MANAJEMEN PERUBAHAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI PROVINSI SULAWESI SELATAN
CHANGE MANAGEMENT IN HAJJ GENERAL HOSPITAL PROVINCE OF SOUTH SULAWESI
1
Hasan Rahim1, Syahrir Pasinringi1, Sangkala2. Bagian Administrasi Rumah Sakit FKM Universitas Hasanuddin, 2 Bagian Ilmu Administrasi Fisip Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi : Hasan Rahim Puri Pattene Permai B9/12 Makassar, 90242 HP : 0852-5598-4166 E-Mail :
[email protected]
Abstrak RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah daerah yang telah melakukan perubahan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan salah satunya dengan mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Namun, jika dilihat dari beberapa indikator kinerja yang telah dicapai belum menunjukkan hasil yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa proses perubahan dalam mengimplementasikan program manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapai hasil yang optimal. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif: case study menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses implementasi ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Sampel dalam penelitian ini menggunakan informan kunci (key informan) sebanyak 19 informan. Hasil dari wawancara mendalam terhadap informan dianalisis menggunakan teknik qualitative content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap learn the basics perubahan yang dilakukan didorong dan diinisiasi oleh keinginan pimpinan (top down). Sosialisasi tujuan perubahan serta dampak dari perubahan masih kurang, tidak sampai pada level bawah. Peran change agent, dukungan dan keterlibatan dari supporting stakeholder serta upaya mengonsolidasikan perubahan masih kurang. Disimpulkan bahwa perubahan yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapai hasil yang optimal karena tidak menerapkan sembilan tahap manajemen perubahan secara menyeluruh. Kata Kunci: Manajemen Perubahan Abstract General Hajj Hospital South Sulawesi is the only hospital owned by a local government to make changes in order to improve the quality of one of them by implementing a quality management system ISO 9001:2008. However, when viewed from some performance indicators that have been achieved have not shown the maximum results. This study aims to find out why the change in implementing the ISO 9001:2008 quality management in General Hajj Hospital South Sulawesi not achieve optimal results. This study was conducted in General Hajj Hospital South Sulawesi. The method used in this research is a qualitative study: case study using in-depth interviews (depth interviews) against those involved in the implementation process of ISO 9001:2008 in General Hajj Hospital South Sulawesi. The sample in this study using key informants were 19 informants. Results from in-depth interviews were analyzed using techniques informant qualitative content analysis. The results showed that at this stage learn the basics of the changes made and initiated by the desire driven leaders (top down) who saw an urgent condition and need thorough repairs. Socialization goals change and the impact of the change is still lacking, not to the lower level. The role of change agent, supporting the support and involvement of stakeholders is still lacking. The reward in an effort to consolidate the perceived change is still lacking. Concluded that changes made in South Sulawesi Province Hospital Haji not achieve optimal results because they do not implement the nine stages of change management as a whole. Keywords: Change Management.
PENDAHULUAN Di awal abad 21 menunjukkan pergeseran paradigma (paradigm shift) dari model administrasi publik yang tradisional (old public administration) yang begitu dominan di abad 20 menuju manajerialism atau manajemen publik (new public management) yang menitikberatkan pada customer service. Pergeseran paradigma ini berdampak terhadap seluruh sektor pelayanan publik tidak terkecuali sektor perumahsakitan (Denhardt, dkk., 2007). Penyelenggaraan rumah sakit dengan pola BLU/BLUD sebagai salah satu aspek pelayanan publik sebagaimana telah diatur dalam UU 25/2009 menganut asas akuntabilitas publik mengandung makna bahwa setiap rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus memiliki kinerja dan standar mutu yang terukur. Sehingga setiap rumah sakit sudah selayaknya melakukan perubahan dan transformasi dari pola pengelolaan yang tradisional (old public management) ke arah pengelolaan dengan prinsip bisnis modern yang menitikberatkan
