PEMENFAATAN GADUNG SEBAGAI SUMBER PANGAN LOKAL

Download Umbi gadung mengandung karbohidrat sekitar 29,7 g dalam setiap 100 g bahan. Disamping itu juga dalam umbi gadung terkandung protein (3,2 g)...

0 downloads 596 Views 190KB Size
Pemenfaatan Gadung Sebagai Sumber Pangan Lokal dalam Rangka Mendukung Diversifikasi Pangan di Lahan Kering Provinsi Jambi Utilization of Yam as a Source of Local food Material to Support Food Diversification at dry Land in Jambi Province Dewi Novalinda*), Linda Yanti dan Syafri Edi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi *) Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. 0741-40174/0741-40413 email: [email protected] ABSTARCT Yam ( Dioscore hispida ) is one of the potential sources of local food material in supporting food diversification in Jambi province. Utilization as a source of carbohydrate is still low. This was causes it’s tuber contains alkaloids that are toxic to humans. The yam tubers contain about 29.7 g carbohydrate in every 100 g of material. Besides, it is also the yam tubers containe protein ( 3.2 g ), vitamin C, vitamin B and other minerals. The innovation technology of post-harvest handling to eliminate dioscorine and HCN content and simple yam processing for the farm level as well as of these products is expected could be interested in to the farmers. To produce yam products are top quality with an attractive flavor and safety for consumption by the public must haved the quality requirements that have been defined . It is necessary for good processing to the level of farmers through mentoring and coaching to get yam product that have quality standards requried and food safety is assured respectively. Key words : Yam ( Dioscore hispida ), local food material, diversification, dry land, Jambi ABSTRAK

Gadung (Dioscore hispida) merupakan salah satu sumber pangan lokal yang potensial di Provinsi Jambi dalam menunjang diversifikasi pangan. Pemanfaatan gadung sebagai salah satu sumber karbohidrat saat ini masih rendah. Hal ini dikarenakan umbi gadung mengandung senyawa alkaloid yang bersifat racun terhadap manusia. Umbi gadung mengandung karbohidrat sekitar 29,7 g dalam setiap 100 g bahan. Disamping itu juga dalam umbi gadung terkandung protein (3,2 g), vitamin C, vitamin B dan mineral lainnya. Inovasi teknologi ppenanganan pasca panen untuk menghilangkan kandungan dioskorin dan HCN serta pengolahan gadung yang sederhana untuk tingkat petani serta peluang pasar yang cukup potensial dari produk ini diharapkan mampu menarik minat petani. Menghasilkan produk olahan gadung yang berkualitas dengan citarasa yang menarik dan aman dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi persyaratan mutu yang sudah ditetapkan. Untuk itu perlu dilakukan pengolahan yang baik sampai ke tingkat petani melalui pendampingn dan pembinaan untuk mendapatkan olahan gadung yang memenuhi standar mutu dan terjamin keamanan pangannya. Kata kunci : Gadung (Dioscore hispida), pangan lokal, diversifikasi, lahan kering, Jambi

