KONFLIK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Download Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011. Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural. Hermana Somantrie...

2 downloads 484 Views 206KB Size
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural Hermana Somantrie [email protected] / [email protected]

Abstrak: Kehidupan multikultural manusia merupakan potensi konflik dalam berbagai hal, baik antar individu maupun antar kelompok, sebagai akibat dari adanya perbedaan perspektif, kepentingan, dan tujuan hidup di antara mereka. Konflik bisa disebabkan dari masalah yang sangat sederhana atau kecil sampai dengan masalah yang kompleks atau besar. Konflik di beberapa wilayah Indonesia sudah sampai pada tahap yang sangat mengkuatirkan, yang ditandai dengan adanya: 1) kelompok masyarakat yang menggunakan konflik sebagai mode untuk menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan yang mereka rasakan, dan 2) kelompok masyarakat lainnya yang menggunakan konflik sebagai senjata untuk menyelesaikan masalah. Salah satu upaya untuk mencegah konflik yaitu dengan mewujudkan pendidikan multikultural, karena konflik yang terjadi saat ini bukan lagi sekedar fenomena atau gejala, tetapi sudah menjadi realitas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, otoritas pendidikan nasional Indonesia harus bisa memprioritaskan pendidikan multikultural dalam kebijakan pendidikan nasional, sebagai salah satu instrumen bagi penanganan konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kata kunci: konflik, multikulturalisme, pluralism, pelaku konflik, penyelesai konflik, pendidikan multikultural. Abstract: Conflict is a potential of individual or group tension in multicultural societies because of their different perspectives and objectives between them. Conflict can be resulted from a simple problem to a complex problem. Conflict in some areas of Indonesia has become a chaotic condition. In one hand, most people use conflict as a mode to demonstrate frustrations and angers they feel; and in other hand, those who use conflict as a gun for resolving problems they have. The implementation of multicultural education is an effort for conflict resolution, because conflict is no longer a phenomenon, but it has been a reality in a daily society’s life. Therefore, national education authority of Indonesia should propose the educational policy to prioritize the implementation of multicultural education, as an instrument to resolve some conflicts happening in society, nation, and state level. Key words: conflict, multiculturalism, pluralism, conflict actors, conflict resolvers, multicultural education.

Pendahuluan Banyak jenis konflik dalam kehidupan sehari-hari

prinsip yang saling bertentangan; sedangkan konflik

dihadapi oleh umat manusia, seperti konflik yang

dalam skala luas adalah persaingan, perseteruan,

dimulai dari dalam diri sendiri; lingkungan sekolah;

atau peperangan antara dua atau lebih kelompok

lingkungan masyarakat; antar organisasi lokal,

orang atau negara. Dari berbagai jenis konflik ini

nasional, dan internasional; sampai dengan konflik

dapat ditelaah bahwa di satu sisi konflik bukan

antar kelompok bangsa dan negara. Sebagaimana

faktor antecedent atau sesuatu yang mengawali

telah kita ketahui bahwa konflik merupakan bagian

terjadinya suatu peristiwa lainnya, tetapi semata-

dari masalah yang tidak terpisahkan dari kehidupan

mata akibat dari suatu peristiwa yang pernah

manusia di berbagai tempat di seluruh permukaan

berlangsung sebelum konflik itu sendiri terjadi;

bumi ini. Dengan kata lain, konflik secara sempit

dan di sisi lainnya konflik pun dapat menjadi faktor

atau luas akan terjadi kapan pun dan di mana pun,

pemula dari berbagai persitiwa lainnya sebagai

baik secara spontan atau tanpa terencana maupun

akibat terjadinya konflik. Awal terjadinya konflik bisa

secara terencana.

berasal dari berbagai hal yang sifatnya problematik

Konflik dalam skala sempit adalah ketidaksesuaian

seperti perbedaan pandangan, gagasan, pendapat

aktif antara orang-orang dengan pendapat atau

atau prinsip; disparitas budaya, masyarakat,

608

Hermana Somantrie, Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

ekonomi, agama, dan politik; dan klaim perbatasan atau status terhadap teritori suatu wilayah di tingkat daerah atau negara.

implementasi pendidikan multikultural. Salah satu permasalahan saat ini yang dihadapi oleh negara dan bangsa Indonesia dengan

