Rumah Tangga (RT). Pengukuran pendapatan secara ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti pendekatan penerimaan, pengeluaran, dan nilai tambah (Lipsey et al. 1995). Pengukuran variabel redistribusi dalam penelitian ini hanya menggunakan aspek pajak, yaitu hanya pada Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Metode ini mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2012). Sektor unggulan yang digunakan dalam penelitian ini hanya mencakup sektor pertanian, industri, dan perdagangan. Sektor pertanian merupakan pendekatan sektor tradisional dan sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbesar. Sedangkan, sektor industri dan perdagangan merupakan pendekatan sektor modern dan sektor dengan pangsa PDRB terbesar.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita, yang diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Tambunan 2003). Penyebab utama dari pertumbuhan ekonomi adalah tersedianya sejumlah sumber daya dan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ekonomi makro adalah penambahan nilai PDB riil, yang berarti peningkatan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi ada dua bentuk, ekstensif yaitu dengan penggunaan lebih banyak sumber daya dan intensif dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang lebih efisien (produktif). Nazfiger (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi atau pendapatan per kapita suatu negara. Produksi tersebut dihitung dengan Gross National Product (GNP) dikurangi PDB atau Gross National Income (GNI) dikurangi PDB. Pertumbuhan ekonomi juga berarti peningkatan kapasitas perekonomian suatu wilayah dalam waktu tertentu. Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota digunakan konsep PDRB. PDRB adalah jumlah nilai output

6

dari sektor ekonomi atau lapangan usaha. Penghitungan PDRB dikelompokkan menjadi sembilan sektor yaitu: (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, gas, dan Air Bersih; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, persewaan, dan Jasa perusahaan; dan (9) Jasa-jasa.

Pengertian Ketimpangan Pendapatan Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi di mana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, dan berkaitan dengan kediktatoran serta kegagalan pemerintah dalam menerapkan property rights (Gleaser 2006). Alesina dan Rodrik (1994) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena pada kawasan dengan tingkat kemerataan yang lebih rendah membutuhkan kebijakan redistribusi yang lebih besar. Sementara, kebijakan redistribusi tersebut akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menyebabkan beberapa hal, antara lain: 1. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem akan menyebabkan inefisiensi ekonomi. 2. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem akan melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas. 3. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem umumnya dianggap tidak adil. Beberapa ukuran ketimpangan yang sering digunakan antara lain: indeks Gini, indeks Theil, dan ukuran ketimpangan dari Bank Dunia. Dalam penelitian ini pengukuran ketimpangan pendapatan menggunakan Indeks Gini. Indeks Gini adalah salah satu ukuran ketimpangan yang paling sering digunakan untuk mengukur besaran ketimpangan pendapatan. Nilai dari indeks Gini bernilai di antara 0-1. Semakin kecil nilai indeks Gini pada suatu daerah menunjukkan bahwa ketimpangan yang terjadi semakin baik (semakin merata). Indeks Gini adalah murni ukuran statistik untuk keragaman dan ukuran normatif untuk mengukur ketimpangan. Wodon dan Yitzhaki (2002) mengungkapkan beberapa kelebihan indeks Gini, yaitu: 1. Indeks Gini dapat digunakan untuk menghitung pendapatan negatif. Hal ini merupakan salah satu sifat yang tidak dimiliki oleh sebagian ukuran ketimpangan. 2. Indeks Gini dapat digambarkan secara geometris sehingga lebih mudah untuk diamati dan dianalisis. 3. Indeks Gini memiliki teori dasar yang kuat. Sebagai indeks normatif, indeks Gini dapat merepresentasikan teori kemiskinan relatif. Selain itu, indeks Gini juga dapat diturunkan sebagai ukuran ketimpangan berdasarkan aksioma-aksioma keadilan sosial. Pada tahap awal pembangunan, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik. Keadaan tersebut terjadi karena pada tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern, yang mempunyai lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktivitas yang tinggi. Observasi inilah yang dikenal

7

Ketimpangan Pendapatan

dengan kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal dalam distribusi pendapatan, misalnya koefisien Gini, tampak seperti kurva berbentuk Uterbalik (Gambar 3). Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan suatu wilayah dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Di samping itu, imbalan yang diperoleh dari sektor pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sektor modern yang muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini akan menurun karena penawaran tenaga kerja terdidik meningkat dan penawaran tenaga kerja tidak terdidik menurun (Todaro dan Smith 2006).

PDB per kapita Gambar 3 Kurva U-terbalik

Redistribusi Redistribusi merupakan upaya pemerintah untuk memeratakan pendapatan di antara masyarakat. Secara umum metode yang digunakan oleh pemerintah adalah melalui sistem pajak dan transfer. Setiap tahun, BPS melalui Susenas melakukan survei pada RT di lingkup nasional. Survei ini mencakup pengeluaran RT termasuk untuk pembayaran pajak. Data pajak yang tersedia hanya pajak penghasilan (PPh) dan pajak bumi bangunan (PBB), tidak mencakup pungutan pajak lainnya seperti: pajak pertambahan nilai dan cukai (pajak khusus) dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti pajak penerangan jalan umum, pajak pemanfaatan air permukaan dan bawah tanah, dan jenis pajak lainnya. Kedua jenis pajak tersebut merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. PPh termasuk dalam jenis pajak langsung, artinya beban pajak ini tidak bisa dialihkan kepada pihak lain sehingga pungutannya akan berdampak langsung pada subjek pajak. PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB termasuk dalam pajak langsung, meskipun dalam kenyataannya jenis pajak ini masih dimungkinkan untuk dialihkan (contoh: pajak untuk Rumah Sewaan). Pengaruh pajak pada redistribusi pendapatan seharusnya cukup nyata karena tarif pajak yang berlaku bersifat progresif dan proporsional. Direktorat Jenderal Pajak (2012) menetapkan tarif PPh yang berlaku adalah sebagai berikut: 5% (penghasilan 0 – 50 juta per tahun), 15% (penghasilan 50 - 250 juta per tahun),

8

25% (penghasilan 250 - 500 juta per tahun), dan 30% (penghasilan lebih dari 500 juta per tahun). Penentuan besar pajak untuk PBB dilakukan dengan metode proporsional yaitu tergantung dari besar kecilnya nilai tanah dan bangunan. Besarnya beban PBB adalah 0.5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Penelitian Terdahulu Redistribusi dan ketimpangan pendapatan Keterkaitan antara redistribusi dan ketimpangan pendapatan disampaikan dalam hipotesis Meltzer dan Richard (1981). Hipotesis ini menyatakan bahwa wilayah dengan indeks Gini yang lebih tinggi akan memunculkan tekanan untuk melakukan redistribusi yang lebih besar. Alasan yang melatarbelakangi hipotesis ini adalah negara-negara dengan tingkat demokrasi yang tinggi. Pada negara-negara tersebut, pengaruh kekuatan politik sangat besar, sehingga masyarakat (voters) memiliki pengaruh besar dalam mempengaruhi kebijakan yang akan diterapkan. Pada wilayah tersebut masyarakatnya akan lebih berpihak pada kebijakankebijakan yang mendukung program-program yang meningkatkan redistribusi. Penelitian yang menggunakan variabel redistribusi di Indonesia masih sedikit. Sinaga (2012) menghitung redistribusi di Kabupaten Karo dengan membagi kelompok masyarakat menjadi sepuluh kelompok (desil). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada setiap kelompok tersebut besarnya redistribusi adalah positif, namun sangat kecil. Redistribusi dan pertumbuhan ekonomi Pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi secara umum dapat berpengaruh positif atau negatif. Penelitian yang menyimpulkan bahwa redistribusi dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi berpendapat bahwa jika redistribusi digunakan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin melalui peningkatan aspek-aspek yang dapat meningkatkan kualitas modal manusia seperti kesehatan dan pendidikan maka akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Benabou 2000). Selain itu, pendapat lain yang mendukung menyatakan jika redistribusi digunakan untuk menutup kerugian akibat ketidaksempurnaan pasar maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi (Saint-Paul dan Verdier 1993). Penelitian (Ostry, Berg, dan Charalambos 2014) juga menyimpulkan bahwa redistribusi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, penelitian yang mendukung bahwa redistribusi berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi adalah didasarkan pada Hukum Okun. Hukum Okun menyatakan bahwa akan ada tradeoff antara efisiensi dan kemerataan. Efisiensi yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi, sehingga perbaikan kemerataan pendapatan melalui redistribusi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, asumsi lain yang melatarbelakangi hipotesis ini adalah dengan tingginya pajak dan subsidi maka akan muncul kecenderungan seseorang untuk mengurangi waktu bekerja dan jumlah investasi. Sehingga nantinya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Kondisi redistribusi di Indonesia terutama melalui pajak memang terlihat belum baik. Namun, peningkatan perbaikan pada sistem ini terus dilakukan. Melalui pendapatan pajak dapat dilakukan perbaikan pada infrastruktur,