pada
aspek
peningkatan
mutu
pelayanan
sebagai
pertanggungjawaban publik (accountability). Perubahan yang dilakukan RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dengan penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 tentunya diharapkan akan meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan yang dijanjikan sehingga berdampak pada kepuasan pasien dan pada akhirnya akan meningkatkan loyalitas pelanggan (customer) yang tergambar dari peningkatan jumlah kunjungan. Namun hal ini belum menunjukkan hasil yang optimal jika dilihat dari data kunjungan rawat jalan menunjukkan tren yang fluktuatif. Ironisnya, kondisi ini terjadi bertepatan setahun setelah RSU Haji Makassar menerapkan program manajemen mutu ISO 9001:2008. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan tujuan dan dampak yang diharapakan dari penerapan sistem manajemen mutu itu sendiri sebagai salah satu upaya perubahan. Keberhasilan suatu perubahan sangat ditentukan oleh bagaimana tahapantahapan proses manajemen perubahan itu dilakukan (Newton, 2007). Masalah yang paling sering dan menonjol adalah penolakan atas perubahan itu sendiri (resistance to change). Untuk mengurangi dampak penolakan terhadap sebuah
perubahan dalam mengadopsi sistem baru maka perlu dilakukan pengelolaan perubahan
melalui
pendekatan
proses
manajemen
perubahan
(change
management). Rencana manajemen perubahan akan gagal jika tidak didukung oleh sponsor utama, biasanya sponsor tersebut adalah manajemen senior organisasi. Stakeholder organisasi harus menerima bahwa perubahan seperti itu dilihat sebagai hal yang wajar untuk organisasi dan para pelanggan akan merespon dengan positif terhadap perubahan tersebut. Ada sejumlah alasan terjadinya perubahan, melalui arus kecil akibat ketertinggalan dari yang lainnya atau kebutuhan perubahan yang muncul dalam skala lebih besar melalui evolusi atau revolusi (Burthonshaw, dkk., 2011). Berdasarkan hasil penelitian Pare, dkk., (2011) untuk mengetahui persepsi klinisi tentang kesiapan organisasi untuk perubahan dalam konteks implementasi sistem informasi klinik dijelaskan bahwa ketepatan perubahan, fleksibilitas organisasi, kejelasan visi, serta kehadiran change agent membantu menjelaskan 75% kesiapan organisasi untuk perubahan. Selanjutnya kesiapan organisasi ini merupakan kunci keterlibatan dukungan awal klinisi untuk inisiatif implementasi sistem informasi klinis. Demikian halnya dalam studi kualitatif yang dilakukan Baltzer, dkk., (2012), menyimpulkan bahwa area yang yang menjanjikan untuk penelitian di masa depan dan perbaikan manajemen perubahan harus melibatkan karyawan secara terstruktur dalam perencanaan perubahan organisasi, dan pengembangan metode untuk menghindari tingginya kondisi kerja yang tidak teratur. Agar perubahan dapat diterima dengan baik maka harus dikelola dengan baik melalui tahap-tahap manajemen perubahan. Tahap awal dalam melakukan perubahan adalah learn the basics dengan melakukan identifikasi krisis, kemungkinan krisis, atau peluang-peluang besar, memahami sumber-sumber perubahan, alasan-alasan perubahan, cakupan perubahan serta dampak dari perubahan (Newton, 2007). Proses mengelola komunikasi memegang peranan penting dalam mencapai kesuksesan implementasi program perubahan (Aladwani, 2001). Tujuan penelitian untuk menganalisis dan mengetahui gambaran tahap-
tahap manajemen perubahan dan faktor-faktor resistensi terhadap terhadap perubahan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah studi kasus (Case Study) dengan pendekatan sembilan
tahap
manajemen
perubahan
dari
Newton,
yaitu
berusaha
mengeksplorasi tahap-tahap manajemen perubahan dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Disebut studi kasus karena penelitian ini berusaha menjelaskan fenomena, faktafakta kasus peristiwa, dan kesimpulan dari kejadian peristiwa berdasarkan faktafakta (Yin, 1981); (Green, dkk, 2009); (Gray, dkk, 2012). Pendekatan Penelitian dan Desain Penelitia Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Green dan Thorogood (2009) penelitian kualitatif dibangun untuk memahami fenomena dari perspektif partisipan bukan dari peneliti. Desain penelitian adalah tahap-tahap manajemen perubahan dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dengan desain penelitian studi kasus. Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Juli sampai Agustus 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan sebagai tempat penelitian karena satu-satunya rumah sakit milik pemerintah daerah yang telah mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9002:2008 dan berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9002:2008, ISO 18001:2007 (OHSAS), ISO 14001:2004 sejak Juli 2012. Informan Teknik pengambilan sampel yang akan dijadikan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Informan dalam penelitian ini yaitu menggunakan informan kunci (key informan). Informan kunci (key informan) adalah teknik pengambilan partisipan sebagai sumber data dengan