Dalam suatu konflik akan terdapat pelaku

masyarakat multikultural antara lain yaitu seringkali

utama yang terdiri atas dua atau lebih individu atau

terjadi konflik antar kelompok masyarakat. Bahkan

kelompok masyarakat yang mempunyai beragam

konflik telah dianggap sebagai modus untuk

kepentingan. Para pelaku konflik (conflict actors)

menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan

akan dihadapkan pada dua kemungkinan harapan

yang mereka hadapi. Penggunaan modus konflik

dalam penyelesaian konfliknya: pertama, “dapat

dalam perkara apa pun sebenarnya tidak akan

diselesaikan” dalam waktu yang singkat oleh mereka

menyelesaikan pokok awal perkaranya. Bahkan

yang berkepentingan dalam konflik dengan bantuan

mungkin dengan penggunaan modus semacam itu,

atau dengan tidak ada bantuan dari pihak lain tanpa

konflik itu sendiri bisa cenderung meluas tanpa batas

menimbulkan dampak ikutan apapun, kalaupun ada

waktu penyelesaiannya secara tuntas.

dampak mungkin hanya pada batas-batas tertentu

Konflik antar kelompok masyarakat di Indonesia,

saja; dan kedua “tidak dapat diselesaikan” sama

baik secara vertikal maupun secara horizontal,

sekali oleh mereka yang berkepentingan dengan

sering terjadi di beberapa daerah seperti yang

bantuan atau dengan tidak ada bantuan dari pihak

ditunjukkan dalam Ilustrasi Tabel 1.

lain, baik dalam waktu yang singkat maupun waktu

Secara faktual, saat ini Indonesia mempunyai

yang lama, dengan dampak ikutan yang dapat

33 provinsi. Jadi apabila sebanyak 14 provinsi dari

merusak tatanan kehidupan secara materil dan non

33 provinsi merupakan daerah yang sering dilanda

materil atau psikis dan psikologis.

konflik seperti yang ditunjukkan dalam tabel data

Untuk mencegah suatu konflik diperlukan

di atas, Indonesia sudah masuk ke dalam kategori

ada para pelaku penyelesaian konflik (conflict

wilayah merah. Oleh karena itu, Indonesia termasuk

resolvers) yang mampu mengurai, mengurangi, atau

ke dalam negara “travel alerts”. Biasanya negara-

mengatasi konflik. Conflict resolvers perlu memiliki

negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan

pemahaman yang kuat sekurang-kurangnya

Australia sering memberikan peringatan kepada

mengenai: i) hakikat konflik; ii) cara menanggapi

para warga negaranya untuk berkunjung atau

konflik; iii) multikulturalisme; iv) peranan pendidikan

mengadakan perjalanan (travel warnings) mengenai

multikultural dalam penyelesaian konflik; dan v)

kondisi suatu negara.

Berdasarkan pada kenyataan itu, konflik Tabel 1. Data Konflik Di Indonesia Tahun 1990-2003



Source: Ashutosh Varshney, Rizal Panggabean, & M. Zulfan Tadjoeddin. (2004). Pattern of Collective Violence in Indonesia (1990-2003), Jakarta: United Nations Supports Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR), working paper-04/03.

609

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

di Indonesia harus diupayakan untuk dapat

yang dimaksud oleh Bartos dengan “a good reason”

diminimalisir secara bertahap dengan berbagai cara,

adalah bahwa para ahli cenderung merefleksikan

sebab apabila tidak segera dilakukan upaya yang

orientasi teoritis mereka seperti ahli psikologi

kondusif, konflik akan menjadi unsur gangguan yang

akan mengartikan konflik berkenaan dengan “the

merusak proses pembangunan berkelanjutan sumber

adversaries’ inner states —kondisi permusuhan

daya manusia bagi kejayaan bangsa dan negara

yang terdalam”, para ahli sosiologi berkenaan

Indonesia. Salah satu cara yang perlu diupayakan

dengan “observable behavior —perilaku teramati”,

yaitu melalui pendidikan multikultural, yang

dan sebagainya. Konflik dapat berasal dari salah

mempunyai peranan strategis dalam masyarakat

satu “goal incompatibility or in hostility —tujuan

multikultur. Dengan adanya pendidikan multikultural

yang tidak cocok atau dalam penyangkalan”, dan

diharapkan agar setiap orang memiliki kemampuan

menyangkut “a unique type of conflict behavior —

dalam mengurangi atau mengatasi terjadinya

tipe unik perilaku konflik”. Oleh karena itu, Bartos

berbagai konflik dalam masyarakat multikultur.

