PEMANFAATAN INSEKTISIDA NABATI

Download Pengendalian hama plutella dengan menggunakan insektisida nabati yang .... Aplikasi perlakuan dilaksanakan dengan cara menyemprotkan insekt...

0 downloads 426 Views 175KB Size
EFIKASI INSEKTISIDA BERBAHAN NABATI TERHADAP ULAT PLUTELLA (Plutella xylostella L.) DI PERTANAMAN SAWI LAHAN RAWA PASANG SURUT

ABSTRACT

ABSTRAK Walaupun secara keseluruhan insektisida nabati tidak dapat berperan sebagai pengganti insektisida sintetik, namun setidaknya insektisida nabati dapat mengurangi frekuensi penggunaan insektisida sintetik, apabila kedua insektisida tersebut dipadukan. Oleh karena itu perlu dicari jenis tumbuhan yang bersifat meracun bagi hama serangga agar dapat dibuat sebagai bahan utama insektisida nabati, karena beberapa laporan hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan tersebut aman terhadap lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, diperoleh beberapa jenis tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektitisida nabati, diantaranya terdapat tiga jenis tumbuhan yang mampu membunuh hama plutella dengan mortalitas 60-70%. Ketiga jenis tumbuhan tersebut adalah kepayang (Pangium edule), gelam (Melaleuca leucandra), dan kirinyu (Chromolaema odorata) Hasil penelitian ini perlu diaplikasikan di lapangan untuk mengetahui keefektifannya terhadap hama serangga tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk (a) memperoleh insektisida nabati yang dapat mengurangi frekuensi penggunaan insektisida sintetik ≥50% apabila kedua jenis insektisida tersebut dipadukan dan sekaligus dapat mengurangi tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama plutella ≥60% dan (b) mengetahui kandungan senyawa kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan kirinyu, kepayang dan gelam. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2009 di desa Bungai Jaya, Kec. Basarang (Kabupaten Kapuas, Kalteng). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah ulangan sebanyak lima kali, sedangkan perlakuan yang digunakan adalah tiga jenis tumbuhan sebagai bahan insektisida nabati, yaitu kepayang, gelam dan kirinyu. Pengendalian hama plutella dengan menggunakan insektisida nabati yang berasal dari kulit batang kepayang, daun gelam dan daun kirinyu dapat mengurangi penggunaan insektisida sintetik >50% dan dapat mengurangi tingkat kerusakan tanaman >60%. Kelompok senyawa kimia yang diduga bersifat meracun, yang terdapat pada (1) kulit batang kepayang: D:A-Friedoleanan-3-one, Ledane 1H-Cycloprop (e) Ezulen, Pyrethrin I Cyclopropane carh, 1.6Anhydro-beta-D-Gucopyranos, Stigmast-5-en-3-ol, Stigmasta-5,22-dien-3-ol., (2) daun kirinyu: Germacrene d, Delta-cardinene, Geyrene D dan Delta-cardinene, (3) daun gelam: Germacrene d, Germacrene A, Neophytadiene 2,6,10-Trimeth, Beta-caryophyllene, Germacrene d, 10Methylanthracene-9-carboxald.

1. PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang Ulat plutella (Plutella xylostella L.) banyak merusak sayuran yang ditanam di beberapa agroekosistem.

Asikin dan Thamrin (2006) melaporkan bahwa ulat plutella sangat merusak

tanaman sawi yang ditanam di lahan rawa pasang surut Kalimantan Tengah dengan tingkat kerusakan berkisar 60-85%, padahal sudah dikendalikan dengan insektisida sintetik. fgdfhgfhfgh

