MEDIA GIZI INDONESIA VOL 9 NO 1 JANUARI 2012.INDD

Download 1 Jan 2012 ... ABSTRAK. Masalah pada Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis (PGK-HD) adalah tingginya angka malnutrisi akibat ... ini b...

0 downloads 383 Views 206KB Size
PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK Lina Zuyana¹ dan Merryana Adriani² 1Program

Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya 2Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK Masalah pada Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis (PGK-HD) adalah tingginya angka malnutrisi akibat rendahnya asupan makan. Rendahnya asupan makan ini dapat disebabkan adanya gangguan gastrointestinal seperti anoreksia dan mual serta hemodialisis yang tidak adekuat. Penelitian observasional dengan rancangan komparasi ini bertujuan menganalisis perbedaan asupan makan dan status gizi antara pasien hemodialis adekuat dan inadekuat penyakit ginjal kronik. Penelitian ini dilakukan di RSUD Gambiran, Kota Kediri, Jawa Timur. Sampel penelitian ditentukan secara consecutive sampling dengan pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling dan diperoleh masing-masing 16 pasien untuk kelompok hemodialisis adekuat dan inadekuat PGK. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder dengan beberapa instrumen pengumpulan data berupa lembar kuesioner, form food recall 3×24 hours, dan form food frequency. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada karakteristik responden untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan, Indeks Massa Tubuh, asupan energi dan asupan protein antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Namun terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan kadar albumin antara kelompok hemodialisis adekuat dengan kelompok inadekuat. Kata kunci: hemodialisis, status gizi, konsumsi ABSTRACT Patient of chronic kidney disease with hemodialysis teraphy has a high malnutrition rate that caused by low intake of consumption. This low intake can be caused of gastrointestinal disturbtion such as queasy and vomit feeling and also psychosocial and hemodialysis intervention that can effect the patient’s nutritional status. The aim of this study was to analyze the difference of consumption intake and nutritional status between adequate and inadequate hemodialysis patients. This comparison observational study was done in Gambiran Hospital, Kediri, East Java. Data was collected by cross sectional method with sixteen adequate and sixteen inadequat hemodialysis patients. The data of hemodialysis adequate (URR) with laboratoryum test, energy and protein intake, bassal metabolic index, and albumin serum level also collected. There was no significant difference of age, gender, job variable, BMI and energy-protein intake between adequate and inadequate hemodialysis patients. There was a significant difference in income level education level nutrition knowledge and albumin serum level between adequate and inadequate hemodialysis patients. Keywords: hemodialysis, nutritional status, consumption

PENDAHULUAN

tidak dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisis, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Saat ini hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Di Amerika Serikat, The United State Renal Data System (USRDS) menunjukkan terjadi peningkatan dramatis pasien PGK yang membutuhkan dialisis kronik atau transplantasi.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu sindrom klinis karena penurunan fungsi ginjal yang menetap akibat kerusakan nefron. Proses penurunan fungsi ginjal ini berjalan secara kronis dan progresif (Pranawa, 1997). PGK adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas, terutama pada stadium lanjut, di mana keadaan ini merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat irreversible, mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang 13

