PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

Download Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. ... Rumput laut (eucheuma cottonii) merupakan salah satu hasil laut yang ... karaginan dari proses ekstrak...

0 downloads 647 Views 53KB Size
PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang – Prabumulih Km.32, Inderalaya 30662

ABSTRACT Seaweed (eucheuma cottonii) is one of the sea’s product that has promise economic value certainly because it is being product of carrageenan. In industry and business world, carrageenan is used for raw material of food industry, pharmacy industry, cosmetic industry, biotechnology and non food. Carageenan is a part of complier in seaweed compare by other components. Carageenan is hidrocolloid compound that consists of Callium Ester, Natrium, Magnesium, and Calcium Sulfate with coppolimer of 3.6 anhydrogalactose. Firstly, carrageenan is making with alkali treatment then continue with extraction, distilation, precipitation, draining, and flouring of seaweed fiber to seaweed flour. The best quality of carrageenan obstretical at 10 percent concentration of alkali and using methanol for method of precipitation. Result of prepection showing that the highest rendement in carrageenan formed at four hours (time of extraction). For analysis results of sulfate obstetrical, rate of water, rate of dusty and assess of viscosity showing that quality of carragenan are according to Food Agriculture Organization (FAO) standart. Keyword : Carragenan, Extraction

ABSTRAK Rumput laut (eucheuma cottonii) merupakan salah satu hasil laut yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup menjanjikan karena digunakan sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan, karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan, industri farmasi, industri kosmetik, bioteknologi dan non pangan. Karaginan merupakan bagian penyusun yang besar pada rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain. Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Pembuatan karaginan diawali dengan perlakuan alkali yang kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi, destilasi, pengendapan, pengeringan dan penggerusan serat karaginan menjadi tepung karaginan. Kualitas kandungan sulfat terbaik terdapat pada karaginan dengan konsentrasi alkali 10% dan metode pengendapannya menggunakan methanol. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rendemen karaginan yang paling banyak terbentuk pada waktu ekstraksi 4 jam. Hasil analisa kandungan sulfat, kadar air, kadar abu dan nilai viskositas menunjukkan bahwa mutu karaginan sesuai standar Food Agriculture Organization (FAO). Kata kunci : Karaginan, Ekstraksi

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

27

I. PENDAHULUAN Rumput laut dapat digunakan langsung sebagai bahan makanan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan dan alginat merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri. Rumput laut yang cukup potensial dan banyak di perairan Indonesia yaitu Eucheuma sp yang dapat menghasilkan karaginan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai kegunaan antara lain sebagai stabilizer, thickener, pembentuk gel, dan pengemulsi yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Salah satu jenis rumput laut Euchema sp. yang dapat dimanfaatkan adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomis penting karena sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan, karaginan, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, bioteknologi dan non pangan. Pembuatan karaginan dari rumput laut pada awalnya dilakukan perlakuan alkali dengan variasi konsentrasi 5, 10 dan 15%, kemudian dilakukan ekstraksi tahap I dengan waktu ekstraksi yang sama. Setelah proses ekstraksi dilanjutkan dengan proses destilasi. Larutan karaginan yang telah dipekatkan kemudian dilakukan proses pengendapan dengan tiga metode, yaitu : tanpa pengendapan, methanol, dan ethanol. Agar serat karaginan yang terbetuk lebih banyak dan warnanya terpisah, maka pengendapan dilakukan selama ± 24 jam. Kemudian serat karaginan dikeringkan dan dilakukan penggerusan agar serat karaginan menjadi powder. Dari penelitian ini, terdapat permasalahan yang timbul yaitu bagaimana proses pembuatan tepung karaginan dari rumput laut jenis eucheuma cottonii, mengetahui pengaruh perlakuan alkali terhadap kandungan sulfat pada karaginan, mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen karaginan yang dihasilkan dan mengetahui pengaruh metode pengendapan terhadap mutu karaginan. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap karaginan, mengetahui pengaruh variasi konsentrasi NaOH terhadap kandungan sulfat pada karaginan dan mengetahui pengaruh metode pengendapan terhadap mutu karaginan. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat membuat tepung karaginan dari proses ekstraksi rumput laut dengan metode pengendapan sehingga diperoleh karaginan