pertimbangan bahwa orang tersebut yang dianggap paling mengetahui tentang apa yang kita harapkan dan mampu memberikan informasi yang diperlukan terkait dengan tujuan penelitian (Bassett, 2004). Informan kunci dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap layak dan terlibat langsung dalam kelompok kerja implementasi ISO 9002:2008 yaitu sebanyak 19 orang. Pengumpulan dan Analisa Data Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan dan data telaah dokumen. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur yang termasuk dalam kategori in-depth interview. Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan selama pengumpulan data berlangsung sampai saat dilakukan penarikan kesimpulan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan qualitative content analysis. Pada tahap awal mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, untuk pencarian tema dan pola data. Selanjutnya menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan penarikan kesimpulan. Untuk otentifikasi hasil penelitian dilakukan triangulasi data berupa pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
HASIL Penelitian ini melibatkan 19 orang informan yang terlibat langsung dalam proses implementasi ISO 9001:2008. Dari 19 orang responden terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (57,9%) dan sisanya perempuan sebanyak 8 orang (42,1%). Responden umumnya memiliki umur 35-44 tahun sebanyak 10 orang (52,6%), usia >44 tahun sebanyak 7 orang (36,8%), dan sisanya berumur 25-34 tahun sebanyak 2 orang (10,5%). Berdasarkan tingkat pendidikannya, umumnya sarjana (S1) ada sebanyak 11 orang (57,9%), magister (S2) ada 5 orang (26,3%), diploma tiga (D3) ada 2 orang (10,5%) dan satu orang (5,3%) berpendidikan setingkat doktoral (lihat tabel 1).
Penerapan Sistem Manajemen ISO 9001:2008 ISO 9001 didisain untuk memenuhi standardisasi sistem manajemen kualitas. Perusahaan yang ingin memperoleh pengakuan konsumen dan pihak ketiga bahwa perusahaan tersebut telah melaksanakan praktek-praktek manajemen kualitas yang baik, salah satu jalan yang harus ditempuh adalah memperoleh seertifikat ISO 9000 (Purnama, 2005). Dari
hasil wawancara dengan
informan
kunci tentang manfaat
implementasi ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar diperoleh informasi sebagai berikut: “....Artinya banyak faedahnya, artinya banyak pengembangannya, kalau kita lihat dari tahun-tahun sebelumnya, sebelum kita ISO RS khususnya di bagian poliklinik itu jumlah pasien yang rawat jalan itu...artinya sekarang setelah ISO dia bisa naik sampai 30%. Kepuasan pasien kan kita setiap bulan kita adakan temu pelanggan aa...disitu ada keluhankeluhan dari pasien, yah...alhamdulillah selama ini keluhan-keluhan itu yah artinya ketimbang sebelum ISO ada pengurangan....”(ALM, 46 tahun).
Berdasarkan jawaban dari responden terungkap bahwa implementasi ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar telah memberikan beberapa manfaat seperti peningkatan kinerja ditinjau dari aspek jumlah kunjungan pasien rawat jalan serta makin meningkatnya kepuasan pasien. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan
pelayanan
yang
tanggap
terhadap
kebutuhan
pelanggan,
meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Dampak implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 juga dapat dilihat dari indikator kinerja unit rawat inap seperti tingkat hunian/pemanfaatan tempat tidur yang sering disebut dengan BOR (bed occupancy rate), frekwensi pemakaian tempat tidur-BTO (bed turn over), lama hari rawat-LOS (length of stay), TOI (turn over interval), NDR (net death rate), GDR (gross death rate). Tingkat hunian atau pemanfaatan tempat tidur (BOR) di RSU Haji Makassar lima tahun terakhir yaitu 63,69% (2008), 75,12% (2009), 69,79% (2010), 71,22% (2011) dan 72,12% pada triwulan I tahun 2012. Hal ini menunjukkan trend yang positif meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2010.
