PEMBERIAN TINDAKAN BREATHING EXERCISE TERHADAP

Download TERHADAP LEVEL FATIGUE. PADA ASUHAN. KEPERAWATAN Tn. L DENGAN GAGAL GINJAL. KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI. BANGSAL MELATI 1 RSUD ...

0 downloads 583 Views 654KB Size
PEMBERIAN TINDAKAN BREATHING EXERCISE TERHADAP LEVEL FATIGUE PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. L DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI BANGSAL MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

DYAH ARUM MUSTIKANINGTYAS NIM. P.12021

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

PEMBERIAN TINDAKAN BREATHING EXERCISE TERHADAP LEVEL FATIGUE PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. L DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI BANGSAL MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

DYAH ARUM MUSTIKANINGTYAS NIM. P.12021

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya bertandatangan di bawah ini : Nama

: DYAH ARUM MUSTIKANINGTYAS

NIM

: P.12021

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul KTI

: PEMBERIAN

TINDAKAN

TERHADAP

LEVEL

FATIGUE

KEPERAWATAN Tn. L KRONIK BANGSAL

YANG

BREATHING PADA

ASUHAN

DENGAN GAGAL GINJAL

MENJALANI

MELATI

EXERCISE

1

RSUD

HEMODIALISA Dr.

DI

MOEWARDI

SURAKARTA”

Menyatakan dengan sebenar–benarnya bahwa laporan karya tulis ilmiah yang saya tulis ini benar–benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa laporan penelitian ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 22 Juni 2015 Yang Membuat Pernyataan

DYAH ARUM MUSTIKANINGTYAS NIM. P12021

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Karya Tulis Ilmiah diajukan Oleh : Nama

: DYAH ARUM MUSTIKANINGTYAS

NIM

: P.12021

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul KTI

: PEMBERIAN

TINDAKAN

TERHADAP

LEVEL

BREATHING

FATIGUE

EXERCISE

PADA

ASUHAN

KEPERAWATAN Tn. L DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

YANG

BANGSAL

MENJALANI

MELATI

1

HEMODIALISA

RSUD

Dr.

DI

MOEWARDI

SURAKARTA”

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi Diploma III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di : Surakarta Hari / Tanggal : Senin / 27 Mei 2015

Pembimbing : S. Dwi Sulisetyowati, S.Kep., Ns., M.Kep NIK. 200984041

iii

(

)

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama

: DYAH ARUM MUSTIKANINGTYAS

NIM

: P12 021

Program Studi

: D III Keperawatan

Judul

: Pemberian Tindakan Breathing Exercise Terhadap Level Fatigue Pada Asuhan Keperawatan Tn. L Dengan Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Bangsal Melati 1 Rsud Dr. Moewardi Surakarta.

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di

: Surakarta

Hari/Tanggal

: Senin, 22 Juni 2015

DEWAN PENGUJI Pembimbing : S. Dwi Sulisetyowati, S.Kep., Ns., M.Kep. (

)

NIK. 200984041 Penguji I

: Alfyana Nadya R, S.Kep., Ns., M.Kep.

(

)

(

)

NIK. 201086057 Penguji II

: Diyah Ekarini, S.Kep., Ns. NIK. 200179001 Mengetahui,

Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep. NIK. 200680021

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkat, rahmat dan karunia-Nya. Salawat serta salam juga senantiasa juga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga penulis diberikan syafaatnya diakhir zaman dan diijinkan menjadi umat yang dicintainya. Ucapan syukur yang dalam penulis panjatkan atas terselesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Pemberian Tindakan Breathing Exercise Terhadap level fatigue Pada Asuhan Keperawatan Tn. L Dengan Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Bangsal Melati I RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tua penulis yaitu Ayah dan Ibu yang selalu memberikan semangat belajar dan selalu mendoakan penulis, semoga penulis bisa mewujudkan cita-cita dan keinginannya terhadap penulis. 2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan membimbing dengan cermat , memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempuranya studi kasus ini.

v

3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi D III Keperawatan dan sekaligus sebagai pembimbing akademik penulis yang selalu membimbing selama penulis menempuh pendidikan di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Ibu S. Dwi Sulisetyowati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah penulis yang telah mengorbankan waktu, tenaga serta pikiran yang sangat berharga untuk memberikan perhatian, petunjuk dan dorongan yang beguna bagi penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, selalu berkenan memberikan koreksi serta solusi terhadap kesalahan penulis. 5. Saudara-saudara penulis yang telah memberikan dorongan, dukungan, motivasi, semangat serta doa kepada penulis. 6. Mas Bayu dan Mas Yudi yang selalu memberikan kemudahan dalam prosedur administrasi selama melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Sahabat-sahabat penulis Norma, Cecil, Tutut, Dika, Prihana, Reni, Depi, Tyan yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis. 8. Teman-teman mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukan moril dan spiritual. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun atas penulisan Karya Tulis Ilmiah ini senantiasa penulis harapkan

vi

demi perbaikan dan kemajuan penulis mendatang. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 27 Mei 2015

Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN .........................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................

iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................

v

DAFTAR ISI ..................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................

1

B. Tujuan Penulisan ...................................................................

5

C. Manfaat Penulisan .................................................................

6

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori .......................................................................

BAB III

7

1.

Gagal Ginjal Kronik ........................................................

7

2.

Level Fatigue...................................................................

32

3.

Breathing Exercise ..........................................................

35

B. Kerangka Teori ......................................................................

37

C. Kerangka Konsep ..................................................................

37

METODE PENYUSUNAN KTI A. Subyek Aplikasi Riset ...........................................................

38

B. Tempat dan Waktu ................................................................

38

C. Media dan Alat yang digunakan ...........................................

38

D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ....................

38

E. Alat Ukur ...............................................................................

39

viii

BAB IV

BAB V

BAB VI

LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien.......................................................................

40

B. Pengkajian ..............................................................................

40

C. Perumusan Masalah ...............................................................

49

D. Perencanaan Keperawatan .....................................................

51

E. Implementasi ..........................................................................

53

F. Evaluasi Keperawatan ............................................................

58

PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................

63

B. Diagnosa Keperawatan...........................................................

66

C. Intervensi Keperawatan ..........................................................

70

D. Implementasi Keperawatan ....................................................

75

E. Evaluasi Keperawatan ............................................................

78

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................

81

B. Saran .......................................................................................

85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix

DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 2.1 2. Tabel 3.1

Klasifikasi GGK ................................................... Level Fatigue ........................................................

x

9 39

DAFTAR GAMBAR Halaman 13

1. Gambar 2.1

Pathway...........................................................

2. Gambar 2.2

Kerangka teori ................................................

34

3. Gambar 2.3

Kerangka Konsep ...........................................

34

4. Gambar 4.1

Genogram .......................................................

41

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 : Log Book 2. Lampiran 2 : Format Pendelegasian 3. Lampiran 3 : Asuhan Keperawatan 4. Lampiran 4 : Lembar Konsultasi KTI 5. Lampiran 5 : Lembar Observasi 6. Lampiran 6 : Usulan Judul Aplikasi Jurnal 7. Lampiran 7 : Daftar Riwayat Hidup 8. Lampiran 8 : Jurnal KTI 9. Lampiran 9 : Surat Pernyataan

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Gagal ginjal kronik sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2004). Laporan The United State Renal Data System (USRDS, 2007) pada tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan populasi penderita gagal ginjal kronik di Amerika Serikat dibandingkan tahun - tahun sebelumya, dimana prevalensi penderita gagal ginjal kronik mencapai 1.569 orang per sejuta penduduk (Warlianawati, 2007). Menurut WHO (2009) dan Global Burden of Diasease (GBD), penyakit gagal ginjal kronik menyumbang 850.000 kematian per tahun, hal ini menduduki peringkat 12 tertinggi angka kematian dan kecacatan (Andra, 2008). Penderita gagal ginjal kronik di Indonesia angka kejadian penderita gagal ginjal kronik setiap tahunnya juga cukup tinggi, mencapai 300.000 orang tetapi belum semua pasien dapat tertangani oleh para tenaga media, ada sekitar 80% pasien tak tersentuh pengobatan sama sekali (Susalit, 2012). Kasus gagal ginjal kronik di Jawa Tengah yang tertinggi terdapat di Kota Surakarta 1497 kasus (25,22%) dan yang kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 742 (12,50%) (Dinkes jateng, 2008). Data rekam medis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik pada tahun 2014 selama 6 bulan meningkat, dimulai

1

2

dari bulan Januari sampai Juni diantaranya sekitar 572 orang (Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2014). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan proses selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronik dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60ml/mnt/1,73m2, atau diatas nilai tersebut yang disertai kelainan sedimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan, seperti sistuniria (Muhammad, 2012). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada penderita penyakit ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan - lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu, penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (hemodialisis) (Muhammad, 2012). Terapi penyakit yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah hemodialisa (Kresnawan, 2005). Menurut data statistik yang dihimpun oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), jumlah pasien gagal ginjal yang melakukan cuci darah atau hemodialisis sekitar 13.000 pasien (Roesli, 2005 ; Simatupang, 2006 ; Suharjono, 2010 ; Santoso, 2010). Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan 2 3 kali seminggu dengan lama waktu 4 - 5 jam, yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa - sisa metabolisme protein dan mengkoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Proses terapi hemodialisis yang membutuhkan waktu selama 5 jam, umumnya akan menimbulkan stres

3

fisik pada pasien setelah hemodialisis. Pasien akan merasakan kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan efek hemodialisis. Adanya status nutrisi yang buruk juga dapat menyebabkan penderita mengeluh malaise dan fatigue. Selain itu kadar oksigen rendah karena anemia akan menyebabkan tubuh mengalami kelelahan ekstrem (fatigue) dan akan memaksa jantung bekerja

lebih

keras

untuk

mensuplai

oksigen

yang dibutuhkan

(Black, 2005). Ketergantungan pada mesin dialisis seumur hidup, kondisi malnutrisi dan anemia yang terjadi pada pasien dialisis mengakibatkan terjadinya fatigue yang mempengaruhi fungsi kehidupan sehari - hari. Oleh karena itu, penatalaksanaan fatigue yang tepat dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien, diantaranya dengan pemberian breathing exercise yang dapat membantu menurunkan level fatigue pada pasien hemodialisis (Black, 2005). Fatigue adalah perasaan subyektif yang tidak menyenangkan berupa kelelahan, kelemahan, dan penurunan energi dan merupakan keluhan utama pasien dengan dialisis (prevalensinya mencapai 60-97%). Kondisi fatigue pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan konsentrasi menurun, malaise, gangguan tidur, gangguan emosional, dan menurunkan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien hemodialisis (Jhamb, 2008).

4

Breathing exercise adalah teknik penyembuhan yang alami dan merupakan bagian strategi holistic self-care untuk mengatasi berbagai keluhan seperti fatigue, nyeri, gangguan tidur, stres dan kecemasan. Secara fisiologi, breathing exercise akan menstimulasi sistem saraf parasimpatik sehingga meningkatkan produksi endoprin, menurunkan heart rate, ekspansi paru sehingga dapat berkembang maksimal dan otot - otot menjadi rileks. Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input oksigen yang adekuat. Dimana oksigen memegang penting dalam sistem respirasi dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme

dan

memproduksi

energi.

Breathing

exercise

akan

memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplai ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan menurunkan level fatigue. Breathing exercise merupakan teknik yang mudah dilakukan, mudah dipelajari, tidak membahayakan, dan tidak memerlukan biaya besar. Perawat dapat mengajarkan breathing exercise untuk menurunkan level fatigue dan keluhan lain yang dialami oleh pasien hemodialisis. Latihan ini dilakukan dengan waktu yang tidak lama dan dapat dilakukan sebelum, selama, sesudah proses hemodialisis, dan selama pasien di rumah (Tsay, 1995 ; Kim, 2005 ; Zakerimoghadam, 2006 ; Stanley, 2011). Berdasarkan

latar

belakang

diatas,

maka

penulis

bermaksud

5

mengaplikasikan tindakan breathing exercise sebagai hasil riset dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

B. Tujuan Penulisan 1.

Tujuan Umum Mengetahui efektifitas breathing exercise terhadap level fatigue pada penderita Gagal ginjal Kronik (GGK) dengan hemodialisa.

2.

Tujuan Khusus a.

Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan hemodialisa.

b.

Penulis merumuskan diagnose keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa.

c.

Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa.

d.

Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa.

e.

Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa.

f.

Penulis mampu menganalisa aplikasi hasil riset tindakan pemberian breathing exercise terhadap level fatigue pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa.

6

C. Manfaat Penulisan 1.

Bagi Penulis Memberikan wawasan tindakan keperawatan yang luas mengenai masalah keperawatan pasien Gagal Ginjal Kronis.

2.

Bagi Pendidikan terhadap pasien dengan Gagal Ginjal Kronik Bahan masukan dalam kegiatan praktik keperawatan penyakit dalam khususnya pada penerapan Breathing Exercise terhadap pasien dengan Gagal Ginjal Kronik.

3.

Bagi Rumah Sakit Bahan masukan dalam pelaksanaan keperawatan khususnya pada penerapan Breathing Exercise terhadap pasien dengan Gagal Ginjal Kronik.

4.

Bagi Profesi Keperawatan Menghadirkan laporan aplikasi hasil riset khususnya tentang penerapan Breathing Exercise terhadap pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis menjadi salah satu fokus permasalahan dalam profesi keperawatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1.

Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal Ginjal Kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014). Secara definisi, gagal ginjal kronik disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease (CKD). Perbedaan kata kronik disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu dan tingkat fisiologis filtrasi. Gagal ginjal kronik merupakan kondisi penyakit pada gagal ginjal yang persisten (keberlangsungan > 3 bulan) dengan: 1) Kerusakan ginjal; dan 2) Kerusakan Glomerular Filtration Rate (GFR) dengan angka GFR < 60ml/mnt/1,73m2 (Mc. Clellan, 2006). Berdasarkan analisa definisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal kronik merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan

7

8

persisten dan dampak yang bersifat kontinyu. Sedangkan National

Kidney

Foundation

(NKF)

mendefinisikan

dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/over

proteinuria,

abnormalitas

sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal (Prabowo & Pranata, 2014). b. Etiologi Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis (Robinson, 2013) yaitu : 1). Penyakit Glomerular Kronis (Glomerulonefritis) 2). Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberculosis) 3). Kelainan Congenital (Polikistik Ginjal) 4). Penyakit vaskuler (Renal Nephroclerosis) 5). Obstruksi Saluran Kemih (Nephrolithisis) 6). Penyakit Kolagen (System Lupus Erythematosus) 7). Obat-obat nefrotoksik (aminoglikosida)

9

c. Klasifikasi GFR Stage

Deskripsi (ml/menit/1,73m2)

1

Kidnet damage with normal or > 90 increase of GFR

2

Kidnet damage with mild decrease of 60 – 89 GFR

3

Moderate decrease of GFR

30 – 59

4

Severe decrease of GFR

15 – 29

5

Kidney failure

< 15 (or dialysis)

Tabel 2.1 Sumber : Mc Clellan (2006) d. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang di tunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2013; Judith, 2006):

10

1) Ginjal dan gastrointestinal Sebagai akibat dari Hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi. 2) Kardiovaskuler Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi temponade jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer. 3) Respiratory system Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak nafas. 4) Gastrointestinal Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan userasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis,

11

eaofagotis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pancreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomiting. 5) Integumen Kulit pucat, kekuning - kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea pada kulit. 6) Neurologis Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, pusing, koma, kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolik encephalophaty. 7) Endokrin Biasa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorhea dan gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat. 8) Hematopoitiec Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak dari dialysis) dan kerusakan platelet. Biasanya masalah

yang serius pada sistem

12

hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan petechiae). 9) Muskulokeletal Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi miokard). e. Patofisiologi Pada gagal ginjal kronik fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari nefron. Insifiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata – rata 50%, biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, polyuria, nokturia, hipertensi dan sesekali animea. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronik hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun mula waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari ginjal kronik membawa dampak yang sistematik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komplikasi (Madara, 2008).

13

f. Pathway Infeksi

zat toksik

Reaksi antigen antibodi

obstruksisaluran kemih

tertimbun ginjal

retensi urin

batu besar dan kasar menekan saraf nyeri pinggang

GFR turun GGK

Sekresi protein terganggu Sindrom uremia Gangguan asam basa Prod asam naik

retensi Na

Sekresi eritropoitis

tek. Kapiler naik

Hb turun

vol. Interstisial naik

suplay O2 turun Intoleran aktivitas

Kelebihan vol cairan

Asam lambung naik Nausa vomitus Ketidakseimbangan nutrisi

beban jantung naik Hipertrofi ventrikel kiri

payah jantung kiri COP turun

Aliran darah ginjal turun Retensi Na & H2O naik Intoleran aktivitas

FATIGUE

Kelebihan vol cairan

NYERI SENDI

Gambar 2. 1 (madara, 2008)

14

g. Penatalaksanaan Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronik adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang kehidupan klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik (Robinson, 2013) 1) Perawatan kulit yang baik Perhatikan hygiene pasien dengan baik melalui personal hygiene (mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alcohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit tambah kering. 2) Jaga kebersihan Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut / spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan manis) untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.

15

3) Beri dukungan nutrisi Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori, rendah natrium dan kalium. 4) Pantau adanya hyperkalemia Hyperkalemia biasanya ditunjukan dengan adanya kejang / kram pada lengan dan abdomen, dan diare. Selain itu pemantauan hyperkalemia dengan hasil ECG. Hyperkalemia bisa diatasi dengan dialisis. 5) Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia Kondisi hiperfosfatemia dan hypokalemia bisa diatasi dengan pemberian antasida (kandungan aluminium / kalsium karbonat) 6) Kaji status hidrasi dengan hati – hati Dilakukan dengan memeriksa ada / tidaknya disertasi vena jugularis, ada / tidaknya crackles pada auskultasi paru. Selain itu, status hidrasi bisa dilihat dari keringat berlebih pada aksilia, lidah yang kering, hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah 500 – 600 ml atau lebih dari haluran urine 24 jam.

16

7) Kontrol tekanan darah Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah dengan megontrol volume intravaskuler dan obat – obat antihipertensi. 8) Latih klien nafas dalam

untuk mencegah terjadinya

kegagalan nafas akibat obtruksi. 9) Jaga kondisi septic dan aseptic setiap prosedur perawatan (pada perawatan luka operasi). 10) Observasi adanya ginjal tanda - tanda perdarahan Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit kilen. Pemberian heparin selama klien menjalani dialisis harus sesuai dengan kebutuhan. 11) Observasi adanya gejala neurologi Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian heparin selama klien menjalani dialisis harus sesuai dengan kebutuhan. 12) Atasi komplikasi dari penyakit Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi maka harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongesti dan edema pulmonal dapat ditasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretik, preparat inotropic (digitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu. Kondisi

17

asidosis metabolik bisa diatasi dengan pemberian natrium bikarbonat atau dialisis. 13) Laporkan segera jika ditemui tanda - tanda pericarditis (fraction rub / nyeri dada). 14) Tata Laksana dialisis / transplantasi Ginjal Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialiasis/cuci darah karena ginjal yang seharusnya menyaring racun-racun sisa metabolisme tidak sanggup melaksanakan tugasnya. Imbasnya, racun sisa metabolisme tidak bisa keluar dalam tubuh dan bercampur dalam darah. Jika darah yang berisi racun ini diedarkan ke seluruh tubuh, maka akan mengganggu organ lainnya. Mesin yang digunakan untuk mencuci darah adalah Hemodialisa. Cara kerjanya, yakni dengan mengalirkan darah dari tubuh menuju mesin, lalu dalam mesin darah itu disaring, racun dalam darah dibuang, lalu darah bersih kembali dialirkan dalam tubuh. Jika memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal. h. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah (Baughman, 2000) :

18

1) Penyakit tulang Penurunan kadar kalsium (hypokalemia) secara langsung akan mengakibatkan dekalfikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologi. 2) Penyakit kardiovaskuler Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamika (sering terjadi hipertrofi ventikel kiri). 3) Anemia Selai berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritoprotein yang

mengalami

defisiensi

di

ginjal

mengakibatkan

penurunan hemoglobin. 4) Disfungsi seksual Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia. i. Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian a) Identitas Klien b) Keluhan Utama

19

Biasanya pada klien dengan gagal ginjal kronis mengeluh berupa urine output yang menurun, mual, muntah, anoreksia, fatigue, napas berbau urea, diapforesis, dan pruritus. c) Riwayat Kesehatan (1) Riwayat Kesehatan Sekarang Pada klien gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan

urine

output,

penurunan

kesadaran,

perubahan pola nafas karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit. (2) Riwayat Kesehatan Dahulu Gagal ginjal kronis dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena

itu

informasi

penyakit

terdahulu

akan

menegaskan untuk penegasan masalah. Kaji riwayat ISK,

penggunaan

obat

berlebihan

(overdosis)

khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang berlangsung mempengaruhi gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih.

20

(3) Riwayat Kesehatan Keluarga Gagal ginjal bukan penyakit yang bersifat menular dan menurun. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi

memiliki

pengaruh

terhadap

kejadian

penyakit gagal ginjal kronis, kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum saat sakit. 2) Pola Fungsi Kesehatan a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Meliputi

persepsi

klien

terhadap

kesehatan

dan

penyakitnya. Apa yang dilakukan klien bila merasa sakit. b) Pola nutrisi dan metabolisme Meliputi makanan klien dalam sehari dan gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect). Sering ditemukan anoreksia, vomit dan diare. c) Pola aktivitas dan latihan Gangguan

aktivitas

/

kebutuhan

istirahat,

akibat

kelemahan sehingga dapat menghambat aktivitas sehari hari termasuk pekerjaan harus dibatasi.

21

d) Pola eleminasi Pada pola ini klien mengalami gangguan eleminasi dengan penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output). e) Pola tidur dan istirahat Pada pasien ini mengalami gangguan pada pola tidur yang

diakibatkan

kondisi

fatigue

pada

pasien

hemodialisis f) Pola sensori dan kognitif Bagaimana klien dalam menghadapi penyakitnya, apakah dapat mengerti cara penanggulangan pertama jika kambuh penyakitnya. g) Pola persepsi dan konsep diri Persepsi klien tentang penyakitnya dan bagaimana konsep diri dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. h) Pola hubungan dan peran Dalam hal ini hubungan dan peran klien terganggu karena klien mungkin merasa bahwa dirinya orang yang sakit sakitan. i) Pola reproduksi dan seksual Mengalami gangguan akibat penurunan libido yang diakibatkan terjadinya impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprokaltinemia.

22

j) Pola Penanggulangan Stress Bagaimana

klien

menghadapi

masalah

yang

membebaninya sekarang, cara penaggulangannya pasien akan lebih mengurung diri dan lebih banyak diam diri k) Pola Tatalaksana Nilai dan Kepercayaan Dalam pola ini kadang ada yang mempercayakan diri pada hal - hal yang bersifat ghoib. 3) Pemeriksaan Fisik a) Keadaan Umum Yang perlu dikaji kesadaran, TTV, tingkat kelemahan. Hal - hal yang bersifat ghoib. b) Sistem Hematologi Ditemukan adanya friction rub pada, kondisi urinemia berat, biasanya terjadi HD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpasi jantung, cheast pain, dyspnea, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin. c) Sistem Neuromuskuler Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronik.

23

4) Diagnosa Keperawatan a) Resiko tinggi aritmia berdasarkan dengan gangguan konduksi elektrikal sekunder dari penurunan kalium sel. b) Resiko

tinggi

terhadap

kelebihan

volume

cairan

berdasarkan dengan penurunan urine, retensi cairan dan natrium. c) Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berdasarkan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemik jaringan) dan sensasi (neuropati areum dalam kulit. d) Gangguan konsep diri (gambaran diri) berdasarkan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptive. 5) Intervensi a) Resiko tinggi aritmia berdasarkan dengan gangguan konduksi elektrikal sekunder dari penurunan kalium sel Tujuan : curah jantung pasien mengalami peningkatan Kreiteria evaluasi : (1) Klien gelisah, klien tidak mengalami mual dan muntah, GCS : 4, 5, 6. (2) TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT < 3 detik, EKG dalam batas normal, kadar kalium dalam batas normal

24

Rencana Tindakan (1) Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tanda - tanda vital dan keluhan dyspnea. Rasional : adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dyspnea menunjukkan adanya gejala gagal ginjal. Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin angiotensin dan aldosterone. Ortostatik juga dapat terjadi akibat dari defisit cairan intravaskuler. (2) Beri oksigen 3 l/menit Rasional : memberikan asupan oksigen tambahan yang dapat diperlukan tubuh. (3) Monitoring EKG Rasional : melihat adanya kelainan listrik jantung yang dapat menurunkan curah jantung. (4) Kolaborasi (a) Pemberian suplemen kalium oral seperti obat aspar K. (b) Manajemen pemberian kalium intravena. Rasional : kalium oral (aspal K) dapat menghasilkan lesi usus kecil; oleh karena itu, klien harus dikaji dan diebri peringatan tentang distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan GI. Pada kasus yang berat,

25

pemberian kalium harus dalam larutan nondekstrosa, sebab

dektrosa

merangsang

pelepasan

insulin

sehingga menyebabkan K+ berpindah masuk ke dalam sel. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 20mEq k+ perjam untuk menghindari terjadinya hyperkalemia. Kehilangan kalium harus diperbaiki setiap hari; pemberian kalium adalah sebanyak 40-80 mEq/L per hari. Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/dl) dapat diberikan melalui jalur sentral. Pada situasi semacam ini klien harus dipantau melalui EKG dan diobservasi perubahan pada kekuatan otot. b) Resiko

tinggi

terhadap

kelebihan

volume

cairan

berdasarkan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium Tujuan : tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik. Kriteria evaluasi : (1) Klien

tidak

sesak

napas,

edema

ekstermitas

berkurang, piting edema (-), produksi urine > 600 ml/hr. Rencana Tindakan

26

(1) Kaji adanya edema ektermitas. Rasional

:

curiga

gagal

kongestif/kelebihan

volume cairan. (2) Istirahat/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih terjadi. Rasional : menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diaresis yang bertujuan untuk mengurangi edema. (3) Kaji tekanan darah. Rasional : sebagai salah satu

cara untuk

mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah. (4) Ukur intake dan output cairan Rasional

:

penurunan

curah

jantung,

mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan urine output (5) Timbang berat badan Rasional : perubahan tiba - tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.

27

(6) Berikan

oksigen

tambahan

dengan

kanul

nasal/masker sesuai dengan indikasi Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan

miokard

untuk

melawan

efek

hipoksemia/iskemia (7) Kolaborasi (a) Berikan diet tanpa garam (b) Berikan diet rendah protein tinggi kalori (c) Berikan

diuretik,

contoh

:

furosemide,

spironolakton, hidronolakton. (d) Adenokortikosteroid, golongan prednisone (e) Lakukan dialisis Rasional : natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma. Diet rendah protein untuk menurunkan infisiensi renal

dan

retensi

nitrogen

yang

akan

meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan energi dan mengurangi katabolisme protein. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru. Adenokortikosteroid, golongan

presnisone

digunakan

untuk

28

menurunkan

proteinuria.

