MEKANISME KOPING PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI SDLB NEGERI 107708 LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG Dewi Permata Suri*,Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Phone/Fax: 081397953652 E-mail:
[email protected]
Abstrak Terdapat lebih dari 300 ribu anak down syndrome di Indonesia. hal ini menjadi perhatian terutama orang tua dalam pengasuhan anak down syndrome banyak menghadapai kendala dan masalah yang terjadi, dalam hal ini penting untuk dibahas terutama mekanisme koping orang tua yang memiliki anak down syndrome. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak down syndrome di SDLB NEGERI 107708 Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriktif dengan 63 responden yang memiliki anak down syndrome. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme koping yang dimiliki oleh orangtua 98,4% adalah koping adaptif dan 1,6 % memiliki koping maladaptif. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa hampir seluruh responden memilki koping yang baik yaitu koping adaptif. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait mekanisme koping yang dimilki orang tua anak berkebutuhan khusus terutama anak down syndrome dan dapat dijadikan sumber data untuk penelitian selanjutnya terkait mekanisme koping juga perawat komunitas di daerah Lubuk pakam untuk mengkaji meaknisme koping maladaptif yang dimilki oleh orang tua dalam menghadapi anak down syndrome..
Kata kunci: Mekanisme koping, down syndrome PENDAHULUAN Anak down syndrome terkadang sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena rendahnya tingkat intelegensi maupun fisik mereka sehingga anak tersebut tidak mampu memenuhi tuntutan-tuntutan di masyarakat, hal ini menjadi sebuah stresor bagi para orang tua yang memiliki anak down syndrome. Peran orang tua serta keluarga sangatlah dibutuhkan sebagai penopang anak down syndrom. Kasih sayang yang diberikan oleh orang-orang terdekat ini akan membantu anak down syndrome untuk mampu mengasah atau mengoptimalkan kemampuan yang mereka miliki sehingga anak down syndrome tidak selalu mendapat penolakan dari masyarakat karena dianggap merepotkan (Rosidah, 2010). Masalah down syndrome,
seperti dikemukakan oleh Sembiring (2002), memang perlu mendapatkan perhatian. Sejak periode 1981 sejumlah tulisan telah mengemukakan bahwa down syndrome merupakan masalah yang cukup besar di Indonesia, meskipun tetap diakui tidak ada data yang lengkap dan pasti tentang jumlah mereka di negara ini. Tuntutan-tuntutan ini bisa bersifat internal dan eksternal. Tuntutan internal seperti adanya konflik peran. Koping menghasilkan dua tujuan, pertama individu mencoba untuk mengubah hubungan antara dirinya dengan lingkungannya agar menghasilkan dampak yang lebih baik, kedua individu biasanya berusaha untuk meredakan, atau menghilangkan beban koping dan stres emosional yang dirasakannya (Safaria, 2009). Menurut Funnell, Gabrielle & Karen (2005) 52
mekanisme koping adaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat positif, rasional, dan konstruktif. Mekanisme koping maladaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat negatif, merugikan dan destruktif serta tidak dapat menyelesaiakan masalah secara tuntas. Down syndrome adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak down syndrome, dan kadang mengacu pada retardasi mental (Tomb, 2004). Tekanan yang dirasakan oleh orang tua karena tidak mengetahui bagaimana cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami down syndrome secara efektif. Sehingga peran serta orang tua sangat menentukan keberhasilan anak down syndrome nantinya dalam bersosialisasi dengan masyarakat umum dan mampu menjalin hubungan interpersonal dengan anggota masyarakat. Salah satu cara untuk melatih kemampuan interpersonal anak down syndrome dapat dilakukan dengan sering mengajak anak ke tempat-tempat umum, tempat bermain, mall, dan tempat umum lainnya agar anak bertemu dengan orang yang berbeda dan tidak merasa asing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi mekanisme koping yang pada orang tua yang memilki anak dengan down syndrome SDLB NEGERI 107708 Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui mekanisme koping orangtua yang memilki anak down syndrom. Populasi/sampel dalam penelitian ini adalah orangtua dengan anak down syndrom yang berada di SDLB Negeri no. 107708 Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dengan jumlah 73 orangtua (ayah atau ibu). Namun dalam penelitian 10 orang dijadikan sampel dalam uji reliabel, sehingga sisa sampel keseluruhan yaitu 63 sebagai sampel