Proses Manajemen Perubahan Tahap
mempelajari dasar-dasar
perubahan
yang
meliputi
alasan
dilakukannya perubahan digambarkan oleh informan sebagai suatu kondisi yang bermasalah atau suatu kondisi yang membuat perlunya dilakukan suatu perbaikan menyeluruh melalui perubahan sistem yakni implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Selain itu, dari hasil wawancara dengan informan kunci diperoleh informasi bahwa sumber perubahan yang terjadi di RSU Haji adalah karena adanya pergantian direktur baru, artinya perubahan yang terjadi masih merupakan inisiasi dari pimpinan. Salah satu faktor pendorong keberhasilan perubahan adalah bagaimana mengomunikasikan
perubahan
yang
ingin
dicapai.
Bentuk
pengelolaan
komunikasi yang dilakukan di RSU Haji Makassar dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 adalah komunikasi langsung (two way communication) melalui rapat rutin mingguan dan komunikasi tidak langsung dalam bentuk laporan ketidaksesuaian. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci tersebut di atas juga terungkap bahwa ada komunikasi internal dengan seluruh karyawan yang terlibat langsung dalam proses implementasi ISO melalui pertemuan mingguan setiap hari senin yang disebut dengan kopi morning untuk membahas permasalahan yang bersifat urgen. Selain itu, pihak manajemen RSU Haji Makassar aktif membangun komunikasi eksternal dengan pelanggan mereka melalui layanan pertemuan tanggapan konsumen dan tanggapan wakil manajemen mutu (WMM) seperti petikan hasil wawancara dengan informan kunci berikut: “....Setiap bulan kita ada yang namanya tanggapan konsumen terhadap layanan, seluruh iya, baik di VIP di semua lini. Itu dimasukkan lagi oh..apa yang kurang disampaikan lagi oleh WMM. Ohh ada keluhan disini kita datangi, jadi kita ada saling koreksi internal. Kalau kita disini sebagai tim semua pokja bekerja jadi pokja ini yang kurang...didalam tanggapan WMM nanti ada,..atau kita disurati, ada surat, ada pelayanan kita yang kurang kadang lewat aiphon....”(HDR, 55 tahun).
Hal penting dari upaya mengonsolidasikan perubahan adalah adanya penghargaan serta adanya dukungan dari pimpinan seperti hasil wawancara mendalam dengan informan kunci berikut:
“....kalau dulu-dulu itu kita tidak punya tunjangan apa namanya ya....jadi kita juga malas kan? Nah, ini walaupun sedikit tapi ada reward, beliau itu melihat apa yang menjadi kekurangan anggota. Kita masing-masing ada jasa dan diberikan berdasarkan kinerja....”(HDR, 55 tahun).
Dari pernyataan informan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa salah satu upaya
yang
dilakukan
oleh
manajemen
RSU
Haji
Makassar
dalam
mengonsolidasikan perubahan adalah pemberian reward berupa tunjangan dan uang jasa meskipun secara kuantitas nominal belum maksimal. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Perubahan Salah satu faktor yang mendukung proses perubahan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan karena tingginya komitmen pimpinan serta proses pengelolaan komunikasi yang intens melalui rapat-rapat rutin yang melibatkan seluruh staf. Proses konsolidasi perubahan dalam bentuk pemberian reward berupa finansial/insentif dirasakan masih kurang.
