PANDANGAN DAN SIKAP HIDUP SUKU DAYAK ... - Portal Garuda

tercermin dalam cerita (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu menangis): a. sikap tegas, b. sikap merasa kasihan, c. sikap penyesalan. Kata kunci: pand...

55 downloads 613 Views 223KB Size
PANDANGAN DAN SIKAP HIDUP SUKU DAYAK BAKATI YANG TERCERMIN DALAM CERITA RAKYAT DAYAK BAKATI Zakalius, Antonius Totok Priyadi, Sesilia Seli Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Untan, Pontianak e-mail: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk pendeskripsian pandangan hidup dan sikap hidup suku Dayak Bakati yang tercermin dalam cerita (Batu Bidai, Batu Labi-labi, dan Batu Menangis). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, berbentuk kualitatif dan menggunakan pendekatan sosiologi karya sastra. Berdasarkan hasil analisis data, maka dihasilkan simpulan sebagai berikut: 1) Pandangan hidup yang tercermin dalam cerita (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu menangis): a. Tuhan sebagai penentu hidup, b. Adil pada sesama (Adil Ka’ Talino), c. Berserah pada Tuhan (Basengat Ka’ Jubata). 2) Sikap hidup yang tercermin dalam cerita (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu menangis): a. sikap tegas, b. sikap merasa kasihan, c. sikap penyesalan Kata kunci: pandangan hidup, sikap hidup, cerita rakyat Dayak Bakati Abstract: This research aims to description of theoutlook on life and attitudes of Dayak Bakati reflected in the story (Stone splint, Labi-Labi Stone, and Crying Stone). This qualitative approach study uses a descriptive method, using a sociological approach to literature. Based on the result of data analysis, the conclusion are as follow. 1) Outlook on life that is reflected in the story (Stone splint, Labi-Labi Stone, and Crying Stone): a. God as a determinant of life, b. Justice to each other (Adil Ka’ Talino), b. It depends on God (Basengat Ka’ Jubata). 2) Attitude to life which is reflected in the story (Stone splint, Labi-Labi Stone, and Crying Stone): a. assertiveness, b. Attitude of feeling sorry, c. Attitude of feeling sorry Key words: philosophy of life, attitudes, Dayak bakati folkore

S

astra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan dan tulisan yang disampaikan secara khas, dan mengandung pesan yang bersifat relatif. Sastra tidak lepas dari kebudayaan yang secara langsung berkaitan dan berperan dalam kehidupan suatu masyarakat. Ketertarikan penulis di bidang sastra mengarah pada sastra lisan karena sastra lisan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan merupakan warisan daerah yang berharga. Penulis memilih jenis prosa fiksi, khususnya cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan bentuk kekayaan sastra Indonesia yang tumbuh dan berkembang di berbagai wilayah Indonesia dan merupakan cerita yang hadir dari kehidupan manusia baik peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi di kehidupan manusia yang biasanya diceritakan secara lisan kepada orang lain.