14

Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 13–19

Pada tahun 1999, terdapat 340.000 pasien, tetapi pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat sampai 651.000 pasien. The Third National Health and Examination Survey (NHANES III) mengestimasikan prevalensi pasien PGK orang dewasa di Amerika Serikat sekitar 11% (19,2 juta penduduk) dengan rincian 3,3% (5,8 juta) pada stadium 1, 3% (5,3 juta) pada stadium 2; 4,3% (7,5 juta) pada stadium 3; 0,2% (340.000) pada stadium 4 dan 0,2% (340.000) pada stadium 5 atau gagal ginjal. Di tingkat internasional, rata-rata insiden dari penyakit ginjal kronik stadium 5 atau gagal ginjal mengalami peningkatan terus menerus sejak 1989. Amerika Serikat mempunyai tingkat rata-rata insiden tertinggi dari gagal ginjal, diikuti oleh Jepang. Penyakit ginjal kronik ditemukan pada semua umur. Meskipun demikian, di Amerika Serikat, rata-rata insiden tertinggi pasien PGK stadium 5 atau gagal ginjal terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Di samping diabetes melitus dan hipertensi, usia adalah faktor risiko utama terjadinya PGK. Populasi geriatri adalah populasi terbanyak yang mengalami gagal ginjal di Amerika Serikat. Di Indonesia menurut laporan tahunan dari Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) pada tahun 2006, diperkirakan jumlah pasien PGK di Indonesia sebanyak 150.000 pasien. Dari jumlah total pasien tersebut 21% berusia 15–34 tahun, 49% berusia 35–55 tahun, dan 30% berusia diatas 56 tahun. Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti fungsi ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit, antara darah pasien dengan dialisat melalui membran semipermeable yang bertindak sebagai ginjal buatan (dialyzer) (Sukandar, 1997). Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi hemodialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi hemodialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pasien HD. Kelangsungan hidup pasien PGK dengan terapi HD dapat dipengaruhi oleh usia, adekuasi HD, etiologi penyakit ginjal kronik, asupan makanan yang benar dan sosial ekonomi.

Masalah pada Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis (PGK-HD) adalah tingginya angka malnutrisi. Penelitian mengenai keadaan gizi pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) ≤ 15 ml/mt yang diberikan terapi HD mengemukakan masih banyak dijumpai pasien status gizi kurang yang disebabkan karena rendahnya asupan makan. Faktor yang memengaruhi asupan makan bisa disebabkan adanya gangguan gastrointestinal yaitu anoreksia dan mual serta hemodialisis yang tidak adekuat (Susetyowati, 2002). Gizi kurang energi-protein merupakan suatu hal yang penting untuk mendapatkan perhatian karena berpotensi untuk reversible. Dengan demikian, gizi kurang yang terjadi pada pasien PGK-HD seharusnya dapat diperbaiki dengan memenuhi kebutuhan nutrisinya. Beberapa peneliti menemukan bahwa pasien PGK-HD menunjukkan tanda gizi kurang (Kopple, 2007). Penyebab gizi kurang pada pasien PGKHD sebenarnya sangat multifaktorial, diantaranya asupan makan yang kurang, hilangnya zat makanan ke dalam cairan dialisat, meningkatnya katabolisme, inflamasi kronik, dan stimulus katabolik dari pasien HD itu sendiri. Faktor penyebab rendahnya asupan energi dan protein pada pasien PGK-HD yaitu faktor sosial ekonomi (depresi, stress, kurangnya pengetahuan dan kemiskinan) atau karakteristik pasien. Faktor lain adalah pengaruh prosedur HD di antaranya HD inadekuat yang dapat menyebabkan mual dan muntah serta adanya komplikasi penyakit penyerta. Faktor dari makanan yaitu diet inadekuat dan uremia juga menyebabkan anoreksia pada pasien PGK-HD (Susetyowati, 2002). Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan asupan makan dan status gizi antara pasien hemodialis adekuat dan inadekuat penyakit ginjal kronik. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah karakteristik, pola konsumsi makanan, asupan makan, serta adekuasi HD. Hal ini sangat berkaitan dan mempengaruhi status gizi pasien yang diukur dari berat badan kering yaitu Indeks Massa Tubuh dan kadar albumin serum pasien HD adekuat maupun HD inadekuat.

