PENDUGAAN IMBUHAN AIRTANAH BEBAS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI

Download Batas dari suatu sistem hidrologi yang dapat dibedakan dengan sistem yang lain adalah daerah tangkapan air (water catchment area). Water Ca...

0 downloads 386 Views 2MB Size
BAB III DASAR TEORI

3.1

Sistem Airtanah

Keberadaan sumberdaya airtanah di alam menurut sistem tatanan air secara alami dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: Cekungan hidrologi atau Daerah Aliran Sungai sebagai dasar pemahaman keberadaan air permukaan. Daerah Tangkapan Air Batas dari suatu sistem hidrologi yang dapat dibedakan dengan sistem yang lain adalah daerah tangkapan air (water catchment area). Water Catchment area adalah suatu cekungan topografi yang dibatasi oleh suatu garis yang menghubungkan puncak tertinggi pada sebagian sisinya, sehingga aliran air hanya terjadi pada sistem tersebut saja. Cekungan ini biasanya berasosiasi dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana tinggian atau punggungan merupakan batas antar DAS.

Gambar 3.1 Skema Daerah Tangkapan Air (http://www.bigelow.org/virtual/baseflow.gif) 50

Cekungan hidrologi sebagai dasar pemahaman keberadaan dan perilaku airtanah. Cekungan Air Tanah Cekungan air tanah adalah unit hidrogeologi yang mengandung suatu unit akifer yang besar atau beberapa unit akifer yang berhubungan dan saling mempengaruhi. Basementnya berupa lapisan batuan yang merupakan bagian dasar dari sistem air tanah yang ada, bersifat impermeabel dan tidak dapat dieksploitasi lagi.

Batas dari sistem cekungan air tanah tidak selalu sama dengan sistem cekungan air permukaan, meskipun berada di daerah yang sama. Cekungan airtanah umumnya lebih luas dibandingkan dengan cekungan air permukaan, karena masukan air pada sistem air tanah bisa berasal dari daerah di luar batas cekungan air permukaan.

Gambar 3.2 Skema Cekungan Air Tanah (http://www.fixfoundation.com/images/Groundwater_1.jpg) 51

3.1.1

Daur Hidrogeologi

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi semua mahluk hidup (termasuk manusia). Tanpa air, tidak akan ada kehidupan. Air di bumi terdapat dalam bentuk: o Air laut (97 %) o Air permukaan lainnya (sungai, danau, dll.) o Es dan salju (di kutub dan puncak-puncak gunung) o Uap air/ awan o Air yang berada di dalam bumi Daur hidrogeologi secara umum dapat diterangkan sebagai berikut: air yang menguap oleh panas sinar matahari dan angin dari permukaan laut dan daratan akan terbawa oleh pergerakan udara. Kemudian terjadi proses pendinginan dan uap air akan terkondensasikan menjadi butir-butir air yang akan turun ke bumi sebagai air hujan, hujan es atau salju. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan meresap dan merembes kedalam tanah setempat dan akan mencapai muka air tanah, sebagian lainnya akan diuapkan kembali dan sebagian lainnya lagi akan mengalir di permukaan sebagai aliran permukaan (run off), sebagai sungai dan anak sungai. Air yang merembes ke dalam tanah sebagian akan disimpan dalam lapisan pembawa air (akuifer). Aliran air tanah maupun aliran permukaan tersebut pada akhirnya akan kembali ke laut dan membentuk daur hidrogeologi kembali secara terus menerus.

Gambar 3.3 Siklus Hidrogeologi (Morr, 1977)

52

3.1.2

Neraca Air

Neraca air menunjukkan hubungan antara komponenkomponen dalam siklus hidrologi/ hidrgeologi, yang dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut :

P = R + ET + I

atau

P = R + ET + (BF + dS)

di mana : P = presipitasi/ curah hujan R = run off/ limpasan E = evaporasi T = transpirasi ET = evapotranspirasi I = infiltrasi BF = base flow/ aliran sungai dari mata air dS = recharge/ imbuhan airtanah

3.1.3

Airtanah

Air yang meresap ke dalam tanah berasal dari air hujan langsung maupun dari sungaisungai, kolam atau danau, dan saluran atau selokan. Air yang meresap ke dalam tanah dibedakan menjadi dua macam yaitu infiltrasi dan perkolasi.

