PENGARUH METODE PEMBELAJARAN SIMULASI BERBASIS

Download Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha ... pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan kelas yang dibelajarkan dengan mod...

1 downloads 673 Views 194KB Size
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN SIMULASI BERBASIS BUDAYA LOKAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPS Gd. Suharianta1, H. Syahruddin2, Ndara. Tanggu. Renda3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial antara kelas yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus VI Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas V di Sekolah Dasar No. 4 Kampung Baru sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V di Sekolah Dasar No. 3 Kampung Baru sebagai kelas kontrol. Data hasil belajar ilmu pengetahuan sosial dikumpulkan melalui tes hasil belajar yang kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata skor hasil belajar ilmu pengetahuan sosial yang dicapai kelas eksperimen adalah 23,25 atau 77,5% dengan kategori tinggi. Sementara rata-rata skor yang dicapai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 18,50 atau 61,7% dengan kategori cukup. Berdasarkan pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Kata kunci : Metode Simulasi berbasis budaya lokal dan hasil belajar

Abstrack The aim of the research is to know the difference of the learning result of social science between the class which was given by simulation learning method based on the local culture and the class which was given by conventional learning method of the fifth grade student of elementary schools of fourth school group in Buleleng regency. The kind of this research are the fifth grade students of SD No 4 Kampung Baru as experiment class and the fifth grade student of SD No 3 Kampung Baru as a control class. The data of the learning research is collected by test which analyzed through descriptive statistic and t-test. The result of this research shown that the score of social science learning in experiment class is 23,25 or 77,5% with high category. However the average of the control class that given the conventional learning is 18,50 or 61,7% with medium category. Based on the hypothesis test, it can be concluded that there is a significant difference of social science learning result between the class which given simulation learning method in local based and the class which given conventional learning method. Key words : simulation learning method with local culture based and results of learning

PENDAHULUAN Pada hakikatnya ”pembelajaran adalah proses membelajarkan pembelajar. Pembelajaran direncanakan, dilaksanakan

dan dievaluasi secara sistematis oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran guru

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

juga dituntut untuk aktif dan kreatif dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan program yang telah ditentukan. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat” (Mulyasa, 2005). Hasil pembelajaran yang optimal dapat tercermin dalam pencapaian hasil pembelajaran siswa untuk semua mata pelajaran yang diperoleh di sekolah karena keterlibatan siswa secara menyeluruh dalam proses pembelajaran. Paradigma pembelajaran berpusat pada siswa (Student centered), mewajibkan kepada guru sebagai salah satu komponen yang sangat penting dan bertanggung jawab dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran dengan mengunakan berbagai strategi, pendekatan, metode, media serta alat evaluasi yang tepat. Pergeseran nilai budaya lokal telah terjadi dikalangan kehidupan masyarakat sehari-hari saat ini, yang semestinya nilai budaya lokal merupakan modal atau pijakan dalam pembangunan. “Tergesernya nilai-nilai budaya lokal diakibatkan derasnya arus teknologi, informasi dan rentannya daya tahan masyarakat terhadap arus tersebut, sehingga terkesan bahwa budaya lokal dianggap kurang penting dalam kehidupan” (Kuntowijoyo,2006:42). Hal ini pun terjadi pada proses pembelajaran di sekolah dasar. Maka dari itu, dalam proses pembelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa dan kebudayaan lokal daerah setempat. Di dalam UU no 20 tahun 2003 pada pasal 37 ayat (1) menyatakan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: Pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejujuran, muatan lokal tidak terkecuali IPS. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di pendidikan dasar khususnya di SD. Mata pelajaran IPS di SD sebagai mata pelajaran yang merupakan pondasi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan

dapat menghadapi tantangan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Nursid Sumaatmaja (dalam Hidayati, 2008:1.24) juga menekankan bahwa “tujuan utama dari pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta masyarakat”. Tujuan utama dari pembelajaran IPS tersebut dapat dicapai apabila program-program pembelajaran IPS khususnya di SD dapat diaplikasikan dan diorganisasikan dengan baik. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya, khususnya IPS seperti (1) memperbaharui kurikulum, (2) berbagai program pelatihan dan pendidikan, (3) kelompok kerja guru (KKG) atau program musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), (4) program sertifikasi guru dan dosen, (5) perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan (6) peningkatan anggaran pendidikan dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sampai 20% (UUD 1945 pasal 31 ayat 4). Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan penyempurnaan undang-undang kependidikan, serta peraturan operasional secara teknik yang salah satunya sedang diterapkan di sekolah saat ini adalah Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses, meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Upaya yang dilakukan pemerintah belum menunjukkan hasil yang memuaskan khususnya masuk perbaikan kualitas pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pembelajaran IPS di kelas V di enam sekolah dasar Gugus VI Kampung Baru Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013 menunjukan guru tidak mencerminkan pembelajaran yang bersifat konstruktivis sesuai dengan paradigma yang dianut oleh kurikulum KTSP. Guru dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, memaknai siswa

