MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN ANALISIS

Download JURNAL INFRASTRUKTUR. 1 - 17. Vol. 3 No. 02 Desember 2017. MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN. ANALISIS KINERJA DAN KERUSAKAN JALA...

2 downloads 550 Views 2MB Size
Vol. 3 No. 02 Desember 2017

MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN ANALISIS KINERJA DAN KERUSAKAN JALAN DI RUAS JALAN NON TOL SELAMA PERBAIKAN JEMBATAN CISOMANG Ahmad Afifi1, Kharisma Putri Aurum2, Usman3, Siti Sekar Gondoarum4 Analis Jalan Jembatan1,2, Pelaksana Teknik3, Teknik Jalan dan Jembatan Muda4 1 Balai Pelaksanaan Jalan Nasional III Padang, 2Balai Jembatan Khusus dan Terowongan, 3 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XIII Makassar, 4 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email: [email protected], [email protected], [email protected] 3, [email protected] Abstract Cisomang Bridge is a part of Purbaleunyi Toll Road (KM100+700) constructed in 2002-2004 period. This brigde become one of freight and passengger connecting transportation on east-west Java. However, in 22th of December 2016, KKJTJ, BPJT, and PT Jasa Marga stated that Cisomang Bridge sufferred from 57 cm displacement in its second pillar which surpassed the allowable displacement limit 15 cm. Consequently, the traffic on Purbaleunyi Toll Road in both directions was diverted during the bridge rehabilitation. The redirected traffic of heavy vehicles during the rehabilitation apparently contributed significantly towards the road degradation. The great vehicle loads on the non-toll road also reduced the road performance such as a long congestion in some locations. In addition, it also influenced the road and bridge pavement condition. Therefore, to decrease the risk due to the diverted traffic, management and traffic engineering are needed by conducting analysis road performance and road degradation while Cisomang Bridge is being repaired. Keywords: cisomang Bridge, management, performance, degradation, road Abstrak Jembatan Cisomang merupakan bagian dari ruas tol Purbaleunyi Jawa Barat (KM 100+700) yang dibangun pada tahun 2002-2004. Jembatan ini menjadi salah satu penghubung transportasi barang dan penumpang arah barat-timur Pulau Jawa. Namun, pada tanggal 22 Desember 2016, KKJTJ, BPJT, dan PT Jasa Marga menyatakan bahwa Jembatan Cisomang mengalami pergeseran pada pilar kedua 57 cm yang melampaui batas izin 15 cm. Akibatnya, lalu lintas di jalan tol Purbaleunyi di kedua arah dialihkan menuju ruas jalan nontol selama dilakukan perbaikan jembatan. Pengalihan lalu lintas kendaran berat ke jalan nontol selama perbaikan jembatan Cisomang ternyata berdampak signifikan terhadap penurunan kondisi jalan. Besarnya volume lalu lintas di ruas jalan nontol mengakibatkan penurunan kinerja jalan seperti timbulnya kemacetan panjang di beberapa lokasi. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan penurunan kondisi struktur perkerasan jalan dan jembatan. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko akibat dampak dari pengalihan lalu lintas tersebut, perlu adanya manajemen dan rekayasa lalu lintas di ruas jalan nontol, salah satunya dengan melakukan analisis kinerja dan kerusakan jalan selama perbaikan Jembatan Cisomang. Kata Kunci: jembatan cisomang, manajemen, kinerja, kerusakan, jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR

1 - 17

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

1. PENDAHULUAN Jembatan Cisomang merupakan bagian dari ruas Tol Purbaleunyi Jawa Barat (KM 100+700) yang berlokasi di Desa Cisomang, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Jembatan ini dibangun sejak tahun 2002 dan diresmikan penggunaanya oleh Pemerintah pada 3 Agustus 2004 (wikipedia). Jembatan ini menjadi salah satu penghubung transportasi barang dan penumpang arah barattimur Pulau Jawa. Pada hari Kamis, 22 Desember 2016, hasil diskusi Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) bersama-sama dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan PT Jasa Marga menyatakan bahwa Jembatan Cisomang (Gambar 1) mengalami pergeseran pada pilar kedua sebesar 57 cm. Pergeseran ini sudah melebihi batas izin yang dipersyaratkan yaitu 15 cm. Berdasarkan kondisi tersebut, Menteri PUPR mengeluarkan perintah untuk membatasi beban lalu lintas yang diizinkan melalui Jembatan Cisomang.

