MENGENAL KERAGAMAN MIKROBA RUMEN PADA PERUT SAPI SECARA

Download Pada ternak ruminansia seperti sapi memiliki empat kompartemen perut yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Gambar. 1). ...

0 downloads 415 Views 165KB Size
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017

MENGENAL KERAGAMAN MIKROBA RUMEN PADA PERUT SAPI SECARA MOLEKULER NURUL FITRI SARI Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jl Raya Bogor Km 46 Cibinong 16911 Telp. 0218754587; Fax. 0218754588 E-mail korepondensi: [email protected]

T

ernak ruminansia adalah kelompok ternak mamalia yang bisa memamah (memakan) dua kali sehingga disebut juga sebagai hewan pemamah biak. Pada ternak ruminansia seperti sapi memiliki empat kompartemen perut yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Gambar 1). Masing-masing ruang pada perut sapi memiliki fungsi yang berbeda-beda. Rumen berfungsi sebagai sebagai tempat penyimpanan sementara bagi makanan yang telah ditelan. Retikulum berfungsi sebagai tempat pengadukan dan pencampuran makanan menggunakan enzim-enzim sehingga makan tersebut menjadi gumpalan-gumpalan kasar (bolus). Omasum berfungsi membantu penghalusan makanan secara kimiawi. Abomasum berfungsi sebagai perut yang sebenarnya karena di organ inilah sistem pencernaan hewan ruminansia secara kimiawi bekerja dengan bantuan enzim-enzim pencernaan. Diantara keempat kompartemen ini, rumen merupakan kompartemen terbesar dan memiliki komunitas mikroba yang beragam yang terdiri dari bakteri, archaea, protozoa, dan jamur. Mikroba rumen memiliki peran yang sangat penting bagi ternak

karena mereka dapat memanfaatkan nutrisi tanaman secara efisien sebagai sumber energy. Mikroba ini terlibat dalam menginisiasi konversi polimer pakan tumbuhan menjadi monomer dan berujung pada pembentukan VFA (Volatile fatty acid) yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan karbon dan menjadi sumber energi bagi ruminansia (Krause et al. 2003). Sampai saat ini, pemahaman mengenai keragaman mikroba rumen dan interaksinya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena banyak faktor, salah satunya adalah sulitnya mengkultur mikroba rumen yang cenderung bersifat anaerobik. Mikroba rumen yang sudah teridentifikasi dan terkarakterisasi melalui kultur dan dapat dilihat secara mikroskopis hanya sekitar 15 – 20%. Pendekatan klasik melalui penghitungan bakteri melalui kultur dan mikroskopis sangat membutuhkan banyak waktu dan tingkat keahlian yang tinggi. Salah satu contohnya adalah untuk mengidentifikasi satu jenis fungi membutuhkan lebih dari satu media untuk fungi karena ciri morfologinya sangat bergantung pada komposisi dari media (Dagar et al. 2011). Selain itu, tidak semua mikroba dapat 1. ditumbuhkan dengan media yang sama. Hal ini menghambat proses

5

karakterisasi komunitas mikroba rumen. Padahal, dengan mengetahui keberadaan mikroba rumen dan bagaimana interaksinya di dalam suatu ekosistem rumen akan banyak membawa manfaat, salah satunya adalah strategi formulasi pakan yang efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Oleh karena itu, selama dua dekade terakhir paradigma penguraian mikroba rumen mulai berubah dari metode kultur konvensional mengarah kepada pendekatan molekuler. Metode ini dianggap lebih unggul dalam mengidentifikasi mikroba rumen karena beberapa hal diantaranya : mikroba tidak perlu dikultur karena dapat diidentifikasi berdasarkan urutan spesifik basa DNA, hasil identifikasi lebih cepat dan jumlah sampel yang digunakan sangat sedikit. Melalui tulisan ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai beberapa metode molekuler yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi komunitas mikroba pada rumen. Berikut ini adalah beberapa teknik molekuler yang dapat diaplikasikan untuk menjelajahi mikroba pada ekosistem rumen: 1. Sekuensing DNA berdasarkan gen 16S/18SrRNA

BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017

Keragaman mikroba rumen telah banyak dipelajari menggunakan amplifikasi PCR (polymerase chain reaction) gen 16S/18S rRNA dari sampel DNA yang diisolasi dari cairan rumen dan diikuti oleh konstruksi pustaka gen berdasarkan sekuen clone terpilih, dan menganalisis filogenetik menggunakan bioinformatika. Berdasarkan sejumlah operational taxonomic units (OTUs), kehadiran dan kelimpahan genus mikroba/spesies di dalam rumen

clone yang akan disekuen. 2. Amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA) and PCR-RFLP Amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA) and PCR restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) merupakan teknik fingerprinting yang melibatkan pengamplifikasian komunitas/DNA murni yang diikuti

komunitas yang kompleks, perbandingan dan interpretasi pola pita DNA menjadi sulit (Chaudhary et al. 2012). 3. Terminal Terminal-restriction fragment length polymorphism (T (T- RFLP)

Terminal-restriction restriction fragment length gth polymorphism (T- RFLP) fingerprinting adalah metode yang handal, sensitif dan high troughput untuk pemantauan keanekaragaman, struktur, dan dinamika populasi mikroba (Schutte et al 2008). Fernando et al. (2010) menentukan perbedaan komunitas bakteri an antara yang hewan yang diberi makan hijauan dan diadaptasikan dengan pakan tinggi konsentrat. Analisis TT-RFLP mampu mengidentifikasi lebih dari 115 total genus bakteri yang berbeda. Secara filogenetik, diamati bahwa tidak ada perubahan signifikan terjadi pad pada rasio pada filum Firmicutes/ Bacteroidetes antara ternak dengan pemberian pakan tinggi Gambar 1. Saluran pencernaan pada sapi hijauan dan tinggi konsentrat. (http://blog.ssis.edu.vn/105447/2014/03/21/what http://blog.ssis.edu.vn/105447/2014/03/21/whathave-a-better-digestive digestive-system- pig-a-cow-or-a-human/) Beberapa peneliti telah menggunakan Teknik ini untuk berbagai tujuan, misalnya telah ditemukan (Skillman et al. oleh elektroforesis gel. Hasil Khafipour et al. (2009) 2006; McSweeney et al. 2007; pemotongan fragmen DNA hasil mengaplikasikan teknik ini untuk Janssen and Kirs 2008; Zhou et al. amplifikasi dengan enzim restriksi menentukan asidosis subacute 2011; Chaudhary et al. 2012). Gen divisualisasi dengan bantuan gel rumen pada sapi perah dan mcrA berdasarkan analisis agarose. Pola pita-pita DNA yang mengungkapkan penurunan keragaman rumen metanogenesis unik digunakan sebagai penanda Gram-negatif negatif Bacteroidetes telah dilakukan pada sapi untuk mengidentifikasi mikroba selama asidosis subacute rumen, (Tatsuoka et al. 2004; Denman et atau perbandingan komunitas (Yanez-Ruiz Ruiz et al 2010; Vasta et al al. 2007). mikroba (McSweeney et al. 2007; 2010)menggunakan teknik ini Zhou et al. 2011). Singh et al. untuk mengevaluasi pembentukan Bagaimanapun, untuk (2011) mempelajari keragaman bakteri dan metanogen dalam mengkonstruk clone libraries rumen protozoa di kerbau Surti rumen domba. dibutuhkan jumlah clone yang berdasarkan ARDRA dan sangat banyak untuk dianalisis menemukan bahwa Dasytricha, 4. Denaturing gradient gel sehingga pendekatan melalui Isotricha, Ostracodinium, dan electrophoresis (DGGE) teknik ini dianggap rumit. Oleh Polyplastron yang dominan. karena itu, clone libraries biasanya Teknik ARDRA dianggap tepat jika DGGE/ Denaturing Gradient Gel dikonstruksi secara paralel dengan digunakan untuk melihat Electrophoresis adalah metode teknik DNA fingerprinting yang keragaman mikroba yang yang paling baik digunakan saat memungkinkan keputusan didominasi oleh beberapa anggota ini untuk mempelajari struktur informasi yang baik pada sejumlah saja. Namun, dalam kasus

