PENGANTAR OSEANOGRAFI

Download Perikanan, Oseanografi Kimia, Biologi laut, Meteorologi. Laut dan Geologi laut. .... Modul ini memamparkan tentang pengertian dan sejarah O...

1 downloads 624 Views 25MB Size
BAHAN AJAR

PENGANTAR OSEANOGRAFI

Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc. Ir. Suwarni, MS

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011

i

Kata Pengantar Pemrograman 3 | Foxpro Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Bahan Ajar Pengantar Oseanografi ini. Pada dasarnya Bahan Ajar ini dibuat untuk memberikan kemudahan kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pengantar Oseanografi dan Tim pengajar dalam proses pembelajaran. Selain itu diharapkan juga bahwa bahan ajar dapat menjadi salah satu pegangan tentang Oseanografi berbahasa Indonesia untuk peneliti dan praktisi di bidang kelautan. Modul-modul dalam bahan ajar Pengantar Oseanografi ini dirancang untuk berbasis SCL (Student Centered Learning) sehingga mahasiswa diharapkan dapat belajar dan menggunakan bahan ajar ini secara mandiri. Bahan ajar ini rencananya akan di-update setiap dua tahun sekali untuk mengakomodasi perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bidang kelautan (oseanografi). Bahan ajar ini juga akan dikembangkan untuk menjadi bahan ajar berbasis web yang memungkinkan mahasiswa lebih mudah mengakses materi dan literatur perkuliahan dengan cepat dimana dan kapan saja sehingga ruang dan waktu tidak menjadi kendala dalam proses pembelajaran. Penulis mengharapkan mudah-mudahan bahan ajar ini dapat bermanfaat sebagai panduan pembelajaran. Kritik membangun dan saran dari para pembaca dan para ahli lainnya, demi untuk perbaikan isi buku ajar ini sangat diharapkan. Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada Universitas Hasanuddin melalui LKPP atas bantuan dana hibah pengajaran dan pendampingan dari tim LKPP Unhas sehingga bahan ajar ini dapat terselesaikan. Makassar, 28 November 2011

Tim Penyusun

ii

Daftar Isi Hal Bab 1.

Pendahuluan

1

Bab 2.

Pengertian Oseanografi Serta Kaitan Dengan Ilmu Lainya

12

Bab 3.

Bab 4.

Bab 5.

Bab 6.

Bab 7.

Pengertian Oseanografi

12

Sejarah Oseanografi

12

Kaitan Oseanografi dengan Ilmu Lainnya

16 18

Pembentukan Lautan Teori dan Analisa tentang Asal Usul Lautan

18

Komposisi Daratan dan Lautan

20

Massa Daratan Dan Lautan

23

Lembah Lautan (Ocean basin)

23

Batas-Batas Pantai (Coastal margins)

28

Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Air Laut

29

Sifat Fisis Air

29

Pengaruh Garam Terlarut

31

Lautan dan Iklim

33

Suhu dan Perpindahan Panas

33

Angin laut dan angin darat

34

Tekanan udara dan angin

34

Curah Hujan dan Siklus Air

35

Pasang Surut (pasut)

38

Teori Pasut Model Matematika Harmonik Tipe Pasut

38 Pasut

dan

Konstanta

41 41

Arus Pasut

43

Prediksi Pasut

44

Analisis Harmonik

45

Prediksi LAT

45

Pengaruh Faktor-faktor Non-Harmonik

46

iii

Bab 8.

Bab 9.

Bab 10.

Bab 11.

Bab 12.

Gelombang (Ombak)

48

Pengertian dan Susunan Gelombang

48

Angin Sebagai Pembangkit Gelombang

52

Perubahan Bentuk (Deformasi) Gelombang

56

Tsunami

59

Arus

66

Arus arus permukaan dunia

66

Arus-arus musiman

68

Upwelling dan sinking

70

Arus Pasang Surut (tidal current)

71

Arus Susur Pantai (Longshore current)

73

Arus yang ditimbulkan oleh perbedaan kerapatan

74

Pengukuran Arus

75

Sedimen dan Sedimentasi

78

Sedimen Lithogeneous

79

Sedimen Biogeneous

80

Sedimen Hydrogeneous

81

Sedimen Cosmogeneous dan Sedimen Volcagenic

82

Faktor yang mengontrol sedimentasi

82

Sedimentasi di Laut Dangkal

83

Sedimentasi di Laut dalam

90

Sistem Pelagis

93

Pengertian

93

Jenis-jenis makhluk hidup yang berada di wilayah pelagis Sistem Bentik

94 109

Batas wilayah bentik

109

Jenis –Jenis Tanaman air laut

110

Hewan-hewan bentik

117

iv

Senarai Kata Penting (Glosarium) Abisal, dataran. Mintakat dasar lautan yang hampir rata yang terletak pada bagian terdalam suatu ledok lautan Alga. Tumbuhan sederhana bersel tunggal maupun bersel banyak yang tidak memiliki sistem akar, batang dan daun. Di sebut juga ganggang. Arus.

Gerakan air yang menyebabkan terjadinya perpindahan massa air

secara horisontal.

Di daerah tertentu dan kondisi tertentu massa air

dapat mengalami sirkulasi vertikal. Astenosfer. Mintakat lunak di dalam mantel bumi yang terletak di sekitar 100 sampai 400 km di bawah permukaan bumi, terselip di antara lapisan mesosfer (di bagian bawahnya) dan lapisan litosfer (di bagian atasnya). Atmosfer. Ruang di atas permukaan bumi yang berisi percampuran berbagai macam gas sampai ketinggian sekitar 10.000 km dari permukaan bumi. Atol. Pulau yang terbentuk dari akumulasi koral (karang) dan mengelilingi sebuah laguna sehingga membentuk seperti lingkaran cincin. Batimetri. Peta yang menggambarkan perairan beserta kedalamannya. Beaufort, Skala.

Skala numerik untuk memperkirakan kekuatan angin

berdasrkan pengaruh pada obyek yang dikenainya.

Skala tersebut

bervariasi dari nol untuk kedaan angin yang tenang sampai 12 untuk sebuah badai. Benthos.

Organisme yang hidupnya berada di dasar lautan.

Benthos

biasanya mengikuti tiga bentuk kehidupan, yaitu sesil (menetap), creeping (merayap), dan burrowing (menggali) Biogenik, sedimen.

Sedimen yang berasal dari hancuran bahan-bahan

organik dari hewan maupun tumbuhan yang sudah mati. Coriolis, gaya. Gaya yang terjadi sebagai akibat gerakan rotasi bumi yang menyebabkan massa air ataupun massa udara cendrung bergerak membelok ke kiri di belahan bumi utara dan ke kanan di belahan bumi selatan

v

Delta. Bentuk segitiga daripada material endapan yang berkembang di muara sungai, menyerupai huruf ∆ (delta). Bentuk delta dikontrol oleh interaksi antara sungai, pasut, dan proses ombak. Diatom. Tumbuhan aquatik berukuran mikroskopis dari kelompok alga bersel tunggal yang memiliki cangkang mengandung silikat dan membentuk endapan ooze di dasar laut. Diurnal. Satu hari pasang Ekman, spiral. Suatu aliran arus dimana makin dalam suatu perairan maka arus yang terjadi pada lapisan-lapisan perairan akan makin dibelokkan arahnya. Kecepatan arus ini, akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan. El Nino. Fenomena alam dan bukan badai, secara ilmiah diartikan dengan meningkatnya suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator dari nilai rata-ratanya dan secara fisik El Nino tidak dapat dilihat. Erosi. Pengikisan dan pengangkutan material hasil pelapukan batuan oleh aktivitas tenaga angin, air, gelombang laut atau es. Estuaria. Bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil muka air,intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya). Flokulasi (flocculation). Berkumpulnya partikel partikel kecil membentuk partikel besar karena adanya gaya tarik antar molekul (partikel) yang dikenal sebagai gaya van der Walls. Flocculation merupakan proses yang penting di bagian estuaria dimana terjadi pertemuan air tawar dan air laut (gaya tarik menarik terjadi karena terjadi pertemuan partikel yg bermuatan negatif dan partikel bermuatan positif). Gyre. Arus-arus berputar di daerah subtropikal. Arah aliran air pada gyre yang terdapat di belahan bumi utara searah dengan jarum jam.

1

BAB 1. Pendahuluan Alumni jurusan Ilmu Kelautan sampai saat ini sudah berjumlah 915 orang. Mereka bekerja di berbagai instansi pemerintah misalnya sebagai dosen dan teknisi di Perguruan Tinggi Negeri (Unhas, Politani Negeri Pangkep, Unmul Kaltim) dan beberapa perguruan tinggi swasta, sebagai peneliti di lembaga penelitian (BRPBAP Maros, BPPT Jakarta, BRKP-DKP), staf Bapedalda Sul-Sel, Bappeda provinsi Sul-Sel, NTB, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) baik di tingkat Kabupaten, Provinsi di seluruh Indonesia maupun DKP pusat di Jakarta. Sebagian alumni juga bekerja di lembaga perbankan (BNI, Bank Mandiri, BRI, BII, dan Bank Danamon). Selain sebagai pegawai negeri, alumni juga bekerja di sektor swasta seperti LSM pusat (Mitra Bahari, Destructive Fishing Watch, WWF, dan PPLH Puntondo) dan LSM daerah (seperti YASINDO, LEMSA, YBBMI, Yayasan Konservasi Laut,) dan beberapa di LSM Internasional seperti MAC, Proyek Pesisir dan CCIF, wiraswasta, kontraktor, dan sebagainya. Waktu tunggu alumni untuk mendapatkan pekerjaan pertama berkisar antara 7,2 – 8,5 bulan. Tidak terlihat adanya kecenderungan penurunan atau peningkatan waktu menunggu pekerjaan selama lima tahun terakhir. Dari 70 orang alumni responden, 31 orang diantaranya (44,29 %) menunggu kurang dari 6 bulan, 8 orang (11,43 %) menunggu 6-12 bulan dan 31 orang (44,29 %) menunggu lebih dari 12 bulan untuk mendapatkan pekerjaan pertama. Dari data tersebut terlihat bahwa persentase lulusan yang tunggu pekerjaan pertamanya > 12 bulan masih relatif tinggi (44,29%). Alumni yang telah bekerja di instansi pemerintah telah melewati persaingan yang ketat. Kelebihan yang dimiliki oleh alumni Jurusan Ilmu Kelautan dibanding dengan alumni jurusan yang sama dari universitas lain atau Jurusan Perikanan, yakni keterampilan alumni dalam memetakan sumberdaya pesisir dan laut dan dalam memanfaatkan data citra satelit sebagai sumber informasi mengenai potensi kelautan. Keterampilan tersebut mempermudah mereka masuk pada instansi pemerintah karena kompetensi tersebut akhir-akhir ini sangat dibutuhkan. Keterampilan alumni tersebut perlu pula ditunjang dengan keterampilan dalam hal teknik survei ekosistem maupun hydrografi laut dan kemampuan pengolahan dan analisis data sampai menjadi suatu sumber informasi yang bermakna. Untuk itu perlu diadakan kegiatan Survei Laut Terpadu (termasuk teknik pengolahan datanya) secara berkala (sekali dalam setahun) bagi tiap angkatan yang telah mengikuti perkuliahan selama 3 tahun dan menjadi salah

2

satu syarat sebelum memprogramkan penelitan. Untuk mendukung kegiatan tersebut melalui program SP4 tahun 2005 telah diadakan satu unit kapal survei ekosistem dan hidrografi, namun kapal tersebut belum memiliki peralatan survei yang lengkap karena terbatasnya anggaran. Kemampuan alumni untuk menciptakan pasar kerja secara mandiri masih relatif rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena alumni kurang memiliki jiwa dan keterampilan kewirausahan. Selain itu kebanyakan alumni masih lebih mengutamakan bekerja sebagai pegawai negeri.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu memasukkan

materi kewirausahaan dalam kurikulum dan memberikan pelatihan tambahan tentang kewirausahaan kepada mahasiswa tingkat akhir. Selain itu, akan dioptimalkan peran PA agar dapat mengarahkan mahasiswa melakukan kegiatan PKL pada perusahan yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan. Berkaitan dengan hal itu, jurusan perlu memperluas kerjasama dengan institusi yang bergerak pada sektor kelautan. IPK rata-rata alumni lima tahun terakhir menunjukkan suatu peningkatan yang cukup berarti yaitu telah terjadi peningkatan IPK lulusan dari 2,89 (2006) menjadi 3,04 (2007), 3,10 (2008) dan 3.09 pada tahun 2009. Kecenderungan meningkatnya IPK rata-rata alumni, diduga disebabkan oleh semakin membaiknya proses pembelajaran di jurusan akibat meningkatnya jumlah staf yang kembali dari studi lanjut (S2 dan S3) dan adanya program hibah kompetisi SP4 2004-2005 dan PHK A2 tahun 2008 – 2010. Proses pembelajaran di Jurusan Ilmu Kelautan selama lima tahun terakhir berjalan lancar meskipun terlihat ada beberapa kelemahan yang cukup memberi pengaruh yang berarti terhadap proses pembelajaran. Sarana pembelajaran berupa buku teks untuk setiap mata kuliah sebagian besar sudah tersedia di perpustakaan jurusan, fakultas dan perpustakan pusat. Namun jumlah eksemplar setiap judul masih terbatas dan tahun penerbitan relatif tua (>5 tahun). Demikian pula jumlah diktat dan penuntun praktikum juga masih sangat kurang. Hibah pengajaran SP4 tahun 2005 telah menghasilkan 3 buku ajar dan 4 modul praktik. Mengingat sebagian besar buku teks matakuliah tersedia dalam literatur asing maka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran perlu disediakan buku ajar dan modul praktik yang berbahasa Indonesia. Keberhasilan Jurusan Ilmu Kelautan dalam mengembangkan IPTEK Kelautan dan menghasilkan sarjana (sumber daya manusia) yang kompeten dibidang Kelautan ditentukan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah ketersedian bahan ajar dan

3

metode penyampaian materi kuliah yang menunjang proses pembelajaran (learning process). Peningkatan kapasitas belajar mahasiswa sangat ditentukan oleh kemampuan untuk memanfaatkan literaratur dari berbagai sumber, termasuk literatur yang mudah diperoleh dengan mengakses dari internet.

Hasil evaluasi diri jurusan Ilmu Kelautan

menunjukkan bahwa salah satu penyebab kurang optimalnya proses pembelajaran di Jurusan Ilmu Kelautan adalah karena tidak tersedianya bahan ajar /modul kuliah multimedia yang berbasis web yang mudah diakses oleh mahasiswa. Oleh karena itu dengan digalakkannya metode pembelajaran berbasis elektronik (e-learning) maka kebutuhan akan bahan ajar/modul kuliah berbasis web menjadi suatu keharusan. Matakuliah Pengantar Oseanografi adalah salah matakuliah wajib di Jurusan Ilmu kelautan yang memegang peranan strategis karena pada matakuliah ini mahasiswa diberikan pengantar tentang pengetahuan pengetahuan dasar tentang kelautan (oseanografi) dan ilmu ilmu lain yang berhubungan dengan kelautan. Jumlah rata-rata peserta mata kuliah ini adalah 57 orang dengan nilai rata-rata adalah B. Jumlah mahasiswa yang dapat nilai A sekitar 25 % dari total peserta mata kuliah dan yang dapat nilai E sekitar 7 % dari total peserta mata kuliah. Dari sebaran nilai mata kuliah tersebut terlihat bahwa jumlah mahasiswa yang dapat nilai A masih relatif kecil dan bahkan masih ada sekitar 7% mahasiswa yang tidak lulus atau dapat nilai E. Selama ini metode pembelajaran yang digunakan di kelas adalah dengan metode konvensional yakni ceramah klasikal. Metode ini dinilai hanya mampu memindahkan ilmu pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa saja tanpa ada kepastian mahasiswa betul-betul mampu memahami dan mengaplikasikannya dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan kesehariannya. Selain itu Sistem pembelajaran konvensional ternyata juga menyebabkan suasana kelas yang tidak hidup mengakibatkan mahasiswa cenderung mengobrol sendiri, atau mengantuk karena tidak merasa dilibatkan di kelas. Melihat kenyataan di atas, saat ini dibutuhkan metode penyajian yang lebih atraktif dan interaktif dengan visualisasi gambar yang jelas dan detil sehingga materi kuliah dapat dengan cepat dan mudah dimengerti oleh mahasiswa. Sistem pembelajaran mata kuliah Pengantar Oseanografi yang interaktif ini di harapkan mahasiswa lebih senang dan mudah untuk belajar, karena dalam aplikasi ini mahasiswa tidak hanya mendengarkan penjelasan dari dosen (tutor) saja tapi juga berinterkatif, yaitu dengan

4

mengklik tombol/icon-icon yang telah disediakan, sehingga tampilan yang menarik ini mungkin dapat mengurangi kejenuhan mahasiswa dalam menerima pelajaran. Selain penyajiaanya yang interaktif, sistem pembelajaran matakuliah ini juga perlu dilakukan dengan berbasis web yang memungkinkan mahasiswa lebih mudah mengakses materi dan literatur perkuliahan dengan cepat dimana dan kapan saja sehingga ruang dan waktu tidak menjadi kendala dalam proses pembelajaran.

5

RACAGA PEMBELAJARA BERBASIS SCL MATAKULIAH: PEGATAR OSEAOGRAFI ama Matakuliah

: Pengantar Oseanografi

omor Kode/SKS

:

Dosen Pengasuh

: Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc. Ir. Suwarni, MS Dr. Muh. Lukman, ST, M.MarSc

Deskripsi Singkat

: Matakuliah ini membahas parameter oseanografis dan proses-proses oseanografis; merupakan dasar dari matakuliah selanjutnya utamanya Oseanografi Fisika, Oseanografi Perikanan, Oseanografi Kimia, Biologi laut, Meteorologi Laut dan Geologi laut.

200 LE 2/2

Kompetensi yang Diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik: : - Mampu memahami pengertian dan hubungan oseanofrafi dengan disiplin ilmu lainnya yang berhubungan dengan kelautan dan perikanan

Kompetensi Utama

-

Mampu menjelaskan parameter dan proses proses oseanografis di pantai, estuaria dan laut yang berhubungan dengan eksplorasi dan konservasi laut.

Kompetensi Pendukung: -Mampu menerapkan pengetahuan dasar oseanografi dalam menyelesaikan masalah masalah dinamika pantai (erosi pantai dan sedimentasi) dan menerapkan pengetahuan dasar oseanografi untuk pemanfaatan sumberdaya laut yang optimal dan lestari Kompetensi Institusi

:

-Mampu berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kelautan dan perikanan khususnya dalam bidang eksplorasi laut dan memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikannya dengan lingkungan luar

6

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

MINGGU KE

MATERI PEMBELAJARAN

BENTUK PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN AKHIR YG DIHARAPKAN

KRITERIA PENILAIAN (INDIKATOR)

BOBOT NILAI

1

Informasi Kontrak dan Rencana Pembelajaran

Kuliah + Diskusi

Membentuk kelompok kerja dan memilih ketua secara demokratis

Pembentukan Lautan

-

- Komposisi Daratan dan Lautan

-

-Hipotesis Pelepasan Lempeng

Menjelaskan proses pembentukan lautan Menjelaskan bentuk-bentuk massa lautan

(%)

Kejelasan kontrak perkuliahan Ketepatan pengertian dgn contoh; kejelasan uraian dan konsep; kemutakhiran bahan pustaka

2 S.d 3 Massa Daratan dan Lautan -Jenis dan Karakteristik Pantai -Batas-Batas Pantai - Lembah Lautan

Kuliah + Tugas+ kajian pustaka

10

7

Menjelaskan sekurang-kurangnnya 5 sifat fisika dan 5 sifat kimia air laut

Sifat-sifat fisika dan kimia air laut

- Sifat-sifat fisika air laut - Sifat-sifat kimia air laut Menjelaskan hubungan antara lautan dan iklim dan menjelaskan bentuk bentuk interaksi antara laut, darat dan udara

Lautan dan Iklim 4 S.d 7

- Suhu dan perpindahan panas - Curah hujan dan siklus air - Tekanan udara dan angin.

Kuliah + kerja kelompok+ presentase (Collaborative learning) (*praktikum)

20

Ketepatan dan kejelasan uraian dan pengertian dgn contoh; kretivitas; kerja sama Tim pada presentasi.

8

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Menjelaskan tentang proses terjadinya pasang surut di laut

Pasang surut - Gaya-gaya Pembangkit Pasang Surut - Tipe-tipePasang Surut - Pembangkitan arus pasut

Menjelaskan tentang proses pembentukan ombak, penjalaran ombak dan pecahnya ombak

Ombak - Pembentukan Ombak - Penjalaran Ombak - Ombak di Perairan Dangkal

8 S.d 11

Arus

Kuliah + kerja kelompok+ presentase

- Pembangkitan Arus

(Collaborative learning)

- Arus-arus permukaan dunia termasuk Indonesia (ARLINDO) - Arus-arus Musiman

(*kunjungan lapangan/ekskursi)

Menjelaskan tentang proses pembangkitan arus dan pola-pola arus di laut

Ketepatan dan kejelasan uraian dan pengertian dgn contoh; kretivitas; kerja sama Tim pada presentasi.

20

9

Sedimen dan Sedimentasi - Lingkungan Pengendapan

Menjelaskan tentang lingkungan sedimen dan klasifikasi jenis sedimen di laut

- Jenis dan Proses p Pembentukan Sedimen - Klasifikasi Pertikel-Pertikel Sedimen 25 12 S.d 15

Sistem pelagis - Plankton - Nekton

menjelaskan tentang pengertian dan komponen sistim pelagik

10

(1)

(2) Sistem Bentik - Tumbuhan Dasar Laut

(3) Kuliah + kerja kelompok+ presentase

(4) Menjelaskan tentang pengertian dan komponen sistem bentik

- Hewan-hewan Dasar Laut (Collaborative learning)

(5) Ketepatan dan kejelasan uraian dan pengertian serta contoh; kretivitas; kerja sama Tim pada presentasi

menjelaskan proses pembentukan lautan, menyebutkan sifat sifat fisia dan kimia air laut, menjelaskan proses terjadinya pasut, arus, dan gelombang, menjelaskan sumber dan peyebaran dan pengendapan sedimen, menjelaskan sistem bentik dan pelagis

16

Uji Kompetensi

Ujian/tes

(ujian tertulis)

(6)

25

Ketepatan dan kejelasan uraian, deskripsi dan contoh.