1

Ketertarikan penulis pada cerita rakyat dikarenakan cerita rakyat adalah sastra yang hampir punah dan patut dikembangkan dalam kehidupan masyarakat sekarang. Cerita rakyat biasanya menggambarkan peristiwa dari kehidupan nyata pada jaman dahulu mengenai cara hidup pada jaman dahulu. Ketertarikan penulis pada cerita rakyat mengarah pada kajian pandangan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam cerita rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) pada masyarakat suku Dayak Bakati di Kecamatan Lumar Kabupaten Bengkayang. Pandangan hidup suku Dayak Bakati mengganggap bahwa proses kehidupan memang ditentukan oleh Jubata. Setiap aktivitas kehidupan masyarakat Dayak Bakati memang sudah di atur oleh Jubata. Jubata sebagai penentu kehidupan bagi masyarakat Dayak Bakati berarti Tuhanlah yang menentukan hidup ini. Sikap hidup suku Dayak Bakati merupakan kebiasaan sehari-hari yang dicerminkan dalam perbuatan masyarakat, sikap baik atau sikap buruk yang dicerminkan oleh masyarakat Dayak Bakati memang sudah ditentukan oleh Jubata dan didasarkan pada kepercayaan masyarakat bahwa ada kekuasaan tunggal dan kekal yang mengatur proses kehidupan bagi masyarakat Dayak Bakati. Penelitian sebelumnya yang pernah meneliti tentang pandangan hidup dan sikap hidup yaitu, Goria Anggrana (2007) dari Universitas Tanjungpura Pontianak dengan judul “Hakikat Hidup yang Tercermin dalam Cerita Rakyat Dayak Kanayatn di Kecamatan Toho”. Hasil penelitiannya mengenai pandangan hidup yang tercermin dalam cerita rakyat Dayak Kanayatn di Kecamatan Toho sangat membantu pembaca agar dapat menyingkapi hidup ini sesuai dengan pandangan hidup masyarakat Toho itu sendiri. Penelitian lainnya dilakukan oleh Roni (2005) dengan judul “Mantra Barayak Sastra Lisan Dayak Bakati Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat”. Hasil penelitiannya bagaimana cara bersikap dalam proses pelaksanaan Upacara Adat pada masyarakat Dayak Bakati di Kabupaten Bengkayang sangat membantu pembaca agar mengetahui arti mantra Barayak pada masyarakat Dayak Bakati itu sendiri. Terakhir, Supriyatin (1999) dengan judul “Nilai Budaya dalam Cerita Asal Usul Batu Pampor Sastra Lisan Dayak Bakati Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang”. Hasil penelitiannya mengenai nilai budaya dalam cerita Batu Pampor pada masyarakat Dayak Bakati membantu pembaca agar dapat mengetahui nilai budaya pada masyarakat Dayak Bakati itu sendiri. Hubungan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu samasama meneliti di bidang sastra yaitu cerita rakyat yang berasal dari daerah masingmasingdan yang menjadi pembeda dalam penelitian ini adalah dari ketiga contoh skripsi tersebut, peneliti lebih memfokuskan pada cakupan antara pandangan hidup dan sikap hidup yang di khususkan pada cerita rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) Dayak Bakati di Kecamatan Lumar khususnya di Desa Madi.

2

Penelitian ini apabila dikaitkan dengan pengajaran sastra Indonesia ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penelitian ini memiliki relevansinya dengan pembelajaran di kelas VII semester ganjil. Standar kompetensinya mendengarkan 5.1 Mengapresiasi dongeng yang pernah diperdengarkan, sedangkan Kompetensi Dasarnya 5.2 menunjukkan relevansi isi dongeng yang diperdengarkan dengan situasi sekarang. Menurut Hutomo (1991:2) sastra lisan adalah kesastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan dituruntemurukan secara lisan (dari mulut ke mulut). (1) sastra lisan murni; (2) sastra lisan setengah lisan. Sastra lisan murni adalah sastra lisan yang benar-benar dituturkan secara lisan. Sastra ini pada umumnya berbentuk prosa murni (dongeng-dongeng, cerita-cerita hiburan, dan lain-lain) dan ada juga yang berbentuk prosa liris (penyampaian dengan dilagukan/diiramakan). Jenis lain dari sastra lisan murni adalah dalam bentuk puisi. Misalnya dalam wujud nyanyian rakyat (pantun, syair, macapat); teka-teki berirama dan lain-lain.Sastra lisan setengah lisan adalah sastra lisan yang penuturannya dibantu oleh bentuk-bentuk seni yang lain. Misalnya, sastra ludrug, sastra ketoprak, sastra wayang dan lainlain. Dalam sastra lisan yang setengah lisan itu terkadang-kadang sastra lisan yang lisan (murni) itu juga disusupkan dalamnya. Penyusupan itu dalam bentuk nyanyian atau tembang berfungsi sebagai selingan. Misalnnya pemasukan bentuk pantun dalam sastra ludrug. Ciri-ciri sastra lisan sebagai berikut. 1. Penyebarannya melalui mulut; 2. Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa atau masyarakat yang belum mengenal huruf; 3. Menggambarkan ciri-ciri budaya sesuatu masyarakat; 4. Tidak diketahui siapa pengarangnya, dank arena itu menjadi milik masyarakat; 5. Bercorak puitis, teratur, dan berulang-ulang; maksudnya a) untuk menguatkan ingatan; b) untuk menjaga keaslian 6. Tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan atau fantasi; 7. Terdiri dari berbagai versi; 8. Menggunakan bahasa lisan (sehari-hari). Menurut Teeuw (1972: 279) karya satra hadir dalam dua bentuk, yaitu sastra secara lisan dan sastra tertulis. Sastra tulis tidak memerlukan komunikasi secara langsuung antara pencipta dan penikmat sedangkan satra lisan biasanya berfungsi sebagai sastra yang dibacakan atau dibawakan bersama-sama. Menurut Danandjaja (1982:21-22) bentuk-bentuk sastra lisan sebagai berikut. 1. Bahasa rakyat (Folk Speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel bangsawan. 2. Ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo. 3. Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki. 4. Puisi rakyat seperti pantun, gurindam dan syair. 5. Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng.

