PENGARUH EFEK SAMPING OBAT TERHADAP ADHERENCE DAN

Download Laporan Penelitian. Pengaruh Efek Samping Antiretroviral Lini Pertama terhadap Adherens pada ODHA di Layanan Terpadu HIV. RSCM. Okki Ramadi...

0 downloads 424 Views 447KB Size
Laporan Penelitian

Pengaruh Efek Samping Antiretroviral Lini Pertama terhadap Adherens pada ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM

Okki Ramadian Eky Riztriawan

Kelompok Studi Khusus HIV/AIDS Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta 2010

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Terapi antiretroviral (ARV) telah terbukti secara bermakna menurunkan angka kematian dan kesakitan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). (Pallela, 1998) Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu dibutuhkan adherens yang merupakan bentuk sikap dan perilaku yang mempengaruhi seseorang untuk patuh terhadap minum obat. Untuk mencapai keberhasilan virologi menurunkan jumlah virus sesuai target yang diinginkan dibutuhkan tingkat adherens minimal 95%.(Patterson, 2000) Adherens yang buruk meningkatkan risiko terjadinya mutasi virus dan resistensi obat ARV. (Fischel dan Paterson, 2000), dan pada situasi di Indonesia akan meningkatkan kebutuhan obat lini selanjutnya. Penelitian Kosasih, dkk yang dilakukan di Jakarta menemukan bahwa kenyamanan dan efek samping obat merupakan faktor penentu utama adherens antiretroviral pada ODHA. (Kosasih, 2007) Efek samping obat antiretroviral merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek samping jangka panjang juga kerap didapati sesudahnya. Antiretroviral lini pertama yang digunakan di Indonesia adalah kombinasi AZT/d4T dengan 3TC dan NVP/EFV. Efek samping yang sudah pernah diteliti antara lain anemia AZT (20%; Karjadi, 2005), hipersensitivitas NVP (27.6%; Yunihastuti, 2006), peningkatan enzim transaminase (20,8%; Yunihastuti, 2007) dan neuropati d4T (22%; Suemarni, 2006). Namun, penelitian yang memantau berbagai efek samping obat tersebut belum banyak dilakukan di Indonesia.

I.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian

1. Apakah terdapat hubungan efek samping obat antiretroviral lini pertama terhadap tingkat adherens pasien ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM? 2. Bagaimana gambaran (jumlah efek samping) multipel efek samping obat antiretroviral lini pertama pada ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM?

1.3. Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan efek samping obat antiretroviral lini pertama terhadap tingkat adherens pasien ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum mengetahui gambaran berbagai efek samping obat antiretroviral lini pertama yang terjadi pada ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM. Tujuan khusus : Mengetahui hubungan efek samping obat antiretroviral lini pertama yang berbahaya terhadap tingkat adherens pasien ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM Mengetahui berbagai derajat efek samping obat dengan tingkat adherens Mengetahui berbagai jenis efek samping obat terhadap tingkat adherens

1.5. Manfaat Penelitian dan Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk pemilihan antiretroviral pada ODHA penasun dalam upaya meningkatkan adherens penggunaan ARV pada kelompok tersebut sebagai bagian dari peningkatan kualitas layanan Care Support and Treatment (CST).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. HIV/AIDS AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

(Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. Pengguna narkotika suntik mempunyai risiko tinggi untuk tertular oleh virus HIV atau bibit-bibit penyakit lain yang dapat menular melalui darah. Penyebabnya adalah penggunaan jarum suntik secara bersama dan berulang yang lazim dilakukan oleh sebagian besar pengguna narkotika. Satu jarum suntik dipakai bersama antara 2 sampai lebih dari 15 orang pengguna narkotika. Survey sentinel yang dilakukan di RS Ketergantungan Obat di Jakarta menunjukkan peningkatan kasus infeksi HIV pada pengguna narkotika yang sedang menjalani rehabilitasi yaitu 15% pada tahun 1999, meningkat cepat menjadi 40,8% pada tahun 2000, dan 47,9% pada tahun 2001. Bahkan suatu survei di sebuah kelurahan di Jakarta Pusat yang dilakukan oleh Yayasan Pelita Ilmu menunjukkan 93% pengguna narkotika terinfeksi HIV. Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak menunjukkan gejala, secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV. Manifestasi dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi. . II.1.6. Penatalaksanaan Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu: a) pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV), b) pengobatan untuk

mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, , toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks, c) pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.

Tabel 2. Infeksi oportunistik/kondisi yang sesuai dengan kriteria diagnosis AIDS Cytomegalovirus (CMV) (selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening) CMV, retinitis (dengan penurunan fungsi penglihatan) Ensefalopati HIVa Herpes simpleks, ulkus kronik (lebih dari 1 bulan), bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu Isosporiasis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan) Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru Kandidiasis esofagus Kanker serviks invasive Koksidiodomikosis, diseminata atau ekstraparu Kriptokokosis, ekstraparu Kriptosporidiosis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan) Leukoensefalopati multifokal progresif Limfoma, Burkitt Limfoma, imunoblastik Limfoma, primer pada otak Mikobakterium avium kompleks atau M. kansasii, diseminata atau ekstraparu Mikobakterium tuberkulosis, paru atau ekstraparu Mikobakterium, spesies lain atau spesies yang tidak dapat teridentifikasi, diseminata atau ekstrapulmoner Pneumonia Pneumocystis carinii Pneumonia rekurenb Sarkoma Kaposi Septikemia Salmonella rekuren Toksoplasmosis otak Wasting syndromec a Terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggukerja atau aktivitas sehari-hari, tanpa dapat dijelaskan oleh penyebab lain selain infeksi HIV. Untuk menyingkirkan penyakit lain dilakukan pemeriksaan lumbal punksi dan pemeriksaan pencitraan otak (CT Scan atau MRI) b Berulang lebih dari satu episode dalam 1 tahun c Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% ditambah diare kronik (minimal 2 kali selama > 30 hari), atau kelemahan kronik dan demam lama ( >30 hari, intermiten atau konstan), tanpa dapat dijelaskan oleh penyakit/kondisi lain (mis. kanker, tuberkulosis, enteritis spesifik) selain HIV

II.1.7. Terapi Antiretroviral (ARV)

Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan(tabel 4), dengan keunggulan dan kerugiannya masing-masing. Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV)/lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP) .

