MIGRASI SUKU ASIMILASI BUDAYA DI I TINJAUAN LITERATUR ANTAR

Download Program Magister Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur anta...

0 downloads 332 Views 2MB Size
Tugas Mata Kuliah Mobilitas Penduduk

MIGRASI SUKU-SUKU SUKU DAN ASIMILASI BUDAYA DI INDONESIA; Tinjauan Literatur Antara Teori dan Empiris

KELOMPOK 1 Abdurrahman Ervin Jongguran Marajohan Henny Surya Indraswari Ika Maylasari

NPM. 1206304010 NPM. 1206304093 NPM. 1206304143 NPM. 1206304156

Program rogram Magister Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Pascasarjana Universitas Indonesia Depok, 2013

DAFTAR ISI

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Hal i

BAB I 1.1 1.2 1.3

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Metode Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1 1 1 1

BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6

TINJAUAN TEORI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Migrasi Secara Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Migrasi dan Suku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tipologi Migrasi Suku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tinjauan Migrasi Suku Minangkabau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Identifikasi Faktor Penyebab Migrasi Suku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Migrasi dan Asimilasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2 2 2 5 6 7 9

BAB III HASIL EMPIRIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.1 Sebaran Migrasi Suku-Suku di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2 Tipologi Migrasi Suku-Suku di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . DAFTAR PUSTAKA

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

12 12 24 26

i

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari sudut pandang demografi, migrasi merupakan salah satu dari tiga komponen dasar pertumbuhan penduduk suatu daerah. Migrasi menjadi bahasan penting ketika banyak negara telah melewati transisi demografi dengan menurunnya tingkat mortalitas dan fertilitas. Studi yang terkait migrasipun semakin berkembang. Terlebih lagi pada masa sekarang. Lusome dan Baghat (2006) menjelaskan bahwa migrasi menjadi sebuah fenomena yang universal di era modern sekarang. Karena ekspansi kemajuan transportasi dan komunikasi, migrasi menjadi bagian dari proses urbanisasi dan industrialisasi yang mendunia. Tidak hanya terkait dengan urbanisasi dan industrialisasi, lebih dari itu migrasi terkait dengan banyak aspek yang lebih luas. Migrasi terkait dengan perubahan iklim (climate change), migrasi juga berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi (economics development) baik daerah yang ditinggalkan atau daerah tujuan, migrasi mempunyai hubungan dengan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), migrasi dengan tenaga kerja, migrasi dan rekayasa sosial (social engineering), migrasi dan AIDS, migrasi dan konflik, migrasi dan lifecourse, migrasi suku (ethnic migration) dan sebagainya. Topik yang terakhir disebutkan tentang migrasi suku memang banyak literatur yang membahasnya, namun demikian dari sekian literatur tersebut, migrasi suku di Indonesia masih relatif sedikit. Oleh karena itu, tim penulis tertarik untuk mengupas lebih dalam apa dan bagaimana migrasi suku-suku di Indonesia, serta bagaimana assimilasi budaya terjadi dan tinjauan teori yang melatarbelakanginya. Penulisan dilakukan semata berdasarkan studi literatur. Namun demikian terbatasnya literatur menyebabkan jumlah suku yang dibahas dalam paper ini terbatas pada 12 suku – suku di Indonesia, yaitu Aceh, Batak, Minangkabau, Melayu (pesisir), Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Manado, Ambon, Bugis dan Bali. 1.2 METODE PENULISAN Paper ini ditulis dengan metode studi literatur baik bersumber pada materi dan catatan kuliah mobilitas di kelas, buku-buku di perpustakaan maupun bahan ilmiah berupa softfile dari jurnal dan buku-buku ilmiah. 1.3 TUJUAN PENULISAN Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Apa dan bagaimana migrasi suku-suku di Indonesia, termasuk di dalamnya pola sebaran dan tipologi migrasi masing-masing suku 2. Bagaimana asimilasi budaya terjadi 3. Tinjauan teori yang melatarbelakangi migrasi suku dan asimilasi yang terjadi

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

1

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 MIGRASI SECARA UMUM Dalam buku Dasar-Dasar Demografi (Munir, 2010) disebutkan migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara. Ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau dalam penelaahan migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi tempat. Untuk dimensi waktu ukuran yang pasti tidak ada, namun merujuk pada konsep pendataan oleh BPS referensinya adalah 6 bulan. Perubahan di tempat tinggal dapat berlangsung baik permanen maupun temporer (Premi, 1990 dalam Lusome dan Baghat, 2006). Dimensi tempat merujuk pada batas wilayah administrasi tertentu seperti batas negara/politik untuk migrasi international, dan batas provinsi/kabupaten-kota yang masih dalam satu negara untuk migrasi internal (Munir, 2010). Lusome dan Baghat (2006) menjelaskan lebih lanjut bahwa migrasi tidak hanya mempengaruhi ukuran, komposisi dan distribusi penduduk, namun lebih penting dari itu adalah mempengaruhi kehidupan sosial, politik dan kehidupan ekonomi suatu masyarakat. Definisi lain, konsep dari budaya migrasi mengungkapkan bagaimana gabungan antara migrasi dan peristiwa serta pengalaman hidup manusia dan seleksi dari beberapa proses migrasi tercermin dalam posisi relatif bahwa migrasi memegang peranan dalam kelompok sosial tertentu (Boyle, 1998). Migrasi juga adalah proses yang kompleks. Efeknya berjalan sepanjang hidup individu pelaku migrasi pada kondisi ekonomi, pengaruh politik, kehidupan sosial, hubungan keluarga, kesehatan dan kesejahteraan (Westin, 2002). 2.2 MIGRASI DAN SUKU Migrasi dapat dilakukan oleh siapapun yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, kapan dan di mana saja. Baik ia sebagai individu maupun kelompok individu. Salah satu kelompok individu pada tatanan masyarakat Indonesia dicirikan salah satunya dengan kelompok suku. Migrasi suku di Indonesia merupakan hal penting karena peranannya dalam pembangunan Indonesia sekarang ini. Tidak hanya lintas Nusantara, perpindahan penduduk antar pulau pulau di Asia Tenggara bagian dari jaringan dagang yang melintas batas budaya dan negara. Beberapa kelompok etnis di Indonesia, seperti suku Minangkabau, Banjar, Bugis, Makasar, Buton dan Madura dikenal baik sebagai pelaut dan pedagang, yang bepergian secara ekstensif tidak hanya pulau-pulau di Asia Tenggara namun juga hingga ke Madagaskar dan kepulauan Pasifik (Tirtosudarmo, 2007). Senada dengan Tirtosudarmo, Muhidin (2003), menyatakan bahwa suku-suku Indonesia yang terkenal sangat mobile adalah Suku Minangkabau dan Batak di Sumatera, Suku Bugis dan Makassar di Sulawesi, Suku Banjar di Kalimantan, serta Suku Madura di Jawa. Namun demikian, terdapat perbedaan yang cukup substansial mengenai motif yang melatarbelakangi perilaku migrasi masing-masing suku tersebut. Untuk itu, studi mengenai pola migrasi setiap suku tersebut harus difokuskan pada sistem sosial yang berlaku di dalam setiap suku serta karakteristik sifat individunya. Migrasi yang dilakukan oleh suku-suku di Indonesia bisa termasuk dalam migrasi internasional maupun internal. Abad ke 17 sampai awal abad 18 ketika nusantara masih dalam bentuk kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh nusantara, beberapa suku di Indonesia Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