9

pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor penting lainnya yang mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, sehingga sistem redistribusi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi Beberapa penelitian menemukan bahwa ada dua kemungkinan hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Pendapat pertama menyatakan adanya hubungan positif antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Jika distribusi pendapatan semakin timpang maka pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. Pengaruh tersebut disebabkan meningkatnya tingkat tabungan dan investasi dari masyarakat kaya (Kaldor 1957). Barro (2000) menemukan bahwa pada kawasan kaya hipotesis tradeoff akan berlaku, sedangkan pada kawasan miskin hipotesis tersebut tidak berlaku. Forbes (2000) juga mendukung hasil penelitian Barro, namun penelitiannya menunjukkan bahwa pada kawasan miskin tidak ada keterkaitan yang jelas antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Pengaruh yang mendukung bahwa ketimpangan pendapatan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi beralasan bahwa ketimpangan pendapatan dapat menghilangkan kemampuan masyarakat miskin untuk tetap sehat sehingga menurunkan kualitas modal manusia (Galor dan Moav 2004). Selain itu, ketimpangan pendapatan dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem politik dan perekonomian yang dapat mengurangi investasi (Alesina dan Perotti 1996). Untuk kasus di Indonesia Hajiji (2010) yang meneliti keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan kemerataan pendapatan di Provinsi Riau menyimpulkan bahwa adanya tradeoff antara kedua variabel tersebut. Pulau Jawa merupakan kawasan terkaya di Indonesia dan memiliki share sektor industri terbesar di Indonesia. Karakteristik sektor industri yaitu padat modal menyebabkan tingkat kebutuhan modal di Pulau Jawa sangat tinggi. Jika ketimpangan pendapatan semakin tinggi maka pendapatan masyarakat kaya akan semakin tinggi dan ikut meningkatkan tingkat tabungan yang dapat digunakan sebagai modal dan investasi. Selanjutnya, modal dan investasi tersebut digunakan sebagai penggerak sektor industri dan kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kondisi tersebut diduga bahwa di Pulau Jawa akan terjadi tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. PDRB per kapita dan ketimpangan pendapatan Kuznets menyatakan bahwa pertanian mewakili sebagian besar perekonomian dan juga ditandai oleh rendahnya tingkat ketimpangan pada periode awal pembangunan. Seiring terjadinya proses pembangunan, maka struktur perekonomian secara perlahan akan beralih ke sektor sekunder bahkan tersier. Perubahan sektoral ini umumnya memiliki dua efek dalam jangka panjang. Efek pertama adalah perubahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada peningkatan PDB per kapita. Sebaliknya, efek kedua memprediksi bahwa perubahan tersebut menyebabkan peningkatan ketimpangan. Akibatnya, pada awal pembangunan, pendapatan dan ketimpangan pendapatan akan berkorelasi positif. Seiring dengan proses pembangunan yang terjadi, perpindahan tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri akan menurunkan ketimpangan

10

pendapatan. Akibatnya, tercipta hubungan jangka panjang yang negatif antara ketimpangan pendapatan dan pendapatan. Hipotesis ini tidak berlaku secara mutlak. Penelitian yang dilakukan oleh Ostergaard dan Bjornskov (2013) pada negara-negara di Afrika menunjukkan tidak berlakunya hipotesis Kuznets. Penelitiannya menemukan bahwa perkembangan indeks Gini mengikuti pola kurva-U, di mana pada awal pembangunan tinggi dan menurun di saat pertengahan pembangunan dan kembali meningkat di akhir pembangunan. Penelitian di Indonesia pernah dilakukan Hartono dan Irawan (2008) dengan menggunakan data provinsi-provinsi di Indonesia juga menyimpulkan bahwa perkembangan indeks Gini mengikuti hipotesis Kuznets. Berdasarkan PDRB, terlihat bahwa perkembangan sektor pertanian di Pulau Jawa mengalami penurunan, sebaiknya pada sektor modern seperti sektor industri dan perdagangan mengalami peningkatan. Kuznets menyatakan kondisi ini merupakan kondisi peralihan dari sektor tradisional menuju sektor modern. Di sisi lain, indeks Gini provinsi-provinsi di Pulau Jawa mengalami peningkatan. Kondisi tersebut menunjukkan adanya dugaan bahwa perkembangan indeks Gini di Pulau Jawa akan mengikuti hipotesis Kuznets. Pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan Kuznets menyatakan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan disebabkan oleh proses industrialisasi, perpindahan sektor dominan dari sektor pertanian menuju sektor sekunder bahkan tersier. Namun, secara perlahan perkembangan sektor sekunder dan tersier tersebut dapat menurunkan ketimpangan pendapatan. Calderon dan Serven (2004) dalam penelitiannya memasukan variabel sektor modern (industri dan jasa) dan menguji pengaruhnya pada indeks Gini. Hasilnya menyimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh positif pada ketimpangan pendapatan. Sebaliknya, Kassa (2003) dan Sari (2014) menyimpulkan hasil yang sebaliknya. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa sektor industri memberikan dampak negatif pada indeks Gini.

Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Pajak dapat mengurangi ketimpangan pendapatan (indeks Gini) sehingga besar nilai redistribusi adalah positif. Hubungan redistribusi dan indeks Gini adalah searah. 2. Indeks Gini berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa dan kawasan high income. Pada kawasan low income indeks Gini berpengaruh negatif. 3. Redistribusi berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. 4. Perkembangan indeks Gini mengikuti hipotesis Kuznets. 5. Sektor pertanian berpengaruh negatif pada indeks Gini, sebaliknya sektor modern berpengaruh positif pada indeks Gini.

11

Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi dikatakan berkualitas jika mampu memperbaiki kesejahteraan masyarakat termasuk ketimpangan pendapatan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan berbeda-beda di setiap kawasan, sehingga dibutuhkan analisis khusus untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut di Pulau Jawa. Penelitian ini juga akan menghitung besarnya efek redistribusi pajak serta pengaruhnya pada kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Ostry, Berg, dan Charalambos (2014) menemukan bahwa variabel redistribusi mampu memberikan dampak positif pada kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Ada atau tidaknya tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan merupakan masalah sosial ekonomi yang harus diatasi. Penelitian ini akan mencoba mengetahui perkembangan indeks Gini dan pengaruh dari sektor-sektor unggulan pada perkembangan indeks Gini. Kerangka pikir konseptual yang diajukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi berkualitas

Tujuan 1

Meningkatkan indikator kesejahteraan masyarakat

Menghitung indeks Gini dan redistribusi

Ketimpangan Pendapatan

Hipotesis Tradeoff

Hipotesis Kuznets

Pertumbuhan ekonomi dan kemerataan pendapatan

Hubungan antara PDRB per kapita dan ketimpangan pendapatan

Sektor Tradisional

Jangka pendek dan panjang

Pertanian

Pada model ini, diuji pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi

Pengaruh sektor-sektor unggulan

Sektor Modern

Industri

Perdagangan

Tujuan 2

PDRB per kapita

Tujuan 4 Tujuan 3

: Alur penelitian : Variabel yang digunakan : Tujuan penelitian Gambar 4 Kerangka pikir konseptual

12

3. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dan time series pada semua kabupaten/kota di Pulau Jawa kecuali tiga kabupaten/kota hasil pemekaran, serta tiga titik tahun yaitu 2008, 2010, dan 2012. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Jakarta. Untuk melakukan perhitungan pada beberapa variabel digunakan data hasil Susenas yang kemudian diolah sesuai dengan kebutuhan. Jumlah sampel RT Susenas untuk Pulau Jawa mengalami peningkatan besar pada tahun 2010 ke 2012 yaitu dari 30 268 menjadi 94 299 RT. Data lainnya yang digunakan bersumber dari artikel, jurnal, media cetak, dan elektronik. Adapun data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini secara lebih lengkap ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1 Variabel, deskripsi, dan sumber data No. Variabel Deskripsi 1 Gr Pertumbuhan ekonomi 2 Red Redistribusi 3 Gini Indeks Gini 4 Inc PDRB per kapita 5 Perd Pangsa sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap PDRB 6 Ind Pangsa sektor industri terhadap PDRB 7 Pert Pangsa sektor pertanian terhadap PDRB 8 ModS Sektor modern 9 PT Pengeluaran total (kode: EXPEND) 10 PBB Pajak bumi dan bangunan (kode: 331) 11 PPH Pajak penghasilan dan lainnya (kode: 336)

Sumber BPS Hasil perhitungan Hasil perhitungan BPS BPS

Satuan % indeks (0-1)

Rp %

BPS

%

BPS

%

BPS Susenas

% Rp

Susenas

Rp

Susenas

Rp

Definisi Operasional Variabel 1. Pertumbuhan ekonomi. Variabel pertumbuhan ekonomi didekatkan dengan pertumbuhan PDRB per kapita. PDRB per kapita adalah rasio PDRB atas harga konstan tahun 2000 terhadap jumlah penduduk. Satuan variabel ini adalah persen. 2. Redistribusi Variabel redistribusi didekatkan dengan selisih indeks Gini sebelum dan setelah pajak.

13

3. Indeks Gini Variabel indeks Gini didekatkan dengan nilai indeks Gini sebelum pajak. Nilai indeks Gini ini diperoleh dengan menggunakan data pengeluaran RT. Nilai dari indeks Gini ini adalah antara 0-1. 4. Pendapatan Variabel pendapatan merupakan besarnya PDRB per kapita tahun konstan 2000 pada satu tahun sebelum tahun analisis yang didekatkan dengan nilai PDRB per kapita. Satuan variabel ini adalah rupiah/jiwa. 5. Pangsa Sektor Perdagangan Variabel ini dihitung dengan menggunakan persentase sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada total PDRB kabupaten/kota. Satuan variabel ini adalah %. 6. Pangsa Sektor Industri Variabel ini dihitung dengan menggunakan persentase sektor industri pada total PDRB kabupaten/kota. Satuan variabel ini adalah %. 7. Pangsa Sektor Pertanian Variabel ini dihitung dengan menggunakan persentase sektor pertanian pada total PDRB kabupaten/kota. Satuan variabel ini adalah %. 8. Sektor Modern Variabel ini merupakan total dari variabel pangsa sektor industri dan perdagangan. 9. Pengeluaran Total Variabel ini digunakan sebagai pendekatan pendapatan. Pengeluaran total terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan. Pada Susenas variabel ini masuk dalam modul konsumsi. 10. PBB Besarnya PBB yang dibayarkan dalam satu tahun. Satuan variabel ini adalah rupiah. 11. PPH Besarnya PPH yang dibayarkan dalam satu tahun. Satuan variabel ini adalah rupiah.

Metode Analisis Data Penelitian ini secara umum menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif meliputi analisis keterkaitan antara redistribusi, ketimpangan pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi. Pengolahan atas data dilakukan dengan menggunakan beberapa paket program statistik yaitu: Microsoft Office Excel 2010, Eviews 6.0, dan Stata 12.0.

Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah

14

diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang akan diteliti. Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk memberikan suatu gambaran secara umum mengenai kondisi sosial ekonomi di Indonesia dan karakteristik variabel-variabel yang terkait penelitian.

