PATOGENISITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN BEAUVERIA

Download ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patogenisitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana. (Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: ...

3 downloads 559 Views 66KB Size
ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

PATOGENISITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana (DEUTEROMYCOTINA: HYPHOMYCETES) TERHADAP TELUR Crocidolomia pavonana (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) Pathogenicity of Entomopathogenic Fungi Beauveria bassiana (Deuteromycotina: Hyphomycetes) on Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae) egg

Oleh: Trizelia , T. Santoso , S. Sosromarsono2), A. Rauf2) dan L.I. Sudirman 3) 1) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta, Universitas Andalas 2) Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, Institut Pertanian Bogor 3) Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor 1)

2)

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patogenisitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes) yang diisolasi dari berbagai lokasi dan jenis inang di Indonesia terhadap telur Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Pada percobaan ini digunakan kelompok telur dan 13 isolat B. bassiana, yaitu Bb-La1, Bb-La2, Bb-La3, Bb-La4, Bb-Hh1, BbHh2, Bb-Cp, Bb-Thr, Bb-Sl, Bb-Nl, Bb-725, Bb-Cc, Bb-Rl. Aplikasi jamur dilakukan dengan cara perendaman kelompok telur C. Pavonana ke dalam suspensi konidia selama 60 detik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh aplikasi seluruh isolat B. bassiana terhadap mortalitas telur, akan tetapi beberapa larva instar I mati 3 hari setelah keluar dari telur. Mortalitas larva instar I maksimal 91.00%. Kata kunci: Beauveria bassiana, patogenesitas, isolat, telur Crocidolomia pavonana

ABSTRACT The purpose of this research was to study the pathogenicity of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes) originated from different geographical locations and host ranges in Indonesia to eggs of Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Egg clusters and thirteen isolates, i.e., Bb-La1, Bb-La2, Bb-La3, Bb-La4, Bb-Hh1, Bb-Hh2, Bb-Cp, Bb-Thr, Bb-Sl, Bb-Nl, Bb-725, Bb-Cc, Bb-Rl were used in the experiment. Egg cluster directly inoculated with conidial suspensions using dipping methods in 60 seconds. The results of experiment showed that there was no effect of all isolates on egg mortality, but that some first instar larvae died 3 days after eclosion. The maximum mortality of first instar larvae was 91.00%. Key words: Beauveria bassiana, pathogenicity, isolates, Crocidolomia pavonana eggs

PENDAHULUAN Di Indonesia, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan salah satu jenis hama yang

52

menimbulkan masalah penting pada pertanaman sayuran Brassicaceae, seperti kubis, brokoli, kubis bunga, sawi dan lobak (Kalshoven, 1981; Shepard et al., 1997). Kerusakan ditimbulkannya dengan

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

cara memakan daun, terutama daun yang masih muda dan menuju ke bagian titik tumbuh, sehingga titik tumbuh habis dan tanaman dapat mati (Kalshoven ,1981). Pada saat ini, pengendalian hama C. pavonana masih sangat tergantung kepada pestisida sintetis, karena cara ini mudah dilaksanakan, cepat menurunkan populasi hama dan belum ditemukan pilihan pengendalian lainnya yang cukup efektif. Aplikasi pestisida dilakukan secara intensif, seminggu sekali, bahkan 2-3 hari sekali (Rauf, 1996). Kadangkadang petani masih melakukan penyemprotan pada tanaman yang siap dipanen tanpa memperhatikan dampaknya terhadap konsumen. Penggunaan insektisida kimia yang sangat intensif ini dapat mengganggu kehidupan bahkan mematikan sumberdaya alam hayati dan mencemari lingkungan hidup. Hal ini sangat disayangkan mengingat Indonesia sedang menuju era pembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan, sehingga penggunaan pestisida kimia sintetis harus digunakan seminimum mungkin. Untuk menjawab dilema tersebut, konsep pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan pilihan yang tepat, karena PHT bertujuan membatasi penggunaan pestisida sesedikit mungkin tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi pertanian masih dapat dicapai (Sastrosiswojo dan Oka, 1997). Pengurangan masukan pestisida sekaligus juga akan menurunkan residu pestisida, sehingga produk yang dihasilkan dapat lebih bersaing di pasar. Didalam PHT, pemberdayaan musuh alami dan potensi hayati lainnya merupakan komponen utama, karena musuh alami mempunyai peranan penting dalam penekanan populasi hama dan

menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, musuh alami yang sudah ada perlu dijaga kelestariannya dan upaya untuk meningkatkan peranannya dalam pengendalian hama juga perlu dilakukan. Di antara musuh alami yang dapat digunakan untuk pengendalian hama C. pavonana secara hayati adalah jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes). Pemanfaatan B. bassiana untuk pengendalian hama C. pavonana belum banyak dilaporkan. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa B. bassiana yang diisolasi dari hama Hypothenemus hampei (Ferr.) (Coleoptera: Scolytidae) efektif dalam mengendalikan hama C. pavonana (Trizelia dan Arneti, 1996; Trizelia, 1997), tetapi tidak efektif dalam mengendalikan Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) (Yunisman et al., 1997). Salah satu keuntungan penggunaan jamur B. bassiana untuk pengendalian hayati adalah dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai tingkat perkembangan serangga hama mulai dari telur, larva, pupa dan imago. Hasil penelitian Prayogo (2004) menunjukkan bahwa B. bassiana dapat menginfeksi telur Riptortus linearis (Linn.) (Hemiptera: Alydidae) sehingga jumlah nimfa yang terbentuk rendah. Hal ini berarti bahwa kematian serangga hama yang terjadi pada stadium awal ini sangat menguntungkan dalam pengendalian karena populasi serangga hama dapat ditekan lebih dini. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patogenisitas B. bassiana terhadap telur C. pavonana.

53

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

METODE PENELITIAN Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB Bogor dari bulan April 2003 sampai dengan Juli 2003.

diinkubasikan pada suhu 25C selama 15 hari. Untuk mempertahankan kevirulenan dari isolat yang diuji, semua isolat diinokulasikan kembali pada larva C. pavonana. Dari larva C. pavonana yang terinfeksi diisolasi kembali dan dimurnikan pada media SDAY.

A. Koleksi dan Perbanyakan Isolat

B. Penyediaan Tanaman Kubis

Isolat B. bassiana yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Laboratorium Patologi Serangga Jurusan HPT IPB, Balitro Bogor, koleksi langsung dari serangga yang terinfeksi di lapangan dari lokasi yang berbeda (Tabel 1). Seluruh isolat ditumbuhkan pada medium Sabauraud dextrose agar (SDAY) (dekstrosa 10 g, pepton 2.5 g, ekstrak khamir 2.5 g, agar 20 g, kloramfenikol 0.5 g dan akuades 1 l) (Samuels et al., 2002). Isolasi B. bassiana dari serangga yang telah terinfeksi oleh B. bassiana dilakukan dengan cara mengambil miselium atau konidiumnya dan ditumbuhkan pada medium SDAY, kemudian dilakukan pemurnian pada media yang sama. Semua isolat

Tanaman kubis yang digunakan sebagai pakan larva C. pavonana ditanam dalam polibeg kapasitas 5 kg. Benih kubis yang digunakan adalah Cabbage F1 Asia Cross merek Tropica. Benih dibibitkan dalam kotak persemaian sampai berumur satu bulan dan kemudian dipindahkan ke dalam polibeg yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang. Tanaman dipupuk dengan pupuk dasar NPK (15:15:15) seminggu setelah tanam sebanyak 0.5 g /polibeg. Pemupukan dilakukan kembali pada waktu tanaman telah berumur satu dan dua bulan. Tanaman disiram setiap hari dan tanaman tidak disemprot dengan pestisida.