(2002) mendefinisikan bahwa conflict as a situation

Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan

in which actors use conflict behavior against each

pemahaman, kontribusi, dan partisipasi secara

other to attain incompatible goals and/or to express

proaktif, konseptual, dan praktikal dalam mengurai

their hostility —konflik sebagai suatu situasi di

permasalahan konflik yang sudah seringkali terjadi di

mana para pelaku menggunakan perilaku konflik

lingkungan masyarakat Indonesia yang multikultur.

melawan setiap yang lainnya untuk mencapai tujuan yang tidak cocok dan/atau untuk menunjukkan

Konflik Terjadi Dalam Multikulturalisme Hakikat Konflik

penyangkalan mereka. Definisi konflik Bartos menunjukkan bahwa

Beberapa konflik bisa bersifat sementara dan laten.

dalam konflik menyangkut sekurang-kurangnya

Namun, keduanya mempunyai konsekuensi yang

empat peristilahan: 1) pelaku; 2) perilaku atau

sama, yaitu: i) apabila konflik dapat diselesaikan

tindakan konflik; 3) tujuan yang tidak selaras;

secara damai dan tuntas pasti tidak akan

dan 4) perbuatan yang tidak menyenangkan.

menimbulkan dampak ikutan; dan ii) apabila konflik

Pelaku adalah orang atau kelompok yang berperan

tidak dapat diselesaikan secara damai dan tuntas

dalam suatu peristiwa. Konflik adalah perbuatan

akan ditindaklanjuti dengan tindakan secara terbuka

tertentu yang jahat dan tidak jahat. Perbuatan

melalui perseteruan, tawuran, atau peperangan.

tidak selaras adalah ketidakmampuan hidup

Hal itu sangat penting untuk dipahami agar dapat

untuk berkumpul atau bersama-sama dalam

menyepakati apa yang dimaksud dengan konflik

kedamaian dan keselarasan. Perbuatan yang tidak

dan apa yang bukan konflik. Pada kenyataannya

menyenangkan adalah tindakan yang bertentangan

memang tidak mudah dan tidak sederhana untuk

dengan akal sehat sebagai dorongan emosi yang

memahami konflik, karena dikalangan para ahli itu

berlebihan, seperti marah cenderung terjadi secara

sendiri berbeda pandangan mengenai pengertian

spontan dan cepat. Alasan utama mengapa tindakan

konflik. Namun demikian, untuk tujuan praktis,

rasional dan emosional sering bertentangan adalah

konflik dapat dipahami sebagai suatu himpunan

bahwa tindakan rasional memperhitungkan seluruh

khusus unsur-unsur yang saling terkait secara

konsekuensi, sedangkan tindakan emosional tidak

kontekstual, yaitu: pihak-pihak yang berseteru

mempertimbangkan kemungkinan timbulnya risiko

atau bersilang pendapat, isu yang menjadi awal

yang akan dihadapi.

perseteruan, dinamika perseteruan, dan durasi perseteruan.

Avrunin (1988) mendefinisikan bahwa conflict is the opposition of response (behavioral) tendencies,

Banyak macam definisi konflik dirumuskan

which may be within an individual or in different

oleh para ahli, antara lain seperti Bartos (2002)

individuals. This definition includes conflicts such

yang mengatakan bahwa we may begin by

as a conflict of an individual who faces a choice

acknowledging that there is a good reason for the

between two job offers, a conflict between the

great variety of conflict definitions —kita boleh

engineers and the stylists in planning a new car, or

memulai dengan memberitahukan bahwa ada alasan

a conflict between two sovereign states quarreling

bagus bagi perbedaan besar definisi konflik. Apa

over fishing rights or one seeking hegemony over

610

Hermana Somantrie, Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

the other —konflik merupakan ketidak-sepakatan yang kuat dari kecenderungan tanggapan perilaku, yang mungkin dalam seseorang atau dalam orangorang yang berbeda. Pengertian ini meliputi konflik seperti suatu konflik seseorang yang menghadapi suatu pilihan antara dua pekerjaan yang ditawarkan, konflik antara ahli mesin dan para ahli perancang dalam merencakan suatu mobil baru, atau konflik antara dua negara berdaulat yang berrtengkar mengenai hak menangkap ikan atau salah satu yang ingin berkuasa terhadap yang lainnya. Selanjutnya, Avrunin meyatakan bahwa