3

6. Nyanyian rakyat. Fungsi sastra lisan menjadi empat bagian pokok yakni. 1. Sebagai sistem proyeksi yaitu sebagai sistem pencerminan angan-angan suatu kolektif; 2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga untuk kemajuan dirinya; 3. Sebagai alat pendidik anak; dan 4. Sebagai alat pemakai dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Pandangan hidup Menurut Koentjaraningrat, (1985: 1990) Pandangan hidup atau faedah hidup artinya bagaimana manusia memandang hidup ini. Dapat dikatakan juga sebagai pandangan manusia tentang hakikat hidup ini yaitu: a) Tuhan sebagai penentu hidup adalah Tuhan sebagai penentu hidup artinya seluruh kehidupan manusia ditentukan oleh Tuhan. Jadi, sebenarnya siapa yang menentukan hidup ini? Secara umum Tuhan yang menentukan. Namun dalam halhal tertentu manusia diberi kebebasan untuk memilih. Dan sebagian besar dari pilihan bebas ini mungkin berimplikasi terhadap dosa, 2) Hidup ini terikat dari hukum dan adat yaitu hidup ini terikat dari hukum dan adat artinya setiap kehidupan manusia diatur oleh aturan-aturan atau norma-norma yang yang berlaku di suatu tempat. Jadi, setiap tingkah laku manusia diikat oleh aturan sehingga jika seseorang melakukan kesalahan atau pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya. Beberapa pandangan hidup ini perlu dikemukakan dalam nilai kehidupan termasuk pandangan hidup, ada lima hal yang perlu diperhatikan yaitu. 1) Bagaimana manusia memandang atau mengartikan hidup itu sendiri 2) Bagaimana manusia memberikan makna terhadap karya manusia itu sendiri 3) Bagaimanakah kedudukan manusia dalam ruang dan waktu 4) Bagaimanakah hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya 5) Bagaimanakah hubungan manusia dengan sesamanya Menurut Priyadi dkk. (1997:29-30) pandangan hidup masyarakat Dayak dapat dirumuskan dalam tiga kalimat. Ketiga kalimat tersebut, yaitu (1) Adil ka’ talino (2) Bacuramin ka’ saruga (3) Basengat ka’ jubata (Hasil Musyawarah Adat Dayak Kabupaten Sambas, Tahun 1986 : 70-71), penjelasannya sebagai berikut. 1) Adil pada Sesama (Adil ka’ talino) Adil ka’ talino berarti adil dengan sesama manusia. Menurut keyakinan masyarakat Dayak, manusia adalah ciptaan Juabata. Bukan hanya manusia yang merupakan ciptaan Jubata, tetapi juga hewan dan tumbuhan. Dengan kata lain, ciptaan Jubata selain manusia adalah alam semesta. Diakui oleh masyarakat Dayak bahwa dalam alam dan manusia ada roh Jubata. Dalam artian Di pohon ada Jubata, di batu ada Jubata, di dalam air ada Jubata, di bukit ada Jubata, 2) Bercermin pada Surga (Bacuramin ka’ saruga) Bercermin ke surga jika dikaitkan dengan yang pertama yaitu perbuatan adil dengan sesama makhluk hidup pada dasarnya merupakan jalan ke surga. Masyarakat Dayak mempercayai bahwa selain kehidupan ini ada kehidupan lain sesudah manusia meninggal dunia. Dunia sesudah kematian disebut Subayatn. 3) Bergantung pada Tuhan (Basengat ka’ Jubata) Basengat ka’ Jubata berarti bernafas atau