Lina dkk., Perbedaan Asupan Makan…

Mengingat pasien PGK-HD di Indonesia yang jumlahnya cukup banyak dan mempunyai potensi untuk menunjukkan tanda gizi kurang. Salah satunya di RSUD Gambiran Kota Kediri, berdasarkan data kunjungan pasien HD tahun 2009, unit hemodialisis telah melakukan 501 sampai 592 tindakan HD dalam setiap bulannya. Jumlah pasien yang menjalani terapi HD di RSUD Gambiran Kota Kediri saat ini atau bulan Juni 2010 sebanyak 88 pasien. Dalam setiap harinya RSUD Gambiran dapat melayani hemodialisis ± 24 pasien. METODE Penelitian ini menurut klasifikasinya termasuk penelitian observasional dengan rancangan komparasi dengan tujuan untuk melakukan analisis terhadap variabel bebas yaitu hemodialisis adekuat dan inadekuat guna membedakan (membandingkan) apakah kedua variabel tersebut sama atau berbeda. Berdasarkan jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitik karena di samping melihat pengaruh variabel bebas dan terikat, juga menjelaskan karakteristik dari sampel penelitian. Berdasarkan waktu pelaksanaannya, penelitian ini termasuk penelitian crossectional karena pengamatan dan pengukuran terhadap variabel dilaksanakan pada saat atau periode waktu yang sama. Sampel penelitian ditentukan secara consecutive sampling dan untuk metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling dengan besaran sampel menggunakan metode jumlah minimal sampel dari dua kelompok tidak berpasangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder dengan beberapa instrumen pengumpulan data berupa lembar kuesioner, form food recall 3x 24 hours, dan form food frequency. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur kelompok adekuat adalah dewasa yaitu sebanyak 9 orang (56,25%) dan paling kecil adalah lanjut yaitu sebanyak 2 orang (12,50%) sedangkan sebagian besar umur kelompok inadekuat adalah tua yaitu 9 orang (56,25%), sebagian kecil dewasa yaitu 6 orang (37,50%) dan ada yang lanjut yaitu 1

15

orang (6,25%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin kelompok adekuat adalah laki-laki yaitu sebanyak 12 orang (75,00%) dan sebagian kecil perempuan yaitu sebanyak 4 orang (25,00%) sedangkan sebagian besar jenis kelamin kelompok inadekuat adalah laki-laki yaitu 9 orang (56,25%) dan perempuan tidak jauh beda yaitu 7 orang (43,75%). Sebagian besar tingkat pengetahuan gizi kelompok adekuat adalah berpengetahuan gizi baik yaitu sebanyak 13 orang (81,25%), sebanyak 2 orang (12,50%) berpengetahuan gizi sedang dan sisanya berpengetahuan gizi kurang yaitu sebanyak 1 orang (6,25%) sedangkan sebagian besar tingkat pengetahuan gizi kelompok inadekuat adalah berpengetahuan gizi kurang dan baik mempunyai jumlah yang sama yaitu sebanyak 7 orang (43,75%) dan sisanya berpengetahuan gizi sedang yaitu sebanyak 2 orang (12,50%). Indeks Massa Tubuh kelompok adekuat adalah normal yaitu sebanyak 13 orang (81,25%) dan tidak ada yang mengalami kekurangan Berat Badan tingkat berat sedangkan Indeks Massa Tubuh kelompok inadekuat sebagian besar adalah normal sebanyak 7 orang (43,75%), kekurangan Berat Badan tingkat ringan sebanyak 4 orang (25,00%) dan kekurangan Berat Badan tingkat berat sebanyak 3 orang (18,75%). Pada kelompok responden adekuat mempunyai kadar albumin yang baik yaitu sebanyak 16 orang (100%) sedangkan sebagian besar kadar albumin kelompok inadekuat adalah baik yaitu sebanyak 10 orang (62,5%) kemudian yang mengalami gizi kurang sebanyak 6 orang (37,5%). Sebagian besar jenis makanan kelompok adekuat yang menjadi responden adalah makanan pokok + lauk + sayur + buah yaitu sebanyak 10 orang (62,50%), kemudian 4 orang (25,00%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur + buah + susu dan 2 orang (12,50%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur. Sedangkan sebagian besar jenis makanan kelompok inadekuat yang menjadi responden adalah makanan pokok + lauk + sayur + buah yaitu sebanyak 9 orang (56,25%), sebanyak 5 orang (31,25%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur, dan sebanyak 2 orang (12,50%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur + buah + susu dari 16 responden yang menjadi sampel.