Tabel 3. Kombinasi obat ARV untuk terapi inisial Kolom A Kolom B lamivudin + zidovudin# Evafirenz*,# lamivudin + didanosin lamivudin + stavudin# lamivudin + zidovudin# Nevirapin# # lamivudin + stavudin lamivudin + didanosin lamivudin + zidovudin Nelvinafir lamivudin + stavudin lamivudin + didanosin *tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi tinggi untuk hamil # kombinasi ARV lini I yang digunakan di Unit Pelayanan Terpadu HIV,RSCM, Jakarta Cat.: kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin

II.1.3. Efek Samping ARV Reaksi hipersensitivitas karena obat lebih sering terjadi pada pasien HIV dibandingkan dengan populasi umum. Suatu studi pada awal tahun 1990 menunjukkan frekuensi alergi atau hipersensitivitas karena obat pada penderita HIV berkisar antara 3 % hingga 20 %. Studi lain menyebutkan bahwa ruam yang diakibatkan

obat 100 kali lebih sering ditemukan pada

penderita HIV dibandingkan dengan populasi kontrol. Alasan mengapa

penderita HIV mengalami reaksi hipersensitivitas lebih sering

tampaknya bersifat multifaktorial, seperti faktor hiperaktivasi imunitas,

perubahan dalam

metabolisme obat, profil sitokin, stress oksidatif dan predisposisi genetika. Telah diketahui pula bahwa kadar IgE akan meningkat sesuai progesivitas penyakit HIV

Efek samping obat antiretroviral merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek samping jangka panjang juga kerap didapati sesudahnya. Antiretroviral lini pertama yang digunakan di Indonesia adalah kombinasi AZT/d4T dengan 3TC dan NVP/EFV. Efek samping yang sudah pernah diteliti antara lain anemia AZT (20%; Karjadi, 2005), hipersensitivitas NVP (27.6%; Yunihastuti, 2006), peningkatan enzim transaminase (20,8%; Yunihastuti, 2007) dan neuropati d4T (22%; Suemarni, 2006). Waktu kejadian efek samping bervariasi pada setiap individu. Kejadian efek samping dapat terjadi pada hari pertama sampai beberapa tahun setelah terapi ARV. Variasi kejadian efek samping inilah yang seringkali menyebabkan kejadian putus obat pada berbagai kasus. Antiretrovirus dapat menyebabkan reaksi efek samping yang sangat banyak terhadap tubuh. Reaksi adversi akibat obat ARV dapat dikategorikan baik class specific atau drug specific, sebagai komplikasi jangka pendek atau jangka panjang atau berdasarkan sistim organ yang terlibat. (Tabel 3) Efek samping yang paling sering terjadi adalah keluhan kembung, mual, diare, dapat sementara atau menetap. Efek samping yang lain adalah rasa lelah, dan sakit kepala yang disebabkan AZT dan mimpi buruk akibat efavirenz. Beberapa efek samping yang lain yang jarang terjadi namun serius adalah anemia karena AZT, neuropati perifer akibat d4T, toksisitas retinoid karena PI dan reaksi hipersensitivitas akibat penggunaan NNRTI. Tabel 2. Efek samping ARV

d4T

Efek samping umum terjadi Mual

3TC NVP

Mual Mual

ZDV

Maul

yang

Efek samping yang berbahaya Nyeri perut hebat Kelelahan dan sesak nafas Kesemutan, rasa kebal atau nyeri di kaki atau tungkai atau tangan Hepatitis Ruam kulit Demam Anemia

Efek samping yang timbul setelah pengobatan lama Perubahan pada distribusi lemak Lengan,tungkai,bokong, dan wajah menjadi kurus Dada, perut, tengkuk menjadi gemuk

EFV

Sakit kepala Kelelahan Nyeri otot Mual Sulit tidur Masalah memori Sakit kepala Pusing

Hepatitis Psikosis Ruam kulit

Kendala yang dihadapi klinisi adalah membedakan efek samping yang terjadi apakah dicetuskan oleh ARV atau pengobatan lain yang berhubungan dengan infeksi oportunistik. Kotrimosazol dapat menyebabkan efek samping anemia yag serupa dengan AZT. Hal ini akan menjadi kendala pada studi penelitian efek samping ARV, sehingga dibutuhkan beberapa waktu bagi klinisi dan peneliti untuk memastikan bahwa efek samping yang terjadi disebabkan oleh ARV, terapi lain atau keduanya.

II.2. ADHERENS Kepatuhan berobat terhadap ART sebesar 95% atau lebih diharapkan dapat menekan virus HIV dan mencegah resistensi obat karena perkembangbiakan virus yang mutan. Penelitian menunjukkan konsekuensi ketidakpatuhan meningkatkan jumlah virus yang resisten, perawatan di rumah sakit dan infeksi opportunistik yang rekuren.

II.2.5. Pengukuran Kepatuhan Adherens merupakan suatu proses yang bersifat tidak tetap sehingga sulit untuk dinilai pada satu waktu melainkan dilakukan secara serial. Penilaian adherens dapat dinilai saat, beberapa hari, beberapa minggu setelah pasien mendapat obat ARV. Pengukuran kepatuhan dibagi menjadi pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran biologis dan observasi klinikus. Pengukuran tidak langsung adalah laporan diri (self report), perhitungan jumlah pil (pil counts), tepatnya waktu kunjungan, tepat dosis, frekunsi dan pengukuran dengan alat elektronik.

Pada studi ini akan dilakukan pengukuran adherens dengan laporan diri, tepatnya jadwal kunjungan dan tepat frekuensi minum obat.

