KORELASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DENGAN TINGKAT

Download akan menimbulkan kondisi stres di bidang akademik pada anak. Tujuan Mengetahui .... yaitu bidang kognitif/pelajaran sekolah (seperti: les/k...

0 downloads 434 Views 478KB Size
KORELASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DENGAN TINGKAT STRES PADA ANAK SEKOLAH DASAR Putu Anindia Sekarningrum, Soetjiningsih, IGA Trisna Windiani, IGAN Sugitha Adnyana, I Gusti Ayu Endah Ardjana Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar _________________________________________________________________ Abstrak Latar Belakang Kompetisi antar orangtua merupakan salah satu penyebab munculnya sindrom hurried child. Hubungan orangtua dan anak yang tidak sehat, cenderung membuat anak merasa tertekan ketika menjalankan kegiatan akademik mereka. Kesenjangan antara tuntutan dari orangtua dan kemampuan diri anak akan menimbulkan kondisi stres di bidang akademik pada anak. Tujuan Mengetahui besar korelasi antara kegiatan ekstrakurikuler dengan tingkat stres pada anak sekolah dasar. Metode Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Penentuan lokasi dan subjek penelitian menggunakan metode purposive, sehingga terpilih Sekolah Dasar Swasta C Denpasar. Hasil Berdasarkan analisis korelasi dengan uji korelasi Pearson, didapatkan jenis kegiatan ekstrakurikuler memiliki korelasi dengan tingkat stres. Semakin banyak subjek mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka semakin tinggi skor stres (r=0,309). Jam kegiatan ekstrakurikuler dalam seminggu juga memiliki korelasi dengan tingkat stres. Semakin lama mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di bidang pelajaran sekolah dalam seminggu maka semakin tinggi skor stres (r=0,403) dan semakin lama mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni dalam seminggu maka semakin tinggi skor stres (r=0,166). Hal ini tidak sesuai dengan kegiatan ekstrakurikuler di bidang olahraga yang tidak memiliki korelasi bermakna secara statistik dengan skor stres. Simpulan Jenis ekstrakurikuler dalam seminggu memiliki korelasi lemah dengan tingkat stres. Lamanya kegiatan ekstrakurikuler di bidang pelajaran sekolah memiliki korelasi sedang dengan tingkat stres sedangkan di bidang seni memiliki korelasi sangat lemah dengan tingkat stres. Kata kunci: kegiatan ekstrakurikuler, stres, anak

1

Pendahuluan Bangsa Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang siap pakai dan mampu bersaing. Tantangan global dalam persaingan antar bangsa serta agenda pembangunan menuntut sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi serta tidak hanya mampu bersaing dalam lingkungan nasional, melainkan juga dalam dunia internasional. Berbagai macam model pendidikan ditawarkan untuk memenuhi tuntutan globalisasi tersebut. Orangtua akan memberikan tambahan jadwal kegiatan ekstrakurikuler untuk meningkatkan kemampuan anaknya. Fenomena tersebut merupakan salah satu “penyakit” yang dalam dua dekade terakhir menjadi epidemi di masyarakat, dan dikenal dengan istilah hurried child.1 Sekitar dua puluh tahun yang lalu, seorang ahli psikologi Amerika David Elkind memperkenalkan sebuah istilah baru yakni hurried child untuk menggambarkan fenomena anak yang dipercepat perkembangannya. Salah satu cirinya adalah anak diberi berbagai kegiatan ekstrakurikuler setiap minggu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan di bidang akademik, sosial, olahraga, dan budaya. Berbagai aktivitas tersebut dilakukan di bawah pengawasan orangtua sehingga tidak untuk bersenang-senang, namun lebih diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.1 Anak sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang penting untuk keberhasilan penyesuaian diri dalam kehidupan, dan mempelajari berbagai ketrampilan tertentu melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut tidak terlalu banyak dan membebani anak serta dilakukan berdasarkan kemauan anak dan bukan tekanan dari orangtua.2 Tidak seperti anak pada generasi lalu, yang memiliki banyak waktu untuk bermain setelah pulang sekolah bersama dengan teman-temannya, anak-anak masa kini sulit untuk mendapatkan waktu seperti itu.3 Sekitar 60% anak-anak di Jabodetabek lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sepulang dari sekolah.4 Orangtua berpendapat bahwa mereka dikatakan orangtua yang baik, jika anak mereka mampu mencapai prestasi-prestasi tertentu. Orangtua beralasan agar anak nantinya dapat bertahan di masa yang akan datang yang penuh tantangan, maka mereka harus dipersiapkan dengan banyak keahlian. Orang tua yang