28

dengan mutu yang sesuai dengan standar Food Agriculture Organization (FAO) dengan analisa kandungan sulfat, rendemen, kadar air, kadar abu, dan nilai viskositas. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan diteliti yaitu variasi konsentrasi pada perlakuan alkali, lamanya waktu ekstraksi yang berpengaruh terhadap rendeman hasil ekstraksi dilanjutkan destilasi ekstrak rumput laut dan metode pengendapan untuk memisahkan rumput laut dengan kandungan warnanya. Fenomena yang diamati selama proses pembuatan tepung karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma Cottonii dengan pelarut aquadest diantaranya adalah mengamati warna larutan hasil ekstraksi dan mengamati pemisahan zat warna karaginan pada proses pengendapan. II. FUNDAMENTAL Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah. Umumnya rumput laut melekat pada substrat tetentu. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik. Jenis rumput laut yang biasa digunakan sebagai bahan olahan pembuatan karaginan adalah rumput laut jenis Rhodophyceae yaitu eucheuma cottonii. Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilagenous. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abuabu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar pada rumput laut

dibandingkan dengan komponen yang lain. Karaginan merupakan getah rumput laut yang dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut yang sebelumnya dilakukan proses alkali pada temperatur yang tinggi. Struktur karaginan dibagi menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karaginan.

Tabel 2.1 Unit-unit Monomer Karaginan Fraksi Karaginan

Monomer

Kappa

D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa

Iota

D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat

Lambda

D-galaktosa 2-sulfat D-galaktosa 2,6-disulfat

Karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH. Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat- zat terlarut lainnya. Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan. Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3. Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekulmolekul lain. Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat. Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Pembentukan gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid. Karaginan dapat dimanfaatkan pada berbagai industri dimana dapat diklasifikasikan dalam industri pangan, industri non pangan, industri farmasi (kosmetik) dan bioteknologi. Untuk industri makanan karaginan biasa digunakan pada industri crackers, wafer, kue, dan jenis-jenis biskuit lainnya untuk mendapatkan tekstur yang renyah perlu ditambahkan karaginan. pembuatan saus dan kecap, es krim, keju, susu dan proses pembuatan bir. Pada industri farmasi pemanfaatan karaginan sebagai gelling agent pada produk pewangi, binder pada pasta gigi, bodying agent pada lotion dan cream, stabilizer, penstabil dan pengemulsi pada vitamin. Sementara itu untuk bidang bioteknologi karaginan digunakan dalam immobilisasi biokatalis. Penggunaan karaginan di dalam industri non pangan diantaranya pada industri makanan ternak, keramik, dan cat. Karaginan dalam bentuk pelet ikan digunakan untuk menstabilkan dan mempertahankan komposisi senyawa hidrokoloid agar tidak mudah terurai. Pada keramik, karaginan memiliki kemampuan gelling point pada temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga apabila dicampurkan kedalam pelapis keramik.

29

III. METODOLOGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan penelitian pembuatan tepung karaginan ini, variabel yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Variasi konsentrasi pada perlakuan alkali, 2) Lamanya waktu ekstraksi yang berpengaruh terhadap rendeman hasil ekstraksi dilanjutkan dengan destilasi ekstrak rumput laut dan 3) Metode pengendapan untuk memisahkan rumput laut dengan kandungan warnanya.

Berdasarkan hasil penelitian pembuatan tepung karaginan dengan variasi perlakuan alkali, waktu ekstraksi dan metode pengendapan diperoleh analisa kualitatif dengan karakteristik : 1) Berwarna putih kekuningan 2) Tidak berbau Sedangkan hasil penelitian analisa secara kualitatif adalah :

Tahap II : Rumput laut sebanyak 15 gram dibuat alkali dengan menggunakan larutan NaOH. Konsentrasi NaOH yang digunakan sesuai dengan hasil analisa kandungan sulfat yaitu NaOH 10% dalam 100 ml aquadest. Perbedaan antara pembuatan tepung karaginan tahap I dengan tahap II adalah selain penentuan konsentrasi NaOH adalah variasi waktu ekstraksi rumput laut, yaitu : 2, 2 ½, 3, 3 ½, dan 4 jam pada suhu 1000C. Sedangkan untuk metode pengendapan, proses pengeringan dan penggerusan sama dengan prosedur pada tahap I.