Tabel 1. Sumber isolat B. bassiana yang digunakan Is o lat B b -N l B b -L a1 B b -L a2 B b -L a3 B b -L a4 B b -T h r B b -7 2 5 B b -H h 1 B b -H h 2 B b -C p B b -S l B b -C c B b -R l

54

A sal in an g N ila p a rva ta lu g en s L ep to co risa L ep to co risa L ep to co risa L ep to co risa T h rip s sp T id ak d ik etah u i H yp o th en em u s H yp o th en em u s C ro cid o lo m ia S p o d o p tera litu r a C h ryso d eixis R ip to rtu s lin ea ris

S tad ia Im ag o Im ag o Im ag o Im ag o Im ag o Im ag o Im ag o Im ag o L arv a L arv a L arv a Im ag o

A s al lo k as i (T ah u n ) B o go r (2 0 0 1 ) B o go r (2 0 0 1 ) C ian ju r (2 0 0 3 ) C ilacap (2 0 0 2 ) P ro b o lin g go (2 0 0 3 ) B o go r (2 0 0 2 ) B o go r (2 0 0 2 ) B o go r (2 0 0 1 ) Fajar B u lan (2 0 0 2 ) C ib o d as (2 0 0 3 ) C ib o d as (2 0 0 3 ) C ih eran g (2 0 0 2 ) P ro b o lin g go (2 0 0 3 )

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

C. Perbanyakan C. pavonana Hama C. pavonana dikumpulkan dari pertanaman kubis di lapangan. Larva dipelihara dalam kotak plastik dan diberi makanan berupa daun kubis yang masih segar. Makanan larva diganti setelah habis atau sudah tidak segar lagi. Pada waktu larva akan berpupa, di dasar kotak diberi serbuk gergaji. Semua imago yang keluar dari pupa dipelihara secara massal dalam kurungan serangga yang telah diberi daun kubis segar sebagai tempat peletakan telur. Sebagai makanan imago digunakan madu dengan konsentrasi 10%. Kelompok telur yang diletakkan pada daun kubis digunakan untuk pengujian. D. Penyiapan Suspensi Konidium Seluruh isolat diperbanyak pada medium SDAY dalam cawan Petri pada suhu 25 o C selama 15 hari. Konidium jamur dipanen dengan cara menambahkan 5 ml akuades steril dan 0.05% Triton X100 sebagai bahan perata ke dalam cawan Petri dan konidia dilepas dari medium dengan kuas halus. Suspensi disaring dan konsentrasi konidia dihitung menggunakan hemositometer. E. Aplikasi Konidium B. bassiana Terhadap Telur C. pavonana Konsentrasi konidium masingmasing isolat yang digunakan untuk pengujian patogenisitas B. bassiana terhadap stadia telur C. pavonana adalah 108 konidium/ml. Telur uji terdiri atas dua kelompok telur C. pavonana yang diletakkan pada daun kubis dan berumur satu hari. Perlakuan berupa perendaman kelompok telur dalam suspensi konidium selama 60 detik, kemudian kelompok telur

dipindahkan ke dalam cawan Petri yang telah dialas dengan kertas saring lembap. Kelompok telur yang telah diperlakukan dipelihara sampai menetas. Percobaan diulang tiga kali dan percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 13 taraf perlakuan (isolat). Data hasil percobaan diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan pengujian nilai tengah menggunakan uji Tukey (HSD) pada taraf nyata 5%. Variabel pengamatan adalah persentase telur yang menetas dan persentase larva instar I yang terinfeksi. Data dianalisis dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji patogenisitas B. bassiana terhadap telur C. pavonana menunjukkan bahwa seluruh isolat B. bassiana yang diuji tidak memengaruhi perkembangan telur C. pavonana. Analisis statistika menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara telur C. pavonana yang diaplikasi dengan suspensi konidium B. bassiana dengan kontrol (F=1.11; db=13, 28; P<0.3885). Hampir 100% telur C. pavonana masih mampu menetas walaupun telah diberi perlakuan dengan suspensi konidium B. bassiana (Tabel 2). Semua isolat yang diuji tidak dapat menginfeksi telur C. pavonana dan telur menetas secara normal. Hasil pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa telur C. pavonana yang telah diaplikasi dengan B. bassiana tidak memperlihatkan adanya gejala infeksi B. bassiana. Hal ini menunjukkan bahwa B. bassiana tidak bisa menginfeksi telur C. pavonana. Tidak terjadinya infeksi pada telur mungkin

