PENGARUH JENIS KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN

Download cheddar diantaranya adalah perubahan terhadap cita rasa dan warna. Hal ini disebabkan karena zat-zat organik dalam keju cheddar sangat sens...

2 downloads 613 Views 7MB Size
PENGARUH JENIS KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN TERHADAP MUTU PRODUK KEJU CHEDDAR SELAMA PENYIMPANAN

Oleh : Derry Dardanella F34103091

2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN TERHADAP MUTU PRODUK KEJU CHEDDAR SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : Derry Dardanella F34103091

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH JENIS KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN TERHADAP MUTU PRODUK KEJU CHEDDAR SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : Derry Dardanella F34103091

Dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1984 Di Bogor Tanggal Lulus : November 2007 Menyetujui, Bogor, November 2007

Dr. Ir. Endang Warsiki, MT Dosen Pembimbing I

Drs.Purwoko, MSi Dosen Pembimbing II

Derry Dardanella. F34103091. Pengaruh Jenis Kemasan dan Kondisi Penyimpanan Terhadap Mutu Produk Keju Cheddar Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan : Endang Warsiki dan Purwoko. 2007.

RINGKASAN Konsumsi keju pada rumah tangga sering kali tidak setiap hari dilakukan, untuk itu perlu disimpan agar bisa digunakan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dapat mempengaruhi mutu keju selama penyimpanan. Untuk mempertahankan mutu keju cheddar agar tidak mudah rusak, diperlukan penyimpanan dan pengemasan yang dapat melindungi produk dari berbagai jenis kerusakan selama penyimpanan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan kemasan polipropilen rigid. Polipropilen merupakan kemasan yang memiliki densitas rendah dan mudah dibentuk, mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dan lebih kaku dibandingkan polietilen, tidak mudah sobek, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tahan terhadap asam, basa dan minyak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efektifitas polipropilen rigid sebagai kemasan sekunder keju cheddar jika dibandingkan dengan kemasan karton gelombang dan untuk mengetahui jenis kemasan dan kondisi penyimpanan terbaik yang dapat digunakan untuk menyimpan keju cheddar. Keju cheddar yang digunakan pada penelitian ini adalah keju cheddar olahan (Processed Cheddar Cheese) yang dibeli di swalayan, Bogor. Pada awal perlakuan, keju cheddar dipotong menjadi dua bagian dengan pisau yang telah disterilkan dan disimpan pada dua kemasan yang berbeda yaitu dalam kemasan Polipropilen rigid dengan dimensi 27 × 13.8 × 11 cm3 dan kemasan asli (karton gelombang). Penyimpanan dilakukan dalam lemari es bagian chiller pada suhu 510oC dan suhu ruang selama 1 bulan. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali dan pengambilan contoh uji selama penyimpanan dilakukan seperti yang dilakukan dalam rumah tangga. Perlakuan pada penelitian ini terbagi menjadi empat perlakuan, yaitu kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang, kemasan polipropilen rigid dalam chiller, kemasan karton gelombang pada suhu ruang, dan kemasan karton gelombang dalam chiller. Chiller yang digunakan adalah lemari pendingin yang biasa digunakan di rumah tangga dengan suhu 5-10OC. Parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan meliputi kadar air, tekstur, warna, pH, aw, total kapang dan organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan kadar air dalam chiller dan peningkatan kadar air pada suhu ruang. Trend nilai tekstur dan warna keju cheddar mengalami penurunan pada semua perlakuan, sedangkan trend nilai pH, aw dan total kapang mengalami peningkatan. Peningkatan nilai pH dan aw terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan. Sedangkan peningkatan total kapang masih dalam batas toleransi pertumbuhan kapang pada bahan pangan yaitu 5 log koloni/gram. Hasil uji organoleptik keju cheddar pada semua perlakuan selama penyimpanan mengalami penurunan. Pada uji organoleptik terhadap penerimaan umum keju cheddar, Panelis (konsumen) lebih menyukai keju cheddar yang

disimpan pada kemasan polipropilen rigid dalam chiller, kemudian diikuti oleh keju cheddar yang disimpan dalam suhu ruang, kemasan karton gelombang dalam chiller, dan yang terakhir keju cheddar yang disimpan pada karton gelombang dalam suhu ruang. Secara keseluruhan, penurunan mutu yang terjadi pada keempat perlakuan masih dapat diterima oleh konsumen hingga hari ke-34. Berdasarkan keseluruhan parameter yang diuji, keju cheddar dengan kemasan polipropilen rigid dalam chiller memiliki kemampuan terbaik untuk mempertahankan mutu keju cheddar selama penyimpanan, kemudian diikuti oleh kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang, kemasan karton gelombang pada chiller dan yang terakhir adalah keju cheddar dengan kemasan karton gelombang pada suhu ruang.

Derry Dardanella. F34103091. The Impact of Packaging Material and Storage Condition on The Quality of Cheddar Cheese During Storage. Supervised by Endang Warsiki and Purwoko. 2007.

SUMMARY In household, cheese isn’t consumed daily, it needs to be storaged for long term used. This may effect on cheese quality during storage. To maintain cheddar cheese’s quality, we need storage and packaging material that is capable in protecting product from any damage during storage. One method can be used is by using rigid polypropylene package. Polypropylene has low density and easy to be formed, high tensile strength than polyetylene, less tornable, low H2O permeability, intermediate gas permeability, and also acid, base and oil proof. This research was aimed effectivity of rigid polypropylene as secondary package for cheedar cheese compared to corrugated board and identify the best packaging material and storage condition to store cheedar cheese. The cheddar cheese used in this research was processed cheddar cheese bought from departement store, Bogor. At the begining, cheddar cheese was cut into two parts using sterilized knife and store in two different packages. They were rigid polypropilene with dimension of 27 × 13.8 × 11 cm3 and the original package (corrugated board). The storage was undertaken inside the chiller compartment in a refrigerator at temperature of 5-10oC as well as ambient temperature for one month. Observation was carried out every 3 days and the sampling method during storage was taken the same way as usually done in household. There were four treatments in the research. They were rigid polypropylene stored on ambient temperature, rigid polypropylene stored in chiller, corrugated board stored on ambient temperature, and corrugated board stored in chiller. The chiller was one that usually used in household with temperature of 5-10oC. The parameters research to identify quality during storage included moisture, texture, pH, aw, total molds and organoleptic test. The results of this research showed there were decreasing moisture among chiller treatments and increasing moisture among ambient temperature treatment. On every treatments, the value of hardness and colour of cheddar cheese tended to decrease, while the value of pH, aw, and total molds tended to increase. This increasing value of total molds was still in torelable range of molds growth on food which was 5 log coloni/gram. Organoleptic test results on every treatment during storage showed decreasing value on general acceptance of cheddar cheese. The consumers prefered cheddar cheese which treated in rigid polypropylene stored in chiller, followed by one which stored on ambient temperature, then corrugated board in chiller, and the last prefered one was cheddar cheese which treated in corrugated board stored on ambient temperature. Over all, decreased quality on all treatment still accepted by consumer till 34th day. Based on all parameter measured, cheddar cheese treated with rigid polypropylene stored in chiller had the best ability to maintain quality during storage, followed by rigid polypropylene stored on ambient temperature, corrugated board stored in chiller, and corrugated board stored on ambient temperature.

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “Pengaruh jenis kemasan dan kondisi penyimpanan terhadap mutu produk keju cheddar selama penyimpanan” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, November 2007

Derry Dardanella F34103091

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Derry Dardanella, dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Januari 1984. Penulis adalah anak ketiga dari pasangan Alm. Daden Kafrawi dan Sri Mulyasih. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Teladan Nugraha I Bogor, SDN Pengadilan V Bogor, SLTP Negeri 12 Bogor, dan SMU Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2003, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan pada tahun 2006, serta Peralatan Industri dan Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun 2007. Penulis juga sempat aktif sebagai kepala biro minat dan bakat HRD Himalogin pada tahun 2005/2006. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang di PT. Perfetti Van Melle Indonesia CibinongBogor dengan kajian Sistem Penyimpanan, Distribusi dan Transportasi Produk. Penulis melakukan penelitian akhir dalam rangka memperolah gelar sarjana dengan judul “Pengaruh jenis kemasan dan kondisi penyimpanan terhadap mutu produk keju cheddar selama penyimpanan”.

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1.

Ibu Dr. Ir. Endang Warsiki, MT dan Drs. Purwoko, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

2.

Ibu Indah Yuliasih, Bapak Sugiarto, dan ibu Mulyorini atas kesempatan, arahan dan bimbingannya selama menjalankan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3.

Papa Daden Kafrawi (Alm) dan Mama Sri Mulyasih atas doa, semangat dan inspirasi yang telah diberikan.

4.

Kakak-kakak penulis Dessy Damayanthy dan Romli Eko Wahyudi, Dany Dardanela dan Indiah Ratna Dewi, serta Adik Dhea Rahmania atas doa dan keceriaan yang selalu terhias.

5.

Keponakan penulis Muhammad Sadam Putra Romli, Dafiq Muhammad Irham Dardanela dan Nasywa Adinda Putri Romli atas senyum kecil yang menyadarkan penulis untuk selalu bersemangat.

6.

Teman-teman satu penelitian (Adit, Agung, Farah, Ratih, Purwati, Nurul, Umi, Renata, Sendy, Hendrick dan Helmi) atas pelajaran untuk lebih saling mengerti dan memahami.

7.

Riyani atas semangat, kesabaran dan pengertian serta teman-teman yang telah memberikan banyak masukan dan keceriaan pada penulis (Iqro, Affan, Dita, Widia, Misbah, Detri, Mayang, Rae)

8.

Teman-teman satu bimbingan Windi, Vivi, dan Devi yang selalu meninggikan untuk bisa berbuat lebih.

9.

Rekan-rekan TIN 40 atas motivasi dan bantuannya selama ini kepada penulis.

10.

Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya. Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT

membalas kebaikan Bapak, Ibu serta rekan-rekan semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, November 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... . v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... .ix I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1 B. TUJUAN ................................................................................................. 2 C. RUANG LINGKUP ................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 A. KEJU ...................................................................................................... 3 B. KEJU CHEDDAR .................................................................................. 5 C. PENGEMASAN ..................................................................................... 7 1. Kemasan alumunium .......................................................................... 8 2. Kemasan karton gelombang ............................................................. 10 D. PLASTIK ............................................................................................. 13 E. PENYIMPANAN .................................................................................. 16 III. METODOLOGI ........................................................................................ 19 A. BAHAN .............................................................................................. 19 B. ALAT .................................................................................................. 19 C. METODE PENELITIAN .................................................................... 19 1. Persiapan bahan .............................................................................. 19 2. Karakterisasi keju cheddar .............................................................. 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 21 A. KARAKTERISTIK KEJU CHEDDAR DAN KEMASAN ............... 21 1. Karakteristik Keju Cheddar ............................................................. 21 2. Karakteristik Kemasan .................................................................... 24 B. KONDISI PENYIMPANAN KEJU CHEDDAR ............................... 27

C. PERUBAHAN MUTU ........................................................................ 29 1. Kadar air .......................................................................................... 29 2. Tekstur ............................................................................................ 31 3. Warna .............................................................................................. 33 4. pH .................................................................................................... 37 5. Aw .................................................................................................... 39 6. Total Kapang ................................................................................... 40 7. Organoleptik .................................................................................... 42 V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 48 A. KESIMPULAN ................................................................................... 48 B. SARAN ............................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49 LAMPIRAN .................................................................................................... 53

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman, dan kadar air 3 Tabel 2. Komposisi keju cheddar ...................................................................... 6 Tabel 3. Standar flute dalam industri Corrugated board ................................ 12 Tabel 4. Karakteristik keju cheddar ................................................................ 22 Tabel 5. Karakteristik kemasan ....................................................................... 25 Tabel 6. Kisaran nilai oHue ............................................................................. 56

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur umum polipropilen ........................................................ 14 Gambar 2. Diagram alir penelitian ................................................................ 20 Gambar 3. Keju cheddar olahan .................................................................... 21 Gambar 4. Kemasan primer keju cheddar ..................................................... 25 Gambar 5. Kemasan karton gelombang dan polipropilen rigid .................... 26 Gambar 6. Kondisi penyimpanan keju cheddar ............................................ 27 Gambar 7. Perubahan kadar air keju cheddar selama penyimpanan ............. 29 Gambar 8. Perubahan tekstur keju cheddar selama penyimpanan ................ 31 Gambar 9. Perubahan warna (L) keju cheddar selama penyimpanan ........... 33 Gambar 10. Perubahan warna (oHue) keju cheddar selama penyimpanan ..... 35 Gambar 11. Kisaran warna keju cheddar selama penyimpanan ..................... 36 Gambar 12. Perubahan pH keju cheddar selama penyimpanan ...................... 38 Gambar 13. Perubahan aw keju cheddar selama penyimpanan ....................... 39 Gambar 14. Perubahan total kapang keju cheddar selama penyimpanan ...... 41 Gambar 15. Organoleptik warna keju cheddar selama penyimpanan ............. 43 Gambar 16. Organoleptik aroma keju cheddar selama penyimpanan ............. 44 Gambar 17. Organoleptik tekstur keju cheddar selama penyimpanan ............ 45 Gambar 18. Organoleptik penerimaan umum keju cheddar selama Penyimpanan ............................................................................... 47

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis ....................................................................... 53 Lampiran 2. Perhitungan nilai transmisi O2, CO2, dan uap air ..................... 58 Lampiran 3. Nilai korelasi, slope, dan intercept parameter mutu ................. 60 Lampiran 4. Data nilai kadar air selama penyimpanan ................................. 61 Lampiran 5. Data nilai tekstur selama penyimpanan .................................... 62 Lampiran 6. Data nilai warna (L) selama penyimpanan ............................... 63 Lampiran 7. Data nilai warna (oHue) selama penyimpanan ......................... 64 Lampiran 8. Perubahan fisik keju cheddar selama penyimpanan ................. 65 Lampiran 9. Data nilai pH selama penyimpanan .......................................... 66 Lampiran 10. Data nilai aw selama penyimpanan ........................................... 67 Lampiran 11. Data nilai total kapang selama penyimpanan ........................... 68 Lampiran 12. Form Organoleptik ................................................................... 69 Lampiran 13. Hasil penilaian uji organoleptik ................................................ 70 Lampiran 14. Nilai korelasi, slope, dan intercept organoleptik ..................... 71