2

memberikan anak jadwal terlalu padat tidak selamanya berakibat baik, justru dapat menimbulkan tekanan. Tekanan tersebut dapat menyebabkan harga diri yang rendah, stres, dan bunuh diri. Salah satu fenomena menarik ialah semakin mudanya usia penderita stres. National Association of School Psychologists mendefinisikan stres sebagai suatu respon terhadap situasi atau faktor yang menimbulkan emosi negatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi.5 Sebagian besar stres yang dialami oleh anak, merupakan hal yang tidak penting bagi orang dewasa. Anak-anak hanya memiliki sedikit pengalaman untuk belajar, sehingga situasi yang menyebabkan perubahan kecil dapat menimbulkan stres terhadap anak.6 Suatu studi di Amerika Serikat terhadap 227 anak usia 4-6 tahun yang dididik secara diktator untuk mencapai nilai akademik yang tinggi, didapatkan memiliki kemampuan dan harapan yang lebih rendah untuk sukses pada tugastugas akademik mereka serta ketergantungan secara signifikan terhadap orang dewasa.7 Beberapa tahun yang lalu stres lebih banyak dialami oleh usia produktif diatas 20 tahun, kini stres banyak diderita oleh remaja, bahkan dalam beberapa kasus, anak sekolah dasar diperkirakan telah mengalami stres. Fenomena tersebut menegaskan mengenai pentingnya mempelajari tingkat stres pada anak sekolah dasar. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui besar korelasi antara jenis dan jam kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi bidang pelajaran sekolah, seni, dan olahraga dalam seminggu dengan tingkat stres pada anak sekolah dasar. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui karakteristik subjek yang meliputi jenis kelamin, usia, dan lamanya jam belajar di rumah dalam sehari. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive, dengan pertimbangan bahwa sekolah merupakan sekolah dasar (SD) swasta favorit yang memiliki jadwal padat serta jumlah anak dengan kegiatan ekstrakurikuler yang cukup tinggi, sehingga terpilih SD Swasta C Denpasar. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli 2016. Populasi target adalah anak SD dan populasi terjangkau adalah anak SD yang bersekolah di SD

3

Swasta C Denpasar. Sampel dalam penelitian ini adalah purposive sample, yaitu anak kelas 5 SD dengan pertimbangan anak memiliki waktu yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan ekstrakurikuler (les pelajaran/kursus kesenian/klub olahraga) dan memiliki jadwal pelajaran yang cukup padat karena akan dipersiapkan untuk mengikuti ujian nasional. Perhitungan besar sampel menggunakan analisis korelasi, sebagai berikut: Zα+Zβ n=

-----------------------

2

+3

0,5ln((1+r)/(1-r)) Keterangan: n

: besar subjek

α

: tingkat kesalahan I, ditetapkan 0,05 tingkat kemaknaan (1-α) = 0,95

β

: tingkat kesalahan II, ditetapkan 0,1

r

: nilai korelasi antara anak sibuk dengan tingkat stres yang ditetapkan 0,2988

Berdasarkan penghitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel minimal adalah 141 subjek. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah semua anak yang terdaftar sebagai kelas 5 SD Swasta C Denpasar. Kriteria eksklusi adalah anak yang tidak masuk sekolah saat penelitian dilaksanakan atau tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini sudah mendapat ijin dari komite etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan nomor protokol 257.02.1.2016. Data karakteristik yang dicatat berupa usia, jenis kelamin, jam belajar di rumah dalam sehari, jenis dan jam kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh subjek dalam seminggu. Definisi operasional variabel penelitian ini meliputi: jam belajar di rumah dalam sehari adalah lamanya jam belajar yang dilakukan oleh subjek secara mandiri di rumah dalam sehari yang dibedakan menjadi ≤2 jam dan >2 jam.9 Jenis kegiatan ekstrakurikuler adalah jumlah kegiatan di luar jam pelajaran pokok yang dilaksanakan di luar sekolah untuk menunjang program pendidikan yang diikuti oleh subjek dalam seminggu. Kegiatan ekstrakurikuler dibagi menjadi 3 kategori,

