PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA PELAJARAN IPS

Download Abstrak. Kearifan lokal hanya akan abadi jikaterimplementasikan dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga mampu merespons ... Kemudian d...

0 downloads 568 Views 320KB Size
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 353-357

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA PELAJARAN IPS UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR Yusrizal Program Studi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan Corresponding author: [email protected] Abstrak Kearifan lokal hanya akan abadi jikaterimplementasikan dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga mampu merespons danmenjawab arus perkembangan zaman.Berbagai fenomena sosial yang munculakhir-akhir ini pun cukup mengkhawatirkan.Hukum begitu jeli padakesalahan tetapi buta pada keadilan. Karakter bangsa harus segera diluruskan jika tidak mau negara ini hancur dan tertinggal. Belakangan ini pemerintah gencar mengampanyekan Pendidikan Karakter di Indonesia. Pendidikan karakter diyakini mampu menjadi obat mujarab penyembuh problem kemasyarakatan yang semakin terjerembab dalam kasus asusila, anarkisme dan tindakan koruptif di berbagai bidang kehidupan. Salah satu langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk membentuk karakter bangsa yaitu melalui pendidikan dengan lebih menekankan pembentukan karakter di dalam kurikulum. Sasaran utama pendidikan karakter yaitu siswa Sekolah Dasar, sebab dari sini karakter mulai terbentuk. Salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang memegang peran penting dalam membentuk karakter dan mengembangkan kebudayaan adalah pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Tujuan utama pembelajaran IPS di SD adalah menanamkan kesadaran akan posisi individu, baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi maupun sebagai anggotakomunitas. Kata Kunci: pendidikan karakter, kearifan lokal, pelajaran IPS PENDAHULUAN Sebuah peradaban akan menurun jika terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis multidemensi yang berkepanjangan yang berpengaruh pada segala aspek kehidupan termasuk krisis dalam bidang karakter seperti korupsi yang berpengaruh pada bidang ekonomi. Megawangi (2004:3) mengatakan bahwa ketika negara negara lain (Thailand, Malaysia, Korea Selatan, dan lain-lain) telah bangkit dengan segera setelah mengalami krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 Indonesia sampai kini masih kelihatan suram untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Kemudian di sisi lain kebijakan Pendidikan Budi Pekerti/pendidikan karakterdalam kurikulum sekolah mengalami pasang surut. Berdasarkan hasil analisis Supriadi (2004:162-166) terhadap kurikulum Pendidikan Budi Pekerti/pendidikan karakter,maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti/pendidikan karakter pertamakali diperkenalkan dalam Kurikulum 1947 sebagai mata pelajaran tersendiri padaKurikulum 1964 disatukan menjadi pelajaran agama/budi pekerti. Pada Kurikulum1968 pendidikan budi pekerti hilang, baik sebagai nama mata pelajaran tersendirimaupun sebagai mata pelajaran yang diintegrasikan dengan mata pelajaran lain.Kemudian pada kurikulum 1975 pendidikan budi pekerti sudah tidak muncul lagi, yangmuncul adalah mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan mata pelajaranPendidikan Agama menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Pada Kurikulum 1984menurut Chan dan Sam (2005: 18) ”Pendidikan budi pekerti dihapuskan dalam daftarmata pelajaran di sekolah”. Pada kurikulum 1994 pendidikan budi pekerti/pendidikankarakter kurang mendapat perhatian. Demikian juga pada Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KTSP) tahun 2006 tidak disebutkan pendidikan budi pekerti sebagai matapelajaran tersendiri. Kebijakan pemerintah seperti ini berdampak kurang berjalannyapendidikan budi pekerti di sekolah. Pendidikan karakter sudah ada sejak dahulu setelah bangsa Indonesia berdiri, para pendiri negara menuangkannya ke dalam UUD 1954 alenia ke dua dengan menyatakan, ”mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan dihormati bangsa-bangsa lain. Sejak awal Indonesia merdeka, pendidikan karakter telah digagas oleh para pendiri bangsa Indonesia, terutama oleh persiden pertama yaitu Ir. Soekarno, melalui gagasannya tentang pembentukan karakter bangsa (Nation and Character Building), tentang Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta relevansi, tantangan dan perkembangan bagi pendidikan karakter di Indonesia. Dewasa ini dalam keadaan masyarakan yang cepat berkembang, pendidikan karakter bagi anak merupakan hal yang sangat penting. Hal itu disebabkan oleh perubahan pada era globalisasi yang semakin berkembang, anak akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang buruk dianggapnya begitu juga sebaliknya. Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu kelompok masyarakat bukan suatu hal yang tak mungkin akan luntur dan digantikan oleh nilai-nilai baru yang belun tentu sesuai dengan budaya masyarakat. Yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana cara kita menempatkan http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 353