2

melakukan migrasi internasional secara berkelompok khususnya ke negara tetangga seperti yang dilakukan oleh suku Minangkabau, suku Bugis dan suku Banjar ke Semenanjung Malaka yang sekarang masuk dalam wilayah Malaysia, serta suku bawean ke Singapura. Lamanya mereka menjadi penduduk Malaysia hingga mempunyai keturunan, menyebabkan suku-suku dari Indonesia tersebut dianggap sebagai salah satu nenek moyang negara Malaysia. Pada abad 18 hingga 21 sekarang ini migrasi internasional secara masal tidak lazim dilakukan oleh suku-suku di Indonesia, meskipun dalam tataran jumlah yang lebih kecil masih ditemukan. Migrasi yang terjadi cenderung menjadi migrasi internal, di mana suku-suku bermigrasi dari satu wilayah asal ke wilayah lain yang masih dalam satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Migrasi internal yang terjadi pada suku – suku di Indonesia tidak hanya bersifat voluntair seperti yang dilakukan oleh suku Minangkabau, Bugis, Banjar, Bawean, dan suku-suku lainnya yang secara sukarela bermigrasi tanpa ada perintah, namun juga suku seperti Jawa, Sunda, Bali dan Lombok bermigrasi karena ada kebijakan kependudukan melalui program transmigrasi yang bersifat involuntair. Dalam literatur buku Exploring Contemporary Migration (Boyle etc, 1998) program transmigrasi di Indonesia merupakan salah satu bentuk rekayasa sosial dalam migrasi. Boyle, etc (1998) menjelaskan tentang rekayasa sosial, dikatakan bahwa pemerintah daerah dan nasional suatu negara dapat mengintervensi secara langsung pola distribusi dan migrasi suatu suku dan ras karena empat alasan, yaitu: 1. Untuk memisahkan kelompok ras yang berbeda agar mencegah konflik suku dan disharmoni 2. Untuk menjaga rasial berdasarkan struktur kekuasaan dan stereotip yang mendukung mereka 3. Untuk membawa kelompok ras ke dalam pendekatan yang lebih akrab agar pemahaman saling pengertian meningkat yang pada akhirnya timbul keharmonisan 4. Mempertahankan atau mengontrol sumber daya yang bernilai yang disebabkan oleh penolakan akses mereka ketika orang luar masuk. Sejarah panjang negara Cina merupakan contoh konkret dijalankannya rekayasa sosial bermigrasi oleh pemerintah komunis Cina. Perhatikan kutipan berikut dari buku Muslim di Cina oleh Masha (2006) : “sebelum tahun 1950 etnik Uyghur menempati kedudukan mayoritas mutlak di Xinjiang. Sejak tahun itu pemerintah Cina mengambil kebijakan migrasi etnik Han ke Xinjiang untuk mengendalikan posisi mayoritas etnik Uyghur. Kebijakan migrasi diambil dalam bentuk peningkatan bersinambung jumlah penduduk beretnik Han di Xinjiang yang semula dibawah 10%. Dalam (tahun) 2000 kebijakan migrasi telah berhasil meningkatkan populasi etnik Han sampai mencapai 40% atau 8 juta lebih. Peningkatan jumlah penduduk beretnik Han secara masif ini membuahkan pergeseran tajam komposisi penduduk Xinjiang, di mana etnik Uyghur menjadi berjumlah dibawah 50% atau 10 juta juta kurang. “ Sedangkan rekayasa sosial yang diterapkan di Indonesia adalah transmigrasi yang diterapkan kepada suku Jawa, Sunda, Bali dan suku Lombok. Suku-suku ini bermigrasi ke daerah yang jarang penduduknya seperti pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah timur Indonesia.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

3

Wakil presiden Hatta pernah mengatakan bahwa emigrasi seharusnya dilanjutkan setelah Indonesia merdeka. Ide “transmigrasi” yang diajukan oleh Hatta saat itu berbeda dengan kebijakan kolonisasi yang diterapkan belanda. Transmigrasi diimplementasikan dalam hubungannya dengan industrialisasi di luar Jawa (Tirtosudarmo, 2009). Namun ide tersebut tidak sepenuhnya terlaksana. Baru pada periode 1956-1960, pemerintah merumuskan, untuk kali pertama, sebuah perencanaan pembangunan lima tahun, di mana transmigrasi dijelaskan sebagai satu instrumen untuk mengurangi tekanan penduduk di Jawa, menyediakan tenaga kerja di provinsi yang jarang penduduknya, dan mendukung strategi militer mempercepat proses asimilasi. (Hardjosudarmo, 1965: 128-129 dalam Tirtosudarmo, 2009). Pada akhirnya transmigrasi merupakan salah satu upaya untuk memperkuat integritas bangsa melalui proses asimilasi yang terjadi. Berbicara dimensi migrasi migrasi pada suatu suku tidak terlepas dengan kultur yang dimiliki oleh tersebut. Pendekatan secara antropologis sangat diperlukan dalam pembahasan ini, termasuk istilah asimilasi di dalamnya. Boyle, etc (1998) membuat 5 perspektif tentang hubungannya antara migrasi dan etnis. 1. Migrasi sebagai spiralisme (migration as spiralism) Keterkaitan antara migrasi dengan ekonomi yang baik dalam sorotan positif direfleksikan ke dalam kualifikasi, hal ini yang disebut sebagai budaya spiralis. Contohnya seorang wanita kawin/istri yang bermigrasi yang sebenarnya merugikan karirnya sendiri untuk keuntungan yang lebih baik bagi pasangannya. 2. Migrasi sebagai pelarian dan perlawanan (migration as escape and resistance) Migrasi sebagai pelarian dan perlawanan diasosiasikan dengan pilihan keluar dari sebuah masyarakat. Migrasi membawa mereka pada sebuah harapan di kehidupan baru bebas dari belenggu 3. Migrasi sebagai nomadisme (migration as nomadism) Beberapa etnis tertentu mungkin masih mempertahankan budaya nomaden. Dewasa ini, mereka kebanyakan berada di negara berkembang, seperti misalnya di benua Afrika dan Asia sebagai penyumbang jumlah terbesar mereka. Sementara di negara maju, terdapat suku Aborigin di Australia, suku Gipsi di Balkan Eropa, suku Badui di Arab. Pluss (1994) membagi masyarakat nomaden menjadi 3 tipe yaitu : a. kumpulan nomaden yang tidak memproduksi makanan tapi berburu atau bertani. dalam satu kelompok antara 20-60 orang. b. kelompok penggembala, yaitu kelompok yang memelihara binatang untuk memenuhi kebutuhan hidup. c. Rombongan pedagang yang hidup dengan kecerdasan dan keterampilan yang kurang dimiliki oleh kelompok penggembala atau petani yang tinggal dalam satu lokasi. 4. Migrasi sebagai diaspora nasional (migration as national diaspora) Istilah diaspora digunakan untuk merujuk pada sejumlah orang atau penduduk etnis tertentu yang dipaksa meninggalkan kampung halamannya , kemudian mereka tersebar pada belahan dunia, perkembangan berikutnya adaalah penyebaran mereka dan kebudayaannya 5. Migrasi sebagai konflik (migration as conflict) Migrasi yang melibatkan perpindahan ke negara, daerah lain atau ke daerah lokal lainnya yang mempunyai karaketistik sangat berbeda dari segi orangnya dalam hal ini adat, tradisi dan cara hidup dibanding daerah asal memunculkan kerentanan konflik. Sebagaimana pula yang dikemukakan oleh Lieberson (1961) bahwa diasumsikan ras dan kelompok etnis berbeda Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

4

dalam sosial, politik dan institusi ekonomi, yang kemudian mereka saling berhubungan dalam perbedaan itu. Konflik ini, merepresentasikan keangkuhan suku atau ketidak cocokan asimilasi antara dua kelompok suku pendatang dengan suku pribumi. 2.3 TIPOLOGI MIGRASI SUKU Peterson (1958) dalam Naim (1979), yang merumuskan tipologi umum migrasi. Tipologi menggambarkan tipe-tipe migrasi berdasarkan karakateristik tertentu. Oleh Naim (1979) tipologi umum migrasi Peterson dimodifikasi sebagaimana pada bagan berikut. Tipologi migrasi suku dibedakan berdasarkan karakteristik yang dilihat yaitu: kelas migrasi, orientasi tinggal, tipe daerah migrasi, cara pergi, pola pemukiman di tempat tujuan, dan orientasi okupasi.