Dialissis

akan

menurunkan volume cairan yang berlebih. c) Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berdasarkan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit. Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria Evaluasi : (1) Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit berkurang. Rencana Tindakan : (1) Kaji

terhadap

kekeringan

kulit,

pruritis,

ekskoriasi, dan infeksi. Rasional : perubahan mungkin dikarenakan penurunan

aktivitas

kelenjar

keringat

atau

pengumpulan kalsium dan fosfat pada lapisan kutaneus. (2) Kaji adanya patekie dan purpura (3) Gunting kuku dan pertahankan kuku potong pendek dan bersih

29

Rasional

:

penurunan

curah

jantung,

mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan urine output. (4) Kolaborasi : (a) Berikan

pengobatan

antipruritis

sesuai

pesanan. Rasional : mengurangi stimulus gatal pada kulit. d) Gangguan konsep diri (gambaran diri) berdasarkan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptive Tujuan : pasien mampu mengembangkan koping yang positif. Kriteria evaluasi : (1) Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan (2) Mampu menyatakan / mengkomunikasikan dengan orang yang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi. (3) Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi (4) Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative. Rencana Tindakan :

30

1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan. Rasional : menentukan bantuan individual dalam penyusunan rencana perawatan atau pemilihan intervensi. 2) Indentifikasi arti dari kelebihan atau disfungsi pada pasien. Rasional : mekanisme koping pada beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mengalami koping maladaptive dan mempunyai kesulitan dalam membandingkan,

mengenal,

dan

mengatur

kekurangan yang terdapat pada dirinya. 3) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan. Rasional : menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut. 4) Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan sebuah kematian. Rasional : mendukung penolakan bagian tubuh atau kemampuan perasaan negative terhadap

31

gambaran

tubuh

dan

kemampuan

yang

menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional. 5) Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, meningkatkan fakta kejadian realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat. Rasional : membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bahan dari seluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru. 6) Bantuan dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan. Rasional : menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri,

serta

mempengaruhi

proses

dalam

rehabilitasi. 7) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien melakukan sebanyak - banyaknya hal untuk dirinya. 8) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam waktu rehabilitas.

32

Rasional : pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang. 9) Monitoring gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letarghi dan with drawl. Rasional : dapat mengidentifikasikan terjadinya depresi umumnya depresi terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut 10) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi. Rasional : dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan. 2. Fatigue a. Definisi Fatigue adalah bahasa latin “fatigare” yang berarti hilang lenyap (waste time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat keadaan yang lebih lemah. Work Cover New South Wales dalam menerapkan peraturan di tahun 2006 pada kelelahan di sektor transportasi jarak jauh, mendefinisikan kelelahan sebagai perasaan letih yang berasal dari aktivitas fisik tubuh atau kemunduran mental tubuh. Kelelahan mempengaruhi kapasitas fisik, mental dan tingkat emosional seseorang, dimana dapat mengurangi

33

kurangnya kewaspadaan, ditandai dengan kemunduran reaksi pada sesuatu dan berkurangnya kemampuan motorik (Australian Safety and Compensation Council, 2006) Berdasarkan IMO (2001) kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagai akibat dari penggunaan berlebihan pada fisik, mental atau emosional yang juga dapat mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan, kecepatan reaksi, koordinasi dan pengambilan keputusan atau keseimbangan. Kelelahan merupakan perasaan letih akibat penggunaan

tenaga

yang

berlebih.

Kelelahan

juga

dapat

didefinisikan sebagai range of affliction, dari keadaan letih secara umum sampai menimbulkan rasa panas / terbakar pada salah satu otot tubuh akibat proses induksi yang ditimbulkan oleh proses kerja (Australian Safety and Compensation Council, 2009) b. Klasifikasi Fatigue Kelelahan

umum

dapat

diklasifikasikan

berdasarkan

tingkatnya, diantaranya : 1) Physical

fatigue,

dapat

terjadi

ketika

seseorang

mulai

mengurangi kemampuan fisik yang digunakan dari biasanya karena jenis pekerjaan yang sangat banyak pada setiap jam kerjanya. Pada umumnya seseorang dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu 50 menit perjam atau 35% pada 8 jam

34

kerja digunakan sebagai aktivitas fisik maksimal untuk menghindari adanya kelelahan. 2) Circadian fatigue, ditandai dengan denyut nadi yang lemah, pelan, atau cepat. 3) Acute fatigue, terjadi pada suatu aktivitas tubuh / otot, terutama dikarenakan banyak menggunakan otot, gangguan kebisingan, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh bekerja secara terus menerus dan melebihi kapasitas tubuh. Kelelahan ini akan hilang dengan istirahat cukup atau menghilangkan gangguan - gangguannya. 4) Commulative Fatigue, adalah kelelahan yang disebabkan kelelahan fisik atau mental yang terjadi pada periode waktu tertentu. Salah satu penyebab kelelahan ini adalah kurangnya waktu istirahat. 5) Chronic Fatigue, merupakan kelelahan akut yang terus menerus terakumulasi dalam tubuh akibat dari tugas yang terus menerus tanpa pengaturan jarak tugas yang baik atau teratur. Kelelahan ini berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan ini diperoleh dari tugas terdahulu yang belum hilang hingga diteruskan dengan tugas kerja selanjutnya, berkelanjutan setiap harunya dan tingkat kelelahannya akan semakin bertambah (Priyanto, 2010).

35

c. Alat ukur Fatigue Penilian level fatigue berupa skala numerik klasifikasi nya 0 adalah tidak ada tingkat kelemahan, 123 adalah kelemahan tingkat ringan, 465 adalah kelemahan tingkat sedang, 789 adalah tingkat kelemahan hebat, 10 adalah tingkat kelemahan paling hebat ada pula cara mengidentifikasi tingkat kelemahan dengan pemeriksaan gejala sebagai berikut kependekan saat bernafas/sesak nafas, meningkatnya heart rate, kekurangan energi. Kemungkinan adanya faktor, anemia, hipotiroid, ketidakcukupan kelenjar adrenalin, nyeri, stres fisik, gangguan tidur, pemberian obat penenang khusus. (oncology nursing society, 2000)

3. Breathing Exercise a. Definisi Breathing dengan

tehnik

menggunakan

exercise bernapas otot

merupakan secara

diafragma,

latihan

perlahan

sehingga

pernapasan dan

dalam,

memungkinkan

abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Smeltzer, et al, 2008). Nafas dalam adalah suatu tindakan keperawatan dimana perawat akan mengajarkan/melatih klien agar mampu dan mau melakukan nafas dalam secara efektif sehingga kapasitas vital dan ventilasi paru meningkat (Rosyidi, 2013:18).

36

b. Tujuan dan Manfaat Breathing Exercise Tujuan breathing exercise yaitu 1) Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja pernapasan. 2) Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan ansietas. 3) Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer, et al, 2008:). Manfaat dari breathimg excise adalah latihan pernapasan

dengan

tehnik

breathing

membantu

meningkatkan rileksasi otot-otot tubuh dengan baik serta mencegah distress pernapasan (Priyanto, 2010).

37

B. Kerangka Teori

Penyebab Gagal Ginjal Kronis

Penyakit dari Ginjal

Infeksi kuman, batu ginjal, kista di ginjal

Penyakit umum diluar Ginjal

Penyakit sistemik : DM, Hipertensi, kolesterol tinggi, obat obatan, kehilangan banyak cairan yang mendadak : kebakaran

-

Breathing Exercise

Fatigue Sakit Kepala Keringat Dingin malaise

Gambar 2.2 Kerangka Teori (Muttaqin, 2014)

C. Kerangka Konsep Breathing Exercise

Penuruanan Level Fatigue

Gambar 2.3 Kerangka Konsep (Muttaqin, 2014)

Hemodialisi

BAB III METODE PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH

A. Subyek Aplikasi Riset Subyek aplikasi riset ini adalah Tn. L dengan diagnosa gagal ginjal kronis pre - post hemodialisa di bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta

B. Tempat dan Waktu Aplikasi riset ini dilakukan di bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta, selama 3 hari, Tanggal 10 Maret – 12 Maret 2015.

C. Media dan Alat yang Digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan : 1. Bolpoint 2. Lembar observasi 3. Fatigue Scale

D. Prosedur Tindakan Prosedur tindakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan karakteristik kelemahan terlebih dahulu (Rosyidi, 2013:26) : 1. mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler di tempat tidur/kursi;

38

39

2. meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas; 3. menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik; 4. menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik; 5. melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit; 6. melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit.

E. Alat Ukur 1. Fatigue Scale No fatigue

0

Mild fatigue

1-2-3

Moderate

Extreme

The

fatigue

fatigue

fatigue

4-5-6

7-8-9

10

Tabel 3.1 (oncology nursing society, 2000)

worst

BAB IV LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Dari pengkajian didapatkan data identitas klien bahwa klien bernama Tn. L yang beralamat sragen, berusia 47 tahun, berkerja sebagai swasta (petani), agama islam, pendidikan terakhir yang ditempuh pasien adalah SMA, nomer register 00870118, dengan diagnosa medis CKD (Chronic Kidney Diasease), dan dirawat oleh dr. A yang bertanggung jawab terhadap Tn. L adalah Ny. S dengan usia 38 tahun, pendidikan terakhir yang ditempuh adalah SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan hubungan dengan klien adalah sebagai Istri klien. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 maret 2015 jam 08.30, pengkajian yang dilakukan kepeda klien menggunakan metode anamnesa dan alloanamnesa yaitu pengkajian yang diperoleh dari wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, penelaahan catatan medis dan catatan keperawatan. engkajian riwayat kesehatan klien, keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah perut kencang terus menerus. Riwayat penyakit sekarang keluarga Tn. L mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien mengalami perut kencang terus menerus dan perut bawah nyeri sampai pinggang tidak menghilang dengan istirahat, kemudian oleh keluarga klien dibawa ke RSUD Sragen, namun karena tidak ada perkembangan klien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi

40

41

Surakarta masuk pada tanggal 2 maret 2015, saat di IGD klien diperiksa dengan pemeriksaan fisik keadaan umum lemah, tekanan darah 180/90 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 25x/menit. Riwayat penyakit dahulu klien menderita penyakit CKD sejak 2007 dan pernah menderita hipertensi

3 tahun yang lalu. Klien rutin melakukan cuci

darah 2 minggu sekali sejak 8 Juli 2014. Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-obatan tertentu dan klien merupakan perokok aktif. Dari riwayat kesehatan keluarga klien mengatakan ada keluarga yang mempunyai riwayat Hipertensi yaitu ibunya. Hal tersebut dapat diketahui dari genogram berikut:

Gambar 4.1 Keterangan :

= Laki-laki = Perempuan = Klien Tn. L (47 tahun) = Meninggal = Mempunyai riwayat hipertensi = Tinggal satu rumah

42

Riwayat kesehatan lingkungan klien mengatakan tinggal di lingkungan atau perkampungan yang sederhana dan bersih. Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut gordon pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien mengatakan bahwa kesehatan sangatlah penting, jika salah satu keluarga yang sakit maka segera dibawa ketempat pelayanan kesehatan terdekat

dan penyakit yang diderita ini

merupakan cobaan dari Allah yang harus sabar dalam menghadapinya serta tabah dan tawakal. Berusaha untuk sembuh merupakan tujuan utama klien dalam menghadapi penyakitnya. Pola nutrisi dan metabolik sebelum sakit klien mengatakan dapat memakan makanan apapun yang disukainya dan dalam 1 hari bisa makan 3 x habis 1 porsi makan, cairan yang sering diminum oleh klien adalah air putih,air teh, air kopi dan dalam 1 hari bisa habis 7-8 gelas air putih, pengkajian nutrisinya meliputi antropometri, biochemical, clinical sign dan dietary history tidak memiliki gangguan. Sedangkan selama sakit klien mengatakan nafsu makan klien menurun, 1 hari makan 3 kali habis 1/2 porsi dari yang disediakan rumah sakit, sedang cairan, klien mengatakan klien mengerti tentang pembatasan konsumsi cairan, yang diminum klien sedikit dalam 1 hari hanya minum 4-5 gelas air putih @360 cc. Pengkajian nutrisi selama sakit : antropometri didapatkan penurunan BB dengan BB sebelum sakit 54 kg dengan tinggi badan 165 cm diperoleh IMT 19.83 interpretasinya normal dan selama sakit terjadi penurunan BB menjadi 49 kg dengan IMT menjadi 17,9 dan intepretasinya BB low, biochemical didapat Hemoglobin

43

9,1 gr/dl dan albumin 3,0 gr/dl, clinical sign klien tampak lemah, konjungtiva anemis dan mukosa bibir kering, sedangkan dietary history atau diit yang diterima klien adalah diit rendah garam, tinggi kalori, dan diit uremi berupa bubur, sayur, lauk tempe, tahu. Pola eliminasi klien sebelum sakit klien mengatakan baung air kecil (BAK) 4-6 kali sehari dengan warna kuning jernih dan bau khas, sedangkan buang air besar (BAB) 1-2 kali sehari dengan konsisitensi lunak, bau khas, warna kuning normal, saat BAB dan BAK klien tidak memiliki keluhan maupun gangguan apapun. Saat sakit klien BAK

