PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG DAN LIMBAH KULIT ARI SINGKONG

Download Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012. Page 1. PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG DAN LIMBAH. KULIT ARI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAK...

1 downloads 769 Views 373KB Size
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG DAN LIMBAH KULIT ARI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE A. Rasyidi Fachry*, Adhestya Sartika Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 E-mail: [email protected]

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat plastik biodegradable dari limbah kulit ari singkong menjadi tepung tapioka dan limbah kulit udang menjadi kitosan dengan pencampuran penambahan griserol serta menganalisa menggunakan pengujian karakteristik mekanik. Hasil penelitian ini didapatkan 4 formula yaitu, formula I (kitosan, tepung tapioka, gliserol), formula II (kitosan, tepung tapioka), formula III (kitosan, gliserol), dan formula IV (tepung tapioka, gliserol). Dari ke 4 formula, hasil yang paling baik pada komposisi produk plastik biodegradable yaitu formula I (kitosan, tepung tapioka, gliserol) karena pada analisa pengujian karakteristik mekanik menggunakan Adhesion-Tearing Strength Tester (pengujian kuat tarik) plastik biodegradable koyak pada 18,1 kg, Demattia Flex-Cracking Tester (pengujian retak lentur) plastik biodegradable tidak koyak untuk pengujian sampai 500 kali, Rebound Resilience Tester (pengujian kecepatan pantul) plastik biodegradable tidak koyak pada skala 100. Kata Kunci : khitosan, pati tepung, plastik biodegradable, plastik kemasan

Abstract Intention of this research is to make the plastic biodegradable from waste of husk of epidermis cassava become the flour of tapioca and waste of prawn husk become the chitosan with the mixing of addition of glycerol and also analyse to use the examination of mechanic characteristic. From this research is got by 4 formula that is, formula I (chitosan, flour tapioca, glycerol), formula II (chitosan, flour tapioca), formula III (chitosan, glycerol), and formula IV (flour tapioca, glycerol). From to 4 formula, best result at composition of product of plastic biodegradable that is formula I (chitosan, flour tapioca, glycerol) of because at analysis of examination of mechanic characteristic use the Adhesion-Tearing Strength Tester (strong examination the draw) plastic biodegradable tear at 18,1 kg, Demattia Flex-Cracking Tester (barest examination the flex) plastic biodegradable do not tear for the examination of until 500 times, Rebound Resilience Tester (speed examination the bound) plastic biodegradable do not tear at scale 100. Keywords: chitosan, extract tapioca flour, plastic biodegradable, tidiness plastic.

1.

PENDAHULUAN

Sampah terbesar di Indonesia bahkan di dunia adalah plastik. Plastik tidak bisa didegradasi oleh mikroba dalam tanah sehingga menimbulkan berbagai macam masalah, mulai dari penyakit sampai masalah banjir. Salah satu solusi masalah plastik melalui daur ulang. Ternyata hanya beberapa persen saja dari plastik yang dapat didaur ulang. Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan. Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan ekonomis dan memberikan perlindungan yang baik dalam pengawetan. Sekitar 60% dari poliethilen dan 27% dari polyester diproduksi untuk membuat