PENDAHULUAN Provinsi Jambi memiliki berbagai sumber pangan lokal sebagai alternatif pendamping beras yang belum dimanfaatkan secara optimal salah satunya adalah gadung. Gadung belum dibudidayakan, biasanya banyak tumbuh dihutan-hutan atau di semak – semak pinggiran hutan yang merupakan salah satu wilayah yang masih banyak di Provinsi jambi seperti di Kabupaten Sarolangun yang merupakan tipe lahan kering (Ndaru, 2011). Selama ini umbi gadung sudah dimanfaatkan oleh masyarakat yang diolahan secara tradisional menjadi keripik. Disisi lain gadung mempunyai potensi yang cukup banyak untuk dimanfaatkan dalam berbagai bentuk olahan yang lebih bernilai ekonomi tinggi. Gadung (Dioscore hispida Dennst) merupakan tanaman umbi – umbian yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan. Selama ini gadung dimanfaatkan oleh masyarakat terbatas hanya diolah sebagai kerupuk. Sementara potensi gadung cukup prospektif untuk dikembangkan karena mengadung karbohidrat yang cukup tinggi. Hal ini terutama terkendala karena umbi gadung mengandung senyawa toksid yang racun bagi manusia kalau tidak ditangani dengan baik (Sopian dan Nedi, 2014). Kandungan karbohidrat pada gadung sekitar 29,7 gram dalam setiap 100 gram gadung segar. Gadung mengandung zat beracun, yaitu asam sianida atau yang sering dikenal dengan HCN. Namun dapat diatasi dengan cara pengolahan yang tepat dapat menurunkan kadar sianida hingga ambang batas yang aman untuk dikonsumsi (Hariana, 2004). Pada umumnya gadung segar mengandung kadar sianida sekitar 469 ppm, namun dengan pengolahan yang dilakukan pada gadung akan menurunkan kadar sianida dalam bahan hingga batas yang aman untuk dikonsumsi. Kadar sianida dalam bahan sebesar 50 ppm/seluruh bahan bahan sudah aman untuk dikonsumsi oleh manusia (Winarno, 2002). Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi, mengkonsumsi gadung juga memiliki manfaat karena berkhasiat untuk penyembuhan berbagai penyakit antara lain : keputihan, kencing manis, sakit perut, nyeri empedu, nyeri haid, radang kandung empedu, dan rematik (Hariana, 2004). Sehubungan dengan diversifikasi pangan yang telah digalakkan oleh pemerintah dengan diperkuat dengan Peraturan Presiden No 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekargaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, maka pemanfaatan gadung merupakan salah satu peluang untuk dikembangkan di Provinsi Jambi. Disamping itu Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan model m-KPL untuk menunjang pemnafaatan lahan pekarangan dengan berbagai inovasi yang telah dihasilkan (Purwati, 2011). Oleh karena itu tulisan bertujuan untuk memaparkan tentang pemikiran, perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan gadung yang telah dilakukan oleh petani di Provinsi jambi serta informasi yang terkait dengan gadung dan penanganannya sampai produk olahan. Tulisan ini merupakan review dari berbagai bahan kajian dan tulisan yang terkait dengan diversifikasi pangan melalui pengolahan gadung sebagai salah satu sumber pangan lokal alternatif khususnya di Provinsi Jambi. Untuk memudahkan pemahaman terhadap pemanfaatan gadung sebagai sumber pangan lokal di Jambi, disamping pemaparan informasi normatif yang terkait dengan teknologi pengolahan gadung, dipaparkan juga contoh kasus pemanfaatan gadung di Kabupaten Sarolangun yang terangkum dalam kegiatan pendampingan KRPL oleh BPTP Jambi melalui kegiatan penyampaian informasi (sebagai nara sumber) dan diseminasi.

KOMPOSISI KIMIA DAN KANDUNGAN GIZI UMBI GADUNG Umbi gadung disamping mengadung karbohidrat juga unsur gizi liannya seperti protein, lemak, kalsium dan mineral lainnya yang dapat melengkapi kecukupan gizi. Pada Tabel 1 dapat dilihat kalori umbi gadung mencapai 101 kalori per 100 gram umbi. Dari jumlah protein, umbi gadung lebih tinggi (3,2 g) dibandingkan umbi ganyong (1,5,g) (Tabel 2). Dengan demikian umbi gadung cukup propektif sebagai alternatif sumber karbohidrat yang dapat disejajarkan dengan umbi – umbi lainya. Tabel 1. Kandungan Gizi Gadung setiap 100 gram umbi adalah: Kandungan gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat Kalsium (mg) Phospor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin B 1 Air (g) Vitamin C Vitamin A Bagian yang dapat dimakan

Jumlah 101,00 2,00 0,20 23,23 20,00 69,00 0,60 0,10 73,50 9,00 0,0 85,00

Sumber :Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Hariana (2004).

Dari Tabel 2 dapat dilihat perbandingan kandungan gizi umbi gadung dengan umbi ganyong dan umbi garut. Memang kandungan karbohidrat umbi gadung lebih rendah daripada umbi ganyong maupun garut, tetapi memiliki kandungan protein dan Vit C yang lebih tinggi daripada ganyong dan garut. (Hariana, 2004). Tabel 2. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Umbi - Umbian Kandungan gizi/100 g Energi (Kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (RE) Vit B (mg) Vit C (mg)

Umbi Gadung 118 27,3 3,2 0,2 23,5 81,2 0,7 0 0,12 11,8

Sumber: Depkes (1989) dalam Hariana (2004)