Analisis Kuantitatif Penghitungan Indeks Gini (Gini Ratio) Indeks Gini adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Keterbatasan data indeks Gini di tingkat kabupaten/kota mengharuskan dilakukannya penghitungan secara manual. Rumus penghitungan indeks Gini adalah sebagai berikut: G = 1 - ∑𝑛𝑘=1(𝑋𝑘 − 𝑋𝑘−1 )(𝑌𝑘 + 𝑌𝑘−1 )) ................................................ (1) dimana: G = Indeks Gini Xk = proporsi kumulatif dari RT untuk k = 1,2,…,n; Yk = proporsi kumulatif dari Pengeluaran RT untuk k = 1,2,…,n; Nilai indeks Gini ada di antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan pendapatan yang semakin tinggi. Jika nilai indeks Gini adalah nol maka artinya terdapat kemerataan sempurna pada distribusi pendapatan, sedangkan jika bernilai satu berarti terjadi ketidakmerataan pendapat yang sempurna. Untuk publikasi resmi Indonesia oleh BPS, baik ukuran ketidakmerataan pendapatan versi bank Dunia maupun indeks Gini, penghitungannya menggunakan data pengeluaran (BPS 2014). Dalam penelitian ini data yang digunakan sebagai pendapatan adalah pengeluaran RT yang bersumber dari Susenas. Hidayat dan Panturu (2007) mengungkapkan bahwa penghitungan indeks Gini dengan menggunakan data pengeluaran cenderung lebih rendah daripada indeks Gini yang dihitung dengan data pendapatan. Hal ini karena data pengeluaran kemungkinan hanya dapat menggambarkan besarnya pendapatan pada penduduk berpendapatan rendah dan menengah, tetapi tidak untuk penduduk berpendapatan tinggi.

Penghitungan Redistribusi Ukuran yang digunakan untuk mengukur pengaruh pajak pada redistribusi pendapatan adalah menggunakan indeks Kakwani. Indeks ini mengukur efek redistribusi dengan mencari selisih antara indeks Gini sebelum pajak dan transfer terhadap indeks Gini setelah pajak dan transfer. Dalam penelitian ini penghitungan efek redistribusi hanya terbatas pada variabel pajak dan tidak memasukan variabel transfer. Metode penghitungan ini juga digunakan oleh Sinaga (2012) untuk menghitung efek redistribusi di Kabupaten Karo. Data pajak yang digunakan adalah hanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang masuk dalam kategori pungutan lainnya. Penelitian ini memiliki kekurangan pada

15

kelengkapan cakupan data pajak yang digunakan akibat keterbatasan data. Penghitungan efek redistribusi adalah sebagai berikut: RE = GX – GN ....................................................................................... (2) dimana: RE : Efek redistribusi GX : Indeks Gini sebelum pajak GN : Indeks Gini setelah pajak

Elastisitas Konsep elastisitas dijelaskan dalam teori mikroekonomi bahwa bagaimana perubahan dalam salah satu variabel dapat mempengaruhi variabel lain. Masalah sering muncul ketika para ekonom ingin mencoba mengukur perubahan tersebut tetapi tidak menggunakan satuan unit yang sama. Oleh karena itu untuk menyelesaikan masalah ini dikembangkanlah konsep elastisitas yang menggunakan satuan persentase. Asumsi yang digunakan adalah satu variabel tertentu B bergantung pada variabel A, di mana B kemungkinan juga bergantung pada variabel-variabel lainnya. Sehingga ketergantungan ini dapat dinyatakan dengan: B = f(A…) ............................................................................................ (3) Dari persamaan (3) tanda titik-titik merupakan variabel lain selain A yang juga akan mempengaruhi variabel B. Elastisitas B dalam kaitannya dengan A (yang dinyatakan dengan ℮B,A) dituliskan pada persamaan (4). 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐵 𝛥𝐵/𝐵 𝜕𝐵 𝐴 ℮B,A = 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴 = 𝛥𝐴/𝐴 = 𝜕𝐴 𝐵 ................................ (4) Persamaan 4 memperlihatkan bagaimana variabel B berubah ketika A berubah. Dengan kata lain hal ini menunjukkan bagaimana variabel B menanggap, ceteris paribus, perubahan sebesar 1% dalam variabel A.

Metode Panel Data Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Data umumnya diperoleh melalui survey yang berulang atau dengan mengikuti perkembangan sample selama beberapa kurun waktu. Data panel biasa juga disebut dengan time series cross section data, longitudinal data, microdata panel, ataupun cohort analysis. Menurut Baltagi (2001), kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. 2. Memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Data panel lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. 4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.

16

5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time series. Panel Data Statis Spesifikasi Model Untuk menguji adanya tradeoff antara pemerataan dan pertumbuhan ekonomi dan pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi maka digunakan persamaan sebagai berikut: Grit = α0 + α1ln(Inc)it + α2Giniit + εit ................................................... (5) Grit = β0 + β1ln(Inc)it + β2Giniit + β3Redit + εit .................................... (6) dimana: Gri : pertumbuhan ekonomi Incit : PDRB per kapita Giniit : indeks Gini Redit : indeks redistribusi Jika hasil pengujian persamaan (5) menghasilkan nilai α2 yang positif, maka dikatakan adanya tradeoff antara pemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Jika negatif maka sebaliknya. Uji Pemilihan Model Untuk memilih metode serta model panel data mana yang paling tepat dalam pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain : 1. Chow Test, yaitu pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square (PLS) atau fixed effect. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah : H0 = Model PLS H1 = Model fixed effect Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: FN-1, NT-N-K =

𝐸𝑆𝑆1 − 𝐸𝑆𝑆2 𝑁−1 𝐸𝑆𝑆2 (𝑁𝑇−𝑁−𝐾)

................................................................... (7)

Dimana: ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan PLS ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan fixed effect N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel bebas Jika nilai CHOW (F statistik) > FN-1, NT-N-K maka dapat dikatakan sudah cukup bukti untuk menolak H0, sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect dan berlaku sebaliknya. 2. Hausman Test, yaitu pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hausman test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut : H0 = Random Effect Model H1 = Fixed Effect Model

17

Sebagai dasar penolakan hipotesis nol yaitu jika statistik Hausman > Chi Square Table atau dapat juga dengan menggunakan nilai probabilitas (pvalue). Jika p-value < tingkat kritis α, maka tolak H0. Uji Kriteria Ekonometrik Uji kriteria ekonometrik pada data panel harus memenuhi tiga uji utama yaitu Uji Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Adapun penjelasan dari ketiga uji tersebut adalah: 1. Uji Multikolinearitas Asumsi ini menyatakan bahwa tidak adanya keterkaitan atau hubungan linier antarvariabel bebas penyusun model. Jika ada hubungan linier antara dua atau lebih variabel bebas maka dikatakan terjadi multikolinearitas, dan hal tersebut merupakan penyimpangan asumsi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas, maka dapat dilakukan dengan membandingkan nilai uji korelasi rij2 (koefisien determinasi parsial antara dua variabel bebas) dengan nilai R2 (koefisien determinasi). Jika nilai rij2 lebih kecil daripada nilai R2, maka tidak terjadi multikolinearitas yang serius. Jika nilai rij2 lebih besar daripada nilai R2, maka terjadi masalah multikolinearitas yang serius (Koutsoyiannis 1977). 2. Uji Heteroskedastisitas Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar penduga parameter dalam model tersebut bersifat BLUE (Best Linear Unbiased, Estimator) adalah Var(ui) = σ2 (konstan), yang berarti bahwa semua ragam mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas sering ditemukan pada data cross section. Jika pada model ditemukan masalah heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, di mana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). Pembobotan dengan metode ini menyebabkan model panel data dapat terbebas dari masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara observasi yang diurutkan menurut waktu. Autokorelasi pada umumnya lebih sering terjadi pada data deret waktu (time series) walaupun dapat terjadi pada data cross section. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Ada tidaknya autokorelasi dapat diketahui dengan membandingkan nilai Durbin-Watson (DW) statistik dengan DW-tabel. Kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Selang nilai statistik DW dan keputusannya Nilai DW Keputusan 4-dL < DW < 4 Tolak H0; ada autokorelasi negatif 4-dU < DW < 4-dL Tidak tentu, coba uji yang lain dU < DW < 4-dU Terima H0 dL < DW < dU Tidak tentu, coba uji yang lain 0 < DW < dL Tolak H0; ada autokorelasi positif

18

Evaluasi Model Untuk menilai suatu model dan variabel baik secara statistik maka digunakan kriteria evaluasi model, antara lain sebagai berikut: 1. Uji-F Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistic < taraf nyata, maka tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, dan bila tidak maka berlaku sebaliknya. 2. Uji-t Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menguji signifikansi koefisien regresi secara individu dengan menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah: H0 : βi = 0 H0 : βi ≠ 0 Jika t-hitung > t-tabel atau nilai probabilitas < taraf nyata maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel bebas secara statistik berpengaruh pada variabel tak bebas. 3. Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model yang terestimasi. Nilai R2 menunjukkan seberapa besar variasi dari peubah terikat Y dapat diterangkan oleh model. Jika R2=0 maka variasi Y tidak dapat diterangkan oleh X; jika R2=1 maka variasi Y secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh model.

