ISSN 2759-5198
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
PELAKSANAAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN OLEH PRESIDEN PASCA AMANDEMEN UUD 1945 (STUDI PERIODE 2004-2009) Edy Susanto1, Budiharto2, Suharso3, Dyah Adriantini Sintha Dewi4* 1234 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang *
[email protected]
ABSTRAK Dalam praktik ketatanegaraan yang terjadi, fenomena yang berjalan selama empat dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan pengaturan sistem bernegara yang lebih berat ke lembaga eksekutif (executive heavy). Posisi presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan yang tidak jelas batasan wewenangnya dapat berkembang ke arah yang negatif berupa penyalahgunaan wewenang. Kekuasaan pemerintahan yang ada pada presiden, atau biasa disebut dengan kekuasaan eksekutif, merupakan konsekuensi dianutnya sistem pemerintahan presidensil oleh UUD 1945. Studi ini ingin menjadi bagian dari wacana tentang kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dan kekuasaannya sebagai Kepala Negara. Dalam studi ini dipaparkan dan dianalisis kekuasaan pemerintahan dan Presiden sebagai Kepala Negara, yang secara normatif didasarkan pada UUD1945 pasca amandemen Metode penelitian yang digunakan dalam studi atau penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menekankan pada penelitian pustaka. Penelitian pustaka berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji bahan hukum yang diperoleh dari penelitian pustaka saja dan tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesis. Penelitian tersebut dapat dilakukan terutama terhadap hukum primer dan skunder sepanjang bahan-bahan tadi mengadung kaidah-kaidah hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 selesai. Namun dengan telah diselesaikannya reformasi konstitusi, muncul gejala dominasi Legislatif setelah reformasi digulirkan sampai saat ini menunjukkan tanda-tanda kecenderungan penyimpangan kekuasaan oleh lembaga perwakilan dan bertendensi lemahnya lembaga eksekutif. Adapun solusi terhadap hambatan tersebut, sebagai langkah nyata di Indonesia dalam hal sistem pemerintahan sesudah perubahan UUD 1945 harus menerapkan sistem presidensil, bukan dimaksudkan sebagai suatu bentuk campuran. Lebih-lebih karena pada saat ini (setelah perubahan UUD 1945) dan kedepan. Presiden disatu pihak dipilih langsung, dan dipihak lain tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR, maka sistem presidensil di Indonesia menjadi lebih murni. Kata Kunci : Kekuasaan Pemerintahan, Amandemen, Presiden Republik Indonesia 1.
PENDAHULUAN Presiden diberikan kekuasaan yang sangat besar oleh UUD 1945 sesudah Indonesia merdeka, yaitu yang tercantum dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15. Besarnya kekuasaan presiden tersebut tidak diikuti dengan mekanisme dan pertanggungjawaban yang jelas, sementara hak-hak tersebut bersifat substansial bagi kehidupan bangsa sehingga memerlukan adanya kontrol, misalnya pemilihan Duta Besar dan Konsul, penentuan susunan kabinet, wewenang untuk menyatakan perang dan lain-lain. Terdapat fenomena ketidak percayaan masyarakat terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya Presiden. Sensitivitas tersebut didorong oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat yang dipicu oleh nuansa reformasi yang tengah berjalan. 1
1
Bagir Manan, 2003, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: FH UII Press.Hal. 67
Varia Justicia
1
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
ISSN 2759-5198
Sejak jatuhnya Orde Baru, Indonesia tidak lagi memiliki pemimpin sentral dan dominan. Munculnya pusat-pusat kekuasan baru di luar negara telah menggeser kedudukan seorang Presiden Republik Indonesia dari penguasa hegemonik dan monopolistik menjadi kepala pemerintahan biasa yang dapat digugat dan diturunkan dari tampuk kepemimpinan sewaktu-waktu. Kedua, munculnya kehidupan politik yang lebih terbuka dan liberal sehingga melahirkan proses politik yang cenderung bersifat liberal juga. Ketiga, reformasi politik juga telah mempercepat pencerahaan politik rakyat. Semangat keterbukaan yang dibawanya telah memperlihatkan kepada publik terhadap tingginya tingkat gangguan dalam proses penyelenggaraan negara. Keempat, pada tataran lembaga tinggi negara, kesadaran untuk memperkuat proses checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan telah berkembang sedemikian rupa bahkan melampaui konvensi yang selama ini dipegang yakni ”asas kekeluargaan” dalam penyelenggaraan negara. Kelima, reformasi politik telah mempertebal keinginan sebagian elit politik berpengaruh dan publik politik Indonesia untuk secara sistematik dan damai melakukan perubahan mendasar dalam konstitusi Republik Indonesia.2 UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar pada Presiden Republik Indonesia untuk menyelenggarakan pemerintahan. Kekuasaan Presiden Republik Indonesia berlandaskan UUD 1945 meliputi: kekuasaan dalam bidang eksekutif (Sebagai penyelenggara tertinggi administrasi Negara), kekuasaan dalam bidang legislative (kewenangan dalam mebuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang), kekuasaan sebagai kepala negara, dan kekuasaan dalam bidang yudikatif (dalam memberikan grasi, amnesty, ambolisi dan rehabilitasi). Praktik kenegaraan dan politik berdasarkan UUD 1945cenderung mengarah pada kekuasaan besar yang terpusat pada lembaga kepresidenan. Orde baru memilih untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembentuk Undang-Undang (legislatif power).Pada masa orde baru legitimasinya didasarkan pada slogan “pembangunan” dan “stabilitas politik”. Kedua hal tersebut ditujukan untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat dan dianggap sebagai prasyarat mutlak bagi berhasilnya suatu pemerintahan. 2.