itu

sendiri

dan

perkembangan

teknologi

pengendalian

dan

ilmu

pengetahuan yang melandasinya. Sekarang pengendalian hama telah mencapai suatu tingkat yang cukup kompleks dalam suatu sistem manajemen pertanian. Penggunaan insektisida sintetik yang sangat luas tidak hanya mempengaruhi kehidupan serangga tetapi juga sistem fauna dan flora, lingkungan fisik dan kesehatan manusia (Manuwoto, 1999). Selain itu insektisida sintetik memiliki sifat non spesifik karena dapat membunuh organisme lain diantaranya adalah musuh alami yang harus dipertahankan keberadaannya (Arinafril dan Muller, 1999; Thamrin et al, 1999). Penggunaan insektisida sintetik pada umumnya kurang aman karena berdampak samping yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan. Untuk itu insektisida sintetik yang merupakan komponen penting dalam pengendalian hama fgfgfhh perlu dicari penggantinya. Alternatif yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati yang pada umumnya merupakan senyawa kimia yang berspektrum sempit terhadap organisme sasaran (Sastrodiharjo et al., 1992; Thamrin dan Asikin, 2007). Salah satu produk alam hayati yang telah diketahui aman terhadap lingkungan dan kesehatan manusia adalah insektisida dari bahan tumbuhan atau lebih dikenal sebagai insektisida nabati. Walaupun secara keseluruhan insektisida nabati tidak dapat berperan sebagai pengganti insektisida sintetik, namun setidaknya insektisida nabati dapat mengurangi frekuensi penggunaan insektisida sintetik, apabila kedua insektisida tersebut dipadukan. Oleh karena itu perlu dicari jenis tumbuhan yang bersifat meracun bagi hama serangga agar dapat dibuat sebagai bahan utama insektisida nabati, karena beberapa laporan hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan tersebut aman terhadap lingkungan. Sebagai contoh adalah piretrin, menurut Maciver (1962), piretrin adalah zat yang cepat terdegredasi di alam sehingga tidak persisten terhadap lingkungan maupun pada bahan makanan. Selain itu penggunaan piretrin dapat menghambat terjadinya kasus resurgensi dan resistensi serangga. Tjokronegoro (1987) juga mengemukakan bahwa penggunaan insektisida botanis memiliki beberapa keuntungan, antara lain mempunyai tingkat keamanan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan racun senyawa-senyawa anorganik karena susunan molekul-molekulnya sebagian besar terdiri dari karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen yang mudah terurai menjadi senyawa-senyawa yang tidak membahayakan lingkungan. Di lahan pasang surut Kalimantan Selatan dan Tengah banyak ditemukan jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan untuk membuat pestisida nabati. Sampai saat ini

2

telah dikoleksi sebanyak 122 jenis tumbuhan yang dicurigai mengadung racun yang dapat membunuh hama serangga,

(Asikin et al., 2002). Hasil penelitian yang dilakukan di

Laboratorium Hama dan Penyakit Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, diperoleh beberapa jenis tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektitisida nabati, diantaranya terdapat tiga jenis tumbuhan yang mampu membunuh plutella dengan mortalitas 60-70%. Ketiga jenis tumbuhan tersebut adalah kepayang (Pangium edule), gelam (Melaleuca leucandra), dan kirinyu (Chromolaema odorata) (Asikin dan Thamrin, 2006). Hasil penelitian ini perlu diaplikasikan di lapangan untuk mengetahui keefektifannya terhadap hama serangga tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh jenis tumbuhan yang dapat dibuat sebagai insektisida nabati agar frekuensi penggunaan insektisida sintetik dapat dikurangi apabila kedua jenis insektisida tersebut dipadukan.

METODOLOGI a. Tata letak percobaan dan perlakuan Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2009 di desa Bungai Jaya, Kec. Basarang (Kabupaten Kapuas, Kalteng). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah ulangan sebanyak lima kali, sedangkan perlakuan yang digunakan adalah tiga jenis tumbuhan sebagai bahan insektisida nabati, yaitu kepayang, gelam dan kirinyu. Perlakuan lainnya adalah kombinasi ekstrak tumbuhan (kulit batang kepayang, daun gelam dan kirinyu) dengan insektisida sintetik (£-Sihalotrin). Sedangkan pembandingnya adalah pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik (£-Sihalotrin) dan tanpa dikendalikan, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak delapan perlakuan (Tabel 1). Bibit sawi yang berumur satu minggu ditanam pada masing-masing petak percobaan seluas 25 m2 dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm dengan jumlah petakan sebanyak 40 petak. Pemberian pupuk nitrogen dilakukan satu hari setelah tanam dengan takaran 90 kg N/ha, sedangkan dolomit diberikan pada saat 15 hari sebelum tanam dengan takaran 1 ton/ha.