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keju merupakan produk olahan susu yang mulai digemari masyarakat di Indonesia. Semakin tingginya konsumsi keju dan makanan olahan yang menggunakan keju di masyarakat, khususnya oleh ibu-ibu rumah tangga, membuat keju menjadi pilihan tersendiri sebagai makanan yang dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan dalam makanan pokok maupun dalam makanan pelengkap. Diantara banyaknya jenis keju yang digunakan untuk dikonsumsi, keju cheddar merupakan jenis keju yang paling digemari oleh masyarakat di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariri (1993), keju cheddar merupakan keju yang paling banyak dibeli oleh konsumen keju. Penggunaan keju yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga sering kali tidak habis dipakai. Konsumsi keju yang bersisa dan penggunaan yang tidak setiap hari ini menimbulkan beberapa penurunan mutu terhadap keju yang disimpan untuk digunakan dikemudian hari. Beberapa penurunan mutu yang terjadi diantaranya tidak bisa menjaga keju cheddar dari lingkungan sekitar yang menyebabkan reaksi oksidasi yang membuat warna keju menjadi lebih coklat (opak) dan mengerasnya keju cheddar karena kontak dengan udara terbuka. Penyimpanan dingin yang biasa digunakan untuk menyimpan keju dengan tujuan dapat menjaga mutu keju cheddar dan memperpanjang umur simpan ternyata masih memiliki kelemahan, diantaranya terjadi penyimpangan aroma pada keju cheddar, hal ini disebabkan oleh lemak pada keju cheddar yang memiliki kemampuan dalam mengabsorpsi aroma yang ada di lingkungan sekitar keju. Penurunan mutu yang terjadi disebabkan oleh jenis kemasan yang digunakan selama ini kurang dapat menjaga mutu keju cheddar yang disimpan. Kurang baiknya sistem penutupan yang dimiliki kemasan keju selama ini diantaranya, kurang rapatnya kemasan sehingga mudah keluar masuknya gas dan uap air yang menyebabkan penurunan mutu keju cheddar karena reaksi oksidasi atau absorpsi aroma disekitar keju cheddar lebih mudah terjadi. Untuk menanggulangi permasalahan ini, diperlukan tempat penyimpanan dan pengemasan agar lebih dapat mempertahankan mutu keju cheddar dari

beberapa penurunan mutu yang terjadi. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan kemasan polipropilen rigid. Polipropilen merupakan kemasan yang memiliki densitas rendah dan mudah dibentuk, mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dan lebih kaku dibandingkan polietilen, tidak mudah sobek, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tahan terhadap asam, basa dan minyak. Selain itu, kemasan polipropilen rigid juga memiliki beberapa kelebihan lain diantaranya sistem penutupan yang lebih rapat sehingga dapat memberi efek kedap terhadap produk yang disimpan didalamnya dan memiliki kemampuan untuk dapat ditumpuk sehingga dapat mengefektifkan tempat penyimpanan. Dengan demikian, akan lebih baik jika menggunakan kemasan polipropilen rigid untuk menyimpan keju cheddar yang memiliki sifat sensitif terhadap oksidasi, absorbsi dan pengaruh udara luar. B. TUJUAN 1. Mendapatkan informasi tentang keefektifan kemasan polipropilen rigid jika dibandingkan dengan yang biasa digunakan yaitu kemasan karton gelombang 2. Mendapatkan informasi tentang jenis kemasan dan kondisi penyimpanan terbaik yang dapat digunakan dalam menyimpan produk keju cheddar selama penyimpanan C. RUANG LINGKUP Keju cheddar yang digunakan pada penelitian ini adalah keju cheddar olahan (Processed Cheddar Cheese) yang dibeli di swalayan Ngesti, Bogor. Pada awal perlakuan, keju cheddar dipotong menjadi dua bagian dengan pisau yang telah disterilkan dan disimpan pada dua kemasan yang berbeda yaitu dalam kemasan Polipropilen rigid dengan dimensi 27x13.8x11 cm3 dan kemasan asli (karton gelombang). Penyimpanan dilakukan dalam lemari es bagian chiller dengan suhu 5-10oC dan suhu ruang selama 1 bulan. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali dan pengambilan contoh uji selama penyimpanan dilakukan seperti yang dilakukan dalam rumah tangga.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEJU Keju merupakan hasil dari penggumpalan susu yang umumnya menggunakan penggumpal (koagulan) berupa rennet anak sapi. Setelah koagulan dan whey dipisahkan, susu yang tergumpal (dadih) lebih lanjut melalui proses pemotongan, pemanasan, dan pengasaman. Dadih yang telah diolah kemudian diberi garam dan diinokulasi dengan kapang atau bakteri yang diinginkan, kemudian dilakukan pencetakan. Pemeraman keju dapat dilakukan selama beberapa hari, beberapa bulan, bahkan hingga beberapa tahun. Terbentuknya flavor yang khas, gelembung-gelembung gas, pertumbuhan kapang atau bakteri dan sebagainya merupakan hal-hal yang membentuk keragaman jenis keju yang ada (Herchdoerfer, 1986). Menurut Nelson dan Trout (1951), keragaman jenis keju tergantung pada (a) bahan dasar yang digunakan, (b) metode koagulan susu, (c) kadar whey dalam dadih, (d) dilakukannya pemeraman yang digunakan. Daulay (1991) menyatakan bahwa perbedaan jenis bahan baku keju, metoda pengolahan, dan lama pemeraman akan menghasilkan penampakan produk akhir yang berbeda. Galloway

dan

Grawford

(1986)

yang

dikutip

dalam

Daulay

(1991),

mengklasifikasi jenis keju berdasarkan karakteristik pemeraman, dan kadar air yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman, dan kadar air

Sangat keras Keras

Kadar air (%) 26-35 35-45

Semi keras

41-52

Semi lunak Lunak

45-55 55-80

Tipe keju

Karakteristik pemeraman Bakteri Bakteri tekstur tertutup Bakteri tekstur terbuka Bakteri Kapang Bakteri Kapang Tanpa pemeraman

Contoh keju Parmesan Cheddar dan Ceshire Swiss dan Emmentales Edam dan Brick Roquefort Limburger Camembert Cottage

Menurut Robinson (1981), ada dua macam tipe keju yaitu keju alami dan keju olahan. Keju alami dibuat langsung dari susu tanpa mengalami proses penuaan atau pematangan oleh bakteri. Berdasarkan cara pengolahan dan kekerasaannya, keju digolongkan menjadi beberapa jenis: (1) Berkelembaban rendah dengan kadar air 30%, misalnya jenis saspago, romano, dan permesan; (2) Berkelembaban rendah moderat dengan kadar air 38% misalnya jenis cheddar, gouda dan edam; (3) Kelembaban tinggi dengan kadar air 45% sampai 80% misalnya cottage, cream dan sebagainya. Keju olahan adalah keju yang diproduksi dari keju alami dengan tujuan untuk keseragaman cita rasa, tekstur dan kualitas pemasakan. Keju olahan yang pertama dihasilkan oleh kraft, tahun 1904. Prinsip utama pengolahan keju olahan adalah penggumpalan, dimana penggumpalan dapat dibantu oleh enzim, panas dan alkohol. Pertama-tama susu dipanaskan pada temperatur 72oC selama 16 menit. Kemudian didinginkan sampai 33–43oC, lalu ditambahkan kultur, asam dan rennet untuk menggumpalkan. Kultur yang biasa digunakan adalah stertococus (bakteri asam laktat) sebanyak 1.5–2.5 %. Setelah satu jam, dimasukkan renet sebanyak 16-17 ml per 100 ml susu. Gumpalan yang terbentuk disaring, kemudian dikeringkan. Whey yang dihasilkan masih mengandung asam 0.6–0.7 %. Setelah itu keju disimpan pada temperatur 22oC (Robinson, 1981). Dalam pembuatan keju, pada mulanya Streptococcus lactis adalah mikroba yang paling dominan dalam mengkontaminasi susu, sehingga dapat menghasilkan asam laktat. Tetapi pertumbuhan selanjutnya dari bakteri ini akan terhambat oleh keasaman yang dihasilkannya sendiri. Oleh karena itu bakteri tersebut akan menjadi inaktif sehingga kemudian akan tumbuh bakteri Lactobacillus yang lebih toleran terhadap asam. Lactobacillus akan menghasilkan asam lebih banyak lagi sampai jumlah tertentu yang dapat menghambat pertumbuhannya. Selama pembentukan asam tersebut pH susu akan turun sehingga terbentuk ”curd” susu. Pada keasaman yang tinggi Lactobacillus akan mati dan kemudian tumbuh ragi dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan mengoksidasi asam sedangkan ragi akan menghasilkan hasil-hasil akhir yang bersifat basa dari reaksi proteolisis, sehingga keduanya akan menurunkan asam sampai titik dimana

bakteri pembusuk proteolitik dan lipolitik akan mencerna ”curd” dan menghasilkan gas serta bau busuk (Winarno et al., 1980). Kekerasan, tekstur dan flavor keju merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks dari unsur-unsur pembentuknya, sedangkan dadih yang terbentuk terjadi karena peranan κ-kasein yang terdapat dalam susu. Di dalam susu, κ-kasein berperan sebagai pelindung koloid dan bertanggung jawab atas keutuhan misel kasein. Adanya gangguan pada κ-kasein akan menyebabkan ketidakstabilan pada keutuhan misel kasein, hal ini merupakan tahap awal dari pembentukan dadih susu (Kilara dan Iya, 1984). B. KEJU CHEDDAR Keju Cheddar adalah jenis keju yang pada awalnya dibuat berabad-abad yang lampau di desa kecil Cheddar, di Inggris. Jenis keju ini kemudian menjadi sangat populer dan menyebar ke seluruh dunia serta mengalami banyak modifikasi. Keju ini memiliki karakteristik khas yang disebabkan oleh adanya proses “cheddaring” dalam pembuatannya (Kosikowski, 1982). Keju Cheddar merupakan jenis dari keju keras yang sangat populer dan banyak diproduksi. Proses pembuatannya mirip dengan keju keras lainnya, hanya hal yang perlu diperhatikan adalah perbandingan lemak dan kasein harus berkisar antara 1:0.681:0.72, sedangkan jenis kultur yang sering digunakan, yaitu Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, dan beberapa kultur lainnya (Sa’id, 1987). Menurut Nelson dan Trout (1951), keju cheddar dibuat dari susu segar atau susu pasteurisasi dengan penambahan sejumlah kecil kultur bakteri asam laktat. Pembentukan dadih umumnya dilakukan dengan menggunakan koagulan rennet yang diikuti dengan pemanasan dadih. Karakteristik khas dari keju cheddar berupa anyaman dadih terjadi saat dilakukan proses “Cheddaring”. Menurut National Dairy Council (1967), proses “cheddaring” adalah proses dimana dadih yang telah masak dan dibuang sebagian airnya, dipotong-potong, ditimbun dan dibalik-balik berulang-ulang hingga terbentuk suatu ‘anyaman’ dari dadih dan hampir seluruh whey yang tersisa terkuras dari dadih.

Dadih keju yang telah diperas dan dicelupkan dalam parafin panas (untuk mencegah evaporasi) kemudian disimpan pada suhu 15oC dan RH 88% selama 4 hingga 10 bulan. Proses pematangan terjadi karena adanya enzim yang dihasilkan oleh bakteri starter. Keju yang telah matang akan berbentuk padat namun tidak terlalu keras (Sa’id, 1987). Keju cheddar yang baik menurut Kosikowski (1982) adalah yang memiliki kadar air tidak lebih dari 39%, dan kadar lemak kurang dari 50% (%bk). Selain itu bahan baku berupa susu segar telah mengalami proses pasteurisasi dan keju yang siap dikonsumsi minimal telah diperam selama 60 hari. Tabel 2. Komposisi keju cheddar Kadar air (%) 37.5 Lemak (%) 32.8 Protein (%) 24.2 Abu (%) 1.9 Garam (%) 1.5 Sumber : Buckle et al. (1987) Keju cheddar merupakan keju keras yang memiliki warna kuning pucat sampai oranye. Seperti jenis keju yang lainnya, keju cheddar kadang dimodifikasi dengan menggunakan pewarna makanan kedalamnya. Jenis pewarna makanan yang biasa digunakan dalam keju cheddar adalah anato yang didapat dari ekstrak tumbuhan achiote yang dapat memberi warna kuning kemerahan (oranye) keju cheddar lebih dalam. Pewarna makanan pada keju cheddar digunakan untuk: 1. Memberi warna keju lebih seragam dan lebih konsisten selama pengolahan. 2. Membantu pembeli dalam mengidentifikasi jenis keju saat keju tidak diberi label. 3. Mengidentifikasi dari mana keju cheddar berasal. Keju cheddar merupakan sumber vitamin B12. Satu potong keju cheddar (40g) mengandung 0.5 µg vitamin B12 (kebutuhan vitamin B12 orang dewasa per hari adalah 2.4 µg). Keju cheddar olahan menurut SNI 01-2980-1992 adalah produk berupa padatan plastis yang diperoleh melalui pengolahan keju cheddar dengan penambahan pengemulsi dan pemanasan dengan atau penambahan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Sedangkan menurut Jenkins dan Harrington (1991), keju olahan merupakan keju yang memiliki kandungan lemak

yang rendah dan memiliki kadar air yang tinggi. Keju olahan merupakan keju yang didapat dari bahan baku keju yang sama tetapi dilelehkan pada usia dua sampai empat minggu dan telah ditambahkan air, anti-mycotic seperti asam sorbat, dan bahan tambahan makanan lainnya. C. PENGEMASAN Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk. Selain itu pengemasan merupakan penunjang bagi kelancaran transportasi dan distribusi yang merupakan bagian terpenting dari suatu usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran produk (Erliza et al., 1987). Untuk mempertahankan mutu suatu produk perlu dilakukan pengemasan yang sempurna. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemas, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karnas, 1989). Faktor-faktor penyebab kerusakan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan : yaitu yang secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja, dan yang tergantung dari lingkungan sekitar dan mungkin dapat dikendalikan hampir semuanya oleh kemasan. Pengemasan memiliki peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan dan proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi. Fungsi kemasan antara lain sebagai wadah untuk menempatkan produk, memberi perlindungan terhadap produk dan menambah daya tarik produk (Syarief dan Irawati, 1983). Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat yang tepat bagi pahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al., 1987). Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan. Kerusakan ini antara lain absorpsi uap air dan gas, interaksi dengan oksigen dan kehilangan serta

penambahan cita rasa yang tidak diinginkan. Kerusakan yang bersifat alamiah dari produk tidak dapat dicegah dengan pengemasan, kerusakan ini antara lain adalah kerusakan secara kimiawi (Winarno dan Jenie, 1984). Menurut Muchtadi (1989), kerusakan kimiawi antara lain disebabkan karena perubahan yang berkaitan dengan reaksi enzim, rekasi hidrolisis dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan penampakan. Potensi terbesar bagi mikroba untuk tumbuh terutama kapang pada permukaan kemasan adalah bila permukaan-permukaan kemasan mempunyai kelembaban yang sangat tinggi (Winarno dan Jenie, 1984). Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemas mempunyai kemampuan dalam menahan serangan mikroba, hal ini ditentukan oleh ada tidaknya lubang-lubang yang sangat kecil (pinholes) pada permukaannya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa berbagai macam film plastik dan lembaran-lembaran logam tidak dapat dimasuki mikroba termasuk kapang, khamir dan bakteri, bila bahan-bahan tersebut tidak mempunyai lubang-lubang kecil. Dalam prakteknya, bahan-bahan kemasan yang tipis termasuk alumunium foil dan plastik mempunyai lubanglubang kecil tersebut. Ada beberapa faktor pengaman yang menahan masuknya mikroba melalui lubang kecil tersebut, yaitu antara lain: 1) adanya efek tegangan permukaan, sehingga mikroba tidak dapat masuk melalui lubang-lubang kecil, kecuali bila mikroba disuspensikan dalam larutan yang mengandung bahan pembasah (wetting agents) dan tekanan di luar kemasan lebih besar dari tekanan di dalam kemasan. 2) bahan kemasan yang umumnya digunakan mempunyai ketebalan sedemikian rupa sehingga lubang-lubangnya sangat jarang dan sangat kecil. 1. Kemasan alumunium Fungsi pengemasan berdasarkan susunan lapisannya terdiri dari kemasan primer, kemasan sekunder, dan kemasan tertier (Setyowati et al., 2000). Kemasan primer yang digunakan keju cheddar adalah kemasan plastik laminasi, yaitu kombinasi antara alumunium foil dengan beberapa plastik fleksibel. Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm dan memiliki kekerasan yang