4

bergantung kepada Tuhan. Kehidupan manusia sangat bergantung pada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat Dayak percaya pada garis kehidupan yang telah ditentukan oleh Jubata atau Tuhan. Kegembiraan maupun kesusahan merupakan suatu ganjaran yang harus diterima oleh manusia dari Sang Jubata. Sikap hidup menurut Koentjaraningrat, (1985: 1990)berarti cara seseorang dalam menyikapi hidup ini. Sikap hidup berarti juga suatu perbuatan yang didasarkan suatu keyakinan. Cerminan sikap hidup dapat dikelompokkan yaitu. a. Sikap merasa bersalah (menyesal) Sikap merasa bersalah berarti menyesali sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan yang diharapkan dan biasanya sikap penyesalan terjadi ketika suatu peristiwa telah berlangsung. b. Sikap tegas Sikap tegas berarti mampu memberi keputusan yang mutlak atau tidak ragu-ragu dan mempunyai tanggung jawab mengendalikan atau mengarahkan perilaku orang lain. c. Sikapmerasa kasihan(terharu) Sikap terharu berarti merasa iba karena melihat dan mendengar sesuatu yang menyentuh hati nurani manusia. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu cerita secara apa adanya. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena penulis ingin mengungkapkan, menggambarkan, dan memaparkan sikap hidup yang tercermin dalam cerita rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) sesuai dengan data yang peneliti dapatkan di lapangan dengan apa adanya. Sesuai dengan penjelasan di atas Subana dan Sudrajat (2005:26) menyatakan bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang tejadi saat sekarang (ketika penelitian berlangsung) dan menyajikan apa adanya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan diuraikan dalam bentuk kata-kata atau gambar. Pendeskripsian data berdasarkan fakta secara apa adanya.Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif. Bentuk ini digunakan karena data dalam penelitian ini berupa kutipan kata-kata, frasa, kalimat dan tidak mengutamakan pada angka-angka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Damono (1978: 2) menyatakan, “pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra”. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan sosiologi teks sastra sebagai bahan penelaah. Sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren (dalam Damono, 1998: 71) terdapat tiga persoalan pokok dalam pendekatan sosiologi sastra, yaitu. a. Sosiologi pengarang, menahan status sosial, ideologi, politik, dan lainlain yang menyangkut diri pengarang.