55

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

disebabkan oleh sifat fisik dan kimia telur C. pavonana yang diduga menghalangi tabung kecambah konidium menembus ke bagian dalam telur. Tabel 2. Rata-rata persentase telur C. pavonana menetas setelah aplikasi berbagai isolat B. bassiana Is o la t

T e lu r m e n e ta s ( % )  S D

B b -L a 2

9 9 .5 5  0 .7 8 a

B b -C p

9 6 .8 6  1 .4 5 a

B b -S l

1 0 0 .0 0  0 .0 0 a

B b -7 25

9 7 .9 4  2 .3 1 a

B b -L a 4

9 9 .3 9  0 .5 3 a

B b -T h r

9 7 .2 3  2 .5 0 a

B b -R l

9 8 .7 4  1 .5 9 a

B b -L a 3

9 7 .0 9  5 .0 5 a

B b -H h 2

9 8 .6 8  2 .2 8 a

B b -C c

9 7 .3 7  1 .6 4 a

B b -N l

1 0 0 .0 0  0 .0 0 a

B b -L a 1

9 5 .7 2  3 .6 7 a

B b -H h 1

9 9 .7 1  0 .5 1 a

K o n tr o l

9 8 .2 4  1 .7 7 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey (HSD) pada taraf nyata 5%. Menurut Inglis et al. (2001) kemampuan patogen untuk bisa menimbulkan infeksi pada serangga ditentukan oleh tiga faktor yaitu patogen, inang dan lingkungan. Dari segi patogen, dosis dan cara aplikasi akan mempengaruhi mortalitas serangga, sedangkan dari segi inang, berbagai faktor fisiologi dan morfologi inang mempengaruhi kerentanan serangga terhadap jamur entomopatogen.

56

Dos Santos dan Gregorio (2003) mengemukakan bahwa lapisan kulit telur famili Pyralidae tersusun oleh membran vitellin, korion dan lapisan lilin. Lapisan ini mempunyai banyak fungsi di antaranya melindungi embrio dari serangan mikroba (Margaritis 1985, dalam Dos Santos dan Gregorio, 2003). James et al. (2003) mengemukakan bahwa lapisan lilin pada serangga dapat menghambat perkecambahan konidia B. bassiana. Selanjutnya Smith dan Grula (1982) mengemukakan bahwa beberapa jenis asam lemak seperti caprylic acid yang ada pada permukaan tubuh serangga dapat menghambat perkecambahan konidium B. bassiana. James et al. (2003) juga melaporkan bahwa telur Bemisia argentifolii Bellows & Perring (Homoptera: Aleyrodidae) tahan terhadap infeksi B. Bassiana. Hasil pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bahwa hanya 13.0% konidium B. bassiana yang berkecambah pada telur. Di alam juga belum pernah dilaporkan adanya jamur entomopatogen yang menginfeksi telur B. argentifolii (Lacey et al. 1996, dalam James et al. 2003). Walaupun aplikasi B. bassiana tidak memengaruhi persentase telur yang menetas, akan tetapi aplikasi B. bassiana pada telur berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup larva instar I ( F=195.04; db= 13, 28; P<0.0001). Aplikasi konidium B. bassiana pada konsentrasi 108 konidium per ml menghasilkan mortalitas larva instar I maksimum sebesar 91.223 % (Bb-La2) dan minimum 5.537 % (Bb-Hh1). Isolat Bb-Hh1 dianggap tidak bersifat patogen terhadap larva instar I yang baru keluar dari telur, karena persentase mortalitas