Infiltrasi adalah masuknya air hujan ke dalam massa tanah pada kondisi tidak jenuh (vadose zone) hal ini terjadi pada saat awal terjadinya hujan. Infiltrasi dapat berlangsung disebabkan dua faktor yaitu: Gaya tarik menarik antar molekul. Gaya gravitasi Gaya tarik menarik antar molekul dinyatakan gradien potensial. Apabila air hujan cepat terserap ke dalam lapisan tanah dinamakan gradien potensial tinggi, yang terjadi adalah proses penyusupan (infiltrasi). Apabila lapisan tanah sudah jenuh maka gaya tarik menarik antar molekul kurang memegang peranan penting (gradien potensial rendah), yang berlaku gaya gravitasi. Selanjutnya air yang mengalir ke bawah melalui massa tanah yang sudah jenuh air, peristiwa ini disebut perkolasi. 53

Apabila supply air cukup, perkolasi ini selanjutnya akan sampai ke permukaan airtanah (water table) dan mengisi akuifer.

Faktorfaktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi meliputi: Keadaan air di dalam tanah (moisture content of soil) bila tanah kering ditetesi air, infiltrasi tinggi, bila lapisan tanah jenuh air kapasitas infiltrasi berkurang Pengaruh hujan terhadap permukaan tanah bila hujan turun pada tanah yang gundul, tetesan air hujan akan mengompakkan lapisan atas tanah dan faktor infiltrasi buruk/kecil Keadaan vegetasi air hujan diteruskan ke akar tumbuhan sehingga faktor pengompakan terhindar dan infiltrasi cukup baik Pengaruh temperatur Bila temperatur tinggi maka viskositas air menjadi kecil dimana mobilitas semakin besar , sehingga infiltrasi juga akan semakin besar. Pengaruh bahan koloid Bahan koloid bisa mengembang dan bisa menyusut. Dalam keadaan basah akan mengembang dan mengisi poripori tanah yang akan mereduksi infiltrasi sehingga menjadi kecil. Pada musim kemarau, air akan terlepas dari bahan koloid yang volumenya mengecil dan akan terjadi rekahan , menyebabkan faktor infiltrasi menjadi besar. Pengaruh tanah pertanian. Bila ada garapan, faktor infiltrasi menjadi tinggi karena tanah menjadi gembur. Bila tanah gundul faktor pengompakan memegang peranan dan infiltrasi rendah.

Berdasarkan kemampuan untuk meloloskan air, maka lapisan batuan dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :

54

1.

Akuifer, yaitu lapisan batuan yang bersifat permeable dan mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang cukup berarti. Contoh : Batu Pasir

2.

Akuifuge, yaitu suatu lapisan batuan yang benar-benar kedap air (impermeable), sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan dan mengalirkan air. Contoh : Batuan beku massif yang tidak terkekarkan

3.

Akuitard, yaitu suatu lapisan batuan dengan permeabilitas yang rendah yang dapat menyimpan air dan mampu mengalirkan air yang ada dalam jumlah yang relative terbatas ke suatu akuifer menuju akuifer lainnya. Contoh : Pasir lempungan

4.

Akuiklud, yaitu suatu lapisan batuan akuifer yang mampu menyimpan air, namun hanya mampu mengalirkan air dalam jumlah yang tidak signifikan. Contoh : lempung.

Sedangkan berdasarkan tingkat kemampuan untuk meloloskan air dari lapisan pembatasnya, maka akuifer dapat dibagi lagi menjadi 4 jenis akuifer, yaitu: 1.