II.3. Kerangka Teori

Faktor Pasien Jenis kelamin Infeksi oportunistik/ Ko-infeksi Instrumentasi Demografi Biaya Pengtahuan tentang HIV dan ARV Stigma

Faktor medis Efek samping Kemudahan mendapat obat Sikap petugas Kenyamanan minum obat

Adherens

Faktor lingkungan Dukungan keluarga/teman

Perbaikan klinis (peningkatan berat badan), peningkatan CD4, penurunan VL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1. Kerangka Konsep

Pasien AIDS dalam terapi ARV

Efek Samping ARV - Efek samping umum - Efek samping yang berbahaya - Efek samping ringan grade 1-4

Mempengaruih Adherens

III.2. Definisi Operasional 1. Adherens : Tingkat kepatuhan minum ARV dinilai berdasarkan : a. kepatuhan tepat dosis, i. Patuh (≥95%): bila maksimum 1 dosis diminum dalam periode 10 hari (obat ARV diminum 2x sehari/12 jam). Evaluasi kepatuhan tepat dosis dilakukan berdasarkan gabungan : a. saat kunjungan b. dalam 1 bulan dari kunjungan c. dalam 2 bulan dari kunjungan d. dalam 3 bulan dari kunjungan atau terjadi efek samping ARV b. tepat frekuensi i. Perhitungan jumlah pil saat kunjungan pasien ke poliklinik yang dinilai dalam 1 sampai 3 bulan terakhir c. tepat waktu : i. Kunjungan ke klinik tepat waktu -7 sd hari 0 kunjungan poliklinik ii. Konsumsi ARV ≤ 3 jam dari jadwal minum obat (tepat waktu) 2. Efek samping ARV: gejala yang diluar efek yang diinginkan selama pengbatan ARV.

a. Penilaian dilakukan secara: i. Presumtif 1. Dilakukan oleh dokter yang terdiri dari residen spesilais penyakit dalam dan spesialis 2. Deskripsi tanda dan gejala ES berdasarkan pemeriksaan klnis (PF) ii. Definitif 1. Deskripsi tanda dan gejala ES berdasarkan pemeriksaan klnis (PF, laboratorium dan pemeriksaan penunjang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan studi cohort retrospektif .

IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di RSCM (Pokdisus HIV/AIDS RSCM) dan pengambilan data dilakukan pada bulan April -November 2009.

IV.3. Populasi dan Subyek Penelitian Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang telah memulai terapi ARV lini 1 minimal 6 bulan yang berobat ke Pokdisus HIV/AIDS RSCM. Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

1V.4. Besar Sampel Perkiraan besar sampel berdasarkan perhitungan dengan EPI Info 6.0 adalah n1=n2= 75 subyek.

IV.5. Kriteria Penelitian Kriteria inklusi o Pasien ODHA yang berobat ke pokdisus AIDS o Pasien bersedia mengikuti penelitian

Kriteria eksklusi o Mendapat ARV lini ke-2 o Usia <18 tahun o Pasien ODHA dengan infeksi oportunistik yang belum teratasi secara akut

o Efek samping yang terjadi bukan dari ARV atau yang tidak diketahui secara klinis dan/atau laboratoris o Menolak untuk ikut penelitian

IV.6. Identifikasi Variabel Variabel bergantung (Outcome) o Adherens/non adherens Variabel bebas (Determinants) o Efek samping yang terjadi pada pasien AIDS dengan ARV lini I minimal 6 bulan yang tidak dan terjadi efek samping,

IV.7. Alur Penelitian

Subjek

Kriteria Inklusi

Formulir I

Efek samping ARV (+)

Efek samping ARV (-)

Formulir II

Formulir II

Adherens

Adherens

Non Adherens (+/-)

Non Adherens

Analisis

IV.8. Cara Kerja Subyek penelitian diambil dari pasien yang berobat ke Pokdisus HIV/AIDS FKUIRSCM. Pasien yang memenuhi kriteria kemudian dilakukan tahap sebagai berikut : a. anamnesis lengkap b. pengisian kuisioner c. pengambilan data rekam medik d. pengambilan sampel darah Data yang dikumpulkan berupa karakteristik sampel: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku, lama menyandang HIV, lama mendapat ARV, riwayat penasun, domisili,

biaya pengobatan, pengetahuan tentang HIV-ARV, kenyamanan minum obat, kemudahan minum ARV, riwayat efek samping, penggunaan alat bantu (instrumentasi), adanya dukungan keluarga.teman, evaluasi sikap petugas dan stigma. Instrumentasi pengumpulan data : 1. Informed consent 2. Formulir penelitian 3. Dokumen rekam medik 4. Pemeriksaan darah (darah perifer lengkap, AST, ALT, CD4,VL) Tata cara pengumpulan data sebagai berikut : 1. Subyek penelitian dipilih dengan metode consecutive sampling (non probability sampling), yaitu pasien yang datang berobat ke Pokdisus HIV/RSCM dan memenuhi kriteria, kemudian diberikan penjelasan lisan dan tertulis mengenai penelitian dan jika bersedia diminta menandatangani formulir informed consent. 2. Data diambil seara langsung dan tidak langsung terhadap subyek terpilih dengan menggunakan formulir penelitian tentang karakteristik sampel,berbagai kejadian efek samping dan adherens. 3. Pemeriksaan laboratorium (darah perifer lengkap, AST, ALT, CD4, VL) 4. Hasil-hasil yang didapat kemudian dicatat dan selanjutnya dilakukan analisis.

IV.9. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 11.5. Data penelitian akan dicatat dalam kuisioner yang telah disiapkan kemudian data dianalisa. Gambaran berbagai kejadian efek samping obat antiretroviral lini pertama pada ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM dianalisa dengan statistik desktriptif. Pengaruh efek samping obat antiretroviral lini pertama yang berbahaya terhadap tingkat adherens pasien ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM menggunakan Chi square. Batas kemaknaan (α) sebesar 5%

dalam pengambilan kesimpulan kemaknaan statistik. Data penelitian akan disajikan secara tabular dan tekstular.