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

larvanya tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Terjadinya kematian pada larva instar I disebabkan oleh larva yang baru keluar dari telur memakan kulit telur dan diduga konidium yang menempel pada kulit telur juga termakan oleh larva dan infeksi terjadi melalui saluran pencernaan (Gambar 5.1). Hasil penelitian Broome et al. (1976) serta Kramm dan West (1982) menunjukkan bahwa selain melalui integumen, infeksi B. bassiana pada serangga juga dapat melalui saluran pencernaan. Infeksi B. bassiana pada larva C. pavonana instar I dapat melalui kontak antara konidium yang ada pada kulit telur dengan bagian ventral tubuh larva, kaki dan alat mulut sewaktu larva keluar dari kulit telur. Keberhasilan proses infeksi sangat dipengaruhi oleh kemampuan konidium dari masingmasing isolat bertahan pada permukaan kulit telur. Tabel 3. Rerata persentase mortalitas larva instar I C. pavonana setelah aplikasi berbagai isolat B. Bassiana Isolat Bb-La2

Mortalitas larva instar I  SD a (%) 1.18 91.22

Bb-Cp

88.25  3.05 a

Bb-Sl

85.00  9.26 a

Bb-725

84.08  4.47 a

Bb-La4

83.43  2.89 a

Bb-Thr

83.10  2.07 a

Bb-Rl

80.49  2.33 a

Bb-La3

59.21  4.65 b

Bb-Hh2

48.27  5.56 bc

Bb-Cc

40.44  6.61 c

Bb-Nl

17.51  2.16 d

Bb-La1

16.00  2.19 d

Bb-Hh1

5.54  2.68 de

Kontrol

1.19  0.55 e

Ketarangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey (HSD) pada taraf nyata 5%.

Isolat Bb-La2, Bb-Cp, Bb-Sl, Bb725, Bb-La4, Bb-Thr, dan Bb-Rl merupakan isolat yang sangat virulen, karena mampu menyebabkan kematian pada larva instar I lebih dari 80 %. Long et al. (1998) juga melaporkan bahwa aplikasi B. bassiana pada telur Leptinotarsa decemlineata (Say) (Coleoptera: Chrysomelidae) tidak berpengaruh terhadap mortalitas telur, tetapi berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva instar I yang baru keluar dari telur. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh beberapa peneliti lain yang mengemukakan bahwa B. bassiana dapat menginfeksi telur serangga. Pada konsentrasi 5x10 8 konidium/ml, mortalitas telur Neochetina bruchi Hustache (Coleoptera: Curculionidae) akibat infeksi B.bassiana pada hari ke-12 adalah 54.8%. Nilai LC50 B. bassiana pada stadium telur adalah 9.5 x 107 konidium/ml. Stadium telur merupakan stadium yang paling tahan dibandingkan dengan stadium larva (Chikwenhere dan Vestergaard, 2001). Pada telur Blissus antillus (Leonard) (Hemiptera: Lygaeidae), mortalitas telur akibat infeksi B. bassiana bervariasi antara isolat. Isolat B. bassiana CG24 mampu menimbulkan infeksi telur sebesar 43.3% sedangkan isolat CG04 dan ARSEF792 hanya 7.8%. Hasil pengamatan dengan mikroskop pendar menunjukkan bahwa adanya perbedaan kevirulenan ini disebabkan adanya perbedaan kemampuan konidia jamur menempel pada permukaan telur dan selanjutnya menembus korion (Samuels et al., 2002). Selanjutnya Prayogo (2004) melaporkan bahwa lima jenis jamur entomopatogen, yaitu Nomuraea rileyi (Farl.) Sams,

57

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

Verticillium lecanii (Zimmermann), Metarhizium anisopliae (Metschn.) Sorokin, Beauveria bassiana, dan Paecilomyces fumosoroseus (Wize) Brown and Smith) mampu menginfeksi telur Riptortus linearis (L.) (Hemiptera: Alydidae), sehingga persentase telur yang menetas menjadi nimfa sangat rendah.