16

Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 13–19

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah konsumsi makanan kelompok adekuat yang menjadi responden adalah 1 piring yaitu sebanyak 10 orang (62,50%) sedangkan sebagian besar jumlah konsumsi makanan kelompok inadekuat adalah setengah piring yaitu sebanyak 8 orang (50,00%), diikuti 1 piring sebanyak 6 orang (37,50%) dan sisanya sebanyak 2 orang (12,50%) mengonsumsi makanan seperempat piring dari 16 responden yang menjadi sampel. Sebagian besar asupan energi pada kelompok adekuat yang menjadi responden adalah sedang atau cukup yaitu sebanyak 7 orang (43,75%), dan sebagian kecil asupan energinya defisit yaitu sebanyak 1 orang (6,25%) sedangkan sebagian besar asupan energi kelompok inadekuat yang menjadi responden adalah defisit yaitu sebanyak 6 orang (37,50%) dan sebagian kecil kurang asupan energinya yaitu sebanyak 2 orang (12,50%). Pada kelompok adekuat, rata-rata asupan energi sebesar 1.668,9 kkal dengan standar deviasi sebesar 432,65 sedangkan pada kelompok inadekuat, rata-rata asupan energi sebesar 1.484,6 kkal dengan standar deviasi sebesar 534,68 (Tabel 1). Tabel 2 menyajikan data asupan protein pada kelompok adekuat dan inadekuat di unit hemodialisis RSUD Gambiran Kota Kediri tahun 2010. Sebagian besar asupan protein kelompok Tabel 1.

Asupan Energi pada Kelompok Adekuat dan Inadekuat

Asupan Energi (kkal)

Adekuat

Inadekuat

1.668,9 432,65 2.709,2 828,0

1.484,6 534,68 2.532,3 576,2

Mean Standar Deviasi Nilai Tertinggi Nilai Terendah Tabel 2.

Asupan Protein pada Kelompok Adekuat dan Inadekuat di Unit Hemodialisa RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2010

Asupan Protein Baik Sedang Kurang Defisit Total

Adekuat

Inadekuat

n

%

n

%

3 6 4 3

18,75 37,50 25,00 18,75

5 1 3 7

31,25 6,25 18,75 43,75

16

100,00

16

100,00

adekuat yang menjadi responden adalah sedang atau cukup yaitu sebanyak 6 orang (37,50%), dan sebagian kecil tingkat asupan protein baik dan defisit yaitu sebanyak 3 orang (18,75%) sedangkan sebagian besar asupan protein kelompok inadekuat adalah defisit yaitu sebanyak 7 orang (43,75%), dan sebagian kecil asupan protein sedang atau cukup yaitu sebanyak 1 orang (6,25%) dari 16 responden yang menjadi sampel. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada kelompok adekuat, rata-rata asupan protein sebesar 59,38 gr dengan standar deviasi sebesar 19,63 sedangkan pada kelompok inadekuat, rata-rata asupan protein sebesar 52,86 gr dengan standar deviasi sebesar 23,38. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur kelompok adekuat sebagian besar adalah dewasa yaitu sebanyak 9 orang (56,25%), dan sisanya masuk kategori umur tua yaitu sebanyak 7 orang (43,75%) sedangkan umur pada kelompok inadekuat sebagian besar adalah tua yaitu sebanyak 10 orang (62,50%), dan sisanya sebanyak 6 orang (37,50%) berumur dewasa. Hasil uji statistik ChiSquare dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur secara bermakna antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,479. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan kelompok adekuat adalah baik yaitu sebanyak 15 orang (93,75%), dan sebagian kecil berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 1 orang (6,25%). Sedangkan sebagian besar tingkat pengetahuan kelompok inadekuat adalah baik yaitu sebanyak 9 orang (56,25%), dan sisanya berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 7 orang (43,75%). Hasil uji statistik Fisher’s Exact Test dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna tingkat pengetahuan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,037. Sebagian besar Indeks Massa Tubuh kelompok adekuat adalah normal yaitu sebanyak 13 orang (81,25%) dan tidak ada yang mengalami kekurangan Berat Badan tingkat berat sedangkan Indeks Massa Tubuh kelompok inadekuat sebagian besar adalah normal yaitu sebanyak 7 orang (43,75%), kekurangan Berat Badan tingkat ringan