Page 1

bahan pengemas yang digunakan dalam produk makanan. Akan tetapi penggunaan material sintetis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan (Alvin dan Gil, 1994 dikutip Henrique, Teofilo, Sabino, Ferreira, Cereda, 2007). Oleh karena itu pada saat ini dibutuhkan penelitian mengenai bahan pengemas yang dapat diuraikan (biodegradable) (Henrique et. al., 2007). Secara umum kemasan plastik biodegradable diartikan sebagai pembungkus kemasan yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Plastik biodegradable adalah suatu bahan dalam kondisi tertentu, waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya, yang mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya oleh pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, algae). Pada pembuatan plastik biodegradable bertujuan untuk memanfaatkan bahan dasar seperti limbah tumbuhan dan limbah hewan sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable serta dapat mengetahui formulasi plastik biodegradableyang berbahan lengkap (kitosan, tepung tapioka, griserol) dengan bahan yang tidak lengkap (salah satu bahan bakunya tidak digunakan) terhadap pengujian sifat mekanik. Bahan dasar dari plastik biodegradable berasal dari SDA yang dapat diperbaharui seperti hewan dan tumbuhan, karena di Indonesia keberadaannya di alam sangat melimpah sehingga lebih ekonomis. Selain itu, produk yang dihasilkan berupa senyawa organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik biodegradable dari pati singkong dan kitosan ini menjadi salah satu alternatif bahan pembungkus. Selain ramah lingkungan karena mudah terurai, juga memiliki karakteristik awet dan tahan hingga bulan ke-3 dari pemakaian. (Feris, peneliti muda bidang kimia material dan komposit andalan DPPM UII). Singkong Di Indonesia ubi kayu atau singkong menjadi Tepung tapioka (manihot utilissima) proses pembuatan tepung tapioka yang diambil adalah pati dari umbinya dengan cara ekstraksi. Tepung tapioka digunakan dalam industri makanan atau pakan ternak, dekstrin, glukosa (gula). Dekstrin digunakan dalam industri tekstil, farmasi, industri perekat sebagai extender kayu lapis atau industri yang lainnya juga, sedangkan glukosa digunakan dalam industri makanan, dan industri kimia seperti etanol, dan senyawa organik lainnya.

Page 2

Tabel 1. Komposisi Kulit Ari Ubi Kayu (Singkong) (per 100 gr kalori) Komponen Kadar Kalori 146,00 kal Air 62,50 gr Phospohor 40,00 mgr Karbohidrat 34,00 gr Vitamin C 33,00 mgr Protein 1,20 gr Besi 0,70 mgr Lemak 0,30 gr Vitamin B1 0,06 mgr Sumber: BPTTG Puslitbag Fisika Terapan-LIPI, 1990

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. warna tepung : tepung tapioka yang baik berwarna putih. 2. kandungan air : tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah. 3. banyaknya serat dan kotoran : usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umumnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak. 4. tingkat kekentalan : usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi. Udang Udang merupakan jenis hewan air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi, hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Data Komposisi Kulit Udang Senyawa Presentase (%) Protein 53,74 Lemak 6,65 Kitin 14,61 Air 17,28 Abu 7,72 Sumber : Departemen Pertahanan, 1990

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

Daerah penyebaran benih udang windu antara lain : Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lainlain. Limbah udang yang berupa kulit, kepala dan ekor mengandung senyawa kimia berupa kitin, kitosan, protein, kalsium karbamat, lemak, air, abu dan lain-lain. Senyawa ini dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri. Hal ini disebabkan karena senyawa kitin dan kitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifikasi kimia yang tinggi menhasilkan sifat polielektrilit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah.

Dimana kitin merupakan zat tempurung yang tidak larut, sedangkan kitosan merupakan zat tempurung yang larut.

Kitin

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Sebelum dilakukan penelitian dilakukan persiapanpersiapan, seperti : a. Pengambilan sample pati singkong dan pati limbah khitosan b. Penyiapan bahan-bahan dan alat-alat yang akan digunakan pada penelitian, dengan rincian sebagai berikut : i) Bahan yang digunakan - Limbah udang 2 kg - Limbah kulit ari ubi kayu 1 kg - Gliserol 1 ml - NaOH 4 gr - HCl 5,43 ml - Air Aquadest ii) Peralatan yang digunakan - Baskom - Alat penggiling (blender) - Alat penyaring - Gelas Kimia 500 ml, 1000 ml - Neraca analitis - Botol Aquadest - Gelas ukur - Pipet ukur - Bola karet - Magnetic Strirrer - Hot plate - Oven - Desikator - Adhesion-Tearing Strength Tester (Pengujian Kuat Tarik Daya Rekat 900) - Demattia Flex-Cracking Tester (Pengujian Retak Lentur Demattia) - Rebound Resilience Tester (Pengujian Kecepatan Pantul)