Model Panel Data Tobit Dalam pemodelan statistika, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah struktur data variabel tak bebas. Pemodelan statistika pada variabel tak bebas kontinu (skala rasio atau interval) akan cukup baik bila didekati dengan regresi klasik (metode kuadrat terkecil biasa) dengan asumsi kenormalan, kebebasan, dan ragam homogen. Namun, fenomena yang terjadi kadang menghasilkan respons yang berstruktur kontinu dengan kisaran yang mungkin sangat besar, dari nol sampai tak hingga. Hal ini sering dijumpai pada survei. Model tobit merupakan model regresi tersensor di mana nilai variabel tak bebas banyak terkumpul di sekitar nol sehingga dapat memunculkan masalah heteroskedastisitas. Nilai indeks Gini dalam penelitian ini ada di antara 0-1 sehingga penggunaan model tobit lebih baik dalam mengestimasi model-model dengan variabel tak bebas yang dalam hal ini adalah indeks Gini. Spesifikasi Model Untuk menguji perkembangan indeks Gini pada hipotesis Kuznets maka digunakan persamaan sebagai berikut: Giniit = β0 + β1ln(Inc)it + β2 (ln(Inc))2it + εit .......................................... (8)

19

Dimana: Giniit : indeks Gini Incit : PDRB per kapita Persamaan ini melihat pengaruh pendapatan pada indeks Gini. Koefisien β1 menunjukkan pengaruh jangka pendek, sedangkan koefisien β2 menunjukkan pengaruh jangka panjang. Koefisien β1 yang bernilai positif dan koefisien β2 yang bernilai negatif menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets berlaku. Hal yang sebaliknya menunjukkan bahwa hipotesis tersebut tidak berlaku. Giniit = γ0 + γ1ln(Inc)it + γ2(ln(Inc))2it + γ3Pertit + γ4ModSit + εit .......... (9) Giniit = δ0 + δ1ln(Inc)it + δ2(ln(Inc))2it + δ3Pertit + δ4Indit + δ5Perdit + εit .............................................................................................................. (10) Pertit : share sektor pertanian ModSit : share sektor modern IndIr : share sektor industri PerdIr : share sektor perdagangan Selanjutnya, persamaan (9) dan (10) merupakan persamaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh sektor-sektor unggulan di Pulau Jawa pada indeks Gini. Estimasi kedua persamaan tersebut menggunakan metode panel data tobit.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Indeks Gini di Pulau Jawa Gambar 5 menunjukkan perkembangan rata-rata indeks Gini kabupaten/kota pada tingkat provinsi di Pulau Jawa. Secara umum, sebagian besar provinsi-provinsi di Pulau Jawa mengalami peningkatan rata-rata indeks Gini. Penurunan hanya terjadi pada Provinsi Banten. Jakarta merupakan provinsi dengan rata-rata indeks Gini terbesar yaitu sebesar 0.44 dan diikuti Provinsi Yogyakarta dengan rata-rata indeks Gini sebesar 0.43. Kedua provinsi ini merupakan dua provinsi dengan rata-rata indeks Gini terbesar selama tahun analisis. Tingginya indeks Gini sangat erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan. Provinsi Yogyakarta memiliki tingkat kemiskinan yang sangat tinggi yaitu 15%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional yaitu 11%. Tingginya angka kemiskinan ini menyebabkan gap antara kelompok kaya dan miskin semakin timpang. Berbeda dengan Provinsi Yogyakarta, Provinsi Jakarta memiliki tingkat kemiskinan yang cukup rendah (4%), namun memiliki indeks Gini yang tinggi. Karakteristik kota modern yang kuat memungkinkan munculnya kelompok masyarakat dengan pendapatan yang sangat tinggi. Hal tersebut juga dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan semakin lebar. Provinsi dengan ratarata indeks Gini terendah adalah Provinsi Banten. Pada tahun 2012 indeks Gini Provinsi Banten adalah 0.33. Rendahnya indeks Gini di Provinsi Banten disebabkan oleh rendahnya tingkat kemiskinan di Provinsi tersebut yaitu hanya sebesar 6%. Berdasarkan tahun analisis, pada tahun 2010 terjadi penurunan rata-rata indeks Gini pada Provinsi Jakarta dan Jawa Barat. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh krisis utang di Eropa yang dimulai pada tahun 2010. Eropa merupakan salah satu pangsa ekspor terbesar Indonesia, dampak krisis pada negara tujuan ekspor

20

mampu menekan angka indeks Gini karena berdampak pada menurunnya tingkat pendapatan masyarakat kaya (Kuncoro 2010). Pada tahun 2012 rata-rata indeks Gini di Provinsi Banten mengalami penurunan, hal tersebut diduga akibat dampak krisis Eropa yang masih berlanjut khususnya untuk perekonomian provinsi Banten. Analisis berdasarkan daerah administrasi kota dan kabupaten menunjukkan bahwa rata-rata indeks Gini kabupaten hanya sedikit lebih rendah dibandingkan indeks Gini perkotaan. Pada tahun 2008 kawasan perkotaan memiliki rata-rata indeks Gini sebesar 0.34, dan kawasan kabupaten hanya 0.01 basis poin di bawah rata-rata indeks Gini perkotaan. Pada tahun 2010 kawasan kota dan kabupaten memiliki indeks Gini yang sama yaitu 0.34. Pada tahun 2012, indeks Gini kota dan kabupaten kembali melebar, kawasan perkotaan memiliki rata-rata indeks Gini 0.03 basis poin lebih besar dibandingkan kawasan kabupaten. 0.50

Indeks Gini

0.40 0.30 0.20 0.10

0.00 Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

2008

0.40

0.34

0.32

0.32

0.36

2010

0.38

0.33

0.36

0.34

0.39

2012

0.44

0.38

0.33

0.39

0.43

Yogyakarta Jawa Timur

Kota

Kabupaten

0.33

0.34

0.33

0.33

0.34

0.34

0.36

0.40

0.37

Daerah Administrasi

Gambar 5 Perkembangan indeks Gini berdasarkan daerah administrasi Sumber: Hasil olahan Stata 12.0 Timmer (2004) membagi kategori ketimpangan pendapatan menjadi tiga kelompok berdasarkan ukuran indeks Gini, antara lain: (1) Ketimpangan distribusi pendapatan rendah apabila nilai indeks Gini lebih kecil daripada 0.30; (2) Ketimpangan distribusi pendapatan sedang apabila nilai indeks Gini ada di antara 0.30 sampai 0.40, dan; (3) Ketimpangan distribusi pendapatan tinggi apabila nilai indeks Gini lebih besar daripada 0.40. Berdasarkan kategori tersebut, maka ketimpangan pendapatan di tingkat kabupaten/kota di Pulau Jawa ditunjukkan oleh Gambar 6. Hasil pengelompokan berdasarkan Timmer (2004) pada indeks Gini kabupaten/kota di Pulau Jawa diketahui bahwa pada tahun 2008 jumlah kabupaten/kota yang termasuk dalam kelompok rendah sebanyak 22.6%, sedang 71.3%, dan tinggi sebanyak 7%. Selama periode 2008-2012 terjadi penurunan pada jumlah kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rendah menjadi 2.6%, sedangkan kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori tinggi meningkat menjadi 32.2%. Indeks Gini pada kategori sedang mengalami penurunan sebesar 5.2%. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Pulau Jawa sebagian besar ada pada kategori sedang dan tinggi. Selain itu, tren peningkatan indeks Gini juga

21

terlihat dari penurunan jumlah kabupaten/kota yang masuk dalam kategori rendah, dan peningkatan jumlah kabupaten/kota yang masuk dalam kategori tinggi. Rendah

Sedang

Tinggi

Tahun

2012 2010 2008 0

20

40

60

80

100

Jumlah Kabupaten (%)

Gambar 6 Pengelompokan indeks Gini berdasarkan Timmer (2004) Sumber: Hasil Olahan Stata 12.0

Perkembangan Redistribusi di Pulau Jawa Gambar 7 menunjukkan perkembangan indeks Gini sebelum dan setelah pajak pada tahun 2008 dan 2010. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa redistribusi melalui pajak tidak efektif dalam upaya perbaikan kemerataan pendapatan, di mana indeks Gini setelah dikenakan pajak sedikit lebih tinggi dibandingkan indeks Gini sebelum dikenakan pajak. Indeks Gini Sebelum Pajak

Indeks Gini Sesudah Pajak

Indeks Gini

0.34

0.34

0.33 2008

2010

Tahun

Gambar 7 Perkembangan indeks Gini sebelum dan setelah pajak di Pulau Jawa Sumber: Susenas (diolah) Selanjutnya, perhitungan variabel redistribusi diperoleh dengan mencari selisih antara indeks Gini sebelum dan setelah pajak. Nilai indeks Gini setelah pajak yang lebih tinggi dibandingkan sebelum pajak menyebabkan nilai variabel redistribusi bernilai negatif. Meskipun bernilai negatif, perkembangan variabel

22

redistribusi selama tahun analisis menunjukkan tren yang positif. Jika dikaitkan dengan perkembangan indeks Gini, maka akan terlihat ada hubungan yang searah antara indeks Gini dan redistribusi (Gambar 8). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ostry, Berg, dan Charalambos (2014) yang menemukan bahwa semakin tinggi indeks Gini (ketimpangan pendapatan) akan diikuti dengan tingkat redistribusi yang semakin tinggi. Meltzer dan Richard (1981) mengungkapkan bahwa pada kawasan dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi, masyarakatnya akan lebih mendukung kebijakan-kebijakan yang pro redistribusi sehingga dapat menyebabkan adanya hubungan searah antara indeks Gini dan redistribusi. indeks Gini

Redistribusi

0.0000

Indeks Gini

0.38

-0.0001

0.36 -0.0002 0.34 -0.0003

0.32 0.30

Redistribusi

0.40

-0.0004 2008

2010

2012

Tahun

Gambar 8 Indeks Gini dan Redistribusi di Pulau Jawa Sumber: Susenas (diolah) Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa dengan berlakunya tarif progresif dan proporsional besarnya nilai redistribusi adalah positif. Dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang sebaliknya, nilai redistribusi bernilai negatif (sangat kecil), sehingga hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Sistem pajak yang belum cukup efektif di Indonesia memang masih menjadi masalah yang belum dapat diatasi. Beberapa dugaan yang mendasari permasalahan sistem pajak di Indonesia adalah sistem pajak yang berlaku tidak secara nyata bersifat progresif dan jumlah wajib pajak yang terdaftar dan membayar pajak masih sangat sedikit. Tidak berjalan efektifnya sistem pajak menyebabkan penerapannya cenderung meningkatkan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Untuk mendukung pernyataan ini, maka digunakan data simulasi yang lebih sederhana untuk menunjukkan pengaruh pajak progresif pada redistribusi pendapatan yang dijelaskan pada Tabel 3. Kolom (a) merupakan pendapatan setelah dikenakan tarif pajak sama (10%). Hasil penghitungan indeks Gini dengan menggunakan data ini menghasilkan nilai yang sama dengan data awal (I) yaitu sebesar 0.2538, yang artinya besarnya redistribusi adalah nol. Kolom (b) merupakan pendapatan setelah dikenakan tarif pajak progresif. Kelompok ini memiliki nilai indeks Gini yang lebih kecil dari nilai indeks Gini awal yaitu 0.2380 dan nilai redistribusinya sebesar 0.0157. Kolom (c) dan (d) merupakan kolom simulasi, kolom (c) merupakan kondisi jika contoh dengan pendapatan terendah tidak membayar pajak, sedangkan kolom (d) jika contoh dengan pendapatan tertinggi tidak membayar pajak. Hasil