@900 cc sehari warna

kuning jernih dan bau khas terpasang kateter, untuk BAB sehari klien bisa BAB 1-2 kali sehari dengan konsistensi lunak dan bau khas, dan saat BAB klien selalu dibantu oleh istrinya dengan menggunakan pispot. Pengkajian balance cairan pada Tn. L pada tanggal 10 Maret 2015 Menghitung IWL = (15 x BB) / 24 jam = (15 x 49) / 24 jam = 245 cc/24 jam Menghitung balance cairan per 24 jam : 1) Input : Air (makan + minum)

= 400 cc

Cairan infus

= 1.152 cc

Terapi injeksi -furosemid 20mg/8jam

= 6 cc

-gastrolan 40mg/12jam

= 10 cc

-methlyprednisolon 20mg/8jam

= 6 cc

Air metabolisme (5cc/kgBB/hari) = 245 cc --------------- + 1.819 cc

44

2) Output : Urine

= 900 cc

Feses

= 100 cc

IWL

= 735 cc --------------- + 1.735 cc

Jadi balance cairan Tn. H dalam 24 jam: Intake cairan – output cairan= 1.819 cc – 1.735 cc= + 84 cc Kesimpulan: Tn . H memiliki kelebihan cairan sebanyak +84 cc

Pada pola aktivitas dan latihan sebelum sakit klien mengatakan dapat melakukan kemampuan perawatan diri meliputi makan dan minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM secara mandiri, sedangkan selama sakit untuk makan dan minum klien dibantu oleh istrinya, toileting dibantu oleh istrinya saat BAB dengan menggunakan pispot, untuk berpakaian klien selalu dipakaikan oleh istrinya, mobilitas ditempat tidur klien dapat melakukannya secara mandiri, berpindah dibantu oleh istrinya, dan ambulasi/ROM klien juga dibantu. Saat ini klien terpasang kateter. Pola istirahat tidur sebelum sakit klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak kurang lebih 8 jam pada malam hari dan tidur siang kurang lebih 2 jam bila memiliki waktu luang. Selama sakit klien mengatakan tidur kurang nyenyak, dalam 1 hari klien hanya tidur 5 jam dan sering terbangun pada malam hari tidak bisa tidur nyenyak, saat siang hari klien tidur biasanya kurang lebih 1 jam.

45

Pola kognitif – perceptual klien mengatakan sebelum sakit klien dapat berkomunikasi dengan baik, lancar, dan dapat menangkap pembicaraan orang lain dengan baik, kelima panca indra klien juga berfungsi secara normal. Dan selama sakit klien tidak mengalami perubahan dalam kemampuan kognitif dan perceptualnya, juga kelima panca indra klien masih dapat berfungsi secara normal. Klien beraktivitas dibantu keluarga karena klien sering mengeluhkan merasa lemah, tingkat kelemahan= 5, dan klien juga merasa nyeri, Problem= nyeri disebabkan gejala penyakit CKD timbul, quality= nyeri dirasakan seperti di cubit, regio=nyeri di perut, skala=1, time= nyeri jarang timbul. Pada pengkajian konsep diri didapatkan 5 point yaitu body image, ideal diri, identitas diri, peran diri, harga diri. Pada body image klien mengatakan merasa senang dan bangga atas apa yang ada pada tubuh klien, dan klien juga tidak mempermasalahkan penyakit ataupun citra tubuh klien. Dan klien menyukai segala sesuatu yang ada pada dirinya. Ideal diri klien mengatakan berharap cepat sembuh dari sakitnya dan dapat bekerja kembali seperti dahulu untuk menafkahi keluarganya. Identitas diri klien mengatakan merupakan seorang bapak berusia 47 tahun dan bekerja sebagai seorang petani. Peran diri klien mengatakan melakukan perannya sebagai seorang bapak dengan baik, bekerja mencari nafkah untuk keluarganya sebagai seorang petani dan aktif dalam kegiatan masyarakat. Kemudian dalam pengkajian harga diri klien mengatakan sangat percaya diri dengan apa yang dimiliki klien saat ini. Klien dihargai dalam keluarga sebagai kepala rumah tangga.

46

Pola hubungan peran sebelum sakit klien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga dan masyarakat, sedangkan selama sakit klien masih tetap berhubungan baik dengan keluarga dan masyarakat. Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit klien mengatakan sudah menikah dan berhubungan baik dengan istrinya, klien juga sudah tidak terlalu memikirkan hubungan sexsual lagi dengan istrinya mengingat usia mereka juga sudah tidak muda lagi dari pernikahnnya itu klien memiliki 1 orang anak. Selama sakit klien mengatakan masih tetap dapat berhubungan baik dengan istrinya dibuktikan dengan istri yang selalu setia mendampingi klien selama sakit. Pola mekanisme koping klien mengatakan sebelum sakit klien dapat mengatasi masalahnya sendiri dan selalu terbuka dengan keluarga dan selama sakit klien tetap mampu mengatasi masalahnya sendiri termasuk bila ada masalah dengan penyakit yang dialami saat ini. Sehingga saat dirawat dan sakit seperti ini klien mengatakan tidak ada masalah lagi bagi klien dan istrinya. Pola nilai dan keyakinan klien mengatakan beragama islam dan menjalankan sholat 5 waktu rajin serta teratur. Selama sakit klien masih selalu melakukan sholat 5 waktu diatas tempat tidur dan tidak merasa terhambat dalam beribadah. Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum klien lemah, kesadaran composmentis dengan nilai GCS, E: 4, V: 5, M:6. Tandatanda vital didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit,

47

suhu 36,7˚c, pernafasan 20x/menit irama teratur. Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala mesocepal, kulit kepala bersih, rambut hitam sedikit putih dan sedikit rontok. Pemeriksaan muka pada mata diperoleh hasil mata simetris, palpebra normal tidak ada edema, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor reflek cahaya pada mata kanan dan kiri (+/+). Hidung diketahui simetris, tidak ada sekret dan tidak ada polip. Pada mulut diperoleh hasil bibir simetris, tidak ada stomatitis, lidah bersih dan tidak ada pembesaran tonsil, mukosa bibir kering. Telinga kanan dan kiri simetris, bersih, dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran kalenjar tyroid dan tidak ada nyeri telan. Pada

pemeriksaan

dada

paru-paru

inspeksi

didapatkan

hasil

pengembangan paru simetris, palpasi saat pemeriksaan vocal fremitus paru kanan kiri teraba sama, perkusi pada lobus 1 paru kanan redup dan sonor pada lobus 2, 3 paru kanan dan paru kiri, sedangkan pada auskultasi terdapat terdengar bunyi vasikuler. Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba pada mid calvicula antara ICS IV dan ICS V. Perkusi konfigurasi jantung ke arah lateral, auskultasi suara BJ I dan BJ II (normal) reguler. Abomen diperoleh hasil inspeksi perut datar tidak ada asites, simetris, tidak ada bekas luka dan kulit elastis, auskultasi bising usus 10 kali permenit, perkusi redup pada kuadran I dan tympani pada kuadran II, III, IV. Pada palpasi diperoleh tidak ada nyeri tekan.

48

Pemeriksaan pada genetalia diperoleh hasil genetalia terpasang kateter dan bersih. Ektremitas kedua tangan dan kaki kiri dapat digerakkan dengan normal dengan kekuatan otot 5 dan kaki kanan kekuatan otot 4 post amputasi kecelakaan 2005. Pergerakan tangan kanan klien terbatas karena terpasang infus, perabaan akral hangat, dan tidak terdapat edema pada ekstremitas, tidak ada piting edema. Pemeriksaan urin pada tanggal 7 Maret 2015 didapatkan hasil bakteri melebihi ambang batas yaitu 4967,2 u/L (0,0 u/L – 2150,0 u/L). Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil hemoglobin 9,1 gr/dl (N = 13,5 gr/dl - 17,5gr/dl); hematokrit 27% (N = 33% 45%); leukosit 15,0 rb/uL (N = 4,5 rb/uL - 11,0 rb/uL); trombosit 345 rb/uL (N = 150 rb/uL - 450 rb/uL); eritrosit 3,37 juta/uL (N = 4,10 juta/uL - 5,10 juta/uL); albumin 3,0 gr/dl (N = 3,5 gr/dl - 5,2 gr/dl). Hasil kimia klinik adalah creatinin 3,6 mg/dL (N = 0,9 mg/dL -1,5 mg/dL); ureum 8,4 mg/dL (N= <50 mg/dL); Hasil pemeriksaan elektrolit adalah natrium darah 132 mmol/L (N = 136 mmol/L - 145 mmol/L); kalium darah 2,7 mmol/L (N = 3,3 mmol/L - 5,1 mmol/L); chlorida darah 106 mmol/L (N = 98 mmol/L - 106 mmol/L). Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil hemoglobin 8,9 gr/dl (N = 13,5 gr/dl - 17,5gr/dl); hematokrit 27% (N = 33% - 45%); leukosit 20,6 rb/uL (N = 4,5 rb/uL - 11,0 rb/uL); trombosit 407 rb/uL (N = 150 rb/uL - 450 rb/uL); eritrosit 3,36 juta/uL (N = 4,10 juta/uL 5,10 juta/uL); albumin 3,2 gr/dl (N = 3,5 gr/dl - 5,2 gr/dl). Hasil kimia klinik

49

adalah creatinin 5,6 mg/dL (N = 0,9 mg/dL -1,5 mg/dL); ureum 131 mg/dL (N= <50 mg/dL); Hasil pemeriksaan elektrolit adalah natrium darah 135 mmol/L (N = 136 mmol/L - 145 mmol/L); kalium darah 3,8 mmol/L (N = 3,3 mmol/L - 5,1 mmol/L); chlorida darah 103 mmol/L (N = 98 mmol/L - 106 mmol/L). Laporan hasil pemeriksaan Radiologi dan Radiodiagnostik USG Abdomen tanggal 2 Maret 2015, bayangan gas usus normal bercampur facel material, bayangan hepas dan lien tak tampak membesar, countour ginjal kanan kiri dalam batas normal, tampak bayangan radiopaque bentuk staqhorn yang terpoyeksi tinggi VL-1-VL-3 disisi kanan disertai multiple, bayangan radiopaque disekitarnya dan yang terpoyeksi setinggi VL-3-4 sisi kiri, psoas shadows kanan kiri simetris, corpus pedicle dan spatium intervertebralis tampak

baik.

Kesan:

Suspect

multiple

Nephrolithiasis

kanan

dan

ureterulithiasis kiri. Terapi yang didapatkan klien pada selama klien dirawat dibangsal melati I yaitu infus D5% 16 tetes per menit, inj. methylprednisolon 20mg/8 jam, inj. Furosemid 20mg/8jam, inj Gastrolan 40mg/12jam, obat oral yang diterima klien asam folat (Gromalton) tiap 5ml/10 jam. C. Rumusan Masalah Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian penulis melakukan analisa berdasarkan data fokus, pada data fokus didapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan berat badan menurun (BB menurun) dan kadang-kadang tidak mau makan. Data obyektifnya pada pemeriksan nutrisi yaitu antropometri didapatkan

50

penurunan BB dengan BB sebelum sakit 54 kg dengan tinggi badan 165 cm diperoleh IMT 19,83 intepretasinya normal dan selama sakit terjadi penurunan BB menjadi 49 kg dengan IMT menjadi 17,9 dan intepretasinya BB low, biochemical didapat Hemoglobin 9,1 gr/dl dan albumin 3,0 gr/dl, clinical sign klien tampak lemah, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering sedangkan dietary history atau diit yang diterima klien adalah diit rendah garam, tinggi kalori, dan diit uremi. Berdasarkan data tersebut penulis menemukan masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis dan menjadi prioritas diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Selain itu diperoleh pula data fokus dengan hasil data subyektif klien mengatakan lemas beraktivitas. Data obyektifnya klien tampak beraktivitas dibantu orang lain, jika makan dan minum klien dibantu oleh istrinya, toileting dibantu oleh istrinya saat BAB dengan menggunakan pispot, untuk berpakaian klien selalu dipakaikan oleh istrinya, mobilitas ditempat tidur klien dapat melakukannya secara mandiri, berpindah dibantu oleh istrinya, dan ambulasi/ROM klien juga dibantu, level fatigue = 5, dan HB 9,1 g/dL. Dari data diatas penulis menemukan masalah keperawatan intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Ada pula data fokus yang menyatakan data subyektifnya klien mengatakan sulit beristirahat tidur saat dirawat dirumah sakit karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan. Data obyektifnya tampak mata cekung

51

didaerah kelopak mata kehitaman, konjungtiva anemis, pasien hanya tidur malam sekitar 3-5 jam sehari. Dari data diatas penulis menemukan masalah keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan bising. Dari ketiga masalah diatas dapat diambil kesimpulan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah yang menjadi prioritas utama pada klien kemudian dilanjut dengan masalah intoleran aktivitas dan gangguan pola tidur. D. Rencana Keperawatan Tujuan

yang

dibuat

penulis

dalam

diagnosa

keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis tujuan dan kriteria hasilnya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil adanya klien mampu meningkatkan masukan makanan peroral, peningkatan berat badan klien (BB) mencapai 2-3 kg, nafsu makan meningkat, tidak terjadi penurunan BB yang berarti, tidak ada tanda-tanda malnutrisi, mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi, Hb normal 12,2mg/dL, konjungtiva tidak anemis, albumin normal 3,5-52 g/dL. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji pola makan dengan rasional untuk mengetahui kebiasaan makan dan makanan yang dihindari mengidentifikasi kekurangan nutrisi, perhatikan adanya mual muntah dengan rasional dapat menurunkan pasokan nutrisi, perhatikan kebutuhan kalori yang adekuat dengan rasional untuk mengetahui status nutrisi klien, pantau bb dan hasil laboratorium rasional untuk mengetahui perkembangan nutrisi, berikan

