PEMANFAATAN LIMBAH CAIR CPO SEBAGAI PEREKAT PADA PEMBUATAN BRIKET DARI ARANG TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Retta Ria Purnama, Ahmad Chumaidi, Abdullah Saleh* Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 Email:
[email protected] Abstrak Ketersediaan Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan limbah cair crude palm oil (CPO) sebagai limbah industri minyak kelapa sawit yang belum termanfaatkan cukup banyak di Indonesia. Melalui penelitian diketahui bahwa TKKS dapat diolah menjadi arang, dan limbah cair CPO diketahui dapat dimanfaatkan sebagai bahan perekat, sehingga apabila keduanya dicampur dan diolah lebih lanjut dapat dibuat menjadi briket. Selain dapat memberikan dampak yang positif bagi lingkungan, pemanfaatan TKKS dan limbah cair CPO ini juga dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar minyak (BBM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dari penggunaan limbah cair CPO dan arang tandan kosong kelapa sawit dalam pembuatan briket. Dengan perbandingan limbah cair CPO dan arang tandan kosong kelapa sawit yaitu 30% : 70%, 35% : 65%, 40% : 60%, 45% : 55%, 50% : 50%, 55% : 45%, 60% : 40%, 65% : 35%, dan 70% : 30%. Briket hasil penelitian ini telah memenuhi standar mutu briket sebagai bahan bakar dilihat dari nilai kalor dan kadar air. Komposisi optimal antara limbah cair CPO dan arang tandan kosong kelapa sawit yaitu 30% : 70%. Secara umum, penambahan konsentrasi limbah cair CPO ke dalam Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit akan menurunkan nilai kalor bakar dan kadar zat mudah menguap, serta menaikkan nilai kadar air lembab dan kadar abu briket arang yang dihasilkan. Kata kunci: Briket, Limbah Cair CPO, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Abstract The availability of palm oil empty bunch and crude palm oil liquid waste as the waste of palm oil industry that is untapped can be found in huge amount in Indonesia. Through a previous research note that palm oil empty bunch can be processed into charcoal, and crude palm oil liquid waste is known to be used as an adhesive, so that when the two are mixed and by a further process, it can be made into briquettes. Beside of providing a positive impact on the environment, the use of palm oil empty bunch and crude palm oil liquid waste can also be as an alternative to fuel oil. The study aimed to identify the appropriate formulation of crude palm oil liquid waste and charcoal of oil palm empty bunch to produce briquettes. The comparisons of crude palm oil liquid waste to charcoal of oil palm empty bunch were 30% : 70%, 35% : 65%, 40% : 60%, 45% : 55%, 50% : 50%, 55% : 45%, 60% : 40%, 65% : 35%, and 70% : 30%. The briquette produced had met the Briquette Quality Standard as a fuel material based on its calorie value and also its inherent moisture contents. The optimal comparisons of crude palm oil liquid waste to charcoal of oil palm empty bunch were 30%: 70%. Generally, it can conclude that the addition of crude palm oil liquid waste into the charcoal of oil palm empty bunch will decrease the calorie value and also volatile matter content, as well as increase the inherent moisture content and ash content of charcoal briquettes produced. Keywords: Briquette, Crude Palm Oil Liquid Waste, Palm Oil Empty Bunch.