berbeda. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan (Syarief et al., 1989). Alumunium dengan adanya udara akan membentuk alumunium-oksida yang merupakan lapisan film yang tahan terhadap korosi dari atmosfer. Jika alumunium digunakan untuk wadah maka bagian sebelah dalam akan kurang mendapat oksigen sehingga alumunium-oksida juga berkurang atau lama kelamaan akan habis, sehingga alumunium tidak akan tahan lagi terhadap korosi. Oleh karena itu bagian dalam dari wadah alumunium harus dilapisi enamel. Pelapisan atau ”coating” tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi juga mencegah kontak antara makanan dengan logam yang dapat menghasilkan warna atau cita rasa yang tidak diinginkan (Winarno et al., 1980). Ketebalan alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Alumunium foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alumunium foil yang lebih tipis dapat diperbaharui dengan memberi lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik. Teknik pengemasan dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis kemasan bentuk (fleksibel) telah menghasilkan suatu bentuk yang disebut ”retort pouch”. Jenis kemasan ini memiliki keunggulan sebagai berikut : daya simpan tinggi, teknik penutupan mudah, kuat, tidak mudah sobek atau tertusuk, dan tahan terhadap proses sterilisasi. Sebagai contoh kemas bentuk retort pouch terdiri dari poliesteradhesif-alumunium foil-adhesif-polipropilen (Syarief et al., 1989). Masih menurut Syarief et al. (1989), berbagai makanan yang dibungkus dengan alumunium foil menunjukkan bahwa produk-produk makanan tersebut cukup baik dan tahan terhadap alumunium dengan resiko pengkaratan yang kecil. Reaksi-reaksi yang ditemukan sesungguhnya adalah reaksi kimia yang tidak berakibat fatal, tetapi jika dibungkus dengan alufo yang bersentuhan dengan logam-logam lain (baja, plat timah, perak) maka akan terjadi reaksi elektrokimia atau galvanis dengan alumunium sebagai anoda. Kemasan alumunium untuk produk susu biasanya memerlukan lapisan pelindung. Laminasi alumunium pada

pengemasan keju terutama untuk mencegah pengurangan air, menjaga penampakan, pelindung dari jasad renik dan juga mencegah masuknya oksigen. 2. Kemasan karton gelombang Kemasan sekunder yang biasa digunakan dalam pengemasan keju cheddar adalah kemasan karton gelombang. Karton adalah lembaran yang terbuat dari serat selulosa alam atau buatan yang telah mengalami pekerjaan penggilingan, ditambah beberapa bahan tambahan yang saling menempel dan menjalin. Karton merupakan kertas tebal (0.5-5mm) dengan gramatur lebih besar dari 224 gram/m2 dan dipakai antara lain sebagai bahan baku untuk membuat kotak pembungkus (dus) (Paine dan Paine, 1983). Menurut Setyowati et al. (2000) kotak karton gelombang mirip folding carton (karton lipat) hanya saja karton gelombang dibentuk atau dibuat dari karton gelombang (papan gelombang). Umumnya kotak karton gelombang digunakan sebagai kemasan transport. Karton gelombang terdiri atas kertas linier, kertas medium/flute/concora, yaitu kertas yang dibuat sedemikian rupa hingga berbentuk gelombang. Kertas medium berfungsi untuk memberikan sifat kaku dan peredam benturan. Berdasarkan jumlah lapisan, karton gelombang dibedakan sebagai berikut: 1. Single fase, terdiri atas satu lembar datar yang salah satu permukaannya direkatkan pada lembaran lain yang dibuat bentuk gelombang. Karton ini lebih banyak digunakan sebagai bantalan penahan benturan bukan sebagai dinding peti/kotak. 2. Single wall, terdiri atas dua lembar datar dan satu lembar bentuk gelombang yang direkatkan sedemikian rupa sehingga lembar gelombang berada diantara kedua lembaran datar. 3. Double wall, terdiri atas tiga lembar datar dan dua lembar bentuk gelombang, dimana lembar gelombang yang pertama direkatkan diantara lembar datar yang pertama dan kedua, sedangkan lembar gelombang yang kedua direkatkan diantara lembaran datar yang kedua dan ketiga. Penggunaannya untuk peti kekuatan tinggi dan daya tumpuk tinggi.

Sedangkan berdasarkan PT. Bumi Lestari Mikronet dalam www. kotakonline.tripod.com, corrugated board adalah board yang di hasilkan dari satu atau lebih gelombang flute. Penggunaan dan spesifikasi board harus disesuaikan dengan produk yang akan dilindungi karena harga board naik secara proporsional dengan jumlah bahan yang dipakai. Corrugated board dibedakan sebagai berikut: 1. Single face adalah media corrugated di lapis pada satu sisi saja. Tipe ini banyak di pakai pada industri gelas/kaca sebagai pelapis. Single face board juga banyak di pesan untuk di laminasi dengan bahan cetak yang lebih halus. 2. Single wall adalah media corrugated yang di lapis pada dua kedua sisi (atas dan bawah) dari gelombang flute. Board tipe ini mencakup 95% dari seluruh corrugated yang di produksi di Indonesia. 3. Double wall adalah media corrugated yang mempunyai dua gelombang flute dan dilapis pada sisi atas, tengah dan bawah. Flute pada Double wall biasanya Flute B pada sisi atas dan Flute C pada sisi bawah. Board tipe ini memberi proteksi yang lebih besar dari single wall, Biasanya di pakai untuk kotak televisi, mesin tik dan alat alat yang umumnya berat dan memiliki nilai ekonomis tinggi. 4. Triple wall adalah media corrugated yang mempunyai tiga gelombang flute dan dilapis pada sisi atas, tengah atas, tengah bawah dan sisi bawah. Board tipe ini adalah board yang paling kuat dan juga paling mahal tetapi sangat jarang di produksi karena keterbatasan aplikasi. Paine dan Paine (1983) menyatakan bahwa suatu kemasan distribusi bukan terdiri atas produk yang dikemas saja, tetapi terdapat juga bahan lain yang berfungsi sebagai pelindung produk selama pengangkutan. Bahan tersebut misalnya berupa bantalan (cushion), penahan (blocker), penguat (bracing), bahan perintang penguap (water vapour barrier) dan sebagainya. Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan transpor yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk. Hal ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah, dan daya tahan yang dapat diatur sesuai dengan jenis produk yang dikemas dan jenis transportasi yang dipergunakan.

Flute adalah gelombang pada media kertas yang di hasilkan melalui proses pembentukan, aplikasi adhesive, pemanasan dan penggabungan dengan kertas lapisan luar. Gelombang atau flute yang terbentuk dalam media kertas memberikan daya tahan dan daya absorbsi pada corrugated board (www.kotakonline.tripod.com). Tabel 3 memperlihatkan 4 standard flutes dalam industri corrugated board. Tabel 3. Standar flute dalam industri Corrugated board Flutes/m 33 + 3

Ketebalan 4.8 mm

B

47 + 3

2.4 mm

C

39 + 3

3.6 mm

E

90 + 4

1.2 mm

A

FLUTE

Flute A dipakai pada aplikasi dimana crushing atau penyerap benturan (cushioning) adalah tujuan utama. Flute tipe ini jarang sekali di pakai di Indonesia. Flute B memberikan ketahanan terhadap stacking, lebih mudah di lipat dan gelombang flutenya lebih kuat dari A maupun C. Flute C memiliki kualitas antara A dan B, menyerap kelebihan dari kedua jenis sehingga sangat banyak di pakai. Flute E adalah flute khusus yang sangat mudah di lipat dan di gunakan pengganti karton tebal. Biasanya di pakai pada kotak yang bercetakan halus untuk memberi kesan eksklusif (www. kotak-online.tripod.com). Beberapa

sifat

kotak

gelombang

menurut

Peleg

(1985)

adalah

permukaannya halus, dapat dicetak, mudah dilipat atau dibentuk dan dapat didaur ulang. Kemudian Friedman dan Kipness (1977) menambahkan bahwa sifat-sifat lainnya adalah tahan terhadap benturan, tahan tumpuk, dan tidak mudah robek. Kekurangan kotak karton gelombang adalah bila konduksi panas rendah maka kemasan susah menjadi dingin serta ada kecenderungan menyerap kelembaban (Triyanto, 1991). Menurut Baker (1989), beberapa keuntungan karton gelombang adalah : a. Versalitasnya (kemampuan yang beraneka ragam, tergantung pada keinginan) b. Kuat tapi ringan

c. Kemudahan beradaptasi, dengan teknik manual atau otomatis (dari segi pembuatannya) d. Sifat pelindungnya e. Sifat penyimpanannya (perlu ruang sedikit) dan mudah memindahkan Menurut Friedman dan Kipness (1977), sifat kertas dasar yang dipergunakan untuk membuat karton gelombang sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat karton gelombang. Karena itu untuk mendapatkan karton gelombang yang baik, yang harus diperhatikan adalah tidak stabilnya sifat kertas akibat adanya air (sifat hygro-instability). Menurut Khan dan Rahim (1985), sifat penting dari karton gelombang adalah kombinasi antara ketebalan, kekakuan dan kemampuan bantalan. Kombinasi sifat ini sebagai akibat dari strukturnya yang mirip dengan struktur jembatan gantung. Medium pada karton gelombang mengikut 2 lapisan luar secara bergelombang. Hal ini menambah kuat ketiga lapisan tersebut dibandingkan jika ketiga lapisan tersebut dilem sekaligus. D. PLASTIK Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dibanding kemasan lain diantaranya adalah harga yang relatif murah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa dan mengurangi biaya transportasi (Hanlon, 1971). Plastik biasa digunakan sebagai bahan pengemas karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1983). Menurut bentuknya plastik dibedakan atas flexible film dan rigid container (Syarief dan Irawati, 1983). Wadah-wadah yang cukup kuat untuk ditumpuk memungkinkan penggunaan ruang secara maksimum dalam penyimpanan (Pantastico, 1986). Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Bahan tambahan komponen non plastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang

memiliki berat molekul rendah dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultra violet, antilekat, dan fungsi lainnya (Winarno, 1993). Beberapa jenis plastik yang sering digunakan pada pengemasan adalah sellulosa,

vinylidene

chloride/vinyl

chloride

copolymer,

polyethylene,

polyprophylene, polyvinil chloride, polystyrene, dan polyester (Slade, 1971). Menurut Syarief et al. (1989) polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Polipropilen merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas rendah. PP memiliki banyak kegunaan pada aplikasinya, seperti untuk transportasi, alat tekstil, film dan kemasan. PP dibuat melalui proses polimerisasi dengan bantuan katalisator pada monomer propilen dibawah panas dan tekanan. Struktur umum polipropilen dapat dilihat pada Gambar 1. CH2

CH2 CH3

n

Gambar 1. Struktur umum polipropilen Beberapa sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et al. (1989) antara lain : (i) ringan (densitas 0.9 g/cm3) dan mudah dibentuk; (ii) mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polietilen dan tidak bisa digunakan untuk kemasan beku karena rapuh pada suhu -30oC; (iii) lebih kaku dari pada polietilen dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan distribusi; (iv) permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah menguap; (v) tahan terhadap suhu tinggi (150oC), sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi; (vi) titik lebur tinggi sehingga tidak bisa dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Pada suhu-suhu tinggi mengeluarkan benang-benang plastik; (vii) tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak; (viii) pada suhu tinggi polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, silken, toluen, terpektin dan asam nitrat kuat. Syarief et al, (1989) menambahkan, bahwa polipropilen memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap minyak, lemak dan pelarut dibandingkan

dengan polietilen. Selain itu, film polipropilen lebih kasar dari polietilen, mencair, dan kering pada saat pembakaran. Karakteristiknya jauh lebih keras dan bersih dari polietilen Untuk memperbaiki sifat-sifatnya, polipropilen dapat dimodifikasi menjadi OPP (oriented polypropylene) jika dalam pembuatannya ditarik satu arah (Syarief et al., 1989). Dijelaskan oleh Brown (1992) bahwa orientasi menghasilkan kemasan yang lebih kuat, lebih cerah dan meningkatkan ketahanan terhadap uap air. Menurut Buckle et al (1987), penggunaan plastik OPP sering diaplikasikan untuk multy-layer laminasi, coated films, dan metallized film. Permeabilitas PP terhadap O2 pada suhu 10oC adalah 3.2 ml µ /cm2 hari atm, sedangkan OPP adalah sebesar 2.1 ml µ /cm2 hari atm. PP adalah resin paling terang diantara semua bahan pengemas. OPP lebih jernih daripada LDPE atau HDPE, lebih kaku dan tegar dibanding LDPE, memiliki permeabilitas rendah terhadap uap air dan gas daripada yang lainnya, dan dengan titik lebur yang tinggi membuatnya lebih cocok untuk aplikasi pengemasan yang lebih baik (Jenkins dan Harrington, 1991). PP banyak digunakan di pabrik kontainer untuk aplikasi penyimpanan makanan dan untuk sedotan. BOPP (bioriented polypropylene) memiliki ketahanan tarik yang tinggi, dan barier yang baik terhadap uap air dan gas. Kegunaan utama di pengemasan makanan sebagai altenatif selulosa untuk mengemas makanan ringan dan biskuit (Crosby, 1981). Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propilen dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis NattaZiegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley et al., 1988).

E. PENYIMPANAN Selama penyimpanan parameter-parameter mutu (kandungan kimia, mikrobiologis dan organoleptik) akan berubah oleh adanya pengaruh lingkungan misalnya suhu, kelembaban dan tekanan udara atau komposisi makanan bahan itu sendiri. Suhu penyimpanan produk bahan pangan akan mempengaruhi jenis bakteri yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Suhu rendah sering digunakan untuk memperlambat kecepatan perkembangbiakan bakteri (Buckle et al., 1987). Penyimpanan suatu bahan merupakan salah satu upaya agar produk dapat dinikmati oleh konsumen sebelum terjadi kerusakan, sehingga selama penyimpanan harus selalu diusahakan agar produk tidak mengalami penurunan mutu yang besar. Menurut Cikubu (1974), kelembaban dan suhu ruang merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan. Kelembaban sangat berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kadar air suatu bahan akan meningkat jika disimpan dalam ruangan dengan kelembaban yang tinggi. Kadar air yang tinggi akan membantu pertumbuhan mikroorganisme dan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu produk. Bahan yang disimpan akan menyerap uap air dari udara atau melepaskannya sampai tekanan uap air dalam bahan sama dengan tekanan uap air udara ruang penyimpanan. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kadar air tertentu yang dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan tersebut. Kelembaban udara ruang peyimpanan berhubungan dengan aktivitas air suatu bahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, karena itu penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan. Hal ini disebabkan bukan hanya karena keaktifan resporasi menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan dapat dihambat (Winarno et al., 1980). Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba.

Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut. Penggunaan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) penyimpanan sejuk (cellar storage); (2) pendinginan dan (3) penyimpanan beku (Winarno dan Jenie, 1983). Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15oC (Winarno dan Jenie, 1983). Tujuan penggunaan suhu rendah dalam penanganan atau pengolahan adalah untuk memperpanjang daya simpan serta merubah karakteristik makanan. Daya simpan diperpanjang karena selama penyimpanan pada suhu rendah, reaksireaksi akan menurun kecepatannya misalnya proses respirasi atau metabolisme dalam jaringan tanaman atau hewan. Suhu rendah, terutama suhu beku digunakan untuk merubah tekstur, misalnya dalam pembuatan es krim, atau dalam pemisahan berdasarkan prinsip kristalisasi. Pada zaman modern untuk mendapatkan suhu rendah digunakan prinsip refrigasi mekanis (Wirakartakusumah et al., 1992). Menurut Desrosier (1988), pada pendingin mekanis, selama penyimpanan terjadi penurunan kadar air yang disebabkan oleh terjadinya kondensasi air pada evaporator dari sistem pendingin, dimana air yang dikondensasikan ini berasal dari makanan yang disimpan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai +10oC. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai 5-8oC. Walaupun suhu pendinginan dapat menghambatan pertumbuhan atau aktivitas mikroba atau mungkin membunuh beberapa bakteri tetapi pendinginan maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua bakteri (Winarno et al., 1980). Pendinginan dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroba karena mikroorganisme mempunyai suhu maksimal dan minimal sebagai batas suhu

untuk

mikroorganisme

pertumbuhannya. disebabkan

Pengaruh

suhu

suhu

terhadap

pertumbuhan

mempengaruhi

aktivitas

enzim

yang

mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme. Di bawah suhu optimum, keaktifan enzim dalam sel menurun dengan semakin rendahnya suhu, akibatnya pertumbuhan sel juga terhambat. Pada suhu pembekuan, semua keaktifan metabolisme juga akan terhenti. Enzim terhenti juga karena semua sel kekurangan cairan di sekelilingnya yang digunakan untuk menyerap zat makanan

dan mengeluarkan sisa metabolisme yang mengakibatkan pertumbuhan sel terhenti sama sekali (Fardiaz, 1982). Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan diantaranya adalah suhu, pH, aktivitas air, adanya oksigen dan tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba dapat diubah dengan mengubah faktor lingkungan tersebut. Semakin rendah suhu yang digunakan dalam penyimpanan maka semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1979). Penggunaan suhu rendah yang tepat dapat menghambat : (a) respirasi dan kegiatan-kegiatan metabolik lainnya; (b) penuaan karena pematangan, pelunakan, perubahan-perubahan tekstur dan warna; (c) kehilangan air; (d) kerusakan yang disebabkan oleh serbuan bakteri, jamur dan khamir; (e) pertumbuhan yang tidak diinginkan dan (f) perubahan-perubahan rasa dan bau (Pantastico, 1986). Fellows (1990) mendefinisikan pendinginan sebagai unit operasi dengan suhu penyimpanan suatu bahan pangan diturunkan. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan biokimia, fisik, dan mikrobiologi. Selain itu, penggunaan suhu dingin untuk penyimpanan juga bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk segar maupun olahan. Umur simpan produk olahan yang disimpan pada suhu dingin ditentukan oleh tipe makanan, tingkat kerusakan mikroba atau aktivitas enzim akibat proses pengolahan, kontrol sanitasi selama proses pengolahan dan pengemasan, barier pada kemasan, dan suhu selama distribusi dan penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi proses pendinginan bahan adalah suhu, kecepatan udara dalam ruang pendinginan, komposisi atmosfer serta ada tidaknya sinar ultra violet. Dianjurkan untuk mempertahankan suhu pendingin di bawah 5.6oC (42oF) agar dapat mengganggu pertumbuhan mikroba psikrofilik dan mencegah pertumbuhan mikroba pathogen. Beberapa diantaranya dapat tumbuh pada suhu 7.78oC seperti misalnya Staphylococcus aureus. Ruang pendinginan memerlukan kondisi kelembaban yang sesuai karena perubahan kelembaban yang besar dapat menyebabkan bahan berkeringat dan terjadinya pertumbuhan jamur (Winarno dan Jenie, 1983).

III. METODOLOGI A. BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keju blok yang dibeli dari toko swalayan Ngesti, Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, HCl 4 M, katalis (CuSO4 dan Na2SO4), NaOH, HCl, indikator mensel, pelarut petroleum eter, H2SO4, aseton/alkohol. Bahan kemasan yang digunakan adalah kemasan polipropilen rigid (PPR) dengan ukuran 27x13.8x11cm3 dan kemasan asli (karton gelombang) sebagai kontrol. B. ALAT Alat-alat yang digunakan meliputi cawan alumunium, cawan porselin, oven, hot plate, tanur, desikator, timbangan, penetrometer, Colortex, pH meter, Aw meter, soxhlet, autoklaf dan alat gelas seperti erlenmeyer, gelas ukur, tabung ulir dan cawan petri. C. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan bahan dan karakterisasi keju cheddar. 1. Persiapan bahan a. Dua buah keju cheddar dalam kemasan dengan berat masing-masing 2 kg dipotong terlebih dahulu menjadi empat bagian, berat masing-masing ± 1 kg. Bahan dipotong dengan mempergunakan pisau dan pada ruangan yang telah disterilisasi. b. Bahan dikemas dengan empat perlakuan yang telah ditentukan, yaitu kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang, kemasan polipropilen rigid dalam chiller, kemasan asli (karton gelombang) dalam suhu ruang, dan kemasan asli (karton gelombang) dalam chiller.

2. Karakterisasi keju cheddar Untuk mengetahui karakteristik keju cheddar dilakukan uji proksimat untuk mengetahui karakteristik awal bahan sebelum perlakuan penyimpanan. Proksimat yang dilakukan berupa uji kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat (by difference). Selain itu juga dilakukan beberapa uji untuk mendapatkan karakteristik bahan selama penyimpanan yaitu uji kadar air, warna, kekerasan, peroksida, pH, aW, total kapang dan uji organoleptik. Tata cara analisa dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram alir penelitian seperti tersaji pada Gambar 2. Keju Cheddar

Di simpan dalam kemasan polipropilen rigid

Disimpan dalam ruang pendingin (chiller)

Disimpan dalam ruang terbuka (suhu ruang)

Di simpan dalam kemasan asli

Disimpan dalam ruang pendingin (chiller)

Analisis mutu Gambar 2. Diagram alir penelitian

Disimpan dalam ruang terbuka (suhu ruang)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KEJU CHEDDAR DAN KEMASAN 1. Karakteristik Keju Cheddar Produk keju yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah keju cheddar olahan (Processed Cheddar Cheese) dengan merk Kraft yang dibeli di toko swalayan Ngesti. Kemasan primer keju cheddar berupa laminasi alumunium foil yaitu kombinasi antara alumunium foil dengan beberapa lapis plastik, sedangkan kemasan sekundernya adalah karton gelombang.

Gambar 3. Keju cheddar olahan Keju cheddar yang digunakan sebagai bahan analisa adalah keju cheddar blok dengan berat netto 2 kg. Keju cheddar olahan yang digunakan memiliki umur simpan selama 8 bulan setelah tanggal produksi. Umur keju cheddar yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah 2-3 bulan setelah tanggal produksi. Dasar pemilihan keju cheddar merk Kraft adalah karena keju cheddar kraft lebih sering dikonsumsi baik oleh konsumen rumah tangga, pedagang ataupun para pemilik usaha makanan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariri (2002), bahwa konsumen lebih banyak memilih jenis keju cheddar dibandingkan jenis keju yang lain. Sedangkan merk keju cheddar Kraft merupakan keju yang paling digemari oleh konsumen. Keju cheddar olahan memiliki komposisi air, padatan susu, minyak nabati, pengemulsi (garam fosfat, garam) pengawet (asam sorbat, nisin, asam laktat),

pewarna (anato CI No. 75120). Pada penampakannya, keju cheddar memiliki warna kuning cerah dan mengkilat disepanjang permukaannya. Hal ini disebabkan oleh penambahan minyak nabati pada saat proses produksi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya evaporasi dan melindungi keju cheddar dari gangguan mikroorganisme yang merugikan. Selain itu, terdapat pengawet seperti asam sorbat yang digunakan untuk mencegah tumbuhnya kapang dan nisin yang digunakan sebagai antibiotik. Menurut Desrosier (1988), bahan pengawet pangan adalah zat aditif bahan pangan yang berupa substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja dalam jumlah yang kecil. Tujuan utama pemberian bahan pengawet adalah untuk menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme, baik bakeri, kapang dan khamir sehingga dapat memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan daya simpannya. Karakterisasi keju cheddar yang diuji berupa analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat by difference. Uji ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal keju cheddar yang akan diuji sehingga dapat dilakukan pendugaan terhadap kemungkinan kerusakan yang akan terjadi selama penyimpanan, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi. Hasil karakterisasi keju cheddar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik keju cheddar KARAKTERISTIK Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Serat kasar Kadar Karbohidrat by difference

NILAI (%) 54.10 5.84 18.61 12.79 0.38 8.28

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa keju cheddar memiliki kadar air 54.10%. Tingginya kadar air yang dimiliki keju cheddar dapat disebabkan oleh penambahan air pada saat proses produksi keju cheddar menjadi keju cheddar olahan. Hal ini dapat menyebabkan keju cheddar mudah sekali mengalami kerusakan. Menurut Crompton (1979), masa simpan berbagai makanan tergantung pada kandungan airnya, makin tinggi kandungan air dalam makanan, makanan itu

akan makin cepat rusak. Sebaliknya makin rendah kandungan airnya, daya simpannya pada kondisi normal akan makin panjang. Kadar abu yang dimiliki keju cheddar pada saat awal pengujian adalah sebesar 5.84%. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam keju cheddar. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran (Soebito, 1988). Besarnya kadar abu juga disebabkan karena adanya penambahan garam fosfat dan garam lain yang digunakan saat proses produksi berlangsung. Kadar protein yang terkandung dalam keju cheddar adalah sebesar 18.61%. Protein merupakan substrat yang dapat digunakan langsung oleh mikroorganisme sebagai media pertumbuhannya. Selain itu, kadar protein juga menentukan mutu suatu bahan pangan. Menurut Ketaren (1986), produk pangan berlemak seperti keju cheddar yang mengandung persenyawaan nitrogen dengan kadar yang lebih tinggi akan menurunkan mutu produk selama penyimpanan, terutama jika produk pangan berlemak tersebut berasal dari lemak susu yang telah diasamkan sebelum dipasteurisasi. Hal ini diperkuat oleh Winarno et al. (1980) yang menyatakan bahwa pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri. Berdasarkan hasil pengukuran dapat diketahui bahwa kadar lemak keju cheddar adalah sebesar 12.79%. Keju merupakan produk berlemak, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu selama penyimpanan diantaranya terjadi penyimpangan bau dan rasa. Menurut Ketaren (1986), lemak dapat mengabsorbsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Banyaknya bahan makanan lain selama penyimpanan akan menyebabkan absorbsi bau oleh lemak yang menyebabkan terjadinya penyimpangan bau (off odour), sehingga mutu keju cheddar menjadi tidak baik. Selain itu, terdapatnya lemak pada keju cheddar dapat mempermudah penurunan mutu yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme ataupun reaksi otooksidasi yang dapat menyebabkan keju cheddar menjadi berubah warna pada permukaan yang terkena udara. Menurut Fardiaz et al. (1993), bahan pangan yang mengandung lemak, cenderung mudah menjadi rusak karena aktivitas mikroorganisme, enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis dan

oksidasi serta reaksi antara bahan pangan tersebut dengan oksigen di udara atau disebut juga otooksidasi. Kadar serat yang dimiliki keju cheddar sebesar 0.38%. Rendahnya kadar serat ini dikarenakan keju cheddar bukanlah produk berserat, sehingga serat kasar yang terdapat di dalam keju cheddar sangat kecil. Kadar karbohidrat by difference keju cheddar setelah dihitung adalah sebesar 8.28%. Menurut Winarno (1997), karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Besarnya kandungan karbohidrat yang terdapat pada keju cheddar dapat menyebabkan penurunan mutu keju cheddar, diantaranya adalah tejadi perubahan warna pada keju cheddar yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Menurut Stuckey (1981) pada karbohidrat, reaksi oksidasi biasanya menimbulkan perubahan warna dan cita rasa. Perubahan warna yang terjadi, biasanya menjadi coklat atau coklat kemerah-merahan. 2. Karakteristik Kemasan Kemasan primer keju cheddar merupakan kemasan retort pouch atau kemasan laminasi alumunium foil, yaitu kombinasi antara alumunium foil dengan beberapa jenis plastik sebagai kemasan primer. Laminasi alumunium foil memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah rendahnya permeabilitas terhadap air dan O2, tidak terjadi kontak langsung antara alumunium foil dengan produk yang dapat mengakibatkan reaksi logam, mencegah pengurangan air, menjaga penampakan, pelindung dari jasad renik, dan juga mencegah masuknya oksigen. Selain itu daya simpan tinggi, teknik penutupan mudah, kuat, tidak mudah sobek atau tertusuk, dan tahan terhadap proses sterilisasi. Menurut Winarno et al. (1980), penggunaan laminasi alumunium foil sangat baik untuk mengemas makanan karena makanan yang kontak dengan logam seperti alumunium foil dapat menghasilkan warna dan cita rasa yang tidak diinginkan pada makanan, selain itu pelapisan atau coating dapat mencegah terjadinya korosi pada logam (alumunium foil). Kemasan primer keju cheddar pada penelitian ini tetap digunakan. Gambar 4 merupakan kemasan primer yang dimiliki keju cheddar.

Gambar 4. Kemasan primer keju cheddar Pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan sekunder yang ingin diketahui efektifitasnya, yaitu plastik polipropilen rigid dan kemasan karton gelombang sebagai kontrol. Karakterisasi kemasan dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan perhitungan nilai transmisi gas O2, CO2, dan uap air dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. Karakteristik kemasan Karakteristik Dimensi (cm3) Luas permukaan (cm2) Tebal (mm) O2TR (cm3/hari) CO2TR (cm3/hari) WVTR (cm3/hari)

Karton gelombang 27× 8.8× 8.8 1105.28 0.215

Polipropilen rigid 27× 13.8× 11 1651.8 0.186 3.44 13.96 103.20

Meskipun kemasan polipropilen rigid memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan kemasan karton gelombang, kemasan polipropilen rigid lebih memiliki kemampuan untuk dapat ditumpuk dengan kemasan lain ataupun produk lain yang lebih berat, sedangkan pada kemasan karton gelombang, penumpukan dapat membuat kemasan ini mudah rusak. Selain itu polipropilen rigid dapat dipakai berulang-ulang karena memiliki sifat yang kaku (rigid) dan memiliki ketebalan yang dapat digunakan berulang-ulang, sedangkan kemasan karton gelombang merupakan kemasan sekali pakai karena tidak dapat dibersihkan apabila terkena kotoran terutama kotoran berupa lemak dan air yang dapat diserap oleh karton sehingga kemasan mudah rusak. Bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan gas oksigen, gas karbon dioksida, dan uap air untuk menembus dinding suatu bahan kemasan. Adanya oksigen, karbon dioksida, dan uap air akan mempengaruhi produk selama

penyimpanan karena dapat menyebabkan terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Kemasan polipropilen rigid memiliki nilai WVTR, O2TR dan CO2TR yang lebih rendah dibandingkan kemasan karton gelombang. Pada kemasan karton gelombang, nilai transmision rate-nya tidak dapat dihitung karena sistem penutupan yang kurang rapat sehingga keluar masuknya gas O2, CO2 dan uap air lebih mudah terjadi. Selain itu, bahan dasar kemasan karton gelombang yaitu karton, terbuat dari selulosa yang bersifat higroskopis sehingga memiliki permeabilitas terhadap gas dan uap air yang cukup besar. Menurut Winarno dan Jenie (1983), polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap dan permeabilitas yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Gambar 5 merupakan kemasan karton gelombang dan polipropilen rigid kedap uadar yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 5. Kemasan karton gelombang dan polipropilen rigid Kemasan karton gelombang keju cheddar memiliki sistem penutupan yang sederhana, yaitu dengan menarik penutup pada bagian samping dengan mengikuti pola lipatan yang sudah dibentuk. Dengan sistem penutupan yang sederhana pada kemasan karton gelombang, kemasan tidak dapat melindungi aroma keju cheddar dari lingkungan sekitar, karena salah satu karakteristik keju adalah kemampuan lemak dalam keju dalam mengabsorpsi aroma makanan yang ada disekitarnya, hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan aroma (off odour) sehingga penurunan mutu keju cheddar lebih cepat terjadi. Pada kemasan polipropilen rigid memiliki sistem penutupan yang lebih rapat sehingga dapat memberi efek lebih kedap didalamnya, lebih mudah untuk dibuka-tutup sehingga lebih mudah digunakan, serta rendahnya permeabilitas kemasan polipropilen rigid menyebabkan keluar

masuknya gas dan uap air tidak mudah terjadi sehingga kemasan lebih dapat melindungi keju cheddar dari lingkungan sekitarnya. B. KONDISI PENYIMPANAN KEJU CHEDDAR Dalam penelitian ini, penggunaan dua kondisi penyimpanan didasari oleh kecenderungan konsumen keju cheddar dalam menyimpan keju cheddar, yaitu pada suhu ruang atau pada chiller (kulkas).

