MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

adalah Al Islam dan Kemuhammadiyahan yang tidak di punyai di sekolah-sekolah lainnya. AIK di sekolah dalam bentuk praktek jadi bukan pelajaran seperti...

26 downloads 794 Views 101KB Size
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN M.Nidhamul Maulana1 (2014100703111119), Mumtaza Ulin Naila2 (201410070311120), Zubaidi Bachtiar3 (201410070311121), Maliatul Khairiyah4 (201410070311122), Devi Sulvia Lestari5 (201410070311124), Devia Arum Purmasita6 (201410070311125) Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Tlogomas 246 Malang Telp 464318

Abstrak Muhammadiyah adalah salah satu gerakan dakwah Islam yang berpengaruh

dalam

perkembangan

pendidikan

di

Indonesia.

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang memelopori pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan

agama

pada

waktu

penjajahan

Muhammadiyah memelopori pembaruan

Belanda,

dengan

sehingga

jalan melakukan

reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Dalam perkembangannya pendidikan Muhammadiyah berkembang sangat pesat dari awal berdirinya samapi sekarang ini. Faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut adalah tuntutan masyarakat yang menginginkan anaknya tidak hanya belajar ilmu-ilmu umum namun juga ilmu agama yang sesuai dengan ajaran Al-qur’an dan Al-hadist. Hal ini juga yang membedakan sistem pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah dengan sekolah non Muhammadiyah. Key Word: Muhammadiyah dan Pendidikan Muhammadiyah

Pendahuluan

Saat kolonial Belanda menjajah bumi nusantara, Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud “pondok pesantren”, dimana islam diajarkan di musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan adalah sang kyai membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari kitab tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai (Amien, 2015). Langkah pembaruan yang bersifat “reformasi” ialah merintis pendidikan “modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Gagasan pendidikan yang dipelopori kyai Ahmad Dahlan, merupakan pembaruan

karena

mampu

mengintegrasikan

aspek

“iman”

dan

“kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Rokhim,2014) Pendidikan di Muhammadiyah mengubah sistem pendidikan model pesantren dan sekolah,. Pendidikan model pesantren diubah dengan memperkenalkan sistem organisasi dan administrasi serta cara-cara penyelenggaraannya sedangkan pada sistem sekolah umum yang tidak ada mata pelajaran agama ditambahkan mata pelajaran agama kedalam krikulumnya. Pembahasan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Kunaryo,1995). Berdasarkan definisi pendidikan di atas, memiliki makna yang terkandung didalamnya yaitu : (1) Usaha sadar dan terencana; (2)

Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; (3) memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Kunaryo,1995). Konsep pendidikan yang dikembangkan di sekolah Sekolah Muhammadiyah yaitu pada pendidikan karakter sesuai dengan permintaan pimpinan perserikatan Muhammadiyah. Memang kalau untuk peningkatan kualitas di bidang akademik adalah kewajiban rutinitas pada setiap sekolah Muhammadiyah. Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan memiliki beberapa arti dalam persepsi seseorang. Pendapat tentang Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan diantaranya adalah: “Kalau khusus nya di kota Batu itu merupakan amal usaha yang paling besar yaitu di bidang pendidikan. Kemudian amal usaha yang lainnya dalam bidang pendidikan juga tapi dalam bentuk pengajian-pengajian seperti pengajian bulanan, pengajian mingguan di masjid-masjid. Jadi amal usaha yang paling besar di bidang pendidikan. Dalam pendidikan juga menyangkut masalah sosial seperti dalam idul adha yaitu qurban dan idul fitri seperti santunan anak yatim yang ada di sekolah muhammadiyah. Muhammadiyah juga memiliki majelis sendiri seperti panti asuhan” (Bapak Zulkifli selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Batu). “Bagus,

karena

diutamakan

pendidikan.

Mendidik

dan

mengembangkan pendidikan Muhammadiyah ke arah yang lebih baik” (Ibu Dita selaku guru SD Muhammadiyah 4 Batu). “Muhammadiyah gerakan untuk pencerahan. Pencerahan yang paling efektif adalah melalui pendidikan. Dari mulai awal berdirinya Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan salah satunya adaalah konsen ke pendidikan. Makanya sekolah-sekolah Muhammadiyah banyak karena salah satu tujuannya sebagai pencerahan yang paling efektif. Pencerahan yang dimaksud yaitu untuk kemajuan ummat sama seperti

organisasi lain. Bedanya, Muhammadiyah mempunyai visi misi tersendiri untuk gerakan masyarakat berkemajuan” (Bapak Edi Setiawan selaku Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 8 Batu). Berdasarkan ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah

sebagai

gerakan

pendidikan

untuk

pencerahan.