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Page 43
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi di era globalisasi menyebabkan pertambahan konsumsi energi di berbagai sektor kehidupan. Bukan hanya negaranegara maju, tapi hampir semua negara termasuk Indonesia mengalaminya. Ancaman menipisnya cadangan minyak dunia, mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2006 Tanggal 25 Januari tentang kebijakan energi nasional dan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sebagai bahan bakar lain. Industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu agro industri yang pesat di Indonesia. Perkembangan ini terlihat dari luas areal tanaman sawit yang terus meningkat setiap tahunnya dengan laju penambahan areal 150.000 – 200.000 ha. (Lubis, 1994). Saat ini telah dilakukan pemanfaatan limbah Tandan Kosong Sawit (TKS) yang ketersediaanya melimpah sepanjang tahun. Salah satu pemanfaatan TKS adalah untuk pembuatan briket arang. Untuk pabrik minyak kelapa sawit yang berkapasitas 30 ton/jam dengan waktu operasi 20 jam per hari akan menghasilkan TKS sebanyak 120 ton atau 120.000 Kg per hari. Jumlah arang yang di hasilkan apabila rendemen 30% akan mencapai 25.000 Kg (Anonim,2007). Pengendalian dan pemanfaatan limbah cair Crude Palm Oil (CPO) dari pabrik minyak kelapa sawit masih mengalami kendala dan keterbatasan. Hal ini terjadi karena laju produksi limbah yang tinggi, minimnya pemanfaatan, harga limbah cair yang relatif murah, dan konsumen yang terbatas. Limbah cair menumpuk dalam kolam-kolam penampungan yang dalam jangka panjang mengganggu bahkan mengancam keseimbangan ekosistem darat, air dan udara. Limbah cair hasil pengolahan tandan buah segar menjadi CPO yang dapat dimanfaatkan sebagai perekat adalah limbah cair yang
berbentuk gel (Hidayat, 2007). Dalam penelitiannya yang memanfaatkan limbah cair CPO untuk merekatkan pakan ternak, telah terbukti bahwa limbah cair CPO tersebut dapat digunakan sebagai bahan perekat. Dari sekian banyak cara pembuatan briket tidak terlepas dari pengadaan atau penggunaan bahan perekat. Salah satu contoh bahan perekat adalah pati. Dewasa ini ketersediaan pati dirasa semakin sulit dan harganya mahal. Hal ini disebabkan karena pati bukan saja dapat dimanfaatkan sebagai bahan perekat saja melainkan sebagai bahan pangan yang ketersediaannya terbatas. Oleh karena itu terpikir untuk mencari alternatif dalam pembuatan briket tanpa perekat. Dalam Pedoman Pembuatan Briket Batu Bara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batu Bara Untuk Industri Kecil Dan Rumah Tangga menyatakan bahwa pembuatan briket dengan penambahan bahan pengikat/perekat akan menaikan kadar abu dan menurunkan nilai kalor (Anonim, 2006). Atas dasar perlu dikembangkannya bahan alternatif pengganti minyak tanah, pengendalian dan pemanfaatan limbah cair CPO dan beberapa permasalahan diatas, maka untuk itu kami tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Pemanfaatan Limbah Cair CPO Sebagai Perekat pada Pembuatan Briket dari Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit”. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan biomassa dengan kandungan terbesar berupa selulosa, disamping hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Melihat komponen kimia utama TKKS, kualitas TKKS tidak jauh berbeda kualitas biomassa lainnya, baik dengan limbah pertanian maupun dengan biomassa bukan kayu. Perbandingan komposisi biomassa lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia beberapa biomassa Biomassa Lignoselulosa Tandan kosong kelapa sawit Jerami padi Jerami gandum Ampas tebu Bambu Rumput Esparto Kayu lunak Kayu keras Sumber : Myerly dkk., 1981.
Page 44
Selulosa (% berat) 36 – 42 28 – 36 29 – 35 32 – 44 26 – 43 33 – 38 40 – 45 38 – 49
Hemiselulosa (% berat) 25 – 27 23 – 28 26 – 32 27 – 32 15 – 26 27 – 32 7 – 14 19 – 26
Lignin (% berat) 15 – 17 12 – 16 16 – 21 19 – 24 21 – 31 17 – 19 26 – 34 23 – 30
Abu (% berat) 0,7 – 6 15 – 20 4–9 1,5 – 5 1,7 – 5 6–8 1 1
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai bahan organik memiliki suatu karakteristik dasar berupa sifat fisika dan kimia. Sifat fisika dan kimia dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit Komponen Komposisi No. Kimia (%) 1. Lignin 22,60 2. Pentosa 25,90 3. α – Selulosa 45,80 4. Holoselulosa 71,80 5. Abu 1,6 6. Pektin 12,85 7. Kelarutan dalam: 19,50 1 % NaOH 13,89 Air Dingin 2,50 Air Panas 4,20 AlkoholBenzene Sumber : Eka, 2000
Limbah Cair CPO (Crude Palm Oil) Pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) juga menghasilkan produk-produk samping dan limbah, yang bila tidak diperlakukan dengan benar akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Limbah dari industri kelapa sawit meliputi padatan, cair dan gas. Limbah cair industri minyak kelapa sawit berasal dari air rebusan (jumlah 150-175 kg per ton tandan buah segar) dan air hidroksiklon (100-150 kg per ton tandan buah segar) (Loebis dan Tobing,1984). Pada proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, selain menghasilkan minyak sawit tetapi juga menghasilkan limbah cair, dimana air limbah tersebut berasal dari : Hasil kondensasi uap air pada unit pelumatan ( digester) dan unit pengempaan (pressure). Injeksi uap air pada unit pelumatan bertujuan mempermudah pengupasan daging buah, sedangkan injeksi uap bertujuan mempermudah pemerasan minyak. Hasil kondensasi uap air pada kedua unit tersebut dikeluarkan dari unit pengempaan Kondensat dari depericarper, yaitu untuk memisahkan sisa minyak yang terikut bersama batok/cangkang Hasil kondensasi uap air pada unit penampung biji/inti. Injeksi uap kedalam unit penampung biji bertujuan memisahkan sisa
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
minyak dan mempermudah pemecahan batok maupun inti pada unit pemecah biji Kondensasi uap air yang berada pada unit penampung atau penyimpan inti Penambahan air pada hydrocyclone yang bertujuan mempermudah pemisahan serat dari cangkang. Penambahan air panas dari saringan getar, yaitu untuk memisahkan sisaminyak dari ampas. Limbah cair kelapa sawit mengandung konsentrasi bahan organik yang relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan BOD tinggi. Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa limbah cair industri kelapa sawit bila dibuang kepengairan sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan, sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum di buang keperairan.