52

perawatan oral hygiene rasional menurunkan ketidaknyamanan rasa tidak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan, anjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering dengan rasional porsi sedikit tapi sering dapat meningkatkan masukan makanan. Tujuan dan kriteria hasil untuk diagnosa keperawatan intoleran aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatn 3x24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri dengan kriteria hasil tidak ada keluhan dalam beraktivitas, klien dapat beraktivitas secara mandiri tingkat kelemahan klien dalam batas ringan 0-3. Intervensi yang dilakukan pantau klien untuk melakukan aktivitas rasional untuk mengetahui apa saja aktivitas yang bisa dilakukan klien, tingkatkan tirah baring rasional menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan, atur posisi senyaman klien dalam beristirahat atau berikan posisis semi fowler rasional agar klien dapat lebih nyaman, ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam/breathing exercise rasional agar klien lebih rileks dan menurunkan tingkat kelemahan dean dapat menurunkan perasaan nyeri, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi rasional tirah baring yang lama dapat menurunkan kemampuan. Diagnosa yang terakhir yaitu gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pola tidur klien kembali normal dengan kriteria hasil klien mampu menggambarkan faktor yang menghambat, peningkatan jam dan kualitas tidur, mata tidak cekung dan kehitaman, klien terlihat segar. Intervensi yang dilakukan menciptakan suasana yang nyaman mengurangi kebisingan rasional agar klien dapat tidur dengan nyaman,

53

tetapkan bersama pasien jadwal yang sesuai untuk beraktivitasnya dan beristirahat rasional dengan menjadwalkan aktivitas dan tidur dapat mengurangi kelelahan dan pasien dapat tidur lebih awal, batasi kunjungan agar pasien dapat beristirahat rasional untuk peningkatan jam tidur, berikan perawatan petang hari berikan linen dan baju bersih rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, kolaborasi ahli gizi pemberian kudapan kaya L- Triptiofan rasional untuk menambah kuliatas tidur. E. Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 yaitu jam 10.05 WIB mengindentifikasi tingkat fatigue/kelemahan klien sebelum hemodialisa dengan respon subyektif klien mengatakan badanya lemas dan lemah, beraktivitas dibantu orang lain dan obyektifnya level fatigue 5. Jam 10.10 WIB mengobservasi tanda tanda vital dengan respon subyektifnya klien bersedia di cek vital sign dan obyektivnya TD = 120/80mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,7˚c. Jam 10.12 WIB mengatur posisis senyaman mungkin (semi fowler) dengan respon subyektifnya klien mengatakan lebih merasa nyaman dan obyektifnya klien tampak nyaman. Jam 10.13 WIB menentukan kebutuhan kalori yang adekuat dengan respon subyektifnya pasien bersedia dan obyektifnya pasien mendapatkan diet uremi, tinggi kalori, rendah garam, klien tidak menghabiskan makanan yang diberikan dari rumah sakit, pasien hanya menghabiskan ½ porsi makanan. Jam 10.15 WIB menetapkan bersama jadwal yang sesuai untuk beristirahat dan aktivitas dengan respon subyektifnya klien

54

bersedia mengatur jadwal untuk beristirahat dan mengatur jadwal untuk beraktivitas, dan obyektifnya klien kooperative. Jam 10.16 WIB mengajarkan klien latihan nafas dalam/breathing exercise pre hemodialisa dengan respon klien

mengatakan bersedia diajarkan breathing exercise dan obyektifnya

klien kooperative. Jam 10.27 WIB mengidentifikasi tingkat kelemahan respon subyektifnya klien mengatakan masih merasa lemas dan obyektifnya level fatigue 5. Jam 10.30 WIB mengantar klien ke ruang hemodialisa respon subyektifnya klien bersedia diantar ke ruang hemodialisa untuk cuci darah pasien kooperative. Jam 11.50 WIB mengantar klien dari ruang hemodialisa ke ruang perawatan melati 1 respon subyektifnya klien mengatakan merasa lemah dan obyektifnya klien tampak pucat dan lemah. Jam 12.00 WIB memperhatikan adanya mual muntah respon subyektif klien mengatakan tidak merasa mual muntah respon obyektifnya klien tampak lemah. Jam 12.00 WIB menimbang bb klien dan memantau hasil pemeriksaan laborat dan respon subyektifnya klien bersedia ditimbang bb respon obyektifnya bb = 49, HB = 9,1 g/dL, albumin 3,0 g/dL. Jam 12.12 WIB mengawasi konsumsi makanan respon subyektifnya klien bersedia di pantau dalam mengkonsumsi makanan respon obyektif pasien kooperative. Jam 12.15 WIB memberikan obat peroral (as.folat) respon subyektife klien bersedia di berikan obat respon obyektifnya klien minum obat peroral dan tidak ada reaksi alergi. Jam 12.20 WIB menganjurkan memakan makanan porsi sedikit tapi sering respon subyektifnya klien berusaha membiasakan diri makan porsi sedikit tapi sering respon obyektif klien kooperative. Jam 12.30 WIB membatasi kunjungan

55

agar klien dapat beristirahat respon subyektif keluarga mengatakan bersedia dan mengerti respon obyektif keluarga pasien kooperative. Jam 12.32 WIB memberikan linen bersih/ mengganti linen yang bersih respon subyektifnya klien bersedia di ganti alas tempat tidurnya respon obyektifnya klien tampak nyaman dengan linen yang terpasang bersih. Jam 12.35 WIB mengajarkan breathing exercise sesudah hemodialisa respon subyektif klien bersedia diajarkan breathing exercise respon obyektif klien bersedia dan mengikuti apa yang diajarkan perawat. Jam 12.50 WIB mengidentifikasi level fatigue klien respon subyektif klien mengatakan masih merasa lemah ADL dibantu keluarga dan alat respon obyektif level fatigue 5. Jam 12.53 WIB memberikan perawatan oral hygiene respon subyektifnya klien mengatakan bersedia di beri perawatan oral hygiene respon obyektif klien tampak nyaman setelah dibersihkan. Jam 12.57 WIB memantau klien dalam melakukan aktifitas respon subyektif klien mengatakan tidak beraktifitas secara mandiri karena lemas respon obyektif klien tampak berbaring saja ditempat tidur toileting dibantu orang lain dan alat. Jam 12.59 WIB meningkatkan tirah baring respon subyektif klien mengatakan tidak nyaman dengan tirah baringnya respon obyektif pasien terlihat tidak nyaman. Jam 13.00 WIB meningkatkan aktivitas sesuai toleransi mobilitas di tempat tidur respon subyektif klien mengerti dengan apa yang dijelaskan perawat respon obyektif klien tampak kooperative. Jam 13.10 WIB mengkolaborasi dengan ahli gizi makanan yang mengandung L-triptofan respon subyektif – respon obyektif klien tampak mengkonsumsi makanan ringan yang disediakan dari rumah sakit.

56

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 yaitu jam 08.00 WIB mengobservasi vital sign respon subyektifnya klien mengatakan bersedia dicek vital sign dan respon obyektifnya TD = 110/80 mmHg, nadi = 80x/menit, Rr = 22x/menit, suhu = 36 c. Jam 08.10 WIB menimbang berat badan, respon subyektif: klien bersedia ditimbang berat badan, obyektif: berat badan 49 kg. Jam 08.12 WIB menanyakan kualitas tidur klien respon subyektifnya klien mengatakan sedikit bisa tidur nyenyak tapi menjelang pagi klien terbangun tiba tiba sekitar pukul 03.30 WIB respon obyektifnya klien kooperative menjawab saat diberi pertanyaan. Jam 08.20 WIB memperhatikan adanya mual, muntah, respon subyektif klien mengatakan tidak merasa mual dan klien juga tidak muntah, obyektif: pasien tampak kooperatif. Jam 08:30 wib mengobservasi konsumsi makanan, respon subyektif klien mengatakan makan sedikit tapi sering dari porsi yang diberikan rumah sakit, obyektif pasien tampak makan dengan jenis bubur, lauk, sayur, habis dua per empat porsi. Jam 08.40 WIB memantau tetesan infus respon subyektifnya klien bersedia dipantau tetesan infusnya respon obyektif terpasang infus d5% 16 tpm. Jam 09.00 WIB mengidentifikasi tingkat kelemahan respon subyektif klien masih merasakan sedikit lemas jika beraktivitas respon obyektif level fatigue 5. Jam 09.10 WIB mengajarkan kembali breathing exercise respon subyektif klien bersedia diajarkan kembali breathing exercise respon obyektif pasien masih agak sedikit lemas dan tampak pucat. Jam 09.30 WIB memantau kembali klien dalam beraktifitas, respon subyektif klien mengatakan belum mampu beraktifitas secara mandiri,

57

obyektif pasien beraktifitas dibantu keluarga dan masih mengeluhkan sedikit merasa lemah. Jam 09.35 WIB mengidentifikasi kembali level fatigue setelah diajarkan breathing exercise respon subyektif klien mengatakan masih merasakan sedikit lemah respon obyektif level fatigue 5. Jam 10.00 WIB memotivasi klien untuk terus melakukan breathing exercise sesering mungkin 15 menit sekali secara mandiri respon subyektif klien mengerti dengan anjuran perawat respon obyektif pasien kooperative. Jam 10.10 WIB memberikan suasana yang nyaman dengan mengurangi kebisingan, respon subyektif keluarga mengeti apa yang disarankan perawat, obyektif keluarga pasien kooperatif. Jam 12.00 WIB meningkatkan kembali tirah baring respon subyektif klien mengatakan mengerti dengan anjuran perawat

respon

obyektif pasien kooperative. Jam 12.20 WIB memberikan perawatan oral hygiene respon subyektifnya klien mengatakan bersedia di beri perawatan oral hygiene respon obyektif klien tampak kooperative. Tindakan keperawatan pada tanggal 12 Maret 2015 jam 08.00 WIB mengobservasi tanda-tanda vital, respon subyektif klien bersedia diperiksa, obyektif tekanan darah: 110/80 mmHg, nadi: 80x/menit, respirasi: 22x/menit, suhu:36 0C. Jam 08.30 WIB menimbang berat badan dan memantau hasil laborat, respon subyektif pasien bersedia ditimbang, obyektif: berat badan 50, albumin 3,2 g/dL, Hb 8,6 g/dl. Jam 08.40 WIB memantau kualitas tidur, respon subyektif klien mengatakan sudah dapat beristrahat, obyektif kualitas tidur 7 jam per hari. Jam 08.50 WIB memantau tetesan infus respon subyektif klien mengatakan bersedia dipantau tetesan infusnya respon obyektif

58

terpasang infus d5% 16 tpm. Jam 09.00 WIB mengobservasi konsumsi makanan, respon subyektif klien mengatakan menghabiskan 1 porsi yang diberikan dari rumah sakit, obyektif klien makan dengan lahap. Jam 09.20 WIB mengidentifikasi tingkat kelemahan respon subyektifnya klien sudah tidak merasa lemas dan respon obyektif level fatigue 4. Jam 09.30 WIB mengajarkan kembali teknik breathing exercise respon subyektif klien mengatakan bersedia diajarkan kembali breathing exercise respon obyektif pasien terlihat mengikuti perawat dan terlihat lebih segar. Jam 10.00 WIB mengidentifikasi kembali level fatigue klien respon subyektif pasien sudah tidak terlalu lemas respon obyektif beraktivitas memakai baju secara mandiri toileting dibantu level fatigue 4. Jam 11.30 WIB menganjurkan klien untuk terus kembali melakukan breathing exercise secara mandiri setiap 15 menit sekali respon subyektif klien mengatakan bersedia untuk melakukan breathing exercise sesering mungkin. F. Evaluasi Penulis melakukan evaluasi melalui proses dan evaluasi hasil perkembangan. Evaluasi prosesnya dilakukan berdasarkan respon klien dan keberhasilan tindakan keperawatan pada saat dilakukan. Evaluasi hasil dilakukan sesuai dengan tujuan dari masing-masing intervensi pada diagnosa keperawatan yang muncul sesuai metode SOAP. Evaluasi pada tanggal 10 Maret 2015, diangnosa pertama: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Subyektif (S): klien mengatakan tidak nafsu makan. Obyektif (O): klien tmpak lemas, A: berat

59

badan: 49 kg, tinggi badan: 165 cm, B: hemoglobin: 8,6 g/dl, C: mukosa bibir kering, kunjungtiva anemis, D: makan hanya habis ½ porsi dengan diit rendah garam, diit uremi, tinggi kalori berupa bubur, sayur, lauk. Analisis (A) : Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi karena belum mencapai kriteria hasil seperti klien mampu meningkatkan masukan makanan peroral, peningkatan berat badan (BB) pada klien, hasil laboratorium menunjukan peningkatan. Planning (P): Intervensi dilanjutkan, perhatikan kebutuhan kalori yang adekuat, pantau berat badan dan hasil laborat, awasi konsumsi makanan, perawatan oral hygiene. Diagnosa kedua: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum. Subyektif (S) : klien mengatakan tubuhnya merasa lemah dan tidak beraktivitas secara mandiri. Obyektif (O): klien tampak beraktivitas dibantu orang lain Hb 9,1 g/dl, level fatigue 5. Analisis (A): Masalah keperawatan intoleransi aktifitas belum teratasi karena belum mencapai kriteria hasil seperti tidak ada keluhan dalam beraktivitas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, level fatigue dalam batas ringan 0-3. Planning (P): intervensi dilanjutkan, tingkatkan tirah baring, tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, mengajarkan kembali teknik breathing exercise. Diagnosa ketiga: Gangguan pola tidur berhubungan dengan bising. Subyektif (S): klien mengatakan tidak dapat beristirahat tidur karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan. Obyektif (O): klien tidur 3-5 jam per hari, mata tampak cekung, kelopak mata kehitaman, konjungtiva anemis. Analisis (A): Masalah keperawatan gangguan pola tidur belum teratasi karena belum