Keju cheddar

Kemasan karton gelombang (chiller)

Kemasan polipropilen rigid (chiller)

Kemasan karton gelombang dan kemasan polipropilen rigid (suhu ruang) Gambar 6. Kondisi penyimpanan keju cheddar Dari Gambar 6 dapat dilihat, meskipun penyimpanan disatukan dengan berbagai jenis makanan lain yang terdapat disekitar keju cheddar yang dapat menghasilkan bau diantaranya karena pembusukan atau kandungan volatil yang

dimiliki bahan makanan yang menyebabkan aroma keju cheddar menjadi tidak baik karena lemak dalam keju cheddar dapat mengabsorpsi bau yang ditimbulkan, kemasan polipropilen rigid dengan sistem penutupan yang baik dapat mencegah terjadinya penyimpangan aroma dari lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan oleh kemasan

polipropilen

rigid

memiliki

permeabilitas

yang

lebih

rendah

dibandingkan dengan kemasan karton gelombang, sehingga pertukaran gas dan uap air tidak mudah terjadi. Penyimpanan pada suhu ruang dapat mempengaruhi penurunan mutu keju cheddar diantaranya adalah perubahan terhadap cita rasa dan warna. Hal ini disebabkan karena zat-zat organik dalam keju cheddar sangat sensitif terhadap udara dan panas selama penyimpanan. Tingginya kelembaban dalam suhu ruang dibandingkan dengan dalam chiller, menyebabkan kadar air pada keju cheddar mengalami peningkatan, hal ini menyebabkan penurunan mutu keju cheddar lebih cepat terjadi. Selain itu, adanya reaksi oksidasi yang terjadi antara lemak dan karbohidrat dalam keju cheddar dengan udara sekitar dapat menyebabkan keju cheddar menjadi keras dipermukaan dan terjadi perubahan warna menjadi lebih cokelat (opak). Pada kondisi penyimpanan yang lain, yaitu penyimpanan dingin. Alat yang digunakan adalah lemari es rumah tangga (refrigerator) pada bagian chiller. Suhu penyimpanan ini berkisar antara 0-10oC. Penyimpanan pada kondisi ini dilakukan agar penurunan mutu selama penyimpanan dapat terhambat oleh suhu rendah. Meskipun suhu pendinginan tidak dapat membunuh mikroorganisme yang terdapat pada keju cheddar, namun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme perusak, sehingga penurunan mutu yang terjadi lebih lambat. Penurunan mutu yang terjadi pada keju cheddar dalam chiller dapat berupa penurunan aroma keju cheddar yang disebabkan oleh lemak dalam keju cheddar yang dapat mengabsorpsi aroma yang berasal dari kandungan volatil maupun hasil pembusukan bahan makanan lain di lingkungan sekitar.

C. PERUBAHAN MUTU Perubahan mutu dapat dilihat dari seberapa besar kenaikan atau penurunan trend yang terjadi pada setiap parameter. Nilai korelasi, slope, dan intercept pada setiap parameter mutu dapat dilihat pada Lampiran 3. 1. Kadar air Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Pengurangan air bertujuan untuk mangawetkan produk suatu bahan pangan. Didalam bahan pangan air terdapat dalam bentuk air bebas dan air terikat. Air bebas mudah dihilangkan dengan cara penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sangat sukar dihilangkan dari bahan pangan meskipun dengan cara pengeringan (Winarno et al., 1980). 63.00

Series1

Kadar air (%)

Series2

60.00

Series3 Series4

57.00

PPR (SR) PPR (C)

54.00

KA (SR) KA (C)

51.00 0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = 0.0054x + 54.205 2

R = 0.8065

y = -0.0056x + 54.605 2

R = 0.8181

y = 0.145x + 55.99 2

R = 0.8081

y = -0.0419x + 56.558 2

R = 0.8291

Gambar 7. Perubahan kadar air keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Gambar 7 memperlihatkan, bahwa kadar air keju cheddar yang disimpan pada suhu rendah (chiller) didapat trend yang menurun, sedangkan keju cheddar yang disimpan pada suhu ruang didapat trend yang meningkat. Dari grafik dapat

dilihat, bahwa keju cheddar yang disimpan di dalam kemasan polipropilen rigid dalam chiller memiliki penurunan trend yang tidak begitu besar dengan nilai slope sebesar -0.0056. Pada kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang, peningkatan trend kadar air juga tidak begitu besar dengan nilai slope sebesar 0.0054. Jika dibandingkan dengan keju cheddar yang disimpan dalam kemasan karton gelombang baik dalam chiller maupun suhu ruang yang memiliki nilai trend lebih besar dengan nilai masing-masing -0.0419 dan 0.145. Penurunan kadar air keju cheddar yang disimpan pada chiller disebabkan oleh adanya perbedaan kelembaban pada keju cheddar dan lingkungannya. Menurut Syarief dan Halid (1992), jika kelembaban ruangan lebih kecil daripada bahan, makanan akan menguapkan sebagian airnya. Kelembaban keju cheddar lebih besar dibandingkan dengan kondisi lingkungan penyimpanannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya dehidrasi (berkurangnya air) karena terjadi perpindahan uap air dari keju cheddar ke lingkungan sekitar sehingga kadar air dalam keju cheddar berkurang. Pada kemasan polipropilen rigid, penurunan kadar air lebih kecil dibandingkan dengan kemasan karton gelombang. Hal ini disebabkan oleh sistem penutupan kemasan polipropilen rigid lebih baik dibandingkan dengan kemasan karton gelombang. Selain itu, permeabilitas gas dan uap air polipropilen rigid lebih rendah dibanding dengan karton gelombang sehingga pertukaran gas dan uap air tidak mudah terjadi. Pada kemasan karton gelombang, sistem penutupan yang dimiliki karton gelombang tidak begitu rapat, sehingga pertukaran gas dan uap air lebih mudah terjadi. Semakin rendahnya kadar air menyebabkan tekstur keju cheddar menjadi lebih keras. Menurut Matz (1965), ketahanan suatu bahan kemasan terhadap perpindahan uap air dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) permeabilitas bahan kemasan; (2) efisiensi segel kemasan dengan menggunakan panas ataupun sistem penutupan kemasan lainnya; (3) kekuatan mekanis bahan kemasan. Menurut Syarief dan Halid (1992), makanan yang disimpan pada tempat yang lebih lembab (kelembaban ruangan lebih besar daripada bahan) akan menyerap air. Kondisi lingkungan selama penyimpanan dalam suhu ruang menyebabkan meningkatnya kadar air pada keju cheddar, dengan tingginya kelembaban pada suhu ruang dibandingkan dengan suhu chiller menyebabkan

terjadinya penyerapan uap air dari udara ke dalam keju cheddar sehingga terjadi kesetimbangan kadar air keju cheddar dengan udara sekitarnya. Peningkatan kadar air pada kemasan kemasan karton gelombang pada suhu ruang lebih besar dibandingkan dengan polipropilen rigid. Hal ini disebabkan oleh rendahnya permeabilitas gas dan uap air yang dimiliki oleh kemasan polipropilen rigid dibandingkan dengan kemasan karton gelombang sehingga peningkatan kadar air lebih kecil. Semakin tinggi kadar air keju cheddar, semakin mudah terjadi kerusakan pada keju cheddar yang diakibatkan oleh mikroorganisme yang memanfaatkan air sebagai media pertumbuhan. Data nilai kadar air selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4. 2. Tekstur Penurunan nilai kekerasan menandakan bahwa keju cheddar menjadi lebih keras. Semakin kecil nilai kekerasan, semakin keras keju cheddar. Besarnya nilai tekstur (kekerasan) dapat disebabkan oleh kandungan (kadar) air di dalam keju

Tekstur (mm/10 detik)

cheddar. 18

Series1

16 14

Series2

12 10

Series4

Series3

PPR (SR)

8 6

PPR (C) KA (SR)

z

4 2

KA (C)

0 0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = -0.0679x + 15.064 R2 = 0.9158

y = -0.1711x + 10.864 R2 = 0.0.9142

y = -0.1216x + 11.687 R2 = 0.9358

y = -0.1297x + 7.5169 R2 = 0.9118

Gambar 8. Perubahan tekstur keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Dari Gambar 8 dapat dilihat adanya penurunan trend nilai tekstur (kekerasan) yang ditunjukkan oleh keempat perlakuan. Pada keju cheddar yang dikemas dengan polipropilen rigid dalam suhu ruang, penurunan nilai kekerasan tidak terlalu besar dengan nilai slope -0.0679. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan kadar air yang tidak terlalu besar pada keju cheddar yang dikemas dengan polipropilen rigid. Pada keju cheddar yang dikemas dengan karton gelombang dalam suhu ruang, meskipun terjadi peningkatan kadar air lebih besar dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang, penurunan nilai kekerasan lebih besar terjadi dengan nilai slope -0.1216. Hal ini disebabkan oleh mengerasnya keju cheddar pada bagian permukaan yang kontak dengan udara yang disebabkan oleh sistem penutupan kemasan karton gelombang yang masih memungkinkan terjadinya keluar masuk gas lebih mudah dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid sehingga keju cheddar menjadi lebih keras. Penurunan nilai kekerasan atau meningkatnya kekerasan pada keju cheddar yang disimpan pada chiller pada kemasan polipropilen rigid menunjukkan nilai slope sebesar -0.1711, sedangkan pada kemasan karton gelombang penurunan nilai kekerasan menunjukkan nilai slope yang lebih kecil yaitu sebesar -0.1297. Meskipun penurunan nilai slope pada kemasan polipropilen rigid lebih besar dibandingkan dengan kemasan karton gelombang, namun keju cheddar yang disimpan pada kemasan karton gelombang masih lebih keras dibandingkan dengan keju cheddar dalam polipropilen rigid. Hal ini dapat dilihat dari nilai intercept awal keju cheddar pada kemasan polipropilen rigid yang menunjukkan nilai 9.7440 dibandingkan dengan nilai intercept awal pada kemasan karton gelombang dengan nilai 4.9455. Semakin kecil nilai intercept keju cheddar, semakin keras keju cheddar. Hal ini disebabkan karena penurunan kadar air keju cheddar dalam kemasan polipropilen rigid lebih kecil dibandingkan dengan kadar air dalam kemasan karton gelombang. Data nilai tekstur selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5.

3. Warna Warna keju cheddar saat awal perlakuan atau saat pertama kali dibuka dari kemasannya berwarna kuning cerah (khas keju), hal ini dapat disebabkan oleh adanya pewarna, yaitu anato CI No. 75120 pada saat produksi keju cheddar olahan sehingga warna keju cheddar menjadi lebih seragam. Nilai L pada keju cheddar menunjukkan nilai kecerahan. Semakin tinggi nilai L menunjukkan warna keju cheddar semakin putih/cerah, sedangkan semakin rendah nilai L maka warna keju cheddar semakin hitam/gelap. 10000

Series1

9000

Series2

8000

Series3

Warna (L)

7000

Series4

6000

PPR (SR)

5000

PPR (C)

4000

KA (SR)

3000

KA (C)

2000 1000 0 0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = -14.717x + 8159.1 2

R = 0.9245

y = -38.659x + 8603.7 2

R = 0.9184

y = -65.31x + 8113.1 2

R = 0.9234

y = -20.195x + 8139.9 2

R = 0.9027

Gambar 9. Perubahan warna (L) keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Pada Gambar 9 dapat dilihat, pada kemasan polipropilen rigid dalam chiller, warna kecerahan keju cheddar memiliki trend kemiringan lebih besar dibandingkan dengan karton gelombang dalam chiller dengan nilai slope -38.659 dan nilai intercept 8603.7. Besarnya nilai intercept ini menjadi parameter bahwa keju cheddar memiliki kecerahan warna lebih baik. Pada kemasan karton gelombang pada chiller, nilai slope dan intercept sebesar -20.195 dan 8139.9. Pada kedua perlakuan ini, perbedaan kecerahan keju cheddar tidak begitu besar.

Namun keju cheddar pada kemasan karton gelombang terjadi perubahan aroma yang disebabkan oleh lemak keju cheddar yang dapat mengabsorpsi kandungan volatil maupun pembusukan bahan makanan lain dalam chiller (kulkas), sedangkan pada kemasan polipropilen rigid perubahan aroma tidak mudah terjadi, hal ini disebabkan oleh sistem penutupan polipropilen rigid yang lebih rapat dan dapat memberi efek kedap dengan permeabilitas rendah terhadap gas dan uap air. Pada kemasan karton gelombang dalam suhu ruang terjadi penurunan kecerahan yang lebih besar dengan nilai slope -65.31. Pada kemasan karton gelombang dalam suhu ruang perubahan kecerahan warna lebih terlihat dengan nilai intercept 8113.1 yang menghasilkan warna keju cheddar berubah menjadi lebih coklat (opak) selama penyimpanan. Hal ini dapat disebabkan karena sistem penutupan kemasan karton gelombang tidak rapat sehingga terjadi reaksi oksidasi lemak dan karbohidrat oleh O2 dalam udara sekitar yang menyebabkan warna keju cheddar menjadi kecoklatan (opak). Menurut Ketaren (1986), oksidasi lemak tidak jenuh pada produk pangan dapat menyebabkan degradasi aroma, flavor, warna, dan vitamin. Ditambahkan oleh Stuckey (1981) yang menyatakan bahwa pada karbohidrat, reaksi oksidasi biasanya menimbulkan perubahan warna dan cita rasa. Perubahan warna yang terjadi, biasanya menjadi coklat atau coklat kemerahmerahan. Pada kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang penurunan kecerahan warna keju cheddar lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lain dengan nilai slope sebesar -14.717, hal ini disebabkan oleh kemasan polipropilen rigid memiliki sistem penutupan kemasan yang lebih baik dibandingkan kemasan karton gelombang dan memiliki permeabilitas yang lebih rendah terhadap gas, sehingga tidak terjadi reaksi oksidasi yang dapat menurunkan kecerahan warna pada keju cheddar. Farouk dan Swan (1998) menyebutkan bahwa kemasan yang rendah permeabilitasnya terhadap gas membantu mengurangi oksidasi lemak, sehingga menghasilkan penurunan kecerahan yang kecil. Data nilai warna (L) selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 12 menunjukkan kisaran nilai oHue yang dimiliki pada keempat perlakuan, oHue keju cheddar berada pada kisaran 54–90, maka warna yang dimiliki keju cheddar adalah yellow red atau kuning kemerahan. Gambar 10 juga memperlihatkan perubahan nilai oHue pada keju cheddar selama penyimpanan. 80.00

Series1

o

Warna ( Hue)

70.00

Series2

60.00

Series3

50.00

Series4

40.00

PPR (SR)

30.00

PPR (C)

20.00

KA (SR)

10.00

KA (C)

0.00 0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = -0.0213x + 56.853 2

R = 0.9082

y = -0.0854x + 55.297 2

R = 0.9181

y = 0.3824x + 58.906 2

R = 0.9302

y = -0.2255x + 60.199 2

R = 0.9190

Gambar 10. Perubahan warna (oHue) keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Pada Gambar 10 dapat dilihat, dari empat perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini, hanya perlakuan kemasan karton gelombang dalam suhu ruang yang mengalami peningkatan dengan nilai slope sebesar 0.3824. Hal ini disebabkan oleh reaksi oksidasi lemak dan karbohidrat keju cheddar oleh udara sekitar sehingga menghasilkan warna keju cheddar menjadi lebih opak/cokelat. Hal ini disebabkan karena sistem penutupan pada kemasan karton gelombang tidak rapat, sehingga keluar masuknya gas yang menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi lebih mudah terjadi. Pada tiga perlakuan yang lain, yaitu kemasan karton gelombang pada chiller, kemasan polipropilen rigid dalam chiller dan suhu ruang, menghasilkan penurunan trend dengan nilai slope masing-masing sebesar -0.2255, -0.0854, dan -0.0213. Dari nilai slope ketiga perlakuan tersebut, dapat dilihat

bahwa kemasan polipropilen rigid baik yang disimpan dalam chiller maupun pada suhu ruang lebih dapat mempertahankan warna keju cheddar dibandingkan dengan kemasan karton gelombang. Data nilai warna (oHue) selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 7. Jika diambil lima titik dari setiap perlakuan dan diplotkan pada grafik warna L, a, b, maka warna pada keju dapat dilihat pada Gambar 11.