Pencerahan yang paling efektif adalah melalui pendidikan yang diwujudkan dengan cara mendidik dan mengembangkan pendidikan Muhammadiyah sesuai dengan Al-qur’an dan Assunah yang berbeda dengan sistem pendidikan non Muhammadiyah. Sistem pendidikan Muhammadiyah jelas berlandaskan Al-qur’an dan As-sunnah. Misal dari segi manajemennya mempunyai karakter tersendiri karena di sekolah Muhammadiyah ada penekanan tentang Al-Islam Kemuhamadiyahan baik untuk siswa dan guru. Materi untuk Al-Islam dalam jenjang Sekolah Dasar, seperti SD Muhammadiyah 4 Batu diharapkan saat kelas tiga SD sudah bisa baca Al Quran dan tartil tapi ada kemungkinan baru kelas 4 dan kelas 5 yang bisa baca Al-quran tapi targetnya kelas 3 selesai. Yang kedua melalui pembiasaan As Sunnah semacam ekstrakulikuler. Materi untuk Al-Islam dalam jenjang Sekolah Menengah, seperti di SMP Muhammadiyah 8 Batu terdapat 5 jam pelajaran dalam satu minggu, untuk bahasa arab 2 jam, tahfidz 2 jam, untuk baca tulis Al-qur’an 7,5 jam dalam satu minggu. Berarti kaitan dengan Al-Islam itu banyak sekali diterapkan dalam sekolah-sekolah Muhammdiyah. Materi AIK ini biasanya dari tingkat ABA sampai tingkat perguruan tinggi tetap ada. Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan sangat benar-benar menitikberatkan pada ilmu agama dan ilmu umum. Artinya, pada sekolahsekolah Muhammadiyah mata pelajaran umum dan mata pelajaran AlIslam berjalan seimbang. Contohnya, hafalan juz-‘amma digunakan sebagai syarat hafal Al-quran. Untuk kelas VII wajib ada 17 surat yang di hafal, kelas VIII harus hafal 27-28 surat dan untuk kelas IX harus hafal semua hafal juz’amma. Jadi lulusan sekolah Muhammadiyah diharapkan minimal untuk hafal juz 30. Kebetulan di SMP Muhammadiyah 8 Batu bekerjasama dengan

tim Qiroati cabang Malang 2 Karang Ploso yang berjumlah 27 orang untuk membantu tercapainya hafalan tersebut. Faktor

yang

mempengaruhi

berkembangnya

pendidikan

di

Muhammadiyah tergantung visi misi sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut. Sekolah yang mempunyai visi pasti akan maju dan sekolah yang tidak mempunyai visi akan stasioner atau tetap saja. Di daerah Batu dan sekitarnya juga ada sekolah Muhammadiyah yang visinya kurang kuat. Sehingga muridnya tidak terlalu banyak. Jika sekolah Muhammadiyah tidak mempunyai visi akan sulit untuk maju dan berkembang.selain itu, faktor yang menyebabkan pendidikan di Muhammadiyah semakin maju adalah sistem manajemen yang dikembangkan dalam setiap sekolah. Jika sistem

yang

digunakan

Muhammadiyah

itu

akan

berkembang maju.

dan

bagus

Sedangkan

pihak

pasti

sekolah

perserikatan

Muhammadiyah hanya membantu, mendorong, dan memfasilitasi yang melaksanakan adalah pelaku yang ada di sekolah itu. Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah

dituntut

untuk

mengkomunikasikan

pesan-pesan

dakwahnya dengan cara menanamkan khazanah pengetahuan melalui jalur pendidikan (Amien, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan bahwa: “Cita-cita pendidikan Muhammadiyah untuk menciptakan manusia dan Indonesia yang berbasis islam serta berkemajuan sesuai Al-qur’an dan As-sunnah”

(Bapak

Edi

Setiawan

selaku

Kepala

Sekolah

SMP

Muhammadiyah 8 Batu). “Cita-cita yang sesuai dengan cita-cita di muhammadiyah yaitu menggerakkan perserikatan atau pendidikan ini sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah. Jadi cita-citanya beragama berlandaskan Al Quran dan As Sunnah “(Bapak Zulkifli selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Batu). “Mempurifikasi hal-hal yang tidak ada di Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ditanamkan sejak dini di sekolah kepada siswa ” (Ibu Dita selaku guru SD Muhammadiyah 4 Batu).