Gambar 14. Bagan Tipologi Migrasi Sumber: Naim (1979) dengan modifikasi bagan a. Tipologi menurut kelas migrasi, dibedakan menjadi 2, yaitu 1. Voluntair (sukarela), disebut demikian jika seseorang bermigrasi tanpa ada paksaan 2. Involuntasi (terpaksa), disebut demikian jika seseorang bermigrasi karena ada paksaan b. Tipologi menurut orientasi tinggal, dibedakan menjadi 2 yaitu 1. Sementara, disebut demikian jika seseorang bermigrasi berniat tidak menetap dan suatu saat akan kembali ke tempat asal, meskipun tidak dapat ditentukan kapan waktu tersebut 2. Permanen, disebut demikian jika seseorang bermigrasi menetap di daerah tujuan migrasi c. Tipologi menurut tipe daerah migrasi, dibedakan menjadi 2, yaitu Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

5

1. Urban, disebut demikian jika seseorang bermigrasi ke daerah yang berstatus perkotaan 2. Rural, disebut demikian jika seseorang bermigrasi ke daerah yang berstatus perdesaan d. Tipologi menurut cara pergi, dibedakan menjadi 2, yaitu 1. Individual, disebut demikian jika seseorang bermigrasi secara sendiri-sendiri 2. Berkelompok, disebut demikian jika seseorang bermigrasi secara berkelompok, biasanya lebih dari satu keluarga e. Tipologi menurut pola pemukiman di tempat tujuan, dibedakan menjadi 2, yaitu 1. Individual, disebut demikian jika pemukiman di tempat tujuan migrasi sendiri-sendiri 2. Berkelompok, disebut demikian jika pemukiman ditempat migrasi terdapat kelompok suku yang sama f. Tipologi menurut orientasi okupasi, dibedakan menjadi 2, yaitu 1. Innovatif, disebut demikian jika mata pencaharian migran di tempat baru berbeda dengan ditempat asal 2. Konservatif, disebut demikian jika mata pencaharian migran di tempat baru sama dengan ditempat asal 2.4 TINJAUAN MIGRASI SUKU MINANGKABAU Merantau adalah satu contoh nyata migrasi salah satu suku di Indonesia yaitu Minangkabau. Orang Minangkabau mempunyai keunikan tersendiri dalam bermigrasi, sekalipun dengan suku lain yang juga memiliki intensitas migrasi tinggi seperti Bugis, Banjar, dan lain sebagainya. Penelitian yang paling terkenal terhadap merantau suku Minangkabau dilakukan oleh Mochtar Naim pada tahun 1971-1973. Beberapa tinjauan teori tentang migrasi suku Minangkabau yang diulas dalam buku “Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau” adalah sebagai berikut: 1. Sudut pandang sosiologi terhadap merantau Merantau menurut sudut pandang sosiologi bukan hanya berarti pergi ke rantau (daerah aliran sungai atau dataran rendah), tapi mengandung enam unsur pokok, yaitu: a. Meninggalkan kampung halaman b. Dengan kemauan sendiri c. Untuk jangka waktu lama atau tidak d. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman e. Biasanya dengan maksud kembali pulang, dan f. Merantau adalah lembaga sosial yang membudaya Kriteria pertama, yakni meninggalkan meninggalkan kampung halaman pergi merantau, memberi ruang bergerak untuk menafsirkan pengertian “jarak” menurut perkembangan waktu, kendatipun konotasi pergi ke rantau pabila saja tetap ada. Jadi seseorang dari Bukittinggi sudah menganggap dirinya merantau sekalipun hanya pergi ke Padang saja. Pengertian istilah “merantau” yang dipakai studi ini adalah pergi keluar daerah budayanya. Beberapa penulis, menggaris bawahi perlunya unsur “kemauan sendiri” ke dalam definisi migrasi mereka, umpamanya oleh Brienley Thomas (dalam Naim, 1979) migrasi dipandang sebagai gerakan perpindahan (termasuk perubahan tempat tinggal) dari satu negeri ke negeri lain yang terjadi disebabkan kemauan sendiri dari yang bersangkutan baik secara perorangan atau per kelompok. Mengenai merantau, bukanlah lama menetap di rantau itu sendiri yang membedakannya dari kunjungan biasa, melainkan adanya tujuan dan pengertian bahwa Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

6

2.

3.

4.

5.

merantau pada dasarnya ialah migrasi temporer, sekalipun ia mungkin berakhir dengan menetap buat selamanya. Kriteria ke enam yang harus ditambahkan sebagai hal yang pokok kepada tradisi merantau orang Minangkabau –tapi tidak mutlak perlu bagi pola migrasi pada golongan masyarakat lain- ialah bahwa merantau melembaga secar sosial dan budaya, sedangkan hal ini tidak harus terdapat pada migrasi pada umumnya. Merantau sebagai mobilitas regional Pokok pemikiran dalam semua definisi tentang migrasi ialah bahwa ia berhubungan dengan peralihan tempat tinggal. Sebagaimana ditekankan oleh Mabogunje: “semua studi tentang migrasi berfokus pada aspek perpindahan tempat tinggal dan secara sepintas atau mendetail menyoroti apa yang dilakukan oleh perantau di tempat tinggalnya yang baru. Merantau sebagai mobilitas ekonomi dan sosial Pada dasarnya menekankan pada aspek mobilitas geografi juga membukakan jalan pada timbulnya konsep merantau sebagai mobilitas ekonomi dan sosial, baik secara horizontal maupun vertikal. Biasanya kecenderungan untuk berpindah menjadi lebih terasa apabila keadaan ekonomi di kampung tidak lagi sanggup menahan mereka disebabkan efek Malthus, yaitu pertambahan penduduk yang terus menerus dengan ekonomi subsistensi pertanian yang statis. Perantau ditempat yang baru tidak lagi menjadi pekerja disektor pertanian, mereka bersifat inovatif yakni sebagai pedagang, memberi jasa-jasa dan melakukan pekerjaan otak yang dari sudut finansial juga dapat dipandang sebagai mobilitas ekonomi yang naik. Merantau sebagai agen of cultural transmission Studi klasik tentang The Polish Peasant oleh W.I Thomas dan Florian Znaniecki (1972) dalam Naim (1979) dengan jelas memperlihatkan fungsi migrasi sebagai culutural transmitter (penyalur arus budaya). Dengan merantau, sesungguhnya nilai-nilai budaya Minangkabau telah disalurkan. Transmisi bekerja dua arah, melalui perbuatan merantau maka budaya tempat asal disuplai, diperkuat dan ditantang oleh budaya baru. Kedua, melalui merantau pula setiap perantau sedikit banyaknya juga bertindak sebagai penyalur budaya dari budaya asal. Merantau sebagai lembaga Tradisi merantau adalah melembaga dalam sistem sosial Minangkabau, hal ini tidak dimiliki oleh suku manapun di Indonesia. Hal ini terkait dengan adanya sistem matrilineal yang mendorong seorang laki-laki merantau.