Tabel 1. Perlakuan penggunaan insektisida nabati dan sintetik serta pembandingnya Kode Perlakuan A

Pengendalian menggunakan ekstrak kulit batang kepayang

3

B C D E F G H

Pengendalian menggunakan ekstrak daun gelam Pengendalian menggunakan ekstrak daun kirinyu Pengendalian menggunakan ekstrak daun kepayang dikombinasikan dengan insektisida sintetik (£-Sihalotrin) Pengendalian menggunakan ekstrak daun gelam dikombinasikan dengan insektisida sintetik (£-Sihalotrin) Pengendalian menggunakan ekstrak daun kirinyu dikombinasikan dengan insektisida sintetik (£-Sihalotrin) Pembanding 1 (pengendalian menggunakan £-Sihalotrin) Pembanding 2 (tanpa dikendalikan)

b. Membuat ekstrak nabati dan aplikasinya Membuat ekstrak nabati adalah dengan cara merendam masing-masing bahan nabati segar (kulit batang kepayang, daun gelam dan daun kirinyu) kedalam pelarut dengan perbandingan setiap 1000 gram bahan nabati dicampur 10 liter pelarut.

Setelah direndam

selama 24 jam, campuran bahan dengan pelarut tersebut disaring dan hasil saringan dievaporasi dengan vacum untuk menghasilkan residu, kemudian dimasukkan ke dalam cawan terbuka dan dipanaskan pada waterbath dengan suhu 40oC. Sebelum aplikasi perlakuan, terlebih dahulu ekstrak padat dicampur dengan tween 80 dengan perbandingan 100 : 1 agar daya rekatnya pada tanaman lebih kuat dan penyebarannya merata pada permukaan tanaman. Mencampur ekstrak padat dengan tween 80 dilakukan pada plat kaca hingga merata kemudian dimasukkan ke dalam gelas, kemudian diencerkan dengan cara mencampurnya dengan air sebanyak 1 liter untuk setiap 20 gram ekstrak, dengan demikian ekstrak siap untuk diaplikasikan ke tanaman. Aplikasi perlakuan dilaksanakan dengan cara menyemprotkan insektisida nabati dan pembanding (insektisida sintetik) di masing-masing petak yang telah ditentukan dengan dosis 500 liter/ha atau 1,25 liter/petak. Sedangkan perlakuan kombinasi insektisida nabati dengan insektisida sintetik, diberikan secara berseling yang didahului oleh insektisida nabati. Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap tingkat kerusakan dan jumlah larva yang hidup. Sedangkan pengamatan hasil (kg/petak) dilakukan pada saat panen.

Identifikasi senyawa kimia aktif Pertama-tama yang dilakukan untuk identifikasi kandungan senyawa kimia aktif terhadap masing-masing bagian tumbuhan (kulit batang kepayang, daun gelam dan daun kirinyu), adalah

4

merajang masing-masing bagian tumbuhan tersebut sampai halus, kemudian diaduk secara merata. Bagian tanaman yang telah dirajang ditimbang sebanyak 25 gram dengan menggunakan timbangan analitik, kemudian diekstrak dengan cara dihaluskan dan ditambahkan masing-masing dengan pelarut aseton dan etanol sebanyak 100 ml dengan menggunakan ice homogeneizer selama 25 menit. Hasil ekstrak disaring dengan menggunakan cawan Goch yang telah dilapisi dengan bubur celit, filtrat ditampung dalam labu bundar 500 ml, kemudian filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotari evaporator sampai 1 ml. Setelah dipekatkan lalu dimurnikan dengan menggunakan alat kolom kromatografi yang telah diisi oleh florisil dan sodium sulfat anhidra, elusi dengan pelarut n-Hexsan secara bertahap sebanyak 50 ml. Hasil elusi kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotari evaporator sampai kering. Kemudian labu dibilas, masing-masing menggunakan aseton dan etanol sebanyak 10 ml secara bertahap. Hasil ekstrak dianalisis komponen kimianya dengan menggunakan GC-MS. Untuk komponen kimia digunakan kolom kapiler shimadzu CBP 5 (p = 20 m, f =0,25 mm) dengan suhu awal kolom 100oC yang dibuat konstan selama 5 menit, kemudian suhu dinaikkan sampai dengan 300 o