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

yang aktif belajar sehingga guru tidak perlu membuat persiapan mengajar yang memadai, yang dapat mencerminkan terjadinya proses belajar dengan paradigma konstruktivis. Sebagian besar pembelajaran berorientasi materi, tidak berorientasi kompetensi, guru lebih banyak menggunakan buku ajar atau LKS, tidak beracuan pada program pembelajaran yang telah dibuat. Paradigma pembelajaran tersebut berimbas pada hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS. Berdasarkan hasil belajar IPS siswa kelas V yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa hasil belajar IPS masih tergolong rendah karena sebagian besar siswa mendapatkan nilai ulangan umum yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sehingga guru harus memberikan remidi. Tetapi kenyataan selanjutnya, ketika guru sudah memberikan remidi masih saja ada siswa yang belum mencapai KKM sebesar 65. Oleh karena itu, perlu dirancang pembelajaran IPS yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan sekaligus menanamkan penggunaannya di lingkungan nyata siswa yang nantinya dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam pengajaran IPS dilakukan sebuah inovasi. Rasanya kurang efektif apabila diselesaikan secara teori saja (ceramah). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar IPS yaitu Metode Pembelajaran Simulasi berbasis Budaya Lokal. Guru bisa mengaitkan materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi nyata dari daerah setempat serta menanamkan pada siswa untuk menjaga kebudayaan lokal daerah setempat. Metode Simulasi merupakan suatu metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan (imakan) yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya (Pusat Bahasa Depdiknas, 2005). Dengan metode simulasi ini siswa memiliki kemampuan untuk bekerja sama, komunikasi, dan interaksi terhadap permasalahan. Pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menekankan pada kesuksesan peserta didik dalam mengorganisasikan

pengalaman mereka, sehingga bukan kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2005) simulasi adalah suatu metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan (imakan) yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya; simulasi: penggambaran suatu sistem atau proses dengan peragaan memakai model statistic atau pemeran. Udin Syaefudin Sa’ud (2005:129) simulasi adalah “sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu”. Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi itu adalah sebuah model yang berisi seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem kehidupan yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusankeputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa dimodifikasi secara nyata. Sri Anitah, W. DKK (2007:5.22) metode simulasi merupakan “salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok”. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di sekolah dasar. Pada prinsipnya dalam proses belajar mengajar, tidak ada satu pun metode pembelajaran yang terbaik, yang ada adalah metode belajar yang tepat untuk proses belajar tersebut. Artinya metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi saat proses belajar. Dengan demikian metode simulasi tidak selalu tepat setiap saat untuk digunakan, akan tergantung bagaimana karakteristik dari siswa, guru, materi pembelajaran dan faktor sumber daya yang ada. Metode pembelajaran simulasi bisa dilaksanakan secara efektif dengan syarat: a) Menurut Depdiknas (2005:134), bahwa metode simulasi memerlukan ketersediaan “bahan dan alat yang memadai untuk melaksanakan simulasi tersebut”. (Syaiful Bahri Djamarah 2006:92), “kesiapan dari guru untuk mengarahkan siswa dalam

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

melaksanakan simulasi, artinya guru memahami betul apa yang harus dilakukan siswa dalam simulasi tersebut, guru berperan sebagai sutradara yang memberi batasan dan arahan sehingga apa yang disimulasikan tidak keluar dari koridor tujuan pembelajaran”. Guru harus membuat perencanaan yang jelas. Dalam perencanaan tersebut harus terdapat tujuan dan indikator yang diharapkan dari PBM yang terjadi, b) Kesiapan dari siswa untuk melaksanakan simulasi, artinya sebelum melaksanakan simulasi siswa sudah memahami apa saja yang harus dilakukannya. Dengan demikian berarti metode simulasi ini harus dipadukan dengan metode lain misalnya metode ceramah, fungsinya untuk membuat prekondisi yang kondusif untuk simulasi, c) Tersedianya waktu yang cukup untuk melaksanakan simulasi. Kegiatan harus utuh, tidak boleh terganggu karena waktu yang tidak mencukupi. Metode ini tidak cocok bila digunakan pada pelajaran yang memiliki waktu relatif pendek misalnya 2 jam pelajaran. Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan batasan terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan konteks, namun secara etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya merumuskan sebuah definisi terhadap local culture atau local wisdom ini. berikut penjelasannya a) Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh: kebudayaan nasional, b) Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau daerah. Contoh : Budaya Bali, c) Subculture, merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini tidaklah bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya gotong royong, d) Counter-culture, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya individualisme. Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana

terdiri dari masyarakat yang bersifat manajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi. Jacobus Ranjabar (2006) mengatakan bahwa dilihat dari sifat majemuk masyarakat Indonesia, maka harus diterima bahwa adanya tiga golongan kebudayaan yang masing-masing mempunyai coraknya sendiri, ketiga golongan tersebut adalah sebagai berikut a) Kebudayaan suku bangsa (yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan nama kebudayaan daerah), b) kebudayaan umum lokal, dan c) kebudayaan nasional Sementara itu, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melaui tes. Model pembelajaran konvensional yang masih sering digunakan oleh seorang guru saat ini khususnya dalam pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang masih didominasi oleh ceramah dan latihan soal. Dipandang sebagai suatu sistem maka dalam proses pembelajaran terdapat sejumlah komponen yaitu tujuan, metode, strategi, materi atau bahan ajaran, evaluasi dan komponen penunjang. Budaya lokal merupakan salah satu komponen penunjang dalam pembelajaran. Budaya lokal itu merupakan perpaduan antara nilainilai suci sabda Tuhan dan berbagai nilai yang ada di mana budaya lokal itu terbentuk seperti keunggulan budaya masyarakat setempat, maupun kondisi geografis sumber daya alam setempat dalam artian luas. Gobyah (2010) mengemukakan kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah inilah yang disebut budaya lokal (local culture). Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (c)

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Jadi pada hakikatnya ”IPS merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya” (Hidayati, 2008:1.6). Saidiharjo (dalam Hidayati, 2008:1.7) juga menyatakan bahwa “IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik”. Ditegaskan pula oleh Mulyono (dalam Tjandra, 2005:5) bahwa ”IPS merupakan perwujudan dari pendekatan interdisipliner dari pengajaran ilmu-ilmu sosial. Ilmu sosial tersebut, mempunyai ciri-ciri yang sama, sehingga dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu IPS”. Dalam melakukan suatu kegiatan setiap orang ingin mengetahui hasil dari kegiatan yang dilakukan. Begitu juga dalam proses pembelajaran hasil belajar sangat berpengaruh dengan kelulusan yang akan dihasilkan. Di antara para pakar pendidikan dan psikologi tidak memiliki definisi dan perumusan yang sama mengenai pengertian hasil belajar, namun di antara mereka memiliki pemahaman yang sama mengenai makna hasil belajar. Sebagaimana yang dikemukakan Dimyati dan Mudjiono (2002:3) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan “hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar”. Hasibuan dan Moedjiono (2000:5), menjelaskan bahwa terdapat lima macam kemampuan hasil belajar. Kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah: a) keterampilan intelektual, b) strategi kognitif, c) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta, d) Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, e) sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki sesorang. Menurut Nurkancana dan Sunartana (1992:12)

bahwa “hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh pebelajar setelah mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu”. Pendapat ini menyatakan bahwa hasil siswa juga berarti hasil guru. Dengan dihasilkannya hasil belajar siswa yang baik maka hal itu menunjukkan keberhasilan seorang guru dalam mengajar dan begitu pula sebaliknya, jika hasil belajar siswa kurang baik maka guru tersebut kurang berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Hasil belajar menunjukkan adanya peningkatan dalam proses pembelajaran. Nasution (1982:29) memberikan pengertian bahwa “hasil belajar adalah suatu kegiatan belajar pada siswa yang dilaksanakan melalui tes”. Hasil belajar biasanya memuaskan maupun kurang memuaskan tergantung dari ketekunan, kemampuan dan kegigihan untuk mencapai nilai yang tinggi. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar. Ciri-ciri hasil belajar yang dikemukakan oleh Dimyati dan Moedjiono (1999:201) bahwa 1) hasil kognitif merupakan kemajuan intelektual yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar dengan ciri-ciri perubahan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi, 2) Sikap (afektif). Hasil belajar efektif adalah perubahan sikap yang dialami oleh siswa yang berupa penerima atau perhatian, adanya tanggapan dan respon serta penghargaan, 3) Keterampilan (psikomotor). Hasil belajar psikomotor merupakan perubahan tingkah laku yang berupa keterampilan siswa, keberanian, minat, kreativitas dan partisipasi di dalam kegiatan sebagai usaha tanpa tekanan dari guru atau orang lain. Pendapat tersebut didukung oleh Muhaimin, dkk (1999:45) menyatakan bahwa ciri-ciri hasil belajar adalah ”(1) Menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial, (2) Perubahan itu pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu relatif lama, dan (3) Perubahan itu terjadi karena usaha”. Pada penelitian ini, hasil belajar yang diukur adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa pada aspek kognitif pada mata