Dengan memahami tinjauan teori migrasi suku Minangkabau di atas sebagai salah satu suku di Indonesia yang mempunyai intensitias migrasi yang tinggi, hal yang samapun dapat berlaku dengan suku-suku lainnya yang juga memiliki kemiripan seperti halnya pada suku Batak, Bawean, Bugis dan Banjar. Perbedaaan terletak pada pelembagaan budaya migrasinya, di mana telah disebutkan di atas hanya orang Minangkabau yang memiliki pelembagaan budaya migrasinya.

2. 5 IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB MIGRASI SUKU-SUKU Naim (1979) dalam penelitannya tentang migrasi suku-suku besar di Indonesia dan menjelaskan alasan terjadinya migrasi. Faktor yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Tekanan Ekologis dan Intensitas Migrasi Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

7

2.

3.

4.

5.

6.

Faktor fisik, berupa ekologi dan lokasi. Faktor fisik berupa ekologi berkaitan dengan bentuk fisik daerah, apakah itu berupa pegunungan, daratan rendah, pesisir pantai, termasuk di dalamnya sungai – sungai dan hutan yang meliputi daerah tersebut. Ekologi ini sangat berkaitan dengan kesuburan suatu tanah. Kecenderungan yang terjadi adalah suku – suku bermigrasi menuju daerah yang subur. Sedangkan faktor fisik berupa lokasi adalah jauh-dekatnya kepada pusat-pusat kegiatan politik atau kegiatan ekonomi. Faktor ekonomi dan demografi (kependudukan) Pada saat pertanian sawah tidak dapat lagi menjadi sandaran hidup, orang-orang mulai meninggalkan daerah asal menuju ke tempat migran yang dirasakan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini migrasi disebabkan oleh dorongan ekonomi untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik. Pada faktor demografi, memberi arti bahwa tekanan penduduk yang tinggi cenderung mendorong orang untuk bermigrasi. Tidak semua suku faktor demografi mendorong orang secara kuat untuk bermigrasi. Contoh nyata adalah pada suku jawa dan sunda. Sebelum dikenalnya transmigrasi tekanan demografi tidak cukup kuat untuk mendorong suku jawa dan sunda untuk bermigrasi. Setelah tahun 1980 an dengan program transmigrasi migrasi suku Jawa keluar Jawa meningkat tajam. Faktor pendidikan Faktor lainnya mendorong untuk bermgrasi adalah pendidikan. Pada beberapa suku motivasi untuk mendapatkan pendididikan yang lebih tinggi mendorong mereka untuk bermigrasi. Hal ini disebabkan pendidikan tinggi yang diharapkan tidak tersedia ditempat asal. Tekanan Politik dan intensitas migrasi Keresahan politik seperti pemberontakan, kekisruhan kerajaan pada masa lalu, juga menyebabkan sebagian suku bermigrasi. Orang bugis, orang banjar, orang aceh dan sunda melakukan migrasi karena kisruh dan memberontak kepada kerajaan. Daya Tarik Kota Faktor daya tarik kota menjadi faktor kuat bagi orang untuk melakukan migrasi. Sukusuku yang termasuk dalam tipologi inovatif dengan tidak lagi mengandalkan keahlian bertani di tempat tujuan menjadi sangat relevan untuk menjelaskan mengapa mereka bermigrasi. Misalnya suku minangkabau dan batak yang umumnya bermigrasi ke daerah perkotaan, sebagai pedagang dan penyedia jasa. Faktor-faktor sosial Aspek sosial yang diperhatikan disini adalah hubungan sosial. Misalnya seorang kepala rumah tangga yang sukses ditempat migrasi, cenderung untuk mengajak keluarga dan tetangga untuk bermigrasi. Sehingga migrasi suku banyak terjadi secara berkelompok. Suku bugis konon menerapkan faktor ini untuk mempengaruhi terumata sanak famili untuk bermigrasi. Kasus ini banyak ditemukan di kalimantan, bahkan hingga sekarang. Selain bugis, orang jawa melakukan hal yang sama dengan mengajak keluarga bahkan teman untuk bermigrasi terlebih lagi ketika sang pengajak dinilai sukses di tempat tujuan migrasi, misalnya kota Jakarta.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

8

2.6 MIGRASI DAN ASIMILASI Pembahasan bagian sebelumnya, dengan telah disebutkan bahwa budaya yang dibawa oleh suku-suku yang bermigrasi membawa edek pada percampuran dengan budaya penduduk pribumi. Tirtosudarmo (2007) mengatakan percampuran dan perubahan interkultur antara kelompok etnis yang berbeda telah memberi kontribusi bagi keturunan dan masyarakat yang multikultur di Indonesia. Begitu pula para pedagang Arab dan Cina sebagaimana orang Eropa dulu memberikan kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang plural sekarang ini. Dengan maksudnya yang lebih kurang sama, Bogue (1959;489) dalam Boyle, etc (1998; 37) mengatakan, migrasi menggambarkan perpindahan yang melibatkan perubahan yang komplit dan penyelarasan kembali afiliasi masyakarat dari individu-individunya. Ini artinya terdapat perubahan perilaku masyarakat karena penyesuaian-penyesuaian yang terjadi di tempat tujuan migran berada. Oleh karena itu, Fielding (1992) dalam Boyle, etc (1998) menyimpulkan secara umum bahwa migrasi merupakan satu kejadian penting dalam budaya. Proses perubahan yang terjadi tersebut dalam ilmu sosiologi disebut sebagai asimilasi kebudayaan. Asimilasi dapat berarti sebagai penurunan, dan pada titik akhir yang hilangnya, dari perbedaan etnis / ras dalam sosial budayanya. Definisi ini tidak menganggap bahwa salah satu dari kelompok-kelompok ini harus menjadi mayoritas etnis; asimilasi dapat melibatkan kelompok minoritas saja, dalam hal batas etnis antara mayoritas dan kelompok minoritas gabungan mungkin tetap utuh (Alba dan Nee, 1997). Teori asimilasi dikemukakan pada tahun 1920-an oleh Robert Park, seorang teoretisi sosiologi. Park mengemukakan teori asimilasi berdasarkan kenyataan yang diamatinya pada masyarakat Eropa yang memiliki tingkat migrasi yang tinggi. Teori asimilasi tersebut kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Milton Gordon (1964). Dalam bukunya “Assimilation in American Life” Gordon berpendapat bahwa ada tiga (3) jenis persaingan dalam proses asimilasi, yaitu melting pot, pluralisme budaya, dan Anglo comformity. 1. Melting Pot I Teori melting-pot ini merupakan salah satu yang paling diperbincangkan oleh para ahli ilmu sosial. Teori ini pertama kali dipopulerkan oleh J. Hector St. John de Crevecoeur, seorang Prancis yang menetap di New York, AS. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang beragam latar belakang—seperti agama, etnik, bahasa, dan budaya yang harus disatukan ke dalam satu wadah yang paling dominan. Teori ini melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu kelompok mayoritas dan minoritas. Bila mayoritas individu dalam suatu masyarakat adalah pemeluk agama Islam, maka individu lain yang memeluk agama non-Islam harus melebur ke dalam Islam. Bila yang mendominasi suatu masyarakat adalah individu yang beretnis Jawa, maka individu lain yang beretnis lain harus mencair ke dalam etnis Jawa, dan demikian seterusnya. Teori ini hanya memberikan peluang kepada kelompok mayoritas untuk menunjukkan identitasnya. Sebaliknya, kelompok minoritas sama sekali tidak memperoleh hak untuk mengekspresikan identitasnya. Identitas di sini bisa berupa agama, etnik, bahasa, dan budaya. Teori ini sejalan dengan teori lainnya, yaitu teori Fungsional (Functionalist theorists) dalam ilmu sosiologi menyatakan bahwa agar hubungan ras dan suku berfungsi dan memberikan kontribusi hubungan yang harmonis dan masyarakat yang stabil, ras dan suku minoritas haruslah berasimilasi ke dalam masyarakat. Teori ini tampak sangat tidak demokratis. Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