60

mencapai kriteria hasil yang diinginkan seperti peningkatan jam dan kualitas tidur, klien terlihat segar, mata tidak cekung dan tidak ada kehitaman didaerah mata. Planning (P): Intervensi dilanjutkan batasi kunjungan terhadap klien, kurangi kebisingan, tingkatkan kenyamanan kebersihan linen. Evaluasi

pada

tanggal

11

Maret

2015,

diangnosa

pertama:

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Subyektif (S): klien mengatakan sudah sedikit merasa nafsu makan meningkat. Obyektif (O): klien tmpak sedikit segar, A: berat badan: 49 kg, tinggi badan: 165 cm, B: hemoglobin: 9,1 g/dl, C: mukosa bibir kering, kunjungtiva anemis, D: makan hanya habis 3/4 porsi dengan diit rendah garam, diit uremi, tinggi kalori. Analisis (A) : Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi karena belum mencapai kriteria hasil seperti klien mampu meningkatkan masukan makanan peroral, peningkatan berat badan (BB) pada klien, hasil laboratorium menunjukan peningkatan. Planning (P): Intervensi dilanjutkan, perhatikan kebutuhan kalori yang adekuat, pantau berat badan dan hasil laborat, awasi konsumsi makanan, perawatan oral hygiene, anjurkan kembali pasien makan sedikit tapi sering. Diagnosa kedua : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum. Subyektif (S): klien mengatakan tubuhnya sudah sedikit merasa segar walaupun beraktivitas masih dibantu oleh keluarga. Obyektif (O): klien tampak beraktivitas masih dibantu orang lain, level fatigue 5. Analisis (A): Masalah keperawatan intoleransi aktifitas belum teratasi karena belum

61

mencapai kriteria hasil seperti tidak ada keluhan dalam beraktivitas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, level fatigue dalam batas ringan 0-3. Planning (P): intervensi dilanjutkan, tingkatkan tirah baring, tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, mengajarkan kembali teknik breathing exercise. Diagnosa ketiga: Gangguan pola tidur berhubungan dengan bising. Subyektif (S): klien mengatakan sudah tidak terlalu mengalami gangguan saat tidur, klien mengatakan masih terbangun saat tidur. Obyektif (O): klien tidur 5 jam per hari, kelopak mata kehitaman, konjungtiva anemis. Analisis (A): Masalah keperawatan gangguan pola tidur belum teratasi karna belum mencapai kriteria hasil seperti peningkatan jam dan kualitas tidur, klien terlihat segar, mata tidak cekung dan tidak ada kehitaman didaerah mata. Planning (P): Intervensi dilanjutkan batasi kunjungan terhadap klien, kurangi kebisingan, tingkatkan kenyamanan dan kebersihan linen. Evaluasi

pada

tanggal

12

Maret

2015,

diagnosa

pertama:

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Subyektif (S): klien mengatakan nafsu makan meningkat. Obyektif (O): klien tampak segar, A: berat badan: 50 kg, tinggi badan: 165 cm, B: hemoglobin: 8,6 g/dl, C: mukosa bibir lembab, kunjungtiva anemis, D: makan 1 porsi habis dengan diit rendah garam, diit uremi, tinggi kalori. Analisis (A) : Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian masalah yang telah teratasi adalah klien mampu meningkatkan masukan makanan peroral, peningkatan berat bedan(BB), kriteria hasil yang tidak teratasi hasil laboratorium yang belum

62

ada peningkatan / belum dalam batas normal diantaranya HB: 8,9 g/dl dan Albumin 3,2 g/dl. Planning (P): Intervensi dilanjutkan, perhatikan kebutuhan kalori yang adekuat, pantau berat badan dan hasil laborat, awasi konsumsi makanan, awasi konsumsi minum. Diagnosa kedua : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum. Subyektif (S): klien mengatakan tubuhnya sudah segar walaupun beraktivitas masih dibantu oleh keluarga klien juga sudah tidak terlalu merasa lemah. Obyektif (O): klien tampak segar, level fatigue 4. Analisis (A): Masalah keperawatan intoleransi aktifitas teratasi sebagian masalah yang teratasi seperti tingkat kelemahan dapat menurun walaupun belum signifikan, kriteria hasil yang belum teratasi adalah beraktivitas masih dibantu oleh keluarga. Planning (P): intervensi dilanjutkan, tingkatkan tirah baring, tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, menganjurkan kembali klien melakukan teknik breathing exercise sesering mungkin 5 menit sekali. Diagnosa ketiga: Gangguan pola tidur berhubungan dengan bising. Subyektif (S): klien mengatakan sudah tidak mengalami gangguan saat tidur, klien mengatakan tidak terbangun tiba-tiba saat tidur. Obyektif (O): klien tidur 7 jam per hari, tidak ada kehitaman di kelopak mata, pasien terlihat segar. Analisis (A): Masalah keperawatan gangguan pola tidur teratasi karna telah mencapai kriteria hasil yang diinginkan sesuai intervensi seperti klien terlihat segar, tidak terdapat kehitaman di kelopak mata, klien dapat tidur 7 jam tanpa keluhan dan hambatan. Planning (P): Intervensi dihentikan.

BAB V PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang analisa studi kasus efektifitas pemberian

tindakan

breathing

exercise

terhadap

penurunan

tingkat

kelemahan/level fatigue pada asuhan keperawatan Tn. L pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa berdasarkan kesenjangan antara teori dan praktik. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. L dibuat berdasarkan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari suatu proses keperawatan, kegiatan yang dilakukan pada tahap tersebut adalah mengumpulkan data, seperti riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan data sekunder lainnya meliputi: catatan, hasil pemeriksaan diagnostik, dan literatur (Deswani, 2009:7). Pengkajian yang dilakukan oleh perawat ketika menghadapi klien dengan gagal ginjal kronik gangguan sistem perkemihan terutama pada klien dengan gagal ginjal kronik meliputi riwayat kesehatan, review sistem (head to toe), dan pengkajian psikososial (Somantri, 2009:25). Gagal ginjal kronik merupakan kondisi dimana ginjal sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ini dikarenakan banyak nefron yang rusak secara progresif. Penyebabnya pun bermacam-macam, misalnya karena menderita penyakit tertentu mnyebabkan peradangan glomeruli. Awalnya membran glomerular menjadi lebih tebal, tahap selanjutnya, membran ini

63

64

akan terserang jaringan berserabut. Proses inilah yang menyebabkan fungsi ginjal sebagai penyaring terhambat (Dharma, 2015). Pengkajian gagal ginjal kronik ini ditekankan pada support system untuk

mempertahankan

kondisi

keseimbangan

dalam

tubuh

(hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya fungsi ginjal, tubuh akan melakukan kompensasi jika dalam batas kewajaran tetapi jika kondisi ini berlanjut, maka akan menimbulkan berbagai menifestasi klinis

yang

menandakan gangguan sistem tersebut. Dari Pengkajian Tn. L telah didapatkan data sebagai berikut: perut klien terasa kencang/ mbeseseg terus menerus tembus sampai ke pinggang, mual tapi tidak muntah, berat badan 49 kg. TB 165 cm IMT = 17,9, makan hanya 4-5 sendok makan / ½ porsi sekali makan, terpasang infus d5% 16 tpm di tangan kanan, terpasang kateter, klien tampak lemah, kesadaran compos mentis, hemoglobin 9,1 mg/dl, albumin 3,0 g/dl. Data-data tersebut termasuk dalam karakteristik ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang menyebabkan tidak adekuatnya nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. (Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 66) dan didapatkan data pasien setelah melakukan hemodialisa 38x sejak 8 Juli 2014, adanya gejala kelemahan, komplikasi yang dapat muncul pada saat sesudah melakukan hemodialisa ialah fatigue, penurunan jumlah darah merah, gangguan gizi dan masalah psikososial (Arliza juairiani, 2006). Selain itu adapun keluhan penderita gagal ginjal kronik seperti terjadi pembengkakan dibeberapa area kulit, sulit buang

65

air kecil, nyari perut (Dharma, 2015). Terjadi pula keluhan trombositopenia, gatal-gatal, sesak nafas, dada nyeri (muhammad, 2012). Hasil teori dan pengkajian klinik pada kasus Tn. L tidak terdapat sesak nafas, sulit buang air kecil, gatal-gatal, sesak nafas, dan edema di beberapa area kulit dan nyeri dada hal ini dikarenakan klien sudah dirawat dibangsal + 7 hari. Lama waktu dirawat bisa menjadi alasan terjadinya beberapa penurunan tanda dan gejala. Pada pemeriksaan penunjang gagal ginjal kronik dapat dilakukan melalui beberapa pemeriksaan diantaranya : 1. pemeriksaan biokimiawi untuk mengetahui kadar ureum dan kreatinin plasma, untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearence, pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal. 2. Urinalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi pada ginjal / ada tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal (Eko prabowo & andi eka pranata 2014). 3. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, kandung kemih dan prostat (ari mutaqqin dan kumala sari 2014). Pada pemeriksaan penunjang Tn. L yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, urin dan USG abdomen. Pemeriksaan darah yang nilaianya tidak normal adalah Hb, leukosit, albumin, ureum, kreatinin, kalium darah. Untuk pemeriksaan urin didapatkan hasil bakteri melebihi ambang normal. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan

66

hasil contour ginjal ka/ki dalam batas normal dan kesimpulan dari rontgen adalah suspect multiple nephrolithiasis kanan dan ureterolithiasis kiri. Hasil teori dan pemeriksaan pada Tn. L ada beberapa yang tidak dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit gagal ginjal kronik pada Tn. L diantaranya renogram, intra vena pielografi (IVP). Beberapa pemeriksaan tersebut tidak dilakukan karena hasil pemeriksaan nilainya tidak spesifik bahkan terkadang hasil positif dari pemeriksaan tersebut adalah palsu (Sudoyo, 2010). Klien pada tanggal 10-12 Maret 2015 mendapatkan terapi infus D5% 16 tpm. Methlypednisolon merupakan kortikosteroid atau kortikotropin, yang terdiri dari 20 mg, diberikan pada klien dengan pencegahan penyakit Sal napas, dan pengobatan transplantasi organ tubuh. Furasemide obat parenteral 20 mg merupakan obat golongan diuretik, diberikan pada pasien dengan udema yang disebabkan payah jantung, penyakit Ginjal termasuk sindrom nefrotik; hipertensi ringan sampai sedang, Gastrolan obat parenteral 40 mg merupakan obat golangan antasida atau antibusa, diberikan pada pasien dengan tukak usus, tukak lambung. Gromalton obat oral 5 ml merupakan obat golongan antianemia, diberikan pada pasien dengan sebagai penambah vitamin pada keadaan kurang darah, kurang nafsu makan, rasa lesu dan lemah, lekas lelah (ISO, 2012/2013). B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi

67

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2012:33). Perumusan diagnosa keperawatan harus didasarkan pada kondisi pasien dilapangan, kondisi ini dapat berupa masalah aktual, potensial maupun diagnosa sejahtera (NANDA, 2012:7). Secara teoritis diagnosa yang muncul pada klien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut: intoleran aktvitas berhubungan dengan kelemahan; ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anemia; gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan (insersi akses drah hemodialisa); kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakpatuhan dalam pembatasan cairan; ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (Wilkinson, 2012). Pada kasus Tn. L yang menjadi diagnosa aktual sekaligus prioritas utama adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nutrisi

tidak

(NANDA,

faktor biologis didefinisikan sebagai asupan

mencukupi 2012:503),

untuk kenapa

memenuhi penulis

kebutuhan

metabolik

menegakkan

diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena dijelaskan bahwa penyakit gagal ginjal kronik yang progresif dapat merubah asupan kalori dan protein. Penurunan laju filtrasi glomerulus akan menurunkan asupan protein dan energi akibat meningkatnya akumulasi toksin uremikum yang menyebabkan perubahan pola makan karena terjadi anoreksia. Kebutuhan dan metabolisme beberapa nutrisi tubuh berubah secara

68

signifikan, sebagai contoh adalah akibat restriksi asupan protein yang dilakukan untuk mengurangi akumulasi ureum yang berasal dari katabolisme protein (Filho RP dalam Lukman 2007). hal ini didukung juga pada pengkajian yang didapatkan hasil adanya berat badan menurun (BB menurun) dan apabila makan terasa cepat kenyang, kadang-kadang tidak mau makan. Pemeriksaan nutrisi yaitu antropometri didapatkan penurunan BB dengan BB sebelum sakit 54 kg dengan tinggi badan 165 cm diperoleh IMT 19,83 intepretasinya normal dan selama sakit terjadi penurunan BB menjadi 49 kg dengan IMT menjadi 17,9 dan intepretasinya BB low, biochemical didapat Hemoglobin 9,1 gr/dl dan albumin 3,0 gr/dl, clinical sign klien tampak lemah, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering sedangkan dietary history atau diit yang diterima klien adalah diit rendah garam, tinggi kalori, diet uremi dan pasien hanya menghabiskan ½ porsi makanannya. Hal ini sesuai dengan etiologi dari gagal ginjal kronik yang menyebutkan adanya tandatanda malaise yang terjadi dalam waktu panjang berupa anorexia, nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan (Djojodibroto, 2013:156). Diagnosa yang menjadi prioritas diagnosa kedua adalah intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum yang didefinisikan sebagai ketidakcukupan energi psikologi atau fisiologi untuk menyelesaikan atau melanjutkan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan (NANDA, 2012:157), kenapa penulis mengangkat diagnosa intoleran aktivitas karena Tn. L adalah klien yang menjalani hemodialisa aktif sejak Juli 2014 sedangkan hemodialisa sendiri adalah terapi yang