IV.11. Etik Penelitian ini telah dimintakan ethical clearance dari Panitia Etik Penelitian Kedokteran FKUI. Semua data rekam medik yang dipergunakan akan dijaga kerahasiaannya.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Pasien Subyek penelitian ini didapatkan sebesar 137 yang terdiri dari 72% laki-laki dan 23% perempuan. Infeksi oportunistik pada penelitian ini tidak memiliki gejala klinis yang berat. Subyek telah mendapat ARV lini pertama sejak 6 bulan sd 2 tahun yang lalu. Adherens dipantau sebanyak dua kali secara berkala dengan rentang kunjungan 1 bulan. Jalur penularan infeksi HIV yang tertinggi adalah penguna narkoba suntik (72%). Tabel 1. Karakteristik pasien Usia (tahun) Jenis kelamin Laki laki Perempuan

31 (22-54)

Jalur penularan

IDU (98; 72%) Heteroseksual (35; 25%) MSM (3; 2%)

Koinfeksi Hepatitis B (n;%) -

Hepatitis C (n;%)

Stadium klinis WHO

IMT awal IMT terakhir

99 (72%) 38 (23%)

Positif (15; 11%) Negatif (94; 69%) Belum diperiksa (28; 20%) Positif (84; 61%) Negatif (39; 29%) Belum diperiksa (14; 10%) I 29 (21%) II 3 (2%) III 82 (69%) IV 23 (17%) 19,57 ( 12-23) 21,8 (16-30)

CD4 absolut awal CD4 absolut terakhir Jenis ARV

54 (1-402) 313,97 (17-313) AZT+3TC+NVP (90;66%) D4T+3TC+NVP (21; 15%) AZT+3TC+EVF (23; 17%) D4T+3TC+EVF (3; 2%) Adherens ≥95% (81; 59%) Adherens < 95% (56; 31%) Ya(52; 38%) Tidak (85; 62%)

Tingkat adherens Efek samping ARV

Efek samping ARV Efek samping ARV yang terjadi adalah sebesar 38%. Efek samping ARV yang timbul dinilai secara berkala. Efek samping mual merupakan efek samping yang sering terjadi (38%). Diikuti dengan hiperlaktat, rash dan anemia. Tabel 2. Frekuensi Efek samping ARV Efek samping Anemia Mual Fatig Rash (Kulit kemerahan) Neuropati Peningkatan enzim AST/ALT Hiperlaktat

N 25 52 8 25 15 4 49

Persentase 18% 38% 6% 18% 11% 3% 36%

Tabel 3. Efek Samping ARV dengan jenis ARV

Anemi a Mual Fatig Rash Neurop ati Pening katan AST/A LT Hiperla ktat

AZT+3 TC+N VP 20

ARV D4T+3T AZT+3 C+NVP TC+EF V 1 4

32 6 19 7

8 1 3 6

9 1 3 2

3 0 0 0

2

1

1

0

32

9

7

1

D4T+3T C+EFV 0

Adherens Faktor-faktor

yang dianggap dapat mempengaruhi adherens adalah faktor jenis

kelamin, jalur penularan, kesibukan, kecenderungan lupa minum obat, jumlah obat yang terlampau banyak, stigma, perubahan aktivitas rutin, anggapan untuk menghindari efek samping, pelayanan, ketersedian obat ARV, instruksi minum obat yang tidak jelas dan efek samping ARV. Hasil pada tabel 2. Menunjukkan seluruh variabel diatas tidak berhubungan dengan tingkat adherens kecuali kejadian efek samping obat. Tabel 4. Analisis bivariat berbagai variabel yang dapat berpengaruh terhadap tingkat adherens

Jenis kelamin Jalur penularan

Sibuk Aktivitas Lupa minum obat Jumlah obat terlampau banyak Stigma Perubahan aktivitas rutin Anggapan menghindari efek samping Demografi/domisili jauh Masalah pembiayaan Masalah pelayanan Obat habis Intruksi minum obat yang tidak jelas Efek samping obat ARV

Laki-laki Perempuan Penasun Non Penasun Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya TIdak Ya Tidak Ya TIdak Ya Tidak Ya TIdak Ya Tidak Ya TIdak Ya Tidak Ya Tidak

Adherens ≥95% N % 59 72,8 22 27,2 58 71,6

Adherens<95% N % 40 71,4 16 28,6 42 75

P

RR

IK 95% min mak

0,856

1,073

0,502

2,29

23 37 44 39 42 6 75 25 56 30 51 10 71

28,4 45,7 54,3 48,1 51,9 7,4 92,6 30,9 69,1 37 63 12,3 87,7

14 26 30 30 26 2 54 12 44 26 50 1 55

25 46,4 53,6 53,6 46,4 3,6 96,4 21,4 78,6 46,4 53,6 1,8 98,2

0,66

1,389

0,63

3,08

0,931

1,03

0,5

2,0

0,533

1,24

0,63

2,46

0,347

0,463

0,09

2,38

0,221

0,611

0,27

1,35

0,272

1,47

0,73

2,94

0,255

0,129

0,016

1,039

36 45 8 73 4 77 22 59 0 81 57 24

44,4 55,6 9,9 90,1 4,9 95,1 27,2 72,8 0 100 70,4 29,6

28 28 6 50 1 55 10 46 1 55 28 28

50 50 10,7 89,3 1,8 98,2 17,9 82,1 1,8 98,2 50 50

0,522

1,25

0,63

2,47

0,874

1,09

0,36

3,35

0,333

0,35

0,04

3,22

0,206

0,58

0,25

1,32

0,227

0,404

0,33

0,49

0,016

0,42

0,207

0,855

Tabel 5. Kejadian efek samping terhadap tingkat adherens

Adherens Adherens<95% P

RR

IK 95%

≥95% N

%

N

%

11

13,6

14

25

70

86,4

42

75

39

48,1

24

42,9

Tidak 42

51,9

32

57,1

Ya

4,9

4

7,1

Tidak 77

95,1

52

92,9

Ya

16

12

21,4

Anemia Ya

min

mak

0,039 0,471 0,196 0,734

Tidak Mual

Fatig

Rash

Ya

4

13

TIdak 68 84 Neuropati

Ya

0,541 1,238 0,624 2,458

0,589 0,675 0,162 2,822

44 78,6 0,423 0,701 0,293 1,676

10 12,3 5

8,9

Tidak 71 87,7 51 91,1 0,529 1,437 0,463 4,457 Peningkatan Ya

1

1,2

3

5,4

ALT

TIdak 80 98,8 53 94,6 0,159 0,221 0,022 2,18

Hiperlaktat

Ya

26 32,5 23 41,8

Tidak 54 67,5 32 58,2 0,269 0,67

0,329 1,364

Hubungan berbagai efek samping obat dijabarkan pada tabel 5.