C dan dibuat konstan selama 15 menit. Dari grafik yang dihasilkan kemudian diidentifikasikan

dengan cara membandingkan spektrum massa dengan spektrum massa dari bank data Wiley275.L HASIL DAN PEMBAHASAN Aplikasi insektisida nabati di lapangan Pengamatan pada saat tanaman berumur dua minggu, tingkat kerusakan masih dibawah 10%, kecuali pada perlakuan kontrol (tanpa dikendalikan) mencapai 15,5%.

Kerusakan

tanaman semakin meningkat pada pengamatan berikutnya atau pada saat tanaman berumur tiga minggu dan empat minggu, namun tingkat kerusakan tanaman pada perlakuan ekstrak kepayang, gelam dan kirinyu hanya berkisar 8,3-12,7%, sedangkan pada perlakuan kontrol (tanpa dikendalikan) mencapai 37,2-80,0% (Tabel 2). Tingginya tingkat kerusakan tanaman diduga adanya peningkatan populasi, antara lain disebabkan adanya telur plutella yang menetas menjadi larva, karena populasi larva yang ditemukan pada saat yang sama juga meningkat (Tabel 3). Tingginya tingkat kerusakan tanaman sawi pada perlakuan insektisida sintetik (£Sihalotrin), diduga bahwa hama plutella resistensi terhadap insektisida tersebut karena bahan insektisida £-sihalotrin sudah sering digunakan petani untuk mengendalikan hama sawi. Seperti halnya penelitian yang dilakukan di daerah Landasan Ulin (Kota Banjarbaru, Kalsel), kerusakan sawi pada perlakuan pengendalian dengan menggunakan £-Sihalotrin mencapai 60%. Hal ini

5

disebabkan dosis dan frekuensi penggunaan insektisida tersebut sangat tinggi yang menyebabkan terjadinya resistensi hama (Samharinto dan Pramudi, 2007). Berdasarkan hasil analisis ragam pembanding ortogonal pada saat tanaman berumur dua, tiga dan empat minggu rara-rata hasil gabungan semua perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata dengan perlakuan kontrol (tanpa dikendalikan). Selain itu seluruh perlakuan yang menggunakan insektisida nabati tunggal dan kombinasi insektisida nabati dengan sintetik juga berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol lainnya baik terhadap perlakuan mimba ataupun perlakuan tunggal dengan menggunakan insektisida nabati (Tabel 4). Dengan demikian, maka semua insektisida nabati yang dicobakan dapat mensubtitusi insektisida sintetik, sehingga penggunaan insektisida sintetik dapat dikurangi frekuensinya lebih kurang 50% apabila dikombinasikan dengan insektisida nabati, baik yang berasal dari tumbuhan kepayang, gelam ataupun kirinyu. Ketiga bahan insektisida nabati (kepayang, gelam dan kirinyu) ini ternyata efektif mengendalikan ulat plutella, karena mampu menekan tingkat kerusakan tanaman sawi yang disebabkan hama tersebut berkisar 60-70%. Tabel 2. Rata-rata kerusakan sawi yang disebabkan ulat plutella dan hasil Perlakuan Bahan Nabati A (ekstrak daun kepayang) B (ekstrak daun gelam) C (ekstrak daun kirinyu) D (A + £-Sihalotrin) E (B + £-Sihalotrin) F (C + £-Sihalotrin) G (£-Sihalotrin/kontrol insektisida sintetik) H (Mimba/kontrol nabati) I (tanpa dikendalikan/kontrol)

Tingkat kerusakan (%) Hasil (kg/petak) Umur tanaman 2 mst 3 mst 4 mst 3,5 8,3 10,3 50,0 3,8 10,7 11,8 46,3 3,2 12,7 10,8 50,3 3,0 8,7 10,0 52,7 4,2 11,3 11,3 46,3 3,2 9,5 10,5 50,0 6,5 16,7 20,0 30,0 7,2 12,3 17,7 37,3 15,5 37,2 80,0 2,3