penelitian. Teknik sampel yang digunakan salam penelitian ini ialah total sampling. Pengolahan data dengan statistik deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan persentase untuk melihat gambaran data demografi dan mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan down syndrome. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data demografi responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Orangtua di SDLB 107708 Kecamatan Lubuk Pakam Karakteristik responden Umur Orang tua 27-34 Tahun 35-42 Tahun 43-56 Tahun Urutan kelahiran anak Orang tua. Anak 1 Anak 2 Anak 3+
Frekuensi n
Persentasi %
34 orang 20 orang 9 orang
54,0 % 31,7 % 14,3%
28 orang 17 orang 18 orang
44,4 % 27,0 % 28,6 %
Jumlah anak responden Anak tunggal 18 2 anak 17 >3 anak 15 Jenis kelamin Pria Wanita Agama Islam Protestan Katolik Budha Hindu
28,6 % 27,0 % 44,4 %
16 47
25,4 % 74,6 %
51 6 3 2 1
81,0 % 9,5 % 4,8 % 3,2 % 1,6 %
Suku responden 53
Batak toba 5 7,9 % Batak 10 15,9 % mandailing 3 4,8 % Batak karo 2 3,2 % Minang 34 54,0 % Jawa 7 11,1 % Melayu 2 3,2 % Lainnya Pendidikan responden SD 3 4,8 % SMP 23 36,5 % SMA 32 50,8 % S1 3 4,8 % Lainnya 2 3,2 % Pekerjaan responden Guru 6 9,5 % Petani 8 12,7 % Wiraswasta 15 23,8 % Tidak bekerja 34 54,0 % Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas orangtua yang memilki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam yang menjadi responden adalah perempuan 74,6% dan orangtua anak down syndrome yang memiliki anak tunggal 28,6% mzyoritas beragama Islam 81% dan sebagian suku Jawa 54% dengan tingkat mayoritas pendidikan orangtua SMA 50,8%, dan sebagaian orangtua yang tidak bekerja 54%. Data Mekanisme Koping Orang Tua Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi mekanisme koping orang tua yang mememiliki anak down syndrome di SDLB 107708 Lubuk Pakam Koping responden Maladaptif Adaptif Total
Frekwensi Persentasi (n) (%) 1 orang 1,6 % 62 orang 98,4 % 63 orang 100
% Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan orangtua yang memilki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam memilki mekanisme koping yang adapif 98,4%.
Pembahasan Berdasarkan penelitian menurut data demografi responden didapati bahwa mayoritas responden berusia 27-34 Tahun. Mayoritas anak responden yang down syndrome adalah anak pertama yaitu 28 orang yaitu 44,4 %, angka ini cukup tinggi hampir sebagian dari responden, namun belum ada penelitian terkait hal ini. Sedangkan jumlah anak orangtua yang memilki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam sebagian besar adalah anak tunggal dengan jumlah responden 18 orang sekitar (28,6%), mayoritas agama orangtua yang memilki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam adalah agama Islam yaitu 51 orang (81,0%) angka ini cukup tinggi hal ini sangat mempengaruhi koping yang dipilih olehorangtua. Orangtua yang memilki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam yang menggunakan koping adaptif mayoritas bersuku jawa yaitu 34 orang atau (54,0%), hal ini berkaitan dengan filosofi suku jawa dengan sikap cenderung pasif yaitu menerima keadaan yang terjadi. Pendidikan responden mayoritas adalah SMA, pada tingkat pendidikan ini sudah dikatakan cukup tinggi dalam jenjang pendidikan di Indonesia, dengan pendidikan yang lebih baik maka pengetahuan yang dimiliki orang tua juga lebih baik, tingkat pendidikan sesorang berpengaruh terhadap dirinya, dimana tingkat pendidikan seseorang itu akan menentukan bagaimana menghadapi stresor. Dari hasil penelitan didapatkan bahwa koping yang digunakan orangtua adalah koping adaptif yaitu 62 orang (98,4%). Menurut Sadock & Virginia(2007) penerimaan orang tua merupakan suatu respon koping dimana individu menerima kenyataan dari suatu situasi yang menekan sebagai suatu usaha keadaan menghadapi situasi tersebut. Penerimaan terjadi dalam keadaan dimana masalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan bukan hal yang dapat diubah. 54
Mencari dukungan sosial berupa bantuan merupakan usaha mencari dukungan sosial, berupa nasehat, informasi atau bantuan yang diharapkan membantu individu memecahkan masalah dan mengatasi masalah yang dihadapi. Mencari dukungan sosial juga sebagai infromasi verbal maupun nonverbal bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang terdekat didalam lingkungan sosialnya sangat memberi aspek yang positif bagi emosi seseorang yang menerimanya. Para orang tua selalu mencari dukungan sosial seperti mengikuti perkumpulan para orang tua anak down syndrome 36 orang (57,1%), dan para orang tua selalu bertukar pendapat dengan para orangtua anak down syndrome juga cukup tinggi yaitu 68,3 %. Orangtua merasa bahwa memiliki anak down syndrome tidaklah menjadi beban yang berarti dan harus diterima dengan lapang dada. mengatakan bahwa koping keluarga (orangtua) merupakan