Pengalihan lalu lintas kendaran berat ke jalan nontol selama perbaikan jembatan Cisomang ternyata berdampak signifikan terhadap penurunan kondisi jalan. Besarnya volume lalu lintas di ruas jalan nontol mengakibatkan penurunan kinerja jalan seperti timbulnya kemacetan panjang di beberapa lokasi (Gambar 2). Selain itu, hal ini juga mengakibatkan penurunan kondisi struktur perkerasan jalan dan jembatan (Gambar 3). Untuk mengurangi risiko akibat dampak dari pengalihan lalu lintas tersebut, perlu adanya manajemen dan rekayasa lalu lintas, salah satunya dengan melakukan analisis kinerja dan kerusakan jalan.

Gambar 2. Kondisi Ruas Jalan Nontol SadangPadalarang

Gambar 1. Jembatan Cisomang Adapun mekanisme pengalihan lalu lintas selama perbaikan Jembatan Cisomang berlangsung untuk kendaraan nontol Golongan I yaitu sbb: A. Kendaraan menuju Bandung 1. Ruas Cipularang KM.84 s.d KM.121 (Padalarang) hanya dapat dilalui oleh kendaraan Golongan I; 2. Kendaraan selain Golongan I dialihkan menuju jalan nontol dan melakukan transaski di Gerbang Tol Sadang (KM.76) dan Gerbang Tol Jatiluhur (KM.84), dan selanjutnya dapat masuk kembali ke Jalan Tol Padaleunyi melalui Gerbang Tol Padalarang Timur (KM.121) B. Kendaraan menuju Jakarta 1. Ruas Cipularang KM.116 s.d KM.100 hanya dapat dilalui oleh kendaraan Golongan I; 2. Kendaraan selain Golongan I dialihkan menuju jalan nontol dan melakukan transaksi di Gerbang Tol Padalarang Timur (KM.121) dan Gerbang Tol Cikamuning (KM.116), dan selanjutnya dapat masuk kembali ke Jalan Tol Cipularang melalui Gerbang Tol Sadang (KM.76) dan Gerbang Tol Jatiluhur (KM.84) 1 - 18

JURNAL INFRASTRUKTUR

Gambar 3. Kerusakan jalan pada ruas Jalan Ciganea 2. TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu rentetan langkah yang terpadu yang mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu sistem yang bersifat sosio, ekonomis, dan teknis (Kardaman, 1996). Menurut Malkamah S (1995), manajemen lalu lintas adalah proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu, tanpa perlu penambahan, pembuatan infrasrtuktur baru. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manejemen Kebutuhan Lalu Lintas menjelaskan bahwa identifikasi masalah lalu lintas bertujuan untuk mengetahui keadaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Identifikasi masalah lalu lintas di bidang jalan meliputi:

(1) Nilai Co dapat ditentukan melalui Tabel 2. NIlai masing-masing faktor koreksi lain di atas serta nilai ekivalensi mobil penumpang (emp) dapat ditentukan melalui tabel dalam MKJI 1997. Tabel 2. Penentuan kapasitas dasar Co (MKJI, 1997)

A. Geometrik jalan dan persimpangan; B. Struktur dan kondisi jalan; C. Perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan dan bangunan pelengkap jalan; D. Lokasi potensi kecelakaan dan kemacetan lalu lintas; dan E. Penggunaan bagian jalan selain peruntukannya. Dengan menggunakan hubungan antara kecepatan dengan volume lalu lintas, maka dapat diketahui peningkatan arus dan hasil kecepatan kendaraan pada ruas jalan tertentu sampai terjadinya kemacetan pada jalur tersebut. Hubungan kecepatan dengan volume lalu lintas tersebut dapat dipakai sebagai dasar dalam penerapan Manajemen Lalu Lintas (Tamin, 1992)

Persamaan dasar untuk penentuan kejenuhan adalah sesuai Persamaan 2.

derajat

(2)

Setelah derajat kejenuhan DS diperoleh, maka nilai derajat iringan CI juga dapat ditentukan dari persamaan empiris dari korelasi kedua nilai tersebut sesuai pada Gambar 4.