PEMBAHASAN Penelitian
ini
memperlihatkan
proses
perubahan
dengan
mengimplementasikan ISO 9001:2008 dimulai dengan melakukan kajian-kajian lingkungan internal dan eksternal dan didorong oleh adanya inisiasi dari pimpinan karena adanya suatu kondisi yang sangat memprihatinkan. Setelah melalui kajiankajian perlunya melakukan perubahan maka dilanjutkan dengan proses penentuan tujuan dan pembentukan tim yang akan terlibat langsung maupun mendorong proses perubahan dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Proses penetapan sasaran/tujuan yang ingin dicapai dari perubahan dalam hal ini implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 digali dari bawah, dari unit atau bagian masing-masing. Penetapan sasaran mutu sebagai tujuan perubahan digali dari fokus masalah yang sering terjadi di unit/bagian masing-masing. Menurut Newton (2007), dalam menentukan tujuan dilakukannya perubahan maka ada tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab. Pertama, apakah perubahan itu penting? Pertanyaan ini bermanfaat untuk mengetahui common sense untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan. Umumnya
orang memaksakan tercapainya dari pada cara melakukan dengan ketersediaan waktu dan sumber daya. Kedua, apa dampak yang akan diperoleh oleh pelanggan atau stakeholder lainnya dari perubahan yang dilakukan? Maksud pertanyaan ini untuk memberikan jaminan bahwa perubahan yang dilakukan akan menjadikan organisasi lebih baik secara keseluruhan, bukan hanya baik untuk pimpinan dan orang-orang tertentu. Jika perubahan itu telah berhasil ditanamkan maka, seyogyanya akan menjadikan operasional lebih murah, lebih efektif, mutu pelayanan yang lebih baik atau kelompok pelanggan yang lebih banyak dan lebih luas. Terakhir, apakah perubahan itu dapat tercapai? Pertanyaan ini bermanfaat untuk menjamin bahwa kita tidak sekedar ambisius semata dalam melakukan perubahan. Manajer perubahan bisa melakukan lebih banyak hal untuk organisasi dengan menyampaikan ambisi tetapi harus realistis dan dapat dicapai. Setiap proyek perubahan yang ditanamkan harus dapat dikelola dan dapat dicapai (Newton, 2007). Menurut Sulaksana (2004), semua karyawan di semua tingkatan mesti memahami masalah yang sedang
dihadapi perusahaan. Semua orang diberi
peluang untuk mencari dan mengembangkan solusi. Keterbukaan dalam negosiasi dan komunikasi dengan karyawan dimaksudkan agar masalah dipahami dengan baik (Sulaksana, 2004). Di sisi lain, keterlibatan karyawan dan dengan melatih keterampilan-keterampilan baru, cara kerja baru dapat dirumuskan. Para karyawan diikutkan dalam pemecahan masalah seperti masalah kualitas, absensi dan sebagainya. Karyawan banyak diberi peluang mencoba ide-ide baru untuk bereksperimen dan mencari solusi. Menurut Baltzer, dkk. (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa faktor kunci dalam perubahan organisasi kesehatan adalah keterlibatan karyawan secara aktif dan struktur yang baik sebagai keseimbangan ketidakpastian perubahan. Hal ini mengawali proses perubahan sikap yang lebih terbuka pada gagasan perubahan. Menurut Bouckenooghe (2010), kesiapan untuk perubahan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi keberadaan gap/kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan yang seharusnya. Secara nyata kebutuhan untuk perubahan terjadi dari proses kognitif dengan membandingkan situasi yang lama dan situasi yang baru
mirip dengan konsep unfreezing dari Lewin’s (1951) dalam Bouckenooghe (2010) yaitu proses dimana anggota organisasi telah memiliki kepercayaan dan sikap yang telah berubah dan persepsi bahwa perubahan merupakan kebutuhan yang akan membawa kesuskesan. Banyak perusahaan yang memperlakukan perubahan seperti sebuah peristiwa kebetulan atau hal rutin yang akan selesai dengan baik secara otomatis tanpa sebuah perencanaan yang bagus. Padahal menurut Robbins dan Judge (2009), perubahan seharusnya merupakan sebuah aktifitas terencana, disengaja dan berorientasi pada tujuan. Menurutnya, tujuan perubahan ada dua, yaitu: (1) untuk meningkatkan kemampuan perusahaan atau organisasi dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi didalam lingkungannya; (2) untuk merubah perilaku karyawan. Dari informan juga diperoleh informasi bahwa keterlibatan seseorang dalam tim/pokja didasarkan pada kemampuan dan tanggung jawab yang dimiliki dan berasal dari unit atau bagian masing-masing yang terlibat langsung dalam proses perubahan. Menurut Newton (2007), tim perubahan adalah orang-orang yang dibentuk dan bekerja di bawah kendali manajer perubahan untuk membuat perubahan itu terjadi. Orang-orang yang