69

menimbulkan stres fisik, klien juga akan merasakan kelelahan, dan keluar kringat dingin akibat tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan efek hemodialisa, adanya status nutrisi yang buruk juga dapat menyebabkan klien mengeluh malaise dan fatigue (Black dalam Cahyu Septiwi 2013). Masalah keperawatan ini ditegakkan dengan hasil data klien mengatakan lemas jika beraktivitas. Level fatigue= 5, Klien tampak beraktivitas dibantu orang lain, dan HB 9,1 gr/dl menurun. Masalah ini pun bila tidak segera ditangani dapat menimbulkan efek ketergantungan dalam beraktifitas (NANDA, 2012:157). Diagnosa yang ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan bising didefinisikan gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (NANDA, 2012:134) diangkat sebagai diagnosa yang ketiga karena pada saat pengkajian didapatkan klien mengatakan sulit beristirahat tidur saat dirawat di rumah sakit karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan walaupun untuk diagnosa gangguan pola tidur tidak termasuk dalam perumusan diagnosa keperawatan penyakit gagal ginjal kronik secara teoritis, penulis tetap menegakkan karena menurut (Wilkinson, 2012) batasan karakteristik Tn. L menunjang dalam penegakkan diagnosa gangguan pola tidur, seperti tampak mata cekung dan didaerah kelopak mata kehitaman, konjungtiva anemis, pasien hanya tidur malam sekitar 3-5 jam sehari. Masalah ini jika tidak segera ditangani kondisi klien akan semakin memburuk. Diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anemia tidak ditegakkan karena pada saat diruang perawatan klien sudah tidak ada batasan

70

karesteristik yang mendukung untuk ditegakkan diagnosa ketidakefektifan pola nafas dan tidak ada keluhan sesak nafas atau gangguan pernafasan yang lain. Sedangkan untuk diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh tidak diangkat karena klien tidak mempermasalahkan penyakit ataupun citra tubuh klien, klien kooperative pada setiap intervensi keperawatan, Untuk diagnosa kelebihan volume cairan tidak ditegakan karena pasien sudah mengerti dengan pembatasan konsumsi cairan terlihat pada data pengkajian nutrisi metabolik selama sakit, balence cairan pasien selama penelitian didapatkan balence, karena rentang normal balance cairan adalah +/- 100cc (Andry, 2008) dan tidak ada batasan karesteristik yang mendukung seperti klien tidak sesak nafas, tidak edema di tubuh atau di ekstermitas, tidak ada asites, tidak ada piting edema, dan produksi urin Tn. L sudah mencapai kriteria hasil yaitu >600ml/hr. (Muttaqin, 2014) C. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan bagian dari suatu fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan

sebagai

pedoman

untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebuuhan klien (Setiadi, 2012:45). Intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh secara teori memiliki tujuan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh dapat teratasi dan kriteria hasilnya adalah intake makanan peroral yang adekuat, nutrisi

71

parenteral adekuat, menyiapkan makanan dengan baik, berat badan ideal, proporsi antara tinggi dan berat badan normal. Intervensinya adalah anjurkan makan sedikit tapi sering, berikan vitamin sesuai indikasi, kolaborasi dengan ahli gizi unutk menentukan diit yang tepat kaji status nutrisi klien dan kemampuan

untuk

pemenuhan

nutrisi

klien;

ciptakan

lingkungan

yang nyaman untuk mendukung nafsu makan klien; intruksikan kepada klien

tentang

cara

pemenuhan

kebutuhan

nutrisis

yang

optimal

(Eko prabowo, 2014:210). Tujuan yang dilakukan pada Tn. L adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tn. L dapat teratasi, batas waktu pencapaian tujuan ini adalah suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu singkat, biasanya kurang dari satu minggu. Kriteria waktu ini didasarkan pada unsur etiologi dalam diagnosis keperawatan yang ada (Nursalam, 2011:82). Kriteria hasil klien mampu meningkatkan masukan makanan peroral, peningkatan berat badan klien (BB) mencapai 2-3 kg, nafsu makan meningkat, tidak terjadi penurunan BB yang berarti, tidak ada tanda-tanda malnutrisi, mampu menidentifikasikan kebutuhan nutrisi, Hb normal 12,2mg/dL, konjungtiva tidak anemis, albumin normal 3,5-52 g/dL. Intervensi

atau rencana

keperawatan yang dilakukan yaitu kaji pola makan dengan rasional untuk mengetahui kebiasaan makan dan makanan yang dihindari mengidentifikasi kekurangan nutrisi, perhatikan adanya mual muntah dengan rasional dapat menurunkan pasokan nutrisi, perhatikan kebutuhan kalori yang adekuat

72

dengan rasional untuk mengetahui status nutrisi klien, pantau bb dan hasil laboratorium rasional untuk mengetahui perkembangan nutrisi, berikan perawatan oral hygiene rasional menurunkan ketidaknyamanan rasa tidak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan, anjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering dengan rasional porsi sedikit tapi sering dapat meningkatkan masukan makanan (Wilkinson, 2012). Pada kriteria hasil tidak ada yang berbeda dengan yang dilakukan pada klien tetapi untuk intervensi pada teori ada tindakan berikan vitamin sesuai indikasi, pada klien tidak terjadi penurunan berat badan yang drastis sehingga dari pihak rumah sakit tidak diberi vitamin karena pada dasarnya intervensi harus didasarkan pada aturan dan fasilitas yang ada dirumahsakit/instansi setempat dengan memeperhatikan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku (Setiadi, 2009:50). Pada intervensi ajarkan membuat catatan makanan harian adalah untuk memberi edukasi kepada klien makanan yang dapat dikonsumsi selain dari rumah sakit yang tidak menimbulkan komplikasi, sehingga klien dapat mengkonsumsi makanan yang cukup. Intervensi pada masalah keperawatan yang kedua yaitu intoleran aktivitas yang bertujuan agar intoleran aktifitas dapat teratasi dengan kriteria hasil saturasi oksigen, denyut nadi, frekuensi nafas pasca aktivitas normal, tekanan darah sistolik/ diastolik pasca aktifitas normal, mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari (makan, minum, toileting, berpakaian sendiri, mandi, personal hygiene, berpindah secara mandiri). Intervensi yang dirumuskan antara lain kaji status psikologi dan kondisi fatigue klien, ajari

73

klien untuk menejemen aktifitas untuk mencegah terjadinya fatigue, atur pola keseimbangan aktifitas dan istirahat (Eko prabowo, 2014:193). Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah keperawatan intoleran aktifitas yang ada pada Tn. L adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam intoleran aktifitas dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak ada keluhan dalam beraktivitas, klien dapat beraktivitas secara mandiri tingkat kelemahan klien dalam batas ringan 0-3, TTV dalam rentang normal. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan adalah pantau klien untuk melakukan aktivitas rasional untuk mengetahui apa saja aktivitas yang bisa dilakukan klien, tingkatkan tirah baring rasional menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan, atur posisi senyaman klien dalam beristirahat atau berikan posisis semi fowler rasional agar klien dapat lebih nyaman, ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam/breathing exercise rasional agar klien lebih rileks dan menurunkan tingkat kelemahan dan dapat menurunkan perasaan nyeri, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi rasional tirah baring yang lama dapat menurunkan kemampuan. (Wilkinson, 2012:323). Pada kriteria hasil tidak ada yang berbeda dengan yang dilakukan pada klien secara praktik maupun teori. Tetapi untuk intervensi pada praktik ada tindakan yang di tambahkan seperti posisi semifowler dan ajarkan relaksasi nafas dalam/breathing exercise. Karena untuk meningkatkan kenyamanan dan menurunkan kelemahan (stanley, 2011) Masalah keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur dengan tujuan gangguan pola tidur dapat teratasi dengan kriteria hasilnya klien

74

mampu menggambarkan faktor yang menghambat, peningkatan jam dan kualitas tidur, mata tidak cekung dan kehitaman, klien terlihat segar. Intervensinya menciptakan suasana yang nyaman mengurangi kebisingan rasional agar klien dapat tidur dengan nyaman, tetapkan bersama pasien jadwal yang sesuai untuk beraktivitasnya dan beristirahat rasional dengan menjadwalkan aktivitas dan tidur dapat mengurangi kelelahan dan pasien dapat tidur lebih awal, batasi kunjungan agar pasien dapat beristirahat rasional untuk peningkatan jam tidur, berikan perawatan petang hari berikan linen dan baju bersih rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, kolaborasi ahli gizi pemberian kudapan kaya L- Triptiofan rasional untuk menambah kuliatas tidur (Wilkinson, 2012). Pada Tn. L tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan pola tidur dengan kriteria hasil klien mampu menggambarkan faktor yang menghambat, peningkatan jam dan kualitas tidur, mata tidak cekung dan kehitaman, klien terlihat segar. Intervensi yang dilakukan ciptakan suasana yang nyaman mengurangi kebisingan rasional agar klien dapat tidur dengan nyaman, tetapkan bersama pasien jadwal yang sesuai untuk beraktivitasnya dan beristirahat rasional dengan menjadwalkan aktivitas dan tidur dapat mengurangi kelelahan dan pasien dapat tidur lebih awal, batasi kunjungan agar pasien dapat beristirahat rasional untuk peningkatan jam tidur, berikan perawatan petang hari berikan linen dan baju bersih rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, kolaborasi ahli gizi pemberian kudapan

75

kaya L- Triptofan rasional untuk menambah kuliatas tidur. Pada kriteria hasil, tujuan dan intervensi secara teori dan praktik yang dilakukan pada klien tidak ada yang berbeda karena untuk diagnosa keperawatan gangguan pola tidur pada Tn. L telah disesuaikan dengan teori yang ada. D. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan atau implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tahap-tahap tindakan keperawatan ialah tahap persiapan, intervensi, dan dokumentasi (Setiadi, 2012:53). Kegiatan dalam implementasi meliputi pengkajian ulang, mempengaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat dan melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan (Deswani, 2009:7). Penulis melakukan implementasi berdasarkan intervensi yang telah dibuat. Pada tahap implementasi penulis melakukan intervensi sesuai dengan langkah-langkah perencanaan keperawatan mulai dari menentukan tujuan, kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan melakukannya diimplementasi (Setiadi, 2012:46). Penulis tidak melakukan tindakan keperawatan lain selain yang ada pada perencanaan perawatan. Tindakan intervensi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah klien dan mempertahankan kesehatan klien sesuai dengan prioritas diagnosa yang telah diangkat (Nursalam, 2011:10). Pada diagnosa pertama ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis tindakan yang

76

dilakukan mengkaji pola makan dengan rasional untuk mengetahui kebiasaan makan dan makanan yang dihindari mengidentifikasi kekurangan nutrisi, memperhatikan adanya mual muntah dengan rasional dapat menurunkan pasokan nutrisi, memperhatikan kebutuhan kalori yang adekuat dengan rasional untuk mengetahui status nutrisi klien, memantau bb dan hasil laboratorium rasional untuk mengetahui perkembangan nutrisi, memberikan perawatan oral hygiene rasional menurunkan ketidaknyamanan rasa tidak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan, menganjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering dengan rasional porsi sedikit tapi sering dapat meningkatkan masukan makanan implimentasi yang dilakukan, pasien kooperative dan tidak ada hambatan saat melakukan tindakan keperawatan. Pada diagnosa yang kedua intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien adalah memantau klien untuk melakukan aktivitas rasional untuk mengetahui apa saja aktivitas yang bisa dilakukan klien, meningkatkan tirah baring rasional menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan, mengatur posisi senyaman klien dalam beristirahat atau berikan posisis semi fowler rasional agar klien dapat lebih nyaman, mengajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam/breathing exercise rasional agar klien lebih rileks dan menurunkan tingkat kelemahan dan dapat menurunkan perasaan nyeri, meningkatkan aktivitas sesuai toleransi rasional tirah baring yang lama dapat menurunkan kemampuan. Breathing exercise dilakukan selama 3 hari ± 47 kali dalam 15

77

menit (Priyanto, 2010). Pada Tn. L terapi breathing exercise diberikan sehari 2 kali yaitu pada saat sebelum hemodialisa dan sesudah hemodialisa. Setelahnya dilakukan sehari 1 kali hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyu Septiwi tahun 2013 dan hanya selama 3 hari, hasil yang didapat ada penurunan level fatigue dengan klien mengatakan merasa sedikit lebih rileks dan tidak terlalu merasa lemas, level fatigue menunjukan tingkat 4. Intervensi tidak dilakukan selama ± 30 hari sesuai dengan penelitian jurnal karena keterbatasan waktu pengelolaan kasus dalam 3 hari. Akan tetapi hal tersebut sudah menunjukkan hasil yang signifikan karena ditambah dengan intervensi lain seperti adanya lembar observasi yang disiapkan penulis selama implementasi tersebut, pemberian posisi semi fowler, peningkatan tirah baring (Wilkinson, 2012). Pada diagnosa yang terakhir / ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan bising tindakan keperawatan yang dilakukan adalah menciptakan suasana yang nyaman mengurangi kebisingan rasional agar klien dapat tidur dengan nyaman, menetapkan bersama pasien jadwal yang sesuai untuk beraktivitasnya dan beristirahat rasional dengan menjadwalkan aktivitas dan tidur dapat mengurangi kelelahan dan pasien dapat tidur lebih awal, membatasi kunjungan agar pasien dapat beristirahat rasional untuk peningkatan jam tidur, memberikan perawatan petang hari berikan linen dan baju bersih rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, berkolaborasi ahli gizi pemberian kudapan kaya L- Triptiofan rasional untuk menambah kuliatas tidur (Wilkinson, 2012).