9

2. Melting Pot II Dipopulerkan oleh seorang Israel Zangwill pada tahun 1908. Israel Zangwill memandang bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat yang beragam latar belakangnya, disatukan ke dalam satu wadah, dan selanjutnya membentuk wadah baru, dengan memasukkan berbagai unsur budaya yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam masyarakat tersebut. Identitas para anggotanya melebur menjadi identitas yang baru, sehingga identitas lamanya menjadi hilang. Bila dalam suatu masyarakat terdapat individu-individu yang beretnis Jawa, Sunda, dan Batak, maka identitas asli dari ketiga etnik tersebut menjadi hilang, selanjutnya membentuk identitas baru. Islam Jawa di kraton dan masyarakat sekitarnya yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kejawen adalah salah satu contohnya. Teori, ini belum sepenuhnya demokratis, karena hanya mengambil sebagian unsur budaya asli individu dalam masyarakat, dan membuang sebagian unsur budaya yang lain. 3. Pluralisme Budaya Adanya dua atau lebih kelompok yang berbeda budaya yang hidup dalam masyarakat yang sama dalam relatif harmoni, telah menjadi bentuk pluralisme yang lebih nyata. Dalam teori ini kaum migran yang biasanya menjadi minoritas dapat mempertahankan subkultur khas mereka dan sekaligus berinteraksi dengan kesetaraan relatif dalam masyarakat yang lebih besar. Pada saat yang sama minoritas dapat berinteraksi terutamadi antara mereka sendiri, hidup dalam masyarakat yang jelas, memiliki bentuk organisasi sendiri serta menikah dengan orang yang ada di dalam kelompok mereka. 4. Anglo comformity Nosi terkait Anglo-Conformity sangat terlihat jelas pada masyarakat Amerika Serikat (AS) khususnya pada masa Perang Dunia I. Pertama kali, nosi ini diawali oleh pola migrasi besar-besaran yang kemudian mengubah komposisi populasi di AS pada tahun 1880-an. Karena merasa posisinya terancam, kelompok “Yankees” menetapkan Anglo-Saxon sebagai model superior untuk menjaga identitas penduduk asli AS. Anglo-Saxon ternyata menguat dan menjadi model yang harus diikuti oleh setiap penduduk baru. Untuk melestarikan warisan budaya Anglo-Saxon, penduduk AS tersebut sering melakukan beberapa upaya seperti membatasi jumlah imigran. Selain itu, sekolah juga turut membantu upaya tersebut dengan memainkan peran sebagai agen dalam menghapuskan perbedaan kebudayaan. Oleh karena itu, penduduk pendatang umumnya mengubah identitas mereka sebagai “Americans.” Dari pihak otoritas negara, pemerintah menerapkan regulasi seperti dalam hal kewarganegaraan, keharusan untuk tunduk kepada institusi-institusi legal AS, dan wajib menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama. Selain itu Gordon (dalam Liliwari, 2005) juga membagi asimilasi kedalam tujuh dimensi adaptasi, di antaranya :  Asimilasi budaya Proses mengadopsi nilai, dogma, ideologi, bahasa dan sistem simbol dari suatu atau beragam kelompok etnik sehingga membentuk nilai, dogma, ideologi, bahasa dan sistem simbol kelompok etnik baru  Asimilasi struktural Proses penetrasi kebudayaan suatu kelompok etnik kedalam kelompok etnik lainnya melalui kelompok primer, misalnya keluarga, teman dekat Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

10











Asimilasi perkawinan Terjadi karena adanya perkawinan antar ras, antar etnik untuk melahirkan ras atau etnik baru Asimilasi identifikasi Proses identifikasi individu-individu dari suatu kelompok etnik untuk mencipatakan identitas personal, agar dapat berpartisipasi dalam memberikan pengaruh terhadap kelompok etnik lain. Asimilasi sikap resepsional Bentuk asimilasi yang dilakukan oleh suatu kelompok etnik dengan mengurangi sikap diskriminasi atau stereotip, stigma dan label terhadap kelompok etnik lain. Asimilasi perilaku resepsional Asimilasi antar etnik yang ditunjukka oleh etnik tertentu dengan tidak mau terlibatdalam tindakan diskriminasi terhadap kelompok etnik lain. Asimilasi kewarganegaraan Asimilasi kelompok etnik atau ras tertentu dengan memasukkan nilai-nilai dasar kebudayaannya kedalam arena politik, pemerintahan dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

11

BAB III HASIL EMPIRIS 3.1 SEBARAN MIGRASI SUKU-SUKU DI INDONESIA Penelitian mengenai pola migrasi suku-suku di Indonesia hanya terbatas pada beberapa suku saja. Peneliti lebih tertarik pada suku-suku yang memiliki keunikan tersendiri yang tidak banyak dijumpai pada suku-suku lainnya, seperti misalnya merantau Suku Minangkabau, yang diteliti oleh Mochtar Naim (1971), migrasi suku Banjar, Suku Batak, suku Jawa, suku Bugis (Ammarel, 2002) dan suku Bawean (Leake, 2009). Selebihnya suku – suku lainnya hanya membahas aspek antropologis dan sosial kultur suku tersebut. Teori mengenai migrasi secara umum juga berlaku pada migrasi suku. Seperti terdapatnya faktor pendorong dan faktor penarik terjadinya migrasi. Dalam banyak kasus ditemukan migrasi suku melibatkan sekumpulan individu, hal ini bisa dipelajari pada migrasi sukusuku pada zaman peperangan, sepertinya misalnya suku Banjar di pulau Kalimantan yang bermigrasi ke pulau Sumatera karena terjadinya peperangan saudara dalam memperebutkan kekuasaan kerajaan. Naim (1979) memasukkan 12 suku dalam penelitiannya menjadi dua kelompok yaitu suku-suku yang mempunyai intensitas migrasi yang tinggi dan intensitas migrasi rendah. Hal ini didasarkan pada angka persentase migrasi masing-masing suku. Persentase migrasi menunjukkan jumlah penduduk suku tertentu yang berstatus migran diluar daerah asal (dalam hal ini provinsi asal) per 100 jiwa total penduduk pada suku yang sama. Angka dihitung berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1930. Dengan melihat Tabel 1 suku-suku yang memiliki persentase migrasi pada tahun 1930 di atas 9 sudah cukup dikatakan intensitas migrasinya tinggi. Dalam hal ini suku Minangkabau, Batak, Banjar, Bugis, Manado dan Ambon termasuk dalam kelompok pertama. Sebaliknya suku Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Bali dan Melayu termasuk dalam kelompok suku yang intensitas migrasinya rendah. Jawa, Sunda dan Bali diestimasi sekitar 3,4% yang berstatus migran. Sedangkan suku lainnya pada kisaran 1 s.d 2 %. Pada Sensus Penduduk tahun 1961 tidak ada pertanyaan mengenai suku, sehingga untuk mendapatkan angka persentase migrasi suku dilakukan dengan estimasi oleh Naim berdasarkan laju pertumbuhan rata-rata penduduk masing-masing suku. Pertanyaan suku penduduk kembali muncul pada Sensus penduduk tahun 2000, yang kemudian berlanjut pada Sensus Penduduk tahun 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 menempatkan suku-suku yang memiliki intensitas migrasi tinggi menjadi 7 suku, 6 suku seperti pada tahun 1930, yaitu Minangkabau, Batak, Banjar, Bugis, Manado dan Ambon, serta ditambah suku Jawa meningkat tajam menjadi 31,38% yang berstatus migran pada tahun 2010. Tidak dapat dipungkiri bahwa program transmigrasi menjadi penyebab suku Jawa termasuk dalam kelompok suku-suku yang intensitas migrasinya tinggi.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