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa cita-cita pendidikan Muhammadiyah adalah menjadikan siswa/siswi Muhammadiyah yang berkemajuan sesuai dengan Al-qur’an dan Al-Hadits. Untuk mencapai cita-cita tersebut, Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Batu melakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai macam bidang studi yang ada di Sekolah dengan pendidikan Al-Quran dan melalui pembiasaan As-Sunnahnya. Seperti, pengumpulan uang, beras, bahan makanan, dan buah-buahan untuk di infaqkan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan. Sedangkan untuk jenjang Sekolah Menengah, seperti SMP Muhammadiyah

8

Batu

untuk

mencapai

cita-cita

pendidikan

Muhammadiyah yaitu dengan membentuk tim pengembang Al-Islam Kemuhammadiyahan. Tim ini nantinya ayang akan bertugas untuk merancang dan mewadahi supaya kegiatan pembelajaran AIK siswa/siswi SMP Muhammadiyah 8 Batu benar-benar bisa berjalan dengan efektif. Sekolah ini mempunyai 6 kepala urusan salah satunya adalah tim pengembang Al-Islam Kemuhammadiyahan. Kendala yang terjadi dalam gerakan pendidikan Muhammadiyah yaitu berasal dari siswanya sendiri dan juga dari orang tuanya. Jika di tingkat SMP kebanyakan berasal dari siswanya diaman siswa SMP Muhammadiyah 8 Batu mayoritas bukan dari anak Muhammadiyah, bahkan mereka banyak yang dari abangan (mereka tidak mengerti sama sekali agama). Biasanya siswa ini berasal dari lulusan SD Negeri, yang di rumah tidak pernh shalat dan tidak pernah belajar ngaji. Inilah tantangan terberat di SMP Muhammadiyah 8 Batu. Sehingga orang tua yang menyekolahkan anaknya di lembaga Muhammadiyah yaitu bertujuan supaya anaknya bisa belajar ngaji, belajar shalat, dan mengerti tentang agama. Untuk mencapai hal tersebut kami menggunakan strategi dengan menambah jumlah jam pelajaran yang banyak untuk mata pelajaran AlIslam Kemuhammadiyahan, menekankan siswa/siswi untuk bisa baca tulis Al-qur’an dan praktek ibadah seperti thaharah, belajar shalat, doa dan

dzikir, belajar menjadi imam (siswa laki-laki) ketika shalat berjamaah dan belajar menyampaikan kultum setiap selesai shalat. Makanya di sekolah SMPMuhammadiyah 8 Batu diajarkan pembiasaan-pembiasaan yang sesuai dengan As-sunnah. Dalam hal ini juga banyak tantangan yang dialami seperti sangat susahnya siswa/siswi untuk dibiasakan pada jalan yang benar. Faktor yang menyebabkan hal itu itu terjadi karena siswa masih belum terbiasa dengan pembiasaan tersebut. sehingga siswa merasa kesulitan dan enggan untuk melakukan pembiasaan yang sudah menjadi aturan di sekolah. Siswa maupun orang tua tidak ada yang menentang mengenai hal tersebut karena jika mereka yang sudah masuk ke lembaga Muhammadiyah harus dan wajib mengikuti aturan yang ada di Muhammadiyah. Baik mulai dari tata cara peribadatan yang sesuai dengan ajaran Al-qur’an dan Al-hadist. Bapak ibu guru AIK juga menjelaskan mengenai kenapa harus belajar AIK. Malah banyak orang tua yang berasal dari tokoh NU yaang menyekolahkan anaknya ke SMP Muhammadiyah 8 Batu karena mereka ingin mengetahui apa yang disampaikan oleh Muhammadiyah dan apa yang direncanakana oleh pendidikan Muhammadiyah. Sedangkan untuk jenjang Sekolah Dasar, kendala yang dialami kebanyakan berasal dari orang tuanya. Kendalanya karena di Sekolah Dasar Muhammadiyah banyak anak-anak yang masih belum tahu apa-apa. Meskipun orang tuanya islam tapi tradisi di rumah kurang islami dengan kata lain misalnya banyak anak yang belum bisa ngaji. Banyak anak yang masuk SD Muhammadiyah 4 Batu keluarganya tidak mempunyai tradisi islami misalnya berpuasa dan sholat berjamaah. Itulah yang menjadi salah satu tantangan yang paling besar bagi pihak guru. Bisa jadi anak itu bisa mengaji di sekolah tapi setelah di rumah tidak diterapkan. Selain itu anak SD cenderung mencontoh dan meniru kebiasaan orang tua. Misalnya, jika ada anak yang mengetahui tata cara berpuasa tapi dirumah orang tuanya tidak puasa maka dia tidak ikut puasa juga. Dalam kurikulum pendidikan Muhammadiyah, mata pelajaran AIK wajib diikutsertakan agar menjadi bekal peserta didik untuk bisa menjadi