78

E. Evaluasi Keperawatan Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam pencapaian tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasi pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012:57). Jenis evaluasi ada 2 yaitu evaluasi formatif dengan format yang dipakai SOAP dan evaluasi sumatif dengan format yang dipakai SOAPIER (Setiadi, 2012:60). Dan format evaluasi yang dilakukan pada klien adalah evaluasi formatif yaitu dengan menyertakan data subyektif, data obyektif, analisa, perencanaan (SOAP), evaluasi pada hari ketiga kamis 12 Maret 2014 jam 13.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah. Subyektif (S): klien mengatakan nafsu makan meningkat. Obyektif (O): klien tampak segar, A: berat badan: 51 kg, tinggi badan: 165 cm, B: hemoglobin: 8,6 g/dl, albumin 3,2 g/dl C: mukosa bibir lembab, kunjungtiva anemis, D: makan 1 porsi habis dengan diit rendah garam, diit uremi, tinggi kalori. Analisis (A) : Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian sebagian, masalah yang telah teratasi adalah klien mampu meningkatkan masukan makanan peroral, peningkatan berat bedan(BB), kriteria hasil yang tidak teratasi hasil laboratorium yang belum ada peningkatan / dalam batas normal diantaranya HB: 8,9 g/dl dan Albumin 3,2 g/dl. Planning (P): Intervensi dilanjutkan, perhatikan kebutuhan

79

kalori yang adekuat, pantau berat badan dan hasil laborat, awasi konsumsi makanan, awasi konsumsi minum. Diagnosa intoleran aktifitasnya berhubungan dengan kelemahan dilakukan evaluasi kembali pada tanggal 12 Maret 2014 jam 13.20 WIB hasilnya adalah Diagnosa kedua : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Subyektif (S) : klien mengatakan tubuhnya sudah segar walaupun beraktivitas masih dibantu oleh keluarga klien juga sudah tidak terlalu merasa lemah. Obyektif (O): klien tampak segar, level fatigue 4. Analisis (A): Masalah keperawatan intoleransi aktifitas teratasi sebagian, sebagian masalah yang teratasi seperti tingkat kelemahan dapat menurun walaupun belum signifikan, kriteria hasil yang belum teratasi adalah beraktivitas masih dibantu oleh keluarga. Planning (P): intervensi dilanjutkan, tingkatkan tirah baring, tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, menganjurkan kembali klien melakukan teknik breathing exercise sesering mungkin 5 menit sekali. Diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan bising dievaluasi kembali pada 12 Maret 2014 jam 13.30 WIB hasilnya adalah Subyektif (S): klien mengatakan sudah tidak mengalami gangguan saat tidur, klien mengatakan tidak terbangun tiba-tiba saat tidur. Obyektif (O): klien tidur 7 jam per hari, tidak ada kehitaman di kelopak mata, pasien terlihat segar. Analisis (A): Masalah keperawatan gangguan pola tidur teratasi karena telah mencapai kriteria hasil yang diinginkan sesuai intervensi seperti klien terlihat

80

segar, tidak terdapat kehitaman di kelopak mata, klien dapat tidur 7 jam tanpa keluhan dan hambatan. Planning (P): Intervensi dihentikan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa, implementasi dan evaluasi tentang pemberian tindakan breathing exercise terhadap penurunan tingkat kelemahan / level fatigue pada asuhan keperawatan Tn. L dengan penyakit gagal ginjal kronik di bangsal melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta secara metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan.

A. Kesimpulan Dari uraian bab pembahasan, maka penulisan dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengkajian Pada klien penulis melakukan pengkajian berdasarkan data fokus, pada data fokus didapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan data subyektif yaitu berat badan menurun (BB menurun) dan apabila makan terasa cepat kenyang, kadang-kadang tidak mau makan. Data obyektifnya pada pemeriksan nutrisi yaitu antropometri didapatkan penurunan BB dengan BB sebelum sakit 54 kg dengan tinggi badan 165 cm diperoleh IMT 19,83 intepretasinya normal dan selama sakit terjadi penurunan BB menjadi 49 kg dengan IMT menjadi 17,9 dan intepretasinya BB low, biochemical didapat Hemoglobin 9,1 gr/dl dan albumin 3,0 gr/dl, clinical sign klien tampak lemah, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering

81

82

sedangkan dietary history atau diit yang diterima klien adalah diit rendah garam, diet rendah protein tinggi kalori, dan diit uremi. Selain itu diperoleh pula data fokus dengan hasil data subyektif klien mengatakan lemas jika beraktivitas. data obyektifnya klien tampak beraktivitas dibantu orang lain, level fatigue = 5, dan HB 9,1 g/dL. Ada pula data fokus yang menyatakan data subyektifnya klien mengatakan sulit beristirahat tidur saat dirawat di rumah sakit karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan. Data obyektifnya tampak mata cekung didaerah kelopak mata kehitaman, konjungtiva anemis, pasien hanya tidur malam sekitar 35 jam sehari. 2.

Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Tn. L adalah ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis diagnosa ini menjadi masalah keperawatan utama klien karena indeks massa tubuh underweight, albumin, hemoglobin tidak normal. Intoleran aktifitas berhubungan dengan

kelemahan umum, gangguan pola tidur berhubungan dengan

bising. 3.

Intervensi Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan pada diagnosa keperawatan yang pertama ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu kaji pola makan, identifikasi kekurangan nutrisi, perhatikan adanya mual muntah, perhatikan

83

kebutuhan kalori yang adekuat, pantau bb dan hasil laboratorium, berikan perawatan oral hygiene, anjurkan klien untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering. Intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang kedua adalah pantau klien untuk melakukan aktivitas, tingkatkan tirah baring, atur posisi senyaman klien dalam beristirahat atau berikan posisis semi fowler, ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam/breathing exercise, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. Diagnosa yang ketiga intervensi yang dilakukan adalah menciptakan suasana yang nyaman mengurangi kebisingan, tetapkan bersama pasien jadwal yang sesuai untuk beraktivitasnya dan beristirahat, batasi kunjungan agar pasien dapat beristirahat, berikan perawatan petang hari berikan linen dan baju bersih, kolaborasi ahli gizi pemberian kudapan kaya L- Triptiofan. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan pada Tn. L didasarkan pada rencana/ intervensi yang telah dibuat oleh penulis, diantaranya yang diprioritaskan penulis adalah intervensi breathing exercise atau teknik nafas dalam. 5. Evaluasi Evaluasi dari tindakan yang sudah dilakukan pada hari Senin 12 maret 2014 jam 13.20 wib dengan diagnosa keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan adalah masalah teratasi sebagian, karena ada kriteria hasil

84

dalam tujuan yang belum tercapai. Diagnosa intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan hasil yang diperoleh adalah masalah teratasi sebagian, karena ada kriteria hasil dalam tujuan yang belum tercapai. Diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan bising hasil evaluasi diperoleh masalah teratasi, karena ada kriteria hasil tujuan yang tercapai. Hasil analisa pemberian terapi breathing exercise pada Tn. L memberikan perubahan yang sangat signifikan, tingkat kelemahan dari level 5 menurun menjadi level 4 dengan melakukan teknik ini 2 kali sehari selama pre dan post hemodialisa kemudian 1 kali sehari setelahnya dilakukan selama 3 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dalam jurnal Cahyu Septiwi (2013) tentang pemberian teknik breathing exercise untuk menurunkan tingkat kelemahan/ level fatigue. 6. Analisa Aplikasi jurnal yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan bahwa pemberian terapi

breathing

exercise

tidak hanya dapat

menurunkan intensitas nyeri tetapi dapat pula menurunkan level fatigue / tingkat kelemahan yaitu dari skala 5 menjadi 4 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dalam jurnal yang dipakai oleh penulis dalam penyusunan KTI. Dapat pula menghilangkan gangguan tidur stres, kecemasan dan juga meningkatkan fungsi ventilasi.

85

B. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai berikut : 1.

Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat memberikan pelayanan serta melengkapi sarana dan prasarana yang sudah ada secara optimal dalam pemenuhan asuhan keperawatan klien khususnya klien dengan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penderita gagal ginjal kronik.

2.

Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat meningkatkan fasilitas, sarana, dan prasarana dalam proses pendidikan dari apa yang sudah ada saat ini, melengkapi perpustakaan dengan buku-buku keperawatan khususnya gangguan sistem perkemihan terutama Gagal Ginjal Kronik.

3.

Bagi Perawat Diharapkan perawat bisa berkolaborasi dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan sistem perkemihan terutama Gagal Ginjal Kronik dan melakukan perawatan (SOP).

Selain

dikembangkan

itu atau

sesuai dengan standart operasional prosedur penerapan dapat

teknik

dilakukan

breathing secara

exercise kontinue

menghilangkan atau menurunkan tingkat kelemahan / level fatigue.

dapat untuk

86

4.

Bagi Penulis Diharapkan bisa memberikan efektifitas breathing exercise dan memberikan pengelolaan selanjutnya pada pasien dengan intoleran aktivitas pada penyakit Gagal Ginjal Kronik.

5.

Bagi Pembaca Diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana

dan

prasarana

dalam

pengembangan

ilmu

keperawatan,

diharapkan setelah pembaca membaca buku ini dapat mengetahui tentang tehnik tindakan breathting exercise dan Penyakit Gagal Ginjal Kronik menjadi acuan atau ada sebuah penelitian untuk kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Safety and Compensation Council. 2006. Summary of Recent Indicative Researc: Work – Related Fatigue. Australian Government: Australia Baughman, Diane C, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Ahli Bahasa. Jakarta: EGC Black, J.M., Hawks, J.H. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Possitive Outcome 7th edition. Philadelphia: W.B Saunders Company Deswani. 2009. Proses Keperwatan Berfikir Kritis. Salemba Medika: Jakarta. Djojodibroto, Darmanto. 2013. Respiratologi (Respiratory Medicine). EGC: Jakarta Filho RP, Lindholm B. The malnutrition, inflammation, and atherosclerosis (MIA) syndrome – the heart of the matter. Nephrol dial transplant. 2002; 17:28-31 Hockenberry Eaton, M,. Hinds, P.S,. 2000. Fatigue in children and adolescent with cancer Evolution of program of study. Oncology nursing. 16: 26172; discussion 272-8 ISO. 2011. Informasi Spesialis Obat Indonesia. Ikatan Apoteker Indonesia: Jakarta Jhamb, M. 2008. Fatigue in patients receiving maintanance dialysis: a review of definations, meaasures, and contributing factors. American Journal of Kidney Diasease 52(2), 353-365 Kim et a. 2005. Effects of a relaxation breathing exercise on fatigue in haemopoietic stem cell transplantation patients. Journal of clinical nursing 14 (1) 51-55 Mc Clellan WM, Schoolwerth AC, Gehr T. 2006. Management of Chronic Kidney of Disease First Edition. USA; Profesional Communication Inc. Muhammad, As’adi. 2012. Serba Serbi Gagal Ginjal. Jakarta : Diva Press Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

NANDA. 2011. Diagnosis Kperawatan Definisa dan Klasifikasi 2009-2011. EGC: Jakarta. NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC. Media Hardi: Yogyakarta. Nursalam. 2011. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta. PERNEFRI. 2003. Konsesnsus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta Polit, D. F % Hungler, B. P. 2006. Nursing Research : Principles and Methods 6th Edition. Philadelphia : Lippincot William & Walkins Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan : Nuha Medika Priyanto. 2010. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Pengaruh Fungsi Ventilasi Oksigenasi Paru Pada Klien Post Ventilasi Mekanik. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta. Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2014. Rosyidi, Kholid. 2013. Prosedur Praktik Keperawatan Jilid 1. Trans Info Media: Jakarta Roesli, R. 2005. Bila Ginjal Aus. http: //www.solusikesehatan.com/penyakitginjal/bila-ginjal-aus.html Robinson JM. 2013. Profesional Guide to Desease Tenth Edition. Philadelphia : Lippincot William & Walkins Santosa. 2010. Gagal Ginjal Kronik. http://www.antiloans.org Setiadi. 2012. Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Siswantoyo, 2010. The Effects Of Breathing Exercises To Increase Immunity In Elderly Health. Jurnal Penelitian Sisitem Kesehatan 13 (3). 283-289.

Smeltzer, S.C. dan Brenda G Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah brunner & suddart, penerjemah dr. H.Y Kuncara dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta. Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta. Stanley et al. 2011. Benefits of a holistic breathing technique in patients on hemodialysis. Nephrology Nursing Journal: 38(2) 149-152 Suharjono. 2010. Penderita Gagal Ginjal http://www.ikcc.or.id/content.com

Kronik

di

indonesia.

Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing: Jakarta. Wilkinson, M. Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta. Williams dan Wilkins. 2011. Nursing The Series For Clinical Exellence: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Indeks: Jakarta. Zakerimoghadam et al. 2006. The effect of breathing exercise on the fatigue levels of patients with chronic obstructive pulmonary disease. Nursing jurnal 38(2): 149-152