Tabel 3. Rata-rata banyaknya larva plutella yang hidup dalam satu tanaman Umur tanaman 2 mst 3 mst 0.3 0.3 0.3 0.4 0.2 0.3 0.2 0.3 0.2 0.3 0.2 0.4 0.3 0.3 1.3 5,0

Perlakuan A B C D E F G H

(ekstrak kulit batang kepayang) (ekstrak daun gelam) (ekstrak daun kirinyu) (A +£-Sihalotrin) (B +£-Sihalotrin) (C +£-Sihalotrin) (£-Sihalotrin /kontrol sintetik) (tanpa dikendalikan/kontrol)

Tabel 4. Ringkasan Analisis ragam pembandingan ortogonal

6

4 mst 2.4 2.6 2.2 2.4 3.8 3.3 4.2 7.4

Peubah

Kontras

Populasi larva pada saat 2 mst

ABCDEFGH ABCDEF Vs ABCDEFGH ABCDEF Vs ABCDEFGH ABCDEF Vs ABCDEFGH

Vs I GH Vs I GH Vs I GH Vs I

** ** ** ** ** ** **

Rata-rata gabungan 4,33 Vs 15,50 3,48 Vs 6,85 11,28 Vs 37,20 10,20 Vs 14,50 12,80 Vs 80,00 10,78 Vs 18,85 0,25 Vs 1,27

Populasi larva pada saat 3 mst

ABCDEFGH Vs I

**

0,34 Vs 0,53

Populasi larva pada saat 4 mst

ABCDEFGH ABCDEF Vs ABCDEFGH ABCDEF Vs

** ** ** **

3,03 Vs 7,40 2,73 Vs 3,90 45,36 Vs 2,30 49,27 Vs 33,65

Tingkat kerusakan tanaman sawi 2 mst Tingkat kerusakan tanaman sawi 3 mst Tingkat kerusakan tanaman sawi 4 mst

Hasil sawi

Vs I GH Vs I GH

Beda

Ket : **) Beda sangat nyata

Identifikasi senyawa kimia aktif Hasil analisa senyawa kimia aktif yang bersifat meracun pada tumbuhan kepayang, gelam dan kirinyu disajikan pada Tabel 10. Penampakan kandungan senyawa kimia aktif pada masing-masing tumbuhan tersebut sebagian besar berbeda bila

jenis pelarutnya berbeda,

kecuali pada tumbuhan gelam yaitu Germacrene d, namun areanya berbeda, dimana apabila menggunakan pelarut etanol maka porsi areanya 7.62% sedangkan menggunakan pelarut aseton porsi areanya 2.82%. Interaksi

antara

serangga

dengan

tumbuhan

menyebabkan

adanya

usaha

mempertahankan diri sehingga tumbuhan mampu memproduksi metabolit sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif yang dikandung oleh tanaman menyebabkan aktivitas larva terhambat, ditandai gerakan larva lamban, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan kurang dan akhirnya mati (Price, 1984 dalam Sutoyo dan Wirioadmodjo, 1997). Salah satu senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan kepayang adalah pyrethrin. Senyawa ini telah banyak diteliti, antara lain bahwa pyretrin bekerja sangat cepat mengganggu jaringan saraf serangga sehingga dapat langsung membuat pingsan serangga (Goodwin, 1956), tetapi aman terhadap manusia dan hewan (Bailey, 1959; Rostiana et al. 1994; Lellan, 1963), namun jika tercium (inhalasi) oleh mamalia maka akan lebih meracun, karena proses inhalasi menyediakan lebih banyak jalur bagi pyrethrin mencapai aliran darah yang menuju otak. Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa pyrethrin tidak bekerja secara sistemik namun merupakan racun

kontak yang bekerja cepat mempengaruhi sistem syaraf serangga sehingga

menimbulkan gejala kelumpuhan dan kematian (Worthing, 1987).