METODE PENELITIAN Penelitian menjadi salah satu sarana menambah dan memperluas pengetahuan baru guna memperkuat teori-teori yang telah ada dan atau menemukan teori baru secara ilmiah. Sebuah penelitian dilakukan secara sistematis, konsisten dan menggunakan metodologi. Metode penelitian memiliki tiga aspek pengertian yaitu logika penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian serta sistem dan teknik penelitian. 3 2.1 Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang menekankan pada penelitian pustaka yaitu menelaah dan mengkaji bahan hukum yang diperoleh dari penelitian pustaka saja dan tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesis. Dalam hukum normatif, maka penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan patokan 2
Indria Samego, Perubahan Politik dan Amandemen UUD 1945, Makalah dalam Seminar dan Lokakarya Nasional ”Evaluasi Kritis Atas Proses dan Hasil Amandemen UUD 1945” yang diselenggarkan Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 8-10 Juli 2002 3
2
Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres,hal 3.
Varia Justicia
ISSN 2759-5198
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
berkaitan dengan makna hukum ketetanegaraan. Penelitian ini akan dilakukan terutama terhadap hukum primer dan sekunder sepanjang bahan-bahan atau data-data tersebut mengandung kaidahkaidah hukum. 2.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi pustaka. 2.3 Data dan Teknis Pengumpulan Data Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam 3 sumber data sebagai berikut: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri atas (untuk Indonesia): 1) UUD 1945; 2) Tap MPR; 3) UU yang terkait dengan Kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden. b. Bahan hukum sekunder berupa Rancangan UU, hasil peneltian, buku-buku dan hasil karya dari para pakar hukum yang berhubungan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan penjelasan atau petunjuk mengenai bahan hokum primer dan skunder seperti kamus, kamus hukum dan ensiklopedia. Studi kepustakaan atau studi dokumen dilakukan terhadap bahan hukum atau data primer, bahan hokum atau data skunder dan bahan hukum atau data tersier. 2.4 Analisis Data Data yang telah diperoleh dianalisi dengan menggunakan analisa kualitatif yaitu analisis data non statistik.Teknik ini dilakukan dengan metode interaktif yang terdiri dari tiga jenis kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan yang dapat dilakukan pada saat sebelum dan selama pengumpulan data.4 Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan, dan juga transformasi data yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Sementara penyajian data merupakan penyajian sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan literature mengenai pelaksanaan kekuasaan eksekutif pasca amandemen UUD 1945 studi kasus 2004-2009 dengan pelaksanaan kekuasaan eksekutif sebelum amandemen UUD 1945. 3.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Kekuasaan Pemerintahan oleh Presiden Pasca Amandemen UUD 1945 (Studi periode 2004-2009) 3.1. Implementasi Kekuasaan Pemerintahan oleh Presiden. 3.1.1 Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan secara umum. Ketentuan didalam UUD 1945 Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pe merintahan yang bersifat umum dan kekuasaan penyelengaraan pemerintahan yang bersifat khusus. 4
Matthew B Milles dan A Michel Huberman, 1992, edisi Indonesia Analisa Data Kualitatif tentang Sumber Metode-metode Baru, Jakarta: UI.Pres, hal 38.