Limbah cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila larutan tersebut langsung dibuang ke perairan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus dioleh terlebih dahulu sebelum dibuang. Limbah padat dalam hal ini TKKS dan lumpur yang tidak tertangani akan menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate). Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisika yaitu meliputi suhu, kekeruhan, bau dan rasa, sedangkan berdasarkan sifat kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, dan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Wibisono,1995). Tabel 3. Komposisi Kimia Limbah Cair PMKS Komponen Ekstrak dengan ether Protein (N x 6,25) Serat Ekstrak tanpa N Abu P K Ca Mg Na Energi(kkal/100 gr)
% Berat Kering 31.60 8.20 11.90 34.20 14.10 0.24 0.99 0.97 0.30 0.08 454.00
Sumber : Naibaho (1996)
Page 45
Briket Bioarang Menurut Supriyono (1997), arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari karbon tertambat (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur. Sedangkan, bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini dapat digunakan dengan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang. Adan (1998) menyatakan, briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Sedangkan briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan pengempaan. Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket. Menurut Mahajoeno (2005), syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Mudah dinyalakan b. Tidak mengeluarkan asap c. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun d. Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama e. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik. Teknologi Pembriketan Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang
Page 46
mempunyai bentuk tertentu. Kandungan air pada pembriketan antara 10 – 20 % berat. Ukuran briket bervariasi dari 20 – 100 gram. Pemilihan proses pembriketan tentunya harus mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, teknis dan lingkungan yang optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Beberapa tipe / bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder, telur (egg), dan lain-lain. Adapun keuntungan dari bentuk briket adalah sebagai berikut : 1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran. 3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar. Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen adalah sebagai berikut : 1. Daya tahan briket. 2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya. 3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga. 4. Bebas gas-gas berbahaya. 5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi energi, pembakaran yang stabil). Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam pembuatan briket antara lain : (a) Bahan baku Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat didalam bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap. (b) Bahan pengikat Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Berdasarkan fungsi dari pengikat dan kualitasnya, pemilihan bahan pengikat dapat dibagi sebagai berikut : 1) Berdasarkan sifat / bahan baku perekatan briket Adapun karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah sebagai berikut :
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampur dengan semikokas atau batu bara. Mudah terbakar dan tidak berasap. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya. 2) Berdasarkan jenis Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai pengikat untuk pembuatan briket, yaitu : Pengikat Anorganik Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu. Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari bahan pengikat sehingga dapat menghambat pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Contoh dari pengikat anorganik antara lain semen, lempung, natrium silikat. Pengikat Organik Pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif. Contoh dari pengikat organik diantaranya kanji, tar, aspal, amilum, molase dan parafin. Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan, pencampuran, pencetakan, pengeringan dan pengepakan. a. Penggerusan adalah menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan ukuran butir tertentu. Alat yang digunakan adalah crusher. b. Pencampuran adalah mencampur bahan baku briket pada komposisis tertentu untuk mendapatkan adonan yang homogen. Alat yang digunakan adalah mixer, combining blender, horizontal kneader dan freet mill. c. Pencetakan adalah mencetak adonan briket untuk mendapatkan bentuk tertentu sesuaikan yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah Briquetting Machine. d. Pengeringan adalah proses mengeringkan briket dengan menggunakan udara panas pada temperatur tertentu untuk menurunkan kandungan air briket. e. Pengepakan adalah pengemasan produk briket sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah ditentukan.