Efek

samping yang berhubungan dengan tingkat adherens adalah kejadian efek samping anemia.

Sedangkan berbagai efek samping yang lain tidak memiliki nilai

kemaknaan.

DISKUSI Pasien ODHA yang berkunjung ke UPT Pokdisus HIV-AIDS adalah sebagian besar laki-laki (72%) dan riwayat penasun (72%). Hasil yang diperoleh tidak berbeda jaun dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunihastuti (2004). Selama beberapa tahun terakhir pengguna penasun semakin lama semakin berkurang. TIdak adanya perbedaan jumlah penasun dalam beberapa tahun terkahir masih mungkin kelanjutan dari generasi yang sama. Jumlah pasien ODHA dengan koinfeksi Hepatitis B (11%) lebih rendah dari Hepatitis C (61%). Perbedaan ini dapat dikaitkan dengan tingginya penasun di Indonesia. Indeks masa tubuh (IMT) awal pasien ODHA mengalami peningkatan selama mendapatkan terapi ARV. Hal ini dapat menunjukkan secara klinis bahwa terapi ARV memberikan hasil yang baik. Hal yang sama dapat dikaitkan dengan penigkatan CD4 absolut awal.

Jumlah

subyek dengan tingkat adherens ≥ 95% pada penelitian ini adalah 59%. Hasil ini dapat bervariasi dengan berjalannya waktu karena adherens merupakan suatu proses yang dinamis. Efek samping yang sering terjadi pada pasien ODHA adalah keluhan mual (38%), hiperlaktat (36%), anemia (18%), dan rash (18%). Keluhan mual acapkali terjadi karena jalur ARV adalah peroral dimana ARV akan dapat mengiritasi dan meningkatkan asam lambung. Anemia yang timbul acapkali berkaitan dengan efek samping AZT (Zidovudin). Hal ini dapat dilihat pada tabel 3. Kejadian anemia pada pengguna zidovudin adalah 17,5%. Peningkatan laktat berkaitan dengan konsumsi d4T (Stavudin). Pada penelitian ini pasien dengan konsumsi d4T adalah 30% .

Sedangkan nevirapin mencetuskan terjadinya rash dan sindrom Steven Johnson yaitu sebesar 15%. Pada penelitian ini hal diatas tidak berhubungan bermakna. .Analisis bivariat mengenai hubungan berbagai variabel yang berpengaruh pada tingkat adherens menunjukkan hubungan yang bermakna antara kejadian efek samping ARV lini pertama dengan tingkat adherens (p 0,016; IK 95% 0,207-0,855). Sedangkan berbagai variabel lain tidak menunjukkan pengaruh terhadap tingkat adherens. Prosedur pelayanan medis pada pasien ODHA yang datang ke UPT Pokdisus HIVAIDS mendapatkan bentuk pelayanan yang sama dan tetap. Hal ini yang mungkin menyebabkan variabel lain tidak bermakna. Efek samping merupakan kejadian yang tidak terduga kepada pasien dan dokter. Kejadian efek samping yang tidak nyaman akan menyebabkan pasien dan atau bahkan dokternya sendiri yang mengurangi dosis atau menghentikan pengobatan ARV. Jenis kelamin dan riwayat penasun seringkali dianggap dapat mempengaruhi tingkat adherens dalam mengkonsumsi obat ARV. Analisa bivariat mengenai pengaruh jenis efek samping terhadap tingkat adherens menunjukkan hubungan yang bermakna pada efek samping anemia (p 0,039; . KI 95% 0,196-0,734). Hal ini dapat terjadi pada pasien ODHA yang mendapat ARV lini I yang mengandung AZT menyebabkan anemia. Walaupun mual merupakan efek samping yang paling sering terjadi tetapi tidak mempengaruhi tingkat adherens (p 0,541; KI 0,624-2,458). Pada penelitian ini, efek samping mual tersebar merata pada pasien ODHA yang mendapat ARV lini I. Adherens merupakan proses yang dinamis. Adherens dapat berubah seiring dengan subjektivitas individu yang mengkonsumsi ARV.

KESIMPULAN Kejadian efek samping berpengaruh terhadap tingkat adherens pasien ODHA. Efek samping obat yang mempengaruhi tingkat adherens adalah kejadian anemia selama menkonsumsi ARV lini pertama. Adherens harus selalu dipantau secara berkala karena memiliki sifat yang dinamis. Penelitian derajat

efek samping perlu dilakukan agar lebih terperinci

tingkat efek samping dengan tingkat adherens.