11

AALISIS KEBUTUHA PEMBELAJARA PLU: Mahasiswa akan dapat memahami pengertian oseanografi dan mampu menjelaskan proses oseanografis di pantai, estuaria dan laut yang berhubungan dengan eksplorasi dan konservasi laut

Sistem bentuk (9)

Sedimen dan sedimentasi (6)

Lautan dan Iklim (5)

Pendahuluan (Konsep dan Defenisi) (2)

Pasang surut, Arus, dan Gelombang (7)

Pemahaman umum

Menjelaskan

Kontrak Pembelajaran (1)

Sistem Pelagis (8)

Sifat fisis dan kimia air laut (4)

Identifikasi & klasifikasi Pembentukan Lautan (3)

GARIS ENTRY BEHAVIOR --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------(0) Telah mengikuti kuliah fisika dasar, biologi dasar, dan kimia dasar

12

BAB 2. Pengertian Oseanografi Serta Kaitan Dengan Ilmu Lainya A. Pendahuluan Modul ini memamparkan tentang pengertian dan sejarah Oseanografi. Dalam modul ini juga dibahas tentang ruang lingkup Oseanografi dan kaintannya dengan ilmu lain. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Mampu menjelaskan dengan benar pengertian dari oseanografi



Mampu mendeskripsikan dengan benar sejarah perkembangan oseanografi di dunia maupun di Indonesia



Mampu menjelaskan dengan benar kaitan Oseanografi dengan ilmu lainnya.

B. Uraian Bahan Pembelajaran B.1. Pengertian Oseanografi dan Kaitannya Dengan Ilmu Lain Kata oseanografi adalah kombinasi dari dua kata yunani: oceanus (samudera) dan graphos (uraian/deskripsi) sehingga oseanografi mempunyai arti deskripsi tentang samudera. Tetapi lingkup oseanografi pada kenyataan lebih dari sekedar deskripsi tentang samudera, karena samudera sendiri akan melibatkan berbagai disiplin ilmu jika ingin diungkapkan. Dalam modul ini bahasannya lebih difokuskan pada oseanografi fisika (Supangat dan Susanna, 2008). Planet Bumi merupakan anggota tata surya yang unik di mana samudera melingkupi ± 140 juta mil persegi dari total ± 200 juta mil persegi luas permukaannya. Ini berarti samudera meliputi sekitar 70 persen permukaan bumi dengan volume air yang dikandungnya ± 350 juta mil kubik. Di dalamnya juga terkandung 3,5 persen garam terlarut disamping zat-zat terlarut lainnya yang sebanding dengan 160 juta ton garam per mil kubik (Bhatt, 1978). Interaksinya dengan atmosfer akan mempengaruhi pola iklim global. Potensi sumber daya alamnya yang kaya akan dapat mempengaruhi baik buruknya hubungan antar negara Fenomena dinamikanya seperti pasang surut, arus, transport massa, dan sebagainya, termasuk fenomena-fenomena yang belum terungkap secara lugas, contohnya fenomena el nino dan la nina, dibutuhkan informasinya oleh banyak negara. Semua fakta di atas mengukuhkan pentingnya samudera bagi kehidupan nasional, regional, dan internasional. Dan ini juga mengukuhkan pentingnya disiplin

13

ilmu oseanografi untuk lebih dilirik, dipahami, bahkan didalami oleh para intelektual yang meminatinya. Orang yang mempelajari samudera secara mendalam disebut oseanografer. Dan oseanografi sendiri seringkali diungkapkan berdasarkan empat kategori keilmuan yaitu fisika, biologi, kimia, dan geologi (Stowe,1983). Oseanografi fisis khusus mempelajari segala sifat dan karakter fisik yang membangun sistem fluidanya. Oseanografi biologi mempelajari sisi hayati samudera guna mengungkap berbagai siklus kehidupan organisme yang hidup di atau dari samudera. Oseanografi kimia melihat berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur, molekul, atau campuran dalam sistem samudera yang menyebabkan perubahan zat secara reversibel atau ireversibel. Dan oseanografi geologi memfokuskan pada bangunan dasar samudera yang berkaitan dengan struktur dan evolusi cekungan samudera. Beberapa aspek penting disiplin ilmu oseanografi agak sulit dikatagorikan ke dalam salah satu dari empat keilmuan di atas, seperti aspek-aspek geofisika, biofisika, nutrisi, petrologi, antropologi, meteorologi, dan farmakologi. Disamping itu, oseanografi juga dipengaruhi oleh keilmuan yang tidak termasuk sains murni, seperti sejarah, hukum atau sosiologi. Lebih lanjut sekarang juga telah berkembang cabang baru oseanografi yang disebut oseanografi terapan. Karena deskripsi tentang seorang oseanografer akan melingkupi keilmuan yang kompleks. B.2. Sejarah Oseanografi J.J. Bhatt, dari Rhode Island Junior College (1978), membagi sejarah Oseanografi menjadi beberapa era, yaitu era klasik, era sebelum Challenger,era Challenger, era setelah Challenger, da era Glomar Challenger. Awal dari oseanografi tidak diketahui pasti, karena memang manusia kuno tidak meninggalkan rekaman secara sistematik, baik berupa jurnal ataupun buku harian perorangan. Para arkeolog mencatat orangorang Polinesia dan India pra sejarah melakukan perjalanan laut yang sulit dalam jarak yang panjang. Para pedagang dari India Timur telah memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang arus-arus monsun, karena perjalanan laut sudah umum dikawasan Samudera Hindia pada sekitar 3000 MS. Menyusul kemudian bangsa Punisia dan Yunani yang kerap melayari perairan Laut Tengah dalam rentang waktu 1500 - 1600 SM. Sekitar tahun150 M, Claudius Ptolemy telah membuat peta Samudera Atlantik dan Hindia

14

berupa dua lautan yang tertutup. Bersamaan dengan masanya beberapa instrumen navigasi telah ditemukan, seperti kompas dan astrolabe (alat pengukur tinggi bintang) di Cina. Tahun 800 - 1000 M bangsa Viking telah berlayar hingga Atlantik Utara, menemukan Iceland dan Greenland. Dan tahun 1000 M ahli sejarah mencata Leif putra Eric Si Merah telah mencapai bagian paling utara dari Benua Amerika. Era sebelum Challenger ditandai oleh dua orang pionir pelayaran jarak jauh yaitu Christopher Columbus (Italia) yang berhasil mencapai Benua Amerika tahun 1492 dan Vasco da Gama (Portugis) berhasil menemukan rute ke India melalui Tanjung Harapan tahun 1498. Tahun1520, pelaut Spanyol Ferdinand Magellan berlayar hingga samudera Pasifik, dan mengukur kedalaman laut di beberapa tempat menggunakan teknik gelombang bunyi tetapi belum dapat mencapai dasar lautnya. William Dampier telah mendeskripsikan aspek meteorologi laut dalam oseanografi secara detail dalam publikasinya A discourse of the Wind tahun1700. Tahun 1768-1779 Captain James Cook melayari kawasan Pasifik memetakan New Zealand, Laut Selatan, dan pantai barat laut Amerika Utara. Dan pada tahun 1770 Benjamin Franklin untuk yang pertama kalinya membuat peta Arus Teluk (Gulf Stream). Alexander Von Humboldt (1769-1859) dari Jerman atas inspirasi ekspedisi Cook melakukan lima tahun perjalanan laut melalui Kuba, Meksiko, dan banyak tempat lagi sepanjang pantai Amerika Latin. Ia mempublikasikan perjalanan ilmiahnya dalam 17 volume tulisan The Travels of Humboldt and Bonpland in the Interior of America. Tahun 1818 John Ross dan keponakannya James Ross sukses mengukur kedalaman Teluk Baffin, Canada, serta mempelajari kondisi dan distribusi alamiah organisme serta sedimen laut. Charles Darwin dengan kapal Beagle-nya tahun 1830 melakukan ekspedisi ke kepulauan Galapagos, menghasilkan konsep-konsep evolusi yang hingga kini masih tertulis dalam buku-buku tentang evolusi makhluk hidup. Edward Forbes mengamati binatang dan tumbuhan dasar laut. Ia membagi populasi laut menjadi delapan zona menurut skala pertumbuhan habitatnya terhadap kedalaman. Oseanografi fisika menemukan awal kebangkitannya melalui buku teks pertama dalam oseanografi, The Physical Geography of the Sea, yang ditulis oleh letnan Matthew Fontaine Maury dari angkatan laut Amerika tahun 1855. Oleh bangsa

15

Amerika ia dikenal sebagai bapakoseanografi fisis modern. Langkah besar dalam oseanografi terjadi setelah dipublikasikannya Ekspedisi Challenger oleh William Dittmar (1884) berdasarkan ekspedisi kelautan menggunakan kapal angkatan laut Inggris HMS Challenger yang dipimpin C Wyville Thomson tahun 1872-1876. Ini adalah ekspedisi lautdalam secara global yang pertama kali dilakukan. Darinya berhasil dikoleksi sampel-sampel biologi laut, 77 sampel air samudera, informasi kedalaman

da

temperatur

laut,

serta

landasan

oseanografi

geologi

terbentukkarenanya. Ekspedisi ini menjadi inspirasi ekspedisi-ekspedisi selanjutnya dan berdirinya lembaga-lembaga riset samudera. Seiring dengan waktu berbagai deskripsi tentang samudera dan segala sesuatu di bawah permukaan air yang melingkupi bumi kita mulai terungkap. Di akhir abad 19, oseanografi dari Norwegia Fridjof Nansen berdsarkan ekspedisi Fram-nya di samudera Artik mencoba mengungkap berbagai fenomena di samudera tersebut dan mengamati fenomena angin yang membangkitkan arus permukaan laut. Sumbangan dari Nansen yang hingga kini masih digunakan yaitu tabung khusus untuk sampel air laut dari berbagai kedalaman, kini dikenal dengan nama botol Nansen. Di awal abad 20 kapal riset Meteor melakukan lebih dari 70.000 sounding dasar samudera, ia melengkapi hasil sounding dari challenger. Tahun 1920-1922 kapal riset Dana mengamati samudera Hindia dan menemukan punggungan tengah samudera Carlsberg di dasarnya. Tahun 1950-an kapal riset Swedia Galatha Triste selain berhasil mengukur kedalaman palung Mindanau juga menemukan kehidupan di laut dalam. Kapal riset Glomar Challenger yang diluncurkan oleh Institut Oseanografi Scripps di La Jolla California tahun 1968 adalah kapal riset modern yang dilengkapi berbagai sensor untuk mengukur seluruh parameter oseanografi. Kapal ini juga memiliki kemampuan untuk melakukan pengeboran di dasar laut. Antara tahun 1968-1973 Glomar Challenger telah mengebor 450 sumur bor, melego jangkar di 300 lokasi, dan mengurangi lebih dari 275.000 km. Oseanografi kini telah melingkupi multidisiplin keilmuan dan telah menggunakan teknologi tingkat tinggi dalam observasi samuder temasuk menggunakan perangkat penginderaan jauh seperti satelit.

16

Penenlitian oseanografi di indonesia pertama kali dimulai pada tahun 1904 ketika Koningsbenser mendirikan sebuah laboratorium perikanan di jakarta. Pada tahun 1919, laboratorium ini dirubah menjadi sebuah laboratorium Biologi laut. Setelah ini mengalami beberapa kali perubahan nama mulai dari Lembaga Penelitian Laut, menjadi Lembaga Sumber lautan, dan lalu berubah menjadi Lembaga Penelitian laut yang akhirnya pada tahun 1970 berubah nama menjadi Lembaga Oseanologi Nasional. Lembaga ini sekaramng sudah mempuanyai stasiun penelitian yang berjalan dengan baik. Di mana dilengkapi dengan peralatan laboratorium dan kapal-kapal peneliti yang telah melakukan beberapa kali penelitian terhadap kjondisi perairan di sekitarnya. Di antara aktivitas-aktivitas ini antara lain adalah ekspedisi Rumphius yang telah melakukan serangkaian penelitian. Lembaga ini juga mempunyai sebuah laboratorium lapangan di Pulau Pari yang merupakan salah satu bagian dari kepulauan Seribu yang terletak di teluk Jakarta (Hutabarat dan Evans, 1985). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak diantara samudera Fasifik dan Hindia jelas memerlukan riset kelautan untuk mengungkap berbagai fenomena dan mengidentifikasi sumber daya laut yang dimiliki secara akurat. Indonesia telah melengkapi perangkat teknologi dengan kapal-kapal riset. Lembaga-lembaga negara yang berhubungan dengan matra laut seperti Dinas Hidro Oseanografi-Angkatan Laut, LIPI, dan BPPT memang telah memiliki kapal-kapal riset. Tetapi, kapal riset yang ada belum sebanding dengan luasnya kawasan lautan Indonesia (Supangat dan Susanna, 2008). B.3. Kaitan Oseanografi dengan Ilmu Lainnya Oseanografi

merupakan

ilmu

yang

mempelajari

tentang lautan.

Mempelajari oseanografi dalam kaitannya dengan geografi, tidak semata-mata mempelajari oseanografi sebagai ilmu murni. Oseanografi merupakan ilmu yang terdiri

dari

beberapa

ilmu

pendukung,

diantaranya

:

1. Fisika Osenografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sifat fisika yang terjadi dalam lautan dan yang terjadi antara lautan dengan atmosfer dan daratan. 2. Geology Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari asal lautan yang telah berubah dalam jangka waktu yang sangat lama, termasuk didalamnya penelitian

17

tentang

lapisan

kerakbumi,

gunungapi

dan

terjadinya

gempa

bumi.

3. Kimia Oceanography, yaitu ilmu yang berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi

di

dalam

dan

didasar

laut

serta

menganalisa

sifat

air

laut.

4. Biologi Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari semua organisma yang hidup di lautan 5. Hidrologi , klimatologi dan ilmu lainnya

C. Penutup Soal Latihan 1. Ceritakan secara singkat sejarah perkembangan oseanogarfi di Indonesia 2. Apa yang dimaksud dengan oseanografi dan jelaskan kaitan antara oseanografi dengan ilmu lainnya? Bahan Bacaan Arx, William S. Von. 1962. An Introduction To Physical Ocenography. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Massachusetts. Bhatt, JJ. 1978. Ocenography. D. Van Nostrand Company. New York. Gross, M. G. 1987. Oceanography a View of The Earth. Fourth edition. Prentice-Hall International, Inc. New Jersey. Groves, D. 1989. The Oceans. John Willey and Sons, Inc. New York. Neshyba, S. 1987. Oceanography Perspective on a Fluoid. John Willey & Sons, Inc. New York. Hutabarat, S. dan S.M, Evans. Indonesia Press., Jakarta.

1985. Pengantar Oseabografi.

Universitas

Stowe, Keith. Ocean Science. John Willey & Sons New York: 1983. Supangat, A dan Susanna. 2008. Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati. Badan Riset kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

18

BAB 3. Pembentukan Lautan A. Pendahuluan Modul ini membahas tentang teori dan analisa asal-usul lautan yang meliputi hipotesa pelepasan lempeng, teori undasi dan teori tektonik lempeng. Selain itu dalam modul ini dibahas juga tentang komposisi daratan dan lautan Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Menjelaskan proses pembentukan lautan menurut teori pelepasan lempeng, teori undasi dan teori tektonik lempeng



Mampu mengambarkan komposisi daratan dan lautan.

B. Uraian Bahan Pembelajaran B.1. Teori dan Analisa tentang Asal Usul Lautan Kehadiran lautan sebagimanan tampak sekarang ini, tidak terlepas dari proses pembentukan bumi. Karena lautan merupakan bagian dari bumi, sehingga baik asal usulnya maupun aspek aspek dan proses proses selanjutnya merupakan rentetan proses alam yang masih tetap bekerja. Umur bumi sekarang diperkirakan sudah mencapai 4,5 milyard tahun yang lalu, namun kapan terbentuknya lautan masih merupakan misteri.

Yang jelas kejadian lautan merupakan rentetan

proses proses alam yang bekerja hingga sekarang dan masih tetap berlangsung terus. Di bawah ini akan disajikan beberapa teori dan analisa tentang asal-usul lautan (Mappa dan Kaharuddin, 1991). a. Hipotesa Pelepasan Lempeng Bertolak dari teori kabut oleh Laplace (1796), yang beranggapan bahwa bumi merupakan bagian dari pada tata surya, mulanya berasal dari gumpalan gumpalan kabut yang berputar (terpilin). Dan seterusnya menjadi cairan pijar hingga terjadi pembekuan akibat penurunan temperatur. Pada kondisi ini bumi dalam keadaan tidak stabil, karena pada bagian dalamnya masih cair dan panas. Sehingga terciptalah kondisi dimana mudah terjadi peretakan peretakan di antara dua lapisan yang berbeda fase.

Terjadinya peretakan-peretakan dan mungkin

dalam waktu relatif agak lama, bumi tetap berputar dan bergerak mengelilingi planet induk (matahari), terjadilah pelepasan sebagian lapisan luar dari bumi

19

akibat adanya gaya lemparan (centrifugal) tidak seimbang dengan gaya tarikan bumi(centripetal). Terlepasnya sebagian permukaan bumi tersebut maka terbentuklah cekungan yang nantinya terisi air, membentuk lautan. Lapisan bumi yang telah terlepas diduga sebagai bulan atau planet yang mengelilingi bum. Dalam sistem tata surya dapat dilihat bahwa material-material atau planet-planet yang terlepas dari induknya akan tetap terkontrol dan mengelilingi dimana planet tersebut berasal. Berbagai macam penelitian telah membuktikan bahwa batuan dasar penyusun lautan itu berbeda dengan penyusun benua. Hal tersebut terjadi akibat pemisahan secara konsentrik ke arah inti bumi terhadap cairan (magma) basa, dimana cairan basa lebih berat turun ke arah inti bumi membentuk magma basa hingga ultra basa. Cairan lebih ringan (asam) naik mengapung di atas cairan basa, sehingga terjadi suatu fase magma yang berbeda sifat fisik dan kimianya. Akibat dari pemisahan ini, menyebabkan batuan benua bersifat asam dan batuan samudra (lautan) bersifat basa. Kapan terisinya cekungan tersebut di atas, masih merupakan masalah yang harus dipecahkan. Suatu cara menentukan umur daripada lautan berdasarkan banyaknya garam-garam yang terlarut dalam air laut persatuan waktu. Itupun belum bisa mengunkapkan secara pasti, karena kehadiran atau komposisi daripada air laut banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Sedangkan kita telah ketahui, bahwa di permukaan bumi terdapat berbagai macam dan kondisi lingkungan yang berbeda. Terisinya cekungan-cekungan di permukaan bumi oleh air dapat dihubungkan dengan temperatur permukaan bumi, yang memungkinkan terjadinya pengembunan gas-gas air (H2O).

Dan pada saat itulah diduga

terbentuknya lautan dengan barbagai reaksi kimia dan interaksi di dalamnya.

b. Teori Undasi Telah dijelaskan oleh Van Bemmelen (1932-1935),

bahwa adanya

permukaan bumi yang tidak rata yaitu sebagian cekungan dan sebagian tonjolan (pegunungan), diakibatkan oleh gelombang turun naik terhadap bagian bumi yang cair (magma)

20

Timbulnya gerakan gelombang tersebut akibat pengaruh pemisahan magma dari yang basa ke yang asam dan dari basa ke ultrabasa, sehingga terdapat empat susunan magma yaitu mulai dari atas: asam, intermediat, basa dan ultrabasa.

c. Teori Tektonik lempeng Diawali suatu anggapan oleh Wegener (1929), bahwa benua yang sekarang ini selalu bergerak terapung di atas bahan yang cair. Banyak bukti dan gejala gejala pergerakan lempeng bumi yang dapat dipelajari, seperti terjadinya busur gunung api di indonesia, jalur jalur gempa bumi, naiknya suhu air laut, bentuk kecocokan diantara dua pulau atau benua yang berhadapan (Amerika Selatan dan Afrika), kesamaan kesamaan litologi dan gejala gejala geologi diantara dua pulau, serta kelainan kemagnetan dan gaya berat bumi diantara dua tempat berdekatan. Bagaimana suatu lempeng dapat berpisah atau berbenturan, tentunya untuk memberikan suatu jawaban atas pernyataan tersebut diperlukan suatu pendekatan terhadap gejala-gejala alam berupa analisis ketektonikan bumi. Ini dapat dipahami bahwa yang menyebabkan suatu lempeng bumi dapat bergerak adalah akibat pengaruh gaya konveksi dalam perut bumi Dari ketiga teori tentang asal usul lautan dapat disimpulkan bahwa: Teori pelepasan lempeng adalah mengungkapkan fase tertua kejadian lautan. Teori undasi merupakan pembuktian gangguan keseimbangan isostatik akibat pengaruh gerakan vertikal setelah pembekuan kulit bumi, Sedang teori tektonik lempeng membahas lebih jauh tentang pergerakan pergerakan lempeng bumi dalam kaitannya dengan perkembangan lautan baru. B.2. Komposisi Daratan dan Lautan Struktur bagian dalam bumi yang berbentuk sebagai suatu bidang yang tidak rata mula-mula tidak diketahui sampai dengan mulai dikembangkannya ilmu baru yang dapat mencatat terjadinya gempa bumi (seismology) baru baru ini. Dengan cara ini dapat dicatat tenaga yang dikeluarkan oleh adanya gempa bumi yang merambat ke permukaan bumi. Dari data-data tersebut kemudian dapat ditarik kesimpulan tentang susunan dari bumi ini. Pada saat ini sudah ada bukti yang kuat, bahwa bumi terdiri atas beberapa lapisan dimana setiap lapisan

21

Gambar 3.1. Struktur Bumi mulai dari Atmosphere, Hydrosphere, Lithosphere, Asthenosphere, sampai dengan inner core (sumber: Pinet, 1992). mempunyai kepadatan (density) dan komposisi yang berbeda-beda satu sama lain. Adapun urutan lapisan-lapisan tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. adalah Atmosfer, Hidrosfer, Litosfer (lapisan kerak bumi), Astenosfer, dan pusat Bumi (central core) (Hutabarat dan Evans, 1985). a. Atmosfer Lapisan terluar yang terdiri dari bermacam-macam gas, seperti nitrogen,oksigen, karbondioksida, uap air dan gas-gas lain (inert gas).

22

b. Hidrosfer Terdiri dari semua air bebas yang terdapat di permukaan bumi yang berbentuk sebagai laut, samudera, dan danau-danau air tawar. Seluruhnya berjumlah 361 juta km2 atau kira-kira meliputi 71 % dari seluruh luas permukaan bumi. c. Litosfer (lapisan kerak bumi) Lapisan keras yang tebalnya antara 600–700 km membentuk dua tipe lapisan keras permukaan yaitu; 1. Continental crust yang terdiri dari batu-batu granit yang membentuk hampir seluruh massa tanah yang terdapat di dunia (menutupi hampir sekitar 149 juta km2 atau kira-kira 29 % dari seluruh permukaan bumi). 2. Oceanic crust yang terdiri dari batu-batu basal yang melapisi lembahlembah laut yang dalam. d. Astenosfer Bagian atas astenosfer dipercaya secara relatif adalah lunak dan dapat mengalir secara lambat sekali. Sedangkan bagian bawah astenosfer adalah keras.Lapisan litosfer yang berbentuk seperti lempengan mengapung di atas lapisan astenosfer sehingga dinamakan lempeng tektonik (tectonic plate).