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Beberapa parameter kualitas briket yang akan mempengaruhi pemanfaatannya yaitu: 1) Kandungan Air Moisture yang dikandung dalam briket dapat dinyatakan dalam dua macam : (a) Free moisture (uap air bebas) Free moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan air-drying. Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal handling dan preperation equipment. (b) Inherent moisture (uap air terikat) Kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket antara temperatur 104 – 110 oC selama satu jam. 2) Kandungan Abu Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. 3) Kandungan Zat Terbang (Volatile matter) Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 oC. Untuk kadar volatile matter ± 40 % pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara 15 – 25% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap yang dihasilkan sedikit. 4) Nilai Kalor Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang penting dari suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient tempertur. Net calorific value biasanya antara 93-97 % dari gross value dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket.
Page 47
2.
METODOLOGI
Alat yang digunakan 1. Muffle furnace 2. Ayakan dengan ukuran 60 mesh. 3. Alat pencetak briket 4. Oven 5. Neraca analitik 6. Alat analisa: Kalorimeter Bomb, Furnace ACF, Furnace VMF, dan Oven 7. Cawan porselin 8. Cawan silika 9. Cawan kuarsa 10. Cawan kurs 11. Dessicator 12. Spatula 13. Loyang / nampan 14. Batang pengaduk 15. Beker Gelas 16. Stopwatch Bahan yang digunakan 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit 2. Limbah Cair CPO (crude palm oil) 3. Minyak tanah Prosedur Penelitian 1.Prosedur Pembuatan Karbon/Arang dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Proses Karbonisasi 1. Tandan kosong kelapa sawit dipisahkan dari bagian yang tidak digunakan seperti kotoran - kotoran yang menempel. 2. Tandan Kosong Kelapa Sawit di jemur selama 3 hari sampai benar-benar kering. 3. Tandan Kosong Kelapa Sawit yang telah kering tersebut dipotong-potong dengan ukuran ± 1-2 cm untuk memudahkan karbonisasi dalam furnace. 4. Potongan-potongan tandan kosong kelapa sawit dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditimbang dengan neraca analitik. 5. Kemudian dilakukan karbonisasi menggunakan furnace dengan temperatur 400oC selama 60 menit. Angkat dan didinginkan. 6. Arang yang dihasilkan, dicampur dan kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan sieve nomor 60 mesh sehingga dihasilkan serbuk arang sesuai dengan ukuran partikel serbuk arang yang diinginkan.
Page 48
7. Arang yang telah dikarbonisasi siap untuk dijadikan bahan baku pembuatan briket. 2.Prosedur Pembriketan 1. Arang yang telah dikarbonisasi dicampurkan dengan limbah cair CPO pada suatu loyang, dengan berat total pencampuran sebesar 100 gram. Perbandingan komposisi antara limbah cair CPO dan arang halus Tandan Kosong Kelapa sawit adalah :
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Limbah Cair CPO (%) 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit (%) 70 65 60 55 50 45 40 35 30
2. Campuran tersebut diaduk agar komponen limbah cair CPO dan arang halus tandan kosong kelapa sawit benar-benar tercampur sempurna. 3. Adonan yang telah jadi disaring dengan kain kasa/kain yang memiliki lubang-lubang halus yang hanya dapat ditembus oleh cairan. 4. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan alat pencetak briket, kemudian dilakukan pengepressan. 5. Briket yang telah jadi dianginanginkan pada suhu kamar selama ± 24 jam, kemudian dipanaskan di dalam oven pada temperatur 80oC selama 1 jam. 6. Briket dikeluarkan dari dalam oven dan dibiarkan sampai dingin. 7. Briket siap dianalisa sifat fisis dan sifat kimianya. Sifat fisis yang diuji yaitu kerapatan briket, sedangkan sifat kimia terdiri dari kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon terikat, dan nilai kalor. 3.Uji Kualitas Briket Arang Untuk menilai kulaitas briket arang yang memenuhi standar yang diinginkan, perlu dilakukan pengujian dan pengukuran secara fisis, mekanis, dan kimia terhadap briket arang yang meliputi : kerapatan, analisa kadar air, kadar zat
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