0 710 3 12

0 3 7 12 10

PPR (C)

PPR (SR) 7 12 10 3 0

KA (SR)

3 7 0 1012

KA (C)

Gambar 11. Kisaran warna keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Dari Gambar 11 dapat dilihat, sebaran atau perubahan warna pada kemasan polipropilen rigid, baik yang disimpan pada suhu ruang dan chiller, serta kemasan karton gelombang yang disimpan di dalam chiller, menunjukkan sebaran yang tidak begitu besar, dan warna yang dihasilkan adalah warna kuning kemerahan, sedangkan sebaran warna pada keju cheddar yang dikemas dengan kemasan karton gelombang dan disimpan di suhu ruang memperlihatkan sebaran warna yang lebih besar, dan warna yang dihasilkan adalah kuning kemerahan kearah lebih merah (coklat/opak). Hal ini dapat disebabkan oleh sistem penutupan kemasan karton gelombang tidak rapat sehingga terjadi pertukaran udara dalam kemasan karton gelombang, hal ini menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi lemak dan karbohidrat yang menyebabkan warna keju cheddar menjadi tidak baik. Gambar perubahan warna pada keju cheddar selama penyimpanan secara fisik dapat dilihat pada Lampiran 8. 4. pH Pengukuran nilai pH perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman/ kebasaan produk dan juga kaitannya dengan keamanan dan umur simpan produk tersebut. Nilai pH menjadi faktor penting untuk suatu produk makanan bila dihubungkan dengan kualitas produk. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk makanan. Pada penelitian ini nilai pH yang ditunjukkan selama penyimpanan mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan, selama penyimpanan keju cheddar selalu berubah menjadi lebih basa atau kehilangan keasamannya. Namun peningkatan yang terjadi tidak terlalu besar. Perubahan nilai pH keju cheddar selama penyimpanan dapat dilihat dalam Gambar 12.

7

Series1 Series2

6

Series3 Series4

pH

5 4

PPR (SR) PPR (C) KA (SR)

3 2

KA (C)

1 0 0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = 0.0017x + 6.2366 2 R = 0.9034

y = 0.0019x + 6.2257 2 R = 0.9024

y = 0.0014x + 6.2397 2 R = 0.9167

y = 0.0019x + 6.2241 2 R = 0.9038

Gambar 12. Perubahan pH keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Gambar 12 memperlihatkan, slope kenaikan perubahan pH keju cheddar selama penyimpanan pada keempat perlakuan tidak terlalu berbeda. Pada kemasan polipropilen rigid baik dalam suhu ruang dan chiller memiliki nilai slope masingmasing sebesar 0.0017 dan 0.0019, sedangkan pada kemasan karton gelombang dalam suhu ruang dan chiller memiliki nilai slope sebesar 0.0014 dan 0.0019. Kisaran nilai pH yang terjadi selama penyimpanan adalah sebesar 6.21-6.29. Kecilnya peningkatan nilai pH selama penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang medegradasi protein menjadi senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti amonia selama penyimpanan baik di dalam kemasan polipropilen rigid ataupun kemasan karton gelombang tidak banyak terjadi. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan pengawet berupa asam sorbat dan nisin yang berfungsi sebagai pencegah tumbuhnya kapang dan antibiotik. Data nilai pH selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 9.

5. Aw Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno dan Jenie, 1983). Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air akan lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia dan hidrolitik (Syarief dan Khalid, 1992). Perubahan aktivitas air

aw

(aw) selama penyimpanan dapat dilihat dalam Gambar 13. 0.89

Series1

0.88

Series2

0.87

Series3

0.86

Series4

0.85

PPR (SR)

0.84

PPR (C)

0.83

KA (SR)

0.82

KA (C)

0.81 0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = 0.0006x + 0.8448 2

R = 0.7646

y = 0.0003x + 0.8417 2

R = 0.7641

y = 0.0006x + 0.8327 2

R = 0.7674

y = 0.0006x + 0.8438 2

R = 0.7795

Gambar 13. Perubahan aw keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Pada Gambar 13 dapat dilihat, nilai aw selama penyimpanan mengalami peningkatan pada keempat perlakuan. Namun peningkatan aw yang terjadi pada keempat perlakuan tidak terlalu besar. Kenaikan nilai slope aw terkecil selama penyimpanan adalah pada kemasan polipropilen rigid dalam chiller dengan nilai slope sebesar 0.0003, sedangkan pada kemasan polipropilen rigid dalam suhu

ruang, kemasan karton gelombang pada suhu ruang dan kemasan karton gelombang pada chiller memiliki nilai slope yang sama yaitu sebesar 0.0006. Kisaran aw pada keempat perlakuan adalah sebesar 0.822-0.883. Kisaran aw ini memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kapang sebagai mikroorganisme yang sering mengkontaminasi keju. Kapang memiliki aw minimum sebesar 0.8. Nilai aw dipengaruhi oleh kandungan air dan zat terlarut dalam keju cheddar. Kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Menurut Syarief dan Halid (1993), water activity (aw) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik. Selain itu, adanya garam pada keju cheddar menyebabkan terikatnya air secara kimiawi sehingga tidak dapat digunakan mikroorganisme untuk melakukan aktifitasnya. Menurut Syarief et al.(2003), air yang mengalami kristalisasi dan membentuk es atau air yang terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam tidak dapat digunakan oleh jasad renik. Data nilai aw selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 10. 6. Total kapang Produk makanan olahan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan berbagai mikroba karena adanya berbagai senyawa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang dapat membantu pertumbuhannya. Walaupun demikian, populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanan (Halim, 1993). Kapang merupakan salah satu mikroorganisme yang sering tumbuh pada permukaan keju cheddar dan merupakan kerusakan mikrobiologi dalam penyimpanan keju cheddar. Kapang dapat tumbuh pada suatu makanan yang kering, ada oksigen dan kondisi yang lembab. Pertumbuhan kapang selama penyimpanan dapat dilihat dalam Gambar 14.

Series1

Total kapang (log koloni/gram)

5

Series2 Series3

4

Series4 PPR (SR)

3

PPR (C) KA (SR)

2

KA (C)

1 0 0

1

4

7

10 13 16 19 22 25 28 31 34

Lama penyimpanan (hari) y = 1.0154Ln(x) - 0.9841 2

R = 0.8121

y = 1.076Ln(x) - 1.0428 2

R = 0.8160

y = 1.1044Ln(x) - 1.0689 2 R = 0.8129

y = 1.0683Ln(x) - 1.039 2

R = 0.8194

Gambar 14. Perubahan total kapang keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Pada pertumbuhan total kapang yang ditunjukkan pada Gambar 14, semua perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini mengalami peningkatan total kapang, namun pertumbuhan kapang yang terjadi masih dalam batas toleran produk pangan yaitu 5 log koloni/gram. Pertumbuhan kapang pada kemasan polipropilen rigid pada suhu ruang dan chiller memiliki nilai slope sebesar 1.0154Ln dan 1.076Ln, sedangkan pada kemasan karton gelombang dalam suhu ruang dan chiller memiliki nilai slope sebesar 1.1044Ln dan 1.683Ln. Rendahnya pertumbuhan kapang pada keempat perlakuan disebabkan oleh pengawet yang terdapat pada produk keju cheddar, yaitu asam sorbat, nisin, dan asam laktat. Penggunaan asam sorbat pada keju cheddar dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan kapang. Menurut Buckle et al. (1987) asam sorbat mempunyai aktivitas dengan spektrum yang lebar terhadap banyak khamir dan kapang, tetapi tidak seefektif terhadap bakteri, Lactobacilli, Staphylococci dan Clostridia tidak terhambat oleh sorbat. Untuk itu ditambahkan pengawet lain yaitu nisin yang digunakan sebagai antibiotik pada keju cheddar. Menurut Syarief et al. (2003)

Nisin merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Streptococcus lactis, jasad renik yang biasa dijumpai pada susu. Penggunaan pada konsentrasi tertentu dapat mencegah germinasi bakteri pembentuk spora Clostridia. Sehingga pembentukan spora kontaminan khususnya Clostridia dapat lebih dicegah. Data nilai total kapang selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 11. 7. Organoleptik Penilaian organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia, yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dalam rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Uji organoleptik disebut juga pengukuran subjektif karena berdasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto, 1981). Pada penelitian ini dilakukan penilaian organoleptik terhadap keju cheddar berdasarkan warna, aroma, tekstur dan penerimaan umum. Uji organoleptik ini digunakan untuk melihat seberapa jauh konsumen dapat menerima mutu keju cheddar selama penyimpanan. Form, hasil penilaian dan nilai korelasi, slope, dan intercept uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 12, 13 dan 14. 7.1. Warna Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadangkadang sangat menentukan. Warna bahan pangan mempunyai peranan penting dalam penentuan mutu serta mempunyai daya tarik untuk konsumen sehingga dapat memberi kesan suka atau tidak suka dengan cepat. Menurut Soekarto (1981) warna pada produk makanan tertentu merupakan faktor penentu kesukaan serta petunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan. Perubahan penilaian konsumen (panelis) terhadap warna keju cheddar selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.

Penilaian warna

10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00

Series1 Series2 Series3 Series4 PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = -0.1275x + 8.6617 2

R = 0.9331

y = -0.1475x + 9.1231 2

R = 0.9251

y = -0.0875x + 7.2812 2

R = 0.9112

y = -0.1292x + 8.2266 2

R = 0.9034

Gambar 15. Organoleptik warna keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Gambar 15 memperlihatkan penurunan penerimaan konsumen terhadap warna keju cheddar selama penyimpanan dari keempat perlakuan yang telah diberikan. Namun jika dilihat dari trend penurunan penilaian yang terjadi, keju cheddar yang dikemas dengan polipropilen rigid pada suhu ruang dan chiller memiliki kemiringan atau trend yang lebih kecil dengan nilai slope sebesar 0.1275 dan -0.1475 dan nilai intercept 8.6617 dan 9.1231. Kecilnya penurunan trend pada kemasan polipropilen rigid dapat disebabkan karena kemasan polipropilen rigid memiliki kemampuan dalam mempertahankan warna keju, dengan permeabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan karton gelombang keju cheddar, sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada lemak dan karbohidrat keju cheddar yang dapat menyebabkan warna keju cheddar menjadi kuning kecoklatan (opak). Pada kemasan karton gelombang pada chiller penurunan penilaian warna oleh panelis lebih besar dengan nilai slope sebesar -0.1292 dan nilai intercept 8.2266. Sedangkan pada kemasan karton gelombang pada suhu ruang, penilaian panelis lebih rendah dibandingkan pada perlakuan yang lain dengan nilai intercept awal 7.2812 dan slope -0.0875. Hal ini

menandakan bahwa penilaian panelis (konsumen) lebih tidak menyukai perubahan warna keju cheddar yang terjadi. 7.2. Aroma Aroma suatu produk dapat di nilai dengan cara pembauan (Winarno, 1997). Syarat suatu produk tercium aromanya adalah adanya sejumlah komponen volatil yang berasal dari produk tersebut yang dapat terdeteksi oleh indera pembau. Terjadinya perubahan-perubahan komponen volatil selama penyimpanan akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap aroma. Perubahan penilaian konsumen (panelis) terhadap aroma keju cheddar selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16. 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00

Series1

Penilaian aroma

Series2 Series3 Series4 PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

Lama penyimpanan (hari) y = -0.0957x + 8.3891 2 R = 0.9536

y = -0.0916x + 8.5439 2 R = 0.9682

y = -0.1085x + 8.0686 2 R = 0.9599

y = -0.1175x + 8.3656 2 R = 0.9516

Gambar 16. Organoleptik aroma keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Dari Gambar 16 dapat dilihat, trend penurunan yang terjadi pada penerimaan konsumen (panelis) selama penyimpanan keju cheddar. Seperti halnya penerimaan konsumen pada organoleptik warna, dari keempat perlakuan, semua trend menunjukkan penurunan. Penurunan yang terjadi pada kemasan polipropilen

rigid yang disimpan pada chiller dan suhu ruang menunjukkan nilai slope yang lebih rendah yaitu sebesar -0.0916 dan -0.0957, hal ini dapat disebabkan karena kemasan polipropilen rigid lebih dapat mempertahankan aroma keju cheddar dari lingkungan sekitar, karena kemasan ini memiliki sistem penutupan yang lebih baik sehingga dapat melindungi keju cheddar dari aroma lain disekitarnya. Dibandingkan dengan kemasan karton gelombang baik yang disimpan dalam suhu ruang maupun dalam chiller, nilai slope yang ditunjukkan lebih tinggi yaitu sebesar -0.1085 dan -0.1175, hal ini dapat disebabkan oleh lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan aroma keju cheddar menjadi tidak baik karena kemampuan lemak dalam keju cheddar yang dapat mengabsorpsi aroma dari lingkungan sekitarnya berupa kandungan volatil atau adanya pembusukan yang terjadi pada bahan makanan sehingga menyebabkan terjadinya penyimpangan aroma (off odour). 7.3 Tekstur Tekstur keju cheddar merupakan salah satu parameter penting terhadap penerimaan konsumen. Perubahan penilaian konsumen (panelis) terhadap tekstur

Penilaian tekstur

keju cheddar selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17. Series1

10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00

Series2 Series3 Series4 PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

0

3

6

9

12 15 18 21 24 27 30 33

Lama penyimpanan (hari) y = -0.0879x + 8.1282 2

R = 0.9130

y = -0.0987x + 8.5654 2

R = 0.9075

y = -0.1275x + 7.7708 2

R = 0.9103

y = -0.1441x + 8.3492 2

R = 0.9191

Gambar 17. Organoleptik tekstur keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) = Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) PPR (C) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) KA (SR) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) KA (C) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Dari Gambar 17 dapat dilhat trend penurunan penerimaan panelis terhadap tekstur (kekerasan) keju cheddar. Pada kemasan karton gelombang, baik dalam suhu ruang maupun chiller terjadi penurunan trend yang lebih besar. Dilihat dari nilai slope pada kedua perlakuan ini yaitu sebesar -0.1233 dan -0.1245, panelis lebih tidak menyukai perubahan tekstur (kekerasan) keju cheddar yang dikemas oleh kemasan karton gelombang, hal ini dapat disebabkan karena keju cheddar menjadi kering dan keras dibagian permukaan pada keju cheddar yang disimpan dalam suhu ruang dan lebih besarnya penurunan kadar air keju cheddar yang disimpan pada chiller membuat keju cheddar menjadi lebih keras, sehingga konsumen tidak begitu menyukai perubahan tekstur keju cheddar yang disimpan dengan kemasan karton gelombang dalam suhu ruang dan chiller. Pada kemasan polipropilen rigid pada suhu ruang dan chiller, nilai slope pada kedua perlakuan lebih kecil yaitu sebesar -0.0905 dan -0.1024. Hal ini disebabkan oleh kemasan polipropilen rigid lebih dapat mempertahankan kadar air yang terkandung dalam keju cheddar sehingga tidak terjadi perubahan tekstur (kekerasan) yang lebih besar dalam kemasan ini. 7.4. Penerimaan umum Penerimaan umum merupakan pertimbangan terakhir konsumen dalam menerima suatu produk. Penerimaan umum merupakan kesimpulan dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan sulit dipisahkan satu sama lain, seperti warna, aroma dan tekstur (Soekarto, 1981). Perubahan penilaian konsumen (panelis) terhadap penerimaan umum keju cheddar selama penyimpanan dapat dilihat pada gambar 18.