respon yang positif sesuai dengan masalah, afektif, persepsi dan respon perilaku yang dilakukan keluarga dan subsistemnya untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh masalah atau peristiwa. Dari hasil penelitian diatas bahwa para orang tua cenderung menyelesaikan masalah dengan mencari informasi-informasi terkait masalah yang terjadi pada anak down syndrome 47 orang (74,6%). Hal ini akan menambah pengetahuan bagi orangtua sehingga orangtua lebih mampu menghadapi masalah yang terjadi terkait anak mereka. Untuk mempertahankan aspek yang positif maka penting bagi orangtua untuk mempertahankan aspek spritual yang dimiliki oleh orangtua, hal ini terlihat dari hasil penelitian didapati bahwa orangtua yang memiliki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam selalu mendekatkan diri pada Tuhan 62 orang (98,4%). Angka ini cukup tinggi, sebagian besar orangtua mendekatkan diri pada Tuhan ketika terjadi masalah hal inilah yang mendukung para orang tua memilki koping yang adaptif dalam menghadapi masalah. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan para orangtua lebih mampu menghadapi masalah
dengan fikiran positif, hal ini diajarkan dalam agama apapun. Dukungan sosial lainnya yang dimiliki para orangtua juga berasal dari keluarga. Keluarga merupakan sumber dukungan keluarga karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhankeluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan. Dalam hal ini responden mendapatkan dukungan keluarga juga dalam bentuk sosial emosional seperti mencari solusi dalam memecahkan masalah terkait anak. Orangtua juga menilai bahwa masalah yang terjadi memiliki sisi positif bagi para orang tua, hal ini terlihat dari hasil penelitian yaitu 59 orang (9,7%) yang menganggap bahwa masalah-masalah yang para orangtua hadapi akan membuat pribadi mereka menjadi jauh lebih baik dalam menghadapi masalah. Sadock & Virginia (2007) membedakan dua tipe penilaian yaitu penilaian primer dan sekunder. Penilaian primer tergantung oleh tujuan, nilai, dan kepercayaan yang berhubungan dengan evaluasi yang dimilki oleh individu. Penilaian primer diasumsikan sebagai pertanyaan oleh individu dihadapi untuk menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian tersebut dapat diartikan sebagai hal positif atau negatif dan disesuaikan dengan nilai dan kepercayaan yang dimiliki individu tersebut. Penilaian sekunder mengindikasikan tentang apa, serta semua yang berhubungan untuk merespon suatu yang dihadapi. Hal ini terkait pertanyaan negatif pada responden yaitu para orang tua selalu mengingat kejadian menyedihkan terkait masalah yang terjadi pada anak. Dari hasil penelitian didapati bahwa orangtua yang memiliki anak down syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam selalu mengingat kejadian menyedihkan adalah (50,8%) angka ini cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kejadian yang menyakitkan atau menyedihkan sangat sulit untuk dilupakan oleh para orang tua bahkan beberapa responden 55
selalu menangis ketika ditanya pengalaman menyedihkan terkait anak down syndrome. Dari hasil penelitian didapati bahwa 1 orangtua memiliki koping yang maladaptif yaitu 1 orang (1,6%), saat ditanya responden lebih memilih tidak mencari dukungan sosial kepada keluarga hal ini terlihat saat dilakukan pendekatan bahwa responden memiliki konflik dengan keluarga, responden juga tidak melakukan pendekatan spritual karena reponden beranggapan bahwa pendekatan spritual tidak selalu dilakukan saat terjadi masalah, responden hanya memiliki 1 anak dan tidak ingin memiliki anak lagi. Sadock & Virginia (2007) dukungan sosial merupakan pendukung paling utama dalam membentuk mekanisme koping yang efektif atau adaptif. Dukungan spiritual juga sangat mempengaruhi emosianal sesorang dalam menghadapi suatu masalah.
S.A. (2002). “Penataan Lingkungan Sosial bagi Penderita Dimensia (Pikun) dan RTA (Retardasi Mental).” Medan: USU Digital Library. Tomb. A (2004). “Buku saku Psikatri”. EGC:Jakarta. Sembiring,
SIMPULAN DAN SARAN Koping yang digunakan oleh orang tua yang memiliki anak downsyndrome mayoritas menggunakan kping adaptif. Bagi perawat komunitas di daerah Lubuk pakam dapat mengkaji mekanisme koping maladaptif yang dimiliki orang tua dalam menghadapi anak dengan downsyndrome. DAFTAR PUSTAKA Funnell, Gabrielle & Karen (2005). Tabner’s Nursing care” Theory and Practice”.New York:Elvester. Rosidah, (2010). “Peran serta orang tua dan masyarakat untuk mengurangi stres para orang tua”, dari http:/www.google.co.id/jurnal. Sadock & Virginia (2007). Kaplan & Sadock’s “synopsis of psychitry behavioral, Philadelphia:Wolters Kluwer Safaria, T. (2009). “Manajemen emosi”. Jakarta: Bumi Aksara
56