5

b. Sosiologi sastra, menelaah tentang sesuatu karya sastra yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut. c. Sosiologi pembaca, menelaah pembaca dan pengaruh sosialnya. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah cerita Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis yang dituturkan oleh informan. Sumber data tambahan dalam penelitian ini berupa informasi dari penduduk setempat yang mengetahui cerita tersebut. Peneliti memilih seorang informan yang benar-benar mengetahui cerita tersebut yaitu Bapak Jukit usianya sudah menginjak 54 tahun berjenis kelamin laik-laki, agama yang dianutnya yaitu Kristen Protestan, riwayat pendidikan Sekolah Dasar, bekerja sebagai seorang petani. Peneliti memilih informan yaitu Bapak Jukit karena beliau memang berasal dari masyarakat suku Dayak Bakati, dimana cerita (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) yang di tuturkan sudah pernah dituturkan terlebih dahulu oleh orang tuanya. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data observasi, partisipan, wawancara, teknik perekaman, dan teknik dokumentasi. Dalam melakukan analisis peneliti menggunakan teknik pengumpulan data rancangan kualitatif. Nadeak (2008:18), mengatakan bahwa penelitian sastra, yang memakai rancangan kualitatif, memiliki teknik pengumpulan data sama halnya dengan persoalan sosial lainnya. a) Teknik observasi langsung atau pengamatan langsung maksudnya peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melihat, mendengar, dalam penyampaian cerita rakyat “Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis”. Hal ini dimaksudkan supaya peneliti mengetahui keadaan di lapangan dan memudahkan peneliti untuk menyesuaikan dengan keadaan. Sesuai dengan pendapat di atas, maka langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. 1) Peneliti langsung ke lokasi yaitu di desa Madi, 2) Peneliti ke lapangan tempat objek penelitian itu berada tepatnya di Gunung Siri. Tujuannya agar peneliti melihat secara langsung dan mendokumentasikan objek penelitian tersebut. Teknik partisipan merupakan teknik yang digunakan peneliti untuk bergaul langsung dengan masyarakat, berbicara, serta ikut dalam komunikasi yang menggunakan bahasa daerah tempat objek penelitian yaitu masyarakat Dayak Bakati di Kecamatan Lumar Kabupaten Bengkayang tepatnya di Desa Madi. b) Teknik wawancara dengan kontak langsung atau percakapan langsung dengan informan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (2007: 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara yang dilakukan hanya pada hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat Dayak Bakati yang ada di Kecamatn Lumar khususnya di desa Madi. Sesuai dengan pendapat di atas, maka langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. 1) Peneliti menyiapkan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan objek penelitian kepada informan agar mendapatkan informasi mengenai cerita rakyat. 2) Peneliti mengajukan pertanyaan sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disiapkan kepada informan agar data dapat dikumpulkan sesuai dengan objek penelitian. c) Teknik perekaman, hal ini dilakukan agar dalam proses pentranskripsian data secara keseluruhan dapat ditulis kembali. Hal ini juga dapat menjadi bukti bahwa peneliti tidak merekayasa data karena data yang diperoleh benar-benar ada. 6

Mentranskripsikan rekaman dari bentuk lisan ke dalam teks tertulis. Menerjemahkan data dari bahasa aslinya ke bahasa Indonesia. Sesuai dengan pendapat di atas, maka langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. 1) Peneliti menggunakan Camera (kamera poto), Tape Recorder (perekam suara) sebagai alat untuk melakukan proses perekaman. 2) Proses perekaman dilakukan agar dalam pentranskripsian data dapat ditulis kembali, dan mempermudah peneliti dalam menganalisis data, d) Dokumentasi, e) Mentranskripsi cerita yang telah direkam, f) Menerjemahkan cerita (Batu Bidai, Batu Labi-labi, Batu Menangis) ke dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia terjemahan bebas), g) Membaca ketiga cerita secara intensif, h) Mengklasifikasikan data sesuai dengan submasalah, i) Melakukan diskusi dengan teman sejawat, j) Mencatat data yang direkam ke dalam buku data. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penlitian ini adalah manusia. Dalam hal ini penulis sendiri sebagai instrumen utama. Kedudukan penulis sebagai instrumen utama dalam penelitian ini yaitu sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Selain penulis sebagai instrumen utama, digunakan juga alat pengumpul data lainnya yaitu: 1) buku catatan lapangan, 2) kamera, 3) pedoman wawancara. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis sosiologi sastra. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis cerita rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, Batu Menangis) sesuai dengan masalah sebagai berikut. a. Membaca kembali data yang sudah diklasifikasikan. b. Menganalisis dan menginterpretasi data yang menunjukkan pandangan hidup dari ketiga cerita(Batu Bidai, Batu Labi-Labi, Batu Menangis). c. Menganalisis dan menginterpretasi data yang menunjukkan sikap hidup dari ketiga cerita (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, Batu Menangis). d. Mendiskusikan hasil analisis dan interpretasi dengan teman sejawat dan dosen pembimbing. e. Menyimpulkan hasil analisis data sesuai dengan submasalah dalam penelitian ini. Teknik pengecekan keabsahan data berfungsi untuk menguji valid dan reabilitas data yang diperoleh dalam penelitian. Teknik yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data adalah teknik ketekunan pengamatan, triangulasi dan diskusi teman sejawat. 1) Ketekunan pengamatan adalah menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang dicari dan kemudian mumasatkan diri pada hal tersebut secara rinci (Moleong, 1991:177). Teknik yang dilakukan adalah mengamati dan membaca ketiga cerita (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, Batu Menangis) secara intensif secara teliti, tekun, rinci, terhadap berbagai fenomena yang berhubungan dengan masalah dan data penelitian. 2) Menurut Moleong (1991:178), triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Berdasarkan pendapat tersebut untuk melakukan pengecekan keabsahan, peneliti menggunakan cara triangulasi yaitu pengecekan terhadap teori serta sumber data yang digunakan dalam melakukan