siswa/siswi yang menuju ke jalan yang sesuai dengan ajaran Al-qur’an dan Al-hadist. “Mata pelajaran AIK wajib diikutsertakan karena itu menjadi ciri khas nya muhammadiyah, salah satu ciri khas sekolah muhammadiyah adalah Al Islam dan Kemuhammadiyahan yang tidak di punyai di sekolahsekolah lainnya. AIK di sekolah dalam bentuk praktek jadi bukan pelajaran seperti sholat berjamaah. Anak-anak yang masuknya jam setengah 7 tapi ada anak-anak yang datangnya setengah 6, jam 7 langsung melaksanakan sholat dhuha (Bapak Zulkifli selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Batu). “Al-islam dan Kemuhammadiyahan Muhammadiyah,

jadi

murid

merupakan basic sekolah

harus

tahu

sejarah

dan

latar

belakangMuhammadiyah, harus belajar keislaman lebih dalam dari pada sekolah lain khsusnya sekolah berlabel negeri (Ibu Dita selaku guru SD Muhammadiyah 4 Batu). Menurut Amien (2015) secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan: 1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang

beragama

Islam

dan

mempunyai

akal

pikiran

modern/tajdid/dinamis. 2. Memperkenalkan akal fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan 3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan islam yang mempelopori pendidikan Islam modern. Oleh karena itu sistem pondok pesantren di Muhammadiyah khususnya daerah Batu masih belum ada. Tapi kalau di kota lain pasti ada. Sistem pondok pesantren di Muhammadiyah bersifat modern dimana Muhammadiyah berusaha menerapkan sistem organisasi dan administrasi serta cara-cara penyelenggaraannya. Faktor yang menjadi kurang berkembangnya sistem pondok pesantren di Muhammadiyah karena masyarakat mungkin hanya menganggap pondok pesantern sama

saja dengan menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan islam contohnya sekolah Muhammadiyah. Kesimpulan Perkembangan Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan dari mulai awal berdirinya sampai saat ini bisa dikatakan berkembang maju. Hal ini terjadi karena mungkin kesadaran masyarakat bahwa agama itu penting. Selain itu karena sistem yang dikembangkan di sekolah Muhammadiyah bisa memenuhi kebutuhan tuntutan masyarakat. Tuntutan yang dimaksud adalah anaknya selain belajar ilmu-ilmu umum dalam bidang akademik juga bisa baca tulis al-quran dan bisa shalat. Istimewanya Muhammadiyah dibidang pendidikan dibanding dengan sekolah yang lain yaitu karena ada penekanan agama yang berupa

Al-Islam

Kemuhammadiyahan.

Walaupun

sekolah

Muhammadiyah kalah bersaing dalam bidang akademik namun sekolah Muhammadiyah mampu bersaing dalam bidang agama dan pembiasaan yang di terapkan dalam sekolah Muhammadiyah.

DAFTAR PUSTAKA Amien, Saiful. 2015. Al-Islam Al –Islam –Kemuhammadiyahan III. Malang. UMM Press. Kunaryo, Hadikusumo.1995. Pengantar Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press. Rokhim. 2014. Peran Organisasi Muhammadiyah Dalam Bidang Pendidikan Di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang. Vol.2 No. 1: 23-31.