dipilih dalam tim perubahan ini adalah orang yang dapat meluangkan waktu untuk perubahan. Untuk sebuah program perubahan yang lebih besar maka tim perubahan dapat terdiri dari puluhan atau ratusan orang dan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tim inti (core team) dan tim pendukung (supporting team). Tim inti berisi orang-orang yang secara permanen diperuntukkan untuk mengerjakan program perubahan dan memiliki kemampuan untuk mengerjakan apa yang dipersyaratkan dalam periode waktu pengerjaan proyek perubahan (Newton, 2007). Langkah pertama dalam membentuk sebuah tim yang mampu mengarahkan usaha perubahan adalah dengan mencari orang-orang yang tepat (Kotter, 1997); (Kotter, dkk., 2002). Dari persepsi informan juga ditemukan bahwa dalam melakukan perubahan masih mempunyai kendala-kendala, masih ada orang yang tidak menginginkan perubahan, orang-orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap perubahan. Upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen terhadap
orang-orang yang resisten dengan pendekatan persuasif dan menanyakan masalah yang dihadapi untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Pada tahap pelaksanaan perubahan proses monitoring dan evaluasi berjalan lancar. Mekanisme rapat rutin lebih banyak dilakukan pada tahap implementasi perubahan untuk mengomunikasikan capaian-capaian dari sasaran, serta melakukan upaya perbaikan dari temuan-temuan audit internal. Perubahan yang sah akan mendapatkan pengakuan hanya jika perubahan itu datang dari serta melibatkan level grassroot (Klein, 2004). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengonsolidasikan perubahan adalah pemberian reward dengan benchmarking. Untuk mempertahankan perubahan yang telah berjalan dari kondisi stres dan kejenuhan maka pihak manajemen RSU Haji Makassar telah mempersiapkan program religi yang mereka sebut manajemen marhamah akronim dari “manajemen rumah sakit haji mewujudkan akhlakul karimah”. Program ini bertujuan untuk membungkus perubahan yang selama ini telah berjalan agar supaya dapat meningkatkan motivasi kerja dan mengurangi tingkat stres dalam pekerjaan. Selain pemberian reward dalam bentuk non finansial, maka pihak manajemen RSU Haji Makassar juga memberikan reward dalam bentuk finansial berupa tunjangan dan uang jasa meskipun nilai nominalnya dirasa belum maksimal. Menurut Lawler III & Worley (2006), dalam melakukan perubahan organisasi dapat menggunakan bonus sebagai penghargaan (reward) terhadap kinerja individu untuk meningktakan kinerja. Pendekatan pemberian bonus dapat mengurangi satu dari banyak kegagalan perubahan. Strategi umum untuk mencapai tujuan perubahan adalah komunikasi. Proses komunikasi dalam mengelola perubahan merupakan aspek yang sangat vital dari suksesnya sebuah proyek perubahan karena komunikasi yang baik akan meningkatkan hasrat dan mendorong gerakan perubahan (Aladwani, 2001). Secara keseluruhan proses komunikasi dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar berjalan dengan baik dan merupakan salah satu kunci sukses pelaksanaan perubahan tersebut. Menurut Aladwani (2001) dalam penelitiannya tentang strategi manajemen perubahan untuk
keberhasilan implementasi the enterprise resource planning (ERP) menjelaskan bahwa salah satu strategi komunikasi yang efektif adalah dengan menyampaikan manfaat penerapan sistem ERP. Lebih lanjut dikatakan bahwa strategi komunikasi lainnya
adalah
dengan
memberikan
gambaran
umum
bagaimana
mengimplementasikan sistem ERP akan bekerja. Dalam beberapa kasus, kegagalan implementasi ERP disebabkan karena kurangnya komunikasi (Aladwani, 2001). Dari sembilan tahap manajemen perubahan dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar, tahap mengelola komunikasi menjadi proses kunci dari manajemen perubahan yang dilakukan. Hampir semua tahap dari 9 (sembilan) tahap manajemen perubahan menggunakan kemampuan dalam pengelolaan komunikasi. Hal ini sesuai dengan Newton (2007), yang menempatkan tahapan pengeloaan komunikasi pada setiap tahap manajemen
perubahan.
Penelitian
ini menunjukkan
bahwa
pengelolaan
komunikasi memegang peranan sentral dalam melakukan perubahan. Meskipun tahap-tahap yang lain tidak bisa diangap tidak lebih penting.
KESIMPULAN DAN SARAN Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan adalah perbaikan dan peningkatan mutu proses pelayanan dengan penerapan perilaku-perilaku yang sesuai standar pelayanan minimal dan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Namun, implementasi ISO 9001:2008 belum mampu meningkatkan kinerja RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan
secara
maksimal.