12

Tabel 1. Perkembangan persentase Migrasi menurut suku tahun 1930,1961 dan 2010 Persentase Migrasi Intensitas Migrasi Suku bangsa 1930 1961 2010 (1) (2) (3) (4) (5) Tinggi Minangkabau 11,0 31,6 34,71 Batak 15,3 19,5 31,67 Banjar 14,2 12,2 34,90 Bugis 10,5 6,6 43,30 Manado 9,5 n.a 17,61 Ambon 9,1 11,5 17,67 Rendah

Jawa Sunda ± 3,4 ± 3,4 Madura Bali 0,1 1,4 Aceh 1,1 2,6 Melayu 3,4 3,3 Sumber : Merantau Pola Migrasi Suku Minang (Naim, 1979) dan BPS (2010)

31,83 9,29 9,18 15,47 6,64 15,78

Pada tahun 2010, suku Bugis menjadi suku dengan tingkat migrasi paling tinggi dibandingkan suku-suku lainnya d iIndonesia. Hampir separuh suku Bugis tidak tinggal di provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan tempat asal suku Bugis. Kemudian suku Banjar yang selama ini jarang terekspos karena migrasi sukunya justru berada di posisi dua dengan persentase 34,90%, satu tingkat di atas suku Minangkabau yang dikenal dengan budaya merantaunya. Hal yang menarik adalah suku Sunda yang masih tetap bertahan di kampung halamannya di Jawa Barat dan Banten. Persentase migrasinya relatif kecil yakni hanya 9,29%, oleh karena itu tidaklah mengherankan Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak se Indonesia yang mencapai 38,8 juta pada tahun 2010.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

13

Bugis

43.30

Banjar

34.90

Minangkabau

34.71

Jawa

31.83

Batak

31.67

Maluku

17.67

Minahasa

17.61

Melayu (pesisir)

15.78

Bali

15.47

Sunda

9.29

Madura

9.18

Aceh 6.64 0%

20%

40% MIgran

60%

80%

100%

Nonmigran

Gambar 1.. Persentase Migrasi 12 Suku di Indonesia Tahun 2010 Sumber: SP 2010, BPS (data diolah) Untuk mengetahu lebih dalam mengenai migrasi suku-suku, suku suku, berikut ini akan diuraikan arus utama dan sebaran ke 12 suku-suku suku tersebut. 1. Aceh Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara Sumatra Sumatra, tepatnya di Provinsi Aceh. Suku Aceh mempunyai kedekatan dengan orang Champa, Thailand, hailand, karena bahasa yang dipertuturkan mempunyai kemiripan.

Gambar 2. Sebaran dan Arus Utama Migrasi Suku Aceh Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah)

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

14

Suku Aceh adalah penduduk lokal bagi seluruh wilayah yang termasuk dalam wilayah provinsi Aceh. Orang Aceh tidaklah segencar suku Batak atau Minangkabau yang merupakan tetangganya, dalam urusan bermigrasi. Kalaupun bermigrasi, Sumatera Utara merupakan daerah tujuan utama migrasi yang dilakukan oleh orang Aceh. Angkanya paling tinggi yaitu 133.439 jiwa yang berada di Sumatera Utara, sedangkan daerah lainnya relatif kecil. Meski demikian, pada sudut-sudut ibukota Jakarta terdapat komunitas orang Aceh seperti di daerah Pasar Minggu. 2. Ambon Ambon adalah suku yang mendiami daerah kepulauan yang sekarang terletak di Provinsi Maluku. Sebutan suku Ambon identik dengan sebutan orang Maluku secara luas yang terdiri dari ratusan sub suku. Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melania Pasifik, yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudera Pasifik. Maluku juga memiliki ikatan tradisi dengan bangsa-bangsa kepulauan pasifik seperti bahasa, lagu daerah, makanan, perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik.

Gambar 3. Sebaran dan Arus Utama Migrasi Suku – Suku di Maluku Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Berbicara migrasi pada orang Ambon berarti berbicara sejarah masa lalu. Pada saat Maluku dikuasai VOC Belanda, banyak orang Ambon yang dibawa oleh Belanda keluar Maluku menjadi pekerja, seperti di Batavia (Jakarta sekarang) dan membentuk komunitas seperti di Kampung Ambon. Banyaknya kerajaan kecil di wilayah Maluku sedikit banyak menyebabkan terjadinya perselisihan dan peperangan, mereka yang kalah sebagiannya bermigrasi ke pulau Papua. Persentase migrasi orang Maluku mencapai angka 17,67% dan termasuk dari bagian suku-suku yang mempunyai intensitas migrasi yang tinggi. 3. Suku Bali Suku Bali adalah suku bangsa yang mendiami pulau Bali, menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Ada kurang lebih 4 juta orang Bali sekarang ini. Sebagian besar mereka tinggal di pulau Bali. Setelah mengikuti program transmigrasi mereka menjadi tersebar di seluruh Indonesia. Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

15

Gambar 4. Sebaran Migrasi Suku Bali Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Orang Bali signifikan secara jumlah ada di provinsi NTB yang mencapai 119.407 jiwa, selain itu di Lampung dan Sulawesi Tengah. Secara umum orang Bali juga ada di mana program transmigrasi dilaksanakan seperti di seluruh wilayah Kalimantan dan Sulawesi meskipun secara persentase relatif kecil. 4. Banjar Suku bangsa Banjar adalah salah satu penduduk asli di pulau Kalimantan, dan meliputi hampir seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sejak abad ke-17 orang Banjar mulai menempati sebagian Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut. Perkampungan Banjar juga dapat ditemukan di Kalimantan Barat misalnya di kelurahan Banjar Serasan. Sejak abad ke-19, suku Banjar migrasi ke pantai timur Sumatera, meliputi wilayah sumatera utara, Riau dan Jambi sekarang. Selain di nusantara, orang Banjar juga bermigrasi ke Malaysia, di daerah Johor, Selangor, Sabah, Tawau, juga negara Singapura. Tingginya migrasi orang Banjar kala itu lebih disebabkan adanya tekanan politik dan keamanan pada zaman kerajaan Banjar. Perebutan kekuasaan antar keluarga kerajaan mendorong pihak yang kalah melakukan migrasi.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

16

Gambar 5. Sebaran Migrasi Suku Banjar Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) 5. Batak Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan wilayah Sumatera Timur, di provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Definisi ini juga dipakai dalam Sensus Penduduk tahun 2010 oleh BPS. Tercatat jumlah suku Batak mencapai 8,46 juta jiwa sehingga menempatkan suku ini menjadi suku terbesar ketiga setelah Jawa dan Sunda.