mudah menguap, kadar abu, kadar karbon terikat, dan analisa nilai kalor. a. Nilai Kalor (Caloric Value) Nilai kalor dapat ditentukan dengan cara membakar contoh di dalam calorimeter bomb. b. Kadar Air Lembab (Inherent Moisture) Pada prinsipnya kadar air dapat ditentukan dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan pada kondisi standar. c. Kadar Zat Mudah Menguap (Volatile Matter) Pada prinsipnya, kadar zat terbang dapat ditentukan dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan (tanpa dioksidasi) pada kondisi standar, kemudian dikoreksi terhadap kadar air lembab. d. Kadar Abu (Ash) Pada prinsipnya, kadar abu dapat ditentukan dengan cara menimbang residu (sisa) pembakaran sempurna dari contoh pada e. Kadar Karbon Padat (Fixed Carbon) Karbon terikat merupakan fraksi karbon (C) yang terdapat di dalam briket arang selain dari fraksi air, zat mudah menguap, dan abu.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisa terhadap terhadap sifat fisis dan sifat kimia briket arang dari campuran arang tandan kosong kelapa sawit dan limbah cair crude palm oil (CPO), maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: Analisa Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tandan Kosong kelapa sawit (TKKS) dan limbah cair Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh dari limbah PT. Sawit Mas Sejahtera, Banyuasin, Sumatera Selatan. Sebelum diolah menjadi briket, baik arang TKSS dan limbah cair Crude Palm Oil (CPO) dianalisa terlebih dahulu dan diperoleh data sebagai berikut.
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Tabel 4. Hasil Analisa Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Setelah Karbonisasi pada temperatur 4000C No. 1. 2. 3. 4. 5.
Hasil Analisa Inherent Moisture (% adb) Ash (% adb) Volatil Matter (% adb) Fixed Carbon (% adb) Caloric Value Cal/gr
Persentase 7,82 11,01 27,17 54,00 5821,6998
Tabel 5. Hasil Analisa Nilai Kalor Limbah Cair CPO Nilai Kalor Bahan (cal/gr) Limbah Cair CPO
2303,3576
Untuk mengetahui kualitas briket arang yang dihasilkan pada penelitian ini, maka diperlukan suatu standar kualitas mutu briket sebagai pembanding. Sebagai bahan perbandingan, briket arang dari campuran tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan dari penelitian ini akan dibandingkan dengan Standar mutu dari Briket Batu Bara dan Briket Arang Kayu. Hal ini karena standar mutu untuk briket dari TKKS belum ada, sehingga dibandingkan dengan standar mutu briket yang sudah umum kita jumpai. Syarat mutu ini hanya sebagai tolok ukur baik tidaknya briket dari hasil penelitian ini. Tetapi tidak dapat disamakan karena komposisi dan tekstur untuk masing-masing bahan berbeda. Tabel 6. Standar Kualitas Briket Bio-Batubara No. Parameter Basis Kisaran 1. Caloric Value, Min ar cal/gr 4400 2. Total Moisture,% ar Maks 15 3. Ash Content, % ar < 10 4. Volatile Matter,% ar 24 – 27 5. Total Sulfur, % ar Maks 1 6. Beban Pecah, ar Min 65 kg/cm2 Spesifikasi Briket Batubara Terkarbonisasi Mengacu Pada SNI-4931-1998
Page 49
3.1.Nilai Kalor (Caloric Value) Dari data hasil analisa terhadap briket arang yang dihasilkan, diperoleh hubungan antara komposisi limbah cair CPO terhadap kadar air lembab briket arang dapat digambarkan dengan grafik di bawah ini :
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Komposisi Limbah Cair CPO Terhadap Nilai Kalor Dari grafik 1 di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara besarnya nilai kalor bakar yang dihasilkan terhadap persentase penambahan limbah cair CPO ke dalam arang tandan kosong kelapa sawit. Dari grafik tersebut terlihat bahwa semakin banyak jumlah limbah cair CPO yang digunakan, maka akan semakin rendah nilai kalor yang dihasilkan. Nilai kalor tertinggi diperoleh pada campuran 30% limbah cair CPO dan 70 % arang tandan kosong kelapa sawit yaitu sebesar 5629,08 cal/gr. Hal ini dikarenakan pada komposisi ini jumlah arang tandan kosong kelapa sawit di dalam campuran lebih banyak dibandingkan dengan limbah cair CPO, yang berarti bahwa kandungan karbon terikat briket tersebut semakin tinggi pula. Semakin tinggi kandungan karbon terikat pada briket arang, maka akan semakin tinggi pula nilai kalor briket arang yang dihasilkan. Hal ini disebabkan di dalam proses pembakaran membutuhkan karbon yang akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan kalor. Pendapat ini didukung juga oleh pernyataan Sudrajat (1983) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai kalor briket arang dipengaruhi oleh kadar karbon terikat briket arang. Selain itu juga, pada briket arang dengan komposisi 30 % limbah CPO memiliki nilai kadar air dan kadar abu yang rendah dibandingkan dengan komposisi lainnya, sehingga akan menghasilkan nilai kalor yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Nurhayati (1974), bahwa nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu
Page 50
yang terdapat pada briket arang. Apabila semakin tinggi kadar air dan kadar abu yang terdapat pada briket, maka akan menurunkan nilai kalor bakar yang dihasilkan. Nilai kalor bakar briket campuran arang TKKS dan limbah CPO yang didapatkan dari sembilan perlakuan variasi komposisi berkisar antara 4887,06 - 5629,08 kal/gr. Jika dibandingkan dengan Standar Kualitas Briket Bio-Batubara seperti pada Tabel 4.4, nilai ini telah memenuhi standar dimana menurut SNI4931-1998, syarat minimal nilai kalor bakar yang ditetapkan adalah sebesar 4400 kal/gr. 3.2.Kadar Air Lembab (Inherent Moisture) Dari data hasil analisa terhadap briket arang yang dihasilkan, diperoleh hubungan antara komposisi limbah cair CPO terhadap kadar air lembab briket arang dapat digambarkan dengan grafik di bawah ini :
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Komposisi Limbah Cair CPO Terhadap Nilai Kadar Air Lembab (Inherent Moisture) Pada gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai kadar air pada briket arang yang dihasilkan berkisar antara 7,16 – 8,93 %, dimana nilai kadar air tertinggi terdapat pada briket dengan komposisi limbah cair CPO 70% yaitu 8,93% adb. Sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada pada briket dengan komposisi limbah cair CPO 30% yaitu 7,16% adb. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak komposisi limbah cair CPO yang digunakan, maka akan semakin tinggi nilai kadar air yang dihasilkan oleh briket arang. Hal ini dikarenakan kandungan utama yang terdapat dalam limbah cair CPO tersebut adalah air sehingga apabila dicampur dengan arang TKKS untuk kemudian dicetak menjadi briket maka hal ini akan berpengaruh terhadap nilai kadar air briket tersebut. Briket dengan komposisi limbah CPO yang tinggi akan memperbesar nilai kadar airnya, begitu pula sebaliknya.
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Besar kecilnya adar air (inherent moisture) briket arang akan sangat berpengaruh pada kualitas briket arang tersebut. Semakin rendah kadar air briket arang, maka akan semakin baik pula kualitas briket arang tersebut. Kadar air briket arang diharapkan serendah mungkin agar tidak menurunkan nilai kalor, tidak sulit dinyalakan, dan tidak banyak mengeluarkan asap selama proses pembakaran. Nilai kadar air pada briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO yang dihasilkan dari penelitian ini masih tergolong cukup tinggi. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan yaitu limbah cair CPO masih banyak mengandung kadar air. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan Standar Kualitas Briket Bio-Batubara yang ditetapkan oleh SNI-49311998, briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan yaitu masih lebih kecil dari syarat maksimal kadar air yang diperbolehkan yaitu 15%. 3.3.Kadar Abu (Ash) Dari data hasil analisa terhadap briket arang yang dihasilkan, diperoleh hubungan antara komposisi limbah cair CPO terhadap kadar abu briket arang dapat digambarkan dengan grafik di bawah ini :
tertinggi terdapat pada briket dengan rasio komposisi limbah cair CPO : arang TKKS 70:30, yaitu sebesar 19,30%. Kenaikan nilai kadar abu pada setiap penambahan jumlah limbah cair CPO tersebut disebabkan oleh masih banyaknya kandungan pengotor yang terdapat dalam limbah CPO yang dogunakan. Selain itu juga disebabkan oleh kandungan air yang masih tinggi dari limbah cair CPO tersebut. Dari literatur di dapatkan informasi bahwa tingginya kadar abu dapat disebabkan karena adanya pengotor (impurities). Pengotor dapat berupa pengotor bawaan yang memang terkandung dalam TKKS dan dalam limbah cair CPO itu sendiri. Bahan pengotor ini dapat berupa mineral yang tidak dapat dibakar atau dioksidasi oleh oksigen, seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, dan