untuk melengkapi

definisi konfliknya, telah merumuskan tiga jenis konflik sebagai berikut: a) Type I Conflict: conflict that arises within individuals because they are torn between incompatible goals; b) Type II Conflict: conflict that arises between individuals because they want different things and have to settle for the same thing; and c) Type III Conflict: conflict that arises between individuals who want the same thing and have to settle for different things. Type I, Type II, dan Type III memiliki hubungan yang dapat bertransformasi antara yang satu terhadap setiap tipe yang lainnya. Transformasi tersebut menurut Avrunin adalah sebagaimana yang divisualkan dalam Ilustrasi 2. Ilustrasi 2 tersebut menunjukkan bahwa antara yang diinginkan (want) dan yang diperoleh (get) dapat menimbulkan dua kemungkinan, yaitu konflik jika kedua hal tersebut berbeda dan tidak ada konflik jika kedua hal tersebut sama. Dalam ilustrasi itu tampak bahwa setiap tipe konflik berhubungan secara relatif dengan tipe yang lainnya, sehingga salah satu tipe memungkinkan untuk dapat memetakan konflik apapun secara lebih khusus. Menanggapi Konflik Pihak yang bisa menanggapi konflik adalah barangsiapa yang telah memiliki pengalaman dan/atau pernah terlibat dalam konflik. Hal yang penting untuk dilakukan dalam menanggapi konflik adalah mencari tentang apa yang menjadi sumber nyata dari ancaman yang kita persepsikan sebagai konflik dengan memahami pemikiran semua pihakpihak yang terlibat dalam konflik dan memberikan tanggapan terhadap perasaan yang timbul sebagai dampak dari peristiwa konflik. Atas dasar itu, semua pihak akan memperoleh pandangan yang lebih baik bagi penyelesaian terhadap masalah potensial



Sumber: Avrunin, George S. 1988. The Structure of Conflict

Ilustrasi 2. Transformations of Conflict Type konflik. Webne-Behrman (1998) mengatakan bahwa we have emotional, cognitive, and physical responses to conflict —kita memiliki tanggapan emosional, kognitif, fisikal terhadap konflik. Apa yang dimaksud oleh Webne-Behrman diuraikan secara rinci berikut ini: a) Emotional responses: Tanggapan emosional terhadap konflik, mulai dari marah dan takut sampai dengan putus asa dan bingung. Tanggapan emosional ini sering tidak dipahami karena banyak orang cenderung percaya bahwa orang lain merasakan hal yang sama seperti yang orang lain rasakan ketika berada dalam konflik; b) Cognitive responses: Tanggapan kognitif terhadap konflik, dengan cara mengemukakan komentar, pendapat, dan pikiran tentang peristiwa konflik. Meskipun seseorang tidak terlibat dalam konflik, namun ia akan memberikan komentar seolah-olah mengetahui konflik tersebut; dan c) Physical responses: Tanggapan fisik dapat memainkan suatu peranan penting sebagai kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik. Tanggapan ini sebagai upaya untuk mengelola tingginya stress, cepatnya detak jantung, panasnya tubuh, terengahnya pernafasan, perasaan ingin muntah, dan bertambnya kucuran keringat. Semua ini dilakukan dapat melalui teknik manajemen stress atau “stress management techniques —teknik manajemen stress”. Multikulturalisme 611

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

Dunia adalah tempat untuk multikulturalisme.

dengan banyak negara seperti the United States,

Suatu wilayah daerah dan negara adalah tempat

Canada, Australia, French, United Kingdom, dan

untuk multikulturalisme. Tempat kerja adalah

Indonesia sebagai contoh negara yang ditumbuhi

tempat untuk multikulturalisme. Dengan kata

dengan multikulturalisme. Di negara-negara

lain, multikulturalisme ditemukan di mana saja

tersebut, multikulturalisme merupakan kebijakan,

di permukaan bumi ini. Menurut May (1999),

doktrin, filosofis, ideologi, dan sekaligus realitas

multiculturalism is an approach which replaces

yang menekankan pada karakteristik unik budaya

universalism and which introduces ethnicity

yang berbeda asal dari berbagai etnik, agama, dan

unnecessarily and unhelpfully into the civic realm

bangsa namun dengan status yang sama. Semuanya

that is, ‘civil society’ —multikulturalisme adalah

berkumpul dan hidup secara damai dan adil dalam

suatu pendekatan yang menggantikan unversalisme

suatu negara. Kondisi hidup seperti itu mengandung

dan yang memperkenalkan etnik yang tidak perlu

makna bahwa setiap orang atau kelompok orang

dan tidak mendukung ke dalam wilayah perhatian

harus saling menghargai perbedaan perspektif yang

atau kegiatan ‘masyakarat sipil’. Steinberg (1997)