10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00

Series1 Series2

Penilaian Penerimaan umum

Series3 Series4 PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

0

3

6

9

12 15

18

21 24

27

30 33

Lama penyimpanan (hari) y = -0.1102x + 8.6806 2

R = 0.9781

y = -0.0826x + 8.1937 2

R = 0.9652

y = -0.1086x + 7.5688 2

R = 0.9593

y = -0.1176x + 8.1761 2

R = 0.9621

Gambar 18. Organoleptik penerimaan umum keju cheddar selama penyimpanan Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Dari Gambar 18 dapat dilihat, penerimaan umum terhadap keju cheddar yang dikemas dengan kemasan karton gelombang memiliki trend penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai perubahan keju cheddar yang dikemas dengan kemasan polipropilen rigid baik yang disimpan di dalam chiller maupun suhu ruang dengan nilai slope -0.0826 dan -0.1102 dengan nilai intercept 8.1937 dan 8.6806. Untuk keju cheddar yang dikemas dengan kemasan karton gelombang baik dalam suhu ruang maupun chiller, penurunan trend organoleptik penerimaan umum sama-sama mengalami penurunan yang lebih besar dengan nilai slope -0.1086 dan -0.1176 dengan nilai intercept 7.5688 dan 8.1761. Hal ini dapat disebabkan oleh hasil organoleptik sebelumnya yang menunjukkan adanya perubahan warna, aroma dan tekstur yang menyebabkan panelis (konsumen) menjadi lebih tidak menyukai perubahan keju cheddar yang disimpan dalam kemasan karton gelombang.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kemasan polipropilen rigid lebih baik digunakan sebagai kemasan sekunder dibandingkan dengan kemasan asli (karton gelombang) pada keju cheddar. Kemasan polipropilen rigid lebih baik dalam mempertahankan kadar air, tekstur, warna, dan aroma daripada karton gelombang. Kondisi penyimpanan pada suhu ruang maupun chiller, perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kemasan polipropilen rigid. Jenis kemasan dan kondisi penyimpanan keju cheddar terbaik adalah dengan menggunakan kemasan polipropilen rigid dalam chiller, kemudian diikuti oleh kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang, kemasan karton gelombang dalam chiller dan yang terakhir adalah kemasan karton gelombang dalam suhu ruang. Hal ini ditunjukan oleh perubahan mutu berupa kadar air, warna, kekerasan dan uji organoleptik sebagai parameter kritis dalam perubahan mutu keju cheddar yang menunjukan nilai slope yang realtif lebih kecil pada kemasan polipropilen rigid dalam suhu ruang. B. SARAN Beberapa saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini diantaranya : 1. Dilakukan uji persen kehilangan bobot pada keju cheddar yang mengeras dan berubah warna di permukaan pada kemasan asli dalam suhu ruang untuk mengetahui

berapa

besar

jumlah

kehilangan

keju

cehddar

selama

penyimpanan. 2. Pada aplikasinya, pada kemasan polipropilen rigid dalam chiller, setelah keju cheddar selesai digunakan, sebaiknya kemasan dibersihkan dan dikeringkan sebelum dimasukkan ke dalam kulkas untuk memperkecil kontaminasi yang disebabkan oleh kondisi kemasan yang menjadi lembab.

DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Asosiation Official Analytical Chemist, Washington DC, USA. Barker, M. 1989. The Wiley Encyclopaedia of Packaging Technology. John Wiley and Sons, New York. Brody. A.L. 1972. Aseptic Packaging of Foods. Food Technology Aug : 70-74. Brown, E.W. 1992. Plastics in Food Packaging. Food Packaging Consultant Midland, Michigan, New York. Buckle, K.A., R.A, Edwards, G.H.Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. UI-Press, Jakarta. Crompton, T.R. 1979. Additive Migration from Plastic into Food. Pergamon Press, Oxford. Crosby, N.T. 1981. Food Packaging Material Aspects of Analysis and Migration of Contaminant. Applied Science Publishers Ltd., London. Daulay. D. 1991. Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta. Erliza, M, M. Nabil, Z. Nasution dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Jurusan Teknologi Iindustri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1982. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, D., Andhika Indra dan Lakshmi Kartikasari. 1993. Penurunan Kandungan Oksigen Dalam Kemasan Dengan Katalis Untuk Memperpanjang Masa Simpan Produk Pangan. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Farouk, M.M. dan J.E. Swan. 1998. Effect of Muscle Condition Before Freezing and Simulated Chemical Changes During Frozen Storage on the pH and Colour of Beef. Journal of Meat Science. Vol. 50, No. 2, 245-256. Elsevier Science Ltd., Great Britain. Fellows, P.J. 1990. Food Processing Technology. Woodhead Publishing Limited. Cambrige. England.

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1979. Food Microbiology. Tata Mc Graw – Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi. Friedman, W.F. dan J.J. Kipness. 1977. Distribution Packaging. Robert E. Krieger Publishing Company, Malabar, Florida, USA. Galloway, J.H. dan R.J.M. Crawford. 1986. Cheese Fermentation. Di Dalam Microbiology of Fermented Foods. Vol I. Ed. B.J.B. Wood. Elseiver Applied Science Publisher, London. Hanlon, J.F. 1971. Dan A. M. Campbell. 1984. Water dand Fat Absorption. Di dalam J. P. Cherry (eds.) Protein Functionality in Foods. Acs, Washington DC. Hariri, Achmad. 2002. Kajian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen dalam Membeli Produk Keju (Studi Kasus di Pasar Swalayan Hero Bogor). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harris, R.S. dan E. Karnas. 1989. Evaluasi Nilai Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB Press, Bandung. Herchdoerfer. 1986. Quality Control in The Food Industry. Academic Press, New York. Jenkins, W.A dan J.P. Harrington. 1990. Packaging Foods with Plastics. Technomic Publishing Co., Inc, Lanchester, Basel. Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California Division Of Agriculture and Natural Resources. Ketaren, Semangat. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Khan, R.M. dan E. Rahim. 1985. Corrugated Board and Box Production. Scottish Academic Press, Eddinburgh. Kilara, A dan K.K. Iya. 1984. Proteolytic Enzymes and Their Applications In The Dairy Industri. Indian J, Dairy Sci., 27:3. Kosikowski, F.V. 1982.Cheese and Fermented Milk Foods. 2nd ed. F.V. Kosikowski and Associated, New York. Muchtadi, T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Dairy Council. 1967. Newer Knowlwdge of Cheese. NDC, Chicago.

Nawar, W.W. 1985. Lipids. Di dalam O.R. Fennama (ed.). Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York and Basel. Nelson, J.A. dan G.M. Trout. 1951. Judging Dairy Product. 3rd ed. The Olsen Publishing Co., Milwaukee, Winconsin. Paine, F.A. dan H.Y. Paine. 1983. A Handbook of Food Packaging. Leonard Hill, London. Paine, F.A. 1987. Modern Processing, Packaging and Distribution Systems For Food. Blackie and Son Ltd, New York. Pantastico, Er.B. 1986. Post Harvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. Terjemahan. Kamariyani. 1975. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Peleg, K. 1985. Produce Handling, Packaging, and Distribution. AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Robinson, R.K. 1981. Dairy Microbiology Vol I. The Microbiology of Cheese. Applied Science Publishing C., Inc., Westport, Connecticut. Sa’id, E. G. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Setyowati, K., A.M. Fajrin, A. Iskandar, Sugiarto, I. Yuliasih. 2000. Pengemasan I. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Slade, F. H. 1971. Food Processing Plant. 2nd edition. Billing and Sons Ltd, London. Standar Nasional Indonesia. 1992. 01-2980-1992. Keju Cedar Olahan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Soebito, S. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sonntag, N.O.V. 1979. Reactions of Fats and Fatty Acids. Di dalam D. Awern (ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley and Son’s, New York.

Stuckey, B.N. 1981. Antioxidants As Food Stabilizers. Di dalam T. E. Furia (ed.). CRC Handbook of Food Additives. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida. Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley and Son’s, New York. Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Bagi Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Syarief, R. dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Syarief, R, L. Ega dan C.C. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB Press, Bogor. Syarief, R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Triyanto, H.S. 1991. Peran Kemasan Di Dalam Memperpanjang Daya Tahan Produk Di Dalamnya. Makalah pada Seminar Kotak Karton Gelombang: 9 Juli 1991, Hyatt Regency Surabaya. Weast, R.C. 1982. CRC Handbook of Chemistry and Physics. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. Wikipedia. 2007. Cheddar Cheese. http://en.wikipedia.org/wiki/cheddar_cheese. 10 Oktober 2007 pukul 13.27. Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. dan S.L.B. Jenie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. Gramedia Utama, Jakarta Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, dan A.M Syarif. 1992. Sifat Fisik Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi, PAU, Bogor. www.kotak-online.tripod.com/spesifikasi.htm. 16 Oktober 2007 pukul 16.35

Lampiran 1. Prosedur analisis 1. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode ini adalah menguapkan air yang ada dalam bahan pangan dengan jalan pemanasan. Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 10 menit. Sebanyak 2-10 g sampel ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan Kadar air (%) =

B1 – B2

Dimana :

B1

× 100 %

B1 = Bobot contoh awal (g) B2 = Bobot contoh akhir (g) 2. Kadar abu (AOAC, 1995) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (A). Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan kemudian ditimbang kembali bobotnya (B). Cawan berisi sampel selanjutnya dibakar diatas hot plate hingga tidak berasap, kemudian dimasukan kedalam tanur pada suhu 500oC selama 6 jam hingga diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Cawan berisi sampel selanjutnya dikeluarkan dari tanur dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah bobotnya konstan, cawan dan abu ditimbang bobotnya (C). Kadar abu (%) =

C-A B-A

Dimana : A = Bobot awal cawan (g) B = Bobot cawan dan sampel (g) C = Bobot akhir cawan dan sampel (g)

× 100 %

3.Kadar Protein kasar (Metode Kjedahl) Sebanyak 0.1 g bahan ditimbang, kemudian ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1 : 1.2 dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai bening (hijau). Kemudian didinginkan dan dicuci dengan akuades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50 % sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan HCl 0.02 N. Proses destilasi dihentikan apabila volume destilat telah mencapai dua kali volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH 0.02 N dan indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan metil blue. (ml titrasi (blangko – bahan)) × N NaOH × 14 100 % % Total N = gram bahan × 1000

×

% Total Protein = % Total N × Faktor Koreksi (6.25) 4. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Sampel ditimbang sebanyak 2 g (dalam keadaan kering), kemudian dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet, disertai dengan air pendingin yang dialirkan melalui kondensor. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut petroleum eter selama 6 jam. Setelah itu, bahan dikeringkan dalam oven sampai bobot konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus : Kadar lemak (%) = Dimana :

a–b c

× 100 %

a = berat labu setelah ekstraksi (g) b = berat labu sebelum ekstraksi (g) c = berat sampel (g)

5. Kadar Serat (AOAC, 1995) Sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Dinginkan bahan, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1.25 N. Hidrolisis kembali bahan di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Saring bahan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan

(diketahui beratnya). Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0.325 N dan air panas + 25 ml aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110 ºC selama ± 1-2 jam. Kadar Serat (%) =

(berat kertas saring + bahan) – berat kertas saring berat awal bahan

× 100 %

6. Kadar Karbohidrat Total (By Difference) Kadar karbohidrat total dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar Karbohidrat (%) = 100 % - (A + B + C + D + E) Dimana :

A = Kadar Air B = Kadar Abu C = Kadar Protein D = Kadar Lemak E = Kadar Serat

7. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Colortex dengan spesifikasi Colorimetry IV Version 4.0. Nilai yang terbaca pada alat antara lain nilai L, a, dan b (tingkat kecerahan). Intensitas warna ditunjukan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut : C=

(a

2

+ bb )

o

H = tan-1 (b/a)

Keterangan : C = Chroma, menunjukkn intensitas warna sampel H = oHue, menunjukkan warna sampel L = Tingkat kecerahan a = merupakan warna campuran merah-hijau b = merupakan warna campuran kuning-biru o

Hue = parameter untuk kisaran warna

Tabel 6. Kisaran nilai oHue o

Hue 342 - 18 18 - 54 54 - 90 90 - 126 126 - 162 162 - 198 198 - 234 234 - 270 270 - 306 306 - 342

Warna Red purple Red Yellow red Yellow Yellow green Green Blue green Blue Blue purple Purple

8. Tekstur Uji Tekstur (kekerasan) diukur secara objektif dengan menggunakan alat penetrometer dan menggunakan jarum penetrometer serta pemberat jika diperlukan. Kekerasan adalah jarak penembusan jarum penetrometer dalam milimeter per 10 detik atau milimeter per 50 g pemberat per 10 detik jika menggunakan pemberat ukuran 50 g. 9. Aw Aktivitas air diukur dengan alat aw meter. aw meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan NaCl sampai menunjukkan nilai aw sebesar 0.750 pada suhu 28OC–30OC. Sampel dimasukkan ke dalam cawan pengukur aw, lalu ditutup dan dikunci, aw meter siap untuk dijalankan. Selama pengukuran berlangsung akan muncul tulisan under test. Pengukuran selesai bila tulisan completed muncul, dan nilai aw langsung terbaca. 10. pH (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 5 g diletakkan pada erlenmeyer yang kering dan bersih, kemudian ditambahkan 50 ml air destilata. Larutan diaduk sampai partikelpartikel

bahan

tercampur

menggunakan pH meter.

(homogen).