Hal ini dapat

dibayangkan sebagai massa es yang besar mengapung di atas air. d. Pusat Bumi Adalah lapisan bumi yang sangat padat yang kaya mengandung logam-logam besi dan nikel. C. Penutup Soal Latihan 1. Jelaskan proses pembentukan lautan menurut hipotesa pelepasan lempeng! 2. Apa yang dimaksud dengan atmosfer, hidrosfer, litosfer, astenosfer dan pusat bumi? Bahan Bacaan 1. Kaharuddin M.S. dan H.Mappa. 1991. Geologi Laut. Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2. Hutabarat, S. dan S.M, Evans. 1985. Pengantar Oseabografi. Universitas Indonesia Press., Jakarta. 3. Pinet, 1992. Oceanography: An Introduction to the Planet Oceanus. West Publishing Company. New York

23

BAB 4. Massa Daratan Dan Lautan A. Pendahuluan Modul ini membahas tentang massa daratan dan lautan yang intinya membahas tentang lembah lautan dan batas-batas pantai.

Setelah mempelajari modul ini,

mahasiswa diharapkan dapat: •

Menjelaskan bentuk-bentuk (topografi) dasar laut yang meliputi Ridge dan Rise, Trench, Abyssal plain, Continental Island, Island Arc, MidOceanic Volcanic Islands, Atol-atol, Seamount dan Guyot



Mampu membedakan antara Continental Shelf, Continental Slope, dan Continental Rise.

B. Uraian Bahan Pembelajaran Pantai benua kelihatan di atas lautan di banyak tempat di bumi membentuk massa daratan yang maha luas. Pada dasarnya bumi kita ini dapat dibagi menjadi tanah hemisfer yang meliputi seluruh massa tanah daratan dan lautan hemisfer. Sampai sekarang belum

ada keterangan yang cukup yang dapat menerangkan tentang

perbedaan-perbedaan daratan dan lautan ini. Lembah Lautan (Ocean basin) Pada mulanya dipercaya bahwa permukaan dasar lautan itu adalah datar dan tidak mempunyai bentuk, tetapi ilmu-ilmu modern telah membuktikan bahwa topografi mereka adalah kompleks seperti daratan. Bentuk bentuk itu adalah: Ridge dan Rise, Trench, Abyssal plain, Continental Island, Island Arc, Mid-Oceanic Volcanic Islands, Atol-atol, Seamount dan Guyot (Hutabarat dan Evans, 1985). 1. Ridge dan Rise Ini adalah bentuk proses peninggian yang terdapat diatas lautan yang hampir serupa dengan adanya gunung gunung di daratan. Perbedaannya hanya pada letak kemiringannya. Ridge lerengnya lebih terjal dibanding rise. Ridge dan rise utama yang membentang di dunia bergabung menjadi satu dan membentuk satu rantai yang amat panjang yang dikenal sebagai mid-oceanic ridge system (Gambar 4.1)

24

Gambar 4.1. Mid-Oceanic Ridge System

Gambar 4.2. Galapagos Ridge

25

2. Trench Bagian laut yang terdalam yang bentuknya seperti saluran yang seolah-olah terpisah sangat dalam yang terdapat diperbatasan antara benua dan kepulauan.

Mereka

biasanya mempunyai kedalaman yang sangat besar. Contoh: Java Trench Kedalamannya sebesar 7.700 m 3. Abyssal Plain (daratan abyssal) Daerah ini relatif terbagi rata dari permukan bumi yang terdapat dibagian sisi yang mengarah kedaratan dari sistem mid oceanic ridge.

Gambar 4.3. Abyssal Plain 4. Continental Island (pulau pulau benua) Beberapa pulau seperti Greenland dan Madagaskar menurut sifat geologinya merupakan bagian dari massa tanah daratan benua besar yang kemudian menjadi terpisah. Daerah-daerah ini lapisan kerak buminya terdiri dari batuan batuan besi (granitic) yang jenisnya sama dengan yang terdapat di daratan benua.

26

Gambar 4.4. Continental Island 5. Island Arc (kumpulan pulau pulau) Kumpulan pulau-pulau seperti kepulauan Indonesian juga mempunyai perbatasan dengan benua, tetapi mempunyai asal yang bebeda.

Kepulauan ini terdiri dari

batuan-batuan vulkanik dan sisa sisa sedimen pada bagian pemukaan kulit lautan. 6. Mid-Oceanic Volcanic Island (pulau pulau vulkanik yang terdapat di tengahtengah lautan) Daerah ini terdiri dari banyak pulau-pulau kecil, khususnya terdapat di Lautan Pasifik, dimana letak mereka sangat jauh dari massa daratan (Kepulauan Hawaii).

Gambar 4.5. Mid-Oceanic Volcanic Island

27

7. Atol-Atol Daerah ini terdiri dari kumpulan pulau yang sebagian tenggelam dibawah permukaan air. Batuan batuan disini ditandai dengan adanya terumbu karang yang terbentuk seperti cincin yang mengelilingi sebuah lagon yang dangkal.

Gambar 4.6. Atol Atafu (Pacific Ocean) 8. Seamount dan Guyot Merupakan gunung berapi yang muncul dari dasar lautan,tetapi tidak muncul sampai kepermukaan laut. Seamount mempunyai lereng yang lebih yang curam dan puncaknya runcing (tinggi sekitar 1 km atau lebih). Guyot mempunyai bentuk yang sama dengan seamount tetapi pada bagian puncaknya datar.

Gambar 4.7. Seamount dan Guyot

28

Batas-Batas Pantai (Coastal margins) Daerah peralihan antara daratan dan lautan sering ditandai dengan adanya perubahan kedalaman yang berangsur angsur. Disini dapat dibedakan menjadi tiga daerah: Continental Shelf, Continental Slope, dan Continental Rise. Continental Shelf adalah suatu daerah yang mempunyai lereng yang landai dan berbatasan langsung dengan daerah daratan. Kemiringannya kira kira 0,4% dan mempunyai lebar 50-70 km dan kedalaman maksimum tidak lebih besar diantara 100-200 meter. Continental slope mempunyai lereng yang lebih terjal dari continental shelf dimana kemiringannya berkisar antara 3% sampai 6%. Continental Rise merupakan daerah ini merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan lahan menjadi datar pada dasar lautan.

Gambar 4.8. Batas-batas pantai yang memperlihatkan Continental shelf, Contonental slope, dan Continental rise, C. Penutup Soal Latihan 1. Jelaskan perbedaan antara Continental Shelf, Continental Slope, dan Continental Rise. 2. Apa yang dimaksud dengan mid-oceanic ridge system ? Bahan Bacaan 1. Hutabarat, S. dan S.M, Evans. Indonesia Press., Jakarta

1985. Pengantar Oseabografi. Universitas

29

BAB 5. Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Air Laut A. Pendahuluan Oseanografer harus mempelajari sisfat-siaft air laut untuk mempelajari tidak hanya untuk mengetahui cara sifat-sifat fisi tersebut merespon faktor fakto yang mempengaruhi perubahan/modifikasi sifat-sfat fisi air laut, tetapi juga untuk mengerti proses-proses fisis dasar dari lautan. Air yang berada di permukaa lautan terexpose terhadap variasi rezim ilkim.

Modul ini memamparkan tentang sifat-sifat fisi air laut seperti suhu,

salinitas, densitas, tegangan permukaan, transpransi, konduksi panas dan sifat-sifat fisis lainnya. Selain itu dalam modul ini juga dibahas tentang pengaruh garam laut terhadap densitas air laut. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Mampu menjelaskan sifat-sifat fisia air laut dan perbedaannya dengan sifat fisis air tawar.



Mampu menjelaskan pengarug garam terlarut terhadap salinitas dan densitas air laut

B. Uraian Bahan Pembelajaran Sifat Fisis Air Pengetahuan mengenai properti air memberikan gambaran tentang karakteristik dari lingkungan lautan (Supangat dan Susanna, 2008). Massa molekul air adalah 18. Perbandingan air dengan komponen hidrogen yang lain menunjukkan bahwa air o

seharusnya beku pada temperatur -100 C dan mendidih pada temperatur -80oC, tetapi kenyataannya adalah pada temperatur 0o C dan 100o C (contoh, metana dengan massa molekul 16 beku pada temperatur 183o C dan mendidih pada temperatur -162o C). Densitas padatan lebih besar dari cairan dan densitas cairan biasanya berkurang cepat bila dipanaskan dari titik leleh, tetapi es lebih kecil dari air dan densitas maksimum air o tawar pada temperatur 4 C. Sifat-sifat fisis Air disajikan pada Tabel II.1.

Alasan untuk anomali air ini adalah karena struktur molekulnya. Molekul air mengandung satu atom oksigen yang terikat pada dua atom hidrogen. Sudut antara ikatan atom tersebut adalah 105o. Perbedaan elektrik antara atom oksigen dan hidrogen adalah atom hidrogen membawa muatan positif sementara atom oksigen membawa muatan negatif (Gambar II.1). Oleh karena struktur kutub, molekul air mempunyai ketertarikan

30

satu sama lain dan cenderung membentuk kelompok-kelompok yang diikat oleh ikatan intermolekul lemah yang disebut ikatan hidrogen. Dengan bertambahnya temperatur air tawar diatas 0o C, energi molekul juga akan bertambah dan berlawanan dengan kecenderungan membentuk kelompok-kelompok parsial. Molekul secara individu dapat bersama lebih dekat mengisi ruang-ruang yang ada dan menambah densitas air. Walaupun demikian dengan bertambah tersebut, temperatur akan memberikan lebih banyak energi kepada molekul dan rerata jarak antaranya bertambah sehingga menyebabkan pengurangan densitas. Pada temperatur antara 0o C dan 4o C, pengaruh orde yang dominan adalah pada peningkatan temperatur termal. Kombinasi dua pengaruh berarti densitas air tawar adalah maksimal pada 4o C (Tabel II.2). Tabel II.1. Sifat Fisis Anomali Air

31

Tabel II.2. Densitas air tawar pada temperatur berbeda (Supangat dan Susanna, 2008).

Gambar II.1 Terpolarisasi secara listrik. Bagian oksigennya membawa muatan negatif; hidrogen membawa muatan positif (The Open University, 1995).

Pengaruh Garam Terlarut Unsur terlarut dalam cairan mempunyai pengaruh menambah densitas cairan tersebut. Semakin banyak jumlah yang terlarut akan semakin besar pengaruhnya. Begitu juga dengan air. Densitas air tawar mendekati 1,00 x 103 kgm-3 (Tabel 1.2). Sementara rerata densitas air laut adalah 1,03 x 103 kgm-3. Pengaruh lain yang penting dari unsurunsur terlarut adalah menurunkan titik beku cairan. Contohnya penambahan garam biasa (sodium klorida, NaCl) akan merendahkan titik beku air dan juga menurunkan

32

temperatur dimana air mencapai densitas maksimumnya. Hal ini karena garam terlarut mempunyai kecenderungan dimana molekul air membentuk kelompokkelompok orde sehingga densitas hanya diatur oleh pengaruh pengembangan termal. Gambar II.2. menunjukkan bahwa titik beku dan temperatur densitas maksimum adalah sama ketika konsentrasi garam terlarut dalam air (salinitas) mencapai 25 gkg-1. Lautan mempunyai salinitas yang lebih tinggi yaitu kira-kira 35 gkg-1 (dimana 30 gkg-1 adalah dari ion-ion sodium terlarut (Na+, ∼11g) dan ion-ion klorida (Cl, ∼19g)). Jadi densitas air laut bertambah dengan turunnya temperatur hingga ke titik beku. Perbedaan antara air tawar dan air laut ini penting dan mempengaruhi pembentukan es laut dan proses sirkulasi lautan.

Gambar II.2 Temperatur titik beku, titik leleh dan densitas maksimum larutan berfungsi sebagai konsentrasi garam terlarut. (The Open University,1995). C. Penutup Bahan Bacaan Supangat, A dan Susanna. 2008. Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati. Badan Riset kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. The Open University, 1995. Seawater: Its Composition, Properties,and Behaviour. Butterworth-Hainemann. Wlton Hall, England.

33

BAB 6. Lautan dan Iklim A. Pendahuluan Iklim tergantung pada hubungan yang kompleks yang terjadi antara keadaan di daratan, lautan dan atmosfer. Pada modul, ini akan dibahas interaksi antara laut, udara dan darat. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: • Mengetahui pengaruh perpindahan panas dari laut ke daratan terhadap iklim di daerah pantai • Mampu menjelaskan prosese terjadinya angin laut dan angin darat • Menjelaskan siklus air ( sikulus hidrologi)

B. Uraian Bahan Pembelajaran Suhu dan Perpindahan Panas Kemampuan daratan dalam menyimpan panas berbeda dengan air. Daratan akan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi dari pada lautan. Sebaliknya daratan akan lebih cepat pula menjadi dingin daripada lautan pada waktu tidak ada insolation. Akibatnya di daratan terdapat perbedaan suhu yang amat besar bila dibandingkan dengan yang terjadi di lautan. Kisaran suhu di lautan: -1,87 oC s/d 42 oC. Sementara di daratan: -68 oC s/d 58 oC. Panas yang dipindahkan dari laut ke daratan mempunyai pengaruh yang lunak terhadap iklim di daerah pantai. Sebagai contoh, terdapat perbedaan suhu yang besar yang terjadi di daerah antara Victoria yang terletak di Pantai Barat Canada dengan Winnipeg yang terletak di tengah-tengah daratan Amerika-Utara. Kedua tempat ini terletak pada kedudukan yang sama namun memiliki perbedaan suhu yang besar. Suhu maksimum rata-rata setiap tahun di bulan Januari adalah 35,6 OF di Victoria jika dibandingkan dengan di Winnipeg yang bersuhu – 8,1 OF. Perbedaan suhu ini timbul karena daerah daratan Victoria dipanasi pada waktu musim dingin oleh adanya angin dari laut yang ada di sekitarnya dan didinginakan pada waktu musim panas. Setelah Winnipeg yang terletak di tengah-tengah daratan, terlalu jauh untuk dapat menerima pengaruh angin lunak yang berasal dari lautan ini, sehingga perbedaan suhu di daerah ini besar baik musim dingin maupun musim pasan (Hutabarat dan Evans, 1985).

34

Angin laut dan angin darat Angin laut dan angin darat timbul karena adanya perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Setiap pagi hari sinar matahari akan memanasi daratan jauh lebih cepat daripada lautan, sehingga udara di atas daratan menjadi lebih cepat panas. Akibatnya tekanan udara di daratan menjadi lebih rendah dari lautan. Perbedaan ini akan mengakibatkan angin dari arah laut bergerak/bertiup ke daratan.

Kejadian

sebaliknya terjadi pada waktu malam hari, dimana daratan jauh lebih cepat menjadi dingin daripada lautan. Akibatnya udara di atas daratan menjadi lebih dingin dan tekanan udara menjadi lebih tinggi dari lautan.

Perbedaan ini sekarang

mengakibatkan angin bertiup dari arah daratan ke lautan (Gambar 6.1.)

Gambar 6.1. Proses terjadingan Angin laut dan Angin darat (Sumber, Nontji, 1987) Tekanan udara dan angin Angin sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus di permukaan laut, dan curah hujan dapat menentukan salinitas perairan. Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yg merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat tempat yg berbeda di permukaan bumi. Seluruh permukaan bumi dapat dibagi menjadi beberapa daerah utama yg mempunyai tekanan rendah dan tinggi yg tergantung kepada letak lintang. Hal ini menyebabkan timbulnya tiga sistem angin utama.

35



Angin yg terletak pada lintang antara 0o dan 30o yg dikenal sebagai Trade Winds. Angin bertiup dari arah Timur ke Barat



Angin yg terletak pada lintang antara 30o dan 60o yg bertiup dari Barat ke Timur



Angin yg terletak di daerah kutub (antara 60o sampai ke kutub) yg umumnua bertiup dari arah Timur ke Barat

Gambar 6.2. Kiri: Tekanan atmosfer dunia. Area bertekanan tinggi ditandai dengan titik-titik hitam. Kanan: Sistem angin utama dunia. Daerah tropik adalah daerah yang relatif tenang. Pola angin yg sangat berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin musim ini bertiup secara mantap ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup secara mantap pula dengan arah yg berlainan. Posisi Indonesia anatara benua Asia dan Australia membuat kawasan ini paling ideal untuk berkembangnya angin musim. Musim Barat: Desember, Januari dan Pebruari ⇒ angin berhembus dari Asia menuju ke Australia ⇒ curah hujan tinggi. Musim Timur: Juni, Juli, Agustus ⇒ sebaliknya angin berhembus dari Australia menuju ke Asia ⇒ curah hujan rendah.

Curah Hujan dan Siklus Air Komposisi air di bumi: 97,3 % dari lautan, 2,7 % dari daerah daratan, dan 0,01 % berbentuk uap air. Walaupun jumlah air yang terdapat di atmosfer relatif

36

kecil, mereka sangat penting artinya sebagai dasar dari terbentuknya hujan. Hilangnya air dari lautan oleh karena besarnya penguapan yg kemudian masuk ke dalam atmosfer selalu terjadi secara seimbang dengan besarnya curah hujan melalui suatu proses yang dikenal sebagai hydrologic cycle (siklus hidrologi).

Siklus

hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pada garis besarnya siklus hidrologi terjadi secara seimbang, tetapi kadang kadang terdapat juga adanya perbedaan yg begitu besar antara penguapan dan curah hujan yg terjadi pada beberapa tempat tertentu di dunia. Penguapan cendrung tinggi pada daerah daerah yang mempunyai suhu tinggi, angin kuat, dan kelembaban yang rendah daerah subtropik.

Gambar 6.3. Siklus hidrologi (Sumber: Soemarto, 1987)

Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan es dan salju, atau hujan gerimis. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.

37

Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda: Evaporasi / transpirasi , Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah, dan Air Permukaan. •

Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.



Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.



Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

C. Penutup Soal Latihan 1. Berikan satu contoh yang membuktikan bahwa panas yang dipindahkan dari laut ke daratan mempunyai pengaruh yang lunak terhadap iklim di daerah pantai. 2. Jelaskan proses terjadinyan Angin laut dan Angin Darat 3. Jelaskan dengan gambar prosese pertukran air diantara daratan, lautan, dan udara (siklus hidrologi). Bahan Bacaan 1. Hutabarat, S. dan S.M, Evans. Indonesia Press., Jakarta.

1985.

Pengantar Oseabografi.

2. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta

Universitas

38

BAB 7. Pasang Surut A. Pendahuluan Pasut laut (ocean tide) adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Pengaruh gravitasi benda-benda langit terhadap bumi tidak hanya menyebabkan pasut laut, tetapi juga mengakibatkan perubahan bentuk bumi (bodily tides) dan atmosfer (atmospheric tides). Istilah 'pasut laut' pada modul ini akan dinyatakan dengan 'pasut' yang merupakan gerak naik dan turun muka laut dengan periode rata-rata sekitar 12.4 jam atau 24.8 jam. Fenomena lain yang berhubungan dengan pasut adalah arus pasut, yaitu gerak badan air menuju dan meninggalkan pantai saat air pasang dan surut (Poerbandono dan Djunasjah, 2005). Modul ini memamparkan tentang teori dan prosese pembangkitan pasang surut (pasut, tipe pasut, dan arus pasut. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Mengetahui proses pembangkitan pasut dan gaya pembangkit pasut



Mampu menjelaskan tipe pasut



Mampu menjelaskan pembangkitan aruspasang surut

B. Uraian Bahan Pembelajaran Teori Pasut Fenomena pasut dijelaskan dengan 'teori pasut setimbang' yang dikemukakan oleh Bapak Fisika Klasik, Sir Isaac Newton pada abad ke-17. Teori ini menganggap bahwa bumi berbentuk bola sempurna dan dilingkupi air dengan distribusi massa yang seragam. Pembangkitan pasut dijelaskan dengan 'teori gravitasi universal', yang menyatakan bahwa: pada sistem dua benda dengan massa m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara keduanya yang besarnya sebanding dengan perkalian massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya:

Pada sistem bumi-bulan, gaya-gaya pembangkit pasut (tide generating forces) adalah resultan gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya pasut, yaitu: gaya sentrifugal

39

sistem bumi-bulan (Fs) dan gaya gravitasi bulan (F/J)' Fs bekerja dalam persekutuan pusat gravitasi bumi-bulan yang titik massanya terletak di sekitar 14 jari-jari bumi dari titik pusat bumi. Fs bekerja dengan kekuatan yang seragam di seluruh titik di permukaan bumi dengan arah yang selalu menjauhi bulan pada garis yang sejajar dengan garis yang menghubungkan pusat bumi dan bulan. Besar F/J tergantung pada jarak pusat massa suatu titik partikel air di permukaan bumi terhadap pusat massa bulan. Resultan Fs dan FB menghasilkan gaya pembangkit pasut di sekujur permukaan bumi (Garnbar 7.1). Pada titik P yang lokasinya terdekat dengan bulan dan segaris dengan sumbu bumi-bulan, gaya gravitasi bulan yang bekerja pad a titik pengamat tersebut lebih besar dibanding dengan gaya sentrifugalnya (F/J > Fs)' Oi titik P badan air tertarik menjauhi bumi ke arah bulan. Seiring dengan menjauhnya lokasi titik pengamat terhadap bulan, gaya gravitasi yang bekerja pada titik-titik di permukaan bumi pun akan semakin kecil. Oi titik P', gaya sentrifugallebih dominan dibanding gaya gravitasi bulan (FB < Fs) , sehingga badan air tertarik menjauhi bumi pad a arah menjauhi bulan.

Gambar 7.1. Arah gaya sentrifugal dan gaya gravitasi bulan yang bekerja di permukaan bumi. Fenomena pembangkitan pasut menyebabkan perbedaan tinggi permukaan air laut pada kondisi kedudukan-kedudukan tertentu dari bumi, bulan dan matahari. Saat spring, yaitu saat kedudukan matahari segaris dengan sumbu burnt-bulan, maka terjadi pasang maksimum pada titik di permukaan bumi yang berada di sumbu kedudukan relatif bumi, bulan dan matahari (Gambar 7.2). Saat tersebut terjadi ketika bulan baru dan bulan purnama. Fenomena pasut pada kedudukan demikian disebut dengan spring tide atau pasut perbani (Poerbandono dan Djunasjah, 2005).

