PENGARUH DISTRAKSI PENDENGARAN TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA

Download Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017 ○ ISSN ... Fraktur merupakan patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau t...

1 downloads 561 Views 235KB Size
PENGARUH DISTRAKSI PENDENGARAN TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA KLIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT NENE MALLOMO KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Fadli STIKES Muhammadiyah Sidrap Alamat Korespondensi: [email protected]/085342707077

ABSTRAK Fraktur merupakan patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan quasi eksperimen dengan desain pre and post test design tanpa kelompok kontrol. Tekhnik pengambilan sampel adalah consecutive sampling dengan jumlah sampel 18 responden. Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur di Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang dengan uji Wilcoxon dengan nilai P = 0,001. Hasil penelitian ini dapat di pergunakan sebagai bahan masukan bagi institusi kesehatan dan penanganan nyeri pada pasien fraktur. Disarankan agar distraksi pendengaran dapat diterapkan pada pemberian asuhan keperawatan terhadap kilen fraktur dalam mengatasi masalah nyeri pada klien yang mengalami fraktur. Kata Kunci: Distraksi pendengaran, Intensitas nyeri, dan Klien fraktur

PENDAHULUAN Sistem musculoskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat berperan terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Masalah atau gangguan pada tulang akan dapat mempengaruhi sistem pergerakan seseorang. Salah satu masalah musculoskeletal yang sering kita temukan di sekitar kita adalah fraktur atau patah tulang. Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total atau sebagian (Novita, 2012). Fraktur juga dikenal sebagai patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012). Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan, tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi (Helmi, 2012).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dalam Djamal, Rompas, dan Bawotong (2015) dan Fadliyah (2014), kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Hasil survey awal di Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang, didapatkan informasi bahwa pada Tahun 2015 sebanyak 109 orang dan Tahun 2016 bulan Januari sampai Maret Tahun 2016 sebanyak 25 orang. Umumnya perawat tidak melakukan teknik distraksi pendengaran pada pasien yang mengalami nyeri khususnya pada pasien fraktur karena perawat hanya melaksanakan instruksi dokter berupa pemberian analgetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur. BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi dan sampel Penelitian ini dengan menggunakan rancangan quasi eksperimen dengan desain pre and post test design, yaitu dengan maksud untuk membandingkan hasil antara sebelum

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017 ● ISSN : 2302-1721

135

dan sesudah pemberian intervensi terdapat intensitas nyeri. Penelitian ini dilakukan di ruang sambiloto Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang. Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien yang mengalami fraktur dan sampel pada penelitian ini adalah klien yang mengalami fraktur pada daerah ekstermitas bawah yang sedang menjalani proses perawatan dan pengobatan sesuai dengan kriteria yang ditentukan dengan jumlah sampel 18 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Adapun uji analisis yang digunakan adalah uji Wilcoxon. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel.1. Distribusi karakteristik Responden Klien Fraktur Di Rumah Sakit Nene Mallomo Kab. Sidenreng Rappang (n=18). Variabel n % Umur (Tahun) 20-27 3 16,7 28-35 6 33,3 36-43 3 16,7 44-51 2 11,1 52-59 2 11,1 60-67 0 0,0 68-75 2 11,1 Jenis Kelamin Laki-laki 12 66,7 Perempuan 6 33,3 Total 18 100,0 Tabel.1 menunjukkan bahwa dari 18 responden didapatkan yang memiliki kelompok umur paling banyak adalah kelompok umur 28-35 tahun berjumlah 6 orang (33,3%), sedangkan kelompok umur paling sedikit adalah kelompok umur 4451 tahun, 52-59 tahun, dan 68-75 tahun masing-masing berjumlah 2 orang (11,1 %), serta kelompok umur 20-27 dan 36-43 tahun berjumlah masing-masing 3 orang (16,7%). Sedangkan untuk kelompok jenis kelamin, didapatkan yang memiliki jenis kelamin laki-laki berjumlah 12 orang (66,7%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan 6 orang (33,3%). Tabel.2 Rerata sebelum dan sesudah intervensi Terhadap Klien Fraktur Di Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang (n=18). Variabel n Mean SD Min-Max Rerata Pre 18 Rerata Post