7

penelitian. Empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Berdasarkan ke empat macam triangulasi di atas, teknik pengecekan keabsahan data dengan triangulasi yang sesuai dengan penelitian ini yaitu triangulasi dengan metode dan triangulasi dengan penyidik. Pada triangulasi dengan metode menurut Patton (dalam Moleong 1991:178), terdapat dua strategi yaitu. 1) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data. 2) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik triangulasi dengan penyidik yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Triangulasi dengan penyidik ini dilakukan bersama dosen pembimbing pertama dan pembimbing kedua yaitu: Dr. A. Totok Priyadi, M.Pd. dan Dra. Sesilia Seli M.Pd. 3) Pemeriksaan teman sejawat adalah cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekanrekan sejawat. Pemeriksaan ini rencananya akan dilaksanakan bersama temanteman mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan. Teman sejawat yang terlibat dalam teknik ini yaitu Niki Aldila mahasiswa Reg A, angkatan 2009. Penulis memilih teman sejawat Niki Aldila karena ia juga meneliti kajian yang sama yaitu sastra. Penulis memilih Niki Aldila menjadi teman sejawat agar penulis bisa berdiskusi tentang data yang penulis analisis. HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam cerita rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) Masyarakat Dayak Bakati di Kecamatan Lumar. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini ialah 1) Mendeskripsikan pandangan hidup yang tercermin dalam Cerita Rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) masyarakat Dayak Bakati di Kecamatan Lumar, 2) Mendeskripsikan sikap hidup yang tercermin dalam Cerita Rakyat (Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis) masyarakat Dayak Bakati di Kecamatan Lumar.. Hasil dari analisis data yaitu 1) Pandangan hidup yang tercermin dalam cerita Batu Bidai yaitu a) Tuhan sebagai penentu hidup (Jubata adalah segalanya ketika seorang Nenek memohon kepada Jubata, maka Jubata berkuasa, Jubata menghukum orang kampung yaitu membuat hidangan Babi, Anjing, dan Ayam menjadi Batu). b) Adil pada sesama (Adil Ka’ Talino)( Pada saat Orang Kampung memberi makan anak yatim piatu saat ada pesta makan padi baru) c) Bergantung pada Tuhan (Basengat Ka’ Jubata)( Saat Ano dan Ane menyelamatkan orang kampong yaitu mengusir roh halus dari Pantak, hal itu menunjukkan bahwa manusia tidak mengandalkan kemampuan semata, tetapi adanya cerminan dari Jubat) 2) pandangan hidup yang tercermin dalam cerita Batu Labi-Labi yaitu a) Tuhan sebagai penentu hidup (Jubata mengubah Labi-labi menjadi batu) b) Adil pada sesama (Adil Ka’ Talino) ( Ketika Orang tua melihat seekor Labi-labi, dan Rasa perhatian Orang Tua terhadap Seekor Labi-labi sehingga menawarkannya untuk tinggal di daerah tersebut), 3) pandangan hidup yang tercermin dalam cerita Batu Menangis yaitu a) Tuhan 8