Jenis umbi Umbi Ganyong 146 34,8 1,5 0,2 32 107,7 30,8 0 0,15 15,3

Umbi Garut 334 73,4 9,7 3,5 28 311 5,3 0 0,51 0

TEKNOLOGI PENGOLAHAN UMBI GADUNG Umbi gadung, selain mengadung dioscorin juga mengandung asam sianida yang juga bersifat racun. Sianida merupakan salah satu kategori limbah bahan berbahaya dan beracun yang banyak dijumpai pada berbagai limbah lingkungan. Sianida merupakan racun bagi semua makhluk hidup dan juga dapat menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan perkembangan sel yang tidak sempurna (Branchet, J. 1957 dalam Ndaru, 2004). Oleh karena itu diperlukan penanganan pasca panen yang tepat untuk menghilangkan racun yang ada dalam umbi gadung tersebut sebelum dikonsumsi. A. Penanganan Pasca panen Umbi Gadung Umbi gadung sebelum dikonsumsi atau dimasak, terlebih dahulu harus dihilangkan racunnya, karena dapat menimbulkan gangguan pernafasan bagi yang memakannya. Untuk menghilangkan racun tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : I. Penggunaan dengan abu atau kapur Penggunaan abu atau kapur ini difungsikan untuk mempercepat penghilangan HCN yang terkandung dalam umbi gadung. Tahap penanganan umbi gadung : 1. Umbi dibersihkan dari tanah yang masih melekat dan langsung dikupas kulitnya, pengupasan kulit harus cukup tebal. 2. Umbi gadung selanjutnya diinjak-injak sampai cairan yang mengandung racun itu keluar. 3. Umbi diperam selama 2 x 24 jam dan di atasnya diberi pemberat agar umbi tetap tertekan. 4. Setelah diperam, umbi yang bercampur dengan abu atau kapur itu dijemur sampai kering. 5. Umbi yang telah kering kemudian dibersihkan dengan cara merendamnya kedalam air mengalir selama 2 x 24 jam. 6. Umbi siap digunakan II. Pengolahan dengan garam 1. Pemberian garam berlapis a. Umbi dibersihkan dari tanah langsung dikupas kulitnya, pengupasan kulitnya dilakukan setebal mungkin b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut c. Keranjang bambu dilapisi garam, kemudian diberi irisan umbi satu lapis, dilapisi garam lagi dan kemudian dilapisi umbi lagi, begitu seterusnya sampai keranjang penuh. d. Bagian terakhir dari lapisan ditutup dengan kain lalu diberi pemberat dan diperam selama satu minggu. e. Pekerjaan terakhir umbi dicuci dalam air yang mengalir sampai garam dan racunnya hilang. Umbi yang telah bersih dapat dicirikan oleh airnya yang jernih dan tidak terasa asin 2. Pemberian garam dengan cara diaduk a. Umbi dibersihkan dari tanah dan langsung dikupas kulitnya. b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut. c. Umbi yang sudah diris dimasukkan kedalam tong atau ember plastik, tambahkan garam sebanyak mungkin dan aduk sampai rata sampai irisan menjadi lemas, biarkan dalam rendaman garam selama satu malam d. Umbi hasil rendaman dicuci dengan air mengalir sampai garamnya habis (sampai tidak terasa asin).