40

Gambar 7.2. Kedudukan bumi, bulan, dan matahari saat spring tide (bulan baru dan purnama). Saatt neap, yaitu saat kedudukan matahari tegak lurus dengan sumbu bumi-bulan, terjadi pasut minimum pad a titik di permukaan bumi yang tegak lurus sumbu bumibulan (Gambar 7.3). Saat tersebut terjadi di perempat bulan awal dan perempat bulan akhir. Fenomena pasut pada kedudukan demikian disebut dengan neap tide atau pasut mati. Tunggang pasut (jarak vertikal kedudukan permukaan air tertinggi dan terendah) saat spring lebih besar dibanding saat neap.

Gambar 7.3. Kedudukan bumi, bulan, dan matahari saat neap tide (perempat bulan awal dan perempat bulan akhir). Gambar 7.4 memperlihatkan data pengamatan tinggi muka air ym(t) terhadap waktu t (jam) selama 1 piantan atau 25 jam sa at pasut perbani dengan tunggang pasut sekitar 2 meter dan 1 bulan atau 744 jam. Tipe pasut yang diperlihatkan tergolong harian ganda dengan jarak waktu dua posisi muka air tertinggi sekitar 6 jam. Pasut perbani dan pasut mati berjarak waktu sekitar 7 hari, sedangkan jarak waktu dua pasut perbani adalah sekitar 14 hari.

41

Gambar 7.4. Data pengamatan tinggi muka air 1 piantan (25 jam) dan 1 bulan (744 jam) di Delta Mahakam, Kalimanta (Sumber data: Total E & P Indonesia). Model Matematika Pasut dan Konstanta Harmonik Pasut dimodelkan dengan persamaan: y b = AB cos(ωt + φ ) dengan YB = tinggi muka air saat t, A8 = amplitudo pasut, cv = kecepatan sudut = 2πf, t = waktu dan ¢ = keterlambatan fase. Pasut yang terjadi di suatu titik di permukaan bumi merupakan resultan dari jarak dan kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi yang selalu berubah secara periodik. Fenomena ini dinyatakan dengan superposisi dari persamaan-persamaan gelombang pasut karena bulan, matahari dan kedudukankedudukan relatifnya. Perbandingan amplitudo dan fase akibat atraksi benda-benda langit tertentu pada pola pasut dinyatakan dengan konstanta-konstanta pembanding dengan simbol dan nilai tertentu untuk menjelaskan akibat atraksi gravitasi bulan atau matahari dengan kedudukan tertentu terhadap tinggi muka air. Konstanta-konstanta tersebut disebut sebagai komponen harmonik. Tabel 7.1 memperlihatkan komponen-komponen harmonik utama berikut periodanya. Tipe Pasut Pasut di satu lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe diurnal, semi-diurnal dan mixed. Pasut diurnal (harian tunggal) terjadi dari satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut di pantai utara lawa termasuk jenis ini. Pasut semi-diurnal (harlan

42

ganda) terjadi dari dua kali kedudukan permukaan air tinggi dan dua kali kedudukan permukaan air rendah dalam satu hari pengamatan. Pasut mixed (campuran) terjadi dari gabungan diurnal dan semi-diurnal. Defant (1958) mengelompokkan pasut menurut perbandingan jumlah amplitudo komponen diurnal terhadap jumlah amplitudo komponen semi-diurnal, yang dinyatakan dengan:

8

f

=

K M

+ O1 2 + S 2

1

Berdasarkan 8f, pasut dikelompokkan menurut tipe-tipe yang ditampilkan pada Tabel 6.2. Tabel 7.1. Komponen-komponen harmonit pasut utama

43

Tabel 7.2. Pengelompokan tipe pasut

Arus Pasut Gerak vertikal (naik dan turunnya) permukaan air laut karena pasut pada wilayah perairan dan interaksinya dengan batas-batas perairan tempat pasut tersebut terjadi menimbulkan gerak badan air ke arah horisontal. Batas-batas perairan tersebut dapat berupa dinding (pantai dan kedangkalan) dan lantai (dasar) perairan. Fenomena ini sangatterasa pada wilayah perairan tertutup (teluk), perairan dangkal, kanal-kanal pasut dan muara sungai (delta dan estuari). Istilah tidal stream atau tidal current atau arus pasut kemudian diberikan pada fenomena ini yang merupakan gerak horisontal badan air menuju dan menjauhi pantai seiring dengan naik dan turunnya muka laut yang disebabkan oleh gaya-gaya pembangkit pasut. Arus pasut mempunyai sifat bergerak dengan arah yang saling bertolak belakang atau bi-directional. Arah arus saat air meninggi biasanya bertolak belakang dengan arah arus saat air merendah. Kecepatan arus pasut minimum atau efektif nol terjadi sa at air tinggi atau air rendah (slack waters). Pada saat-saat tersebut terjadi perubahan arah arus pasut. Kecepatan arus pasut maksimum terjadi pada saat-saat antara air tinggi dan air rendah. Dengan demikian, perioda kecepatan arus pasut akan mengikuti perioda pasut yang membangkitkannya. Gambar 3.5 memperlihatkan hubungan pengamatan pasut y(t) (garis tipis) dengan arah a(t) dalam derajat terhadap

44

Kekuatan maksimum arus pasut dapat diperkirakan dari amplitudo pasut dan kedalaman perairan pada daerah yang diamati dan dinayatakan dengan (Knauss, 1979):

dengan umax

= kecepatan maksimum arus pasut, A = amplitudo pasut, g =

akselerasi karena gravitasi bumi dan d = kedalaman perairan. Sebaran

vektor

pengamatan arus pada suatu kawasan pesisir merupakan informasi penting untuk mengetahui pola pergerakan arus dari waktu ke waktu. Kecepatan arus dapat dipakai untuk memperkirakan besarnya energi yang bekerja di dasar perairan yang mampu memindahkan sedimen dari suatu tempat ke tempat lain. Akibat perpindahan sedimen ini akan terjadi erosi atau deposisi (sedimentasi). Prediksi Pasut Prediksi pasut ditujukan untuk memperoleh informasi tinggi muka laut di masa mendatang pada saat dan lokasi tertentu. Hasil prediksi ditampilkan dalam tabel yang berisi jam dan tinggi muka air. Tabel-tabel prediksi pasut di beberapa lokasi dipublikasikan dalam sebuah buku pasut. Cara lain untuk menyajikan informasi prediksi tinggi muka air adalah dengan co-tidal chart. Co-tidal chart dibangun dengan interpolasi (tunggang atau keterlambatan fase pasut) dari beberapa stasiun pengamat pasut. Dari interpolasi terhadap tunggang atau keterlambatan fase pasut tersebut akan didapatkan masi ng-masi ng co-range dan co-phase chart. Penyaj ian dengan cara in i memberi informasi tinggi muka air pada lokasi-Iokasi yang tidak tersedia stasiun pengamat pasut. Prediksi pasut dilakukan dengan menurunkan atau mencari komponenkomponen pasut dari data pasut dengan rentang pengamatan tertentu. Pendekatan yang dipakai untuk mendapatkan komponen-komponen pasut adalah analisis harmonik. Cara yang lazim dipakai adalah metode Admiralty (Hydrografisch Bureau, 1949) atau kuadrat terkecil (misalnya: Grant, 1988). Penggunaan metode Admiralty biasanya diterapkan pada panjang data 15 atau 29 piantan dengan interval waktu pengamatan 1 jam.

45

Untuk data dengan interval waktu pengamatan yang lebih kecil dengan rentang waktu pengaman yang lebih panjang, metode kuadrat terkeci I cukup efektif dipakai untuk mendapatkan komponen-komponen harmonik dari data pengamatan pasut. Analisis Harmonik Gerakan vertikal muka air laut yang periodik merupakan resultan atraksi gravitasi bulan dan matahari pad a waktu dan kedudukan tertentu. Maka gelombang pasut yang diamati di suatu lokasi merupakan superposisi dari beberapa gelombang yang masing-masing pad a setiap sa at tertentu dibangkitkan oleh kedudukan benda langit tertentu. Deviasi muka laut terhadap kedudukan rata-ratanya dinyatakan dengan:

dengan, yU) = tinggi muka laut sesaat, Yo tinggi muka laut rata-rata, Ai = amplitudo komponen pasut i dan n jumlah komponen pasut yang dilibatkan. Dari data pengamatan pasut akan diperoleh data untuk Persamaan 3.6 di ruas kiri yaitu y(t) dan dengan mengasumsikan keterlambatan fase untuk komponen pasut i, maka Persamaan 3.6 dapat dipecahkan untuk menemukan A. Metode Admiralty dikembangkan oleh A. T. Doodson, Direktur Tidal Institute di Liverpool dan digunakan untuk keperluan kantor hidrografi Inggris, yaitu British Admiralty. Doodson mengembangkan sistematika pengolahan data pengamatan pasut dengan bantuan skema dan tabel-tabel pengali. Ketentuan dan langkah-Iangkah yang penggunaan metode Admiralty untuk prediksi pasut dapat di-download dari http://iaut.gd.itb.ac.id/home/ pelatihan.htm. Dengan metode ini, ada sembi Ian komponen pasut yang dapat diturunkan. Metode kuadrat terkecil didasarkan pada penentuan tinggi muka air model yang memberikan kuadrat kesalahan terhadap tinggi muka air pengamatan yang minimum. Dari website yang sama, dapat diperoleh program yang dapat digunakan untuk melakukan analisis pasut dengan metode kuadrat terkeci I. Prediksi LAT LAT merupakan kedudukan muka air laut terendah hasi I prediksi selama periode waktu 18,6 tahun. Model prediksi kedudukan muka air laut didekati dengan:

46

dengan y(t) = kedudukan muka air laut saat t, YM5L = kedudukan muka air laut rata-rata atau MSL (Mean Sea Level) terhadap alat pengamat pasut, v = faktor nodal komponen pasut i, A = amplitudo komponen pasut i, to. = kecepatan sudut komponen pasut i, FO + ro. = fase komponen pasut , kesetimbangan i, dan ifJ; = fase komponen pasut i. Kedudukan MSL serta amplitudo dan fase masing-masing komponen pasut yang dilibatkan dalam model diperoleh dari hasil analisis harmonik. Kecepatan sudut masing-masing komponen pasut diketahui berdasarkan hasil analisis astronomis. Sedangkan faktor nodal dan fase komponen pasut kesetimbangan dihitung berdasarkan argumen waktu. Data kedudukan muka air laut yang dibutuhkan untuk melakukan analisis harmonik bervariasi, namun minimal dibutuhkan data pasut selama setahun. Pengaruh Faktor-faktor (on-Harmonik Pada kondisi tertentu, faktor-faktor non-harmonik mempunyai pengaruh yang penting terhadap tinggi muka laut pad a skala lokal, regional atau global yang mengakibatkan perubahan (positif atau negatif) tinggi muka laut selama saat-saat tertentu atau terus menerus. Perubahan tinggi muka laut tersebut dapat disebabkan oleh faktor meteorologis (tingginya hujan, angin besar, naik atau turunnya suhu global dan sebagainya) atau hidrologis (aliran sungai, banjir dan sebagainya). Komponen nonharmonik dapat ditemukan dari panjang data pengamatan pasut yang cukup dan korelasi dengan data pengamatan lainnya, seperti: curah hujan dan debit air. Lokasi-Iokasi yang terpengaruh oleh komponen non-harmonik adalah daerah-daerah pantai yang dekat dengan muara sungai atau dataran-dataran rendah pantai yang berada pad a daerah aliran sungai.

C. Penutup Soal Latihan 1. Jika suatu lokasi terjadi pasang dan surut dua kali sehari dan tinggi pasang/surut pertama sama dengan pasang/surut kedua, maka lokasi tersebut memiliki tipe pasut: a. Tunggal (diurnal) b. Campuran condong ke tunggal

47

c. Campuran condong ke ganda d. Ganda (semidiurnal) 2. Jelaskan prosese terjadinya pasang surut (pasut)

Bahan Bacaan 1. Grant, S. T. (1988). Simplified Tidal Analysis and Prediction. Lighthouse, 37, Canadian Hydrographic Service, Nova Scotia, Canada. 2. Hidrografisch Bureau (1949). Overzicht der Getijleer. Afdeling Hydrografie, Ministerie van Marine, Staat der Nederlanden. 3. Knauss, l. A. (1979). Introduction to Physical Oceanography. Prentice-Hall. New jersey, USA. 4. Poerbandono (2003). Sediment Transport Measurements and Modelling in the Meldorf Bight Tidal Channels, German 8orth Sea Coast. Dissertation. University of Kiel, Germany. 5. Poerbandono dan E. Djunasjah, 2005. Bandung.

Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama.

48

BAB 8. Gelombang (Ombak)

A. Pendahuluan Hampir tak pernah kita melihat permukaan laut dalam keadaan tenang sempurna. Selalu saja kita dapat saksikan adanya gelombang, bisa berupa riak kecil saja tetapi acapkali juga gelombang yang besar. Modul ini memamparkan tentang susunan (bagianbagian) gelombang, angin sebagai pembangkit gelombang, gelombang di perairan dangkal dan dalam, tsunami. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Mampu mengetahui proses pembangkitan gelombang



Mampu menjelaskan jenis gelombang di laut berdasarkan gaya pembangkitnya



Mampu menjelaskan proses deformasi (perubahan bentuk) gelombang dari laut dalam ke laut dangkal.

B. Uraian Bahan Pembelajaran B.1. Pengertian dan Susunan Gelombang Gelombang laut dapat ditinjau ditinjau sebagai deretan pulsa-pulsa yang berurutan yang terlihat sebagai perubahan ketinggian permukaan air laut, yaitu dari elevasi maksimum (puncak) ke elevasi minimum (lembah). Gelombang yang kita amati di laut biasanya memiliki pola yang rumit. Untuk menerangkan secara teoritis proses terjadinya gelombang biasanya gigunakan model yang sederhana yang penampilannya menunjukkan adanya puncak dan lembah seperti pada Gambar 8.1.

49

Gambar 8.1. Bentuk dari suatu gelombang ideal yang menunjukkan bagianbagian: puncak gelombang (a); lembah gelombang (b); panjang gelombang (L); tinggi gelombang (h). (Weihaupt, 1979)

Gambar 8.1 memberi penjelasan tentang istilah-istilah dan bagian-bagian dari gelombang seperti: Crest, Trough, Wave height (tinnggi gelombang), Wavelength (panjang gelombang), wave period (periode gelombang), wave steepness (kemiringan gelombang). •

Crest : Titik tertinggi (puncak) gelombang



Trough: Titik terendah (lembah) gelombang



Tinggi gelombang (wave height): Jarak vertikal antara crest dan trough



Panjang gelombang (wavelength): jarak berturut-turut antara dua buah crest atau dua buah trough. Panjang gelombang (L) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: L =

gT2 dimana g = percepatan gravitasi bumi dan T = 2π

periode gelombang. •

Periode gelombang (wave period): waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut



Kemiringan gelombang (wave steepness):

Perbandingan antara panjang

gelombang dengan tinggi gelombang •

Kecepatan

gelombang:

rasio

panjang

gelombang

gelombang atau dituliskan dengan huruf C, dimana:

C=

L T

atau C = 1,56 T

terhadap

periode

50

dimana C = kecepatan gelombang, L = panjang gelombang, dan T = periode gelombang

Apabila kita melihat gelombang di lautan, kita mendapat suatu kesan seolah-olah gelombang ini bergerak secara horizontal dari satu tempat ke tempat yang lain, yang kenyataaanya tidaklah demikian ini. Suatu gelombang membentuk sutu gerakan maju melintasi permukaan air, tetapi di sana sebenarnya hanya terjadi suatu gerakan kecil ke arah depan dari massa air itu sendiri. Hal ini akan lebih mudah dimengerti apabila kita melihat sepotong gabus atau benda benda mengapung lainnya diantara gelombang-gelombangdi lautan bebas.

Potongan gabus akan

tampak timbul dan tenggelam sesuai dengan gerakan berturut turut dari puncak (crest) dan lembah gelombang (trough) yang lebih atau kurang, tinggal pada tempat yang sama (Hutabarat dan Evans, 1985). Gerakan individu partikel-partikel air dalam gelombang sama dengan gerakan potongan gabus, walaupun dari pengamatan yang lebih teliti menunjukkan bahwa ternyata gerakan ini lebih kompleks dari gerakan yang hanya sekedar naik dan turun saja. Gerakan ini adalah suatu gerakan yang membentuksebuah lingkaran bulat. Gabus atau partikel-partikel lain yang diangkut ke atas akan membentuk setengah lingkaran dan begitu sampai di tempat tertinggi ini merupakan crest (puncak gelombang).

Kemudian benda benda ini akan dibawa ke bawah membentuk

lingkaran penuh, melewati tempat yang paling bawah yang bernama trough (lembah gelombang). Di dalam satu gelombang gerakan partikel-partikel akan berkurang makin lama makin lambat sesuai dengan makin dalamnya suatu perairan yang mengakibatkan bentuk lingkaran juga makin lama menjadi makin kecil (Gambar 8.2).

51

Gambar 8.2.

Bentuk dari sebuah gelombang dan rentetetan diagram yang menunjukkan gerakan partikel-partikel air yang ada di dalam gelombang. Jejak lingkaran yang dibuat oleh partikel-partikel akan menjadi lebih kecil sesuai dengan makin besarnya kedalaman di bawah permukaan gelombang (Pinet, 1992).

Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang bergantung pada gaya pembangkitnya:

– Gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut –

Gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap bumi



Gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut



Gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya

Klasifikasi gelombang laut berdasarkan perioda dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan klasifikasi gelombang berdasarkan kedalaman disajikan pada Tabel 2.

52

Tabel 8.1. Klasifikasi Gelombang Laut Berdasarkan Perioda F eno m en a

G aya p em b an gkit

G elom ban g yan g d ibangkitk an an gin

G aya geser + tekanan an gin d i atas m uka laut G elo m ban g yan g dibangkitkan an gin berjarak jau h K um pu lan gelom b an g p ecah

S w ell

D entam an om bak yan g m em ecah (su rf b eats) R eson an si kolam T sunam i P asut

S torm su rge

T sunam i, su rf beats G em pa bu m i di baw ah lau t P engaru h gaya gravitasi bu lan dan m atahri terh adap gravitasi b um u G aya geser an gin + tekanan atm o sfer d i atas perm u kaan lau t

S k ala (perioda) 0 – 1 5 detik

w aktu

0 – 3 0 detik

1 – 5 m enit

1 – 6 0 m enit 5 – 6 0 m enit 12 -24 jam

1 – 3 0 hari

Tabel 8.2. Klasifikasi Gelombang Laut Berdasarkan Kedalaman (The Open University, 1997).

B.2. Angin Sebagai Pembangkit Gelombang Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan di sini cendrung tidak tertentu yang tergantung kepada bermacam-macam sifat seperti tinggi, periode di daerah mana mereka dibentuk. Mereka di sini dikenal sebagai sea (Gambar 8.3). Kenyataanya gelombang kebanyakan merambat pada jarak yang luas, sehingga mereka bergerak makin jauh dari tempat asalnya dan tidak lagi dipengaruhi langsung oleh angin, maka

53

mereka akan berbentu lebih teratur yang mana bentuk ini gelombang dikenal sebagai

swell.

Gambar 8.3. Bentuk gelombang yang tidak teratur yang dibangkitkan oleh angin, yang dikenal sebagai sea, dan bentuk gerakan gelombang yang teratur yang merambat menjahui tempat asalnya (pembangkitannya), yang dikenal sebagai swell. Pembangkitan gelombang oleh angin paling tidak dipengerahui oleh 3 faktor: 1). Kekuatan (kecepatan) angin. Umumnya makin kencang angin yang bertiup maka makin besar gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar.

Data yang disajikan dalam Tabel 8.3 memperlihatkan

hubungan antara kecepatan angin dan sifat-sifat gelombang. 2). Durasi/lamanya angin bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cendrung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bergerak bertiup. 3). Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (dikenal

sebagai fetch). Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin adalah konstan. Panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan

54

gelombang

untuk

terbentuk

karena

pengaruh

angin,

jadi

mempeganruhi waktu untuk mentransfer energi angin ke gelombang. Fetch ini berpengaruh pada periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan. Gelombang dengan periode panjang akan terjadi jika fetch besar. Tabel 8.4 menyajikan beberapa data dimana terlihat bahwa fetch dapat juga mempengaruhi tinggi gelombang.

Tabel 8.3. Hubungan antara kecepatan angin dan sifat-sifat gelombang yang dihasilkan di lautan (McLellan, 1968 dalam Hutabarat dan Evans, 1985)

Kompleksnya gelombang-gelombang ini membuat mereka sulit untuk dapat dijelaskan tanpa membuat pengukuran yang teliti terlebih dahulu di mana hal ini kurang berguna bagi para pelaut dan nelayan. Sebagai gantinya mereka menggunakan satu cara yang mudah untuk mengetahui gelombang yaitu dengan mempergunakan suatu daftar skala gelombang yang dikenal dengan nama Beaufort scale yang memberikan keterangan mengenai kondidi gelombang di lautan (Tabel 8.5).

55

Tabel 8.4. Hubungan antara fetch dan tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang bertiup dengan kecepatan 60 km/jam ( Waihaupt, 1979 dalam Hutabarat dan Evans, 1985).

Fetch (km)

Tinggi gelombang Maksimum (m)

5

0,90

10

1,40

20

2,00

50

3,10

100

4,20

500

6,20

Tabel 8.5. Skala Beaufort (Hutabarat dan Evans, 1985).

56

B.3. Perubahan Bentuk (Deformasi) Gelombang Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh prosese refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi, dan gelombang pecah (Triatmodjo, 199) Gelombang yang bergerak memasuki perairan dangkal akan mengalami deformasi yaitu : a. Kecepatan gelombang akan berkurang akibat pengaruh pengurangan kedalaman. b. Panjang gelombang akan menjadi lebih pendek. c. Terjadi pembelokan arah penjalaran gelombang akibat perubahan kecepatan atau dikenal sebagai refraksi gelombang. Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di daerah di mana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, yaitu di laut dalam, gelombang merambat tanpa dipengaruhi dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut mempengaruhi gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih dangkal akan merambat dengan kecepatan yang lebih kecil daripada bagian di air yang lebih dalam.

Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan

berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut (Gambar 8.4).

Gambar 8.4. Refraksi gelombang

57

Refraksi gelombang di sepanjang pantai yang kompeks dapat dijumpai pada pantai yang memiliki teluk dan semenanjung. Arah penjalaran gelombang yang disebut orthogonal atau sinar gelombang adalah tegak lurus dengan muka gelombang. Akibat adanya refraksi, maka terjadi divergensi dan konvergensi orthogonal (penyebaran dan pemusatan energi gelombang) di daerah teluk dan tanjung (Gambar 8.5). Daerah tanjung akan mengalami pukulan gelombang yang lebih besar daripada daerah teluk. Karena terjadi pemusatan energi gelombang di daerah tanjung, tinggi gelombang lebih besar daripada di daerah teluk.