Hal
ini
karena
proses
perubahan
dengan
mengimplementasikan ISO 9001:2008 tidak menerapkan sembilan tahap manajemen perubahan secara menyeluruh. Perubahan yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 merupakan inisiasi murni dari pimpinan. Disamping itu perubahan yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan belum memaksimalkan tahapan learn the basic dan consolidate change. Disarankan kepada pihak manajemen RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dapat
meningkatkan tahapan manajemen perubahan khususnya pada tahap learn the basics dan tahap mengonsolidasikan perubahan melalui peningkatan pemberian reward berupa finansial. DAFTAR PUSTAKA Aladwani, A. M., (2001). Change management strategies for successful ERP implementation. Business Process Management Journal, 7(3), pp. 266-275. Baltzer, M., Westerlund, H., Backhans, M. & Melinder, K., (2012). Involvement and structure: A qualitative study of organizational change and sickness absence among women in the public sector in Sweden. BMC Public Health, Volume 11:318, pp. 318-329. Bassett, C., (2004). Qualitative Research in Health Care, London and Philadelphia: Whurr Publishers. Bouckenooghe, D., (2010). Positioning Change Recipients' Attitudes Toward Change in the Organizational Change Literature. The Journal of Applied Behavioral Science, 8 Decembre, 46(4), pp. 500-531. Burthonshaw, S. & Gunn, (2011). Alat dan Teknik Analisis Manajemen: Alat, Model, dan Catatan bagi Para Manajer dan Konsultan. 1 ed. Jakarta: PT Indeks. Denhardt, J. V. & Denhardt, R. B., (2007). The New Public Service: Serving, Not Steering, Expanded Edition. London, England: M.E. Sharpe. Green, J. & Thorogood, N., (2009). Qualitative Methods for Health Research, Second Edition. London: SAGE Publication Ltd. Gray, B., Stensaker, I. G. & Jansen, K. J., (2012). Qualitative Challenges for Complexifying Organizational Change Research: Context, Voice, and Time. The Journal of Applied Behavioral Science, 10 May, 48(3), pp. 121-134. Hughes, O. E., (2003). Public Management and Administration An Introduction 3rd Edition. USA: Palgrave Macmillan. Klein, J. A., (2004). True Change: How Outsiders on The Inside Get Things Done in Organizations. 1st ed. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint. Kotter, J., (1997). Leading Change: Menjadi Pioner Perubahan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Kotter, J. & Cohen, D., (2002). The Heart of Change: Real Life Stories of How People Change Their Organizations.. Massachussets, United States of America: Harvard Business School Publishing. Lawler III, E. & Worley, C., (2006). Built to Change: How to achieve sustained organizational effectiveness. San Francisco, United States of America: Jossey-Bass A Wiley Imprint 989 Market Street. Lawson, J. S., Rotem, A. & Bates, P. M., (2003). From Clinician to MAnager. Sydney: McGRAW-HILL BOOK COMPANY. Newton, R., (2007). Managing Change: Step by Step All You Need to Build A Plan and Make It Happen. London: Ashford Colour Press Ltd.,Gosport. Pare, G., Sicotte, C., Poba-Nzau, P. & Balouzakis, G., (2011). Clinicians' perceptions of organizational readiness for change in the context of clinical
information system project: insights from two cross-sectional survey. Implementation Science, Volume 6:15, pp. 1-14. Parkin, P., (2009). Managing Change in Health Care Using Action Research. London: SAGE Publications Ltd.. Purnama, N., (2005). Tinjauan Kritis Terhadap Implementasi ISO 9000. Jurnal Siasat Bisnis, pp. 163-178. Robbins, S. P. & Judge, T. A., (2009). Perilaku Organisasi, Edisi Ke-12, Edisi Terjemahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Subanegara, H. P., (2005). Diamond Head Drill dan Kepemimpinan dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: ANDI Offset. Sulaksana, U., (2004). Manajemen Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Celeban Timur UH III/548. Yin, R. K., (1981). The Case Study Crisis: Some Answer. Administrative Science Quarterly, March, Volume 26, pp. 58-65. LAMPIRAN Tabel 1 Distribusi Karakteristik Umum Responden di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan Karakteristik Responden Umur (tahun) a. 25-34 b. 35-44 c. >44
n
%
2 10 7
10,5 52,6 36,8
11 8
57,9 42,1
2 11 5 1
10,5 57,9 26,3 5,3
19
100
Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Pendidikan a. b. c. d.
Diploma tiga (D3) Strata 1 (S1) Magister (S2) Doktoral (S3) Total
Sumber: Diolah dari data primer tahun 2012