7

Tabel 10. Senyawa kimia aktif yang bersifat meracun pada tumbuhan kepayang, gelam dan kirinyu Tumbuhan

Senyawa kimia aktif

Area (%)

Pelarut

Kepayang

D:A-Friedoleanan-3-one Ledane 1H-Cycloprop (e) Ezulen Pyrethrin I Cyclopropane carh 1.6-Anhydro-beta-D-Gucopyranos Stigmast-5-en-3-ol Stigmasta-5,22-dien-3-ol

23.81 7.37 5.89 1.11 1.05 1.30

Etanol Etanol Etanol Aseton Aseton Aseton

Gelam

Germacrene d Germacrene A Neophytadiene 2,6,10-Trimeth Beta-caryophyllene Germacrene d 10-Methylanthracene-9-carboxald

7.62 3.12 2.74 6.87 2.82 12.45

Etanol Etanol Etanol Aseton Aseton Aseton

Kirinyu

Germacrene d Delta - cardinene Geyrene D Delta - cardinene Phenol 2-(2-propenyl)

2.40 29.59 12.62 2.70 5.39

Etanol Etanol Aseton Aseton Aseton

Pyrethrin merupakan racun kontak yang tidak meninggalkan residu, sehingga pestisida ini sering disebut sebagai pestisida yang aman bagi lingkungan. Pyrethrin cepat terurai oleh sinar matahari dan kelembaban udara, penguraian yang lebih cepat terjadi pada kondisi asam dan basa. Oleh sebab itu bahan yang mengandung pyrethrin tidak boleh dicampur dengan kapur. George (1983) menyatakan bahwa daya racun piretrin meningkat sejalan dengan semakin menurunnya tempratur. Zat ini menyerang simpul-simpul elektrokimia syaraf yang merupakan suatu jaringan penghubung antara organ tubuh (jaringan axon) seperti otot yang menerima rangsangan dari luar maupun dari dalam. Piretrin pada mulanya mempengaruhi sel syaraf dan akhirnya menggangu fungsi otot sehingga otot menjadi kejang-kejang, akhirnya terjadi gejala paralisis yang diikuti dengan kematian. Namun demikian, pengaruh piretrin bersifat reversibel, yaitu serangga dapat pulih kembali apabila jumlah piretrin yang meracuni masih di bawah ambang toleransi serangga. Pyrethrin merupakan zat yang cepat terdegredasi di alam, khususnya apabila terkena sinar matahari sehingga zat ini tidak persisten baik di lingkungan

maupun pada bahan

makanan. Sifat khas ini mungkin akan menghambat terjadinya kasus resurgensi dan resistensi serangga terhadap piretrin, serta mencegah terjadinya polusi terhadap lingkungan Maciver (1962).

8

Menurut Rumphius (1992) dalam Wardhana (1997) bahwa seluruh bagian pohon kepayang mengandung asam sianida yang sangat beracun dan dapat digunakan sebagai bahan pencegah busuk dan senyawa pembunuh serangga. Adapun sifat astiri dari racunnya memiliki keuntungan apabila digunakan tidak ada bau atau rasa apapun yang tertinggal pada tanaman yang diperlakukan. Menurut Nunik et.al (1997), kepayang dapat juga digunakan sebgai bahan pengawet ikan, diduga bahwa ekstrak kepayang atau bagain dari buah kepayang tersebut mengeluarkan bau spesifik yang dapat mempengaruhi syaraf lalat, sehingga lalat kurang menyukai ikannya. Selain itu ikan tidak terserang mikroflora seperti Aspergillus niger, A.ochraceus, Mucor sp dan

Rhizupos sp. Ekstrak

daun

gelam

secara

visual

dan

dari

tanda-tandanya

memperlihatkan busa maka ekstrak tersebut mengandung racun saponen.

kalau

dikocok

Seperti tanaman

gadung selan sebagai pil kontrasepsi, umbi gadung juga sering digunakan sebagai bahan pencuci rambut (sampo). Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan saponin dalam umbi juga toksik untuk membunuh kutu kepala (Kardinan, 1998). Tumbuhan kirinyu dapat digunakan sebagai obat luka dan tanpa menimbulkan bengkak, obat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Selain itu, tumbuhan kirinyu dapat digunakan sebagai pakan ternak, namun harus melalui proses pengolahan seperti pengeringan dan penumbukan.