Daerah tanjung umumnya

mengalami erosi, sementara daerah teluk mengalami deposisi. Di daerah teluk dapat terjadi deposisi (pengendapan) karena gelombang relatif kecil.

Gambar 8.5. Divergensi dan konvergensi orthogonal (penyebaran dan pemusatan energi gelombang) di daerah teluk dan tanjung akibat adanya refraksi gelombang Bila gelombang membentur ujung suatu pemecah gelombang yang berperan untuk melindungi perairan dari agitasi gelombang, maka gelombang akan mengalami difraksi. Tinggi gelombang akibat difraksi dapat dihitung dari hubungan: H difraksi = H d K d

dimana : Hd = tinggi gelombang perairan dalam, dan Kd = koefisien difraksi

58

Gelombang yang merambat menuju suatu rintangan (pantai atau bangunan pantai), sebagian atau seluruh gelombang tersebut akan dipantulkan kembali. Besar kecilnya gelombang yang dipantulkan tergantung pada bentuk dan jenis rintangan. Suatu bangunan tegak dan impermeabel akan memantulkan gelombang yang lebih besar daripada bangunan miring dan permeabel. Gelombang yang merambat dari perairan dalam menuju ke pantai akan mengalami perubahan bentuk. Di laut dalam bentuk gelombang adalah sinusoidal. Di laut transisi dan dangkal, puncak gelombang akan semakin tajam sementara lembah gelombang semakin landai.

Pada suatu kedalaman tertentu puncak

gelombang sedemikian tajam sehingga tidak stabil dan pecah.

Setelah pecah

gelombang terus merambat ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin berkurang. Gelombang akan stabil, apabila kemiringan gelombang (wave steepness):

δ =

H 1 < L 7

1 7 Kriteria lain untuk menentukan gelombang pecah adalah bila tinggi gelombang ( H ) H 80 % dari kedalaman perairan ( d ), atau dapat dituliskan = 0:,78 d

, sedangkan untuk gelombang tidak stabil dan pecah memiliki harga

Ada dua bentuk utama pecahnya gelombang.

δ ≥

Pertama spilling breaker yang

berhubungan dengan gelombang yang curam yang dihasilkan oleh lautan ketika timbul badai (Gambar 8.6). Begitu bagian atas gelombang tertumpah ke bawah di de;an puncak gelombang, dan prosese ini merupakan sutu proses yang terjadi secara perlahan-lahan dan kekuatan gelombang yang tidak teratur terjadi untuk periode yang relatif lama. Kedua, plunging breakers, yang berhubungan dengan gelombang besar (swell) dan karena itu mereka cendrung untuk terjadi beberapa hari setelah berlalunya badai atau tidak seberapa jauh dari pusat badai itu sendiri. Proses tertumpahnya gelombang jenis ini ke bawah disertai dengan tenaga yang sangat besar, walaupun kemungkinan mereka kemungkinan tampaknya kurang dasyat jika dibandingkan dengan spiling breakers. Tenaga yang dihamburkan mereka meliputi daerah yang kecil dan jenis gelombang ini mampu menimbulkan kehancuran yang hebat (Hutabarat dan Evans, 1985).

59

Gambar 8.6. Profil gelombang pecah

B.3. Tsunami Istilah Tsunami berasal dari kosa kata Jepang Tsu yang berarti gelombang dan Nami yang berarti pelabuhan atau bandar. Awalnya tsunami berarti gelombang laut yang menghantam pelabuhan. Negara Jepang secara geografis terletak pada daerah rawan gempa, sama dengan Indonesia. Dari sejarahnya di Jepang pada saat itu masyarakatnya telah mengamati dan mencatat peristiwa alam yang ada di sekitarnya, masyarakat di sana banyak tinggal di sekitar teluk yang menjadi pelabuhan sekaligus pusat ekonomi, sedangkan kita tahu bahwa pada daerah seperti teluk (konvergen) sifat gelombang laut akan menjadi kuat sebab gelombang laut saling terpantul dan terinterferensi (tergabung) menjadi gelombang yang besar sehingga kekuatan gelombang akan terfokus pada teluk tersebut, akibatnya tentu daerah tersebut akan terkena limpasan gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan pantai yang rata. Tsunami terjadi karena adanya gangguan impulsif pada volume air laut akibat terjadinya deformasi (perubahan) pada dasar laut secara tiba-tiba. Penyebab deformasi pada dasar laut dapat berupa gempa tektonik, letusan gunung api atau longsoran di dasar laut. Dari ketiga jenis tersebut, gempa tektonik bawah lautlah merupakan penyebab paling sering menimbulkan tsunami (sekitar 85%). Namun perlu dingat bahwa tidak semua gempa bawah laut menimbulkan tsunami. Tsunami biasanya terjadi bila terjadi gempa didasar laut yang berkekuatan lebih dari 6,5 Skala Ricter, pusat gempanya

60

termasuk dangkal (antara 0-30 km dari dasar laut), dan bila sesar (fault) yang terjadi merupakan sesar naik dengan deformasi vertikal dasar laut relatif besar. Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat kontinu, gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang bersifat insidentil, tidak kontinu. Periode gelombang tsunami antara 10 – 60 menit, panjang gelombangnya mencapai 100 km. Kecepatan penjalaran tsunami sangat tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya dapat berlangsung mencapai ribuan kilometer. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya bisa sampai 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Panjang gelombang tsunami yaitu jarak horisontal antara dua puncak gelombang yang berurutan bisa mencapai 200 km. Karena memiliki panjang gelombang yang sangat panjang dibandingkan kedalaman laut tempat merambatnya, tsunami dapat diperlakukan sebagai gelombang perairan dangkal yang mana kecepatan perambatanya hanya bergantung kepada kedalaman perairan. Semakin besar kedalaman semakin besar kecepatan rambatnya. Sebagai contoh, pada kedalaman 5000 m cepat rambat tsunami mencapai 230 m/detik atau sekitar 830 km/jam, pada kedalaman 4000 m sebesar 200 m/detik dan pada kedalaman 40 m cepat rambatnya 20 m/detik. Periode tsunami, yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk tibanya dua puncak gelombang yang berurutan, bisa sangat lama. Jika sumbernya jauh, periodenya bisa mencapai lebih satu jam. Bandingkan dengan periode gelombang yang dibangkitkan oleh angin (wind waves) yang periodenya yang hanya sekitar 10 – 20 detik. Di lokasi pembentukan tsunami (daerah episentrum gempa) tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1,0 m dan 2,0 m. Namun selama perambatannya dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju ke pantai, tinggi gelombang menjadi semakin besar hingga puluhan meter karena pengaruh perubahan kedalaman dan efek gesekan dasar/tahanan yang semakin besar dari dasar laut setelah di pantai, dan karena terjadi penumpukan masa air saat mencapai pantai. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami setelah tiba di pantai adalah merusak rumah/bangunan, prasarana, tumbuh-tumbuhan dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, kontaminasi air asin lahan pertanian, tanah dan air bersih. Dari hasil penelitian diperoleh persyaratan terjadinya tsunami adalah: a. Gempabumi dengan hiposenter di laut.

61

b. Gempabumi dengan magnitude lebih besar dari 6.8 skala Ricter c. Gempabumi dengan pusat gempa dangkal d. Gempabumi dengan pola mekanisme focus dominan adalah sesar naik atau sesar turun e. Morfologi pantai / bentuk pantai biasanya pantai terbuka dan landai serta berbentuk teluk Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim dengan laut yang mengelilingi pulaupulaunya sangat potensial terhadap ancaman tsunami. Meliputi pantai barat Sumatra, Selat Sunda, pantai selatan Jawa Timur, sebelah utara Flores, Sulawesi Tengah bagian barat, pantai utara Sulawesi Utara, bagian selatan pulau Seram dan bagian utara Papua seperti diperlihatkan pada Gambar 8.7. Sedangkan pantai rawan tsunami lebih luas lagi seperti terlihat pada Gambar 8.8.

Gambar 8.7. Peta potensi tsunami Indonesia

62

Gambar 8.8. Peta Rawan tsunami Indonesia Peta Potensi Tsunami adalah peta yang mengambarkan bahaya tsunami pada daerah tersebut berdasarkan kejadian tsunami yang pernah melanda, data yang dipakai dasar dalam pembuatan peta ini adalah data ketinggian run up (limpasan) yang terukur pada waktu kejadian di lapangan, ketinggian diukur dengan titik dasar pada garis pantai. Dari data run up yang ada kemudian dibedakan menjadi tiga kategori ketinggian run-up sesuai dengan fakta dilapangan yaitu : Tidak bahaya, (0 – 2 m run-up, warna hijau). Bahaya, (2 - 5 m run up, warna kuning). Sangat bahaya, (5m keatas warna merah). Peta rawan tsunami adalah peta yang menggambarkan pantai-pantai di Indonesia yang rawan terhadap tsunami dengan asumsi bahwa pantai tersebut berhadapan langsung dengan sumber kegempaan yang telah berhasil diidentifikasi, misalnya zona penunjaman maupun sesar. Jepang sebagai negara yang sering mengalami serangan tsunami akibat gempa tektonik telah banyak melakukan penelitian dan pencatatan gelombang tsunami.

Telah

dikembangkan suatu hubungan antara tinggi gelombang tsunami di daerah pantai dan besaran tsunami m. Besaran tsunami bervariasi mulai dari m = -2,0, yang memberikan tinggi gelombang kurang dari 0,3 m sampai m = 5 untuk gelombang lebih besar dari 32 m. Hubungan antara besaran gempa dan tinggi gelombang tsunami di pantai dapat dilihat pada Tabel 8.6.

63

Tabel 8.6. Hubungan antara besaran gempa dan tinggi tsunami di pantai (Triatmodjo, 1999). m

H (meter)

5,0

> 32

4,5

24,0 – 32,0

4,0

16,0 – 24,0

3,5

12,0 – 16,0

3,0

8,0 – 12,0

2,5

6,0 – 8,0

2,0

4,0 – 6,0

1,5

3,0 – 4,0

1,0

2,0 – 3,0

0,5

1,5 – 2,0

0,0

1,0 – 1,5

-0,5

0,75 – 1,0

-1,0

0,5 – 0,75

-1,5

0,3 – 0,5

-2,0

< 0,3

Besaran tsunami (m) berkaitan erat dengan kekuatan gempa M (dalam skala Richter) seperti yang terlihat pada Gambar 8.9. Garis sebelah kanan pada Gambar 8.9 adalah garis yang dikembangkan di Jepang berdasarkan pencatatan tsunami yang cukup banyak. Sedangkan garis sebalah kiri adalah perkiraan dari hubungan antara kedua parameter untuk tsunami di Indonesia, berdasarkan data yang terbatas. Kedua garis tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut ini (Triatmodjo, 1999). Jepang: m = 2,8 M – 19,4 .....................(1) Indonesia: m = 2,26 M – 14,18 ............(2)

64

Gambar 8.9. Hubungan antara kekuatan gempa dan besaran tsunami (Triatmodjo, 1999)

Nilai m yang diperoleh dari grafik (Gambar 2) atau persamaan tersebut di atas dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi gelombang tsunami di pantai berdasarkan Tabel 1. Jika kita membandingkan antara persamaan (1) (berlaku di Jepang) dan persamaan (2) (berlaku di Indonesia), terlihat jelas bahwa pemakaian persamaan (2) memberikan tinggi gelombang tsunami yang bisa lebih dari dua kali daripada penggunaan persamaan (1). Mengingat persamaan yang berlaku di Indonesia (persamaan (2)) di dasarkan pada jumlah data yang sedikit, maka penggunaan persamaan tersebut perlu dipertimbangkan kembali. Untuk sementara sebaiknya menggunakan persamaan yang berlaku di Jepang saja dulu untuk menperkirakan tinggi gelombang di pantai berdasarkan data gempa, sambil menunggu penelitian dan pencatatan data yang lebih banyak dan akurat.

C. Penutup Soal Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan a. Tinggi gelombang (wave height) b. Panjang gelombang (wavelength) c. Periode gelombang (wave period) d. Kemiringan gelombang (wave steepness):

65

2. Jelaskan perbedaan antara gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan tsunami!

Bahan Bacaan Hutabarat, S. dan S.M, Evans. Pengantar Oseabografi. Universitas Indonesia Press., Jakarta Pinet, 1992. Oceanography: An Introduction to the Planet Oceanus. Publishing Company. New York.

West

The Open University. 1997. Waves, Tides, and Shallow-Water Processes. Butterworth-Heinemann. London. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

66

BAB 9. Arus

A. Pendahuluan Laut merupakan medium yang tak pernah berhenti bergerak, baik di permukaan maupun di bawahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, bisa berskala kecil tetapi bisa pula berukuran sangat besar Penampilan yang paling mudah terlihat adalah arus di permukaan laut. Modul ini memamparkan tentang proses pembagkitan arus, pola arus utama dunia, arus-arus musiman, proses terjadinyan upwelling dan sinking, . Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Mampu membedan jenis arus berdasarkan proses pembangkitannya



Mampu mengambarkan pola arus utama dunia dan pola arus musiman karena adanya angin musim (monsun)



Mampu menjelaskan proses terjadinya upwelling dan singking.

B. Uraian Bahan Pembelajaran Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia. Pergerakan air ini merupakan hasil dari beberapa proses yang terdiri dari adanya aksi angin di atas permukaan laut dan terjadinya perbedaan kerapatan air laut yang disebabkan oleh pemanasan matahari. Arus dapat pula dihasilkan dari aktifitas pasang surut dan pergerakan ombak di pantai. Berdasarkan proses pembangkitannya, maka kita akan menjumpai beberapa jenis arus di pantai dan di laut seperti dibawah ini : -

Arus yang ditimbulkan oleh angin (wind driven currents)

-

Arus pasang surut (tidal currents)

-

Arus susur pantai (longshore currents)

-

Arus yang ditimbulkan oleh perbedaan kerapatan (density driven currents)

Arus arus permukaan dunia Gerakan air di permukaan laut terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya.

Hubungan ini kenyataannya tidaklah sedemikian

sederhananya, sekalupun dilihat dari perbandingan singkat antara angin utama bertiup dan arah dari arus-arus permukaan.

Alasanya adalah bahwa arus-arus

dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain dari angin. Akibatnya arus yang mengalir di

67

permukaan lautan merupakan hasil kerja gabungan dari mereka ini. Faktor-faktor tersebut adalah bentuk topografi dasar lautan, pulau-pulau yang ada di sekitarnya, dan gaya coriolis. Gambar 9.1

menunjukkan arus-arus utama yang terdapat di

seluruh permukaan lautan di dunia. Dari gambar tersebut kita melihat tiga macam bentuk arus yaitu : 1. Arus yang benar-benar mengelilingi daerah kutub selatan ( Antartic circumpolar current) yang terletak pada 60 0 lintang selatan. 2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah timur ke barat, baik di belahan bumi utara (North equatorial current) maupun di belahan bumi selatan (South equatorial current). Selain itu terdapat dua aliran yang mengalir dari barat ke timur yang dinamakan equatorial counter current di bagian permukaan

dan

equatorial under current di bagian bawah.

3. Daerah subtropikal, ditandai oleh adanya arus-arus berputar yang dikenal sebagai gyre. Arah aliran air pada gyre yang terdapat di belahan bumi utara searah dengan

jarum jam.

Gambar 9.1. Sistem arus-arus utama yang terdapat di dunia (Pinet, 1992)

Pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar

68

3 % dari kecepatan angin itu sendiri. Dengan kata lain, bila angin bertiup 10 m/detik maka dapat menimnulkan sebuah arus permukaan yang berkecepatan 30 cm/detik. Kecepatan arus ini, akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan akhirnya angin tidak berpengaruh sama sekali terhadap kecepatan arus pada kedalaman di bawah 200 m.

Pada saat kecepatan arus

berkurang, maka tingkat perubahan arah arus yang disebabkan oleh gaya coriolis akan meningkat. Hasilnya adalah bahwa hanya terjadi sedikit pembelokan dari arah arus yang relatif cepat di permukaan dan arah pembelokannya menjadi makin besar pada aliran arus yang kecepatannya makin lambat di lapisan perairan yang mempunyai kedalaman makin bertambah. Besar. Akibatnya akan timbul suatu aliran arus dimana makin dalam suatu perairan maka arus yang terjadi pada lapisanlapisan perairan akan makin dibelokkan arahnya. Hubungan ini dikenal sebagai spiral Ekman (Gambar 9.2).

Gambar 9.2. Spiral Ekman. Gambar ini menunjukkan arah jalannya arus (ditandai oleh tanda panah), dan kecepatannya (ditandai oleh panjang dari setiap tanda panah), yang berubah-ubah sesuai dengan makin dalamnya kedalaman perairan (Pinet, 1992).

Arus-arus musiman Angin adalah sakah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Karena sistem angin umum dunia selalu berjumlah tetap sepanjang tahun,

69

maka arah arus-arus dunia hanya mengalami variasi tahunan yang kecil. Tetapi di bagian Utara lautan Hindia dan lautan-lautan Asia Tenggara, angin musim (monsoon) berubah secara musiman dan mempuanyai pengaruh yang dramatis gterhadap arah dari arus-arus permukaan. Arus-arus di perairan Asia Tenggara baik yang terjadi di musim Barat ataupun di musim Timur diperlihatkan pada Gambar 9.3. dan Gambar 9.4. Musim Barat ditandai oleh adanya aliran air dari arah Utara melalui Laut Cina bagian atas, Laut Jawa dan Laut Flores, sedangkan pada waktu musim Timur hal ini terjadi kebalikannya dimana arus mengalir dari arah Selatan (Hutabarat dan Evans, 1985).

Gambar 9.3. Pola arus permukaan di perairan Asia tenggara pada bulan Februasi (Musim Barat) (Wyrtki, 1961).

Gambar 9.4.

Pola arus permukaan di perairan Asia tenggara pada bulan Agustus(Musim Timur) (Wyrtki, 1961).

70

Upwelling dan sinking Angin sebagai pembangkit utama arus di lautan tidak hanya menyebabkan pergerakan air secara horisontal tetapi juga dapat menyebabkan pergerakan air secara vertikal yang dikenal sebagai upwelling dan sinking pada beberapa daerah pantai. Upwelling dan sinking terjadi pada saat dimana arah angin sejajar dengan garis pantai. proses upwelling adalah suatu proses dimana massa air didorong ke atas dari kedalaman sekitar 100 sampai 200 m yang umumnya terjadi di sepanjang pantai barat di banyak benua (Hutabarat dan Evans, 1985). Tiupan angin yang sejajar dengan garis pantai dan dengan adanya pengaruh gaya coriolis menyebabkan aliran lapisan permukaan air menjauhi pantai mengakibatkan massa air yang berasal dari lapisan dalam akan naik menggantikan kekosongan di lapisan permukaan (Gambar 8.5). Massa air yang berasal dari lapisan dalam ini mengandung kadar oksigen yang rendah tetapi kaya akan nutrien terlarut seperti nitrat dan fosfat dan karena itu mereka cendrung mengandung banyak fitoplankton. Karena fitoplankton merupakan dasar rantai makanan di lautan, maka area upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populasi ikan.

Sebagai contoh di sepanjang pantai Peru dan Chili yang

merupakan daerah upwelling memiliki produksi perikanan yang besar yaitu sekitar 20 % dari jumlah total produksi dunia. Sinking merupakan suatu proses yang mengangkut gerakan air yang tenggelam ke bawah di perairan pantai. Angin bertiup sejajar dengan pantai tetapi dalam hal ini arah rata-rata aliran arus yang dihasilkan menuju ke arah daratan dan akhirnya aliran massa air diarahkan ke bawah pada saat mereka mencapai garis pantai.

71

Gambar 9.5. Proses terjadinya coastal upwelling. Arah angin adalah sejajar dengan pantai, tetapi arah dari arus yang ditimbulkanya akan mengarah ke laut karena ada pengaruh gaya Coriolis. Hal ini menghasilkan timbulnya upwelling di dekat pantai, yang mengangkut massa air dari dasar ke atas permukaan (Pinet, 1992).

Arus Pasang Surut (tidal current) Tidal current merupakan gerakan air berupa arus yang terjadi akibat pasang dan surut. Di daerah pantai arus ini memiliki arah yang bolak balik dimana pada saat pasang gerakan air menuju ke pantai (flood current) sedangkan pada saat surut gerakan arus ini (ebb current) menjauhi pantai menuju laut. Di laut lepas yang jauh dari halangan berupa daratan atau pulau-pulau, memungkinkan arah arus ini berubah secara teratur membentuk pola yang berputar yang dinamakan rotary current (Pinet, 1992). Kecepatan arus pasang surut di daerah pantai lebih besar daripada di daerah laut lepas karena di daerah pantai arus ini mengalami percepatan aliran oleh karena adanya penyempitan secara horisontal dan vertikal oleh adanya dasar laut dan halangan pulau-pulau di sekitar pantai.

Kecepatan arus ini di laut lepas jarang

melebihi 0,83 m/detik, sedangkan di daerah pantai dimana arus ini melewati selat sempit antara dua pulau, saluran masuk estuaria dan lagoon kecepatan arus ini dapat melebih 4,4 m/detik. Arus pasang surut terkuat biasanya dihasilkan pada saat terjadi spring tide di daerah yang memilki kisaran pasang surut yang besar (macrotidal)

(Bird, 1996).

72

Arus pasang surut dengan arah bolak balik dan turbulensi yang dihasilkannya secara tidak langsung penting artinya bagi proses-proses biologi. Turbulensi ini dapat mencegah pengendapan partikel-partiel tersuspensi dalam air sehingga mengakibatkan tetap keruhnya air yang dapat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari. Turbulensi juga mencegah terjadinya stratifikasi suhu air. Arus pasang surut juga berperan dalam mengangkut sedimen di sepanjang pantai sehingga arus ini turut mempengaruhi perubahan morfologi pantai. Arus pasang surut juga membantu percampuran air laut (mixing), namun perlu dingat bahwa arah arus ini adalah bolak balik secara teratur dalam 24 jam. Karenannya volume air yang diangkut oleh arus ini melintasi jarak tertentu tidaklah banyak dan juga jarak angkutnya tidak jauh. Kecepatan arus pasut minimum atau efektif nol terjadi saat air tinggi atau air rendah (slack waters). Pada saat-saat tersebut terjadi perubahan arah arus pasut. Kecepatan arus pasut maksimum terjadi pada saat-saat antara air tinggi dan air rendah. Dengan demikian, perioda kecepatan arus pasut akan mengikuti perioda pasut yang membangkitkannya (Gambar 9.6).

Gambar 9.6. Hubungan antara pasang surut(pasut) dengan kekuatan arus pasut (Poerbandono dan Djunasjah, 2005)

73

Arus Susur Pantai (Longshore current) Arus susur pantai adalah arus yang mengalir sejajar dengan pantai dan dihasilkan oleh adanya ombak yang tiba di pantai secara tidak tegak lurus (atau membentuk sudut) terhadap garis pantai (Gambar 8.7).