30

A. Tahap I Analisa Terhadap Kadar Sulfat Tepung Karaginan dari Rumput laut Eucheuma cottonii untuk Tahap I : Pada perlakuan alkali, digunakan NaOH dengan variasi konsentrasi 5%, 10% dan 15%. Perlakuan alkali dapat membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna, juga mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi. Grafik Kadar Sulfat

KadarSulfat (%)

Prosedurnya terdiri dari dua tahap, yaitu : Tahap I : Rumput laut sebanyak 15 gram dibuat alkali dengan cara menambahkan suatu basa berupa larutan NaOH, dengan variasi konsentrasi NaOH 5%, 10% dan 15% dalam 100 ml aquadest. Pembuatan alkali dilakukan dengan pemanasan menggunakan heating mantel selama 1 jam pada suhu 90oC. Setelah dibuat alkalis, dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut air (aquadest), dimana perbandingan jumlah pelarut aquadest adalah 30 kali lipat dari berat rumput laut yang akan diekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 100oC. Hasil ekstraksi dipisahkan antara larutan (ekstrak) dengan residunya (kotoran-kotoran yang terdiri dari rumput laut yang tidak larut). Proses filtrasi dilakukan dengan menggunakan kain belacu. Ekstrak yang mengandung karaginan dipekatkan dengan jalan menguapkan airnya menggunakan metode destilasi pada suhu 105oC selama ± 4 jam. Karaginan yang telah dipekatkan lalu dilakukan metode pengendapan : tanpa pengendapan, methanol, dan ethanol. Karaginan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama ± 8 jam. Karaginan yang mengalami pengeringan dijadikan tepung (powder) dengan cara digerus menggunakan mortar.

25 20 15 10 5 0 5

10

15

Konsentrasi NaOH (%)

Tanpa Pengendapan Methanol Ethanol

Grafik 4.1. Hubungan Konsentrasi NaOH terhadap Persentase Kadar Sulfat Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa : 1) Pada Metode Tanpa pengendapan, konsentrasi NaOH yang paling baik digunakan adalah 10%, dimana dari penelitian diperoleh nilai kadar sulfat 17,5128%. 2) Pada Metode Pengendapan dengan Methanol, konsentrasi NaOH yang paling baik digunakan adalah 10%, dimana dari penelitian diperoleh nilai kadar sulfat 20,2875%. 3) Pada Metode Pengendapan dengan Ethanol, konsentrasi NaOH yang paling baik digunakan adalah 10%, dimana dari penelitian diperoleh nilai kadar sulfat 23,2242%.

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

B. Tahap II : I. Faktor Variasi Waktu Ekstraksi untuk Tepung Karaginan terhadap Persentase Rendemen Dari grafik di bawah ini, diperoleh Semakin lama mengalami proses ekstraksi sampai batas 4 jam, rendemen karaginan akan semakin naik. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak dengan panas maupun dengan larutan pengestrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan semakin tinggi. Selain itu, semakin banyaknya panas yang diterima oleh rumput laut untuk menguapkan sel-sel karaginan dari rumput laut maka karaginan yang terekstraksi semakin banyak.

Metanol, kemudian diendapkan selama ± 24 jam, lalu dikeringkan di dalam oven. 3) Pengendapan dengan menggunakan Ethanol, dimana larutan karaginan dicampur dengan Ethanol, kemudian diendapkan selama ± 24 jam, lalu dikeringkan di dalam oven. Grafik Karaginan Yang Dihasilkan Berat Karaginan (gram)

Nilai kadar sulfat yang diperoleh pada penelitian ini memenuhi standar FAO, dimana standar FAO untuk kadar sulfat adalah 15–40%.

15 10 5 0 2

2 1/2

3

3 1/2

4

Waktu Ekstraksi (Jam)

Tanpa Pengendapan Methanol Ethanol

Grafik Rendemen

Grafik 4.3 Hubungan Lama Ekstraksi terhadap Berat Karaginan dengan variasi Metode Pengendapan

Rendemen (%)

100 80 60 40 20 0 2

2 1/2 3 3 1/2 4 Waktu Ekstraksi (Jam)

Tanpa Pengendapan Methanol Ethanol

Grafik 4.2 Hubungan Lama Ekstraksi terhadap Persentase Rendemen Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. II. Faktor Metode Pengendapan untuk Tepung Karaginan Pada penelitian ini, ada tiga metode yang digunakan untuk mengendapkan karaginan agar diperoleh serat karaginan yang berwarna putih kekuningan. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Tanpa pengendapan dimana larutan karaginan disaring dengan kertas saring terlebih dahulu, kemudian langsung dikeringkan di dalam oven. 2) Pengendapan dengan menggunakan Methanol, dimana larutan karaginan dicampur dengan

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa karaginan yang paling tinggi dihasilkan metode tanpa pengendapan, sedangkan karaginan yang paling rendah dihasilkan metode pengendapan dengan Ethanol.