4

yaitu bidang kognitif/pelajaran sekolah (seperti: les/kursus matematika, bahasa inggris dan lainnya), seni (seperti: menari, melukis, menabuh, alat musik dan lainnya), dan olahraga (seperti: sepak bola, renang, basket, karate, dan lainnya).10 Jam kegiatan ekstrakurikuler adalah lamanya subjek mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dalam seminggu, yang dibedakan menjadi tidak mengikuti, <6 jam, 6-12 jam dan ≥12 jam.11 Tingkat stres adalah status emosi subjek yang diukur dengan Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale (DASS) 42 dan dibagi menjadi 5 kategori yaitu normal, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.12 Instrumen penelitian ini menggunakan DASS 42 yang terdiri dari 42 jenis pernyataan dan mencakup 3 variabel yaitu fisik, emosi/psikologis, serta perilaku. DASS diperkenalkan pertama kali oleh S. H. Lovibond dan Peter F. Lovibond pada tahun 1995. Instrumen ini sudah tersedia dalam Bahasa Indonesia dan dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan serta stres. Instrumen ini terdiri dari 42 pernyataan dengan pilihan tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu, namun dalam penelitian ini peneliti hanya memilih pernyataan yang mengukur tentang stres yakni 14 pernyataan yang meliputi pernyataan nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35 dan 39. Jumlah skor dari pernyataan tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (sangat berat).12 DASS 42 menunjukkan validitas diskriminan dengan konsistensi internal yang tinggi dan nilai reliabilitas 0,91 yang diuji berdasarkan Cronbac’s alpha.13 Instrumen ini rutin digunakan untuk mengukur tingkat stres oleh Bagian Psikiatri RSUP Sanglah Denpasar. Semua data dikumpulkan kemudian diproses dengan menggunakan SPSS ( Statistical Product and Service Solutions) 17 dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. Hasil Penelitian Jumlah subjek yang memenuhi kriteria inklusi adalah 178 subjek, terdapat 8 subjek yang dieksklusi karena tidak masuk sekolah saat penelitian dilaksanakan. Dari 170 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan rerata usia subjek adalah 10,01 tahun dengan standar deviasi 0,3 dan rentang usia 9-11

5

tahun. Pada penelitian ini rasio lelaki dan perempuan sama yaitu 1:1. Sebagian besar subjek belajar ≤2 jam di rumah dalam sehari. SD Swasta C melaksanakan sistem pendidikan 6 hari dalam seminggu. Proses pendidikan berlangsung ratarata 7 jam dalam sehari dan 36 jam dalam seminggu. Berdasarkan jenis kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, 27,6% subjek mengikuti 2 jenis kegiatan ekstrakurikuler dan 25,9% subjek mengikuti 3 jenis kegiatan ekstrakurikuler, hanya 5 subjek yang mengikuti lebih dari 7 jenis kegiatan ekstrakurikuler antara lain: les bahasa inggris, matematika, les privat dengan guru di rumah, les di bimbingan belajar, kursus piano, menyanyi, menari, melukis, berenang, dan karate. Jenis ekstrakurikuler di bidang pelajaran sekolah yang paling banyak diikuti adalah les privat dengan guru di rumah, sedangkan seni adalah menyanyi, dan di bidang olahraga adalah berenang. Berdasarkan lamanya kegiatan ekstrakurikuler

pelajaran

sekolah,

53,5%

subjek

mengikuti

kegiatan

ekstrakurikuler selama 6-12 jam dalam seminggu. Berdasarkan lamanya kegiatan ekstrakurikuler

seni,

sebagian

besar

subjek

tidak

mengikuti

kegiatan

ekstrakurikuler seni. Berdasarkan lamanya kegiatan ekstrakurikuler olahraga, sebagian besar subjek mengikuti kegiatan ekstrakurikuler selama <6 jam dalam seminggu. Karakteristik subjek penelitian tertera pada Tabel 1.