23

penghitungan indeks Gini menunjukkan bahwa pada kolom (c) nilai indeks Gini lebih rendah dari indeks Gini awal, sedangkan kolom (d) menghasilkan nilai indeks Gini yang lebih besar. Berdasarkan tabel 3 dapat dibuktikan bahwa jika masyarakat dengan pendapatan tinggi tidak membayar pajak dapat menyebabkan peningkatan ketimpangan pendapatan. Tabel 3 Simulasi kebijakan tarif pajak progresif n

I

(a)

(b)

(c)

1

1000000

10

10

900000

900000

1000000

900000

2

1500000

3

2000000

10

11

1350000

1335000

1335000

1335000

10

12

1800000

1760000

1760000

1760000

4

2500000

10

13

2250000

2175000

2175000

2175000

5

3000000

10

14

2700000

2580000

2580000

2580000

6

3500000

10

15

3150000

2975000

2975000

2975000

7

4000000

10

16

3600000

3360000

3360000

3360000

8

4500000

10

17

4050000

3735000

3735000

3735000

9

5000000

10

18

4500000

4100000

4100000

4100000

10

5500000

10

19

4950000

4455000

4455000

5500000

Indeks Gini

0.25385

0.25385

0.23808

0.23394

0.26242

0

0.01577

0.01991

-0.00857

Redistribusi

Pajak (%) Progresif (%)

(d)

Keterangan: n = data contoh; I = pendapatan; (a) pendapatan setelah dikurangi pajak; (b) pendapatan setelah dikurangi pajak progresif; (c) kasus contoh pendapatan terendah tidak membayar pajak; (d) kasus contoh pendapatan tertinggi tidak membayar pajak. Sistem perpajakan di Indonesia tidak sebaik negara maju dan negara berkembang lainnya. Rasio pajak Indonesia masih berkisar 12.8% terhadap PDB, sedangkan negara berpendapatan menengah bawah lainnya (lower middle income) rata-rata memiliki rasio pajak sebesar 19%, bahkan negara-negara miskin sudah mencapai 14%1. Tingkat kepatuhan pajak yang rendah juga menjadi kendala buruknya sistem pajak di Indonesia. Pada tahun 2012 jumlah orang pribadi yang seharusnya membayar pajak adalah 60 juta orang, namun yang mendaftarkan diri sebagai wajib pajak hanya 33.3%, sedangkan Malaysia sudah mencapai 80%. Dari jumlah tersebut yang membayar pajak hanya 44% atau sekitar 1.9 juta orang (Manurung 2013).

Pengaruh Ketimpangan Pendapatan pada Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Jawa Hasil analisis pengaruh ketimpangan pendapatan pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa ditampilkan pada tabel 4 (persamaan 5). Berdasarkan hasil Hausman test menghasilkan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5%. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa model terbaik adalah fixed effect. Selanjutnya, 1

Prakarsa Policy Review (Maret 2012); Judul artikel: Rasio Pajak Rendah, Utang Makin Menumpuk. Rasio Pajak Negara Miskin Lebih Tinggi dari Indonesia

24

digunakan Chow test untuk menentukan antara PLS dan fixed effect. Hasil Chow test menunjukkan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa model terbaik yang digunakan adalah fixed effect panel data. Selanjutnya, dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang pertama dilakukan adalah uji Multikolinearitas. Hasil uji Multikolinearitas (lampiran 1) menunjukkan bahwa tidak ada koefisien rij yang lebih besar dari nilai R2. Uji selanjutnya adalah uji Autokorelasi. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai DW hitung dengan DW tabel. Besaran DW tabel yang menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi adalah 1.78 < DW < 2.22. Hasil perhitungan DW pada persamaan (5) menunjukkan nilai DW sebesar 2.78 yang menunjukkan adanya masalah autokorelasi pada model. Pemecahan masalah tersebut dilakukan dengan pembobotan GLS pada model. Juanda (2009) menyatakan bahwa pembobotan GLS mampu mentransformasi model sedemikian rupa sehingga memenuhi asumsi Gauss-markov untuk mendapatkan komponenkomponen sisaan yang homogen (homoskedastisitas) dan tidak menunjukkan autokorelasi. Sehingga masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas dapat teratasi. Tabel 4 Pengaruh ketimpangan pendapatan pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa Variabel tak bebas: Pertumbuhan Ekonomi Persamaan (5) Variabel Bebas Koefisien Elastisitas PDRB per kapita 3.30** 0.69 Indeks Gini 2.79** 0.20 Konstanta -2.19** Hausmann test 0.00** Chow test 0.00** Prob(F-Stat) 0.00** R2 0.97 n 345 Keterangan : ** dan * masing-masing signifikan pada taraf nyata 5% dan 10% Untuk melihat kesesuaian model, dilakukan dengan melihat nilai F-statistk, R2, dan t-statistik. Nilai F-statistik pada persamaan (5) menunjukkan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa model sudah mampu menjelaskan keragaman yang ada pada variabel tak bebas. Indikator kesesuaian model selanjutnya adalah melihat besarnya R2. Nilai R2 menunjukkan seberapa besar keragaman pada variabel tak bebas yang mampu dijelaskan oleh model. Persamaan (5) memiliki nilai R2 yang besar yaitu 0.97 yang berarti 97% keragaman pada variabel tak bebas mampu dijelaskan oleh model dan sisanya 3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model. PDRB per kapita Variabel PDRB per kapita signifikan pada taraf nyata 5% dan berpengaruh positif. Besarnya elastisitas variabel ini adalah 0.69 yang menunjukkan jika terjadi peningkatan PDRB per kapita sebesar 1% maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0.69%. Hasil ini menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Pulau

25

Jawa belum mencapai titik jenuh, di mana kabupaten/kota dengan PDRB per kapita tinggi masih dapat melakukan pertumbuhan ekonomi yang positif. Indeks Gini Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan fixed effect panel data, indeks Gini berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5% pada pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barro (2000), Calderon dan Serven (2004), dan Hajiji (2010). Nilai elastisitasnya sebesar 0.20 menunjukkan bahwa peningkatan indeks Gini sebesar 1% dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.20%. Barro (2000) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan yang lebih kaya. Forbes (2000) dengan menggunakan metode panel data dalam penelitiannya juga menemukan bahwa pada kawasan dengan pendapatan tinggi terjadi tradeoff antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun Indonesia masih masuk dalam kategori negara berkembang, namun Pulau Jawa merupakan kawasan dengan tingkat pendapatan tertinggi di Indonesia. Lebih dari 60% PDB nasional berasal dari Pulau Jawa. Sehingga keterkaitan antara ketimpangan pendapatan antara pertumbuhan ekonominya dapat mengikuti pola negara kaya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa maka harus mengorbankan kemerataan pendapatan atau terjadi tradeoff antara kemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Yusuf (2005) telah mengelompokkan beberapa kemungkinan hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan baik untuk pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh adanya peningkatan investasi yang bersumber dari tabungan. Hipotesis ini mengatakan bahwa peningkatan tabungan tergantung pada tingkat pendapatan. Sehingga jika ketimpangan pendapatan meningkat maka masyarakat kaya mampu meningkatkan lagi pendapatannya dan selanjutnya meningkatkan tingkat tabungan. Peningkatan tabungan inilah yang akan meningkatkan investasi dan kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi (capital fundamentalism argument). Alasan kedua yang melatarbelakangi adalah berkaitan dengan perbedaan tingkat modal manusia (Benabou 1996) dan technological progress. Pada periode di mana suatu kawasan menyerap teknologi-teknologi baru maka hanya tenaga kerja dengan kemampuan tinggi yang mampu menguasai teknologi-teknologi tersebut. Sehingga mereka tersebut akan mendapatkan upah lebih tinggi dan menyebabkan ketimpangan pendapatan. Sebaliknya, teknologi baru tersebut akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Pulau Jawa cukup menggambarkan alasan tersebut. Sebagai wilayah dengan perkembangan tercepat di Indonesia, Pulau Jawa merupakan regional dengan penyerapan teknologi baru utama di Indonesia (dibandingkan regional lain di Indonesia). Teknologi-teknologi baru yang berasal dari luar negeri sebagian besar diterapkan pertama kali di Pulau Jawa. Dukungan SDM yang memadai merupakan alasan utama pemilihan Pulau Jawa. Dukungan kualitas pendidikan yang tinggi terutama di tingkat Perguruan Tinggi menyebabkan teknologi baru yang masuk akan dikuasai oleh kelompok tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang baik. Sehingga, ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan bersama-sama.

