BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Pada masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya perubahan ini umumnya membingungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal ini bagi para ahli dalam bidang ini, memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya, agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat secara jasmani, rohani dan sosial. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, karena bila timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak sehat maka akan timbul perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Kesetaraan perlakuan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja, agar dapat tertangani secara tuntas. (Yani Widyastuti dkk, 2009, hal.11) Kepedulian pemerintah terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja cenderung semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai masalah yang dihadapi remaja semakin kompleks. Masa remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis pada periode yang dikenal sebagai pubertas serta diiringi dengan perkembangan seksual. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap masalah-masalah perilaku
Universitas Sumatera Utara
berisiko, seperti melakukan hubungan seks sebelum menikah dan penyalahgunaan NAPZA, yang kedua dapat membawa risiko terhadap penularan HIV dan AIDS. Kompleksitas permasalahan remaja perlu mendapat perhatian secara terus menerus baik dari pihak pemerintah, LSM, masyarakat, maupun keluarga, guna menjamin kualitas generasi mendatang (Muadz, 2008, hal.1). Sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan ICPD (Internasional Conference on Population and Development), di Kairo Mesir tahun 1994, masyarakat internasional mengukuhkan hak-hak remaja akan informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan pelayanan kesehatan reproduksi termasuk konseling. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2000, juga telah mengangkat kesehatan reproduksi remaja menjadi program nasional. Program kesehatan reproduksi remaja (KRR) merupakan upaya pelayanan untuk membantu remaja memiliki status kesehatan reproduksi yang baik melalui : pemberian informasi, pelayanan konseling, dan pendidikan keterampilan hidup (Muadz, 2008, hal.15). Dukungan terhadap program ini terus dilanjutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Rapenas) 2004 - 2009. Kesehatan reproduksi remaja telah menjadi salah satu program pokok di BKKBN dan telah dialokasikan dana khusus di seluruh Indonesia. Arah kebijakan pembangunan Keluarga Berencana salah satunya diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga kecil berkualitas dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga yang lebih baik, serta pendewasaan usia perkawinan melalui upaya meningkatkan KRR, penguatan institusi masyarakat dan pemerintah yang
Universitas Sumatera Utara
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja serta pemberian konseling tentang permasalahan remaja (BKKBN dan UNFPA, 2005). Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2002-2003) didapatkan bahwa remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun (wanita 34,7%, pria 30,9%), sedangkan usia 20-24 tahun (wanita 48,6%, pria 46,5%). Faktor yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual (3x lebih besar) adalah : teman sebaya yang mempunyai pacar, mempunyai teman yang setuju
dengan
hubungan
seks
pra-nikah,
mempunyai
teman
yang
mempengaruhi/mendorong untuk melakukan seks pranikah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wimpie Pangkahila tahun 1996 terhadap 633 pelajar SLTA didapatkan bahwa 27% laki-laki dan 18% wanita mempunyai pengalaman hubungan seks di Bali. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Situmorang tahun 2001 didapatkan 27% remaja laki-laki dan 9% remaja wanita di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks. Hasil penelitian DKI (Daerah Khusus Ibukota) Indonesia 2005, menunjukkan perilaku seksual remaja di 4 kota, yaitu Jabotabek, Bandung, Surabaya, dan Medan berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra-nikah, namun kenyataannya 82% remaja punya teman melakukan seks pra-nikah, 66% remaja punya teman hamil sebelum menikah, remaja terbuka mengatakan melakukan seks pranikah di Jabotabek 51%, Bandung 54%, Surabaya 47% dan Medan 52%.
Universitas Sumatera Utara
Dari data PKBI (Pusat Keluarga Berencana Indonesia) tahun 2006 didapatkan bahwa umur pertama kali melakukan hubungan seks pada umur 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alkon, 85% dilakukan di rumah sendiri. Menurut Survei Komnas Perlindungan Anak di 33 propinsi Januari s/d Juni 2008 menyimpulkan : 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genitalia stimulation (meraba alat kelamin) dan oral sex (sex melalui mulut), 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Berdasarkan data Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI, Rakyat Merdeka, tahun 2006) di dapatkan Aborsi 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun, 27% dilakukan oleh remaja (+ 700 ribu). Berdasarkan data BNN (Badan Narkotika Nasional) 2004, Narkoba menunjukkan bahwa 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia adalah pengguna narkoba. Dari jumlah tersebut 78% diantaranya adalah remaja 20-29 tahun. Dari data Depkes 2007, tentang HIV dan AIDS secara kumulatif jumlah kasus AIDS sampai dengan September 2007 sebesar 10.384 kasus. Berdasarkan cara penularannya secara kumulatif yang dilaporkan melalui IDU (Injecting Drug Users) penggunaan NAPZA jarum suntik 49,5%, Heteroseksual (tertarik pada jenis kelamin yang berbeda) 42,0%, Homoseksual (tertarik pada jenis kelamin yang sama) 4%. Menurut golongan umur tertinggi adalah usia 20-29 tahun 53,8%, usia 30-39 tahun 27,9%, usia 15-19 tahun 2,5%. Persentase kasus AIDS antara laki-laki 80% dan perempuan 19%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah remaja Indonesia adalah : 60% remaja mengaku telah mempraktekkan seks sebelum nikah, + 70% dari pengguna Narkoba adalah remaja, + 50% dari pengidap AIDS adalah kelompok umur remaja.