6

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian n (170)

Persentase (%)

Jenis kelamin Lelaki Perempuan

Karakteristik

85 85

50,0 50,0

Umur (tahun) 9 10 11

8 152 10

4,7 89,4 5,9

Lamanya belajar di rumah dalam sehari (jam) ≤2 >2

117 53

68,8 31,2

Jenis kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti (jumlah kegiatan/minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

28 47 44 26 12 8 3 1 1

16,5 27,6 25,9 15,3 7,1 4,7 1,8 0,6 0,6

Lamanya kegiatan ekstrakurikuler pelajaran sekolah (jam/minggu) Tidak mengikuti <6 6-12 ≥12

3 22 91 54

1,8 12,9 53,5 31,8

Lamanya kegiatan ekstrakurikuler seni (jam/minggu) Tidak mengikuti <6 6-12

93 71 6

54,7 41,8 3,5

Lamanya kegiatan ekstrakurikuler olahraga(jam/minggu) Tidak mengikuti <6 6-12 ≥ 12

69 93 6 2

40,6 54,7 3,5 1,2

Berdasarkan kuesioner DASS 42 didapatkan tingkat stres pada subjek bervariasi, namun sebagian besar masih dalam batas normal. Enam subjek dengan tingkat stres berat dan satu dengan sangat berat. Dari tujuh subjek tersebut, rerata subjek mengikuti empat jenis kegiatan ekstrakurikuler dan semuanya di bidang pelajaran sekolah, hanya dua subjek yang juga mengikuti satu jenis kegiatan

7

ekstrakurikuler di bidang seni dan olahraga. Karakteristik tingkat stres tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik tingkat stres Tingkat stres Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat

n (170) 107 27 29 6 1

Persentase (%) 62,9 15,9 17,1 3,5 0,6

Berdasarkan analisis bivariat pada tabel 3, didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna signifikan secara statistik antara jam belajar di rumah dalam sehari dan stres pada anak dengan p=0,641. Tabel 3. Analisis bivariat antara jam belajar di rumah dalam sehari dan stres Jam belajar di rumah dalam sehari ≤2 jam >2 jam Total

Normal (%) 75 (70,1) 32 (29,9) 107 (100)

Stres (%) 42 (66,7) 21 (33,3) 63 (100)

Berdasarkan analisis korelasi dengan uji korelasi Pearson pada tabel 4, didapatkan jenis kegiatan ekstrakurikuler memiliki korelasi dengan tingkat stres. Semakin banyak subjek mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka semakin tinggi skor stres (r=0,309). Selain itu jam kegiatan ekstrakurikuler pelajaran sekolah dan seni dalam seminggu juga memiliki korelasi dengan tingkat stres. Semakin lama mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di bidang pelajaran sekolah dalam seminggu maka semakin tinggi skor stres (r=0,403) dan semakin lama mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni dalam seminggu maka semakin tinggi skor stres (r=0,166). Hal ini tidak sesuai dengan jam kegiatan ekstrakurikuler di bidang olahraga yang tidak memiliki korelasi bermakna secara statistik dengan skor stres. Tabel 4. Hasil analisis korelasi Pearson Variabel Jenis kegiatan ekstrakurikuler Jam kegiatan ekstrakurikuler pelajaran sekolah per minggu Jam kegiatan ekstrakurikuler seni per minggu Jam kegiatan ekstrakurikuler olahraga per minggu Keterangan: *bermakna p<0,05, p=probabilitas