berkembang dan bertahan melalui berbagai macam

menguraikan bahwa the concept of multiculturalism

pengalaman dan latar belakang perbedaannya.

is a multicultural position to respond racial, socio-

Indonesia sebagai negara yang dihuni oleh

economic class, gender, language, culture, sexual

masyarakat multikultural ditunjukkan antara lain

preference, and disability-related diversity —konsep

dengan: 1) lebih dari 700 bahasa yang digunakan

multikulturalisme adalah suatu posisi multikultural

sehari-hari oleh setiap kelompok masyarakat

untuk menjawab perbedaan yang berkaitan dengan

pemakainya; 2) penduduk yang berbeda agama

rasial, golongan sosial-ekonomi, jender, bahasa,

yang terdiri atas Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

budaya, jenis kelamin, dan ketunaan.

dan Budha; dan 3) tradisi yang berasal dari nenek

Calhoun, Light, & Keller (1989) mendefinisikan

moyang setiap suku bangsa.

bahwa multiculturalism is an approach to life in a

Keberagaman masyarakat Indonesia dituangkan

pluralistic society which calls for finding ways for

dalam moto nasional “Bhinneka Tunggal Ika”

people to understand and interact with one another

(Unity in Diversity). Moto tersebut melambangkan

that do not depend on their sameness but rather

segala perbedaan kultural sebagai dasar kebijakan

on respect for their differences —multikulturalisme

masional, doktrin, filosofis, ideologis, dan realitas

adalah suatu pendekatan untuk kehidupan dalam

sejak awal pembentukan bangsa dan negara

suatu masyarakat pluralistic, yang menuntut untuk

Indonesia.

menemukan cara-cara bagi orang-orang untuk

Menyelesaikan Konflik Melalui Pendidikan

memahami dan berhubungan dengan yang lainnya

Multikultural

yang tidak tergantung kepada persamaan mereka,

Pentingnya Pendidikan Multikultural

tetapi lebih pada penghargaan dari perbedaan

Pendidikan multikultural telah berkembang sejak

mereka.

tahun 1960-an seiring dengan munculnya kesadaran

S e l a n j u t nya , C a l h o u n , L i g h t , & Ke l l e r

gerakan hak sipil sebagai koreksi terhadap kebijakan

menambahkan bahwa multiculturalism is more

yang menyatukan kelompok minoritas ke dalam

than a prescription for better intergroup relations in

budaya yang berpengaruh (melting pot), seperti

the United States. It can be also recognition of the

yang terjadi di Amerika Serikat. Hal itu ditunjukkan

increasingly multicultural nature of social relations

oleh May (1999) bahwa over the years, multicultural

in a more international, globally integrated world

education has promised much and delivered little.

—multikulturalisme lebih dari pada suatu suatu

Since its popularization in the late 1960s and early

resep obat bagi hubungan antargroup yang lebih

1970s, proponents have argued that multicultural

baik di Amerika Serikat. Hal itu juga dikenal sifat

education, and the associated notion of cultural

multikultural yang meningkat dari hubungan sosial

pluralism, can accomplish all manner of things. A

dalam dunia yang lebih terpadu secara internasional

central claim has been that multicultural education

dan global.

can foster greater cultural interaction, interchange,

Tidak ada satu negara pun di permukaan bumi ini tanpa multikulturalisme. Hal itu dibuktikan

612

and harmony, both in schools and beyond —

Hermana Somantrie, Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

bertahun-tahun, pendidikan multikultural telah

sejarah, ilmu sosial dan perilaku, dan khususnya

menjanjikan banyak dan menyerahkan sesuatu

dari kajian etnik dan kajian perempuan.