Gambar 6. Sebaran Migrasi Suku Batak Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Sejak dahulu Batak dikenal sebagai suku yang senang dengan migrasi. Oleh karena itu Batak secara umum menyebar secara meluas ke seluruh Indonesia. Tidak sulit menemukan orang Batak di sekitar kita. Arus utama sebaran suku Batak ada di provinsi Aceh, Sumatera Barat, Riau, Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

17

Kepulauan Riau, Jakarta dan Jawa Barat. Orang Batak di Jakarta sangat dikenal karena profesi mereka di sektor informal yang terlihat dominan, seperti pedagang di Kawasan Senen dan PKL di Tanah Abang. 6. Bugis Suku Bugis sulawesi selatan adalah salah satu paling terkenal sebagai pelaut yang berlayar sepanjang garis pantai asia tenggara dengan dagangannya. Mereka terpaksa keluar dari kampung halamannya akibat dari perang makassar dengan belanda pada akhir abad 17. Mereka menggunakan kapal yang mereka miliki melintasi laut dan membentuk perkampungan di daerah yang baru. Sebagai migran, mereka dikenal dengan kerja kerasnya (Ammarell, 2002) Berdasarkan Sensus penduduk Indonesia tahun 2010, populasi orang Bugis sebanyak sekitar 6,3 juta jiwa. Orang Bugis di kenal sebagai suku penakluk laut. Dengan kemahiran membuat kapal pinisi, memudahkan mereka untuk bermigrasi kemanapun mereka mau. Tercatat dalam sejarah sekumpulan kapal pinisi dari Sulawesi Selatan bahkan sampai di Cape Town, Afrika Selatan dan konon penamaan Tanjung Harapan di negara tersebut berasal dari bahasa Melayu yang di bawa oleh orang Bugis.

Gambar 7. Sebaran Migrasi Suku Bugis Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Dengan status sebagai suku dengan persentase migran tertinggi mencapai 43,30 persen, sehingga wajar jika orang-orang Bugis menyebar di berbagai provinsi Indonesia. mereka tampak dominan berada di provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara seperti di Malaysia dan Singapura. Orang Bugis bersama dengan orang Minangkabau adalah nenek moyang bagi orang Malaysia. 7. Jawa Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia dengan jumlah nominal 95, 21 juta jiwa hasil Sensus Penduduk tahun 2010. Dengan jumlah sebesar ini berarti 40,22 % penduduk

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

18

Indonesia adalah orang Jawa. Orang Jawa berasal dari wilayah provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger dan lain-lain. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon.

Gambar 8. Sebaran Migrasi Suku Jawa Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Tahun 1930 hingga tahun 1960-an, suku Jawa merupakan suku dalam kelompok intensitas rendah dalam bermigrasi. Pulau Jawa adalah pusat perekonomian dan politik saat itu. Posisi pulau Jawa sangatlah strategis bagi perdagangan Nusantara. Naim (1979) menyebutkan: “tidak satupun kita temukan masyarakat yang secara gerografis letaknya menguntungkan yang punya intensitas migrasi yang tinggi”. Oleh karena itu tepat mengatakan bahwa penduduk Jawa enggan untuk bermigrasi, terlebih tanah di Jawa adalah tanah yang subur bagi pertanian. Namun seiring dengan meningkatnya tekanan penduduk, yang berefek pada menyempitnya lahan pertanian, dan berkurangnya kesempatan kerja, pemerintah mulai menyadari akan hal itu dan mencoba membuat migrasi internal yang dikenal dengan istilah transmigrasi. Migrasi ini termasuk dalam tipologi migrasi secara involuntair (terpaksa). Transmigrasi mejadi awal bagi migrasi orang Jawa ke luar pulau Jawa secara massal. Suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, Jawa barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di negara Suriname, Amerika Tengah karena pada masa kolonial Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja. 8. Madura Suku Madura merupakan etnis dengan populasi terbesar ke empat di Indonesia, jumlahnya sekitar 7,17 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Mereka paling banyak bermigrasi ke pulau Kalimantan, Jakarta dan Jawa Barat. Di Provinsi Kalimantan Barat angka orang Madura cukup siginifikan yang mencapai 247.869 juta jiwa atau 7 % dari total penduduk Kalimantan Barat.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

19

Gambar 9. Sebaran dan Arus Utama Migrasi Suku Madura Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) 9. Melayu Suku Melayu adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri utamanya adalah penuturan bahasa Melayu. Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir barat Kalimantan, Thailand Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah suku Melayu sekitar 2,27% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.

Gambar 10. Sebaran Migrasi Suku Melayu Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Meskipun begitu, banyak pula masyarakat Minangkabau, Mandailing, dan Dayak yang berpindah ke wilayah pesisir timur Sumatera dan pantai barat Kalimantan, kemudian mengaku sebagai orang Melayu. Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

20

10. Manado Manado adalah bukan nama spesifik suku. Penyebutan orang Manado, memberi arti yakni mereka yang lahir, tumbuh, dan besar atau menetap di wilayah Kota Manado, apakah orang itu berasal dari Gorontalo, Jawa, Cina, Sanger, Bugis, Makassar, Ternate, Papua, Batak atau sub-sub suku yang bertebaran dan hidup serta menghidupkan kota ini. Dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010 terdapat suku Minahasa yang merujuk identitas sekumpulan beberapa sub suku yang mendiami sulawesi utara. Subsuku tersebut adalah: Tontemboanatau Tompakewa, Tombulu, Tonsea, Toulour (Tondano), Tonsawang, Tombatu/Tondanow, Ponosakan, Pasan (atau Ratahan), Bantik. Agar lebih spesifik Orang Manado diwakili oleh suku Minahasa.

Gambar 11. Sebaran Migrasi Suku Minahasa Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Orang Minahasa tidak pernah melakukan migrasi secara besar-besaran. Mereka hidup tenang dan damai di wilayah Sulawesi Utara yang terkenal kekayaan bahari hingga ke manca negara. Hasil pertanian yang melimpah dan tidak adanya konflik juga menjadi penguat untuk menjelaskan rendahnya migrasi pada orang minahasa. 11. Minangkabau Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

21

Gambar 12. Sebaran Migrasi Suku Minangkabau Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri. Budaya merantau yang melekat erat pada suku ini menjadikan Minangkabau sebagai suku migran sejati. Merantau merupakan salah satu nilai budaya dalam kehidupan masyarakat minangkabau. Terdapat jalinan ikatan perantau dengan kampung halamannya, baik secar individu, nagari, kecamatan, maupun provinsi (Djohan, 2011) Tingkat migrasinya relatif tinggi. Pada setiap 100 orang Minangkabau di Indonesia 34 atau 35 di antaranya tidak tinggal di Sumatera Barat. Merantau bagi suku minang adalah sebuah tradisi yang melembaga. Disetiap tujuan migrasi, terdapat lembaga yang mengurusi para perantau. 12. Sunda Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat dan Banten sebagai daerah asal suku Sunda. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa. Populasinya mencapai 37,70 juta jiwa.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

22

Gambar 13. Sebaran Migrasi Suku Sunda Sumber: SP 2010, BPS (gambar dan data diolah) Suku Sunda termasuk dalam kelompok suku yang intensitas migrasinya rendah. Dari tahun 1930 sampai 2010, kisaran persentase migrasinya berada pada angka 3,4 hingga 9,29 persen. Jikapun bermigrasi mereka lebih banyak pergi ke tempat yang relatif dekat, seperti misalnya, Jakarta, Jawa Tengah, Lampung dan Sumatera Selatan. Meskipun demikian secara umum orang Sunda telah menyebar ke seluruh Indonesia meskipun angkanya jauh lebih rendah dibandingkan dengan suku Jawa.