Analisis kapasitas jalan eksisting mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 khususnya untuk Jalan Luar Kota. Tipe jalan luar kota antara lain: A. Jalan dua-lajur-dua-arah tak terbagi (2/2UD) B. Jalan empat-lajur-dua-arah : tak terbagi (tanpa median 4/2UD) dan terbagi (dengan median 4/2D) C. Jalan enam-lajur-dua-arah terbagi (6/2D) Hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu lintas dengan bobot untuk pejalan kaki, penghentian kendaraan umum, kendaraan masuk/keluar lahan di samping jalan, dan kendaraan lambat berturutturut yaitu 0.6, 0.8, 1.0, dan 0.4. Penentuan kelas hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penentuan Kelas Hambatan Samping

Persamaan dasar untuk penentuan kapasitas C adalah sesuai Persamaan 1.

Gambar 4. Hubungan DS dan DI (MKJI, 1997) Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-Rata) merupakan arus lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam satu tahun (365 hari), sehingga LHRT dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp)/hari. VJP (Volume Jam Perencanaan) merupakan besaran yang dipergunakan dalam perancangan bagian-bagian dalam jaringan jalan. Satuan yang biasa digunakan adalah smp/jam. Sepanjang tahun akan terdapat 1 (satu) jam dimana volume lalu lintas tertinggi ini yang dijadikan sebagai volume jam perencanaan. Hubungan antara volume jam perencanaan dan LHRT dinyatakan sebagai faktor k-LHRT. Secara umum, VJP adalah 9% LHRT untuk jalan kota dan 11% untuk jalan antar kota. Terkait dengan konsep perhitungan kerusakan jalan, BSN mengeluarkan faktor ekivalen beban sumbu yang juga dicantumkan dalam SNI Pd T-05-2005-B tentang Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan. Faktor ekivalen terhadap beban sumbu standar ini dibedakan untuk tipe sumbu STRT, STRG, STdRG JURNAL INFRASTRUKTUR

1 - 19

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

dan STrRG. Satuan yang digunakan untuk ukuran faktor perusakan jalan oleh kendaraan adalah ESA (Equivalent Standard Axle-load). Nilai ESA untuk satu kendaraan adalah hasil penjumlahan dari nilai ESA untuk masing-masing as yang dimilikinya, dengan distribusi beban gandar untuk suatu kendaraan tertentu. Untuk dapat digunakan dalam perhitungan umur sisa, data lalu lintas berupa jumlah kendaraan ini perlu dikonversi ke bentuk Equivalent Standard Axle Load (ESAL) dengan suatu faktor ekivalen tertentu. Pada studi ini, digunakan Vehicle Damage Factor (VDF), yaitu faktor yang menunjukkan potensi daya rusak kendaraan terhadap struktur perkerasan. VDF adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Nilai C merupakan faktor disribusi arah pada ruas jalan (lihat SNI Pd T-05-2005-B). Vehicle Damage Factor (VDF) diperhitungkan dari beban kendaraan yang dibagi ke dalam sumbu-sumbu kendaraan. Jumlah beban yang ditopang oleh sumbu kendaraan ini diperhitungkan menggunakan Angka Ekivalen (AE). Angka ini merupakan ekivalen dari suatu beban kendaraan yang ditopang oleh sumbu kendaraan dan disesuaikan dengan golongan beban sumbunya. Untuk menghitung umur sisa dari umur rencana desain perkerasan eksisting (dengan asumsi do nothing) dapat dihitung dengan memperhitungkan pertumbuhan lalu lintas i selama n tahun rencana.

Gambar 5. Lokasi Survei (Google Maps, 2017)

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah survei dan observasi kondisi lalu lintas & kinerja kapasitas jalan. Lokasi penelitian ini berada pada 5 lokasi berbeda di sekitar Gerbang Tol Sadang dan Gerbang Tol Jatiluhur (Gambar 5) yakni 3 lokasi pada ruas jalan tol dan 2 lokasi pada ruas jalan nontol yang terkena dampak pengalihan lalu lintas selama perbaikan Jembatan Cisomang. Survei dan observasi dilakukan pada Senin 13 Februari 2017 pukul 10.00 s.d 13.30 dengan Traffic Counting (TC) masing-masing selama 15 menit. Kondisi cuaca pada saat pengambilan data di ruas jalan tol cerah, sedangkan pada ruas jalan non-tol mendung dan hujan ringan. Selain itu, juga dilakukan kajian literatur terkait manajemen dan rekayasa lalu lintas. Alat yang digunakan dalam observasi berupa stopwatch, meteran, dan kamera ponsel.