alkali. Setelah pembakaran, bahan ini akan tersisa dalam wujud padat. Selain itu, tingginya kadar abu dapat pula disebabkan karena adanya pengotor eksternal yang berasal dari lingkungan pada saat proses pembuatan briket. Jika dibandingangkan dengan Standar Kualitas Briket Bio-Batubara yang ditetapkan oleh SNI-4931-1998, briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO yang dihasilkan masih belum memenuhi syarat dari segi kadar abu yang hanya memperbolehkan kadar abu briket kurang dari 10%. Sedangkan briket arang yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki nilai kadar abu berkisar antara 12,53 – 19,30 % adb. 3.4.Kadar Zat Mudah Menguap (Volatile Matter) Dari data hasil analisa terhadap briket arang yang dihasilkan, diperoleh hubungan antara komposisi limbah cair CPO terhadap kadar abu briket arang dapat digambarkan dengan grafik di bawah ini :
Gambar 3. Hubungan Antara Komposisi Limbah Cair CPO Terhadap Nilai Kadar Abu (Ash) Dari gambar 3 di atas dapat terlihat dengan jelas bahwa nilai kadar abu pada briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO akan semakin tinggi sebanding dengan semakin banyaknya persentase limbah cair CPO yang digunakan. Nilai kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 12,53 – 19,30 %, dimana nilai kadar abu terendah terdapat pada briket dengan rasio komposisi limbah cair CPO : Arang TKKS 30:70 yaitu sebesat 12,53 % adb. Sedangkan kadar abu
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Komposisi Limbah Cair CPO Terhadap Kadar Zat Mudah Menguap (Volatile Matter)
Page 51
Berdasarkan grafik yang disajikan pada gambar 4 di atas dapat terlihat bahwa kadar zat mudah menguap akan cenderung menurun dengan penambahan persentase jumlah limbah cair CPO yang digunakan. Atau dengan kata lain dapat dikatatak bahwa semakin banyak limbah cair CPO yang digunakan akan menurunkan nilai kandungan zat mudah menguap di dalam briket arang yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan di dalam arang TKKS memiliki kandungan zat mudah menguap yang cenderung lebih tinggi dibabandingkan dengan kandungan zat mudah menguap yang ada di dalam limbah cair CPO, karena zat tersebut akan secara lebih mudah dilepaskan oleh arang TKKS yang memiliki poripori yang luas dan dangkal. Kadar zat mudah menguap rata-rata briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO yang dihasilkan berkisar antara 24,73 – 29,80 %. Nilai ini jika dibandingkan dengan Standar Kualitas Briket Bio-Batubara yang ditetapkan oleh SNI-4931-1998 yaitu sekitar 24-27 %, maka briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi syarat yaitu pada briket arang dengan komposisi limbah CPO sebesar 65% dan 70% yang masing-masing memiliki kadar zat menguap sbesar 24,73% dan 26,04%. 3.5.Kadar Karbon Terikat (Fixed Carbon) Kecenderungan besarnya kadar karbon terikat (fixed carbon) yang dihasilkan dari penelitian untuk briket campuran arang TKKS dan limbah cair CPO pada masing-masing variabel komposisi dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Komposisi Limbah Cair CPO Terhadap Kadar Karbon Terikat (Fixed Carbon ) Dari grafik yang disajikan pada gambar 5 di atas dapat terlihat bahwa kandungan karbon terikat yang dihasilkan pada briket campuran
Page 52
antara arang TKKS dan limbah cair CPO akan cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan jumlah limbah cair CPO. Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa nilai kadar karbon terbesar yaitu pada briket dengan komposisi limbah cair CPO 30% yaitu sebesar 50,50%. Sedangkan kadar karbon terikat terendah terlihat pada briket arang dengan komposisi limbah cair CPO 70% yaitu sebesar 47,04%. Dari perhitungan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel yang membawa pengaruh terbesar dalam penentuan kadar karbon padat adalah kadar zat mudah dari briket arang tersebut. Hal ini dikarenakan dari ketiga faktor yang mempengaruhi nilai kadar karbon terikat (kadar air, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap) nilai kadar zat menguap memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kedua fraksi yang lain. Oleh karena itulah dapat dikatakan bahwa kadar zat mudah menguap memiliki pengaruh yang lebih besar dalam penentuan kadar karbon terikat briket arang yang dihasilkan. 4.