26

Pengaruh Ketimpangan Pendapatan pada Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Low dan High Income Keunggulan penelitian ini adalah penggunaan data cross section yang besar. Sehingga, analisis secara terpisah berdasarkan karakteristik regional dapat dilakukan. Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah membagi kabupaten/kota di Pulau Jawa menjadi dua kawasan, yaitu kawasan dengan pendapatan rendah dan tinggi. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi pada kedua kawasan. Kawasan berpendapatan rendah (low income) merupakan 30 kabupaten/kota dengan PDRB per kapita terendah dan kawasan berpendapatan tinggi (high income) merupakan 30 kabupaten/kota dengan PDRB per kapita tertinggi (Lampiran 3). Hasil analisis ini ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi di low dan high income Variabel tak bebas: Pertumbuhan Ekonomi Low income High income Variabel Bebas Koefisien Elastisitas Koefisien Elastisitas PDRB per kapita 8.32** 1.91 2.97** 0.60 Indeks Gini -6.60** -0.48 5.87** 0.52 Konstanta -2.73** -5.46 Hausmann test 0.00** 0.00** Chow test 0.00** 0.00** Prob(F-Stat) 0.00** 0.00** 2 R 0.99 0.96 n 90 90 Keterangan : ** dan * masing-masing signifikan pada taraf nyata 5% dan 10% Untuk menentukan model terbaik maka digunakan Hausman dan Chow test. Pengujian pada kedua test tersebut menghasilkan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua model lebih baik menggunakan fixed effect panel data. Selanjutnya, dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang pertama dilakukan adalah uji Multikolinearitas. Hasil uji Multikolinearitas (lampiran 4) menunjukkan bahwa tidak ada koefisien rij yang lebih besar dari nilai R2. Uji selanjutnya adalah uji Autokorelasi. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai DW hitung dengan DW tabel. Besaran DW tabel yang menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi adalah 1.70 < DW < 2.30. Hasil perhitungan DW pada persamaan (6) menunjukkan nilai DW sebesar 3.04 dan 2.97 (low dan high income) yang menunjukkan adanya masalah autokorelasi pada model. Pemecahan masalah tersebut dilakukan dengan pembobotan GLS pada model. Nilai Uji-F pada kedua model signifikan pada taraf nyata 5% yang menunjukkan model sudah mampu menjelaskan keragaman variabel tak bebas. Selanjutnya nilai R2 menunjukkan besar keragaman yang mampu dijelaskan oleh variabel bebas, di mana model low dan high income masing-masing memiliki nilai R2 sebesar 0.99 dan 0.96 yang menunjukkan model sudah cukup baik. Hasil lengkap analisis menggunakan metode panel data ditampilkan pada tabel 5.

27

PDRB per Kapita Variabel PDRB per kapita pada kedua model signifikan secara statistik dengan koefisien positif. Elastisitas pada model low income sebesar 1.91. Nilai ini lebih besar dibandingkan pada model Pulau Jawa. Sedangkan pada model high income dengan elastisitas sebesar 0.60, nilai ini lebih kecil daripada nilai pada model Pulau Jawa. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa kabupaten/kota dengan PDRB per kapita yang lebih rendah memiliki elastisitas yang lebih tinggi pada pertumbuhan ekonomi. Hasil ini berkaitan dengan teori konvergensi pendapatan, teori ini menyatakan bahwa pada jangka panjang pendapatan (PDRB per kapita) akan mencapai besar nilai yang sama, sehingga kabupaten/kota dengan PDRB per kapita yang rendah akan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota dengan PDRB per kapita yang tinggi. Sehingga kecenderungan kabupaten/kota miskin untuk mampu mengejar tingkat PDRB per kapita kabupaten/kota kaya dapat terjadi. Selain itu, kabupaten/kota kaya dianggap lebih mendekati kondisi steady state yaitu kondisi dimana kabupaten/kota tersebut sulit untuk meningkatkan lagi tingkat pendapatannya. Indeks Gini Variabel indeks Gini juga berpengaruh signifikan secara statistik pada kedua model, namun dengan tanda yang berbeda. Pada model low income, indeks Gini berpengaruh negatif sedangkan pada model high income indeks Gini berpengaruh positif. Besar elastisitas masing-masing model (low dan high income) adalah -0.48 dan 0.52. Hasil ini menunjukkan ada perbedaan pengaruh indeks Gini di kedua kawasan. Pada model Pulau Jawa hasil ini tidak terlihat, diduga akibat karakteristik kabupaten/kota yang saling menutupi dan model tersebut hanya menduga pengaruh secara keseluruhan kabupaten/kota di Pulau Jawa. Barro (2004) dalam penelitiannya menggarisbawahi bahwa hipotesis tradeoff hanya terjadi pada kawasan kaya dan tidak ada keterkaitan yang jelas pada kawasan miskin. Hasil penelitian ini mendukung simpulan tersebut, di mana pada kabupaten/kota kaya terjadi tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi bahkan dengan elastisitas yang lebih tinggi, sedangkan pada kabupaten/kota miskin hipotesis tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi tidak berlaku. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kabupaten/kota miskin dibutuhkan kemerataan pendapatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Yusuf (2005) menyatakan bahwa pada kawasan di mana hipotesis tradeoff tidak terjadi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh perbaikan pada kualitas modal manusia (pendidikan dan kesehatan) yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan dan kemudian pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sekaligus menyimpulkan determinasi pertumbuhan ekonomi pada kawasan kaya dan miskin adalah berbeda. Kawasan kaya membutuhkan lebih banyak modal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sedangkan kabupaten/kota miskin membutuhkan perbaikan SDM untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

28

Pengaruh Redistribusi pada Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Jawa Persamaan (6) merupakan modifikasi persamaan (5) dengan menambahkan variabel redistribusi. Model ini mengikuti model yang dilakukan oleh Ostry, Berg, dan Charalambos (2014). Pada persamaan (6) (Tabel 6) koefisien variabel indeks Gini dan PDRB per kapita memiliki koefisien yang sedikit lebih kecil dengan pengaruh yang sama (positif). Variabel redistribusi memiliki dampak negatif dan signifikan secara statistik pada pertumbuhan ekonomi. Hasil ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ostry, Berg, dan Charalambos (2014) di mana dalam penelitiannya variabel ini berpengaruh positif, namun tidak signifikan. Penelitiannya juga menjelaskan adanya kemungkinan redistribusi dapat berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi. Asumsi tersebut didasarkan pada hukum Okun yang menyatakan adanya tradeoff antara efisiensi dan pemerataan, jika redistribusi memperbaiki pemerataan pendapatan maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Asumsi tersebut juga tidak berlaku untuk kasus Pulau Jawa. Variabel redistribusi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa proses redistribusi tidak memperbaiki ketimpangan pendapatan dan juga pertumbuhan ekonomi. Tabel 6 Pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa Variabel tak bebas: Pertumbuhan Ekonomi Persamaan (6) Variabel Bebas Koefisien Elastisitas PDRB per kapita 3.23** 0.68 Indeks Gini 2.62** 0.19 Redistribusi -154.06** -0.15 Konstanta -2.03** Hausmann test 0.00** Chow test 0.00** Prob(F-Stat) 0.00** 2 R 0.98 n 345 Keterangan : ** dan * masing-masing signifikan pada taraf nyata 5% dan 10% Pada subbab sebelumnya telah diketahui bahwa meskipun perkembangan redistribusi akibat pajak mengalami perbaikan sepanjang tahun analisis, namun cenderung memperburuk ketimpangan pendapatan. Hasil ini dapat digunakan sebagai urgensi bahwa perbaikan pada sistem pajak harus segera dilakukan, terutama pada sistem dan jumlah wajib pajak yang masih sangat rendah. Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa keterandalan suatu sistem pajak tidak diukur berdasarkan besarnya pajak, namun lebih kepada efisiensi dari sistem pajak tersebut.

29

Kesesuaian Perkembangan Ketimpangan Pendapatan pada Hipotesis Kuznets Pada beberapa wilayah, ketimpangan pendapatan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun untuk mencapai tujuan utama perekonomian yaitu kesejahteraan masyarakat, maka memprioritaskan kemerataan pendapatan lebih baik dibandingkan hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kuznets dalam hipotesisnya menduga dalam jangka pendek indeks Gini akan meningkat dan dalam jangka panjang mengalami penurunan, namun beberapa penelitian menyimpulkan sebaliknya. Penelitian ini menganalisis kesesuaian perkembangan indeks Gini pada hipotesis Kuznets dan kemudian meneliti pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini. Variabel yang digunakan untuk meneliti kesesuaian hipotesis Kuznets adalah PDRB per kapita. Untuk menguji berlakunya hipotesis Kuznets di Pulau Jawa maka digunakan metode panel data tobit. Penggunaan metode panel data tobit adalah karena nilai variabel tak bebas yaitu indeks Gini hanya berkisar antara 0-1. Penaksiran parameter dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) yaitu teknik yang digunakan untuk mencari nilai parameter yang memberi kemungkinan (likelihood) yang paling besar guna mendapatkan data yang terobservasi sebagai estimator. Cara memaksimumkan likelihood berkaitan dengan estimasi dalam statistik, sedangkan cara mendapatkan estimasi untuk nilai parameter dengan memaksimumkan fungsi kemungkinan. Nilai statistik Wald Chi-Square pada persamaan (8) sebesar 18,95 dengan p-value sebesar 0.0001, yang artinya tolak H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% paling tidak ada salah satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas (secara keseluruhan model dapat menjelaskan). Pengujian signifikansi masing-masing variabel dapat dilihat dari pvalue masing-masing variabel, di mana jika nilainya kurang dari taraf nyata maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas yang dimaksud signifikan secara statistik. Tabel 7 Pengujian hipotesis Kuznets dan pengaruh sektor-sektor unggulan pada ketimpangan pendapatan Variabel tak bebas: indeks Gini Persamaan (8) Persamaan (9) Persamaan (10) Konstanta 0.3029** 0.3172** 0.3201** PDRB per kapita 0.0325* 0.0472** 0.0514** 2 (PDRB per kapita) -0.0030 -0.0056 -0.0065 Sektor Modern -0.0005** Sektor Pertanian -0.0003 -0.0002 Sektor Industri -0.0005** Sektor Perdagangan -0.0009* Prob>chi2 0.0001 0.0001 0.0001 n 345 345 345 Keterangan: ** dan * masing-masing signifikan pada taraf nyata 5% dan 10% (Sumber: hasil olahan Stata 12.0)

30

Tabel 8 Elastisitas variabel-variabel bebas Persamaan (8) Persamaan (9) Persamaan (10) PDRB per kapita 0.0929* 0.1347** 0.1469** (PDRB per kapita)2 Sektor Modern -0.0650** Sektor Pertanian -0.0191 -0.0127 Sektor Industri -0.0611** Sektor Perdagangan -0.0311* Keterangan: ** dan * masing-masing signifikan pada taraf nyata 5% dan 10% Hipotesis Kuznets akan berlaku jika koefisien dari variabel PDRB per kapita bernilai positif dan koefisien dari variabel (PDRB per kapita)2 bernilai negatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets berlaku di Pulau Jawa. Variabel PDRB per kapita memiliki koefisien positif dengan elastisitas sebesar 0.09. Nilai tersebut menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan PDRB per kapita sebesar 1% maka ketimpangan pendapatan akan meningkat sebesar 0.09%. Variabel (PDRB per kapita)2 memiliki koefisien yang negatif yang berarti dalam jangka panjang akan terjadi penurunan indeks Gini. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Akita dan Heryanah (2013) yang meneliti perkembangan indeks Gini di Indonesia pada level provinsi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa hipotesis Kuznets berlaku di Indonesia.