Daftar Pustaka 1. UNAIDS/WHO. AIDS epidemic update 2004. [accessed Jan 20 2005]. Available at url: http://www.unaids.org/wad2004/report.html 2. Gotlieb MS. AIDS — Past and Future. N Engl J Med 2001;344(23):1788-90. 3. Huminer D, Rosenfeld JB, Pitlik SD. AIDS in the pre-AIDS era. Rev Infect Dis. 1987 Nov-Dec;9(6):1102-8. 4. Garry RF, Witte MH, Gottlieb AA, Elvin-Lewis M, Gottlieb MS, Witte CL, Alexander SS, Cole WR, Drake WL Jr. Documentation of an AIDS virus infection in the United States in 1968. JAMA. 1988 Oct 14;260(14):2085-7. 5. Montagnier L, Chermann JC, Barre-Sinoussi F, Klatzmann D, Wain-Hobson S, Alizon M, et al.Lymphadenopathy associated virus and its etiological role in AIDS. Princess Takamatsu Symp. 1984;15:319-31. 6. Sarngadharan MG, DeVico AL, Bruch L, Schupbach J, Gallo RC. HTLV-III: the etiologic agent of AIDS. Princess Takamatsu Symp. 1984;15:301-8. 7. Djoerban Z. Membidik AIDS: Ikhtiar memahami HIV dan odha. Ed 1. Yogyakarta:Penerbit Galang;1999 8. Subdit PMS & AIDS Ditjen PPM & PLP Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia: s.d Maret 2005. Majalah Support. Jakarta: Yayasan Pelita Ilmu.2005. 9. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Pedoman Nasional - Perawatan, dukungan dan pengobatan bagi odha.Jakarta:Departemen Kesehatan RI, 2003. 10. Monitoring the AIDS Pandemic (MAP). The Status and Trends of HIV/AIDS/STI Epidemics in Asia and the Pacific. Washington DC:__________;2001. 11. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan Lebih Nyata. Jakarta: Depkes RI; 2002. 12. Djoerban Z, Wydiatna, Solehudin U, Sri Wahyuningsih. KAP STUDY on Narcotics and HIV/AIDS among Teenagers in South Jakarta. Proceeding of the

XIII International AIDS Conference . 9-14 Juli 2000; Durban, South Africa. Bologna:Monduzzi Ed;2000. 13. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Rencana strategis penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia 2003-2007.Jakarta:Departemen Kesehatan RI,2003 14. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan infeksi HIV di pelayanan kesehatan dasar, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2003. 15. Djauzi S. Kewaspadaan Universal. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI;1997. 16. Yunihastuti E, Wibowo N, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi HIV pada kehamilan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2003. 17. Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z (editor). Infeksi oportunistik pada AIDS. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2005. 18. Kustin, Djauzi,dkk. Hasil survey pada wanita hamil di Jakarta 1999-2000. Yayasan Pelita Ilmu, 2000. 19. CDC. 1993 revised classification system for HIV infection and expanded surveillance case definition for AIDS among adolescents and adults. MMWR 1992;41(no. RR-17). 20. Chakrabarti L, Isola P, Cumont M-C, et al. Early stages of simian immunodeficiency virus infection in lymph nodes. Am J Pathol 1994;144:12261234. 21. Reimann KA, Tenner-Racz K, Racz P, et al. Immunopathogenic events in acute infection of Rhesus monkeys with simian immunodeficiency virus of Macaques. J Virol 194;68:2362-2370. 22. Pantaleo G, Graziosi C, Demarest JF, et al. Role of lymphoid organs in the pathogenesis of human immunodeficiency virus (HIV) infection. Immunol Rev 1994;140:105-130. 23. Borrow P, Lewicki H, Hahn BH, Shaw GM, Oldstone MB. Virus-specific CD8+ cytotoxic T-lymphocyte activity associated with control of viremia in primary human immunodeficiency virus type 1 infection. J Virol 1994; 68:6103-10. 24. Jin X, Bauer DE, Tuttleton SE, Lewin S, Gettie A, Blanchard J, Irwin CE, Safrit JT, Mittler J, Weinberger L, Kostrikis LG, Zhang L, Perelson AS, Ho DD. Dramatic rise in plasma viremia after CD8(+) T cell depletion in simian immunodeficiency virus-infected macaques. J Exp Med 1999; 189:991-8. 25. Wei X, Decker JM, Wang S, Hui H, Kappes JC, Wu X, Salazar-Gonzalez JF, Salazar MG, Kilby JM, Saag MS, Komarova NL, Nowak MA, Hahn BH, Kwong PD, Shaw GM. Antibody neutralization and escape by HIV-1. Nature 2003; 422:307-12. 26. Djauzi S. Penatalaksanaan indeksi HIV. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Uji Diri. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI,1997. 27. Wigati. Hubungan antara pola penggunaan jarum suntik dengan risiko terjadinya infeksi maupun penurunan sistem imun selular pada pengguna heroin suntik. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu Penyakit Dalam, FKUI. 2003.

28. Mercader M, Nickoloff BJ, Foreman KE. Induction of Human Immunodeficiency Virus 1 Replication by Human Herpesvirus 8. Arch Pathol Lab 2001;125:785-9. Lampiran I. Formulir Penelitian

FORMULIR I (F1)Formulir Karakteristik (Tanggal kunjungan terakhir:……………….)

No/No RM Nama Tanggal lahir (tgl/bln/thn) Usia (thn) Suku Jawa/Sunda/Sumatra/Kalimantan/Sulawesi/Bali/Lain-lain Alamat

Telepon Tingkat pendidikan

Pekerjaan

Tanggal terdiagnosis ARV  berdasarkan pemeriksaan ELISA 3X (tgl/bln/thn) Tanggal dimulai

SD

SLTP

SLTA

Tidak bekerja

Pelajar/mahasiswa Pegawai negeri

Sarjana

Lainlain

Swasta

Lainlain

ARV (tgl/bln/thn) Sumber penularan

Rejimen ART lini-1

IDU

Heteroseksual

Homoseksual Transfusi

Lainlain:

AZT+ 3TC+ NVP

AZT+ 3TC+ EFV

D4T+ 3TC+ NVP

Lainlain

Obat Terapi/ Pencegahan Infeksi Oportunistik (non TB) Obat Tuberkulosis

Efek Samping ARV Anamnesis Apakah Anda

Ya

Tidak

merasakan keluhan setelah minum ARV ? ,lanjut ke Pemeriksaan Fisik Jika Ya,Keluhan berupa:

D4T+ 3TC+ EFV

Pemeriksaan Fisik: Berat badan: (kg) Tinggi badan (cm) IMT: Tekanan darah sist: Tekanan darah diast: Suhu Mata JVP Paru Jantung Abdomen Ekstremitas Kulit Pemeriksaan Laboratorium I

II

III

IV

Hemoglobin HBsAg AntiHCV CD4 I CD4 (terakhir) Kreatinin Laktat SGOT SGPT Lain-lain: KESIMPULAN:

Presumtif Defintif

Efek Samping ARV

Ya

Tidak

Ditentukan oleh : Dr……………….