DAFTAR PUSTAKA Broome J.R, Sikorowski P.P, Norment B.R. 1976. A mechanism of pathogenicity of B. bassiana on larvae of the imported fire ant Solenopsis richteri. J. Invertebr. Pathol. (28): 87-91. Chikwenhere G.P, Vestergaard S. 2001. Potential effects of Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin on Neochetina bruchi Hustache (Coleoptera: Curculionidae), a biological control agent of water hyacinth. Biol.Contr. (21): 105-110. Dos Santos D.C, Gregorio E.A. 2003. Deposition of the eggshell layers in the sugarcane borer (Lepidoptera: Pyralidae): ultrastructural aspects. Acta microscopica 12(1): 37-41. Inglis G.D, Goettel M.S, Butt T.M, Strasser H. 2001. Use of hyphomycetous fungi for managing insect pests. in: Butt T.M, Jackson C.W dan Magan N. (Eds). Fungi as Biocontrol Agents, Progress, Problems and Potential. CABI Publishing, London. James R.R, Buckner J.S, Freeman T.P. 2003. Cuticular lipids and silverleaf whitefly stage affect conidial germination of Beauveria bassiana

58

and Paecilomyces fumosoroseus. J. Invertebr. Pathol. (84): 67-74. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der. penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Revisi dari : De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kramm KR, West DF. 1982. Termite pathogens: effects of ingested Metarhizium, beauveria and Gliocladium conidia on worker termites (Reticulitermes sp.). J. Invertebr. Pathol. (40): 7-11. Long D.W, Drummond F.A, Groden E., 1998. Susceptibility of Colorado potato beetle (Leptinotarsa decemlineata) eggs to Beauveria bassiana. J. Invertebr. Pathol. (71): 182-183. Prayogo Y. 2004. Keefektifan Lima Jenis Cendawan Entomopatogen untuk Mengendalikan Hama Pengisap Polong Kedelai. Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) dan Dampaknya Terhadap Predator Oxyopes javanus (Araneidae: Oxyopidae). Tesis. IPB, Bogor Rauf, A. 1996. PHT mereguk manfaat dari globalisasi pasar. Disampaikan dalam Seminar dan Rapat Koordinasi Wilayah II. Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia, 22-24 Desember 1996. Samuels R.I, Coracini D.L.A, dos Santos C.A.M, Gava C.A.T. 2002. Infection of Blissus antillus (Hemiptera: Lygaeidae) eggs by entomopathogenic fungi M. anisopliae and B. bassiana. Biol. Contr. (23): 269-273.

ISSN: 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007

Sastrosiswodjo S, Oka I.N. 1997. Implementasi pengelolaan serangga secara berkelanjutan. Makalah disajikan pada Kongres ke V dan Simposium Entomologi. PEI. 24-26 Juni 1997, Bandung.

Trizelia, A. 1996. Kemampuan Jamur Beauveria bassiana untuk Pengendalian Hama Crocidolomia binotalis Z. pada Tanaman Kubis. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unand, Padang.

Shepard M, Shepard EF, Carner GR, Hammig MD, Rauf A, Turnipseed SG dan Samsudin. 1997. Prospect for IPM in secondary food crops. Makalah disajikan pada Kongres V dan Simposium Entomologi, PEI, 24-26 Juni 1997, Bandung.

Trizelia, A. 1997. Pengaruh Infeksi Beauveria bassiana terhadap Biologi Hama Crocidolomia binotalis Z. pada Tanaman Kubis. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unand, Padang

Smith RJ, Grula E.A. 1982. Toxic components on the larval surface of the Corn Earworm (Heliothis zea) and their effects on germination and growth of Beauveria bassiana. J. Invertebr. Pathol. (39):15-22.

Yunisman, Rusli R, Busnia M, Yaherwandi, Kiman Z.B. 1997. Patogenisitas Cendawan Beauveria bassiana terhadap Hama Perusak Daun Kubis, Spodoptera Litura F. (Lepidoptera: Noctuidae). Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unand, Padang.

59