136

6,6

0,6

5-8

5,1

0,8

3-7

Tabel.2 menunjukkan bahwa dari 18 Responden uji analisis univariat didapatkan nilai rata-rata sebelum intervensi yaitu hasil mean 6,55, standar deviasi 0,63, nilai minimum 5 dan nilai maximum 8. Kemudian nilai rata-rata setelah intervensi didapatkan hasil mean 5,08, standar deviasi 0,81, nilai minimum 3 dan nilai maximum 7. Analisis Bivariat Tabel. 3 Uji Normalitas Variabel Rerata Pre Dan Rerata Post Intervensi di RSU Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang (n=18). Variabel statistic df p Rerata pre 0,89 18 0,04 Rerata post 0,88 18 0,03 Tabel. 3 menunjukkan bahwa dari 18 responden uji normalitas didapatkan untuk rerata pre dan post pada Shapiro-Wilk didapat nilai p=0,04 dan untuk post p=0,03. Dengan tingkat kemaknaan p > α (0,05) Yang dimana p < α (0,05) berarti uji normalitas data berdistribusi tidak normal maka dari itu dilakukan uji non-parametrik yaitu uji Wilcoxon. Tabel. 4 Perbedaan rerata nyeri sebelum dan sesudah intervensi terhadap klien fraktur di Rumah Sakit Nene Mallomo Kab. Sidenreng Rappang (n=18). Variabel n Mean SD p Selisih Rerata pre 18 1,5 0,4 0,001 dan post Dari tabel 5 di atas menjelaskan setelah melakukan uji analisis non-parametrik dengan uji Wilcoxon terhadap nilai rerata sebelum dan sesudah intervensi didapatkan hasil P =0,001, sehingga ada perbedaan nilai rerata nyeri sebelum dan sesudah intervensi pada klien fraktur. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur secara signifikan. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara rerata nyeri sebelum dan sesudah intervensi pada klien fraktur dilihat p value = 0,001. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur. Potter dan Perry (2010) menyatakan bahwa jika seseorang menerima input sensori yang berelbihan dapat menyebabkan

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017 ● ISSN : 2302-1721

terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menenangkan dari luar dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Perbedaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulus. Oleh karena itu, stimulus distraksi pendengaran akan lebih efekti dalam menurunkan nyeri dibanding stimulus penglihatan (Tamsuri, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2011) menunjukkan intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik distraksi dengan setelah diberikan distraksi terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p= 0.000. terdapat kesamaan hasil penelitian Nurhayati (2011) dengan hasil penelitian ini. Kesamaannya yaitu terdapat pengaruh yang bermakna tindakan teknik distraksi terhadap perubahan intensitas nyeri. Teknik distraksi dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Penelitian Mutiarasari (2016), menunjukkan adanya penurunan intensitas nyeri pada pasien setelah diberikan distraksi pendengaran berupa musik instrumental dengan nilai P=0,000. Dengan terapi ini, saraf pendengaran yang menerima suara mengubah menjadi vibrasi yang kemudian disalurkan ke otak malalui sistem limblik. Dalam sistem limblik (amigala dan hipotalamus) memberikan stimulus ke saraf otonom yang dapat menurunkan hormaon-hormon yang dapat meningkatkan rasa rileks dalam tubuh seseorang (Setyoadi & Kushariayadi, 2011). Teknik distraksi dapat mengalihkan fokus perhatian pasien yang mengalami nyeri karena dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori. Distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori Gate Control, bahwa implus nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorfin yang akan menghambat

pelepasan substansi P. Teknik distraksi khususnya distraksi pendengaran dapat merangsang peningkatan hormon endorfin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Individu dengan endorfin banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan individu dengan endorfin sedikit merasakan nyeri lebih besar. Sehingga hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan perubahan intensitas neri sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa distraksi pendengaran. KESIMPULAN 1. Didapatkan rata-rata skor nyeri sebelum di berikan distraksi pendengaran pada klien fraktur di RSU Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2016 dengan nilai 6,6. 2. Didapatkan rata-rata skor nyeri setelah di berikan distraksi pendengaran pada klien fraktur di RSU Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2016 dengan nilai 5,1 3. Adanya perbedaan nilai rerata intensitas nyeri antara sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa teknik distraksi pendengaran dengan nilai selisih rerata 1,5 4. Adanya pengaruh distraksi pedengaran yang yang bermakna terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur di RSU Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2016 dengan nilai p=0,001. SARAN 1. Bagi pelayanan kesehatan agar melaksanakan pelatihan terapi non farmakologi khususnya tentang teknik distraksi pendengaran sehingga teknik distraksi ini lebih sering dilakukan dalam penanganan pasien fraktur atau dalam menurunkan intensitas nyeri. 2. Bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang pemahaman tentang teknik distraksi agar digunakan sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Bagi praktisi agar melakukan penelitian lebih lanjut tentang teknik distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur dari berbagai aspek yang belum dikaji pada penelitian ini.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017 ● ISSN : 2302-1721

137

DAFTAR PUSTAKA Djamal, R., Rompas, S., dan Bawotong, J. (2015). Pengaruh terapi musik terhadap skala nyeri pada pasien fraktur di Irina RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. http://ejournal. unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/9596/9174 Helmi, Z. N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal. Jakarta : Salemba Medika. Mutiarasari. D.P. (2016). Perbedaan Terapi Musik Instrumental dengan Napas Dalam Terhadap Perubahan Skala Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Ekstermitas Atas Di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. http://respository.stikesayaniyk.ac.id/627/1,pdf. Nurhayati. (2011). Pengaruh Teknik Distraksi Terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal Muhammadiyah Gombong. http://digilib,stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/27/jtstikesmuhgo-gdl-endahestri-1325-2hal.35--2.pdf. Novita. D. (2012). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi ORIF di RSUD. DR. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20328120-T30673-pengaruhterapi.pdf. Potter, Ap & Perry, G.A. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan Praktik. Ed. 7. Jakarta: EGC. Setyoad & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalisa Keperawatan pada Klien Riatrik. Jakarta: Salemba Medika. Tamsuri. A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

138

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017 ● ISSN : 2302-1721