yang kecil. Sejak popularitasnya di akhir tahun

Berkenaan dengan materi pendidikan

1960-an dan awal 1970-an, para pendukung

multikultural Banks & Banks menguraikan bahwa

telah membantah bahwa pendidikan multikultural,

multicultural education not only draws content,

dan gagasan pluralism kultural, dapat mencapai

concepts, paradigms, and theories from specialized

semua kebiasaan. Klaim utama bahwa pendidikan

interdisciplinary fields such as ethnic studies and

multikultural telah dapat mendorong interaksi,

women studies (and from history and the social and

perubahan, dan harmosiasi kultural yang lebih besar,

behavioral sciences), it also interrogates, challenges,

baik di sekolah maupun di luar itu.

and reinterprets content, concepts, and paradigms

Menyadari pentingnya pendidikan multi-

from the established disciplines. Multicultural

kultural, Banks & Banks (1995) mendefinisikan

education applies content from these fields and

bahwa multicultural education is a field of study

disciplines to pedagogy and curriculum development

and an emerging discipline whose major aim

in educational settings —pendidikan multikultural

is to create equal educational opportunities for

tidak hanya menggambarkan konten, konsep,

students from diverse racial, ethnic, social-class,

paradigm, dan teori dari bidang interdisipliner

and cultural groups.—pendidikan multikultural

khusus seperti kajian etnik dan perempuan (dan

adalah suatu bidang studi dan disiplin terpadu

dari sejarah dan ilmu sosial dan perilaku), namun

yang tujuan utamanya adalah untuk menciptakan

juga interogasi, tantangan, dan menafsirkan kembali

kesempatan pendidikan yang sama bagi peserta

konten, konsep, dan paradigm dari disiplin yang

didik dari kelompok rasial, etnik, kelas sosial,

sudah mapan. Pendidikan multikultural menerapkan

budaya yang berbeda. Berkenaan dengan tujuan

konten dari bidang-bidang dan disiplin tersebut

pendidikan multikultural, selanjutnya Banks & Banks

terhadap pengembangan pedagogi dan kurikulum

menyatakan bahwa one of its important goals is to

dalam seting pendidikan.

help all students to acquire the knowledge, attitudes,

Beberapa ahli pendidikan multikultural

and skills needed to function effectively in a pluralistic

telah mengembangkan “typology” pendidikan

democratic society and to interact, negotiate, and

multikultural. Tipologi ini, menurut Banks (1994)

communicate with peoples from diverse groups in

dan Sleeter & Grant (1993), can provide a framework

order to create a civic and moral community that

for thinking about multicultural education, giving

works for the common good —salah satu tujuan

educators—and others—a clearer understanding of

pendidikan multikultural adalah untuk membantu

what people mean by the term. The multicultural

semua peserta didik menguasai pengetahuan, sikap

typology is useful for educators, policy makers,

dan keterampilan yang diperlukan untuk digunakan

and others who are just beginning to consider

secara efektif dalam suatu masyarakat demokratis

multicultural education options; future digests

yang majemuk dan berinteraksi, bernegosiati, dan

will address more issues that are advanced. The

berkomunikasi dengan orang-orang dari kelompok

multicultural education typology comprises of

yang berbeda guna menciptakan komunitas madani

programs that can be broadly divided into three

dan moral yang cocok dengan ketetntuan umum.

categories, according to their primary emphasis

Definisi pendidikan multikultural sebagaimana

—dapat melengkapi suatu kerangka untuk berpikir

yang diartikan oleh Banks & Banks mencakup a

mengenai pendidikan multikultural, memberikan

field of study designed to increase educational

pendidikan—dan yang lainnya— suatu pema-

equity for all students that incorporates, for this

haman yang jelas apa yang dimaksud orang-orang

purpose, content, concepts, principles, theories,

dengan istilah. Tipologi multikultural berguna bagi

and paradigms from history, the social and

pendidik, pembuat kebijakan, dan lainnya yang

behavioral sciences, and particularly from ethnic

baru memulai untuk memper-timbangkan opti

studies and women studies — suatu bidang kajian

pendidikan multikultural; cernaan masa depan

yang dirancang untuk meningkatkan kebersamaan

akan menyebutkan banyak isu yang terdahulu.

pendidikan yang menggabungkan, untuk tujuan ini,

Tipologi pendidikan multikultural terdiri atas

konten, konsep, prinsip, teori, dan paradigm dari

program yang dapat dibagi secara luas ke dalam

613

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

tiga kategori, menurut penekanan utama mereka.