Kitin berasal dari bahasa yunani chitin, yang berarti kulit kuku. Yang merupakan komponen utama dari eksoskeleton invertebrata, crustacea, insekta, dimana komponen ini berfungsi sebagai komponen penyokong dan pelindung. Adanya kitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini kitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukkan reaksi positif adanya kitin. Kitin merupakan salah satu tiga besar dari polisakarida yang paling banyak di temukan selain selulosa dan starch ( zat tepung). Kitin menduduki peringkat kedua setelah selulosa sebagai komponen organik paling banyak di alam. Selulosa dan starch merupakan zat penting bagi tumbuhan untuk membentuk makanannya (zat karbohidrat) dan pembentukan dinding sel. Kitin banyak ditemukan secara alamiah pada kulit jenis crustacea, antara lain kepiting, udang, lobster. Kitin juga banyak di temukan di dalam rangka luar marine zoo-plankton termasuk jenis coral dan jellyfish. Jenis serangga yaitu kupukupu, kumbang mempunyai zat chitin terutama pada lapisan kutikula luar. Kitosan Kitosan adalah serat makanan yang terdapat pada tempurung udang dan kepiting, terutama terdiri dari kitin yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, antara lain dapat menurunkan kolesterol, memperkuat fungsi liver, dan pencegah penyakit jantung. Kitosan merupakan sebutan dari kitin dan kitosan.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

Tabel 3. Kualitas Standar Khitosan Sifat-sifat Khitosan

Nilai yang di kehendaki

Kadar air (% W/W) Kadar abu (% W/W) Derajat Deasetilasi (% W/W) Warna

< 10 >2 > 70 Putih

Sumber : Protan Laboraturies Inc, 2004

2.

METODOLOGI

Page 3

Perlakuan Percobaan 1. Pengambilan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini didapat pasar yang ada di kota Palembang. 2. Pengambilan Larutan Kimia Pengambilan larutan kimia didapat dari Laboratorium Teknik Kimia 3. Pengujian Sifat Mekanik Dalam Pengujian sifat mekanik ini dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia di Laboratorium Polimer

Prosedur Pembuatan Kitosan Dari Limbah Udang Pembuatan kitosan meliputi : 1. Udang yang telah diambil kulitnya. Kemudian dicuci dengan menggunakan air sampai bersih. 2. Setelah dicuci bersih kulit udang kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender sampai sesuai dengan ukuran mesh. 3. Kemudian pada waktu demineralisasi. Kulit udang yang telah halus tadi direndam dengan larutan NaOH 0,1 M selama  2 jam. 4. Setelah direndam selama  2 jam. Kemudian dilakukan pencucian dengan menggunakan air aquadest dan magnetic stirrer sampai pH 7. 5. Setelah dicuci sampai pH 7, kemudian dimasukkan kedalam oven dengan temperatur 800C selama 48 jam (2 hari). 6. Setelah mengering didapatkan produk kitin. Dilakukan proses deasetilasi ini dengan menggunakan larutan HCl 0,1 M direndam selama  2 jam. 7. Setelah direndam  2 jam. Kemudian dilakukan pencucian dengan menggunakan air aquadest dan magnetic stirrer sampai pH 7. 8. Setelah dilakukan pencucian sampai pH 7, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 800C selama 48 jam (2 hari). 9. Setelah dikeringkan didalam oven didapatkan produk kitosan. Prosedur Pembuatan Tepung Tapioka 1. Ubi kayu dikupas dan diambil kulit arinya. Dilakukan sortasi bahan baku dengan pemilihan kulit ari yang bagus. 2. Melakukan pencucian sampai bersih. 3. Menimbang berat kulit ari ubi kayu. 4. Melakukan pemarutan secara manual untuk mendapatkan bubur singkong yang dihasilkan pada kulit ari ubi kayu. 5. Kemudian bubur singkong tersebut diperas dengan menggunakan kain saring dan dapat

Page 4

6.