6

BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017

komunitas bakteri tanpa membutuhkan proses kultivasi, berdasarkan keanekaragaman gen pengkode untuk RNA ribosom, dimana pola denaturasi DNA pada suhu tinggi menjadi dasar dari metode ini. Dengan menggunakan DGGE, fragmen DNA hasil amplifikasi PCR dari campuran mikroba dapat dipisahkan berdasarkan spesies/ jenis untuk melihat diversitas/ keanekaragamannya. Pada umumnya DGGE digunakan untuk mengetahui variasi yang terjadi pada DNAsehingga teknik ini dapat digunakan untuk mendeterminasi biodiversitas sampel mikroba dari rumen. Suhu denaturasi (melting point) fragmen DNA dipengaruhi oleh perbandingan komponen basa GC dan AT. Semakin banyak jumlah GC pada sekuen DNA, semakin tinggi suhu yang diperlukan untuk mendenaturasinya. Amplifikasi pada PCR-DGGE menggunakan primer yang mengandung GCclamp (GC rich sequence) yang berfungsi sebagai clamp saat elektroforesis (Muyzer et al. 1993). Gradien konsentrasi denaturan sepanjang gel akrilamida berfungsi menaikkan suhu denaturasi saat elektroforesis. Oleh karena itu, amplikon hasil PCR-DGGE yang dielektroforesis pada gel bergradien denaturan akan terpisah berdasarkan urutan nukleotidanya. Prinsip kerja DGGE adalah untuk memisahkan suatu fragmen DNA yang memiliki ukuran yang sama berdasarkan perbedaan konten GC ketika mengalami denaturasi. DGGE membutuhkan suatu denaturan bahan kimia seperti urea dan formamide. Ketika suatu fragmen double stranded DNA bermigrasi di dalam gel dan

mencapai daerah yang mengandung denturan, rantai DNA mulai mengalami denaturasi, pada titik ini migrasi dari fragmen DNA tersebut terhenti. Perbedaan sekuen GC diantara fragmen yang memiliki ukuran sama tersebut menyebabkan perbedaan karakteristik dari masing masing fragmen ketika terjadi denaturasi sehingga menyebabkan fragmen DNA yang memiliki ukuran yang sama dapat terpisah (Muyzer, 1999). Selanjutnya hasil elektroforesis ini akan dipotong dan kemudian dilakukan sekuensing terhadap tiap-tiap pita yang ada pada gel elektroforesis. Kemudian akan dilakukan analisis dengan menggunakan software Bioinformatika (BLASTn, Bioedit dan Mega 6) terhadap hasil sekuensing tersebut. 5. Quantitative real-time PCR Real Time PCR (qPCR) adalah suatu metode analisis yang dikembangkan dari reaksi PCR. Dalam ilmu biologi molekular, Real Time PCR (juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain reaction (Q-PCR/qPCR) atau kinetic polymerase chain reaction), adalah suatu teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real Time PCR (qPCR) atau dapat pula disebut kuantitatif PCR real time (qPCR) atau PCR kinetik adalah teknik laboratorium berdasarkan PCR, yang digunakan untuk mengamplifikasi dan secara simultan mengukur molekul DNA target. Real Time-PCR memungkinkan deteksi dan kuantifikasi secara bersamaan

7

untuk satu atau lebih urutan tertentu dalam sampel DNA. Pada analisis PCR konvensional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis, sedangkan analisis menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. qPCR sering digunakan untuk mengkuantifikasi mikroba didalam rumen untuk mengetahui perubahan ekosistem mikroba selama pemberian pakan tertentu. Tajima et al (2001) berhasil mengkuantifikasi bakteri dalam rumen selama transisi pemberian pakan. Klieve et al (2003) dan Ouwerkerk et al (2002) menggunakan metode ini untuk menentukan populasi Megasphaera elsdeniiand Butyrivibrio fibrosolvens dalam rumen sapi. Beberapa keterbatasan dari teknik ini adalah biaya yang tinggi dan ketidakmampuan untuk mendeteksi dua atau lebih target dalam sampel tunggal. KESIMPULAN Rumen merupakan kompartemen perut di sapi yang sangat penting karena di dalam rumen terdapat mikroba yang dapat mendegradasi

BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017

pakan menjadi sumber energi Fernando SC, Purvis HT 2nd, Najar yang dapat dimanfaatkan oleh FZ, Sukharnikov LO, Krehbiel tubuh sapi. Namun, sejauh ini CR, Nagaraja TG, Roe BA, hanya kurang dari 20% mikroba Desilva U (2010) Rumen yang dapat dikultur, hal ini microbial population dikarenakan sulitnya dynamics during adaptation menumbuhkan mikroba rumen to a high-grain diet. Appl yang cenderung bersifat Environ Microbiol 76:7482– anaerobik. Oleh karena itu, 7490 beberapa teknik molekuler digunakan untuk mengungkap Janssen PH, Kirs M (2008) ekosistem mikroba rumen, Structure of the archaeal diantaranya adalah sekuensing community of the rumen. DNA berdasarkan gen 16S/18S Appl Environ Microbiol rRNA, ARDRA, PCR-RFLP, T- RFLP, 74:3619–3625 DGGE, dan qPCR. Namun demikian, penggunaan teknik Khafipour E, Li S, Plaizier JC, molekuler bukan berarti tidak Krause DO (2009) Rumen memerlukan teknik mikroba microbiome composition konvensional. Sebaliknya, ini determined using two dapat digunakan secara kombinasi nutritional models of untuk memperoleh penilaian yang subacute ruminal acidosis. luas dan akurat dari mikroba Appl Environ Microbiol rumen dan keragamannya. 75:7115–7124