Varia Justicia
3
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
ISSN 2759-5198
Kekuasaan penyelengaraan pemerintahan yang bersifat umum adalah kekuasaan penyelenggaraan administrasi Negara .Presiden adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara. Penyelenggaraan administrasi negara meliputi lingkup tugas dan wewenang yang sangat luas, yaitu setiap bentuk perbuatan atau kegiatan administrasi negara. Lingkup tugas dan wewenang ini makin meluas sejalan dengan makin meluasnya tugas-tugas dan wewenang negara atau pemerintah. Tugas dan wewenang tersebut dapat di kelompokan ke dalam beberapa golongan : 1. Tugas dan wewenang administrasi dibidang keamanan dan ketertiban umum. Tugas dan wewenang memelihara, menjaga dan menegakan keamanan dan ketertiban umum merupakan tugas dan wewenang paling awal dan tradisional setiap pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan bahwa asal mula pembentukan negara dan pemerintahan pertama-tama ditujukan pada usaha memelihara, menjaga, dan menegakkan keamanan dan ketertiban umum. Tugas semacam ini terdapat juga dalam tujuan membentuk pemerintahan Indonesia merdeka, yaitu “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” (Pembukaan UUD 1945). Perlu ditegaskan bahwa penyelenggaraan keamanan dan ketertiban umum, bukan semata-mata fungsi penyelengaraan administrasi negara. Kekuasaan kehakiman ( judiciary ) yang bertugas memutus perkara juga berperan dalam memelihara, menjaga dan menyelenggarakan keamanan dan ketertiban umum. Salah satu fungsi peradilan pidana adalah untuk menjaga dan memulihkan keamanan dan ketertiban umum.. Kedududukan administrasi negara dalam menyelenggarakan keamanan dan ketertiban makin penting dengan adagium mencegah selalu lebih baik dari pada meniadakan.. Ketertiban dan keamanan tidak dapat dilepaskan dari upaya mewujudkan kesejahteraan mayarakat. Ketertiban dan keamanan suatu fungsi kesejahteraan. 2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan mulai dari surat menyurat sampai kepada dokumentasi dan lain-lain. 3. Tugas dan wewenang administrasi negara dibidang pelayanan umum. Tugas dan wewenang pelayanan umum makin penting sehingga pekerjaan dan tugas administrasi negara lazim disebut sebagai public services. Melayani masyarakat, pada saat ini dipandang sebagai hakekat penyelenggaraan administrasi negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum, sehingga sering disebut sebagai the service state. Pelayanan umum meliputi penyediaan fasilitas umum seperti jalan, taman,dan lapangan olahraga. Hal-hal seperti perijinan, pemberian dispensasi dan semacamnya dapat pula digolongkan sebagai bentuk-bentuk pelayanan umum. 4. Tugas dan wewenang administrasi negara dibidang penyelenggaraan kesejahteraan umum. Baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945 terdapat berbagai ketentuan dan keterangan mengenai kewajiban negara atau pemerintah untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, membangun sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang bersendikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3.1.2 Hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintahan oleh Presiden pasca amandemen UUD 1945 (Studi periode 2004-2009) Setelah penulis memaparkan tentang Implementasi Pelaksanaan Kekuasaan Pemerintahan oleh Presiden sesudah perubahan UUD 1945, maka dapat ditemukan beberapa hambatan yang
4
Varia Justicia
ISSN 2759-5198
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
terdapat dalam implementasi kekuasaan pemerintahan oleh Presiden sesudah Perubahan UUD 1945 yaitu : 1. Terhadap perubahan UUD 1945 yang diatur dalam pasal 5, berubah menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang, dan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20). Mencermati Perubahan pasal ini terjadi pemindahan titik berat kekuasaan legislasi nasional yang semula berada ditangan Presiden, beralih ke tangan DPR. 2. Rumusan Pasal 20 ayat (5) hasil perubahan kedua UUD 1945 (Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tidak disyahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undangundang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan). Hal yang tadinya dimaksudkan sebagai balancing antara DPR dan Presiden dalam pembentukan undang-undang, tetapi yang terjadi justru hilangnya hak tolak Presiden. Hal ini dapat menimbulkan ketidak pastian hukum dan kesimpang siuran hukum yang membawa dampak negatif dalam kehidupan kenegaraan. Belakangan ini muncul fenomena cukup merisaukan dalam praktik ketatanegaraan. Beberapa undang-undang lahir tanpa pengesahan (tidak ditandatangani) Presiden. Dari penelitian penulis paling sedikit ada empat undang-undang yang telah diundangkan dalam lembaran negara tanpa pengesahan dari Presiden, yakni : UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ; UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat; UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ; dan UU No. 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. 3. Perubahan lain mengenai fungsi dan hak lembaga DPR serta hak anggota DPR yang diatur dalam Pasal 20A. Terhadap fungsi dan hak tersebut, sejumlah ahli hukum tata negara menilai bahwa perubahan ini justru telah menggeser executif heavy ke arah legislative heavy sehingga terkesan bukan keseimbangan yang dituju melalui perubahan UUD 1945, tetapi DPR ingin memusatkan kekuasaan. 4. Berdasarkan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara RI, MPR mendelegasikan beberapa kewenangan kepada DPR, yaitu memberikan persetujuan kepada Presiden dalam hal Presiden hendak mengangkat seorang Panglima TNI (Pasal 3 ayat [2]). Demikian juga bila Presiden hendak mengangkat seorang Kepala Kepolisian Negara RI (Pasal 7 ayat [3]). DPR juga diberikan kewenangan untuk memilih/menyeleksi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi, Gubernur Bank Indonesia, dan anggota Komisi Nasional HAM. Praktis hampir semua bidang kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dimasuki oleh DPR. 4. KESIMPULAN Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan kekuasaan pemerintahan oleh presiden pasca amandemen UUD 1945dalam implementasinya adalah menggeser excecutive heavy ke arah legislative heavy sehingga terkesan bukan keseimbangan yang dituju melalui amandemen UUD 1945, tetapi legislative ingin memusatkan kekuasaan di tangannya.