Pengaruh Sektor-sektor Unggulan pada Ketimpangan Pendapatan Persamaan (9) dan (10) memaparkan pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini. Persamaan (9) menguji pengaruh sektor tradisional (pertanian) dan modern (industri dan perdagangan) pada indeks Gini, sedangkan persamaan (10) menguji pengaruh sektor-sektor unggulan secara terpisah pada indeks Gini. Nilai statistik p-value Chi-Square pada persamaan (9) dan (10) adalah sebesar 0.0001, yang artinya tolak H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% paling tidak ada salah satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Persamaan (9) menunjukkan bahwa share output sektor pertanian memiliki koefisien negatif namun tidak signifikan secara statistik. Sebaliknya, sektor modern memiliki koefisien negatif dan signifikan secara statistik. Elastisitas variabel ini adalah sebesar 0.0650. Nilai ini menunjukkan bahwa peningkatan share output sektor modern sebesar 1% mampu menurunkan indeks Gini sebesar 0.0650%. Persamaan (10) juga menunjukkan bahwa sektor industri dan perdagangan secara terpisah berpengaruh secara negatif dan signifikan pada ketimpangan pendapatan dengan elastisitas masing-masing adalah sebesar 0.0611 dan 0.0311. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Calderon dan Serven (2004), namun mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kassa (2003) dan Sari (2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa share output sektor modern (industri dan perdagangan) mampu menurunkan ketimpangan pendapatan. Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan sektor industri dan perdagangan yang kuat pada kawasan tersebut sehingga mampu membentuk share PDRB yang tinggi. Selanjutnya, share PDRB yang tinggi akan diikuti oleh kemampuan penyerapan

31

tenaga kerja yang akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah. Keunggulan tersebut menyebabkan sektor modern mampu menekan variasi upah sehingga dapat menekan indeks Gini. Faktor aglomerasi sektor industri juga mampu menekan variasi upah di masyarakat. Sebaliknya pada sektor pertanian di Pulau Jawa, perkembangannya menunjukkan tren yang menurun pada semua provinsi di Pulau Jawa. Data BPS (2014) menunjukkan bahwa pada semua provinsi share sektor pertanian mengalami penurunan, pada tahun 2008 rata-rata share sektor pertanian di tingkat provinsi di Pulau Jawa sebesar 12.5% dan tahun 2012 menurun mencapai 10.9%. Kuznets (1955) menyatakan bahwa adanya pengalihan sumber daya dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier secara perlahan akan mengurangi ketimpangan pendapatan di kawasan tersebut. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa Pulau Jawa telah melewati fase peralihan dari sektor pertanian ke sektor industri dan bahkan menuju sektor perdagangan.

5. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Indeks Gini pada kabupaten/kota di Pulau Jawa secara umum mengalami peningkatan dalam selang waktu 2008-2012. Peningkatan terjadi pada kabupaten/kota dengan kategori indeks Gini tinggi dan diikuti dengan penurunan pada kabupaten/kota dengan kategori indeks Gini rendah. 2. Terjadi tradeoff antara kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa dan dampaknya lebih besar pada kawasan high income. Pada kawasan low income hipotesis tradeoff tidak berlaku yang menunjukkan bahwa kemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara bersamaan. 3. Variabel PDRB per kapita berpengaruh positif pada model Pulau Jawa yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa belum jenuh karena kabupaten/kota dengan PDRB per kapita yang tinggi masih mampu tumbuh positif. Pada kawasan low income variabel ini memiliki elastisitas yang lebah besar, sedangkan pada kawasan high income elastisitasnya lebih rendah jika dibandingkan dengan model Pulau Jawa. 4. Redistribusi melalui pajak (PPh dan PBB) tidak mampu memperbaiki kondisi ketimpangan pendapatan ditunjukkan dari sebagian besar kabupaten/kota yang memiliki koefisien redistribusi yang bernilai negatif. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah wajib pajak yang membayar pajak masih sangat sedikit. 5. Selain itu, redistribusi juga berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan pernyataan hukum Okun di mana redistribusi berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, namun hukum Okun juga menyatakan bahwa redistribusi dapat memperbaiki ketimpangan pendapatan, namun hal tersebut tidak berlaku di Pulau Jawa.

32

6. Berdasarkan hasil analisis panel data menunjukkan bahwa semakin meningkatnya PDRB per kapita maka indeks Gini ikut meningkat. Hasil ini menunjukkan bahwa perkembangan ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa mengikuti hipotesis Kuznets. 7. Berdasarkan analisis pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini di Pulau Jawa menunjukkan bahwa Sektor Modern secara bersama-sama ataupun secara terpisah (sektor modern terdiri dari sektor industri dan perdagangan) memberikan dampak negatif pada indeks Gini. Sehingga, perkembangan kedua sektor ini mampu menekan angka ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa.

Saran Determinan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa dan kawasan kaya disebabkan oleh meningkatnya ketimpangan pendapatan. Hasil ini tidak sesuai dengan tujuan perekonomian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sehingga, dibutuhkan stimulus kebijakan yang mampu memperbaiki ketimpangan pendapatan sekaligus pertumbuhan ekonomi. Pada kawasan miskin perkembangan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonominya sudah berjalan dengan benar. Namun, butuh diwaspadai akan muncul pola yang sama ketika kabupaten/kota tersebut sudah masuk dalam kategori pendapatan tinggi. Redistribusi melalui sistem pajak yang progresif dan proporsional merupakan peluang untuk dapat memperbaiki masalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan ketimpangan pendapatan. Namun, keterandalan sistem pajak yang masih sangat rendah menyebabkan redistribusi cenderung memperburuk kondisi ketimpangan pendapatan dan juga pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya tersebut, perbaikan pada sistem pajak harus segera dilakukan. Penerapan peraturan yang lebih tegas pada wajib pajak, sistem pembayaran pajak yang lebih mudah, dan kejujuran masyarakat untuk melaporkan besar pendapatannya merupakan contoh perbaikan yang dapat dilakukan. Selain itu, pengembangan pada sektor industri dan perdagangan dapat digunakan sebagai upaya penurunan ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa. Namun, kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian yang masih tinggi menunjukkan sektor ini masih layak untuk dipertahankan. Pemecahan masalah yang mungkin adalah dengan mengembangkan sektor industri dan perdagangan yang berbasis pada pertanian misalnya saja seperti pengembangan agroindustri (industri yang berbasis pada pertanian). Penelitian selanjutnya dapat melakukan penyempurnaan pada variabel redistribusi dengan menambah jenis data pajak dan variabel transfer, menambah jumlah kabupaten/kota hingga tingkat nasional, dan menggunakan metode lain seperti metode panel data dinamis.

DAFTAR PUSTAKA Alesina A, Perotti R. 1996. Income Distribution, Political Instability, and Investment. European Economic Review. 109(2): 465-490.

33

Alesina A, Rodrik D. 1994. Distributive Politics and Economic Growth. Quarterly Journal of Economics. 109(2):465-90. Baltagi BH. 2001. Econometrics Analysis of Data panel. Third Edition. Great Britain (UK): Biddles Ltd. Barro RJ. 2000. Inequality and Growth in a Panel of Countries. Journal of Economics Growth. 5(1):5-32. Benabou R. 1996. Inequality and Growth. Department of Economics and NBER: New York University. Benabou R. 2000. Unequal Societies: Income Distribution and the Social Contract. The American Economic Review. 90(1):96-129. Benerjee AV, Duflo E. 2003. Inequality and Growth: What Can the Data Say?. Journal of Economic Growth. 8(3): 267-309. Birdsall N. 2005. Rising Inequality in The New Global Economy. No.2/2005 World Institute for Development Economics and Research. Amerika Serikat (US): Widger Angel. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Indonesia Dalam Angka. Jakarta (ID): BPS. ___________________________. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012. Jakarta (ID): BPS. Calderon C, Serven L. 2004. The Effects of Infrastructure Development on growth and Income Distribution. Central Bank of Chile. Economic Research Division. Forbes KJ. 2000. A Reassesment of The Relationship between Inequality and Growth. American Economic Review. 90(4): 869-886. Galor O, Moav O. 2004. From Physical to Human Capital Accumulation: Inequality and the Process of Development. Review of Economic Studies. 71(4).100126 Gleaser EL. 2006. Inequality. Di dalam Barry BR, Wittman DA, editor. The Oxford Handbook of Political Economy. New York: Oxford University Press Inc. Direktorat Jenderal Pajak. 2012. Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk Keadilan. [Internet]. [diunduh 8 Agustus 2014]. Tersedia pada: http://www.pajak.go.id/content/pajak-penghasilan-orang-pribadi-untukkeadilan. Juanda B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press Bogor. Kuncoro M. 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan. Jakarta (ID): Erlangga. Hajiji A. 2010. Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan 2002-2008 [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartono D, Irawan T. 2008. Decentralization Policy and Equality: A Theil Analysis of Indonesian Income Inequality. Working Paper No. 200810 Center for Economics and Development Studies. Padjajaran University. Hidayat S, Panturu AA. 2007. Pertumbuhan Ekonomi, Ketidakmerataan Pendapatan, dan Kemiskinan: Estimasi Parameter Elastisitas Kemiskinan Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 1996-2005. Jakarta: Universitas Indonesia. Kaldor N. 1957. A Model of Economic Growth. The Economic Journal. 67(268): 591–624.