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 353-357

pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Selain itu kearifan lokal dapat berfungsi sebagai salah satu nilai-nilai yang luhur. Dengan kata lain kearifan lokal dapat menjadi sumur yang tidak kunjung kering walaupun pada musim kemarau, nilai-nilai kebijaksanaan pagi perwujudan cita-cita yang seimbang, baik secara lahiriah maupun batiniah. IPS sebagai program pendidikan dan bidang pengetahuan, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata, melainkan membina atau menempah peserta didik menjadi warga negara yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian, pokok bahasan yang disajikan tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat pengetahuan, melainkan juga meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada diri. Menteri Pendidikan Nasional dalam pertemuan dengan pimpinan Pascasarjana Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan mengatakan "Pendidikan karakter seharusnya dapat ditanam mulai dari tingkat Sekolah Dasar karena jika karakter tidak terbentuk sejak dini maka akan sulit untuk mengubah karakter seseorang jika sudah dewasa”. Melalui pendidikan karakter pada pembelajaran IPS diharapkan mampu membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik, sehingga mampu mengantisipasi gejala krisis moral dan berperan dalam rangka pembinaan generasi muda. Belakangan ini pemerintah gencar mengampanyekan Pendidikan Karakter di Indonesia. Pendidikan karakter diyakini mampu menjadi obat mujarab penyembuh problem kemasyarakatan yang semakin terjerembab dalam kasus asusila, anarkisme dan tindakan koruptif di berbagai bidang kehidupan.Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa seseorang yang telah terbiasa berbuat baik tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter. Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai kebaikan tersebut. Sebagai contoh saja ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai buruk oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pendidikan karakter diperlukan penguatan aspek perasaan. Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut desiring the good atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Ketika tanpa aspek tersebut, seseorang hanya akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham dan hanya mengerjakan sesuatu ketika mendapatkan komando serta perintah dari orang lain. PEMBAHASAN PendidikanKarakter Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan karakter menurut pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter tidak bisa diwariskan, karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari. Setiap orang bertanggungjawab atas karakternya. Kita memiliki kontrol penuh atas karakter kita, artinya kita tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter kita yang baik atau buruk, karena kita yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter adalah tanggung jawab pribadi kita sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapatdikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan proses pembentukan jati diri, kepribadian, dan watakyang melekat pada diri seseorang. Lickona (1991) mengatakan pendidikan untuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti,yang hasilnya terlihat tindakan nyata seseorang,yaitu tingkah laku yang baik,jujur,bertanggung jawab,menghormati hak orang lain,kerja keras,dan sebagainya. Menurut Elkind dan Sweet (2004)pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik berkembang dinamis,berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya di jiwa oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang maha esa berdasarkan Pancasila.Pada sekolah, pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai berikut. a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas bagaimana nilai-nilai yang di kembangkan. b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuain dengan nilai-nilai yang di kembangkan oleh sekolah. c. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam mata pelajaran, pengajaran karakter yang lebih dititik beratkan adalah pendidikan budi pekerti, pendidikan budi pekerti yang di maksud adalah berupa pengajaran nilai-nilai kebaikan. Kihajar Dewantara menjelaskan bahwa pengajaran budi pekerti itu tiada lain artinya dari pada menyokong perkembangan hidup anak,lahir dan batin,dari sifat kodratinyamenuju kearah peradaban dalam sifatnya yang umum.