Rumput minjangan mengandung Pas

(Pryrrolizidine Alkaloids) sebagai racun, dan kandungan ini menyebabkan tanaman ini berbau menusuk, rasa pahit, sehingga bersifat repellent dan juga mengandung allelopati (Biller et

al.1994) KESIMPULAN 1. Pengendalian ulat grayak dengan menggunakan insektisida nabati yang berasal dari kulit batang kepayang, daun gelam dan daun kirinyu dapat mengurangi penggunaan insektisida sintetik >50%, tetapi kerusakan tanaman hanya dapat ditekan lebih kurang 40% 2. Pengendalian ulat plutella dengan menggunakan insektisida nabati yang berasal dari kulit batang kepayang, daun gelam dan daun kirinyu dapat mengurangi penggunaan insektisida sintetik >50% dan dapat mengurangi tingkat kerusakan tanaman >60% 3. Terdapat kelompok senyawa kimia yang besifat meracun pada kulit batang kepayang (D:AFriedoleanan-3-one, Ledane 1H-Cycloprop (e) Ezulen, Pyrethrin I Cyclopropane carh, 1.6Anhydro-beta-D-Gucopyranos,

Stigmast-5-en-3-ol

dan

Stigmasta-5,22-dien-3-ol.),

daun

kirinyu (Germacrene d, Delta-cardinene, Geyrene D dan Delta – cardinene) dan daun gelam (Germacrene

d,

Germacrene

A,

Neophytadiene

Germacrene d dan 10-Methylanthracene-9-carboxald

9

2,6,10-Trimeth,

Beta-caryophyllene,

DAFTAR PUSTAKA Arinafril dan P. Muller. 1999. Aktivitas biokimia ekstrak nimba terhadap perkembangan Plutella xylostella. Dalam Prasadja, I., M. Arifin., I.M. Trisawa., I.W. Laba., E.A. Wikardi., D. Sutopo., Wiranto dan E. Karmawati (Ed). 381-385. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dan Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. Asikin. S., dan M.Thamrin. 2002. Bahan Tumbuhan Sebagai Pengendali Hama Ramah Lingkungan. Disampai pada Seminar Nasional Lahan Kering dan Lahan Rawa 18-19 Desember 2002. BPTP Kalimantan Selatan dan Balittra. Banjarbaru. Asikin. S., dan M.Thamrin. 2006. Pengendalian Hama Serangga Sayuran Ramah Lingkungan di Lahan Rawa Pasang Surut. Dalam Noor, M., I. Noor dan S.S. Antarlina (Ed). 73-86. Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi Budidaya dan Peluang Agribisnis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bailey, K.F. 1959. Field trials of wheat and shelled corn protection. Pyrethrum Post. 5 (2): 2526. Campbell, F.L., and W.W. Sullivan. 1933. The relative toxicity of nicotine, methyl anabasine and lupinine for culicine mosquito larvae. J.Con. Entomol. 26 (3) : 910-918. Djojosumarto, P. 2006. Pestisida dan aplikasinya. P.T. Agromedia Pustaka. Jakarta. 340 hal. George, W.W. 1983. Modes of action for insecticides. Pesticides: Theory and Application. The British Crop Protection Council pp. 145-148. Goodwin, K.F. 1956. Pyrethrum and allethrin in insecticides and aerosol. Pyrethrum Post 4 (1): 3-10. Heyne, K. 1972. Pachhyrrizus erosus urb and Azadirachta indica A. Juss. De nutige Platen van Nederlands Indie Ge. Drukt bij Ruygrok and Co Batavia. p. 849-889. Kardinan, A., 1998. Prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vo. XVII No. 1. Lellan, R.H. 1963. The use of pyrethrum dip as protection for drying fish in Uganda. Pyrethrum Post 7 (1): 8-10. Manuwoto, S. 1999. Pengendalian hama ramah lingkungan dan ekonomis. Dalam Prasadja, I., M. Arifin., I.M. Trisawa., I.W. Laba., E.A. Wikardi., D. Sutopo., Wiranto dan E. Karmawati (Ed). 1-12. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dan Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. Maciver, D.R. 1962. Preliminary experiments on the stability of pyrethrin in aqueous emulsion. Pyrethrum Post. 6 (4): 20-21. Masyamah dan T. Pujilestari. 2008. Manfaat Tanaman Gelam (Melaleuca leucadendron, Linn) Untuk Berbagai Keperluan Industri. Disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Lahan Rawa, Banjarbaru 5 Agustus 2008. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa dan Badan Penelitian dan Pengembangan daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