Akuifer bebas Akuifer bebas adalah suatu lapisan batuan yang jenuh air yang tidak memiliki lapisan pembatas diantara zona jenuh air dengan permukaan bumi. Hal lain yang dapat menjelaskan bahwa suatu akuifer dikatakan sebagai akuifer bebas adalah akuifer ini berada pada bagian paling atas lapisan batuan yang lain, sehingga berhubungan langsung dengan atmosfer. Karena mengalami kontak langsung dengan akuifer, maka tekanan pada akuifer akan sama dengan tekanan udara luar yang mengalami kontak langsung dengan akuifer. Air tanah yang terdapat pada akuifer ini disebut air tanah bebas, dan sistem alirannya dikenal dengan sistem air tanah bebas.

2.

Akuifer tertekan Akuifer tertekan adalah suatu lapisan permeable yang jenuh air dan dibatasi oleh lapisan-lapisan impermeable pada bagian atasnya, sehingga tekanan muka air tanah yang ada pada lapisan ini tidak sama dengan tekanan atmosfer, menyebabkan akuifer ini berada dalam keadaan tertekan. Muka air

55

tanah pada akuifer jenis ini disebut muka air tanah tertekan (potensiometrik). Jika tekanan pada akuifer lebih tinggi daripada tekanan atmosfer, maka disebut sebagai air tanah artesis. 3.

Akuifer setengah tertekan Akuifer setengah tertekan adalah suatu lapisan yang jenuh air pada bagian atasnya yang dibatasi oleh lapisan yang bersifat semi permeable, sedangkan pada bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan yang bersifat impermeable. Lapisan semi impermeable ini memiliki kemampuan meloloskan air dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan lapisan akuifer dibawahnya, sehingga nilai kelolosan airnya dapat diabaikan.

4.

Akuifer setengah bebas Jika lapisan semi permeable yang berada di atas akuifer memiliki kelulusan yang cukup besar dibandingkan dengan nilai kelulusan akuifer, maka aliran air yang terjadi tidak dapat diabaikan, dan akuifer tersebut digolongkan sebagai akuifer setengah bebas atau setengah tidak tertekan. Akuifer ini memiliki sifat diantara akuifer tertekan dengan akuifer setengah tertekan.

56

-

-

-ž-

-ž-

-

-

-ž-

Gambar 3.4 Jenisjenis Akuifer (Todd,1988)

3.1.4

Faktor yang Penting Dalam Pembentukan Airtanah

Faktorfaktor yang penting dalam pembentukan airtanah di suatu daerah meliputi: 1. Curah hujan, dipengaruhi oleh musim: Musim penghujan Musim kemarau Salju dan es 2. Run off, dipengaruhi oleh: Topografi / kemiringan lereng Vegetasi Jenis tanah di permukaan

57

3. Evaporasi, dipengaruhi oleh: Temperatur (tanah dan udara) Lama penyinaran matahari Kelembaban udara Kecepatan angin (tekanan udara) Vegetasi 4. Infiltrasi, dipengaruhi oleh: Ketersediaan air di permukaan tanah Jenis tanah permukaan (ukuran pori/ porositas/ permeabilitas/ tekstur dan struktur tanah) Tingkat kejenuhan tanah Waktu kontak air dengan tanah Kecepatan penguapan

3.1.5

Hubungan Sifat Batuan dengan Airtanah

Sifat batuan yang berhubungan dengan keberadaan airtanah yaitu porositas dan permeabilitas. Porositas adalah perbandingan antara isi ruang antar butir dengan total isi suatu material. Sedangkan permeabilitas adalah kemampuan suatu lapisan batuan untuk dapat dilalui suatu cairan yang dinyatakan m/hari.