http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 354

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 353-357

Nilai-nilai karakter tidak lain adalah nilai-nilai luhuryang merupakan pedomanhidup yang digunakanuntuk mencapai derajat kemanusiaanyang lebih tinggi, hidupyang lebih bermanfaat, kedamaian dankebahagiaan.Kemanusiaan yang dimaksud adalahumanitarianisma (perikemanusiaan) yang meliputi: solidaritas sesama manusia,menghormati hakekat dan martabatmanusia, kesetaraan dan tolongmenolong antar manusia, menghormatiperbedaan dalam berbagai dimensi antarmanusia,menciptakan kedamaian.Ekowati (2010) juga mengatakanbahwa bangsa Indonesia yang bersifatmulti etnis memiliki khasanah ajaran, tuntunan yang sangat kayamengenai budi pekerti. Selanjutnya menurut Persyarikatan Muhammadiyahdi antaranilai-nilai keutamaan atau karakteryang perlu dimiliki bangsa Indonesia,baik secara individual maupun kolektifsebagai berikut. Pertama, nilai-nilai spiritualitas.Kedua, nilai-nilai solidaritas. Ketiga, nilai-nilai kedisiplinan. Keempat,nilai-nilai kemandirian. Kelima, nilai-nilaikemajuan dan keunggulan. Berdasarkan uraian di atas, dapatdikatakan bahwa karakter bangsa adalahjati diri bangsa yang merupakanakumulasi dari karakter-karakter wargamasyarakat suatu bangsa. Di dalamkonsep karakter bangsa terkandungnilai-nilai luhur yang merupakan pedomanhidup untuk mencapai derajatkemanusiaan yang lebih tinggi, hidupyang lebih bermanfaat, kedamaian dankebahagiaan. Kearifan Lokal Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal memiliki fungsi yang sangat banyak. Seperti yang katakan oleh Sartini (2006), bahwa fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut: 1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam 2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia 3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan 4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan 5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat 6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian 7. Bermakna etika dan moral 8. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client Pelestarian Kearifan Lokal Melalui Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses menaburkan benih-benih budaya danperadaban manusia yang hidup dan dihidupi oleh nilai-nilai atau visi yangberkembang dan dikembangkan dalam suatu masyarakat (Tilaar, 2002:9). Pendidikandan kebudayaan memiliki suatu kesamaan yaitu berkenaan dengan sesuatu tentang nilai-nilai.Pendidikan juga dapat dipandang sebagai proses transmisi kebudayaan. Unsur-unsurkebudayaan yang ditransmisi melalui pendidikan meliputi nilai-nilai budaya, adatistiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup, dan berbagai konsep hidup lainnyayang ada dalam masyarakat. Selain itu juga berbagai kebiasaan sosial, sikap, dantingkah laku yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota dalammasyarakat tersebut. Pendidikan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat.Tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat. Dengan demikian, tampak jelas bahwa sangat besar peranpendidikan dalam perkembangan bahkan runtuhnya suatu budaya. Peranan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan untuk mengembangkankebudayaan tidak perlu diragukan lagi. Nilai kearifan lokal tradisional dapat dihargaikalau nilai tersebut dikenali dengan baik. Nilai-nilai kearifan budaya lokal itu jikatidak dijaga dan dipelihara, dikhawatirkan secara berangsur-angsur akan mengalamiproses kepunahan. Salah satu upaya untuk menjaganya adalah melalui pemanfaatanbudaya lokal dalam proses pembelajaran di sekolah. Seperti yang dituliskan oleh Nasir dan Hand (2006:449) bahwa …”research on race, culture, and schooling has revealed many significant factors affecting school achievement and has articulated many details of how culture and learning intersect in daily school life”. Orientasi pendidikan yang terlalu menekankan aspek kognitif dan mengabaikan aspek kepribadian lainnya yang justru lebih penting, harus segera diubah. Dunia pendidikan perlu dipacu untuk secara terencana dan terarah melahirkan manusiamanusia budaya yang sadar, terdidik, dan berkualitas (Tilaar, 2002: 98). Senada dengan pendapat tersebut, pelestarian nilai-nilai budaya daerah, dengan upaya mencari, menggali, dan mengkaji serta mengaktualisasikan kearifan budaya lokal merupakan modal dasar baru yang dapat digunakan untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa Nasir dan Hand (2006:449) Oleh karena itu, solidaritas sosial budaya yang saling menghargai sesama warga bangsa perlu diaktualisasikan kembali. Selain itu, pendidikan tanpa orientasi budaya akan memunculkan generasi yang kurang memiliki spiritualitas dan jauh dari nilai-nilai.