7.

8.

ditambahkan air. Menampung cairan yang diperoleh berupa pati didalam baskom. Pati yang hasil ekstraksi diendapkan, air di bagian atas endapan dibuang, sedangkan endapan diambil. Pengeringan pati dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari selama 1-2 hari atau dengan oven dengan suhu 600C hingga kadar air nya sudah tidak ada lagi. Melakukan penumbukan dari pengeringan tersebut dan pati tersebut diayak sehingga didapatkan tepung tapioka.

Proses Mekanisme Penelitian 1. Menyiapkan pati singkong dan pati kitosan. Melakukan perendaman dengan air aquadest, kemudian menyaring endapat tersebut dan keringkan. 2. Setelah pati tersebut mengering. Ditambahkan dengan pentanol 1, 2, 3, 4 dan 5 ml pada masing-masing pati dalam 5 gr pati singkong maupun pati kitosan. 3. Dilakukan pengisolasian didalam desikator selama 5 menit. Proses Polimerisasi Campuran 1. Menyiapkan pati singkong dan pati kitosan yang telah diisolasi 2. Melakukan pemanasan antara 80-900C + Aquadest 3. Ditambahkan dengan griserol dan melakukan pengadukan selama 3 menit 4. Dicetak didalam cetakan 5. Dimasukkan kedalam oven dengan temperatur 35-450C 6. Mengeluarkan cetakan dari oven dan didinginkan pada suhu kamar 7. Plastik Biodegradable siap dianalisa dan diuji karakteristik mekanik Pengujian Karakteristik Mekanik Pada prose pengujian ini dilakukan supaya dapat mengetahui kualitas dari plastik biodegradable tersebut yaitu : 1.

Adhesion-Tearing Strength Tester (Pengujian Kuat Tarik Daya Rekat 900) Pada proses pengujian menggunakan Adhesion-Tearing Strength Tester (Pengujian Kuat Tarik Daya Rekat 900) ini digunakan untuk pengujian kekuatan plastik biodegradable yang telah divulkanisasi dan dibuat sesuai dengan ukuran dan dimensi pengujian kekuatan koyak daya rekat 900. Sebelum pengujian, sample harus dikoyakkan terlebih dahulu sekurang-kurangnya 20 mm dan digantungkan pada penjepit pengujian.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

2.

Demattia Flex-Cracking Tester (Pengujian Retak Lentur Dematti) Pada proses pengujian menggunakan Demattia Flex-Cracking Tester (Pengujian Retak Lentur Demattia) ini digunakan untuk pengujian bending sample dengan kecepatan yang mantap melalui beban yang digerakkan. Sample pada bagian bergerak dan melentur dengan konstan yang digunakan untuk mengetahui ketahanan retak (resistance of cracking). Dengan perkataan lain, dapat digunakan untuk mengukur ketahanan lentur (flexing endurance). 3.

Rebound Resilience Tester (Pengujian Kecepatan Pantul) Pada proses pengujian menggunakan Rebound Resilience Tester (Pengujian Kecepatan Pantul) ini digunakan untuk pengujian sifat-sifat kepegasan pantul sample karet. Sifat-sifat kepegasan pantul karet adalah salah satu metode yang penting untuk menentukan kualitas karet. Peralatan ini sangat penting didalam laboraturium karet, yang hasil pengujiannya sangat penting dan berarti untuk referensi perbaikan kualitas. (Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Polimer, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang 2006-2007).