Koefisien korelasi (r) 0,309 0,403 0,166 0,033

p 0,001* 0,001* 0,031* 0,671

8

Pembahasan Sindrom hurried child tidak hanya menyebabkan anak memiliki banyak kegiatan, tetapi juga dapat memperburuk perkembangan anak. Salah satu akibat dari harapan dan perfeksionisme berlebihan orangtua terhadap masa depan anak adalah munculnya stres pada anak.1 Stres adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya. Stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, dan ketegangan emosi. Stres terjadi apabila anak merasa tidak mampu untuk menahan tekanan-tekanan yang berasal dari luar dirinya (external pressure), misalnya tekanan dari teman-teman, keluarga, dan sekolah atau dari dalam dirinya sendiri (internal pressure).14 Stres akademik adalah stres yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar atau lebih dikenal dengan tekanan akademik. Tekanan akademik berupa tekanan yang berasal dari lama belajar, kegiatan ekstrakurikuler, banyak tugas, mendapat nilai ujian, kecemasan ujian, dan manajemen waktu.14 Suatu studi terhadap siswa menengah kejuruan usia 16-17 tahun di Bandung pada tahun 2007, didapatkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres akademik, yaitu faktor lingkungan sekolah dan elemen sekolah. Aspek lingkungan sekolah meliputi kondisi sekolah dan lokasi sekolah, seperti jarak yang jauh antara sekolah dengan rumah. Elemen sekolah meliputi cara mengajar, kompetensi antar siswa di dalam kelas, kurikulum sekolah, ujian, dan kegiatan ekstrakurikuler.15 Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar jam pelajaran pokok. Kegiatan ini terdapat pada setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya. Kegiatan ekstrakurikuler meliputi kegiatan di bidang seni, olah raga, dan kursus pelajaran yang bertujuan positif untuk kemajuan siswa. Prinsip kegiatan ekstrakurikuler, antara lain: a. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat siswa

9

b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela oleh siswa. c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut keikutsertaan siswa secara penuh. d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang disukai dan mengembirakan siswa. e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil. f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.16 Kegiatan ekstrakurikuler saat ini lebih memberatkan anak, orangtua memiliki tuntutan terhadap anak untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu yang kurang realistis dibandingkan dengan kemampuan atau usia anak serta mengabaikan bagaimana perasaan anak dalam menjalani serangkaian kegiatan tersebut. Orangtua beralasan takut anaknya dikatakan bodoh dan tertinggal. Bagi orangtua, kecakapan yang ditunjukkan anak adalah pengurangan rasa bersalah dan cemas orangtua terhadap diri mereka sendiri. Orangtua merasa bahwa mereka baru disebut sebagai orangtua yang baik, jika anak mereka mampu mencapai prestasi-prestasi tertentu. Fenomena inilah yang menyebabkan munculnya stres akademik pada anak.1 Penelitian yang dilakukan di SD Swasta C mendapatkan bahwa sebagian besar subjek tidak mengalami stres akademik. Pada penelitian ini didapatkan enam subjek dengan tingkat stres berat dan satu dengan sangat berat. Dari tujuh subjek tersebut, rerata subjek mengikuti empat jenis kegiatan ekstrakurikuler dan semuanya di bidang pelajaran sekolah, hanya dua subjek yang juga mengikuti satu jenis kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni dan olahraga. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat stres dengan jenis kegiatan ekstrakurikuler di bidang pelajaran sekolah. Lamanya jam belajar di rumah dalam sehari dibedakan menjadi ≤2 jam dan >2 jam. Suatu studi terhadap siswa di Sukabumi didapatkan rata-rata lamanya jam belajar di rumah adalah 2 jam/hari.9 Tidak terdapat hubungan yang bermakna signifikan secara statistik antara jam belajar di rumah dalam sehari dengan tingkat