Pembangkitan arus susur pantai

bergantung pada beberapa parameter ombak seperti tinggi, periode dan arah ombak, sudut datangnya ombak terhadap garis pantai, dan kemiringan dasar perairan dekat pantai.

Keceptan arus susur pantai dapat dihitung dengan rumus di bawah ini

(Pethick, 1984) : VL = 2.7 Um sin α cos α Dimana VL = kecepatan arus susur pantai Um = maximum orbital velocity

α = sudut datangnya ombak

Um =

π H 2π h T sinh    L 

Maximum orbital velocity dapat dihitung dengan rumus : Dimana H = tinggi ombak T = periode ombak h = kedalaman perairan L = panjang ombak

Dari rumus di atas nampak bahwa kecapatan arus susur pantai yang terjadi dikontrol oleh besarnya sudut yang dibentuk oleh ombak yang mendekati pantai terhadap garis pantai. Makin besar sudut datangnya ombak maka makin besar arus susur pantai yang dihasilkan. Oleh karena proses refraksi menyebabkan ombak membelok dan menyesuaikan terhadap bentuk garis pantai dengan begitu rapatnya, hal ini membuat sudut datangnya ombak jarang melebihi 10O (Pinet, 1992). pembelokan ombak akibat pengaruh dari batimetri dasar laut.

Refraksi adalah

74

Gambar 9.7. Arus susur pantai yang dibangkitkan oleh ombak tiba di pantai secara tidak tegak lurus (Triatmodjo, 1999).

Pada titik dimana arus susur pantai bertemu (convergence), aliran arus akan dibelokkan menuju ke laut melintasi surf zone. Aliran arus yang menuju ke laut ini dinamakan rip current (arus tolak pantai). Rip current ini sangat berbahaya bagi orang yang sedang berenang di pantai karena tanpa disadari arus ini dapat menyeret orang yang sedang berenang tersebut ke laut sejauh 500 m. Daerah yang alirannya paling cepat di sebuah rip current kemungkinan bisa mencapai kecepatan sampai 1m/detik, dan ini sudah cukup kuat untuk memotong sebuah saluran permanen yang ada di dasar laut (Hutabarat dan Evans, 1985).

Arus yang ditimbulkan oleh perbedaan kerapatan Gerakan air dapat pula disebabkan oleh adanya perbedaan kerapatan massa air. Perbedaan kerapatan ini timbul terutama disebabkan oleh perbedaan salinitas dan suhu.

Sirkulasi air di laut yang diakibatkan oleh perbedaan kerapatan yang

disebabkan oleh adanya perbedaan suhu dan salinitas dinamakan

thermohaline

circulation. Sebagai contoh, massa air di daerah kutub selatan (Antartik) dan kutub utara (Arktik) yang memiliki kerapatan lebih besar tenggelam ke lapisan yang lebih dalam dan kemudian mengalir ke daerah tropik.

75

Pengukuran Arus Teknik pengukuran arus dapat dilakukan dengan pendekatan Lagrangian dan Eulerian. Pendekatan Lagrangian dilakukan dengan pengamatan gerakan massa air peremukaan dalam rentang waktu tertentu. Implementasinya biasanya dilakukan dengan sebuah pelampung. Selam selang waktu tertentu dan dalam interval waktu tertentu pula, pengamat mencatat posisi pelampung tersebut. Pendekatan Lagrangian penting digunakan, misalnya untuk mengkaji model tumpahan minyak atau pengangkutan materi oleh badan air di permukaan. Sementara, pendekatan Eulerian dilakukan dengan pengamatan arus pada suatu posisi tertentu di suatu kolom air. Data yang diperoleh dengan pendekatan ini adalah kekuatan dan arah arus pada suatu tempat sebagai fungsi dari waktu. Pada lingkungan laut yang didominasi pasut, maka durasi pengukuran arus pasut setidaktidaknya adalah sepanjang perioda pasut.

Untuk sifat pasut yang diurnal atau

campuran, maka durasi pengukuran arus adalah sekurang-kurangnya 25 jam. Untuk daerah yang sifat pasutnya semi-diurnal, maka durasi pengukuran arus adalah sekurang-kurangnya 13 jam. Cakupan waktu tersebut sangat diperlukan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang arah dan kecepatan arus pasut pada satu periode pasut (Poerbandono dan Djunasjah, 2005). Saat pengukuran arus pasut, sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga mewakili kondisi pada saat bulan purnama dan bulan perbani. Untuk itu, pengukuran perlu dijadwalkan selama dua kali dengan selang waktu sekitar 7 hari. Buku pasut yang diterbitkan Deshidros TNI-AL akan sangat membantu dalam mengambil keputusan untuk merencanakan saat pengukuran arus. Interval pengukuran dapat dilakukan setiap 1 jam untuk pantai dengan sifat pasut diurnal. Pada pantai yang sifat pasutnya semi-diurnal dan campuran sebaiknya pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya dengan interval 30 menit. Current meter adalah alat pengukur arus yang sangat populer. Pada saat awal dikembangkannya, alat ini bekerja secara mekanik (Gambar 8.8). Badan air yang bergerak memutar baling-baling yang dihubungkan dengan sebuah roda gigi. Pada roda gigi tersebut terdapat penghitung (counter) dan pencata waktu (time-keeper) yang merekam jumlah putaran untuk setiap satuan waktu.

Melalui suatu proses

76

kalibrasi, jumlah putaran per satuan waktu yang dicatat dari alat ini dikonversi ke kecapatan arus dalam meter per detik (m/s). Ketelitian alat bisa samapai 1 mm/s.

Gambar 9.8.

Beberapa tipe awal current meter mekanik (Sumber: Poerbandono dan Djunasjah, 2005).

C. Penutup Soal Latihan 1. Gambarkan pola arus musiman di Asia Tenggara pada musim barat dan musim timur 2. a. Jelaskan proses terjadinya upwelling dan singking! b. Mengapa perairan pada daerah upwelling lebih subur dibandingkan perairan di sekitarnya?

Bahan Bacaan Bird, E.C.F. 1996. Beach Management. John Wiley & sons. England Hutabarat, S. dan S.M, Evans. Pengantar Oseabografi. Universitas Indonesia Press., Jakarta Pinet, 1992. Oceanography: An Introduction to the Planet Oceanus. Publishing Company. New York.

West

Pethick, J. 1984. An Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold. London

77

Poerbandono dan E. Djunasjah, 2005. Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama. Bandung Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

78

BAB 10. Sedimen dan Sedimentasi A. Pendahuluan Seluruh permukaan dasar pantai, estuaria, dan lautan ditutupi oleh partikelpartikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Partikel sedimen ini terdiri dari partikel partikel yang berasal dari hasil pembokaran batu batuan dan potongan potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut yang ukurannya sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisis mereka. Modul ini memamparkan tentang jenis-jenis sedimen berdasarkan asalnya, faktor yang mengontrol sedimentasi, dan proses sedimentasi di laut dangkal dan laut dalam. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: •

Mampu membedakan jenis sedimen berdasarkan asalnya



Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mengontrol sedimentasi



Mampu menjelaskan proses sedimentasi di laut dangkal dan laut dalam.

B. Uraian Bahan Pembelajaran Sedimen terutama terdiri dari partikel partikel yang berasal dari hasil pembokaran batu batuan dan potongan potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut (Hutabarat dan Evans, 1985).

Ukuran partikel partikel ini sangat ditentukan oleh

sifat sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada pelbagai tempat di dunia mempunyai sifat sifat yang sangat berbeda satu dengan lainnya. Sebagai contoh, sebagai besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel yang berukuran kecil yg terdiri dari sedimen halus (lumpur), sedangkan hampir semua pantai ditutupi oleh sedimen berukuran besar dan kasar (pasir). Ukuran

partikel

merupakan

mengklasifikasikan sedimen.

suatu

cara

yang

mudah

untuk

dipakai

Skala Wentworth paling umum digunakan untuk

mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran mulai dari lempung (clay) yang berukuran kurang dari 0,002 mm sampai dengan batu berukuran besar (boulder) yang mempunyai ukuran lebih dari 256 mm seperti yang terlihat pada Tabel 10.1. Metode lain untuk menklasifikasikan sedimen adalah berdasarkan asal sedimen yiatu Lithogeneous, Biogeneous, Hydrogeneous, dan sedimen Cosmogeneous. Selain itu sedimen dapat juga diklasifikasikan berdasarkan sifat sedimen yang mana kita mengenal sedimen cohesif seperti lumpur dan dan non cohesif seperti pasir.

79

Tabel 10.1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran menurut skala Wentworth

Sedimen Lithogeneous Jenis sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu batuan di darat. Hal ini dapat terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti yg disebabkan oleh karena adanya pemanasan dan pendinginan terhadap batu batuan yg terjadi secara berulang ulang di padang pasir, oleh karena adanya embun embun es di musim dingin, atau oleh karena adanya aksi kimia dari larutan bahan bahan yg terdapat di dalam air hujan atau air tanah terhadap permukaan batu ((Hutabarat dan Evans, 1985). Partikel-partikel

sedimen diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai.

Beberapa sungai di dunia yang mengalir di daerah daratan yang begitu luas akan memindahkan sejumlkah besar sedimen ke dalam laut (Gambar 10.1.)

Begitu

sedimen mencapai laut penyebarannya kemudian ditentukan terutama oleh sifat-sifat fisik dari partikel-partikel itu sendiri, khususnya oleh lamanya mereka tinggal melayang-layang (tersuspensi) di lapisan kolom air. Partikel-partikel yang berukuran besar cendrung untuk lebih cepat tenggelam (mengendap) dan menetap dibandingkan partikel yang berukuran kecil. Sebagai perbandingan, partikel pasir hanya memerlukan waktu kira-kira 1,8 hari untuk tenggelam dan menetap di atas lapisan dasar laut yang mempunyai kedalaman 4000 m. Sedangkan partikel lumpur (silt + clay) yang berukuran kecil membutuhkan

80

waktu yang lebih lama yaitu kira-kira 185 hari. Dengan adanya perbedaan kecepatan endap (settling velocity) tersebut pasir akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cendrung mengumpul di daerah dekat daratan (pantai). Sedangkan endapan lumpur diangkut lebih jauh ke tengah laut dan kebanyakan mereka akan mengendap pada daerah continental shelf dan karena itu partikel-partikrel sedimen yang berukuran paling kecil cendrung untuk diendapkan pada dasar laut yang dalam.

Gambar 10.1. Area-area dari deretan luas (ditandai dengan warna hitam) dimana sungai-sungai utama dunia mengalir. Jenis sedimen Lithogeneous berasal dari pengikisan batu-batuan daratan yang kemudian diangkut oleh sungai-sungai dan masuk ke dalam lautan (Open University Course in Oceanography dalam Hutabarat dan Evans, 1985).

Sedimen Biogeneous Sisa rangka dari organisme hidup juga akan membentuk endapan partikel partikel yang halus yang dinamakan ooze yang biasanya mengendap pada daerah daerah yang letaknya jauh dari pantai. Terbagi dua tipe utama: calcareous dan siliceous ooze yang mana tergantung pada jenis organisme dari mana mereka berasal dan jenis bahan yang telah bergabung ke dalam kulit atau rangka mereka (Gambar 10.2.). Calcareous ooze berasal dari organisme yang cangkan nya (shell) terdiri dari kalsium karbonat (zat kapur) seperti Globerigina (foraminefera) yang membentuk 35 % bagian permukaan dasar laut yang relatif kebanyakan dijumpai didaerah-daerah panas

81

dunia. Jenis calcareous ooze lain adalah Pteropod (moluska yang bersifat plankton) yang cangkannya mengandung zat kapur dan menutupi permukaan dasar laut hanya berjumlah 1 % saja, walaupun kadang-kadang mereka ini sudah bercampur dengan ooze dari jenis yang lain. Sedangkan siliceous ooze berasal dari hewan dan tumbuhan yang banyak mengandung silica (siliceous) seperti diatom ooze yang merupakan jenis tumbuhan bersel tunggal yang mempunyai kulit mengandung silica. Ooze jenis ini menutupi 9% permukaan dasar laut. Jenis lainnya adalah Radiolaria ooze yang merupakan golongan Protozoa bersel satu dimana bentuk endapannya menutupi 1 – 2 % dasar laut, dan Red clay ooze yang juga juga mempunyai kandungan silica yang tinggi. Belum banyak informasi yang tersedia tentang asal dari Red clay ooze tersebut.

Gambar 10.2.

Beberapa jenis organisme yang membentuk sedimen biogeneous (a) Globerigina, (b) Diatom, (c) Radiolaria, (d) Pterepod (Hutabarat dan Evans, 1985).

Sedimen Hydrogeneous Jenis partikel dari sedimen golongan ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. Sebagai contoh manganese nodules (bungkahan bungkahan mangan). Jenis logam logam lain seperti cooper (tembaga), cobalt dan nikel juga tergabung di dalamnya. Reksi kimia yang terjadi di sini bersifat sangat lambat, dimana untuk membentuk suatu nodule besar diperlukan waktu selama berjuta-juta tahun dan

82

proses ini kemudian akan berhenti sama sekali jika nodule telah terkubur di dalam sedimen. Sebagai akibatnya nodule-nodule ini menjadi begitu banyak dijumpai di lautan Pasifik daripada di lautan Atlantik.

Hal ini disebabkan karena tingkat

kecepatan proses sedimentasi untuk mengubur nodule-nodule yang terjadi di lautan pasifik lebih lambat jika dibandingkan dengan di Lautan Atlantik.

Sedimen Cosmogeneous dan Sedimen Volcagenic Partikel partikel kecil yang berasal dari ruang angkasa dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai respon magnetik disebut sedimen cosmogeneous. Sedangkan sedimen volcagenik adalah material yang dkeluarkan oleh gunung api (salah satu contohnya adaah abu).

Faktor yang mengontrol sedimentasi Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah salah satu contoh hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Sedimentasi terjadi apabila kekuatan arus atau gaya dari agen transportasi menurun sehingga partikel sedimen yang berada di dalam suspensi akan mulai terendapkan.

Kecepatan pengendapan umumnya bahan-bahan yang kasar terlebih

dahulu terendapkan kemudian menyusul bahan/partikel yang lebih halus. Sifat dasar dan distribusi sedimen di laut dangkal dan laut dalam dikontrol oleh 4 faktor yang saling berinteraksi: 1) Jenis sumber material 2) Laju suplai sedimen 3) Distribusi ukuran partikel 4) Kondisi energi di dasar perairan yang berhubungan dengan kekuatan arus Pengamatan yang lebih dekat menunjukkan bahwa sedimen terrigeneous adalah sekumpulan pecahan pecahan batu dan mineral yang berukuran kecil dengan komposisi yang menghampiri sama dengan batuan sumber sedimen tersebut. Jika erosi sedimen berjalan lambat maka suplai sedimen juga lambat dan pencucian “washed” sedimen oleh air yang bergerak berlangsung lama. Sebaliknya jika erosi

83

sedimen berjalan cepat, kemudian suplai sedimen cepat dan tidak tercuci (terbawa) oleh air dalam waktu yang lama maka akan menghasilkan sedimen yang mengendap di dasar dengan karakter heterogenous dan tidak tersortasi dengan baik Terdapat hubungan yang jelas antara ukuran partikel sedimen dengan kekuatan arus di daerah deposisi/sedimentasi.

Ukuran/diameter partikel yang mengendap

sebanding dengan tingkat energi pada saat terjadinya deposisi. Lingkungan energi kecil dimana arusnya lemah sangat jarang menerima suplai partikel yang kasar (berukuran besar) oleh karena arus yang lemah biasanya tidak bisa mengangkut partikel partikel kasar/besar ke daerah tersebut.

Maka dari itu ukuran rata-rata

partikel yang mengendap di dasar dapat berfungsi sebagai perkiraan kasar sistem/tingkat energi pada saat terjadinya deposisi. Sedimen halus menunjukkan kondisi energi kecil (lemah), sedangkan sedimen kasar menunjukkan energi besar (kuat).

Sedimentasi di Laut Dangkal Continental shelf adalah suatu daerah yang mempunyai lereng yang landai (umumnya jarang melebihi 1O ), lebarnya 70 – 100 km, kedalamanmya bervariasi 0 – 120 m, dan berbatasan langsung dengan daratan. Energi untuk mengerosi dan mengangkut partikel padat disediakan oleh angin dan pasut. Angin membangkitkan gelombang dan beberapa jenis arus, sedangkan pasut menghasilkan arus pasang surut yang berhubungan dengan naik dan turunnya permukaan laut. Lingkungan pengendapan di laut dangkal meliputi pengendapan di pantai (Beaches, Barrier, Spit, dan Tombolo), pengendapan di Estuaria, pengendapan Delta, dan pengendapan tidal flat. Beaches adalah bentuk endapan klastik yang berkembang sejajar dengan garis pantai, umumnya tersusun oleh pasir hingga bonkahan bonkahan batuan pantai. Contoh beaches dapat dilihat pada Gambar 10.3. Tekstur sedimen beach umumnya bersortasi baik. Dapat ditemukan percmpuran antara sedimen darat dan lautan. Prosentase kedua sedimen tersebut tergantung suplai sedimen yang terendapkan di daerah beach.

84

Gambar 10.3. Salah satu contoh Beaches. Barrier adalah bentuk endapan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap gelombang dan arus, terletak di luar garis pantai dan umumnya tersusun oleh pasir dan lanau. Pada daerah terumbu karang dapat pula ditemukan terumbu penghalang atau barrier reef. Endapan barrier terbentuk oleh interaksi antara laut dengan daratan. Gelombang yang menuju ke pantai akan mendapat perlawanan oleh gerakan massa air di pantai sehingga banyak gelombang pecah sebelum sampai garis pantai, dan pada daerah pertemuan atau pecahnya geombang akan terbentuk onggokan pasir yang selanjutnya berkembang menjadi barrier. Sedangkan spit adalah perkembangan beaches ke arah laut berupa lidah pasir. Spit (lidah pasir) dapat terbentuk apabila endapan sungai yang berarah ke laut mendapat pukulan gelombang yang relatif miring terhadap garis pantai atau arah aliran sungai (Gambar 10.4).

Tombolo (Gambar 10.5) merupakan Merupakan

tanggul pasir yang menghubungkan daratan utama dengan pulau (contoh: Nusa Dua Bali). Syarat terbentuknaya tombo: (i) jarak antara pulau dengan daratan utama relatif kecil dibandingkan dengan lebar pulau, (ii) kedalaman relatif dangkal, (iii) arah arus yang tetap, (iii) sumber sedimen yang cukup, (iv) tidak ada gangguan tektonik yang berarti.

Sedimentasi di Estuaria Estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil muka air,intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya).

85

Gambar 10.4. Spit (lidah pasir), terbentuk akibat pengaruh arus pantai yang membawa sedimen membentuk daratan baru. Dapat terbentuk memanjang sejajar pantai dan atau agak menjorok ke arah laut.

Gambar 10.5. Tombolo, bagian pantai berpasir di belakang pulau atau struktur buatan yang menyatu dengan pulau atau struktur tersebut. Tombolo, juga merupakan salah satu bentukan yang terjadi merupakan penyatuan dua pulau yang berdekatan oleh proses akumulasi sedimen pantai, dibawa oleh dua arus pantai yang berlawanan arah. Banyak sedimen yang terbawah ke bawah oleh sungai teperangkap di dalam estuaria melalui proses deposisi (pengendapan). Sebagai besar sedimen yang mengendapa tersebut adalah lumpur. Selain proses deposisi, beberapa proses lain juga turut berperan dalam pengendapan partikel halus/kecil di estuaria. Proses tersebut adalah agregasi atau berkumpulnya pertikel kecil membentuk partikel yang lebih besar yang mana terdeposisi jauh lebih cepat (Open University Team, 1997).

86

Ada 2 cara dimana proses agregasi dapat terjadi: (1) agregasi secara biologis (biological aggregation), dan (2) flokulasi (flocculation). Biological aggregation adalah merupakan hasil penyerapan/pengambilan partikel halus yg ada di kolom air oleh organisme kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran (faecal pellet) dengan ukuran sampai 5mm yang mana kecepatan endapnya besar yaitu dalam cm/det . Sedangkan flocculation adalah berkumpulnya partikel partikel kecil membentuk partikel besar karena adanya gaya tarik antar molekul (partikel) yang dikenal sebagai gaya van der Walls. Flocculation merupakan proses yang penting di bagian estuaria dimana terjadi pertemuan air tawar dan air laut (gaya tarik menarik terjadi karena terjadi pertemuan partikel yg bermuatan negatif dan partikel bermuatan positif). Estuaria tidak seragam dalam hal karakter dan perbedaan karakter estuaria tersebut terutama karena variasi dalam hal kisaran pasang surut (tidal range) dan debit sungai (river discharge) yang mana mempengaruhi tingkat percampuran air laut dengan air tawar dari sungai. Bedasarkan hal tersebut maka dikenal tiga tipe utama estuaria yaitu: salt wedge, partially mixed, dan well-mixed estuaria.

Salt wedge estuary Salt wedge estuaries terbentuk pada daerah muara sungai dengan pengaruh pasang surut sangat kecil. Pada jenis estuaria ini, massa air tawar dengan kerapatan yang lebih kecil menyebar di atas massar air laut yang kerapatannya lebih besar. Pada lapisan antara air tawar dan air laut tedapat lapisan halocline (gradien salinitas dan kerapatan sangat tajam) dan kedua massa air tersebut tidak mudah bercampur . Tetapi karena satu lapisan air bergerak di atas pada lapisan yang lain maka terbentuk tegangan geser pada lapisan batas kedua massa air tersebut yang menghasilkan turbulensi pada dasar lapisan air tawar dan membangkitkan sederetan internal wave. Posisi “salt wedge” bergantung pada debit air sungai. Jika debit sungai kecil maka salt wedge akan bergeser masuk lebih kedalam daratan dan sebaliknya jika debit sungai besar maka salt wedge akan bergeser jauh menuju ke laut Salt wedge estuaries didominasi oleh aliran sungai pada permukaan dengan sangat sedikit aliran air laut menuju ke daratan di dasar. Oleh karena itu, secara virtual semua partikel tersuspensi di Salt wedge estuaries lebih banyak berasal dari

87

daratan dibandingkan dari laut. Beberapa partikel sedimen ini khususnya partikel kasar yang berukuran besar mengendap di dasar melewati lapisan halocline dan sisanya diangkut ke laut dimana flokulasi dan kecepatan aliran melemah karena arus sungai telah menyebar menyebabkan terjadinya deposisi. Jika supali sedimen sangat besar dan aksi ombak lemah maka kemungkinan akan terbentuk delta.