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisa Pada Proses Pembuatan Tepung Tapioka Perubahan pada warna pati singkong dari sedikit coklat menjadi putih karena dilakukan pembilasan pada pati singkong yang berwarna sedikit coklat. Sedangkan, kandungan air yang terkandung di pati singkong berkurang karena proses pengeringan dengan sinar matahari selama  2 hari. Pengeringan ini dilakukan agar produk dapat memenuhi spesifikasi dari tepung tapioka, setelah dikeringkan terjadi penggumpalan pati sehingga dilakukan pengayakan untuk memperkecil penggumpalan.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

Tabel 4. Proses Perubahan yang Terjadi Terhadap Pembuatan Tepung Tapioka No. Proses Perubahan yang terjadi Perubahan pada warna pati singkong Warna Tepung 1 dari sedikit coklat menjadi putih. Kandungan air yang Kandungan terdapat di pati 2 Air singkong sudah tidak ada. Sebelum dilakukan pengayakan, banyak Tingkat penggumpalan. 3 Penggumpalan Setelah dilakukan pengayakan tidak ada lagi penggumpalan. Hasil Analisa Pada Proses Pembuatan Kitosan Proses utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan kandungan mineral (demineralisasi) yang dilakukan dengan penambahan Basa berupa NaOH 0,1 N, dan menghasilkan campuran berwarna coklat, tidak berbusa dan tidak larut. Kemudian proses lanjutan berupa Deasetilasi yaitu proses perolehan kitosan atau proses pembentukan kitosan yang dilakukan dengan penambahan asam berupa HCl 0,1 N untuk merubah kitin menjadi kitosan. Maka campuran berwarna sedikit kecoklatan, tidak berbusa dan setelah dilakukan pencucian pH 7 dan setelah dikeringkan dalam oven padatan berwarna putih. Perubahan warna disebabkan oleh pencucian dengan air demineral.

Page 5

Hasil Analisa Sampel Plastik Biodegradable Hasil Analisa Berat Film Plastik Biodegradable Penelitian ini menggunakan dua variasi variabel yaitu penambahan volume matriks dan jumlah gliserol yang ditambahkan pada bahan campuran . Hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan biopolimer. Berikut ini adalah grafik dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap berat film plastik biodegradable yang dihasilkan. Pengaruh dari banyaknya penambahan matriks dan volume gliserol mempengaruhi berat dari film plastik biodegradable yang terbentuk. Tabel 6. Hasil Analisa Sampel Plastik Biodegradable Gliserol (ml)

1

2

3

Page 6

Berat Edible (gr) Kitosan Pati + Pati Kitosan Singkong Singkong + + + Griserol Griserol Griserol 3.33 2.03 2.07 3.59 2.21 2.19 3.71 2.38 2.36 3.38 2.51 2.45 3.63 2.59 2.49 3.75 2.65 2.52 3.46 3.42 3.47 3.71 3.59 3.52 3.88 3.71 3.69

3,5 3 Volume Matriks (ml)

Tabel 5. Perubahan yang Terjadi Selama Proses Pemanasan No. Proses Perubahan yang terjadi Pada saat padatan dicampur dengan NaOH 0,1 N, Demineralisasi campuran berwarna 1 coklat, tidak berbusa dan tidak larut. Pada saat padatan dicampur dengan HCl 0,1 N, campuran berwarna sedikit kecoklatan tidak berbusa, Deasetilasi 2 setelah dilakukan pencucian sampai dengan pH 7 dan dikeringkan dalam oven padatan berwarna putih.

2,5 2 1,5 1 volume gliserol 1 ml volume gliserol 2 ml volume gliserol 3 ml

0,5 0 3

3,5

4

Berat Film (gr) Gambar 1. Grafik Pengaruh Volume Matriks Terhadap Berat Film Plastik Biodegradable Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa pengaruh penambahan matriks terhadap berat film plastik yang dihasilkan semakin meningkat. Dengan kata lain, semakin banyak matriks yang ditambahkan, maka berat film yang dihassilkan akan semakain besar. Dari grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa berat film plastik terbesar yang dihasilkan adalah pada matriks 3 ml dengan volume gliserol 3 ml. Hasil Analisa Waktu Terbentuknya Biopolimer Waktu terbentuknya biopolimer dihitung sejak awal pemanasan larutan sampai larutan menjadi kental dan biopolimer terbentuk. Terbentuknya biopolimer termasuk setelah penambahan etanol dan gliserol. Grafik dibawah ini menunjukkan hubungan antara volume matriks dan waktu terbentuknya biopolimer.