Universitas Sumatera Utara
Remaja merasakan bahwa membahas soal seks, kesehatan reproduksi remaja, perilaku seksual, lebih terbuka dan lebih senang bila dilakukan dengan teman sebaya (peer group) dari pada dengan orang tua. Pada umumnya remaja sangat menghargai pertemanan, jalinan komunikasi antarteman sebaya lebih baik dan lebih terbuka. Banyak remaja merasa enggan untuk menyampaikan masalah dan mencari jawaban dari orang tuanya karena masih banyak orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan masih risih untuk membicarakan mengenai perkembangan biologis dan psikologis anak-anak mereka. Menurut SKRRI (Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia), 2002-2003 51% remaja perempuan dan 47% remaja laki-laki mengaku mendapat pelajaran kesehatan reproduksi pada saat sekolah di SLTP. Ini berarti peran sekolah dalam menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi belum optimal, akibatnya kebutuhan remaja terhadap informasi kesehatan reproduksi remaja masih sangat kurang. Hal ini karena informasi yang diterima dari teman sebaya yang masih sama-sama belum mengetahui secara benar dan banyak disalah artikan dan diselewengkan (Saroha Pinem, 2009, hal 312). Program Kesehatan Reproduksi Remaja difokuskan pada empat sasaran utama yaitu: Peningkatan komitmen terhadap program KRR, Komunikasi perubahan perilaku remaja, Peningkatan kemitraan dan kerjasama dalam program KRR dan Peningkatan akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan Pusat Informasi dan Konseling KRR (PIK-KRR). Peran PIK-KRR di lingkungan remaja sangatlah penting dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang benar tentang KRR. Seperti diketahui akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR masih relatif
Universitas Sumatera Utara
rendah, karena itu perlu dilakukan pemantauan dan pelaksanaan pengelolaan PIK-KRR dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas program tersebut (Muadz, 2006, hal 2). Penelitian ini pernah dilakukan oleh Nur Apni Aryani terhadap Efektifitas Program PIK-KRR terhadap peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi di SMU Al-Wasliyah Kota Medan pada Tahun 2010 dari penelitian Nur Apni Aryani peneliti hanya melihat dan mengukur tingkat efektifitas Program PIK-KRR terhadap pengetahuan Kesehatan Reproduksi di sekolah masih sangat rendah dan belum memadai seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Dari salah satu fenomena diatas maka pemerintah menggunakan strategis yang harus dicapai pada tahun 2009, salah satu strategis tersebut adalah berkaitan erat dengan program Kesehatan Reprodukasi Remaja (KRR) yaitu : setiap kecamatan memiliki Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang aktif, berdasarkan hasil laporan dari BKKBN pusat jumlah tenaga pengelola PIK-KRR sampai tahun 2007 yang sudah terlatih adalah sebanyak 34.726 orang, termasuk didalamnya Pendidik Sebaya, sementara dari jumlah PIK-KRR yang sudah terbentuk diseluruh Indonesia adalah sebanyak 2.773 PIK-KRR yang didirikan di sekolah-sekolah sebanyak 55%, diLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 15% dan 35% yang didirikan di Karang Taruna (Siswanto Agus Wilopo, 2008, hal 2) Pembentukan PIK-KRR merupakan wadah kegiatan pemberdayaan remaja dalam pengenalan pendidikan kesehatan reproduksi. Di Jakarta Utara sejak tahun 2005 telah terbentuk PIK-KRR dengan jumlah 30 PIKKRR dan 7 sekolah telah memiliki PIK-KRR.
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Bali pada tahun 2009 telah terbentuk PIK-KRR dengan jumlah 54 PIK-KRR, pembentukan PIK-KRR tersebut di sekolah menengah umum (SMU) yang tersebar di delapan kabupaten/kota Bali. Pembentukan PIK-KRR di wilayah NTB sudah dimulai sejak tahun 2009 dan mencapai 222 unit di Sekolah Menengah Umum (SMU) dan tersebar di berbagai kabupaten/kota di Provinsi NTB Dari survei pendahuluan oleh peneliti di kantor BKKBN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kota Medan tahun 2009 bahwa terdapat 23 buah PIK-KRR yang tersebar di seluruh Kota Medan yang terbentuk di Sekolah-sekolah, Karang Taruna dan tahun 2010 telah bertambah 25 buah PIK-KRR namun tidak berjalan sesuai dengan tujuan program pemerintah walaupun telah memiliki tempat PIKKRRnya. Maka itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana Pelaksanaan PIK-KRR SMA di Kota Medan.
B. Perumusan Masalah PIK-KRR di lingkungan remaja sangatlah penting dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang benar tentang KRR. Seperti diketahui akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR masih relatif rendah, khususnya diLingkungan sekolah-sekolah. Maka itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana “ Pelaksanaan PIK-KRR SMA di Kota Medan “.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pelaksanaan PIK-KRR di lingkungan sekolah SMA di Medan.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kebidanan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan intervensi kebidanan untuk dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan PIK-KRR dan dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya pada remaja. 2. Bagi Pendidikan D-IV Kebidanan Sebagai wadah referensi bagi kebidanan khususnya Bidan Pendidik untuk melihat bagaimana pelaksanaan dan evaluasi PIK-KRR untuk program pengembangan generasi muda bagi remaja. 3.
Bagi Peneliti Sendiri Untuk menjadi referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya dan apabila
nantinya peneliti balik ketempat tugasnya dapat dimanfaatkan agar pelaksanaan PIKKRR dapat juga dilaksanakan khususnya di sekolah-sekolah dimana peneliti bertugas.
Universitas Sumatera Utara