10

stres pada anak. Sebagian besar orangtua berpendapat bahwa dengan menyertakan anak pada kegiatan ekstrakurikuler termasuk pelajaran, maka tugas orangtua mengajarkan anak di rumah secara pribadi menjadi berkurang. Anak tidak dituntut untuk belajar di rumah baik secara mandiri maupun didampingi oleh orangtua. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan studi di Amerika Serikat pada tahun 2011 terhadap 882 anak usia 9-13 tahun, didapatkan faktor risiko stres yang berhubungan dengan aktivitas di rumah adalah jumlah jam yang dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah secara mandiri. Siswa yang menghabiskan minimal 2 jam untuk menyelesaikan pekerjaan rumah per malam, memiliki risiko stres dua kali dibandingkan dengan siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah.17 Pada penelitian ini didapatkan semakin banyak subjek mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka semakin tinggi skor stres (r=0,309). Penelitian ini sesuai dengan studi terhadap 60 anak sekolah dasar di Bogor pada tahun 2009, yang menemukan bahwa jumlah aktivitas di luar sekolah dalam satu minggu (p=0,03) dan alokasi waktu aktivitas di luar sekolah (p=0,03) memiliki pengaruh terhadap tingkat stres. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang dan pengukuran tingkat stres menggunakan kuesioner gejala stres.8 Suatu studi terhadap siswa menengah kejuruan usia 16-17 tahun di Bandung pada tahun 2007, didapatkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang padat sebagai faktor penyebab stres akademik. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner faktor stres yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan nilai 0,97.15 Suatu studi di Connecticut College pada tahun 2010 menemukan bahwa terdapat pengaruh positif dari satu sampai 12 jam kegiatan ekstrakurikuler dalam seminggu terhadap ujian anak-anak, tetapi untuk siswa yang mengikuti lebih dari 12 jam kegiatan ekstrakurikuler, nilai dan kondisi mereka didapatkan menurun.11 Berdasarkan lamanya kegiatan ekstrakurikuler dalam seminggu, lamanya kegiatan ekstrakurikuler pelajaran sekolah memiliki korelasi sedang dengan tingkat stres (r=0,403), kegiatan ekstrakurikuler seni memiliki korelasi sangat lemah dengan tingkat stres (r=0,166), dan kegiatan ekstrakurikuler olahraga tidak memiliki korelasi yang bermakna signifikan secara statistik dengan tingkat stres. Hasil

11

penelitian ini sesuai dengan studi terhadap 281 anak usia 9-10 tahun di Jerman pada

tahun

2002,

didapatkan

kegiatan

olahraga

merupakan

kegiatan

ekstrakurikuler yang paling digemari. Kegiatan ekstrakurikuler seni dan olahraga dikaitkan dengan pencapaian prestasi akademik yang tinggi.18 Studi terhadap remaja di Amerika Serikat pada tahun 2002, didapatkan mengikuti lebih dari 4 kegiatan ekstrakurikuler dan durasi waktu lebih dari 13 jam dapat menurunkan prestasi akademik.19 Hal ini menunjukkan anak lebih banyak melakukan kegiatan pelajaran dan fungsi otak kiri lebih dominan, sehingga diperlukan kegiatan seni dan olahraga yang disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak. Hal tersebut menyebabkan keseimbangan fungsi otak kiri dan kanan dapat dicapai. Otak kiri berperan dalam bidang matematika, tata bahasa, pemecahan masalah, memori, logika, analisis serta keteraturan. Otak kanan memiliki peran dalam bidang musik, seni, ruang, bentuk, warna, konsep, intuisi, perasaan serta kreativitas. Jika seseorang hanya mengaktifkan salah satu belahan otaknya dalam melakukan aktivitas,

akan

terjadi

ketidakseimbangan

fungsi

kerja

otak

sehingga

mempermudah mengalami gangguan mental.20 Metode pendidikan yang diberikan sebaiknya berpusat pada anak, yang dikenal dengan istilah student centered Learning (SCL). SCL adalah proses pembelajaran yang berpusat pada anak, yang diharapkan dapat mendorong anak untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan anak secara aktif, berarti guru maupun orangtua tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar.21 Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak adanya karakteristik orangtua, lingkungan sosial, dan ekonomi subjek sehingga tidak didapatkan variasi dalam anggota subjek. Simpulan dan Saran Jenis ekstrakurikuler dalam seminggu memiliki korelasi lemah dengan tingkat stres. Lamanya kegiatan ekstrakurikuler pelajaran sekolah memiliki korelasi sedang dengan tingkat stres, kegiatan ekstrakurikuler seni memiliki korelasi sangat lemah dengan tingkat stres dan kegiatan ekstrakurikuler olahraga tidak memiliki korelasi yang bermakna signifikan secara statistik dengan tingkat