Porositas (n) =

Volume Rongga (Pori) x100 % Volume Total

Berikut adalah nilai porositas pada batuan: Tabel 3.1 Nilai Porositas Pada Beberapa Jenis Batuan. No Material

Porositas

No Material

(%)

Porositas (%)

1

Kerikil kasar

28

13

Batupasir kasar

45

2

Kerikil sedang

32

14

Peat

92

58

3

Kerikil

34

15

Schist

38

4

Psir kasar

39

16

Batulumpur

35

5

Pasir sedang

39

17

Batulempung

43

6

Pasir halus

43

18

Shale

6

7

Lumpur

46

19

Tuff

41

8

Lempung

42

20

Basalt

17

9

Batupasir butir

33

21

Gabro lapuk

43

10

Batupasir sedang

37

22

Granit lapuk

45

11

Batu kapur

30

12

Dolomit

26

(Pedoman Praktikum Hidrogeologi, Laboratorium Hidrogeologi Departemen Teknik Geologi ITB, Deny Juanda, 2004)

Hal penting yang berhubungan dengan mudah tidaknya suatu cairan mengalir dalam suatu massa batuan adalah permeabilitas. Batuan dikatakan permeabel apabila air atau cairan lainnya dapat meresap dari permukaan atas ke bawah.

Konduktivitas hidrolik (K) merupakan suatu parameter dalam aliran air melalui media berpori yang menyatakan laju kelulusan air per satuan luas penampang media yang dilalui. Harga K dinyatakan dalam persamaan berikut :

K=

-Q A( dh dl)

Q memiliki dimensi volume/satuan waktu (L3/T), sedangkan luas (A) memiliki dimensi L2, dan gradient hidrolik L/L. Dengan mensubstitusikan dimensi ke dalam persamaan maka akan didapat dimensi K sebagai berikut:

59

(L

3

K

) T ( L2 )( L ) L

(L / T )

Nilai K ini dinyatakan sebagai suatu nilai konduktivitas hidrolik atau koefisien permeabilitas suatu media.

Nilai konduktivitas hidrolik akan dipengaruhi oleh karakter fisik yang dimiliki oleh media tersebut, diantaranya adalah besar butir, jumlah rekahan yang dimiliki, porositas, keseragaman butir, dan penyebaran (sorting) butiran.

Pada media yang tidak mengalami kompaksi, maka media tersebut cenderung akan memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang dipengaruhi oleh ukuran besar butirnya, sedangkan pada media tipe lainnya, yaitu media yang mengalami kompaksi, maka media tersebut cenderung untuk memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang dikontrol oleh porositasnya, yang pada umumnya porositas ini berasal dari rekahan yang muncul pada media tersebut.

Pada media yang tidak mengalami kompaksi, makin besar ukuran butir, maka konduktivitas hidroliknya akan menjadi semakin besar pula, seperti pada pasir kasar. Sedangkan pada media yang terkompaksi, konduktivitas hidroliknya akan dikontrol oleh rekahan yang muncul, yang kemudian digunakan sebagai media masuknya air.

Nilai konduktivitas hidraulik pada batuan dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3. 2 Nilai K Pada Batuan No Material

Konduktivitas Hidrolik (m/sec)

60

1

Kerikil

3x10-4 ± 3x10-2

2

Pasir kasar

9x10-7 ± 6x10-3

3

Pasir sedang

9x10-7 ± 5x10-4

4

Pasir halus

2x10-7 ± 2x10-4

5

Lanau lepas

1x10-9 ± 2x10-5

6

Lempung

1x10-11 ± 4.7x10-9

7

Lempung laut segar

8x10-13 ± 2x10-9

8

Karst dan batugamping terumbu

1x10-6 ± 2x10-2

9

Batugamping, dolomit

1x10-9 ± 6x10-6

10

Batupasir

3x10-10 ± 2x10-6

11

Batulanau

10x10-11 ± 1.4x10-8

12

Garam

1x10-12 ±1x10-10

13

Anhydit

4x10-13 ± 2x10-8

14

Serpih

1x10-13 ± 2x10-9

15

Pelapukan basalt

4x10-7 ± 2x10-2

16

Batuan beku terkekarkan dan batuan metamorf

8x10-9 ± 3x10-4

17

Pelapukan granit

3.3x10-6 ± 5.2x10-5

18

Pelapukan gabro

5.5x10-7 ± 3.8x10-6

19

Basalt

2x10-11 ± 4.2x10-7

20

Batuan beku masif dan batuan metamorf

3x10-14 ± 2x10-10

(Pedoman Praktikum Hidrogeologi, Laboratorium Hidrogeologi Departemen Teknik Geologi ITB, Deny Juanda, 2004)