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

23

3.2 TIPOLOGI MIGRASI SUKU-SUKU DI INDONESIA Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mochtar Naim, setiap suku mempunyai jenis atau tipologi migrasi sendiri sendiri. Hasil penelitian tersebut diringkas dalam tabel berikut: Tabel 2. Tipologi 12 Suku-Suku di Indonesia Kelas migrasi

Orientasi tinggal

Tipe daerah migrasi

Cara pergi

Pola pemukiman

Orientasi okupasi

Suku bangsa

(1)

voluntair

involunt air

sementara

perman en

urban

rural

individual

berkelo mpok

individual

berkelo mpok

innovatif

konservatif

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

Intensitas Tinggi Minangkabau v v v v Batak v v v v v Banjar v v v v Bugis v v v v Manado v v v v Ambon v v v v Intensitas Rendah Jawa v v v Sunda v v v Madura v v v Bali v v v Aceh v v v v melayu v v v v Sumber: Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau (Naim, 1979)

v v v

v v

v v v

v v v v v v

v v

v v v

v v v v v v

v v

v v v v v v

Penting untuk diingat bahwa penelitian ini dilakukan oleh Naim pada tahun 1971, dan menggunakan data tahun 1930-1961, di mana pada beberapa fakta mengalami perkembangan, seperti misalnya suku Jawa termasuk dalam kelompok intensitas rendah. Hal ini bisa kita pahami bahwa program transmigrasi belum dilaksanakan. Begitu pula dengan istiliah suku Menado yang disebut sebagai sebuah nama suku oleh Naim, yang sebenarnya tidak tepat menyebutnya sebagai jenis suku. Sehingga nama Menado dipadankan dengan suku Minahasa pada data hasil Sensus Penduduk tahun 2010. Namun demikian hasil penelitian sangat membantu sekali dalam pemahaman kita dalam mempelajari migrasi suku-suku di tanah air. Berdasarkan tabel tipologi tersebut kita dapat mengatakan bahwa; 1. Suku Minangkabau, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal sementara, ke daerah urban, dilakukan secara individu, pola pemukiman individual atau terpencar, dan orientasi okupansi yang innovatif 2. Suku Batak, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal permanen, ke daerah baik urban maupun rural, dilakukan secara individu dan atau kelompok, pola pemukiman individual (terpencar) dan juga berkelompok, dan orientasi okupansi yang innovatif dan sebagian konservatif

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

24

3. Suku Banjar, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal menetap, ke daerah urban dan rural, dilakukan baik secara individu maupun kelompok, pola pemukiman berkelompok, dan orientasi okupansi yang konservatif 4. Suku Bugis, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal permanen, ke daerah rural, dilakukan secara individu dan juga berkelompok, pola pemukiman berkelompok, dan orientasi okupansi yang konservatif 5. Suku Manado (Minahasa), memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal permanen, ke daerah urban, dilakukan secara individu, pola pemukiman individual atau terpencar, dan orientasi okupansi yang innovatif 6. Suku Ambon, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal permanen, ke daerah urban, dilakukan secara individu, pola pemukiman individual atau terpencar, dan orientasi okupansi yang innovatif 7. Suku Jawa, memiliki ciri tipologi migrasi yang involuntair, tinggal menetap, ke daerah rural, dilakukan secara berkelompok, pola pemukiman berkelompok, dan orientasi okupansi yang konservatif 8. Suku Sunda, memiliki ciri tipologi migrasi yang involuntair, tinggal menetap, ke daerah rural, dilakukan secara berkelompok, pola pemukiman berkelompok, dan orientasi okupansi yang konservatif 9. Suku Madura, memiliki ciri tipologi migrasi yang involuntair, tinggal menetap, ke daerah rural, dilakukan secara berkelompok, pola pemukiman berkelompok, dan orientasi okupansi yang konservatif 10. Suku Bali, memiliki ciri tipologi migrasi yang involuntair, tinggal menetap, ke daerah rural, dilakukan secara berkelompok, pola pemukiman berkelompok, dan orientasi okupansi yang konservatif 11. Suku Aceh, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal sementara, ke daerah urban, dilakukan secara individu, pola pemukiman individual atau terpencar, dan orientasi okupansi yang innovatif 12. Suku Melayu, memiliki ciri tipologi migrasi yang voluntair, tinggal menetap, ke daerah rural, dilakukan secara individu, pola pemukiman individual atau terpencar, dan orientasi okupansi yang konservatif

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

25

DAFTAR PUSTAKA

Ammarell, Gene. 2002. Bugis Migration and Modes of Adaptation to Local Situations. Ethnology Vol. 41 No.1 Tahun 2002 pp 51-61. Pitsburgh Alba, Richard dan Victor Nee. Rethinking Theory for a New Era of Immigration. Internal Review, Vol 31 No.4. Special Issue: Immigration Adaptation and Native Born Responses in The Making of Americans (Winter, 1997) pp. 0826-0874 Boyle, Paul, Keith Halfacree dan Vaughan Robinson 1998. Exploring Contemporary Migration. Singapore: Longman Singapore Publisher Djohan, Eniarti B. 2011. Dampak Merantau pada Kehidupan Keluarga Petani di Sumatera Barat (Kasus Nagari Sirukam Kabupaten Solok). Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan. Editor Mita Noveria. Jakarta: LIPI Press Forshee, Jill. 2006. Culture and Customs of Indonesia. London: Greenword Press Gordon, M.Milton. 1964. Assimilation in America life. Newyork: Oxford University Press Leake, Rebecca Soraya. 2009. Pulau Putri: Kebudayaan Migrasi dan Dampaknya di Pulau Bawean. Malang: Australia Consortium for in Country Indonesia Studies dan Universitas Muhammadiyah Malang Lieberson, Stanley. 1961. A Societal Theory of Race and Ethnic Relations. Americans Sociological Review, Vol 26 No. 6. Tahun 1961. pp. 902-910. Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik; Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta Lusome, R dan R.B Bhagat, 2006. Trends and Patterns of Internal Migration in India, 1971-2001. Mumbai: Annual Conference of Indian Association for the Study of Population (IASP) Mashad, Dhurorudin, dkk. 2006. Muslim di Cina. Jakarta: Grafika Indah Munir, Rozy. 2010. Dasar-Dasar Demografi. Edisi 2. Editor Sri Moertiningsih Adioetomo dan Omas Bulan Samosir. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Naim, Mochtar. 1979. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Muhidin, Salut. 2003. Migrated Household in Indonesia: An Exploring of the Intercensal Survey Data. Asian on the Move: Spouses, Dependants and Households. Asian Metacentre Research Paper Series. No. 8 (3). pp. 39-57. Singapore: Asian Metacentre Pluss, Martin. 1994. Settlement and Work in Areas With Nomadic Communities. Geography Bulletin Northholm Grammar School. Winter, 1994. pp. 81-89 Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa sehari-hari Penduduk Indonesia; Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Tirtosudarmo, Riwanto. 2007. Migration and Migration Studies in Indonesia. Country Report, 2007. Jakarta: Indonesian Institute of Sciences Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

26

Tirtosudarmo, Riwanto. 2009. Mobility and Human Development in Indonesia. Human Development Research Paper 2009/19. UNDP Westin, Charles. 2002. Crossing Border: Migration, Ethnicity and AIDS. Edited by Mary Haour Knipe and Richard Rector. London: Taylor & Fracis e-Library

Migrasi Suku – Suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Literatur antara Teori dan Empiris

27