12

stres. Kegiatan ekstrakurikuler anak sebaiknya beragam jenisnya dan tidak dilakukan lebih dari satu jam setiap harinya. Sebelum menganjurkan untuk melakukan kegiatan ekstrakurikuler, sebaiknya orangtua memberikan persepsi yang positif dalam diri anak terhadap kegiatan yang akan dilakukannya, yaitu dengan memaparkan manfaat kegiatan tersebut bagi anak (menyalurkan hobi, menambah teman, dan sebagainya). Orangtua tidak diperkenankan memaksa anak untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Daftar Pustaka 1. Elkind D. The hurried child growing up too fast too soon. 2001 [diakses tanggal 14 Oktober 2015]. Tersedia di: http://powell.rivendellschool.net. 2. Hurlock E. Perkembangan sosial. Dalam: Meitasari, Muslichah, penyunting. Perkembangan anak. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 2002. h. 250-82. 3. Alvin NG. Handling study stress. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2007. 4. Imam S. Sekolah, sumber stres anak. Jakarta: Nakita; 2007. h. 14. 5. National Association of School Psychologists. Stress in children and adolescents: tips for parent. 2012 [diakses tanggal 14 Oktober 2015]. Tersedia di: http://nasponline.org. 6. Haggerty RJ, Sherrod LR, Garmezy N, Rutter M. Stress, risk and resilience in children and adolescents; processes, mechanisms, and interventions. J Child Psychol Psychial. 1996;37:237-9. 7. Stipek D, Feiler R, Daniels D, Milbum S. Effects of different instructional approaches on young children's achievement and motivation. Child Dev. 1995;66:209-23. 8. Pranadji DK, Nurlaela. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres pada anak usia sekolah dasar yang sibuk dan tidak sibuk. Jur Ilm Kel dan Kons. 2009;2:57-63. 9. Arisandi R, Latifah M. Analisis persepsi anak terhadap gaya pengasuhan orangtua, kecerdasan emosional, aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas XI di SMA Negeri 3 Sukabumi. Jur Ilm Kel dan Kons. 2007;3:1-13. 10. Yudha MS. Pengembangan kegiatan kokegiatan ekstrakurikuler. Jakarta: Depdikbud; 1998. 11. Fredricks JA, Eccles JS. Breadth of extracurricular participation and adolescent adjustment among African-American and European-American youth. J Res Adolesc. 2010;20:307-33.

13

12. Lovibond SH, Lovibond PF. Manual for the depression anxiety stress scales. Sydney: Psychology Foundation; 1995. 13. Antony M, Bieling P, Cox B, Enns M, Swinson R. Psychometric properties of the 42-item and 21-item versions of the Depression Anxiety Stress Scales in clinical groups and a community sample. Psychol Assess. 1998;10:176-81. 14. Ben-Zur H, Zeidner M. Appraisals, coping and affective and behavioral reactions to academic stressors. Psychology. 2012;3:713-21. 15. Sudiana D. Kondisi stres siswa sekolah menengah kejuruan dan faktor-faktor penyebabnya. 2007 [diakses tanggal 20 Agustus 2016]. Tersedia di: http://repository.upi.edu/skripsiview. 16. Anam S. Kegiatan ekstrakurikuler, pengertian, tujuan, dan fungsinya. 2016 [diakses tanggal 20 Agustus 2016]. Tersedia di: http://a-namz.kegiatan ekstrakurikuler-pengertian-tujuan-dan.html. 17. Brown SL, Nobiling BD, Teufel J, Birch DA. Are kids too busy?: early adolescents' perceptions of discretionary activities, overscheduling, and stress. J Sch Health. 2011;81:574-80. 18. Metsapelto RL, Pulkkinen L. Socioemotional Behavior and School Achievement in Relation to Extracurricular Activity Participation in Middle Childhood. Scandinavian Journal of Educational Research. 2012;56:167-82. 19. Fredricks JA. Extracurricular participation and academic outcomes: testing the over-scheduling hypothesis. J Youth Adolesc. 2012;41:295-306. 20. Corballis MC. Left brain, right brain: facts and fantasies. PLoS Biol. 2014;12:1-6. 21. Amadahary. Model pembelajaran teacher center dan student center. 13 April 2014 [diakses tanggal 18 September 2016]. Tersedia di: http://amdayhary.model-pembelajaran-teacher-center-dan.html.