3.1.6

Potensi Airtanah

Keberadaan airtanah di alam terdapat pada suatu lapisan pembawa air (akuifer) yang penyebarannya tidak dapat dipengaruhi oleh batas wilayah administrasi, kepemilikan maupun fungsi penggunaan lahan. Lapisan pembawa air (akuifer) meliputi daerah pengimbuhan, daerah pengaliran serta daerah luah (discharge) yang membentuk suatu sistem cekungan airtanah.

61

Potensi airtanah adalah banyaknya airtanah yang berasal dari curah hujan dan aliran airtanah yang berasal dari DAS. Potensi airtanah adalah kuantitas dari airtanah yang dapat dipergunakan manusia untuk keperluan hidupnya dengan teknologi pengambilan yang tidak menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan kelangkaan aitanah.

3.2

Metode DRASTIC

3.2.1

Konsep DRASTIC

Konservasi merupakan salah satu langkah penting dalam upaya pelestarian air tanah, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Salah satu langkah konservasi adalah dengan meningkatkan imbuhan airtanah pada cekungan airtanah yang bersangkutan. Untuk itu maka pengetahuan atau pendugaan potensi imbuhan airtanah di suatu daerah tertentu merupakan langkah yang penting dan sangat bermanfaat dalam menentukan daerah lindung untuk imbuhan airtanah.

Aller (1987) telah mengembangkan metoda DRASTIC (Depth to water table, Recharge, Soil media, Topography, Impact of vadose zone, and hydraulic Conductivity) untuk memprediksi kerawanan (vulnerability) system airtanah bebas terhadap pencemaran dari permukaan. Kemudian Rosen (1994) berhasil menerapkan metode tersebut di Swedia.

DRASTIC adalah suatu metoda kualitatif untuk menentukan potensi kerawanan (vulnerability) relatif sistem airtanah bebas terhadap pencemaran dari air permukaan atau air hujan. Aller (1987) mendasari metoda DRASTIC yang dibuatnya dengan tese bahwa pencemar yang terlarut di dalam air akan merambat/bergerak menuju badan airtanah bebas bersama-sama dengan gerakan air/pelarutnya sendiri. Asumsi lainnya adalah bahwa pengurangan konsentrasi pencemar selama perjalanannya menuju badan air tanah bebas diabaikan.

62

Pada prinsipnya parameter yang digunakan dalam metoda DRASTIC sama dengan parameter yang berpengaruh terhadap kemungkinan masuknya air pada lapisan akuifer bebas. Tujuh parameter yang digunakan dalam metoda DRASTIC yaitu: D

:

Depth to water table

R

:

Recharge

A

:

Aquifer media

S

:

Soil media

T

:

Topography

I

:

Impact of vadose zone media

C

:

Hydraulic Conductivity of Aquifer Media

Dengan melihat sifat dan fungsi dari ketujuh parameter yang digunakan dalam metoda DRASTIC, ketujuh parameter tersebut analog dengan parameter yang menyebabkan bagaimana suatu fluida sampai ke suatu akuifer. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Jonasson et al (1985), yang mengemukakan hubungan antara parameter DRASTIC dengan parameter yang berpengaruh terhadap keasaman airtanah yaitu:

Parameter Affecting

DRASTIC Parameter

Groundwater Acidity Depth to groundwater

-------------

Depth to water table

Precipitation

-------------

Net Recharge

Grain size distribution

-------------

Aquifer media

Grain size distribution

-------------

Impact of vadose zone media

Grain size distribution

-------------

Hydraulic Conductivity

Grain size distribution

-------------

Soil media

Land use

-------------

Soil media

Slope of land surface

-------------

Topography

Parameter yang berpengaruh terhadap tingkat keasaman airtanah tersebut sama dengan parameter yang berpengaruh terhadap bertambahnya kuantitas airtanah yang 63

ada pada akuifer bebas. Jadi parameter-parameter tersebut dapat dipergunakan untuk mengevaluasi potensi imbuhan airtanah bebas dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Sehingga dalam hasil prediksi memakai metoda DRASTIC tersebut dapat diketahui wilayah-wilayah yang berpotensi resapan tinggi maupun yang rendah dan ini tentu akan sangat membantu pemerintah dalam penentuan zona imbuhan/resapan airtanah di daerah Bandung Utara.

Dalam penentuan nilai peringkat gabungan antara beberapa faktor diatas, Aller (1987) yang kemudian diperkuat oleh Rosen (1994) memberikan bobot tertentu untuk setiap faktor DRASTIC. Sedangkan pada masing-masing faktor tersebut parameter-parameternya diberikan nilai tertentu sesuai dengan kemampuannya untuk menghasilkan imbuhan airtanah.

Untuk mendapatkan harga index DRASTIC, yang merupakan gabungan dari setiap parameter yang dipertimbangkan, dipakai rumus sederhana (Aller dkk,1987):

Index DRASTIC= Dw.Dr+Rw.Rr+Aw.Ar+Sw.Sr+Tw.Tr+Iw.Ir+Cw.Cr

Dimana w = bobot masing-masing parameter r = nilai karakteristik dari masing-masing parameter

Berikut adalah bobot untuk masing-masing parameter DRASTIC:

Tabel 3.3 Parameter DRASTIC Parameter

Bobot

D

Depth to water table

5

R

Recharge

4

A

Aquifer media

3

S

Soil media

2

T

Topography

1

64

I

Impact of vadose zone media

5

C

Hydraulic conductivity of aquifer media

3

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

Dengan menggabungkan bobot x nilai dari ketujuh parameter tersebut, maka didapatkanlah indeks DRASTIC dari masing-masing zona DRASTIC yang bersangkutan. Harga indeks DRASTIC yang tinggi menunjukkan bahwa zona tersebut mempunyai kemampuan resapan relatif yang tinggi, sedangkan yang kecil mempunyai kemampuan resapan relatif yang kecil pula.

Pada metoda DRASTIC, harga indeks akan dibagi menjadi lima kelas. Aller (1987) membagi harga indeks ke dalam lima kelas karena kelima kelas tersebut dianggap paling representatif untuk mewakili semua kondisi yang ada yaitu dari yang tidak berpotensi sampai yang sangat berpotensi. Namun kriteria dalam penentuan kelas pada setiap penelitian tidak selalu sama, masih bersifat subyektif. Pada prinsipnya pengadopsian kelas yang dikembangkan oleh Aller (1987) memiliki keuntungan dalam mengurangi atau meminimalisir subyektivitas dalam penentuan kelas.

Karena setiap parameter mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka untuk setiap karakteristik tertentu yang berbeda, pada parameter yang bersangkutan diberikan nilai tertentu. Untuk itu diuraikan sebagai berikut:

1.

Kedalaman muka airtanah Kedalaman muka airtanah (depth to water table) adalah jarak minimum muka tanah terhadap permukaan airtanah zona jenuh. Muka airtanah (water table) di lapangan biasanya akan mengikuti topografi di atasnya serta dapat berubah secara alami. Muka airtanah bebas dalam sumur mempunyai tekanan sebesar satu atmosfer. Semakin dalam muka airtanah di suatu tempat, maka semakin lama pula waktu tempuh air untuk mencapai badan airtanah, sehingga peringkat pencapaiannya akan semakin kecil. Berdasarkan metoda DRASTIC parameter kedalaman muka airtanah mempunyai nilai bobot 5. 65

Tabel 3.4 Nilai Kedalaman Muka Airtanah Kedalaman Muka Air Tanah ( m ) Interval

Bobot

Nilai

Bobot x Nilai

0 - 1,5

5

10

50

1,5 ± 3

5

9

45

3±9

5

7

35

9 ± 15

5

5

25

15 ± 22

5

3

15

22 ± 30

5

2

10

> 30

5

1

5

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

2.