Program ini ini memperhatikan kelompok siswa

Tipologi pendidikan multikultural sebagaimana

minoritas, karena pendidikan multikultural

yang dimaksud oleh Banks (1994) dan Sleeter &

merupakan suatu upaya untuk merefleksikan

Grant (1993) adalah sebagaimana yang diuraikan

tumbuhnya perbedaan di dalam kelas di AS.

berikut ini:

Utamanya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Banks (1994) bahwa while curricular programs

Content-Oriented Programs

attempt to increase the body of knowledge about

Program ini merupakan hal yang paling umum

different ethnic, cultural, and gender groups,

dikenal dan menekankan pada materi yang

student-oriented programs are intended to increase

berkaitan dengan multikultural. Tujuan utamanya

the academic achievement of these groups, even

yaitu mengintegrasikan materi tentang kelompok

when they do not involve extensive changes in the

cultural yang berbeda-beda dalam kurikulum dan

content of the curriculum —sementara itu program

buku pelajaran untuk meningklatkan pengetahuan

kurikuler berusaha untuk meningkatkan bidang

peserta didik tentang kelompok kultural.

pengetahuan mengenai kelompok etnik, budaya,

Menurut Banks (1994) bahwa these programs

dan jender, program berorientasi peserta didik

have three goals: 1) to develop multicultural content

dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi kademik

throughout the disciplines; 2) to incorporate a

dari kelompok-kelompok ini, bahkan ketika mereka

variety of different viewpoints and perspectives

tidak terlibat perubahan ekstensif dalam konten

in the curriculum; and 3) to transform the canon,

kurikulum. Selanjutnya Banks menegaskan bahwa

ultimately developing a new paradigm for the

student-oriented programs have four categories:

curriculum —program ini mempunyai tiga tujuan:

1) programs that use research into culturally based

1) mengembangkan konten multikultural melalui

learning styles in an attempt to determine which

ilmu; 2) menggabungkan berbagai pandangan dan

teaching styles to use with a particular group of

perspektif yang berbeda dalam kurikulum; dan 3)

students; 2) bilingual or bicultural programs; 3)

mentransformasi aturan atau prinsip, utamanya

language programs built upon the language and

mengembangkan suatu paradigm baru bagi

culture of African-American students; and 4)

kurikulum.

special math and science programs for minority or

Program seperti ini oleh Sleeter and Grant

female students —program berorientasi peserta

(1993) disebut sebagai “single-group studies”;

didik mempunyai empat kategori: 1) program yang

common examples include black, ethnic, and

menggunakan riset ke dalam gaya belajar berbasis

women’s studies programs. Some schools have

kultural dalam suatu upaya untuk menentukan gaya

also created single-gender classrooms, designed

mengajar yang digunakan untuk kelompok khusus

specifically to meet the educational needs of girls

peserta didik; 2) program dua bahasa dan dua

away from the distractions of a mixed-gender

budaya; 3) program bahasa bibentuk atas bahasa

situation. Afro centric schools and single-gender

dan budaya peserta didik Afrika dan Amerika; dan

classrooms, thus, combine elements from content-

4) program matematika dan ilmu alam khusus untuk

oriented programs with aspects of student-oriented

peserta didik minoritas dan perempuan.

programs —contoh umum mencakup program kajian

Terkait dengan program berorientasi peserta

orang hitam, etnik, dan perempuan. Beberapa

didik, Sleeter and Grant (1993) menguraikan

sekolah telah menciptakan kelas perempuan

bahwa many of these programs are designed not

tersendiri, yang dirancang secara spesifik sesuai

to transform the curriculum or the social context

dengan kebutuhan pendidikan anak gadis jauh dari

of education, but to help culturally or linguistically

gangguan dari suatu situasi kelas campuran. Jadi,

different students make the transition into the

sekolah orang keturunan Afrika dan kelas tunggal

educational mainstream. To do this, these programs

perempuan mengkombinasikan unsur-unsur dari

often draw upon the varied linguistic and cultural

program berorientasi konten dengan aspek-aspek

backgrounds of their student bodies —banyak

program berorientasi peserta didik.

program ini dirancang tidak untuk men-transformasi kurikulum atau konteks sosial pendidikan, tetapi

Student-Oriented Programs

614

untuk membantu peserta didik yang berbeda secara