14

Lampiran Kuesioner Depression Anxiety Stress Scales (DASS) 42 Kuesioner ini terdiri dari berbagai pertanyaan yang mungkin sesuai dengan pengalaman anda dalam menghadapi situasi sehari-hari. Anda diminta untuk menjawab dengan memberi tanda SILANG (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pengalaman Anda selama SATU MINGGU belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri Anda yang SESUNGGUHNYA, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran Anda. Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu: 0 = Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah. 1 = Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang. 2 = Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering. 3 = Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali atau selalu. Nilai

No

Pertanyaan

0

1

2

3

1

Saya merasa diri saya menjadi marah karena hal-hal 0 sepele.

1

2

3

2

Saya merasa bibir saya sering kering.

0

1

2

3

3

Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan 0 positif (seperti bahagia, senang, dan gembira).

1

2

3

4

Saya mengalami kesulitan bernapas (misalnya seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernapas 0 padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya).

1

2

3

5

Saya sepertinya sudah tidak kuat lagi untuk 0 melakukan suatu kegiatan.

1

2

3

6

Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu 0 situasi.

1

2

3

7

Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa terlepas)

0

1

2

3

8

Saya merasa sulit untuk bersantai.

0

1

2

3

9

Saya merasa diri saya berada dalam situasi yang membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan 0 merasa sangat lega jika semua ini berakhir.

1

2

3

10

Saya merasa tidak ada yang bisa diharapkan di masa 0 depan.

1

2

3

11

Saya mudah merasa kesal.

0

1

2

3

12

Saya menghabiskan banyak energi karena cemas.

0

1

2

3

13

Saya merasa sedih dan tertekan.

0

1

2

3

14

Saya merasa tidak sabar saat mengalami penundaan (misalnya saat kemacetan lalu lintas, menunggu 0 sesuatu).

1

2

3

Saya merasa lemas seperti mau pingsan.

1

2

3

15

0

15

16

Saya merasa kehilangan minat akan segala hal.

0

1

2

3

17

Saya merasa tidak berharga sebagai seorang manusia.

0

1

2

3

18

Saya merasa mudah tersinggung.

0

1

2

3

19

Saya berkeringat berlebihan (misalnya tangan berkeringat padahal suhu ruangan tidak panas dan 0 tidak melakukan aktivitas sebelumnya).

1

2

3

20

Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.

0

1

2

3

21

Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.

0

1

2

3

22

Saya merasa sulit untuk beristirahat.

0

1

2

3

23

Saya merasa sulit menelan.

0

1

2

3

24

Saya merasa tidak bisa mendapatkan kesenangan dari 0 aktivitas apapun yang saya lakukan.

1

2

3

25

Saya menyadari aktivitas jantung saya walaupun saya tidak sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya 0 merasakan detak jantung meningkat).

1

2

3

26

Saya merasa putus asa dan sedih.

0

1

2

3

27

Saya merasa sangat mudah marah.

0

1

2

3

28

Saya merasa hampir panik.

0

1

2

3

29

Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu 0 membuat saya kesal.

1

2

3

30

Saya takut akan ’terhambat’ oleh tugas-tugas sepele 0 yang tidak biasa saya lakukan.

1

2

3

31

Saya tidak merasa antusias akan apapun.

0

1

2

3

32

Saya sulit untuk bersabar dalam menghadapi 0 gangguan terhadap hal yang sedang saya lakukan.

1

2

3

33

Saya sedang merasa gelisah.

0

1

2

3

34

Saya merasa bahwa saya tidak berharga.

0

1

2

3

35

Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang 0 sedang saya lakukan.

1

2

3

36

Saya merasa sangat ketakutan.

0

1

2

3

37

Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.

0

1

2

3

38

Saya merasa hidup tidak berarti.

0

1

2

3

39

Saya merasa mudah gelisah.

0

1

2

3

40

Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri 0 sendiri.

1

2

3

41

Saya merasa gemetar (misalnya pada tangan).

0

1

2

3

42

Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam 0 melakukan sesuatu.

1

2

3

16