http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 355

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 353-357

Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada Pelajaran IPS Salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang memegang peran signifikan untuk mengembangkan kebudayaan adalah pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tujuan utama pembelajaran IPS di SD adalah menanamkan kesadaran akan posisi individu, baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi maupun sebagai anggota komunitas. Pembelajaran ini bersifat strategis. Artinya, keberhasilan pembelajaran IPS di SD akan mengantarkan siswa pada situasi sadar budaya. Mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa dirinya tidak bisa hidup terpisah dari jaringan kehidupan sosial-budaya yang lebih luas. Oleh karena itu, mereka juga harus memiliki kepribadian yang terpuji. Untuk mencapai hal itu, materi pembelajaran sudah seharusnya dikembangkan berdasarkan berbagai potensi yang tersedia di sekitar kehidupan mereka. Dengan kata lain, budaya lokal yang tersedia dan dekat dengan proses berlangsungnya pendidikan merupakan suatu hal yang layak diberdayakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pembelajaran IPS yang secara formal mulai diberlakukan dari jenjang SD sampai SMA, dituntut untuk mampu memediasi pengembangan dan pelatihanpotensi siswa secara optimal, khususnya yang bertalian dengan transformasi nilai-nilaibudaya dan norma sosial.Menurut Afandi (2011:96) tujuan mata pelajaran IPS di SD/MI ditetapkan sebagai berikut: 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan social 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global Mata pelajaran IPS di sekolah dasar sebagai salah satu mata pelajaran yang bertujuan meningkatkan dan menumbuhkan pengetahuan, kesadaran, dan sikap sebagai warga negara yang bertanggungjawab, menuntut pengelolaan pembelajaran secara dinamis dengan mendekatkan siswa kepada realitas objektif kehidupannya. Hal ini sudah disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, bahwa kondisi sosial budaya masyarakat setempat menjadi satu hal yang harus diperhatikan sebagai acuan operasionalnya. Artinya, kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Selanjutnya Paskur (dalam Afandi, 2011:96) mengatakan peta nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa berdasarkan mata pelajaran IPS di SD yaitu sebagai berikut. Jenjang Pendidikan

Mata Pelajaran

IPS

          

Kelas Rendah 1-3 Religius Toleransi Kerja keras Kreatif Bersahabat/komunikatif Kasih sayang Rukun(persatuan) Tahu diri Penghargaan Kebahagiaan Kerendahanhati

          

Kelas Tinggi 4-6 Religius Toleransi Disiplin Kreatif Demokratis Rasa ingintahu Semangat kebangsaan Menghargai prestasi Bersahabat Senang membaca Peduli lingkungan

Melalui pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial dapat diterapkan nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter, selain itu juga dapat diterapkan nilai-nilai kearifan lokal, karena sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu peserta didik dapat bertanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu pembelajaran IPS juga terdapat unsur-unsur nilai yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Menurut Sumaatmadja dalam Afandi (2011:96) nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS adalah nilai Ke-Tuhanan, nilai edukatif, nilai praktis, nilai filsafat dan nilai teoritis. Nilai-nilai dalam pembelajaran IPS tersebut sangat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter serta keraarifan lokal yang dimiliki, sehingga melalui pembelajaran IPS seorang guru harus bisa menanamkan unsur-unsur tersebut melalui pembelajaran IPS. SIMPULAN Untuk menghadapi pesatnya perkembangan zaman, kepada siswa perlu ditanamkan nilai-nilai nasionalisme. Penanaman nilai-nilai nasionalisme ini diharapkan akan mampu membentuk peserta didik yang memiliki rasa cintaterhadap budaya lokal sehingga tidak terkikis dengan derasnya arus globalisasi sekarang ini.Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan budaya lokal yaitu dengan pendidikan di Sekolah Dasar, guru dapat mengintegrasikan nilai-nilai kearifan http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 356

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 353-357

lokal dalam pembelajaran. Dalam pengintegrasian ini tentunya harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, perkembangan peserta didik, dan juga metode yang digunakan. Melalui pembelajaran IPS diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami bangsa indonesia saat ini, IPS sebagai bidang studi dalam pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dapat di implementasikan dengan memasukkan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter. REFERENSI Afandi, Rifki. 2011. Integrasi Kendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal.Vol. 1 No. 1. Chan, M Sam dan Tuti T. Sam. 2005. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Rajawali Pers. Elkind, David H and Freddy Sweet (2004). How to Do Character Education. Tersedia: http://www.goodcharacter.com/Article_4.html (diakses pada 22 September 2017). Lickona, Thomas, 1991. Educating for character. Terjemahan Juma Abdu. Bumi. Jakarta: Aksara. Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan karakterSolusi yang tepat untukMembangun Bangsa. Jakarta: Star Energy (Kakap) Ltd.Susuhunanpakubuana IV. Nasir, N. S., & Hand, V. M. (2006). Exploring sociocultural perspectives on race, culture, and learning. Review of Educational Research, 76, 449-475. Sartini. 2006. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah kajian Filsafati. http://filsafat.ugm.ac.id, diakses tanggal 22 September 2017. Tilaar, H.A.R. (2002). Pendidikan, kebudayaan, dan masyarakat madani. Bandung: Remaja Rosdakarya.

http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 357