Waktu terbentuk biopolimer 21 25 26 23 28 30 26 30 31

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

Waktu Pembentukan polimer (menit)

Hasil Analisa mekanik

35 30

20 15 volume gliserol 1 ml volume gliserol 2 ml

5

volume gliserol 3 ml

0 0

1

2

3

Karakteristik

Pengujian Kuat Tarik dengan Menggunakan Adhesion-Tearing Strength Tester. Dari pengujian didapat sample yang optimum yaitu pada sample dengan komposisi lengkap (Kitosan + Tepung Tapioka + Griserol), dengan kuat tarik 18,1 kg. Sedangkan sample yang lain telah koyak dengan kuat tarik pada 18,02 kg dan 18,05 kg.

25

10

Pengujian

4

Volume Matriks (ml)

Tabel 7. Pengujian Karakteristik Mekanik Menggunakan Adhesion-Tearing Strength Tester (Pengujian Kuat Tarik Daya Rekat 900) No. 1

Gambar 2. Grafik Pengaruh Volume Matriks Terhadap Waktu Terbentuknya Biopolimer Film Plastik Biodegradable Pada gambar 2, dapat dilihat diketahui bahwa volume matriks yang berbeda dan dengan volume gliserol yang sama maka pembentukan biopolimer akan semakin lambat untuk volume matriks yang lebih besar.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

2

3 4

Komposisi Produk Kitosan + Pati Singkong + Griserol Kitosan + Pati singkong Kitosan + Griserol Pati Singkong + Griserol

Pada 18 kg

Koyak

Tidak Koyak

18,1 kg



-

18,05 kg



-

18,02 kg 18,02 kg



-



-

Page 7

Pengujian Retak Lentur Dengan Menggunakan Demattia Flex-Cracking Tester Dari pengujian diperoleh sample yang maksimal setelah pengujian sampai 500 kali putaran yaitu sample I (kitosan + tepung tapioka + griserol) perubahan panjang yang terjadi dari 12 cm ke 12,2 cm sedangkan lebar dan tebalnya tetap. Tabel 8. Demattia Flex-Cracking Tester (Pengujian Retak Lentur Dematti) Perubahan Sample 1 No.

Komposisi

Sebelum Pengujian

Perubahan Sample 2

Setelah Pengujian

Koyak

Tidak Koyak

Sifat

1

Kitosan + Pati Singkong + Griserol

P = 12 cm L = 3,6 cm T=0,01 mm

P= 12,2 cm L = 3,6 cm T=0,01mm

-



Pada pengujian sampai 500 kali Sample memanjang

2

Kitosan + Pati Singkong

P = 12 cm L = 3,7 cm T=0,01 mm

P =12,5 cm L = 3,7 cm T=0,01mm

-



Pada pengujian sampai 500 kali sample memanjang

3

Kitosan + Griserol

P = 12 cm L = 2,5 cm T=0,01 mm

P =12,3 cm L = 2,5 cm T=0,01mm

-



Pada pengujian sampai 500 kali sample memanjang

4

Pati Singkong + Griserol

P = 12 cm L = 2,7 cm T=0,01 mm

P= 12,3 cm L = 2,7 cm T=0,01mm

-



Pada pengujian sampai 500 kali sample memanjang

Pengujian Kecepatan Pantul Dengan Menggunakan Rebond Resilience Tester Dari pengujian diperoleh sample maksimal pada sample 1 (kitosan + tepung tapioka + griserol), yaitu pada skala 100 dengan kecepatan pantul 21 sample tidak koyak yang berarti sample tahan terhadap pemantulan benda, sedangkan sample 2, 3, dan 4 rata-rata sampai skala 75 telah koyak.