Partially mixed estuary Partially mixed estuaries terbentuk pada daerah muara sungai dengan pengaruh pasang surut yang sedang. Pengaruh pasang surut signifikan sehingga massa air naik dan turun di estuaria bersama pasang dan surut. Sebagai akibatnya selain terbentuk tegangan geser pada lapisan antara air tawar dan air laut juga terbentuk tegangan geser di dasar estuaria yang menghasilkan turbulensi yang menyebabkan terjadinya percampuran kolom air lebih kuat dibandingkan dengan yang dibankitkan oleh internal waves pada lapisan antara air tawar/laut. Tidak hanya air laut yang bergerak ke atas, tetapi air tawar juga bercampur ke bawah. Percampuran dua arah ini memotong lapisan halocline sehingga lapisan halocline tidak terbentuk dengan baik/jelas. Massa air tawar yang bergerak ke laut sekarang bercampur dengan air laut dengan porsi yang relatif lebih besar. Selain itu pergerakan massa air laut menuju ke darat jauh lebih kuat dibandingkan pada salt wedge estuaries. Pada partially mixed estuaries aliran air laut yang menuju ke daratan sepanjang dasar cukup kuat untuk menggerakkan sedimen ke atas estuary sampai ke posisi “null point” estuaria, yaitu kedalaman dimana tidak ada residu pergerakan air baik ke darat maupun ke laut. Material yang begerak (terangkut) bisa berasal dari sediment yang terangkut oleh sungai yang mana telah mengalami flokulasi pada saat bertemu dengan air bersalinitas tinggi dan mengendap melewati kolom air, atau bisa berasal dari sedimen laut. Pada saat transportasi sedimen melemah, maka akan terbentuk sebuah “turbidity maximum” yang terbentuk dimana konsentrasi sedimen terseuspensi sekitar 100 – 200 mg/l yang mana bisa terjadi pada estuaria dengan kisaran pasang surut yang lebih rendah, namun bisa mencapai 1000 – 10000 mg/l (atau 1 – 10 g/l) di estuaria dengan kisaran pasang surut yang tinggi. Ukuran partikel sedimen tersuspensi biasanya lebih kecil dari 10 µm.

Adanya turbulensi dan

88

tingginya konsentrasi sedimen tersuspensi mempermudah terjadinya flokulasi partikel lanau (clay).

Well-mixed estuary Pada daerah estuaria yang lebar dan dangkal dimana kisaran pasang surut (tidal range) besar dan arus pasang surut raltif lebih kuat dari pada aliran sungai maka kolom air menjadi bercampur secara sempurna. Kondisi ini terjadi pada well-mixed estuaria. Di well-mixed estuaria, salinitas sama sekali tidak bervariasi terhadap kedalaman namun salinitas tersebut bisa saja bervariasi sepanjang penampang/lebar estuaria. Terjadi percampuran massa air tawar dan laut secara lateral/horizontal namun tidak secara vertikal.

Pada belahan bumi utara, aliran pada well-mixed

estuaria menyebabkan terjadinya deposisi sedimen laut di sisi kiri estuaria, dan deposisi sedimen yang terangkut oleh sungai pada sisi sebalah kanan menghadao ke muara sungai. Sebaliknya pada belahan bumi selatan, sedimen yang terangkut oleh sungai mengendap di sebelah kiri dan sedimen laut mengendap sisi kanan estuaria.

Proses Pembentukan Delta Delta adalah bentuk segitiga daripada material endapan yang berkembang di muara sungai, menyerupai huruf ∆ (delta). Bentuk delta dikontrol oleh interaksi antara sungai, pasut, dan proses ombak. Delta dapat terbentuk diantara muara sungai dan laut, di daerah danau, di laguna (lagoon), dan daerah cekungan lainnya, dimana sungai mensuplai sedimen. Berdasarkan pola deposisi sedimen, delta dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: river-dominated delta, Tide-dominated delta, dan wave-dominated delta. River-dominated delta terjadi di daerah dimana kecepatan air sungai tinggi, tidal range (tunggang pasut) sangat kecil, dan aksi arus pasut sangat lemah. Contohnya Mississipi delta dan Mahakam delta. Tide-dominated delta terjadi di daerah dimana aksi ombak sangat terbatas dan tidal ranges umumnya melebihi 4 m yang menbangkitkan arus pasut yang sangat kuat. Contohnya Ganges-Brahmaputra delta. Jika arus pasang surut lebih besar daripada aliran air sungai, maka akan terjadi pendistribusian sedimen ke mulut sungai dan pada akhirnya akan terbentuk suatu endapan delta. Wave-dominated delta terjadi di daerah dimana aksi ombak sangat

89

tinggi. Pada daerah ini aliran sungai yang bergerak menuju laut bertindak sebagai arus yang mengalir berlawanan dengan arah perambatan ombak.

Sedimentasi di Tidal Flat Tidal flat adalah paparan yang muncul apabila air surut dan terendam bila pasang naik, biasanya tersusun oleh endapan lumpur, paparan karang, atau batuan dasar sisa erosi yang sering ditumbuhi oleh alga, saltmarsh, padang lamun dan mangrove. Keberadaan tidal flat biasanya terbatas pada daerah yang terlindung seperti spit, barrier island, teluk atau estuaria. Tidal flat biasanya memiliki kemiringan yang sangat rendah (sekitar 1:1000), tersusun secara dominan oleh lanau (clay) dan lempung (silt) yang ukurannya bervariasi dari 0.5 µm sampai dengan 65 µm. Ukuran rata-rata diameter partikel sedimen untuk hampir sebagaian besar estuaria memiliki kisaran 1 - 20 µm (Pethick, 1984). Sebuah partikel clay (lanau) berukuran 5 µm memiliki kecepatan endap (settling velocity) sebesar 0.002 cm/detiuk, namun jika partikel-partikel clay ini mengumpul dan saling melengket membentuk “floc” maka memiliki kecepatan endap yang jauh lebih besar yaitu 0.5 cm/detik.

Oleh karena proses flokulasi

merupakan proses yang bertanggung jawab terhadap keberadaan pasrtikel partikel clay di tidal flat. Pada tidal flat yang memiliki populasi invertebrata yang tinggi, partikel clay yang berukuran kecil disaring oleh organisme filter feeder yang memenfaatkan material organic yang ada pada sedimen atau material organik yang ada diantara partikel sedimen. Partikel partikel tersebut kemudian diekskresikan dalam bentuk kotoran (faecal pellet) dengan ukuran sampai 5mm yang mana kecepatan endapnya besar dan meningkatkan peluang bagi partikel clay untuk mengendap di tidal flat. Sedimen yang ada pada tidal flat kemungkinan berasal dari empat sumber yaitu: 1. Laut: diperoleh dari dasar laut 2. Pantai: diperoleh dari erosi tebing pantai 3. Daratan (fluvial): sedimen dari daratan yang terbawa oleh sungai 4. In situ reworking: diperoleh dari dalam estuaria atau teluk itu sendiri. Sedimentasi di tidal flat terjadi sebagai respon terhadap proses pasang surut dan gelombang. Sedimentasi di saluran (channels) tidal flat didominasi oleh arus pasang surut, namun gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan arus yang dibangkitkan

90

gelombang juga bisa berperan penting dalam deposisi sedimen di paparan (flat) antara saluran tidal flat. Massa air begerak naik menuju tidal flat pada saat pasang dan sebaliknya beregark turun menjauhi tidal flat pada saat surut. Kecepatan arus pasang surut yang bergerak bolak balik ini mengikuti siklus pasang dan surut biasanya tidak simetris (asymmetrical) dimana kecepatan pada saat pasang bisa berbeda dengan pada saat surut. Pada saluran tidal flat, kecepat arus bisa mencapai 1,5 m/detik atau lebih, sedangkan pada paparan (flat) tidal falt sekitar 0,3 – 0,5 m/detik (Reineck dan Singh, 1980). Kecepatan arus ini sudah cukup kuat untuk mengangkut sedimen berpasir dan membentuk ripple dan dune bedforms, cross bedding dan plane bedding. Kisaran pasang surut yang besar dan kemiringan yang kecil berarti bahwa gelombang tidak pecah di salah satu bagian tidal flat untuk waktu yang lama sehingga arus pasang dan arus surut lebih efektif dalam proses transpor sedimen di tidal flat dibandingkan gelombang. Distribusi sedimen di tidal flat menunjukkan bahwa bagian atas tidal flat (high tidal flats) didominasi oleh lumpur sedangkan pada bagian bawah tidal flat (low tidal flats) didominasi oleh pasir.

Sedimentasi di Laut dalam Reruntuhan yang mengendap di dasar laut dalam diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber eksternal atau internal. Sumber eksternal adalah batuan terrigenous seperti granite yang muncul di daratan. Pelapukan secara fisik dan kimia menghancurkan batuan batuan tersebut menjadi partikel clastic yang mana diangkut oleh sungai ke laut dalam. Sumber internal sedimen di laut dalam utamanya berasal dari aktifitas biologi (yaitu sisa sisa organisme), dan sebagaian kecil melalui proses biokimia dan fisika-kimia bahan anorganik seperti ferromanganese nodules). Transpor sedimen di laut dalam utamanya berasal dari Continental Shelf (perairan dangkal), meskipun beberapa sedimen dapat diangkut jauh di oceanic ridge dan rise, dan sedimen biogenik yang terakumulasi di dasar laut karena adanya “hujan” atau reruntuhan sisa sisa organisme pelagik dari permukaan dan dekat permukaan perairan.

Sedimen halus (berukuran kecil) dapat bergerak ke perairan dalam

melintasi continental shelf sebagai “plume permukaan air tawar” atau lapisan nepheloid dekat dasar (Boggs, 1987).

91

Transpor pada lapisan nepheloid nampaknya memegan peranan penting terhadap sedimentasi sedimen di perairan dalam. Gelombang besar yang terjadi pada saat badai membangkitkan resuspensi sedimen halus dari dasar laut menghasilkan lapisan keruh sedimen tersuspensi di dekat dasar yang ketebalannnya dapat mencapai beberapa puluh meter kususnya di bagian luar Continental shelf. Sedimen yang tersuspensi ini kemudian dapat diangkut menjauhi Continental slope akibat adanya aliran air/arus menuju ke laut. Proses yang memungkinkan transpor sedimen ke laut dalam menjauhi continental shelf dapat dikelompokkan kedalam (1) transpor sedimen tersuspensi oleh aliran dekat permukaan dan oleh angin, (2) transpor lapisan nepheloid dekat dasar, (3) transpor oleh arus pasang surut pada lembah lautan, (4) aliran gravity sedimen, (5) transpor oleh arus kontur geostrophic, dan (6) transpor oleh es. Sebagai tambahan, sedimentasi di perairan dalam dapat juga terjadi oleh karena adanya reruntuhan organisme pelagik yang telah mati dari dekat permukaan perairan, adanya partikel hasil letusan gunung berapi yang jatuh ke laut.

C. Penutup Soal Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan? a. sedimen lithogeneous b. sedimen biogeneous c. sedimen hydrogeneous 2. Jelaskan perbendaan antara proses sedimentasi di laut dangkal dan laut dalam!

Bahan Bacaan Boggs, S. 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. Merrill Publishing Company. Ohio, USA. Hutabarat, S. dan S.M, Evans. 1985. Pengantar Oseabografi. Universitas Indonesia Press., Jakarta. Open University Team. 1997. Waves, Tides and Shallow Water Processes. Butterworth-Heinemann. Oxford

92

Pethick, J. 1984. An introduction to Coastal Geomorphology. Arnold. London. Reineck, H.E., and I.B. Singh. 1980. Depositional Sedimentary Environment, 2nd ed.: Springer-Verlag. Berlin. 549p.

93

BAB 11. Sistem Pelagis A. Pendahuluan Ekosistem lautan merupaka system alami yang terbesar di planet bumi. Lautan terdiri dari beberapa sub bagian dari arah vertical maupun horizontal dari seluruh daerah. Perairan terbuka di sebut kawasan pelagis yang mana organism yang menempati wilayah tersebut di sebut oraganisme palagis (Nybaken, 1992).

Modul

ini memamparkan tentang pengertian sistem pelagis, batasan wilayah pelagis dan komunitas yang berada di wilayah pelagis.

Setelah mempelajari modul ini,

mahasiswa diharapkan dapat: • Menjelaskan pengertian wilayah pelagis • Menjelaskan batas wilayah pelagis • Menjelaskan komunitas jenis-jenis biota di wilayah pelagis B. Uraian Bahan Pembelajaran

Pengertian Wilayah pelagis merupakan keseluruhan mintakat perairan terbuka atau berkaitan dengan permukaan perairan lautan. Pelagis ikan merupakan ikan-ikan yang terdapat pada perairan dekat permukaan. Pelagis lingkungan merupakan lingkungan lautan terbuka. Lingkungan pelagis terdiri atas neritik (dengan kedalaman nol sampai 200 meter) dan oseanik (kedalaman lebih dari 200 meter) (Gambar 11.1)

Gambar 11.1. Bagian-bagian lautan

94

A. Jenis-jenis makhluk hidup yang berada di wilayah pelagis 1. Plankton Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan yang hidupnya mengapung, mengambang atau melayang daLam air yang kemampuan renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus.

Peranan Plankton 1. Bagi perairan a. Penghasil oksigen (fitoplankton), b. sebagai makanan bagi biota perairan lainnya. c. Dapat memberikan cahaya (bioluminescence) contonya 8octiluca scintillans

2. Bagi manusia a.

Merupakan sumber makanan yang berprotein contohnya : ubur-ubur (Rhopilema esculenta) yang disebut kurage, Rebon atau jambret dari golongan sergestid, misid, dan larva udang sebagai bahan dasar untuk pembuatan terasi dan petis.

b.

Sebagai umpan dalam penangkapan ikan impun contohnya larva sidat kaca.

c. Pendeteksi warna perairan yang diakibatkan oleh plankton dapat dijadikan sebagai pendeteksi. Contohnya para pelaut melihat apabila warna air laut berubah dari biru jernih menjadi biru kehijauan berarti daratan sudah dekat. d. Pendeteksi gangguan lingkungan seperti terjadinya ledakan yang dikenal istilah Harmful Algal Bloom (HAB) e. Mempunyai nilai ekonomi yang tinggi seperti zooplankton eufausid (Euphausia superba) f. Sebagai obat-obatan contohnya ubur-ubur dan krill dapat menjadi obat untuk arthritis, hipertensi, dan nyeri punggung.

95

B. Penggolongan plankton berdasarkan fungsi 1.

Fitoplankton • Disebut juga plankton nabati yang hidupnya mengapung atau melayang dalam laut. • Ukurannya kecil, berkisar antara 2 – 200 µm (1 µm = 0.001 mm) • Bersel tunggal

Fungsi fitoplankton yaitu •

Mampu menghasilkan sendiri bahan makanananya yaitu dari bahan anorganik menjadi organik sehingga disebut produsen primer (primary producer) sebagai sumber energi.



Membuat atau mensintesa glukosa (karbohidrat) dari ikatan-ikatan anorganik karbondioksida (CO2) dan air (H2O) melalui proses fotosintesa.



Energi yang terkandung dalam fitoplankton dapat di aliran ke berbagai komposisi ekosistem lainnya lewat rantai makanan (Food chain). Lewat rantai pakan ini seluruh heawan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi sampai paus yang berukuran raksasa bergantung pada fitoplankton baik secara langsung maupun secara tidak langsung lewat jalur rantai pakan.

96

2.

Zooplankton •

Disebut juga plankton hewani yang hidupnya mengapung atau melayang dalam laut.



Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tak dapat memproduksi sendiri bahan organic dari bahan inorganic. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya ia sangat bergantung pada bahan organic dari fitoplankton yang menjadi makanannya (sebagai consumer bahan organik).



Ukurannya berkisar 0.2 – 2 mm, tetapi ada yang sampai 1 m (uburubur).



Sebagai makanan ikan-ikan kecil



Zooplankton ada yang hidup di perairan dalam dan adapula yang dapat melakukan migrasi vertical harian dari lapisan dalam ke permukaan.



Hmapir semua hewan yang mampu berenang beas (nekton) atau ynag hidup di dasar laut (benthos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton yaitu ketika masih berupa terlur artau larva nanti setelah dewasa menjadi nekton atau benthos.

3. Bakterioplankton • Bakteri yang hidup sebagai plankton. • Ukurannya sangat halus (umumnya < 1 µm) • Tidak mempunyai inti sel • Tidak mempunyai klorofil yang dapat berfotosintesis • Fungsinya utama sebagai decomposer atau pengurai. Biota laut yang

mati

akan

diuraikan

oleh

bakteri

sehingga

akan

menghasilkan hara seperti fosfat, nitrat, silikat dan sebgainya. Hara ini kemudian akan didaur-ulangkan dan dimanfaatkan lagi oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis.

4. Virioplankton • Merupakan virus yang hidup sebagai plankton. • Ukurannya sanagt kecil ( kurang dari 0.2 µm)

97

• Menjadikan

biota

lainnya

sebagai

inang

contohnya

bakteriplankton dan fitoplankton • Fungsinya sangat penting dalam daur karbon di dalam ekosistem perairan.

D. Penggolongan berdasarakan ukuran ukuran sangat beraneka ragam dari yang sangat kecil hingga yang besar. Penggolongan berdasarkan ukuran yaitu : 1. Plankton jaring atau net plankton Yaitu plankton yang dapat tertangkap dengan jarring yang ukuran mata jaringnya berukuran 20µm, 2. Nanoplankton Yaitu plankton yang lolos dari jarring tetapi lebih besar dari 2 µm atau berukuran 2 – 20 µm. 3. Ultrananoplankton Yaitu plankton yang berukuran lebih kecil dari 2 µm.

E . jenis-jenis Fitoplankton 1. Diatom Juga diberi julukan sebagai “jewel of the sea” atau permata dari laut, karena kehadirannya yang sangat umum, kerangka dinding selnya mengandungsilika, bahan bagaikan kaca, yang kaya dengan berbagai variasi bentuk yang menawan dengan simetris yang indah.

3. Dinoflagelat Ciri khasnya adalah kandungan pigmen dalam selnya, yang tidak sengaja mengandung klorofil a dan klorofil c, juga mengandung pigmen sehingga menyebabkna warnanya umumnya coklat kekuningan, meskipun terdapat variasi antarjenis. Cirri lainnya mempunyai flagela seperti bulu cambuk.

98

99

4. Kokolitoforid Kelompok ini sifatnya uniselluler, warna umumnya coklat keemasan karena danya pigmen a-carotene, fucoxanthin, diadinoxanthin, dan diaxonthin.

100

F. Jenis-jenis Zooplankton 1. Tintinid. Hewan

ini

bersel

tunggal,

yang

mempunyai

sitoplasma,

sitomembran (dinding sel) dan satu atau lebih inti (nucleus). 2.

Foram Ukurannya yang beragam dari sekitar 100 µm hingga lebih dari 1

mm. 3. Radiolaria Hewan ini mempunyai bentuk cangkang yang bulat dengan berbagai variasi struktur yang umumnya mempunyai simetri radial, memencar.

101

102

4. Ubur-ubur Tubuhnya berbentuk paying atau genta (bell) dengan disertai umbaiumbai berupa tentakel. 5. Ktenofor Mempunyai silia atau bulu getar yang sudah menyatu.

5.

Kaetognat Mempunyai rahang yang bentuknya bagai bulu kasar dan kaku,

yang digunakan untuk menangkap mangsanya.

Larvasea

103

Larvasea (Larvacea, disebut pula Appendicularia, atau Copelata) adalah zooplankton yang umumnya berukuran kecil (1-3 mm) dan transparan, tetapi kadang-kadang bisa dijumpai dalam jumlah yang besar. Hewan ini tidak pernah berkembangbiak secara seksual dari bentuk larva, suatu proses yang disebut pedogenesis (paedogenesis). Hewan ini hermafrodit, menghasilkan sperma yang masak lebih dulu, baru telur kemudian. Bentuk umum larvasea terdiri dari dua bagian yang jelas berbeda yakmi apa yang disebut sebagai tubuh atau kepala yang bentuknya bulat lonjong dan eko9r yang panjang menjuntai ke bawah “tubuh”. Seluruh system pencernaan, system saraf, dan system reproduksi terdapat di dalam “tubuh” sedang notokorda terdapat pada bagian ekor. Keistimewaan pada larvasea (khusus pada jenis Oikopleura) ialah kemampuannya membangun “rumah” tempat ia berlindung di dalamnya sambil mencari makan. “rumah” itu sebenarnya merupakan struktur dari bahan gelatin (gelatinous) yang dihasilkan dari sekresisel-sel epitelnya (epithelial cells). Dibagian atas “rumah” ini terdapat saringan kasar, yang melewati air laut masuk dan meloloskan nanoplankton yang berukuran

104

sangat halus, sedangkan partikel yang lebih kasar, tertahan. Aliran air masuk ke dalam “rumah” diakibatkan oleh gerakan menggetar ekor hewan larvasea yang ada di dalamnya. Di dalam “rumah” ada lagi saringan yang lebih halus yang menyaring atau menangkap nanoplankton yang merupakan makanan yang kemudian akan diteruskan ke mulut hewan itu. Air selebihnya disalurkan keluar dari “rumah” lewat saluran pembuangan yang ada di belakang. Apabila saringan-saringan telah mampet atau tersumbat, maka hewan itu akan segera keluar dari “rumah”-nya lewat pintu keluar khusus disebelah depan, dan dari situ ia akan berenang ke tempat baru dan membangun lagi “rumah” bary. Tiap beberapa jam ia dapat membangun “rumah” baru. “rumah” ini sangat rapuh hingga kita sulit memperoleh yang utuh, umumnya hancur pada saat pengambilan contoh. System penyaringan makanan berupa nanoplankton lewat saringan bertingkat ini merupakan system penyaringan yang sangat efektif. Hewan larvasea memang dipandang sebagai satu-satunya kelompok hewan pemakan penyaring (filter feeder) yang struktur alat penyaringnya berada sama sekali di luar tubuhnya. Hanya pada dua marga dari larvasea ini umumnya dikenal, yakni Oikopleura dan fritillaria. Oikopleura mempunyai bentuk “tubuh” yang lebih bulat, sedangkan ekornya melebar pada pertautan dengan “tubuh”nya, sedangkan Fritillaria mempunyai “tubuh” yang lebih memanjang dengan ekor yang menyempit pada pertautan dengan “tubuh”nya.