Hasil survei dan observasi yang dilakukan berupa dokumentasi kondisi lalu lintas dan data volume lalu lintas yang melewati ruas jalan yang menjadi objek penelitian. Pada saat survei, dilakukan pencacahan lalu lintas untuk 6 jenis kendaraan yaitu kendaraan ringan atau Light Vehicle (LV), kendaraan berat atau Heavy Vehicle (HV), Bus, Truk, sepeda motor atau motorcycle (MC), dan kendaraan tidak bermotor atau unmotorized (UM). Data volume lalu lintas yang diperoleh dari 5 lokasi survei dapat dilihat pada Tabel 3. Lokasi 1 yaitu exit Gerbang Tol Sadang, lokasi 2 dan 3 masing-masing di KM 75+800 dan KM 83+800 Ruas Jalan Tol Purbaleunyi, lokasi 4 di ruas jalan nontol Sadang-Padalarang, dan lokasi 5 di Jalan Arteri Sadang – Padalarang. Berdasarkan data volume lalu lintas, dapat diketahui distribusi kendaraan yang melalui masing-masing ruas tol dan nontol sesuai Gambar 6.

1 - 20

JURNAL INFRASTRUKTUR

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Tabel 3. Volume Lalu Lintas

Nilai kapasitas jalan (tak terbagi) dihitung pada kedua arah menggunakan Persamaan 1 dengan perhitungan seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan kapasitas C

Gambar 6. Distribusi Kendaraan Pada Gambar 6 di atas, dapat dilihat bahwa Kendaraan Ringan paling banyak menggunakan jalan tol dibandingkan menggunakan jalan non-tol sedangkan untuk kendaraan truk dan bus paling banyak menggunakan jalan non-tol dibandingkan menggunakan jalan tol dikarenakan adanya pengalihan arus di sekitar Jembatan Cisomang.dan prasarana di lokasi tersebut masih tergolong rendah. Setelah dilakukan survei dan observasi, dilakukan analisis kinerja jalan. Analisis kinerja jalan dimulai dari penentuan Lintas Harian Rata-rata (LHR). Data arus lalu lintas yang didapat dari kegiatan survei adalah data sampling 15 menitan sehingga perlu dianalisis dan diolah terlebih dahulu agar dapat mendekati kondisi lapangan yang sebenarnya. Untuk itu, dilakukan konversi data lapangan 15 menitan menjadi data 1 jam dan perhitungan LHR dengan menggunakan faktor-k 11%.

Selanjutnya, dapat dihitung nilai derajat kejenuhan menggunakan persamaan 2 dan derajat iringan menggunakan persamaan empiris pada Gambar 4 sehingga diperoleh hasil seperti yang tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan DS dan DI

Volume lalu lintas yang telah didapat dari perhitungan sebelumnya merupakan jumlah kendaraan yang terdiri dari berbagai jenis. Untuk menyetarakan berbagai jenis kendaraan dalam satu nilai, dilakukan konversi nilai LHR berupa jumlah kendaraan perjam menjadi satuan mobil penumpang perjam dengan mengalikan nilai LHR dengan nilai emp (ekivalensi mobil penumpang). Ekivalensi Mobil Penumpang untuk jalan 2/2UD. Nilai emp yang digunakan dan perhitungan arus (smp/jam). JURNAL INFRASTRUKTUR