No. 1

2

3 4

Page 8

Tabel 9. Rebound Resilience Tester (Pengujian Kecepatan Pantul) Skala Pantul (cm) Perubahan Sample Komposisi Produk 50 75 100 Koyak Tidak Koyak Kitosan + Pati 9 12 21 √ Singkong + Griserol Kitosan + Pati 7 15 √ Singkong Kitosan + 6 14 √ Griserol Pati Singkong + 5 17 √ Griserol

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

4.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan : 1. Dalam proses polimerisasi campuran bahan baku kitosan, tepung tapioka, griserol temperatur yang baik yaitu menggunakan suhu 400C dalam oven. Karena pada suhu 400C akan mendapatkan hasil plastik yang bagus dalam pencampuran bahan baku untuk proses polimerisasi campuran. 2. Dari hasil analisa perbandingan karakteristik mekanik menggunakan retak lentur, kuat tarik dan kecepatan pantul untuk bahan baku limbah kulit udang, limbah kulit ari singkong, griserol dalam pembuatan plastik biodegradable ini, didapatkan 4 formula dalam komposisi produk yaitu, antara formula I (kitosan, tepung tapioka, griserol), formula II (kitosan, tepung tapioka), formula III (kitosan, griserol), dan formula IV (tepung tapioka, griserol). Dari ke 4 formula, hasil yang paling baik pada komposisi produk plastik biodegradable yaitu formula I (kitosan, tepung tapioka, griserol) karena komposisi produk plastik biodegradablenya tidak koyak pada analisa perbandingan pengujian karakteristik mekanik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Tepung Tapioka Wikipedia Indonesia, (online), (http://www.Suara Pembaruan.co/News2005/12/30/Utama/ut 04.html) diakses pada Tanggal 3 Januari 2012. Anonim. 2011. Kategori produk kantong belanja plastik. http:// sisni.bsn.go.id/ index.php/lembinsp/ inspeksi/publik/ 1/X9/X9/3/X9/X9 diakses pada Tanggal 25 Agustus 2011. Anonim. 2011. Plastik. http://bahan-bakumembuat-plastik.html diakses pada tanggal 5 Oktober 2011. Anonim. 2011.singkong. http:/ /id.wikipedia.org/ wiki/singkong diakses pada tanggal 5 Oktober 2011.

Cowd. M. A. 1982. Kimia Polimer. ITB. Bandung Habibie, S. Dan Martaningtyas 2004. Polimer Khitosan, Asam Polilaktat (APL) dan Penggunaannya. Majalah Ilmiah Pengkajian Industri (Topik : Material), Edidi No. : 11/Agustus/2000 ISSN : 1410-3680 Penerbit: Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, BPPT. Hirano, S. 1986. Chitin dan Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 15th. Ed. A 6 : 231-232. (online). (http://www.Republika.com). Diakses pada Tanggal 3 Januari 2012. Latief, R. (2001). Teknologi Kemasan Kemasan Biodegradable, Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana/S3 IPB, Bandung, http:// www.hayatiipb.com/ users/rudyct/indiv2001/ rindam_latief.htm diakses pada Tanggal 13 Oktober 2011. Limbah Rumah Tangga. 2008. The Jakarta Post, 4 September 2008 Karnawidjaja, M. 2008. Pemanfaatan singkong sebagai bahan baku edible film. Karya tulis ilmiah. Bandung Mia, Ledyastuti. 2007.Sintesis dan Karakterisasi Membran Berbasis Kitosan dalam Aplikasi Fuel Cell. Tesis Program Studi Kimia ITB 2007. Mu’minah. 2008. Aplikasi Kitosan sebagai Koagulan untuk Penjernihan Air Keruh. Tesis Program Studi Kimia ITB 2008. Nelly, M.C.H dan William. 1969. Chitin and Its Derivates in Industrial. Gums Kelco Company California. 193-212. (online), (http://rudyct.topcities.com/pps702_7103 4/margonaf.htm). Diakses pada Tanggal 3 Januari 2012. Widodo dkk.2008. Potensi Kitosan dari Udang sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil. Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

Buku petunjuk praktikum Polimer, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang, 2006 -2007.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012

Page 9