Recharge Recharge diasumsikan bahwa semakin banyak air yang jatuh di suatu daerah maka akan semakin banyak terjadi infiltrasi yang akan masuk ke lapisan akuifer bebas. Hal ini erat hubungannya dengan curah hujan di suatu kawasan. Curah hujan disetiap tempat tidak merata, karena itu perlu dibuat zona-zona curah hujan agar lebih teliti dalam mendapatkan nilai curah hujannya. Berdasarkan metoda DRASTIC recharge diberi bobot 4.

Tabel 3.5 Interval dan Nilai Curah Hujan Bobot

Nilai

Bobot x Nilai

0 ± 1500

4

2

8

1500 ± 2000

4

4

16

2000 ± 2500

4

6

24

2500 ± 3000

4

8

32

Cura Hujan (mm/thn)

66

> 3000

4

10

40

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

3.

Jenis akuifer Setiap komposisi dan susunan butiran tanah pembentuk akuifer mempunyai kemampuan yang berbeda dalam meluluskan airtanah, karena komposisi ukuran butir dan susunan butiran tanah tersebut menghasilkan porositas, ukuran rongga, konduktivitas hidraulik, dan kapileritas yang berbeda pula. Menurut metoda DRASTIC parameter jenis akuifer mempunyai bobot 3.

Tabel 3.6 Jenis dan Nilai Akuifer Media Media Akuifer

Bobot

Nilai

Bobot x Nilai

Shale massif

3

2

6

Batuan metamorf/beku

3

3

9

Batuan metamorf/beku lapuk

3

4

12

Batupasir tipis, shale dan batugamping

3

6

18

Batupasir massif

3

6

18

Batugamping massif

3

6

18

Pasir dan kerikil

3

8

24

Basal

3

9

27

Batugamping karst

3

10

30

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

4.

Jenis tanah penutup Jenis tanah penutup adalah bagian atas yang akan berpengaruh terhadap masuknya air hujan atau air permukaan ke dalam lapisan akuifer bebas

67

melalui zona tak jenuh. Pergerakan air permukaan yang berasal dari air hujan atau air permukaan sangat dipengaruhi ruang antar butir dari lapisan tanah permukaan tersebut dan lapisan zona tak jenuh. Hal ini erat hubungannya dengan gradasi butiran tanah yang akan berpengaruh terhadap nilai porositas. Menurut metoda DRASTIC jenis tanah penutup mempunyai bobot 2.

Tabel 3.7 Jenis dan Nilai Tekstur Tanah Jenis tekstur tanah

Bobot

Nilai

Bobot x Nilai

Tipis atau tidak ada

2

10

20

Kerikil

2

10

20

Pasir

2

9

18

Shrinking atau agregat

2

7

14

Geluh pasiran (sandy loam)

2

6

12

Geluh (loam)

2

5

10

Geluh lanauan (silty loam)

2

4

8

Geluh lempungan (clay loam)

2

3

6

Non shrinking dan non agregat

2

1

2

lempung

lempung Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

5.

Kemiringan lahan Kemiringan lahan akan mengakibatkan waktu tinggal air diatas permukaan tanah bervariasi, sehingga kesempatan dan jumlah air yang meresap kedalam tanah pada kemiringan lereng yang berbeda juga akan berbeda. Menurut metoda DRASTIC bobot kemiringan lereng adalah 1.