105

IKhitoplankton Ikhtioplankton adalah telur dan larva ikan yang hidup sebagai plankton. Setelah dewasa mereka akan berubah, hidup sebagai ikan yang nektonic, yang berenang bebas. Jadi sebenarnya ikhtioplankton itu adalah meroplankton juga (hanya sebagian dari daur hidupnya sebagai plankton), naum istilah ikhtioplankton merujuk khusus untuk kelompok ikan. Telah banyak perhatian yang diberikan pada iktioplankton ini, mengingat pentingnya bagi perikanan. Lokasi penemuan nagi telur dan larva ikan merupakan pentunjuk di mana dan berapa luas daerah pemijahan jenis ikan tertentu. Dengan mengetahui daerah pemijahannya maka langkah-langkah yang perlu diambil untuk pengelolaannya dapat dipertimbangkan dengan lebih baik. Telur ikan ada yang direkatkan ke substrat yang mengapung (misalnya pada potongan rumput laut)ataupun pada substrat di dasar laut (misalnya di terumbu karang), dan ada pula yang pelagis (pelagic), artinya dilepaskan di perairan bebas sebagai plankton. Telur ikan yang menjadi perhatian utama dalam ikhtiologi adalah telur-telur ikan yang pelagis atau planktonik.

106

3. ekton •

Organisme yang bergerak dalam air yang tidak tergantung pada arus yang kuat dalam air.



Jumlah nekton yang terbanyak adalah ikan.



Merupakan hewan yang vertebrata. Sedangkan invertebrata yang dapat digolongkan kedalam nekton adalah cephalopoda.

1. Kelompok ikan yang dijumpai dalam golongan nekton ada dua yaitu : •

Ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di daerah epipelagik mencakup ikan-ikan hiu tertentu (cucut martil, hiu mackerel, cucut biru) , kebanyakan ikan terbang, tuna, setuhuk, cucut gergaji, lemuru, ikan duyung, dan lain-lain



Ikan yang hanya menghabiskan sebagian dari hidupnya di daerah epipelagik. Kelompok ini lebih beragam dan mencakup ikan yang habiskan masa dewasanya di epipelagik tetapi memijah diperairan

107

pantai (haring, geger lintang jinak, dolphin, kacang-kacangan) atau diperairan tawar (salem).

108

C. Penutup Soal Latihan : 1. Jelaskan wilayah pelagis ! 2. Sebutkan jenis-jenis komunitas yang terdapat di wilayah pelagis beserta contohnya (minimal 5) ! Bahan Bacaan 1.

Hutabarat dan Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia (UI-PRESS).

2.

Nontji. A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press. Hal 147-151

3.

Nybakken. 1992. Biologi laut. PT. Gramedia, Jakarta.

4.

Sachlan. 1972. Planktonologi. Hal 73-81

5.

Sulistiono dkk. 2001. Pengantar Ikhtioplankton. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ITB. Bogor

109

BAB 12. Sistem Bentik A. Pendahuluan Organisme yang hidup di dasar lautan dikenal sebagai benthos. Termasuk di dalamnya seluruh hewanphewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup pada daerahdaerah yang masih dipengaruhi oleh air pasang (daerah littoral), daerah continental shelf (sublitoral) dan yang tinggal di laut yang sangat dalam (daerah bathyl dan abyssal) (Hutabarat dan Evans, 1985).

Hewan ini sangat bervariasi baik jenis

maupun ukuran yang mempunyai manfaat yang sangat besar baik pada sumberdaya perairan maupun sumberdaya manusia.

Bagian pertama dari modul ini

membicarakan tentang tumbuh-tumbuhan yang hidup di dasar (benthic plants) dan bagian keduanya membicarakan tentang hewan-hewan yang hidup di dasar (benthic animals). Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: • Menjelaskan pengertian wilayah bentik • Mengetahui batas wilayah bentik •

Menjelaskan jenis tumbuhan, faktor pembatas, penyebaran, dan manfaat tumbuhan di wilayah bentik

• Menjelaskan jenis-jenis hewan benthos

B. Uraian Bahan Pembelajaran

Batas wilayah bentik 1. Daerah littoral adalah daerah yang terletak anatar daratan dan lautan yang masih di pengaruhi oleh air pasang 2. Daerah sub littoral adalah suatu daerah yang mempunyai lerengyang landai (kemiringannya kira-kira sebesar 0.4%) dan berbatasan langsung dengan derah daratan. Daerah ini biasanya mempunyai lebar antara 50 sampai 70 kilometer dan kedalam maksimum dari lautan yang ada diatasnya tidak lebih besar di antara 100 sampai 200 meter. 3. Sub littoral yaitu bagian laut yang terletak antara batas air surut rendah di pantai. 4. Abisal yaitu daerah ini relative terbagi rata dari permukaan bumi yang terdapat dibagian sisi yang mengarah ke daratan dari system midoceanic ridge.

110

A. Jenis –Jenis Tanaman air laut 1. Mangrove Yaitu tumbuhan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut

air laut (Nontji, 1987). Diperkirakan ada

sekitar 89 spesies mangrove yang tumbuh di dunia. Yang terdiri dari 31 genera dan 22 famili dan sekitar 51 % atau 38 spesies hidup di Indonesia. (Tabel 12.1) Tabel 12.1 Spesies Tumbuhan Mangrove di Indonesia (Soegiarto dan Polunin, 1982).

Famili Apocynaceae Bignoniceae Combretaceae

Euphorbiaseae Flacourtiaceae Leguminosae Meliaceae Myrtaceae Palmac

Rhizophoraceae

Spesies Cerbera mangkas Dolichandrone Lumitzera littorea L lutea L rasemosa Excoecaria agaltocha Scolopia maerophytla Cynomet.-a ramiflora Pilhecellobium umbellalum Xylocarpus granalum X. molucensis Osborniu oclodoma 8ypa frulicans Oncosperma lisillaria Phoenix paludosa

1

X X X

X X X X

Penyebaran 2 3 4 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

5 X X X

X X X

111

Rubiaceac Rutaceae Sonneralaceae

Sterculiaceae Avicenniuceae Verbenaceae

Jumlah Total

Bruguiera cylir.drica B. exarista B. gymnorhiza B. parviflora B. sexangula B. haenesii Ceriops decandra C. tagal Kandelia candae Rhizophora apiculaia R. mucronata R. srylosa Scyphiphora hydrophyllaceae Paramignya Sonneratia alba S. caseolaris S. ovata Heriliera littoratis Avicennia alba

X

X

X X X

X X X

X X X X X

X X X X X X X X X X X X X X

X X

X X

X X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X X

X

X X X X X

X X X X X

X X X X X

A. marina A. officinalis

X X

X X

X X

X X

X X

38

27

26

29

26

29

X X

X

X X X X X X X X

Keterangan: 1 = Sumatra, 2 = Jawa, Bali, Kalimantan, 3 = Sulawesi, 4 = Maluku, Nusa Tenggara, dan 5 = Irian Jaya

Faktor –Faktor Penentu Penyebaran Mangrove Ada empat faktor utama yang menentukan penyebaran tumbuhan mangrove, yaitu (a) frekuensi arus pasang, (b) salinitas tanah, (c) air tai dan (d) suhu air. Tinggi dan waktu penggenangan air pasang cukup lama akan sangat menentukan salinitas tanah. Selanjutnya salinitas tanah ini akan menentukan kehidupan tumbuhan mangrove. Ada beberapa jenis mangrove, seperti Avicennia marina Lumnitzera racemosa, yang dapat tahan pada salinitas 90 %o, namun beberapa species tidak tahan pada salinitas yang tinggi (Macnae, 1968). Tumbuhan mangrove, seperti Sonneratia alba, S., tala, dan S. griffthii, yang tumbuh di tepian laut, cenderung suka pada salinitas yang normal. Namun species Sonneratia casenl hanya tumbuh diatas tanah dengan salinitas rendah (<10%o). Demikian pula Aegiceras corniculatum, karena species ini cenderung h dengan salinitas rendah, maka species ini sering

112

digunakan sebagai indikator adanya air tawar. Species dari genus Bruguiero tumbuh secara normal pada salinitas di bawah 25 %o. B. Parviflora mencapai perkembangan maksimum pada salinitas sekitar 20%o, B .gynmorhiza tahan pada salintas sekitar 10-25%o, sedangkan B. sexangula cenderung lebih suka pada salinitas tanah < 10%. Kemampuan mangrove tumbuh pada air asin karena kemampuan akarakar tumbuhan untuk mengeluarkan atau mensekresi garam. Johannes (1975) mengatakan bahwa species dari genera Rhizophora, Avicsnnia dan Leguncularia mempunyai akar-akar yang dapat memisahkan garam. Pemisahan garam terjadi ketika proses penguapan atau transmigrasi di daun. Penguapan daun ini menimbulkan terjadinya tekanan negatif, yang menyebabkan air yang ada di sistem perakaran tertarik ke dekat xylem, dan peristiwa ini pula terjadi pemisahan air tawar dari air laut yang ada di membran akar. Pada kondisi salinitas di atas 90%o, species mangrove, seperti Avicennia marina, mempunyai sistem perakaran yang ekstensif, dan dengan sejumlah besar kelenjar yang mampu mensekresi garam. Sedangkan pada kondisi salinitas rendah (air tawar), sistem perakaran kurang ektensif dan kelenjar sekresi garam ini tidak ada di daun (Macnae, 1968). Sebagai tambahan, walaupun species mangrove dapat tumbuh pada salinitas yang ekstrem atau sangat tinggi, namun biasanya pertumbuhannya kurang baik atau pendek-pendek. Selain salinitas, suhu air adalah juga merupakan faktor yang penting menentukan kehidupan tumbuhan mangrove. Menurut Walsh (1974) suhu pembatas kehidupan mangrove adalah suhu yang rendah dan kisaran suhu musiman. Suhu yang baik untuk kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari 20C, sedangkan kisaran musiman suhu tidak melebihi 5°C. Suhu yang tinggi (>40°C) cenderung tidak memengaruhi pertumbuhan dan/atau kehidupan tumbuhan mangrove (Kolehmainen et al, 1973). Substrat tanah diketahui juga menentukan kehidupan komunitas mangrove. Tipe substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove adalah Jumper lunak/ yang mengandung silt, day dan bahan-bahan organik yang lembut (Valsh, 1974). Tanah vulkanik, juga merupakan substrat yang baik untuk perkembangan mangrove sedangkan substrat yang mengandung quartz tic dan

113

granitic alluvia kurang baik untuk untuk pertumbuhan mangrove. Di samping tipe tanah tersebut/ beberapa species mangrove cenderung lebih menyukai tanah yang drainasenya baik. Sebagai contoh, Xylocarpus spp, Lemnitzera spp, dan tumbuhan-tumbuhan di daerah mangrove lain-nya, seperti Osborma octodonta, Pemphis acidula, dan barringtonia, hanya tumbun di tanah yang drainasenya baik (Macnae, 1968). Sedangkan komunitasnya lebih menyukai tumbuh di tanah yang tergenang. Di samping faktor-faktor fisik-kimia yang telah diutarakan di atas, ada faktor yang lebih penting lagi dalam menentukan kehidupan dan kelestarian ekosistem mangrove

yaitu aktivitas manusia. Beberapa laporan menunjukkan bahwa

penebangan mangrove di Indonesia sudah sangat intensif, terutama akibat laku kerasnya udang windu (Penaeus monodon) di pasaran/ baik di dalam maupun luar negeri. Sehingga banyak hutan mangrove yang dibuka dan di-ubah menjadi lahan pertambakan. Karena aktivitas ini, menteri ne-gara lingkungan hidup menentukan batas penebangan hutan tidak melebihi 20%, untuk mengatasi pelestarian hutan tersebut (Kenmeneg LH, 1993). Sedangkan Dinas Perikanan Sulawesi Selatan, memperbolehkan penebangan sampai 40%, akan tetapi hutan mangrove yang dibuka menjadi tambak tersebut harus ditanami tumbuhan mangrove sehingga tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai seluk hijau.

Zonasi Komunitas Mangrove Berdasarkan lingkungan faktor penyebabnya maka target zonasi

komunitas

mangrove dapat dilihat pada Tabel 12.2 Tabel 12.2. Zonasi Mangrove (Supri Haryono 2007).

Watson (1928) 1. Daerah genangan untuk semua pasangan naik Daerah 2. genangan pada pasang medium 3. Daerah genangan hanya pada pasang naik

De Haan (1931) I. Payau Asin , salinitas pada saat pasang naik sekitar 1030 % Daerah tergenang a. air pasang 1-2 kali sehari selama 20 hari perbulan b. Daerah tergenang air pasang 1-2 kali

Mcnae (1986) Ke arah laut , Sonneratia alba atau S. apelata atau S.griffthi Zona Avicennia marina Zona hutan Rhizophora Zona hutan Bruguiera Hutan di daerah perbatasan daratan , Xylocarpus granatum

114

normal Daerah genangan hanya pada pasang perbani 5. Daerah genangan pada pasang naik lainnya

4.

sehari selama 20 hari perbulan c. Daerah tergenang air pasang < 9 kali perbulan d. Daerah yang hanya tergenang air pasang beberapa hari perbulan II. Air Tawar payau , salinitas pada saat air pasang sekitar 0-10 % . a. Daerah dipengaruhi pasang surut b. Daerah tergenang pasang secara musiman

atau Bruguiera sxangula atau kelompok Samphire atau Barrington

Kelompok Nya

2. Lamun (seagrass) Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang termasuk kedalam tumbuhan berbiji satu (Monocotyledonae) yang mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat. Faktor yang sangat menetukan sehingga mereka bisa tumbuh di laut adalah adanya akar dan rimpang yang berfungsi sebagai jangkar dan menyerap hara dari air (“interstitial water”) dalam sedimen, mampu hidup dalam keadaan terbenam dalam air laut dan melakukan penyerbukan di air (Tomascik et al., 1997). Menurut Den Hartog (1970) tumbuhan lamun di dunia ini terdiri dari dua famili, 12 genera dengan 49 spesies. Dan dari 12 genera tersebut, tujuh diantaranya tumbuh di daerah tropis yaitu Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syringodium, dan Thalassodendron. Keanekaragaman tumbuhan lamun yang tertinggi didapatkan di daerah Indo Pasifik dengan tujuh genera tropis. Selanjutnya Den Hartog (1970) melaporkan bahwa dari 25 spesies lamun yang hidup di daerah tropis, 12 diantaranya dijumpai di perairan Indonesia.

Produktivitas Beberapa peneliti melaporkan bahwa produktivitas primer komunitas lamun mencapai lebih dari 1 kg C/m2/th. Bahkan menurut Me Roy dan Me Millan (1977) produktivitas primer untuk species-species tertentu di daerah yang sangat subur,

115

dapat mencapai 6.825 g C/m2/th (Tabel 2.13). Produksi tersebut umumnya bersumber dari dasar (below ground) dan atas (above ground). Produktivitas primer yang berasal dari dasar, yaitu akar dan rhizome, memberikan sumbangan yang cukup tinggi yaitu sekitar 2-36% dari total produksi tanaman atau sekitar 10-40% pada padang lamun yang sudah jadi (mature). Demikian pula untuk total biomasnya, komponen dasar bisa memberikan sumbangan sekitar 30-75%, bahkan beberapa

Penyebaran Lamun Komunitas lamun terdapat pada daerah mid – Intertidal sampai kedalaman 50 – 60 meter, namun biasanya sangat melimpah di daerah sub litoral. Jumlah spesisnya lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari. Hidup pada berbagai jenis substrat, mulai dari lumpur encer sampai batu – batuan, tetapi lamun paling luas dijumpai pada substrat yang lunak (Nybakken, 1992 ). Dahuri et al. (2001) menambahkan bahwa secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun padang lamun yang luas hanya dijumpai pada dasar laut berlumpur berpasir lunak dan tebal. Padang lamun sering terdapat di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Di beberapa daerah beberapa lamun dapat tumbuh, namun tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak terlindung pada saat air surut. Karena membutuhkan intensitas cahaya yang cukup, padang lamun tidak dapat tumbuh di kedalaman lebih dari 20 meter, kecuali perairan tersebut sangat jernih dan transparan. Eftemejer (1993) yang melakukan studi penyebaran lamun di Kepulauan Spermonde (Sulawesi Selatan) menemukan lamun tumbuh pada empat tipe habitat, yaitu rataan terumbu dengan kedalaman sekitar 2 meter, paparan terumbu dengan kedalaman 2 meter, paparan terumbu dengan kedalaman 10 – 16 meter dan kondisi substrat didominasi oleh sedimen karbonat (dari pecahan karang sampai pasir koral halus), teluk dangkal yang didominasi oleh pasir hitam terigenous, dan pantai intertidal yang datar dan didominasi oleh lumpur halus terigenous.

3. Rumput Laut Alga Bentik

116

Yaitu tumbuhan air yang berthalus. Tumbuhan air tidak mempunyai akar, batang dan daun sifatnya, sifatnya Uni seluler (bersel tunggal ) dan ada juga sebagai tiplankton , tetapi kerukunan besar (Makroologi). Rumput laut yang terdiri dari 3 kelas . Yaitu Clorophyta (Alga hijau) jumlah spesies yang ada di laut sekitar 7000, Phaenophyta ( Alga Coklat) 1500 spesies dan Rhodophyta (Alga Merah) sekitar 4000 spesies. Morfologi Thallus yang bermacam -macam ada yang thallus morfologi thallus yang bermacam-macam ada yang thallus bulat seperti telur (Valenia) , thallus bulat seperti silindris (Euchem, Gracilaria) thallus

pupuk . padat

menebal

(Halimade) dan Thallus ( lebaran

(Pendina penyelam)

Faktor Pembatas rumput laut •

Substrat

tempat

melekat

rumput lat

ini sangat menentukan

tergantung dari spesiasinya. Seperti jenis – jenis Eucheuma sebaiknya, Substrat nya adalah pasir berbatu . atau pasir berlumpur •

Cahaya : sangat dibutuhkan untuk proses fotosintesis



Salinitas : Rumput laut menyukai kadar salinitas yang tinggi sekitar 32-34 PPT



Suhu : Suhu air fotosintesis

karena

mempunyai

pengaruh

tidak

langsung

beberapa proses metabolisme

tetapi

seperti ini dan

pengambilan unsur hara sangat tinggi pada suhu air •

Gerakan air. Pergerakan air sangat menentukan pertumbuhan tubuh air , banyak yang mengapung maupun yang menuju didasar perairan . Pengaruhnya terhadap

rumput laut

terihat pada sampai unsur hara

sediam garis-garis tertentu, menghalalkan sisa metabolisme atau limbah . •

Kecerahan air sangat penting bagi pertumbuhan rumput laut



Kecerahan air akan mempengaruhi masuknya intensitas cahaya yang digunakan untuk proses fotosintesis kalau air yang keruh mengandung banyak

partikel-partikel

atau

endapan

dan dapat

permukaan tubuh sehingga mengurangi kecepatan tumbuh

menutupi

117

B. Hewan-hewan bentik 1. Microfauna Microfauna istilah ini dipakai untuk menerangkan hewan-hewan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 0.1 mm. seluruh protozoa termasuk dalam golongan ini.

Protozoa Adalah hewan yang paling sederhana hanya terdiri satu sel dan biasanya berukuran mikroskopis antara 5 µm sampai 5000 µm, atau rata-rata 30 – 300 µm. sel protozoa terdiri dari membrane sel (plasma lemma) yang berfungsi sebagai dinding sel. Alat gerak protozoa adalah silia atau bulu getar yang berbentuk bulu-bulu halus biasanya banyak dan bergetar dan gerakan tersebut menimbulkan arus air yang dapat menghasilkan gerakan maju. Manfaat Protozoa merupakan makanan bagi organisme perairan tetapi ia juga membawa efek negative yaitu bersifat parasit pada ikan. Contohnya Trichodina dan parasit pada manusia contohnya Entamoeba histolitica dari kelas Sarcodina. Dan juga dapat menimbulkan racun contohnya Pyrodinium bahamense.

2. Meiofauna Meiofauna adalah golongan hewan-hewan yang mempunyai ukuran antara 0.1 mm sampai 1.0 mm. ini termasuk golongan protozoa yang berukuran besar, Cnidaria, cacing-cacing yang berukuran kecil dan beberapa crustacea yang berukuran sangat kecil. 1. Cnidaria. Filum cnidaria berasal dari kata knide yang berarti sengat. Mempunyai rongga pencernaan dan mulut tidak mempunyai anus. Tubuhnya simestris radial, dapat di bedakan dari 2 macam ayitu yang berbentuk polip yaitu hidup menetap dan medusa yang hidup berenang bebas. Warnanya menarik seperti jingga, kecoklatan. Manfaatnya dapat dikonsumsi dan di perdagangkan. Contohnya Rhopilema esculata, Rhizostoma octopus, pelagia noctiluca, Cyanea capilata dan Aurelia aurita.

118

2. Cacing Ciri-cirinya bentuk tubuhnya lonjong sampai panjang, pipih dorso-ventral dan tidak mempunyai ruas sejati. Warna tubuhnya berwarna coklat, hitam kelabu atau ada yang berwarna merah. Jenis-jenis cacing yang banyak ditemukan yaitu jenis Turbelaria, Acoela, manfaat sebagai makanan yang mengandung proten makanan hewan laut lainnya tetapi ada juga yang bersifat parasit. 3. Crustacea Kepala = Chepalo, Dada = thorax. Kepala dan dada bergabung disebut Chepalothorax. Bagian kepala ditutupi oleh karapax. Karapax adalah pelebaran dan melipatnya kulit kepala (kulit chitin).

3. Macrofauna Meliputi hewan-hewan yang mempunyai ukuran lebih besar dari 1.0 mm. ini termasuk echinodermata, crustacea, annelida, molusca dan anggota beberapa filum lainnya.

119

120

C. Penutup Soal Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksus dengan bentik (tumbuhan) ! 2. Jelaskan perbedaan antara tumbuhan yang terdapat di wilayah littoral dan sub littoral ! 3. Jelaskan faktor pembatas tumbuhan yang ada di wilayah littoral dan sub littoral !

Bahan Bacaan 1. Den Hartog, C. 1970. The Seagrass of The Word. North Holland Publishing Company. Amsterdam. 2. Erftemeijer, P.L.A., 1993. Differences in Nutrient Concentration and Resources Between Seagrass Communities on Carbonate and Terrigenous Sediment in South Sulawesi, Indonesia. Bull. Mar. Sci. 54 : 403-419. 3. Koleh Mainen , S.T Morgan and R. Castro 1973 Mangrove root Communities In the Thermalli attered area in Guayanilla Bay. 4. Mc Roy, C.P, and C. Helfrich. 1980. Applied aspect of secrasses in Philiphs R.C, Seagrasses biology and Ecosystem Prespective Garland STPM Press. New York 5. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. 6. Soegiarto, A, And N. Pollunin 1982. The mammie environment of Indonesia. Dept. Zoologi University of Cambridge 7. Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem sumber daya hayati di wilayah pesisir dan laut Tropis. 8. Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, dan M.K. Moosa. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas. Part Two. The Ecology of Indonesia Series. Volume VIII. Periplus Edition (HK), Ltd, Singapore. 9. Walsh, C.E. 1974 . Mangrove Academic Press. New York.