KESIMPULAN 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan limbah cair Crude Palm Oil (CPO) yang semula hanya merupakan limbah dari industri kelapa sawit, dengan adanya proses pembuatan briket dapat meningkatkan nilai ekonomis dari bahan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif penganti BBM. 2. Penambahan konsentrasi Limbah Cair CPO (Crude Palm Oil) ke dalam Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit akan menurunkan nilai kalor bakar dan kadar zat mudah menguap, serta menaikkan nilai kadar air lembab dan kadar abu briket arang yang dihasilkan. 3. Dilihat dari Standar Kualitas Briket Bio–Batubara yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, dari segi nilai kalor dan nilai kadar air lembab, semua komposisi telah memenuhi standar kualitas briket yang ditetapkan. Sedangkan dari segi kadar abu, semua komposisi masih di atas batas maksimal, dan dari segi kadar zat mudah menguap, hanya komposisi 65:35 dan 70:30 (Limbah cair CPO:Arang TKKS) yang memenuhi syarat kualitas briket. 4. Perbandingan komposisi yang memiliki kualitas optimal sebagai briket yang adalah 3 : 7 (30% limbah cair CPO dan
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
70 % arang tandan kosong kelapa sawit) karena pada komposisi ini telah memenuhi 2 dari 4 parameter kualitas. Parameter optimum yang terpenuhi yaitu, nilai kalor sebesar 5629,08 cal/gr, kadar air lembab dengan persentase sebesar 7,16 %, sedangkan kadar abu dan kadar zat terbang masih sedikit melewati standar yang ditentukan yaitu masing-masing sebesar 12,53 % dan 29,80 %.
DAFTAR PUSTAKA Ndhara, Nodali. 2009. Uji Komposisi Bahan Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa Dan Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang Dihasilkan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sundari, Diah. 2009. Karakteristik Briket Arang Dari Serbuk Gergaji Dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. Teknologi Hasil Hutan : Universitas Sumatera Utara.
Taufik Toha, M. 2007. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Energi Baru Dan Terbarukan Pencairan Batubara (BCL). Universitas Sriwijaya : Lembaga Pengelola Rusnas Pengembangan Energi. Sulistyanto, Amin. 2006. Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara Dan Sabut Kelapa. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Selfiani, Indri. 2006. Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit (Elaeis Guineesis Jack) sebagai Bahan Baku Pembuatan Briket Bioarang dengan Variasi Temperatur. Indralaya: Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNSRI. Rati Yuliar Ningsih dan Ria Sofia Anggraeni. 2006. Laporan Kerja Praktek di Perusahaan Briket Unit Tanjung Enim PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PERSERO), Tbk. Indralaya: Jurusan Teknik Kimia UNSRI.
Dengan (Crude Kosong Industri
Yusgiantoro, Purnomo. 2006. Pedoman Pembuatan Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 047 Tahun 2006.
Maulana, Rudi. 2008. Pembuatan Briket Batubara. Palembang: Jurusan Teknik Kimia POLTEK.
Nursyiwan dan Nuryetti. 2005. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk Gergaji. Jakarta: LIPI.
Dewi. 2007. Proses Pembuatan Ampas/Bungkil Jarak Pagar Menjadi Biobriket. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Wiryanti, Marni & Jumnaini Fatmawati. 2002. Pengaruh Ukuran Partikel dan Pengikat pada Pembuatan Briket dari Ampas Tebu. Indralaya: Jurusan Teknik Kimia UNSRI.
Lusia.
2008. Pembuatan Briket Komposisi Limbah Cair CPO Palm Oil) Dan Arang Tandan Kelapa Sawit. Teknologi Pertanian: Universitas Bengkulu.
Mulia, Arganda. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Dan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Briket Arang. Universitas Sumatera Utara. Medan. Setyawati Tobing, Febrina dan Adi Chandra Brades. 2007. Pembuatan Briket Bioarang dari Eceng Gondok (Eichornia Crasipesssolm) dengan Sagu sebagai Pengikat. Indralaya: Jurusan Teknik Kimia UNSRI.
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012
Nuryanto, Eka. 2000. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Bahan Kimia. Warta PPKS 2000, Vol, 8(3) : 137 – 144. Ismu Uti Adan. 1998. Membuat Briket Bio Arang. Yogyakarta : Kanisius.
Page 53