Tabel 3.8

68

Interval dan Nilai Kemiringan Tanah Interval Kemiringan %

Bobot

Nilai

Bobot x nilai

0±2

1

10

10

2±6

1

9

9

6 ± 12

1

5

5

12 ± 18

1

3

3

> 18

1

1

1

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

6.

Pengaruh zona tak jenuh air Pada waktu air melalui zona tak jenuh air, maka yang berpengaruh terhadap gerakan air secara vertical didominasi oleh gaya tarik menarik antara air dengan butiran tanah. Karena itu sifat butiran tanah terhadap air sangat penting dalam gerakan air di zona tak jenuh.

Tabel 3.9 Jenis dan Nilai Media Zona Tak Jenuh Jenis Media Zona Tak Jenuh

Bobot

Nilai

Bobot x Nilai

Lanau/lempung

5

1

5

Shale

5

3

15

Batugamping

5

6

30

Batupasir

5

6

30

Bedded limestone, batupasir, shale

5

6

30

Shale dan kerikil dengan lanau dan

5

6

30

Pasir dan kerikil

5

4

20

Batuan metamorf/beku

5

8

40

Basal

5

9

45

Batugamping karst

5

10

50

lempung

69

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

7.

Konduktivitas hidraulik akuifer Konduktivitas hidraulik adalah kemampuan batuan untuk meluluskan air melaui rongga/pori batuan tanpa mengubah sifat fisik airnya. Konduktivitas hidraulik akuifer sangat mempengaruhi kecepatan aliran airtanah, baik pada arah vertical maupun horizontal dan kecepatan aliran airtanah ketempat lain tersebut berpengaruh terhadap kecepatan infiltrasi. Konduktivitas hidraulik akuifer ditentukan oleh jenis tanah/batuan, ukuran butir tanah, kekompakan, susunan butiran, serta untuk beberapa jenis batuan juga oleh kehadiran bidang-bidang struktur. Pada metoda DRASTIC bobot untuk konduktivitas hidraulik adalah 3.

Tabel 3.10 Interval dan Nilai Konduktivitas Hidraulik Konduktivitas Hidraulik (m / hari ) Interval

Bobot

Nilai

Bobot x Nilai

0 ± 0,86

3

1

3

0,86 ± 2,59

3

2

6

2,59 ± 6,05

3

4

12

6,05 ± 8,64

3

6

18

8,64 ± 17,28

3

8

24

> 17,28

3

10

30

Sumber: Lars Rosen, A Study of The DRASTIC Methodology With Emphasis on Swedish Condition, 1994.

3.2.2 Penerapan DRASTIC Pada Endapan Aluvial atau Vulkanik

Di Indonesia, umumnya lapisan tanah/batuan dipermukaan bumi didominasi oleh endapan alluvial muda atau endapan vulkanik dengan hasil pelapukannya. Batuan

70

tersebut umumnya bersifat lepas dan merupakan campuran dari material dengan ukuran butir yang bervariasi dari ukuran kerikil sampai lempung. Karena itu, karakteristik dari sebagian dari parameter DRASTIC yang dibuat oleh Aller dkk (1987) dan Rosen (1994) harus dikoreksi dan disesuaikan dengan kondisi geologi yang ada di Indonesia (daerah tropik vulkanik).

Modifikasi nilai (rating) tersebut terutama dilakukan terhadap parameter-parameter yang berhubungan dengan ukuran butir dan distribusinya, yaitu sifat tanah/batuan dalam meneruskan air (sifat tanah penutup, pengaruh zona tak jenuh air, dan konduktivitas hidraulik akuifer).

Pada endapan aluvial muda dan endapan vulkanik beserta hasil pelapukannya, material yang dominan adalah lempung, lempung lanauan/lanau lempungan, lanau, lempung pasiran/pasir lempungan, lanau pasiran/pasir lanauan, pasir, dan kadangkadang tercampur sedikit kerikil. Karena itu maka penentuan nilai karakteristiknya harus lebih dirinci lagi.

71