10

Novizan, 2002. Membuat dan memanfaatkan pestisida ramah lingkungan. P.T. Agromedia Pustaka. 94 hal. Nunik St.Aminah, Enny. W. Lestari dan Supraptini. 1997. Penggunaan Ekstrak Buah Pucung Pangium edule Sebagai Penghambat Serangan Lalat pada Ikan Tongkol (Auxis thazard). Prosiding Seminar Nasional Tantangan Entomologi pada Abad XXI. PEI Cabang Bogor. Rostiana, O., A. Abdullah., W. Haryudin dan S. Aisyah. 1994. Karakteristik klon-klon piretrum. Pros. Sem. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. p. 118-125. Samharinto., S dan Pramudi, I. 2007. Eksplorasi dan efikasi tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektisida nabati. Laporan Hasil Penelitian Hibah Fundamental. Fak. Pertanian UNLAM Banjarbaru. Sastrodiharjo, S., I. Achmad., T. Kusumaningtyas dan S. Manaf. 1992. Penggunaan produk alam dalam pengendalian hama terpadu. PAU. Ilmu Hayati ITB. 29p. Schmutterer, H. 1995. The neem tree, Azadirachta indica A. Juss. And other Meliaceous plants: Source of Unique Nadtural Products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Pusposes. Weinham: VCH. Sutoyo dan Wirioadmodjo. 1997. Uji insektisida botani daun nimba (Azadirachta indica), daun pahitan (Eupatorium inulifolium) dan daun kenikir (Tagetas spp) terhadap kematian larva Spodoptera litura F. (Lepidoptera; Noctuidae) pada tanaman tembakau. Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Symposium Entomologi. Bandung. p. 318-321 Takahashi, N. 1981. Application of Biologically Natural Products in Agricultural Fields, Dalam Proc.of Reg. Seminar on Recnet Trend in Chemistry of Natural Product Research. M.Wirahadikusumah and A.S. Noer (eds). 110-132. Penerbit ITB Bandung. Thamrin, M., M. Willis dan S. Asikin. 1999. Parasitoid dan predator penggerek batang padi di lahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan. Dalam Prasadja, I., M. Arifin., I.M. Trisawa., I.W. Laba., E.A. Wikardi., D. Sutopo., Wiranto dan E. Karmawati (Ed). 175181. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dan Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. Thamrin, M dan S. Asikin. 2007. Potensi Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Dalam Supriyo, A., M. Noor., I. Ar-Riza dan D. Nazemi (Eds). 31-48. Keanekaragaman Flora dan Buah-buahan Eksotik Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Tjokronegoro, R.K. 1987. Studi kimiawi senyawa-senyawa bioaktif asal tumbuhan di Indonesia terhadap serangga. Disertasi Universitas Padjadjaran, Bandung. Wardhana, A., G. 1997. Penetapan LC 50 Ekstrak Pucuk Daun Kepayang (Pangium edule Rein W.) Terhadap Ulat Pemakan Daun Kubis (Plutella xylostella Linn.) Skripsi. Fak.Pertanian Unlam. Banjarbaru. Wijaya Kusuma, H.M., H. Dalimartha, S., Wirian, A.S. Indonesia. Pustaka Kartini. Jakarta.

11

1995.

Tanaman Berkhasiat Obat di

Willis, M., M. Thamrin dan S. Asikin. 2003. Evaluasi Status Hama Utama Tanaman Palawija di Lahan Rawa Pasang Surut. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru Worthing, C.R. 1987. The Pesticide Manual, a World Compendium. The British Crop Protection Council pp. 726-730.

12