Larutan

diukur

pH-nya

dengan

11. Total kapang Sampel dihancurkan dan diencerkan dalam larutan fisiologis 0.85% dan pemupukan dilakukan dengan metode tuang (pour plate). Medium agar yang digunakan adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Setelah inkubasi 2-3 hari pada suhu 37oC, kapang yang tumbuh pada permukaan agar dihitung dengan metode SPC. 12. Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah deskripsi dengan skala tidak terstruktur. Skala tidak terstruktur disebut juga skala garis atau skala analog visual. Skala terstruktur terdiri dari garis horisontal dengan panjang 10 cm dengan batas garis sekitar 1 cm dari masing-masing ujung. Masing-masing garis batas diberi label dengan kata-kata tertentu. Panelis merekam masing-masing penilaian menggunakan garis vertikal melalui garis horisontal pada titik yang merupakan refleksi dari besarnya penerimaan dari masing-masing karakteristik. Setelah panelis menyelesaikan penilaiannya, peneliti mengukur jarak dari ujung sisi kiri dari masing-masing tanda yang diberikan oleh panelis. Peneliti kemudian merekam jarak tersebut sebagai rating intensitas yang berkisar dari 0 sampai 10 untuk masing-masing produk yang dievaluasi.

Lampiran 2. Perhitungan nilai transmisi gas O2, CO2, dan uap air Koefisien permeabilitas P (cm3 cm cm-2 s-1 Pa-1) polimer terhadap gas dan air Permean O2

T (oC) 30

P × 10-13 1.7

Densitas 0.907 g cm-3

CO2

30

6.9

Kristalinitas 50%

H2O

30

51.0

Polimer Polipropilen

Sumber : Piringer dan Baner (2000) 1. Oxygen Transmission Rate O2TR (cm3/hari) = Ai × Ji =Ai × P × `PPP

= 1.7 × 10-13 ×

∆P d

8.75 × 1013 cm3 cm m-2 hari-1 atm-1 1 cm3 cm cm-2 s-1 Pa-1

= 14.875 cm3 cm m-2 hari-1 atm-1 ×

m2 10000 cm2

= 1.4875 × 10-3 cm3 cm cm-2 hari-1 atm-1 O2TR plastik polipropilen rigid = 1651.8 cm2 × 1.4875 × 10-3 cm3 cm cm-2 hari-1 atm-1 × 0.21 atm - 0 0.15 cm 3 = 3.44 cm /hari 2. Carbon Dioxyde Transmission Rate CO2TR (cm3/hari) = Ai × Ji =Ai × P × PPP

= 6.9 × 10-13 ×

∆P d

8.75 × 1013 cm3 cm m-2 hari-1 atm-1 1 cm3 cm cm-2 s-1 Pa-1

= 60.375 cm3 cm m-2 hari-1 atm-1 ×

m2 10000 cm2

= 6.0375 × 10-3 cm3 cm cm-2 hari-1 atm-1 CO2TR plastik polipropilen rigid = 1651.8 cm2 × 6.0375 × 10-3 cm3 cm cm-2 hari-1 atm-1 × 0.21 atm - 0 0.15 cm 3 = 13.96 cm /hari

3. Water Vapor Transmission Rate WVTR (cm3/hari) = Ai × Ji =Ai × P × PPP

= 51.0 × 10-13 ×

∆P d

8.75 × 1013 cm3 cm m-2 hari-1 atm-1 1 cm3 cm cm-2 s-1 Pa-1

= 446.25 cm3 cm m-2 hari-1 atm-1 ×

m2 10000 cm2

= 44.625 × 10-3 cm3 cm cm-2 hari-1 atm-1 WVTR plastik polipropilen rigid = 1651.8 cm2 × 44.625 × 10-3 cm3 cm cm-2 hari-1 atm-1 × 0.21 atm - 0 0.15 cm 3 = 103.20 cm /hari

Lampiran 3. Nilai korelasi slope, dan intercept parameter mutu

Parameter

Kadar air

Kekerasan

Warna (L)

Warna (oHue)

pH

aw

Total Kapang

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

Perlakuan PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

y = ax + b R2 0.8065 0.8181 0.8031 0.8291 0.9158 0.9142 0.9358 0.9118 0.9245 0.9184 0.9234 0.9027 0.9082 0.9181 0.9302 0.9190 0.9034 0.9024 0.9167 0.9038 0.7646 0.7641 0.7674 0.7795 0.9116 0.9058 0.9221 0.9100

a 0.0054 -0.0056 0.145 -0.0419 -0.0679 -0.1711 -0.1216 -0.1297 -14.717 -38.659 -65.31 -20.195 -0.0213 -0.0854 0.3824 -0.2255 0.0017 0.0019 0.0014 0.0019 0.0006 0.0003 0.0006 0.0006 1.0154Ln 1.076Ln 1.1044Ln 1.0683Ln

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

b 54.205 54.605 55.99 56.558 15.064 10.864 11.687 7.5169 8159.1 8603.7 8113.1 8139.9 56.853 55.297 58.906 60.199 6.2366 6.2257 6.2397 6.2241 0.8448 0.8417 0.8327 0.8438 -0.9841 -1.0428 -1.0669 -1.039

Lampiran 4. Data nilai kadar air (%) selama penyimpanan

Hari

PPR (SR)

PPR (C)

KA (SR)

KA (C)

0

54.0966

54.0966

54.0966

54.0966

1

54.2696

54.5021

54.9366

55.0964

4

54.3098

54.6177

56.6746

58.3300

7

54.2482

54.7553

58.8837

58.1645

10

54.2977

54.6830

57.7560

56.7319

13

54.4674

54.1801

57.3349

56.7345

16

53.9730

55.5937

59.7276

55.7433

19

53.9207

54.3286

61.5128

56.2935

22

54.7434

54.8989

58.7006

55.0347

25

54.5711

54.3787

57.9429

55.3937

28

54.1797

53.9903

61.6515

54.3619

31

54.2157

54.4762

59.8205

55.5245

34

54.5021

54.1833

59.2817

54.9557

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Lampiran 5. Data nilai tekstur (mm/10 detik) selama penyimpanan Hari 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34

PPR (SR) 14.02 14.83 15.13 15.43 14.58 13.48 14.73 14.18 12.53 14.20 14.45 11.85 12.20

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

PPR (C) 14.02 9.35 9.36 9.37 9.38 8.88 7.83 6.13 6.00 6.33 6.18 6.23 6.28

KA (SR) 14.02 12.98 9.96 6.95 11.10 11.33 9.60 8.75 7.75 8.75 9.28 6.55 9.40

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

KA (C) 14.02 6.10 4.83 5.93 4.68 4.60 4.50 3.88 4.03 4.53 4.61 4.70 4.10

Lampiran 6. Data nilai warna (L) selama penyimpanan Hari 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34

PPR (SR) 8052 8060.5 8157.5 8251.5 8177 8145.5 8080.5 7834.5 7998 7956 7939 8099.5 7978

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

PPR (C) 8052 9357.5 8579.5 8587.5 8360 8149 8213 8078.5 7948.5 8076.5 8313 8137 8478.5

KA (SR) 8052 8024 7955 8063.5 7783.5 7815 7374.5 7149 7568.5 7428.5 7464 7589.5 7260.5

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

KA (C) 8052 8114.5 8259 8157 8001 7925 7983 7894 7769.5 8069.5 7726.5 8084.5 7945.5

Lampiran 7. Data nilai warna (oHue) selama penyimpanan Hari 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34

PPR (SR) 56.705 56.429 55.351 55.537 59.536 55.269 57.140 58.567 57.099 56.050 56.519 56.016 54.394

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

PPR (C) 56.705 55.230 53.540 56.484 54.097 53.517 51.016 54.008 55.315 52.873 52.329 52.290 53.525

KA (SR) 56.705 61.975 55.484 61.703 62.685 63.076 66.608 68.914 72.641 72.972 66.975 67.805 68.536

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

KA (C) 56.705 59.546 62.954 59.781 57.623 57.058 60.111 55.177 53.190 53.002 52.962 51.826 55.298

Lampiran 8. Perubahan fisik keju cheddar selama penyimpanan

H0

H1

PPR (SR)

PPR (C)

KA (SR)

KA (C)

PPR (C)

KA (SR)

KA (C)

PPR (C)

KA (SR)

KA (C)

PPR (C)

KA (SR)

KA (C)

H7

PPR (SR) H25

PPR (SR) H34

PPR (SR) Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Lampiran 9. Data nilai pH selama penyimpanan Hari 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34

PPR (SR) 6.26 6.23 6.24 6.25 6.21 6.29 6.27 6.26 6.27 6.28 6.29 6.3 6.29

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

PPR (C) 6.26 6.21 6.22 6.23 6.22 6.27 6.27 6.26 6.27 6.28 6.27 6.3 6.28

KA (SR) 6.26 6.25 6.24 6.24 6.22 6.24 6.28 6.27 6.28 6.28 6.27 6.29 6.28

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

KA (C) 6.26 6.23 6.22 6.24 6.19 6.24 6.27 6.26 6.28 6.28 6.26 6.3 6.29

Lampiran 10. Data nilai aw selama penyimpanan Hari 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34

PPR (SR) 0.834 0.859 0.856 0.855 0.853 0.846 0.848 0.849 0.848 0.853 0.860 0.870 0.879

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

PPR (C) 0.834 0.859 0.835 0.757 0.855 0.822 0.841 0.843 0.883 0.825 0.863 0.862 0.837

KA (SR) 0.834 0.851 0.843 0.824 0.831 0.837 0.840 0.841 0.841 0.842 0.850 0.857 0.867

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

KA (C) 0.834 0.856 0.842 0.847 0.851 0.852 0.853 0.854 0.860 0.865 0.849 0.858 0.866

Lampiran 11. Data nilai total kapang selama penyimpanan Hari

0 -2

KC 10

Jumlah koloni

KC 10

0

KC 10-4

0 Jumlah koloni

-3

PPR (SR) 10

-4

PPR (SR) 10 -2

PPR (C) 10

Jumlah koloni

-3

PPR (C) 10

-4

PPR (C) 10

KA (SR) 10-2

Jumlah koloni

-3

KA (SR) 10

-4

KA (SR) 10 -2

KA (C) 10

-3

KA (C) 10

-4

KA (C) 10

Keterangan : KC PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

Jumlah koloni

4

7

10

13

16

19

22

25

28

31

34

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

4

4

0

0

0

0

0

0

0

0

2

1

1

4

0

0

0

0

0

0

3

1

1

1

0

3

0

0

0

0

1

0

4

1

1

2

4

6

0

0

0

0

0

0

0

0

2

2

2

4

0

0

0

0

0

0

3

1

0

6

1

1

0

0

0

0

1

1

3

0

0

3

11

1

0

0

0

0

0

0

0

0

1

2

4

4

0

0

0

0

0

0

0

0

0

9

1

2

0

0

0

0

0

0

1

1

0

5

0

3

0

0

0

0

0

0

0

0

2

4

2

4

0

0

0

0

0

1

1

0

1

6

1

3

0

-3

PPR (SR) 10-2

1

= Keju cheddar awal = Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

Lampiran 12. Form Organoleptik Bahan : Keju cheddar

Tanggal Pengamatan :

...................................... Petunjuk : Berilah tanda berupa garis vertikal pada garis sesuai dengan respon yang ditimbulkan untuk masing – masing parameter dengan keterangan nilai sebagai berikut : KC1 Warna

2 : 1 Kuning kecoklatan (Opak) 2 Aroma : 1 Tengik 2 Keempukan : 1 Keras 2 Penerimaan umum : 1 Sangat tidak suka

KC2 Warna

1

2

: Kuning kecoklatan (Opak) 1 2 Aroma : Tengik 1 2 Keempukan : Keras 2 Penerimaan umum : 1 Sangat tidak suka

KC3 Warna

1

2

: Kuning kecoklatan (Opak) 2 Aroma : 1 Tengik 2 Keempukan : 1 Keras 2 Penerimaan umum : 1 Sangat tidak suka

KC4 Warna

2 : 1 Kuning kecoklat (Opak) 2 Aroma : 1 Tengik 2 Keempukan : 1 Keras 2 Penerimaan umum : 1 Sangat tidak suka

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

10

Kuning 10

khas keju 10

Agak empuk 9

10

sangat suka 3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

10

Kuning 10

khas keju 10

Agak empuk 9

10

sangat suka

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

10

Kuning 10

khas keju 10

Agak empuk 9

10

sangat suka 3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

10

Kuning 10

khas keju 10

Agak empuk 9

10

sangat suka

Lampiran 13. Hasil penilaian uji organoleptik Parameter penilaian

PPR (SR)

PPR (C)

KA (SR)

KA (C) Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

Warna Aroma Tekstur Penerimaan umum Warna Aroma Tekstur Penerimaan umum Warna Aroma Tekstur Penerimaan umum Warna Aroma Tekstur Penerimaan umum

1 8.45 8.99 8.08 8.88 8.69 8.76 8.43 8.43 8.04 8.49 8.18 8.18 8.66 8.68 8.23 8.57

4 7.67 7.52 7.31 8.26 8.22 8.00 8.51 7.17 5.90 6.87 7.92 6.51 6.44 7.22 7.25 7.11

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

7 7.85 7.88 7.50 7.86 7.76 8.08 7.16 7.13 6.39 7.73 6.83 7.44 7.48 7.83 7.51 7.84

10 7.28 6.99 6.81 7.08 7.63 7.11 6.97 7.34 5.99 6.55 6.03 6.14 6.65 6.96 6.49 6.45

13 7.11 7.29 7.45 7.55 7.70 7.33 7.71 7.59 6.82 7.14 6.30 6.40 7.03 6.60 7.18 6.89

Hari ke16 19 7.28 6.53 7.08 6.12 7.37 6.02 7.15 5.78 7.92 6.22 7.39 6.73 7.61 6.30 7.60 6.51 6.31 5.98 6.86 5.59 6.06 4.20 6.08 5.11 6.80 5.84 6.94 6.04 6.71 5.22 6.63 5.52

22 5.54 5.71 6.36 6.14 5.81 6.43 6.50 6.44 4.97 5.03 4.06 4.37 5.46 5.83 5.26 5.61

25 5.65 6.42 6.50 6.33 5.50 6.17 6.90 6.00 5.02 5.30 3.25 3.68 5.08 5.25 4.75 4.83

28 6.05 5.78 6.02 5.85 5.83 6.08 6.22 6.42 5.30 4.92 4.73 4.73 5.18 5.57 4.10 4.75

31 3.21 5.53 5.23 5.33 2.37 5.76 5.32 5.59 3.18 4.83 4.55 4.70 2.31 4.79 3.78 4.65

34 4.53 5.27 4.43 4.81 4.83 5.44 4.42 4.76 5.11 4.74 4.37 4.67 4.64 4.01 3.46 4.56

Lampiran 14. Nilai korelasi slope, dan intercept organoleptik Organoleptik

Warna

Aroma

Tekstur

Penerimaan umum

Keterangan : PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

Perlakuan PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C) PPR (SR) PPR (C) KA (SR) KA (C)

y = ax + b 2

R 0.9331 0.9251 0.9112 0.9034 0.9536 0.9682 0.9599 0.9516 0.9130 0.9075 0.9103 0.9191 0.9781 0.9652 0.9593 0.9621

a -0.1275 -0.1475 -0.0875 -0.1292 -0.0957 -0.0916 -0.1085 -0.1175 -0.0879 -0.0987 -0.1275 -0.1441 -0.1102 -0.0826 -0.1086 -0.1176

= Kemasan polipropilen rigid (Suhu ruang) = Kemasan polipropilen rigid (Chiller) = Kemasan karton gelombang (Suhu ruang) = Kemasan karton gelombang (Chiller)

b 8.6617 9.1231 7.2812 8.2266 8.3891 8.5439 8.0686 8.3656 8.1282 8.5654 7.7708 8.3492 8.6806 8.1937 7.5688 8.1761