sebagai penentu hidup (Sakobat menjadi batu) b) Adil pada sesama (Adil Ka’ Talino) (Ketika Raja Batu Bidai tidak membunuh Sakobat tetapi hanya dijadikan tawanan) 1) Sikap hidup yang tercermin dalam cerita Batu Bidai yaitu a) sikap tegas ( Raja batu bidai melarang pergi berperang), b) sikap merasa kasihan (terharu) (merasa iba terhadap cucunya yang dipermainkan oleh orang kampong yang lagi merayakan acara pesta makan padi baru), 2) Sikap hidup yang tercermin dalam cerita Labi-Labi yaitu a) sikap merasa bersalah (Penyesalan) (Labi-labi berubah menjadi batu), b) sikap merasa kasihan (terharu) (orang tuan menawarkan Labi-Labi untuk tinggal di daerah Batu Bidai), 3) Sikap hidup yang tercermin dalam cerita Batu Menangis yaitu a) sikap merasa bersalah (Penyesalan) (Sakobat menangis) b) Sikap tegas (Raja Batu Bidai menahan Panglima Sakobat). Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data di atas maka diperlukan penjelasan tentang bagaimana hasil tersebut dapat dihasilkan. Berikut ini pembahasan hasil analisis data di atas. Suku Dayak, pandangan hidup, sikap hidup, Tuhan sebagai penentu hidup, adil pada sesama (Adil Ka’ Talino), bergantung pada Tuhan (Basengat Ka’ Jubata), sikap penyesalan, sikap tegas, dan sikap terharu Sastra lisan merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan sebagai milik bersama. Suku Dayak sangat erat hubungannya dengan alam sekitar dan adat istiadat. Hutan menjadi wadah untuk melanjutkan hidup mereka dan dari situlah mereka bertahan hidup yang didasarkan pada kebiasaan-kebisaan mereka berladang, berkebun, berburu dengan bergotong royong. Kehidupan masyarakat Dayak juga tidak pernah lepas dari kebiasaan-kebiasaan mereka yang tidak bisa lepas dari tradisi turun temurun yaitu selalu mengaitkan kejadian dengan alam gaib. Suku Dayak sebagai masyarakat hukum adat mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungan hidupnya. Pandangan hidup atau faedah hidup artinya bagaimana manusia memandang hidup ini. Dapat dikatakan juga sebagai pandangan manusia tentang hakikat hidup ini. Sikap hidup berarti cara seseorang dalam menyikapi hidup ini. Sikap hidup berarti juga suatu perbuatan yang didasarkan suatu keyakinan. Tuhan sebagai penentu hidup artinya seluruh kehidupan manusia ditentukan oleh Tuhan. Jadi, sebenarnya siapa yang menentukan hidup ini? Secara umum Tuhan yang menentukan. Namun dalam hal-hal tertentu manusia diberi kebebasan untuk memilih. Dan sebagian besar dari pilihan bebas ini mungkin berimplikasi terhadap dosa. Adil pada sesama (Adil ka’ talino) berarti adil dengan sesama manusia. Menurut keyakinan masyarakat Dayak , manusia adalah ciptaan Juabata. Bukan hanya manusia yang merupakan ciptaan Jubata, tetapi juga hewan dan tumbuhan. Dengan kata lain, ciptaan Jubata selain manusia adalah alam semesta. Diakui oleh masyarakat Dayak bahwa dalam alam dan manusia ada roh Jubata. Dalam artian