34

Kassa A. 2003. Factors Influencing Income Inequality in Transition Economies. Tartu: Tartu University Press. Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics Second Edition. USA [US]: Harper & Row Publisher, INC. Kuznets S. 1955. Economic Growth and Income Inequality. The American Economic Review. 45(1): 1-28. Lipsey RG, Courant PN, Purpis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi. diterjemahkan oleh A. Jaka Wasana, Kirbrandoko, dan Budijanto. Binarupa Aksara (ID). Manurung S. 2013. Kompleksitas Kepatuhan Pajak. [Internet]. [diunduh 10 Agustus 2014]. Tersedia pada: http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-pajak. Direktorat Jenderal Pajak. Meltzer AH, Richard SF. 1981. A Rational Theory of The Size of Government. The Journal of Political Economy. 89(5):914-927. Nazfiger WE. 2006. Economics Development 4th ed. Cambridge [UK]: Cambridge University Press. Ostergaard F, Bjornskov C. 2013. Determinants of Income Inequality: A SubSaharan Perspective. Department of Economics and Business: Aarhus University. Ostry JD, Berg A, Charalambos GT. 2014. Redistribution, Inequality, and Growth. IMF. Working Paper. Saint-Paul G, Verdier T. 1993. Education, Democracy and Growth. Journal of Development Economics. 2(2):399-407. Sari PIM. 2014. Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Sumatra Barat dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sinaga RBR. 2012. Pengaruh Pajak Terhadap Pemerataan Pendapatan Masyarakat Kabupaten Karo Analisis Data Survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2010 [tesis] Universitas Indonesia. Tambunan TH. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Permasalahan Penting. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia. Timmer CP. 2004. The Road to Pro-poor Growth: The Indonesian Experience in Regional Perspective. Working Paper No. 38 Center for Global Development Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Munandar H, penerjemah; Bernadi D, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. Ninth Edition. Wodon QT, Yitzhaki S. 2002. Inequality and Social Walfare. Didalam Klugman J. Editor. A Sourcebook for Poverty Reduction Strategies. Washington [US]: World Bank. Yusuf AA. 2005. A Survey on Growth amd Inequality: Does Improved Data Have Anything to Say?. Working Paper No. 200510. Center for Economics and Development Studies. Padjajaran University.

35

LAMPIRAN Lampiran 1 Korelasi antara variabel bebas dan tak bebas pada model Pulau Jawa Variabel (1) (2) (3) (4) Indeks Gini (1) 1.00 0.24 0.10 0.10 PDRB per kapita (2) 0.24 1.00 0.11 0.11 Pertumbuhan PDRB per kapita (3) 0.10 0.11 1.00 0.00 Redistribusi (4) -0.09 -0.14 0.00 1.00 Keterangan: (1) Indeks Gini; (2) PDRB per Kapita; (3) Pertumbuhan PDRB per Kapita; dan (4) Redistribusi

Lampiran 2 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 10/08/14 Time: 10:56 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 115 Total panel (balanced) observations: 345 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

LN_IA GINI C

3.303232 2.786252 -2.188558

0.125515 0.311531 0.200768

26.31745 8.943727 -10.90094

0.0000 0.0000 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)

0.976924 0.965184 1.158561 83.21110 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat

16.49514 27.03307 306.0359 2.781059

Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid

0.653545 306.7488

Mean dependent var Durbin-Watson stat

4.721800 2.391195

36

Lampiran 3 Pengaruh redistribusi pada pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 10/10/14 Time: 11:16 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 115 Total panel (balanced) observations: 345 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

LN_IA GINI RED C

3.233869 2.621927 -154.0625 -2.033816

0.072403 0.210810 53.24174 0.096077

44.66502 12.43739 -2.893641 -21.16867

0.0000 0.0000 0.0042 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)

0.987892 0.981651 1.159802 158.2923 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat

20.34682 65.71141 305.3470 2.763581

Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid

0.654413 305.9799

Mean dependent var Durbin-Watson stat

4.721800 2.389858

37

Lampiran 4 Kabupaten/kota dengan pendapatan tertinggi PDRB per kapita (juta Kabupaten/kota rupiah/tahun) Kabupaten/kota Kab. Mojolerto 8.72 Kota Yogyakarta Kab. Tulungagung 8.94 Kab. Gresik Kab. Purwakarta 9.28 Kota Tangerang Kab. Indramayu 9.32 Kab. Kudus Kota Probolinggo 10.26 Kota Cirebon Kota Magelang 10.51 Kota Malang Kota Surakarta 11.48 Kab. Bekasi Kab. Karawang 11.52 Jakarta Timur Kota Mojokerto 11.54 Jakarta Barat Kota Cimahi 12.90 Kota Surabaya Kota Madiun 14.18 Jakarta Selatan Kab. Sidoarjo 15.12 Jakarta Utara Kota Bandung 15.26 Kota Cilegon Kab. Cilacap 15.47 Kota Kediri Kota Semarang 15.48 Jakarta Pusat

Lampiran 5 Kabupaten/Kota dengan pendapatan terendah PDRB per kapita (juta Kabupaten/Kota rupiah/tahun) Kabupaten/Kota Kab. Grobogan 2.73 Kab. Sampang Kab. Wonosobo 2.75 Kab. Lebak Kab. Kebumen 2.79 Kab. Batang Kab. Blora 2.83 Kab. Temanggung Kab. Tegal 2.86 Kab. Magelang Kab. Pemalang 3.02 Kota Depok Kab. Pamekasan 3.04 Kab. Sukabumi Kab. Demak 3.12 Kab. Pandeglang Kab. Pacitan 3.24 Kab. Sragen Kab. Purbalingga 3.34 Kab. Majalengka Kab. Banyumas 3.35 Kab. Cianjur Kab. Tasikmalaya 3.49 Kab. Kuningan Kab. Brebes 3.50 Kab. Rembang Kab. Wonogiri 3.58 Kab. Bangkalan Kab. Banjarnegara 3.66 Kab. Pekalongan

PDRB per kapita (juta rupiah/tahun) 15.61 16.24 17.59 17.62 19.38 19.51 22.28 27.39 30.43 36.42 47.88 49.04 49.49 93.83 128.29

PDRB per kapita (juta rupiah/tahun) 3.67 3.67 3.68 3.73 3.84 3.89 3.89 4.04 4.06 4.08 4.09 4.15 4.22 4.24 4.24

38

Lampiran 6 korelasi antara variabel bebas dan tak bebas pada model low dan high income Variabel Indeks Gini (1) PDRB per kapita (2) Growth (3)

(1) 1.00 0.38 0.18

Low Income (2) 0.38 1.00 0.04

(3) 0.18 0.04 1.00

(1) 1.00 0.20 0.14

High Income (2) 0.20 1.00 -0.08

(3) 0.14 -0.08 1.00

Keterangan: (1) Indeks Gini; (2) PDRB per Kapita; dan (3) Pertumbuhan PDRB per Kapita Lampiran 7 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi (low income) Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 08/12/14 Time: 13:50 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 30 Total panel (balanced) observations: 90 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

GINI LN_IA C

-6.608710 8.321444 -2.734156

0.768546 0.380253 0.179009

-8.598978 21.88395 -15.27384

0.0000 0.0000 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)

0.991071 0.986299 0.789989 207.6661 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat

20.42134 63.26699 36.19680 3.045972

Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid

0.766844 38.50040

Mean dependent var Durbin-Watson stat

4.345143 2.494329

39

Lampiran 8 Pengaruh indeks Gini pada pertumbuhan ekonomi (high income) Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 10/08/14 Time: 10:58 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 30 Total panel (balanced) observations: 90 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

GINI LN_IA C

5.869787 2.979239 -5.464888

0.852686 0.208788 0.546394

6.883876 14.26921 -10.00173

0.0000 0.0000 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)

0.962734 0.942816 1.386036 48.33495 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat

19.98541 23.97464 111.4235 2.974879

Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid

0.623752 112.9714

Mean dependent var Durbin-Watson stat

4.946336 2.397960

40

Lampiran 9 Pengujian perkembangan indeks Gini pada hipotesis Kuznets . xttobit gini ln_ia lnia_kuadrat, ll(0) ul(1) Random-effects tobit regression Group variable: country

Number of obs = Number of groups =

345 115

Random effects u_i ~ Gaussian

Obs per group: min = avg = 3.0 max = 3

3

Log likelihood = 575.05585

Wald chi2(2) Prob > chi2

= 18.95 = 0.0001

gini

Coef.

ln_ia lnia_kuadrat _cons

.0324761 -.0030507 .3028626

.0180647 .0037199 .01934

1.80 -0.82 15.66

0.072 0.412 0.000

-.0029302 -.0103416 .2649568

.0678823 .0042403 .3407683

/sigma_u /sigma_e

.0237171 .0406356

.0033503 .0019099

7.08 21.28

0.000 0.000

.0171506 .0368923

.0302837 .0443788

rho

.2540945

.0620138

.1489654

.3888033

Std. Err.

z

P>|z|

[95% Conf. Interval]

41

Lampiran 10 Pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini (1) . xttobit gini ln_ia lnia_kuadrat mods pert, ll(0) ul(1) Random-effects tobit regression Group variable: country

Number of obs = Number of groups =

345 115

Random effects u_i ~ Gaussian

Obs per group: min = avg = 3.0 max = 3

3

Log likelihood = 577.78636

Wald chi2(4) Prob > chi2

= 24.57 = 0.0001

42

Lampiran 11 Pengaruh sektor-sektor unggulan pada indeks Gini (2) . xttobit gini ln_ia lnia_kuadrat pert industri jasa, ll(0) ul(1) Random-effects tobit regression Group variable: country

Number of obs = Number of groups =

345 115

Random effects u_i ~ Gaussian

Obs per group: min = avg = 3.0 max = 3

3

Log likelihood = 578.69237

Wald chi2(5) Prob > chi2

= 26.32 = 0.0001

43

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Denpasar, Bali pada tanggal 18 Januari 1992 dari pasangan Ida Bagus Astawa dan Ida Ayu Yeni Pajariati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMAN 3 Denpasar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Pada tahun 2013 penulis mendapat kesempatan mengikuti program akselerasi S1—S2. Pada tahun tersebut penulis sudah memulai menjadi mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana IPB pada jurusan Ilmu Ekonomi. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi, antara lain Organisasi Brahmacaraya Bogor, Organisasi kerohanian IPB Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD). Selain itu, penulis juga pernah menjadi anggota Hipotesa dan ketua umum Badan Pengawas Himpro Hipotesa. Selama di bangku kuliah, penulis mendapat beasiswa freshgraduate DIKTI. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Matematika Ekonomi, Ekonomi Umum, dan Mikroekonomi.