V

Jika Ya, Derajat ES ARV:

Mild

Moderate

Efek Samping yang bukan disebabkan ARV

Ya

Tidak

Severe Life Threatening

Death

Jika Terdapat ES non Subyek dikeluarkan dari Penelitian ARV

Formulir II ADHERENS

Konsumsi Regimen terapi ARV lini I : 1. Apakah anda pernah tidak konsumsi obat ARV dalam 24 jam terakhir? Ya Tidak 2. Apakah anda pernah Konsumsi ARV > 3 jam dari jadwal minum obat dalam 24 jam terakhir? Ya Tidak 3. Apakah anda pernah tidak konsumsi obat ARV dalam 7 hari terakhir? Ya Tidak 4. Apakah anda pernah Konsumsi ARV > 3 jam dari jadwal minum obat dalam 7 hari terakhir? Ya Tidak 5. Apakah anda pernah tidak konsumsi obat ARV dalam 1 bulan terakhir? Ya Tidak 6. Apakah anda pernah tidak konsumsi obat ARV dalam 3 bulan terakhir? Ya Tidak 7. Apakah anda pernah tidak konsumsi obat ARV dalam 6 bulan terakhir?

Ya

Tidak

Jika pernah, alasan tidak konsumsi ARV (pilihan dapat lebih dari satu): Keluhan tidak nyaman yang ditimbulkan obat setelah minum ARV Lupa Bosan Masuk ruang perawatan/IGD Dihentikan oleh dokter,dengan alasan………………………… Lain-lain……………………. ………………….

Kunjungan 1. Pasien berkunjungan tepat waktu (-7 sd hari Kunjungan) Ya Tidak

Penilaian Adherens : Adherens Non-adherens

Lampiran II. Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian

Pengaruh Efek Samping Antiretroviral Lini Pertama terhadap Adherens pada ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM

PENELITIAN Bapak dan Ibu yang terhormat, Saat mengadakan

ini

ProgramUnit

penelitian

Terapadu

mengenai

HIV-AIDS

Hubungan

FKUI-RSCM

Kejadian

Efek

sedang Samping

Antiretroviral Lini Pertama dengan Tingkat Adherens pada Pasien HIV Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubngan kejadian efek samping obat ARV lini I terhadap tingkat kepatuhan pasien HIV minum obat (adherens). Adapun obat ARV lini pertama yang dinilai adalah zidovudin, lamivudin, efevirens, dan stavudine. Adapun maksud penelitian ini adalah mengetahui tingkat adherens pasien HIV yang berkunjung ke UPT RSCM ini. Hasil peneltian yang diperoleh akan kami gunakan sebagai data dan acuan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan antara dokter dan pasien terhadap efek samping. Bapak/Ibu yang terhormat, Kami akan melakukan pengumpulan data melalui wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan darah kami tidak mengenakan biaya.

Bila Bapak/ Ibu bersedia ikut serta dalam penelitian ini, mohon kiranya surat persetujuan penelitian ini dapat ditandatangani. Bapak/ Ibu berhak menolak ikut dalam penelitian ini tanpa mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan. Semua data penelitian ini bersifat rahasia sehingga tidak memungkinkan orang lain mengetahui data penyakit Bapak/ Ibu. Bapak/ Ibu mempunyai kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Jika dibutuhkan penjelasan tersebut, Bapak/ Ibu dapat menghubungi dr. Okki Ramadian di Unit Pelayanan Terpadu HIVAIDS, RSCM, Jl Dipenegoro71, Jakarta dan dapat

melalui kontak

08158813540.

Jakarta, Agustus 2009 Peneliti,

dr. Okki Ramadian SpPD

HP

Lampiran III. Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN Hubungan Kejadian Efek Samping Antiretroviral Lini I dengan Tingkat Adherens pada Pasien HIV No. Penelitian : Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Alamat : Telepon : Setelah membaca, mendengar dan memahami penjelasan lengkap tentang tujuan serta manfaat penelitian ini, maka saya menyatakan secara sukarela bersedia mengikuti prosedur penelitian dari awal hingga selesai. Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dipergunakan dengan semestinya. Jakarta, Saksi

(

)

(

Peneliti,

( dr. Okki Ramadian SpPD)

)

Lampiran IV . Kriteria Efek Samping Obat Efek Samping Obat Gejala yang diluar efek yang diinginkan selama pengbatan ARV yang dirasakan pasien menyebabkan pasien mengubah/menghentikan pengobatan sendiri. Derajat efek samping : Grade 4 adalah reaksi toksisitas berat yang mengancam jiwa (severe life-threatening). Tindakan yang harus dilakukan adalah segera hentikan ARV sampai pasien stabil dan menangani gejala toksisitas yang terjadi. Grade 3 adalah reaksi toksisitas berat (severe). Tindakan yang harus dilakukan adalah menggantikan ARV yang menyebabkan toksisitas dari kelas yang sama tetapi dengan profil toksisitas yang berbeda tanpa menghentikan ART. Grade 2 adalah reaksi toksisitas sederhana (moderate). Tindakan yang harus dilakukan adalah penerusan menggunakan ARV selama mungkin dan bila pasien tidak menunjukkan kemajuan dalam terapi maka dilakukan penggantian ARV tunggal dari kelas yang sama tapi dengan profil toksisitas yang berbeda Grade 1 adalah reaksi toksisitas lemah (mild). Harus diberi perhatian tetapi tidak perlu penggantian obat. (WHO, 2006). Tabel 1. Tingkat keparahan toksisitas Hematologi Hemoglobin Neutrofil atau limfosit total Trombosit