9

Di pohon ada Jubata, di batu ada Jubata, di dalam air ada Jubata, di bukit ada Jubata. Bergantung pada Tuhan (Basengat ka’ Jubata) berarti bernafas atau bergantung kepada Tuhan. Kehidupan manusia sangat bergantung pada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat Dayak percaya pada garis kehidupan yang telah ditentukan oleh Jubata atau Tuhan. Kegembiraan maupun kesusahan merupakan suatu ganjaran yang harus diterima oleh manusia dari Sang Jubata. Sikap penyesalan yaitu sikap merasa bersalah berarti menyesali sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan yang diharapkan dan biasanya sikap penyesalan terjadi ketika suatu peristiwa telah berlangsung. Sikap tegas berarti mampu memberi keputusan yang mutlak atau tidak ragu-ragu dan mempunyai tanggung jawab mengendalikan atau mengarahkan perilaku orang lain. Sikap terharu berarti merasa iba karena melihat dan mendengar sesuatu yang menyentuh hati nurani manusia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan kajian teori dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik simpulan yaitu : 1. Pandangan hidup Pandangan hidup yang tercermin dalam cerita Batu Bidai yaitu Tuhan sebagai penentu hidup, adil pada sesama (Adil Ka’ Talino), dan berserah pada Tuhan (Basengat Ka’ Jubata). Pandangan hidup yang tercermin dalam cerita Batu Labi-labi yaitu Tuhan sebagai penentu hidup, dan adil pada sesama (Adil Ka’ Talino). Pandangan hidup yang tercermin dalam cerita Batu Menangisyaitu Tuhan sebagai penentu hidup, dan adil pada sesama (Adil Ka’ Talino). 2. Sikap hidup Sikap hidup yang tercermin dalam cerita Batu Bidai yaitu sikap tegas, dan sikap merasa kasihan (terharu). Sikap hidup yang tercermin dalam cerita Batu Labi-Labi yaitu sikap merasa bersalah (penyesalan), sikap tegas, dan sikap merasa kasihan (terharu).Sikap hidup yang tercermin dalam cerita Batu Menangis yaitu sikap merasa bersalah (penyesalan), dan sikap tegas. Saran Beberapa saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak terkait antara lain : 1) Penelitian mengenai sastra lisan khususnya cerita rakyat sebaliknya harus dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar sastra lisan tersebut tetap bisa dikenal dan tidak punah seiring perkembangan zaman, 2) Pandangan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam cerita Batu Bidai, Batu Labi-Labi, dan Batu Menangis hendaknya dapat dilestarikan dan dijadikan sebagai pedoman bagi generasi muda dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakhlak mulia sehingga dalam proses 10

pelestarian akan dapat terwujudkan, 3) Hasil penelitian ini hendaknya dipergunakan oleh guru Bahasa dan sastra Indonesia sebagai referensi mereka dalam memilih bahan ajar yang lebih kental nuansa budayanya, sehingga siswa dapat dengan mudah memahami dan mengimplementasi hal-hal positif yang terdapat dalam teks cerita pada kehidupan sehari-hari, 4) Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, 5) Penelitian ini bisa membantu pembaca dalam menemukan pandangan hidup dan sikap hidup yang ada kaitannya dengan situasi sekarang, 6) Penelitian ini juga dapat membantu masyarakat pemilik cerita, semogga cerita rakyat yang sudah ada tetap dilestarikan agar tidak hilang begitu saja. DAFTAR PUSTAKA Alloy, Sujarni, dkk.2008. Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat. Pontianak: Institut Dayakologi. (Online), (http://www.surabaya.ac.id, diakses 7 Januari 2013). Anggrana, Goria. 2007. Hakikat Hidup yang Tercermin dalam Cerita Rakyat Dayak Kanayatn di Kecamatan Toho. Pontianak: FKIP Untan. Danandjaja, James.1954. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: Nuansa. Grafitipers. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT). Hutomo, Suripan Sadi.1991.Mutiara yang Terlupakan Pengantar Sastra Lisan. Surabaya: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat Jawa Timur. Koentjaraningrat, 1981. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia. Roni. 2005. Mantra Barayak Sastra Lisan Dayak Bakati Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak: FKIP Untan. Supriyatin. 1999. Nilai Budaya dalam Cerita Asal Usul Batu Pampor Sastra Lisan Dayak Bakati Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang. Pontianak: FKIP Untan.

11