Lina dkk., Perbedaan Asupan Makan…

sebanyak 4 orang (25,00%) dan kekurangan Berat Badan tingkat berat sebanyak 3 orang (18,75%). Hasil uji statistik Mann-Whitney dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna Indeks Massa Tubuh antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,059. Pada kelompok adekuat mempunyai kadar albumin yang baik yaitu 16 orang (100%) sedangkan sebagian besar kadar albumin kelompok inadekuat adalah baik yaitu sebanyak 10 orang (62,50%) kemudian yang mengalami gizi kurang sebanyak 6 orang (37,50%). Hasil uji statistik Fisher’s Exact Test dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna kadar albumin antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,018. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari hasil uji statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna atau signifikan pada karakteristik responden untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh, asupan energi dan asupan protein antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Perbedaan yang bermakna atau signifikan terdapat pada karakteristik responden untuk tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan pengetahuan gizi serta terdapat perbedaan yang bermakna antara

Tabel 3.

17

kelompok adekuat dengan inadekuat pada kadar albumin serum. PEMBAHASAN Dari uji statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna tingkat pengetahuan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,037 (p < α.). Artinya, sebagian besar kelompok adekuat mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok inadekuat. Hal ini dapat juga disebabkan oleh sebagian dari pasien atau kelompok inadekuat mempunyai tingkat pendidikan formal yang rendah. Pasien dengan PGK-HD memerlukan batasan atau aturan yang ketat mengenai jenis maupun jumlah makanan yang dikonsumsinya, misalkan bagi pasien PGK-HD yang hiperkalemia tidak dibolehkan mengonsumsi sayur dan buah yang mengandung kalium. Oleh karena itu pengetahuan gizi yang baik sangat berpengaruh terhadap usia harapan hidup bagi dua kelompok HD adekuat maupun HD inadekuat. Dalam penelitian ini diketahui, baik pada kelompok adekuat maupun inadekuat, sebagian besar mempunyai Indeks Massa Tubuh yang normal. Hal ini bisa saja dikarenakan pengaruh konseling yang diberikan oleh petugas rumah sakit dan lamanya pasien menjalani HD sehingga pasien

Rekapitulasi Hasil Perbedaan antara Kelompok Adekuat dengan Inadekuat di Unit Hemodialisis RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2010 Variabel

Umur Jenis kelamin Jenis pekerjaan Pendapatan Pendidikan Pengetahuan gizi Indeks Massa Tubuh Kadar albumin Kadar albumin Asupan energy Asupan energy Asupan protein Asupan protein

P 0,479 0,457 0,220 0,018 0,018 0,037 0,059 0,018 0,002 0,390 0,292 0,435 0,400

Uji Statistik Chi-Square Chi-Square Fisher’s Exact Test Fisher’s Exact Test Fisher’s Exact Test Fisher’s Exact Test Mann-Whitney Fisher’s Exact Test Independent T-Test Mann-Whitney Independent T-Test Mann-Whitney Independent T-Test

Hasil Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak signifikan Signifikan Signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan

18

Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 13–19

lebih berpengalaman dalam menangani masalah status gizinya. Dalam menyikapi gangguan gastrointestinal tersebut, mereka semua sadar dengan perubahan pola makan yaitu dengan porsi sedikit tetapi frekuensinya sering agar anjuran diet dapat tercapai sehingga diharapkan pasien tidak sampai mengalami penurunan berat badan secara drastis. Pengukuran IMT dilakukan dengan menggunakan berat badan kering pasien dan dipilih pasien yang tidak mengalami edema dengan harapan agar penelitian ini lebih akurat. Rata-rata kadar albumin untuk kelompok adekuat lebih besar (4,208 g/dL) daripada ratarata kada albumin kelompok inadekuat (3,644 g/dL), di mana konsentrasi albumin serum kurang dari 3,5 g/dL menandakan adanya gizi kurang pada pasien PGK-HD. Bergstrom (1995) menyatakan bahwa antropometrik dan parameter biokimia gizi yang buruk berhubungan dengan meningkatnya angka kematian. Tingkat albumin serum yang rendah merupakan prediksi yang kuat terjadinya kekurangan protein, tidak hanya itu saja namun juga karena adanya pengaruh dari beberapa faktor morbiditas lain seperti overhydration, infeksi dan akibat penyakit kronik yang diderita. Adanya kejadian gizi kurang berdasarkan parameter biokimia pada kelompok inadekuat ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan sekresi hormon yang dengan sendirinya dapat menimbulkan beberapa kelainan metabolisme atau gangguan absorbsi asupan makanan. Salah satu contoh gangguan metabolisme pada pasien PGK-HD adalah gangguan metabolisme asam amino yang merupakan penyebab dari gizi kurang protein. HD inadekuat dapat meningkatkan ekskresi protein di dalam urin dan sebagian besar protein diekskresikan dalam bentuk albumin. Meskipun asupan protein sudah mencukupi, namun perlu diperhatikan bahwa tubuh pasien PGK-HD dapat kehilangan protein selama proses terapi hemodialisis. Telah banyak dilaporkan bahwa pasien PGK-HD menunjukkan gizi kurang energiprotein dengan adanya tanda menurunnya nilai antropometri dan kadar biokimia darah (Kopple, 2007). Banyak faktor yang menyebabkan gizi

kurang. Faktor yang paling sering adalah rendahnya asupan makanan, terutama energi dan protein yang tidak memadai. Penelitian menunjukkan bahwa asupan energi bagi pasien PGK-HD yang dianjurkan atau minimal adalah 35 kcal/kg BB ideal/hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa asupan energi kelompok adekuat cukup 43,75% dan defisit 6,25% sedangkan asupan energi kelompok inadekuat cukup 25,00% dan defisit 37,50%. Walaupun angka tersebut berbeda, ternyata setelah dilakukan uji statistik mengenai asupan energi kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat tidak ada perbedaan secara bermakna, yaitu dengan nilai p = 0,390 (p > α) berdasarkan uji Mann-Whitney sedangkan jika menggunakan skala data rasio dengan uji Independent T-Test di dapatkan nilai p = 0,292 (p > α) dengan rata-rata asupan energi untuk kelompok adekuat 1.668,9 Kkal dan untuk kelompok inadekuat 1484,6 Kkal. Berdasarkan hasil uji statistik di atas, dapat dilihat bahwa pengukuran menggunakan skala data rasio lebih sensitif dibandingkan dengan pengukuran dengan skala data ordinal, meskipun hasil dari keduanya sama yaitu tidak signifikan atau tidak ada perbedaan secara bermakna. Pada penderita HD inadekuat akan meningkatkan keluhan mual dan muntah, ditambah pembatasan diet serta depresi akan memperburuk asupan gizi. Salah satu penyebab penurunan asupan makan pada penderita hemodialisis adalah karena HD yang tidak adekuat atau inadekuat (Pranawa, 1997). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna asupan protein antara kelompok adekuat dengan inadekuat dengan nilai p = 0,435 (p > α) dengan menggunakan uji Mann-Whitney sedangkan jika menggunakan skala data rasio dengan uji Independent T-Test di dapatkan nilai p = 0,400 (p > α) dengan rata-rata asupan protein untuk kelompok adekuat 59,38 gram dan untuk kelompok inadekuat 52,86 gram. Berdasarkan hasil uji statistik di atas, dapat dilihat bahwa pengukuran menggunakan skala data rasio lebih sensitif dibandingkan dengan pengukuran dengan skala data ordinal, meskipun hasil dari