1 - 21

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Gambar 7. Perbandingan preferensi exit gate Dari data yang didapat pada kedua lokasi, terlihat desain perkerasan, dilakukan konversi nilai ESAL persentase kendaraan jenis bus yang keluar melalui desain. Karena keterbatasan data historis layering ruas tol Jatiluhur sebesar 5%, sedangkan pada struktur perkerasan, dengan mengasumsikan ruas tol Sadang sebesar 2%. Begitu pula dengan struktur perkerasan sebagai lapisan AC dengan persentase kendaraan jenis truk yang lebih tinggi lapis pondasi agregat kelas A, dan nilai repetisi ESAL pada tol arah Jatiluhur 58%, sedangkan pada desain 20 tahun (ESAL20) diasumsikan sebesar ruas tol Sadang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan 10.000.000 ESAL (Manual Desain Perkerasan Bina kecenderungan pengguna bus dan truk untuk keluar Marga, 2013). Untuk membandingkan nilai ESAL di gerbang tol Jatiluhur lebih tinggi daripada gerbang desain dengan nilai ESAL pada kondisi saat ini, nilai tol Sadang. Perbandingan persentase preferensi exit repetisi ESAL selama 20 tahun diproyeksikan terlebih gate dapat dilihat pada Gambar 7 di atas. dahulu dengan asumsi nilai tingkat pertumbuhan sebesar 10% pertahun. Hasil perbandingan ESAL Selanjutnya, kerusakan jalan dianalisis menggunakan aktual terhadap ESAL desain dapat dilihat pada informasi nilai ESAL dari lalu lintas kendaraan yang Tabel 7. Dari rasio nilai ESAL pada lokasi 4 dengan melalui ruas nontol. Seperti diketahui, tingginya nilai ESAL desain, diperoleh rasio ESAL lokasi 4 beban lalu lintas dari kendaraan akan berpengaruh sebesar 2,74 kali lebih tinggi daripada nilai ESAL erat terhadap penurunan kapasitas struktural desain asumsi pada tahun pembukaan. Hal ini perkerasan jalan. Pada studi ini, beban lalu lintas menunjukkan beban yang sangat tinggi melebihi terhadap struktur perkerasan jalan dihitung sebagai kapasitas struktur perkerasan pada lokasi 4. Equivalent Standard Axle Load (ESAL) yang dihitung dari nilai LHR jalan pada bagian sebelumnya. Untuk kepentingan studi ini, digunakan nilai VDF Cipularang 2002. Dengan menggunakan nilai VDF referensi tersebut nilai ESAL dihitung dengan hasil perhitungan seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan ESAL

Untuk membandingkan beban kendaraan (ESAL) yang terjadi pada kondisi saat ini dengan kapasitas

1 - 22

JURNAL INFRASTRUKTUR

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Tabel 7. Perbandingan ESAL aktual dan ESAL Desain

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil survei lalu lintas dan analisis faktor kerusakan jalan akibat pengalihan lalu lintas selama perbaikan Jembatan Cisomang, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: A. Kondisi lalu lintas di jalan non tol menjadi lebih padat dengan didominasi oleh kendaraan berat seperti truk dan trailer (kendaraan non Golongan I) yang dialihkan keluar dari jalan tol yang menuju Jembatan Cisomang. Selain itu, kondisi jalan non tol yang dilalui berpotensi besar mengalami kerusakan karena beban lalu lintas yang bertambah dan beban statis akibat kemacetan panjang; B. Volume-Capacity Ratio atau Derajat Kejenuhan pada ruas jalan non tol yang ditinjau (lokasi 4 dan 5) masing –masing adalah 0,87 dan 0,51. Hal ini mengindikasikan bahwa beban lalu lintas menjadi lebih berat pada lokasi 4 karena oversaturated (V/C > 0.75) selama pengalihan lalu lintas terjadi; C. Nilai beban lalu lintas yang melintasi struktur perkerasan jalan pada lokasi 4 dan 5 masingmasing adalah 4.074.475 ESAL dan 318.966 ESAL. Setelah dilakukan analisis dan perhitungan, lokasi 4 mengalami kondisi overload yang menyebabkan umur perkerasan bersisa 9,4 tahun dari umur.

5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran/ rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain: A. Melakukan distribusi kendaraan dengan mempertimbangkan arus lalu lintas yang keluar melalui Gerbang Tol Sadang dan Gerbang Tol Jatiluhur agar tidak terjadi penumpukan kendaraan terutama kendaraan berat pada satu titik/lokasi jalan non tol. Selain itu, potensi kerusakan jalan akibat beban overload lalu lintas juga dapat diminimalisasi sehingga kondisi jalan dapat dipertahankan sesuai dengan umur layan; B. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dan komprehensif, disarankan untuk melakukan studi lebih lanjut dengan analisis jaringan jalan; C. Perlu dilakukan studi tentang blackspot untuk mengantisipasi risiko kecelakaan lalu lintas kendaraan terutama pada ruas jalan yang dilalui banyak kendaraan berat. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Anonim. (2005). Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Pd-T-05-2005. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

JURNAL INFRASTRUKTUR

1 - 23

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Anonim. (2013). Manual Desain Perkerasan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga. Kadarman. (1991). Pengantar ilmu manajemen buku panduan mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Malkhamah, S. (1995). Survey Lampu Lalu Lintas dan Pengantar Manajemen Lalu Lintas. Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS FT Universitas Gajah Mada. Tamin, O. Z. (1992). “Hubungan Volume,Kecepatan, dan kepadatan Laulintas di Ruas Jalan H.R. Rasuna Said (Jakarta). Jurnal Teknik Sipil ITB, 1-11.

1 - 24

JURNAL INFRASTRUKTUR