PEMERIKSAAN FISIK DAN RADIOLGI PADA FRAKTUR A. Definisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
2.Etiologi Fraktur Tibia dan Fibula biasanya terjadi karena pukulan langsung,jatuh dalam posisi fleksi,gerakan memuntir yang keras,dan trauma langsung dari arah samping.
3.patofisiologi Rudapaksa/trauma/tenaga fisik/pukulan keras Perdaarahan/syok - fraktur dan kontinuitas jaringa n - luka dan frakur yang masih basah Aliran darah kekapiler menurun - merangsang pengeluaran kimia darah dengan memngeluarkan serotinin,bradikinin dan histamin
3.jenis fraktur Fraktur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : 1. Fraktur tertutup ( closed ), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan hubungan dunia luar. 2. Fraktur terbuka ( Open / Compound ), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat ( menurut R Gustillo ), yaitu : Derajat I : Luka < 1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan Kontaminasi minimal Derajat II Laserasi > 1 cm Kerousakan jaringan lunak, tid ak luas Fraktur kominutif sedang Kontaminasi sedang Deajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas : a. Jaringan lunak yang menutupi f raktur tlang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang dsebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. b. Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif c. Luka pada pembulu arteri / saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jarigan lunak B. Deskripsi fraktur Untuk menjelaskan keadaan frktur, hal –hal yang perlu dideskripsikan adalah : 1. Kompliyt atau tidak komplit a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah toidak melalui seluruh penamang tulang seperti : Hairline fracture ( patah retak rambut ) Buckle fracture atau torus frakrure, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, biasa pada distal radius anak – anak Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panja ng anak. 2. Bentuk garis patah dan hubungan dengan mekanisme trauma a. Garis patah melintang : Trauma angulasi atau langsung b. Garis patah oblic : Trauma angulasi c. Garis patah spiral : Trauma rotasi d. Garis kompresi : Trauma aksial – fleksi pada tulang spongiosa e. Fraktur avulsi : Trauma tarikan / traksi otot pada insersinya di tulang, misal tulang patela 3. Jumlah garis patah a. Fraktur kominutif : Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan b. Fraktur segmental : Garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal. c. Fraktur multipel : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan temapatnya, misalnya fraktur femur, dan fraktur tulang belakang. 4. Bergeser atau tidak bergeser a. Fraktur undisplaced ( tidak b ergeser ), garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, poriosteriumnya masih utuh. b. Fraktur displaced ( bergeser ), terjadi pergeseran fragmen – fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi dalam : Dislokasi ad longitudinam cum con tractionum ( pergeseran searah sumbuh dan overlapping ) Dislokasi ad axim ( pergeseran yang membentuk sudut )
Dislokasi ad latus ( pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi ) 5. Terbuka – tertutup ( lihat diatas ) 6. Komplikasi tanpa komplikasi, bila ada harus disebut, Komplikasi dapat berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma akibat pengobatan. Dalam menegakan diagnosis fraktur harus disebut jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang ( proksimal, tengah, atau distal ), komplit atau tidak, bentuk garis patah, jumlah garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup, dan komplikasi bila ada. Contoh : Fraktur feu proksimal kanan garis patah oblik, displaced disl okasi ad latus terbuka derajat satu, neurovaskuler distal baik Fraktur kondilus lateralis humerus sinistra, displaced, tertutup dengan paralisis nervus radialis.
5.Tanda dan gejala
Adanya nyeri/nyeri tekan Deformitas Hematom Edema berat Fungsio laesa Ansimetris Krepitasi Nyeri bila digerakkan
C. Diagnosis 1. Anamnesa Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadnya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstrem itas yang bersangkutan ( mekanisme trauma ). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut. 2. Pemeriksaan umum Dicari kemungkinan komplikasi umumseperti syok pada fraktur multipel , fraktir pelfis, fraktur terbuka ; Tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. 3. Pemeriksaan status lokasi Tanda – tanda klinis pada fraktur tulang panjang : a. Look, cari apakah terdapat : Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( mi salnya pada fraktur kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa ( hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa berjalan Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai bawah meliputi apparenth length ( jarak antara ubilikus
dengan maleolus medialis ) dan true lenght ( jarak antara SIAS dengan maleolus medialis ) b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma c. Move, untuk mencari : Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan akti f maupun pasif Seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan – geraka yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi ), dan kekuatan D. Penatalaksanaan Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat pent ing untuk melakukan pemariksaan terhadap jalan napas ( air way ), proses pernapasan ( breathing ), sirkulasi ( circulation ), drug, dan elektro kardiografi ( EKG ) untuk melihat pacu jantung. Apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa sampai di RS, mengingay golden period 1 – 6 jam.Bila lebih dari 6 jam komplikasi infeksi makin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pemb uatan foto. Pengobatan fraktur tertutup bisa konserfatif atau operatif : 1. Terapi onserfatif terdiri dari : a. Protksi saja, misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedeudukan baik b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan g ips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik. c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur suprakondilus. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau lokal d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan.pada anak – anak dipakai traksi kulit ( terapi hamilton russel, traksi bryan ). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk traksi dewasa harus traksi skeletal berupa balanced traction 2. Terapi operatif terdiri dari : a. Reposis terbuka b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna. Terapi operatif dengan reposisi reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna ( open reduktion and internal fixation ), artoplasti eksisional, eksisi fragnen, dan pemasangan endoprotesis.
Tindakan pada fraktur terbuka harus secapat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6 -7 jam ( golden period ). Berikan toksoid, antitetanus serum ( ATS ) atau tetanus human globolin, berikan antibiotik untuk kuma n gram positif dan negartif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaa kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridemen adalah sebagai berikut : 1. Lakukan narkosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan dan kecil. 2. Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket 3. Cuci seluruh ekstremitas selama 5 – 10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5 – 10 menit sampai berih 4. Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk 5. Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia hingga otot. Eksisi otot yang tidak vital, buang tulang – tulang kecil yang tidak melekat pada periostium. Pertahankan fragmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas. 6. Luka fraktir terbuka selalu dibiarkan terbu ka dan bila perlu ditutup satu minggu kemudian setela edema menghilang ( secondari suture ) atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu lebar ( jahit luka jarang )
Radiologi
( TERM )
( TERM )
( COMPLICATION )
( VERTEBRAL )