Lina dkk., Perbedaan Asupan Makan…

keduanya sama yaitu tidak signifikan atau tidak ada perbedaan secara bermakna. Penambahan protein yang biasa diberikan apabila asupan protein kurang adalah produk yang tinggi protein tinggi kalori, sebagai contoh adalah susu yang sudah dimodifikasi susunan zat gizinya dan telur. Dalam penelitian ini responden baik kelompok adekuat maupun kelompok inadekuat sudah mengenal susu tersebut dan sebagian besar mengonsumsinya setiap hari, meskipun rasa susu tersebut tidak enak. Namun mereka tetap berusaha mengonsumsinya demi terpenuhinya kebutuhan diet. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada karakteristik responden tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna Indeks Massa Tubuh antara kelompok adekuat dengan inadekuat. Selain itu, juga tidak ada perbedaan yang bermakna pada asupan makan yaitu asupan energi dan asupan protein antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Walaupun rata-rata tingkat asupan energi dan protein kelompok adekuat lebih besar dibandingkan dengan kelompok inadekuat namun setelah dilakukan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna di antara keduanya. Dari pembahasan di atas, juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat pada karakteristik responden yaitu, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi. Dan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok adekuat dan kelompok inadekuat mengenai status gizi yang diukur berdasarkan parameter biokimia yaitu kadar albumin serum. KESIMPULAN Tidak terdapat perbedaan signifikan pada karakteristik responden untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat serta Indeks Massa Tubuh, asupan energi dan asupan protein antara kelompok hemodialisis adekuat dengan kelompok

19

hemodialisis inadekuat PGK. Namun ada perbedaan signifikan pada karakteristik responden untuk tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi serta pada kadar albumin serum antara kelompok hemodialisis adekuat dengan kelompok hemodialisis inadekuat PGK SARAN Bagi pasien, hendaknya meningkatkan tingkat pendapatan, pendidikan baik formal maupun non formal dan tingkat pengetahuan, dan mematuhi aturan yang diberikan oleh tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain, agar terapi yang diberikan kepada pasien mencapai optimal. Bagi Institusi atau Unit Hemodialisis RSUD Gambiran Kota Kediri, perlu dilakukan penilaian status gizi pasien sebelum dilakukan tindakan hemodialisis dan juga dilakukan pemantauan secara berkala guna memperkecil kemungkinan terjadinya gizi kurang. DAFTAR PUSTAKA Bergstrom J. 1995. Nutrition and Mortality in Hemodialysis. Journal of the American Society of Nephrology. Vol. 6. Copyright © by American Society of Nephrology: 1329–1341. Kopple, J.D. 2007. Dietary Considerations in Patients with Chronic Renal Failure, Acute Renal Failure, and Transplantation. Philadelphia: Walnut street PA 19106 USA: 2709–2736. Pranawa. 1997. Pengenalan Dini dan Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis. Surabaya: Divisi Ginjal dan Hipertensi Lab-SMF Penyakit Dalam FK-Unair RSUD Dr.Soetomo: 1–13. Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUNPAD RS Dr. Hasan Sadikin: 243–288. Susetyowati. 2002. Pengaruh Konseling Gizi dengan Buklet Terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi Penderita Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jakarta: Proseding Kursus Penyegar Ilmu Gizi.