Grade 1 8,0−9,4 g/dl 1000 - 1500/ mm3 75000 − 99000/mm3

Grade 2 7,0−7,9 g/dl 750 − 999 / mm3 50000 − 74999/mm3

Grade 3 6,5−6,9 g/dl 500 − 749/ mm3 20000 − 49999/mm3

Grade 4 <6,5 g/dl <500/mm3

Kimia

Grade 1

Grade 2

Grade 3

Grade 4

130 − 135 Meq/l

123 − 129 meq/l

116 − 122 meq/l

<116 meq/l

146 − 150 Meq/l

151 − 157 meq/l

158 − 165 meq/l

>165 meq/l

5,6 − 6,0 meq/l

6,1 − 6,5 meq/l

6,6 −7,0 meq/l

>7,0 meq/l

3,0 − 3,4 meq/l

2,5 − 2.9 meq/l

2,0 − 2,4 meq/l

<2,0 meq/l

>1,0− 1,5 kali ULN

>1,5 − 2,5 kali ULN

>2,5 − 5 kali ULN

>5 kali ULN

55 − 64 mg/dl

40 − 54 mg/dl

30 − 39 mg/dl

<30 mg/dl

NATRIUM Hiponatremia Hipernatremia KALIUM Hiperkalemia Hipokalemia

<20000/mm3

BILIRUBIN Hiperbilirubinemia GLUKOSA Hipoglikemi

Hiperglikemi (tanpa puasa & tanpa DM)

116 − 160 mg/dl

161 − 250 mg/dl

251 − 500 mg/dl

>500 mg/dl

Trigliserida

200 – 399 mg/dl >1,0−1,5 kali ULN

400 − 750 mg/dl >1,5 − 3,0 kali ULN

751 − 1200 mg/dl >3,0 − 6,0 kali ULN

>1200 mg/dl

>2,5 − 5,0 kali ULN >2,5 − 5,0 kali ULN >2,5 − 5,0 kali ULN >2,5 − 5,0 kali ULN >1,5 − 2,0 kali ULN >1,5 − 2,0 kali ULN >1,5 − 2,0 kali ULN >2,0 x ULN Tanpa asidosis

>5,0−10,0 kali ULN >5,0−10,0 kali ULN >5,0−10,0 kali ULN >5,0−10,0 kali ULN >2,0 − 5,0 kali ULN >2,0 − 5,0 kali ULN >2,0 − 5,0 kali ULN Peningkatan laktat dengan pH <7,3 tanpa konsekuensi mengan-am jiwa

>10,0 kali ULN

Kreatinin

TRANSAMINASE AST (SGOT) 1,25 − 2,5 kali ULN ALT (SGPT) 1,25 − 2,5 kali ULN Gama GT 1,25 − 2,5 kaliULN Alkaline 1,25 − 2,5 Fosfatase kali ULN Amylase >1,0 − 1,5 kali ULN Pankreatik >1,0 − 1,5 amylase kali ULN Lipase >1,0 − 1,5 kali ULN Laktat <2,0 kali ULN Tanpa asidosis

> 6,0 kali ULN

>10,0 kali ULN >10,0 kali ULN >10,0 kali ULN >5,0 kali ULN >5,0 kali ULN >5,0 kali ULN Peningkatan laktat dengan pH <7,3 dengan konsekuensi mengancam jiwa

Gastrointestinal Mual

Grade 1 Lemah atau Sementara masih bisa meneruskan makan

Grade 2 Sedang makan menurun selama <3 hari

Grade 3 Berat Minimal bisa meneruskan selama > 3 hari

Grade 4 Harus diopname

Muntah

Kadangkadang 2 − 3 kali/hari atau mild muntahmuntah selama < I minggu

Moderat atau muntah-muntah 4 − 5 kali/hari atau muntah selama > I minggu

Berat semua intake muntahkan selama 24 jam atau hipotensi ortostatik atau memerlukan terapi parenteral

Syok hipotensi atau memerlukan terapi parenteral

Diare

Ringan atau muntah 3 − 4 kali/hari atau diare ringan selama < I minggu

Moderat atau persisten 5 − 7 kali/hari atau diare ringan selama >I minggu

Diare berdarah atau hipotensi ortostatik atau > 7 kali/hari diare atau memerlukan terapi parenteral

Syok hipotensi atau memerlukan terapi parenteral

Respiratori Sesak

Grade 1 Sesak saat aktivitas

Grade 2 Sesak pada aktivitas normal

Grade 3 Sesak saat istirahat

Grade 4 Sesak berat dan diperlukan terapi O2

Urinalisis Protein urine

Grade 1 1+

Grade 2 2+ atau 3+

Grade 3 4+

Protein urin 24 jam

Kehilangan protein 200 1 g/hari atau <0,3%

Kehilangan protein 1 - 2 g/hari atau 0,3% - 1,0%

Kehilangan protein 2 - 3,5 g/hari atau >1,0%

Grade 4 Sindrom neprotik Sindrom neprotik atau kehilangan protein >3,5 g/hari

Haematuria

Hanya Microskopis

Haematuria makro tanpa gumpalan

Haematuria makro dengan gumpalan

Obstruksi

Miscellaneous Demam (>12 jam)

Grade 1 37,7 − 38,5 ºC

Grade 2 38,6 − 39,5 ºC

Grade 3 39,6 − 40,5ºC

Grade 4 >40,5 ºC berlangsung >12 jam

Sakit kepala

Ringan

Eritema, pruritis

Berat Perlu rubah analgesik narkotik Ulserasi

Tidak ada respon dengan analgesik

Kulit ruam

Sedang Ukur dengan segi analgesik nonnarkotik Ras maculopapular luar

Kelemahan umum

Aktivitas manurun 25 %

Aktivitas menurun 25 % − 50 %

Aktivitas manurun >50 % tidak bisa berkerja

Salah satu di bawah: - Sumbernya membran mukosa - Sindrom Steven Jhonson - Eritema multiform - Eksfoliasi dermatitis Tidak bisa jaga diri