Profiling of complex microbial populations by denaturing gradient gel electrophoresis analysis of polymerase chain reaction amplified genes coding for 16S rRNA. Appl Environ Microbiol 59:695– 700 Muyzer, G. 1999. DGGE/TGGE a method for identifying genes from natural ecosystems. Current Opinion in Microbiology. 2(3): 317-322. Ouwerkerk D, Klieve AV, Forster RJ (2002) Enumeration of Megasphaera elsdenii in rumen contents by real-time Taq nuclease assay. J Appl Microbiol 92:753–758

Schutte UM, Abdo Z, Bent SJ, Shyu C, Williams CJ, Pierson JD, Forney LJ (2008) Advances in Daftar Pustaka Klieve AV, Hennessy D, Ouwerkerk the use of terminal restriction D, Forster RJ, Mackie RI, fragment length Chaudhary PP, Sirohi SK, Saxena J Attwood GT (2003) polymorphism (T-RFLP) (2012) Diversity analysis of Establishing populations of analysis of 16S rRNA genes to methanogens in rumen of Megasphaera elsdenii YE 34 characterize microbial Bubalus bubalis by 16S and Butyrivibrio fibrisolvens communities. Appl Microbiol riboprinting and sequence YE 44 in the rumen of cattle Biotechnol 80:365–380 analysis. Gene 493:13–17 fed high grain diets. J Appl Microbiol 95:621–630 Singh KM, Tripathi AK, Pandya PR, Dagar SS, Kumar S, Mudgil P, Rank DN, Kothari RK, Joshi CG Singh R, Puniya AK (2011) Krause D, Denman AE, Mackie RI, (2011) Dasytricha dominance D1/D2 domain of largeMorrison M, Rae AL, Attwood in Surti buffalo rumen subunit ribosomal DNA for GT, McSweeney CS (2003) revealed by 18S rRNA differentiation of Opportunities to improve sequences and real-time PCR Orpinomyces spp. Appl fiber degradation in the assay. Curr Microbiol 63:281– Environ Microbiol 77:6722– rumen: Microbiology, 288 6725 ecology, and genomics. FEMS Microbiology Rev 27:663–693 Skillman LC, Evans PN, Strompl C, Denman SE, Tomkins NW, Joblin KN (2006) 16S rDNA McSweeney CS (2007) McSweeney CS, Denman SE, directed PCR primers and Quantitation and diversity Wright ADG, Yu Z (2007) detection of methanogens in analysis of ruminal Application of recent the bovine rumen. Lett Appl methanogenic populations in DNA/RNA-based techniques Microbiol 42:22–222 response to the in rumen ecology. Asian- Aust antimethanogenic compound J Anim Sci 20:283–294 Tajima K, Nagamine T, Matsui H, bromochloromethane. FEMS Nakamura M, Rustam I, Microbiol Ecol 62:313–322 Muyzer G, de Waal EC, Aminov RI (2001) Uitterlinden AG (1993) Phylogenetic analysis of

8

BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017

archaeal 16S rRNA libraries from the rumen suggests the existence of a novel group of archaea not associated with known methanogens. FEMS Microbiol Lett 200:67–72

Microbiol 39:257–260

Vasta V, Yanez-Ruiz DR, Mele M, Serra A, Luciano G, Lanza M, Biondi L, Priolo A (2010) Bacterial and protozoal communities and fatty acid Tatsuoka N, Mohammed N, profile in the rumen of sheep Mitsumori M, Hara K, fed a diet containing added Kurihara M, Itabashi H (2004) tannins. Appl Environ Phylogenetic analysis of Microbiol 76:2549–2555 methyl coenzyme M reductase detected from the Yanez-Ruiz DR, Macias B, Pinloche bovine rumen. Lett Appl E, Newbold CJ (2010) The

9

persistence of bacterial and methanogenic archaeal communities residing in the rumen of young lambs. FEMS Microbiol Ecol 72:272–278 Zhou M, McAllister TA, Guan LL (2011) Molecular identification of rumen methanogenstechnologies, advances and prospects. Anim Feed Sci Technol 166– 167:76–86