berat pada berat pada

III. Analisa terhadap kadar air Dari grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa nilai kadar air yang paling baik diperoleh dari karaginan dengan waktu ekstraksi paling lama yaitu 4 jam, dimana: 1) Pada Metode Tanpa pengendapan, nilai kadar air karaginan untuk lama ekstraksi 4 jam adalah 2,8723% 2) Pada Metode Pengendapan dengan Methanol, nilai kadar air karaginan untuk lama ekstraksi 4 jam adalah 1.8064 %. 3) Pada Metode Pengendapan dengan Ethanol, nilai kadar air karaginan untuk lama ekstraksi 4 jam adalah 2,9268 %. Nilai Kadar Air yang diperoleh pada penelitian ini memenuhi standar FAO, dimana standar FAO untuk kadar air adalah maksimal 12%.

31

Nilai Kadar Abu yang diperoleh pada penelitian ini memenuhi standar FAO, dimana standar FAO untuk kadar abu adalah 15 – 40 %.

Grafik Kadar Air

Kadar Air (%)

16

Analisa Terhadap Nilai Viskositas

14

V.

12

Untuk pengujian nilai viskositas pada penelitian ini menggunakan viskometer Ostwald. Nilai viskositas yang diperoleh dari data bahwa semakin tinggi nilai kandungan sulfat maka semakin tinggi pula nilai viskositas yang didapatkan.

10 8 6 4 2 0 2 1/2

3

3 1/2

Waktu Ekstraksi (Jam) Tanpa Pengendapan Methanol Ethanol

Grafik 4.4. Hubungan Lama Waktu Ekstraksi terhadap Persentase Kadar Air Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. IV. Analisa Terhadap Kadar Abu Nilai kadar abu didasarkan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik. Dari penelitian ini, diperoleh data bahwa semakin tinggi kadar air maka semakin rendah nilai kadar abu karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii.

Kadar Abu (%)

Grafik Kadar Abu

30 25 20 15 10 5 0 2

2 1/2

3

3 1/2

4

Waktu Ekstraksi (Jam)

Tanpa Pengendapan Methanol Ethanol

Grafik 4.7 Hubungan Lama Waktu Ekstraksi terhadap Nilai Viskositas Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii.

40 35 30 25 20 15 10 5 0

Nilai Viskositas yang diperoleh pada penelitian ini memenuhi standar FAO, dimana standar FAO untuk nilai viskositas kinematiknya adalah 15 CST.

2

2 1/2

3

3 1/2

4

Waktu Ekstraksi (Jam)

Tanpa Pengendapan Methanol Ethanol

Grafik 4.5 Hubungan Variasi Waktu Ekstraksi terhadap Persentase Kadar Abu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii.

32

Grafik Nilai Viskositas

4

Nilai Viskositas (CST)

2

V. KESIMPULAN 1) Pada proses perlakuan alkali terdapat variasi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk menghasilkan tepung karaginan rumput laut. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin besar rendemen tepung karaginan yang dihasilkan. 2) Berdasarkan analisa kandungan sulfat terhadap tepung karaginan, penggunaan NaOH dengan konsentrasi 10% menunjukkan karaginan yang mempunyai kandungan sulfat paling baik pada

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

berbagai metode pengendapan yaitu tanpa pengendapan, dengan methanol dan dengan ethanol. 3) Waktu ekstraksi yang paling baik untuk menghasilkan rendemen tepung karaginan adalah pada ekstraksi 4 jam. Semakin lama ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar rendemen yang dihasilkan. 4) Terdapat tiga metode yang digunakan untuk membuat karaginan antara lain: Tanpa pengendapan, dengan Methanol, dan dengan Ethanol. Mutu karaginan yang paling baik adalah dengan metode pengendapan Methanol. 5) Hasil analisa penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan standar FAO (kandungan sulfat, rendemen, kadar air, kadar abu, dan nilai viskositas).

DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto, dan Sri Istini. 2006. Rumput Laut. Jakarta : Penebar Swadaya. Neish, I.C. 1990. Alkali Treatment of Carrageenanbearing Seaweeds; Past, Present and Future, Workshop on Seaweeds Processing Industry: 42-55. Jakarta. Zatnika, A. 2000. Perkembangan Industri Rumput Laut Indonesia, Forum Rumput Laut Nasional. Jakarta. www.IPTEKnet/EkstraksiKaraginan/Teknologi Pengolahan Bahan Pangan.com www.Jasuda.net www.wikipedia.com

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

33