e. Umbi direndam dalam air tawar dan ganti setiap 3 jam sekali selama 3 hari ; bila direndam di air mengalir, umbi dimasukkan kedalam keranjang sehingga air dapat masuk dan mengalir dengan mudahnya. Waktu yang diperlukan dalam perendaman sekitar 3 hari. f. Umbi diangkat dari tempat rendaman dan kukus atau dijemur sampai kering Penanganganan umbi gadung dengan metode tersebut dapat menurunkan HCN dalam gadung kurang lebih 1-10 mg dalam setiap kilogram gadung yang diolah (Anonim, 2012). Selanjutnya dilaporkan juga bahwa perendaman umbi gadung dengan ketebalan 2 mm dalam larutan garam 8% mampu menurunkan kadar HCN sampai 5,45 ppm (Pambayun, 2000). Disamping itu juga metode lain yang dapt digunakan untuk menrunkan kadar racun umbi gadung yaitu dengan melakukan ekstraksi memanfatakn gelombang mikro (Micrwave Assited Extraction atau MAE) yang mampu mengekstrak dioskorin sampai 71,36% (Hartati et al, 2010). I. Produk Olahan Gadung Pemanfaatan umbi gadung sampai saat ini yang paling banyak dilakukan oleh para petani/pengrajin adalah untuk membuat keripik. Padahal dengan perkembangan teknologi pengolahan saat ini umbi gadung dapat diolah dalam berbagai produk bernilai tinggi seperti; chips, flake, stick gadung dan lainnya. Untuk pengolahan lebih lanjut umbi gadung dapat diolah menjadi pati gadung yang nanti dimanfaatkan sebagai bahan baku gula cair (Parwiyanti et al, 2011). Namun demikian ada beberapa produk olahan alternatif saat ini yang dapat diterpakan ditingkat petani dengan perbaikan cara pengolahan yang lebih efisien dan higienis. 1. Keripik gadung Tahap pengolahan • Pilih umbi gadung yang masih segar. • Kupas kulit umbi gadung dengan pisau yang tajam hingga bersih. • Irislah umbi gadung tersebut sehingga menjadi irisan-irisan yang tipis. • Umbi gadung dilumuri dengan abu dapur sambil sedikit diremas-remas hingga lunak. • Jemur irisan umbi gadung tersebut hingga benar-benar kering. • Irisan umbi gadung direndam dalam air mengalir selama 3-4 hari Apabila air perendaman tidak mengalir, maka air perendaman harus diganti setiap 2- 3 jam sekali selama 3 samapi 4 hari. • Irisan umbi gadung selanjutnya dicuci dengan air bersih hingga abu hilang. • Irisan umbi gadung dicuci lagi dalam air garam • Jemur kembali irisan umbi gadung tersebut sehingga benar-benar kering. • Irisan umbi gadung kering yang sudah berbumbu siap digunakan 2. Tepung gadung Tahap pengolahan Umbi segar dikupas kulitnya, dipotong-potong kemudian dilakukan perlakuan seperti diatas untuk menghilangkan racunnya. Selanjutnya potongan yang sudah bersih dan siap kemudian ini dijemur secara alami dibawah sinar matahari selama beberapa hari (sampai benar-benar kering). Potongan ini kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar atau penggilingan tepung yang dijalankan oleh mesin dan disaring. Hasil tepung yang baik adalah berwarna putih dan berbentuk serbuk tepung. Potongan kering setelah dijemur dan tepung dapat disimpan selama beberapa bulan. Untuk pemanfaatan berikutnya setelah gadung menjadi tepung gadung dapat dibuat menjadi berbagai olahan camilan kering sampai basah seperti, stiek gadung, kue bawang dan bahan bumbu lainnya. Tepung gadung dapat berfungsi sebagai substitusi tepung terigu.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaafar et al (2009) menunjukkan bahwa perlakuan blanching selama 30 detik dengan larutan Ca(OH)2 0,3% mampu menurunkan HCN iirisan umbi segar gadung sesbesar 67%. Penggunaan metode ini juga mampu menghemat waktu lebih cepat 1 hari dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pengrajin selama ini (6 hari) untuk menurunkan HCN. Produk Olahan Gadung yang Prospektif di Kembangkan Disamping produk olahan yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat, ada beberapa olaha gadung yang inovatif dan propektif untuk dikembangkan dalam skala menengah seperti, fried yam balls dan flake gadung (Ndaru, 2004). a. Fried yam balls Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah umbi segar dan bumbu, sedangkan peralatannya adalah pengupas, pemarut dan penggoreng. Tahap Pengolahan Umbi segar dikupas kulitnya, kemudian diparut. Selanjutnya dicampur dengan bumbubumbu dan digoreng sambil dibentuk bola atau bulatan. b. Flake gadung Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan adalah umbi segar yang telah dikupas, sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah panic, kompor, alat pemotong, plastik dan kulkas. Tahap Pengolahan Umbi segar dikupas lalu direbus. Umbi rebusan ini dipotong – potong menyerupai flake. Hasil potongan ini dikeringkan dengan roller drying lalu dikemas dalam plastik dan disimpan dalam keadaan dingin untuk jangka waktu yang lama. Apabila akan dikonsumsi, penyajiannya dengan menuangkan air panas kedalam flake tersebut sambil diaduk. Pengadukan ini akan menyebabkan flake berubah menjadi bubur yang kental seperti pasta dan dimakan sebagai saus atau makanan utama. PEMANFAATAN GADUNG DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI Masyarakat (khususnya petani) di Kabupaten Sarolangun sudah cukup kenal dengan umbi gadung, karena umbi ini banyak terdapat dilingkungan tempat tinggal yang tumbuh di hutan – hutan di Kabuapten Sarolangun. Produk olahan utama yang dapat dilakukan secara sederhana adalah dengan membuat keripik. Keripik gadung dibuat dari umbi gadung yang diiris tipis kemudian dijemur sampai kering dan selanjutnya digoreng. Sebelum dilakukan penggorengan pada tahap penghilangan racun ada beberapa perlakuan khusus terhadap gadung sebelum diiris dan setelah diiris untuk menghilangkan kadar racun dalam umbi gadung tersebut. Metode yang dilakuakn masyarakat/petani adalah sebagai berikut ; 1. Umbi gadung diiris tipis dan dilumuri dengan abu kayu dan kemudian dijemur 2. Irisan gadung setelah itu dicuci bersih dengan air mengalir dan selanjutnya dijemur sampai kering 3. Irisan gadung ini selanjutnya diolah untuk jadi keripik gadung 4. Rasa keripik gadung biasanya asin dengan aroma bawang yang gurih. Penanganan pasca panen umbi gadung yang dilakukan oleh petani di Sarolangun ternyata sesuai dengan beberapa hasil kajian yang sudah dilakukan dalam penghilangan racun yang ada pada umbi gadung. Kegiatan ini dilakukan oleh petani selama ini berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara empiris. Namun demikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan dari umbi gadung untuk dikonsumsi dalam berbagai bentuk