Varia Justicia
5
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
ISSN 2759-5198
2. Hambatan dalam pelaksanaan kekuasaan presiden antara lain tentang mekanisme check and balance yang berorientasi pada terciptanya mekanisme kontrol antar lembaga negara sehingga masing-masing lembaga berjalan berdasarkan prinsip akuntabilitas (accountability). Karena pertanggung jawaban utama presiden adalah pada rakyat, maka penciptaan kondisi yang menjamin partisipasi rakyat secara optimal harus dibentuk, namun hal ini belum dapat terlaksana!.Memang tidak semudah itu mengharapkan pihak penguasa (Eksekutif maupun Legislatif) sesudah perubahan UUD 1945 mau melaksanakan wewenang, kewajiban dan haknya secara benar, karena sistem yang dibangun ini ternyata juga memiliki kecenderungan penyimpangan kekuasaan oleh lembaga perwakilan dan bertendensi pada lemahnya lembaga eksekutif. Dalam implementasi kekuasaan pemerintahan Negara sesudah perubahan Undangundang Dasar 1945 menggeser executive heavy ke arah legislative heavy sehingga terkesan bukan keseimbangan yang dituju melalui perubahan UUD 1945, tetapi DPR ingin memusatkan kekuasaan di tangannya. 3. Adapun solusi terhadap hambatan tersebut, sebagai langkah nyata di Indonesia dalam hal sistem pemerintahan sesudah perubahan UUD 1945 harus menerapkan sistem presidensil, bukan dimaksudkan sebagai suatu bentuk campuran. Lebih-lebih karena pada saat ini (setelah perubahan UUD 1945) dan kedepan. Presiden disatu pihak dipilih langsung, dan dipihak lain tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, maka sistem presidensil di Indonesia menjadi lebih murni. DAFTAR PUSTAKA Affan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999. Baghir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press Yogyakarta, 2003. Clifford Geertz, Mencari Demokrasi, ISAI, Jakarta, 1999. Daniel S.Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1990. JCT Simorangkir, Hukum dan Konstitusi Indonesia II, Gunung Agung, Jakarta, 1986. Matthew B Milles dan A Michel Huberman, edisi Indonesia Analisa Data Kualitatif tentang Sumber Metode-metode Baru, UI.Pres, Jakarta 1992. Mulyana W.Kusumah,dkk, Menata politik Pasca Reformasi, PT. Sembrani Aksara Indonesia,Jakarta 2000. Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1977 . Ni’matul Huda, Politik Ketata negaraan Indonesia Kajian terhadap perubahan UUD1945, Jogjakarta 2003. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT.Raja Grafindo Jakarta 2006. Padmo Wahyono, Negara Republik Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1987.
6
Varia Justicia
ISSN 2759-5198
Vol 10 No. 2 Oktober 2014
Ramli Hutabarat, Persamaan dihadapan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 1985. Rudolf Mirazek, Syahrir, Politik dan Pengasingan di Indonesia, YOI, Jakarta, 1996. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres Jakarta, 1983. Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan (Yogyakarta: Liberty, 1984). Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1986. Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan melalui Perubahan Konstitusi,Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur, 2004. Anom Suryo Putra, Hukum Konstitusi Masa Transisi; Semiloka, Psikoanalisis dan Kritik Ideologi, Nuansa Cendekian, Bandung, 2003 Baghir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press yogyakarta, 2003 Ismail Suny Prof.Dr, SH.M.C.L, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Cetakan ke 3, Radar Jaya Offset Jakarta 1977 Jimly Assidiq, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan keempat, PSHTN FH UII, Yogya, 2002. Satjipto Rahardjo, Prof. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bandung, 1996 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Perubahan perubahannya19992002, CV. Eko Jaya Jakarta,2002. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan, CV. Eko Jaya Jakarta, 2004. Persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Lembaga Informasi Nasional Republik Indonesia, 2002. Jalan Merdeka Barat 9 Jakarta 10110. Materi Sosialisasi Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Sekretariat JenderalMPR RI , Jakarta, 2005.
Varia Justicia
7