olahan nantinya diperlukan inovasi teknologi pengolahan umbi gadung. Dengan adanya perbaikan teknologi penanganan dan pengolahan gadung akan meningkatkan efisiensi (lebih mudah dan cepat) dan lebih higienis. Dengan demikian akan meningkatkan nilai tambah dan keanekargaman produk olahan gadung yang dapat meningkatkan diversikasi pangan nantinya. Dari informasi PPL di Kabupaten Sarolangun diketahui bahwa petani di wilayah ini sangant berkeinginan untuk mengembangan produk olahan dari gadung ini, tidak hanaya sebatas keripik. Terkait dengan hal tersebut melalui kegiatan pendampingan kegiatan KRPL, BPTP Jambi bekerjasama dengan BP4K dalam pelaksanaan P2KP telah melakukan pendampingan dengan memberikan informasi (BPTP sebagai nara sumber) teknologi pengolahan gadung dengan sentuhan inovasi teknologi pengolahan yang sudah dihasilkan oleh Balai Besar Pasca Panen Litbang Pertanian. Rencana tindak lanjut dari kegiatan ini adalah akan dilakukan pelatihan singkat untuk pengolahan gadung. Diaharapkan melalui kegiatan ini nantinya aneka olahan gadung akan mampu menghasil produk olahan yang mempunyai nilai tambah dan berdaya saing, sehingga akan memnigkatkan kesejahteraan petani pengrajin. KESIMPULAN Pemanfaatan gadung sebagai sumber karbohdirat merupakan salah satu alternatif peningkatan diversifikaasi pangan dengan mendayagunakan pangan lokal yang banyak di Jambi. Kandungan gizi umbi gadung terdiri dari karbohidrat, protein serta mengandung unsur mineral kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B dan C. Dalam upaya perbaikan penanganan dan pengolahan gadung untuk tingkat petani, perlu dilakukan pembinaan dengan menerapkan inovasi yang sudah dihasilkan Litbang Pertanian agar mendapatkan produk olahan yang memenuhi standar mutu, berdaya saing dan terjamin keamanan pangannya. Beberapa metode alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar HCN umbi gadung adalah dengan menggunakan abu dapur, perendaman dalam air garam dan blanching dalam larutan Ca(OH)2 03%. Pemilihan metode yang digunakan sebaiknya disesuakan dengan kapasitas pengolahan dan kemampuan pengrajin olahan gadung. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Tak Perlu Takut dengan Sianida Pada Gadung. Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan (HMPPI) Komisariat Jambi. Hmppikomsatunja.blogs.spot.com/2012. Diakses Tanggal 10 September 2014. Djaafar, F.T, Siti, R. dan Murdijati, G. 2009. Pengaruh Blanching dan Waktu Perendaman dalam Larutan Kapur Terhadap kandungan Racun pada Umbi dan Ceriping Gadung. http://pangan.litbang.deptan.go.id/tanaman pangan- 174 html. Diakses Tanggal 10 September 2014. Hariana, A. 2004. Tanaman Oabat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta. Hartati, I, Muhammad, E.Y dan Dwi,H. 2010. Reduksi Dioscorin Dari Umbi Gadung Melalui Ekstraksi Gelombang Mikro.Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Semarang. http://jurnal unimus.ac.id. Diakses Tanggal 13 September 2014. Ndaru, K.S. 2011. Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst). Artikel. Fakultas Kedokteran UNDIP. Semarang.

Pambayun, R. 2000.Hydro cianic acid and organoleptic test on gadung instant rice from various methods of detoxification. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Surabaya . Parwiyanti, Filli, P. dan Renti,A. 2011. Sifar Kimia dan Fisik Gula Cair dari Pati Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst).Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.Vol XXII: (2). IPB. Bogor. Purwati.S.H. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari: Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. Makalah pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS). Jakarta, Tanggal 8 – 10 November 2011. Sopian, I dan Nedi, S. 2014. Pemanfaatan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Untuk Industri Makanan Keripik di Desa Malompong Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka. Skripsi. Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. Gramedia. Jakarta.