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

pelajaran IPS setelah melalui proses pembelajaran dalam metode tertentu yang diukur dengan metode hasil belajar atau tes. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni “faktor dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan” (Sudjana, 2005:39). Disamping kemampuan yang dimiliki siswa, ada juga faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Bloom (dalam Sudjana, 2005:38) mengatakan bahwa “hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan”. Sementara Caroll (dalam Sudjana, 2005:40) berpendapat bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni a) bakat pelajar, b) waktu yang tersedia untuk pelajar, c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, d) kualitas pengajaran, e) kemampuan individu”. Keefektifan metode pembelajaran simulasi telah dibuktikan oleh hasil penelitian dari peneliti lain. Suarta Wijaya (2011) membuktikan bahwa penerapan metode pembelajaran simulasi dapat meningkatkan hasil belajar PKN siswa kelas V SD No 4 Kampung Baru. Berdasarkan uraian tentang metode pembelajaran simulasi dan metode pembelajaran konvensional yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian eksperimen ini ingin diketahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara kelas yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan kelas yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran konvensional siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus VI Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng? Untuk memecahkan masalah tersebut, diperlukan dua sampel kelas yang dibagi menjadi kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS setelah menggunakan metode

pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal di kelas V SD Gugus VI Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, 2) untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS setelah menggunakan metode pembelajaran konvensional di kelas V SD Gugus VI Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng dan 3) untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS antara siswa yang telah mengikuti metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan siswa yang telah mengikuti metode pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPS di kelas V Gugus VI Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Sementara dalam penelitian ini, dapat dirumuskan hipotesis yaitu terdapat perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus VI Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen, unit eksperimennya berupa kelas, sehingga penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Gugus VI Kecamatan Buleleng pada rentang waktu semester I (ganjil) tahun pelajaran 2013/2014. Populasi yang digunakan adalah keseluruhan siswa kelas V semester ganjil di SD Gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 191 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah simple random sampling. Pengambilan sampel yang dilakukan secara acak atau random dari populasi, yang mungkin setiap individu berpeluang untuk menjadi sampel penelitian, dengan cara rendomisasi atau dengan cara melalui undian. Dari hasil undian diperoleh SD No. 4 Kampung Baru sebagai kelas eksperimen sebanyak 28 siswa dan SD No. 3 Kampung Baru sebagai kelas kontrol sebanyak 34 siswa.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil belajar IPS kelompok eksperimen yang berjumlah 28 siswa diperoleh mean (M) = 23,25, median (Md) = 23,37, modus (Mo) = 23,51, standar deviasi (s) = 4,061, varians (s2) = 16,491, rentangan (R) = 17, skor maksimal = 30 dan skor minimal = 13. Data hasil belajar IPS kelompok eksperimen dapat disajikan dalam bentuk kurve poligon seperti gambar di bawah ini. Frekuensi

10 5

0 53.5 61.5 69.5 77.5 85.5 93.5

Titik Tengah

Gambar 1. Kurve Poligon Data Kelompok Eksperimen Berdasarkan gambar kurve di atas maka diketahui Mo > Md > M. Dengan demikian, kurve poligon di atas membentuk kurve poligon juling negatif. Artinya, sebagian besar skor hasil belajar IPS kelompok eksperimen cendrung tinggi. Jika dikonversikan ke dalam PAN skala lima, maka skor rata-rata hasil belajar IPS kelompok ekspermen yang dibelajarkan

dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal berada pada kategori sangat baik. Sedangkan data hasil belajar IPS kelompok kontrol yang terdiri dari 34 siswa diperoleh mean (M) = 18,50, median (Md) = 18,38, modus (Mo) = 18,36, standar deviasi (s) = 3,449, varians (s2) = 11,894, rentangan (R) = 15, skor maksimal = 26 dan skor minimal 11. Data hasil belajar IPS kelompok kontrol dapat disajikan dalam kurve poligon seperti gambar di bawah ini. 10

Frekuensi

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-test only control group design. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif pilihan ganda terdiri dari 40 (empat puluh) butir soal yang akan diujicobakan di lapangan. Sebelum tes digunakan, maka dilakukan uji coba instrumen yaitu uji validitas dan reliabilitas. Berdasarkan hasil analisis dari 40 butir soal yang diujicobakan di lapangan, 30 soal terbaik dipilih sehingga dapat dipakai untuk penelitian dan 10 soal tidak dipakai untuk penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Sebelum melakukan uji hipotesis, maka harus dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

8 6 4 2 0 37.5 43.5 49.5 55.5 61.5 67.5

Titik Tengah Gambar 2. Kurve Poligon Data Kelompok Kontrol Berdasarkan gambar kurve poligon di atas diketahui Mo < Md < M. Dengan demikian kurve poligon di atas membentuk kurve poligon juling positif. Artinya, sebagian besar skor hasil belajar IPS kelompok kontrol cenderung rendah. Jika dikonversikan ke dalam PAN skala lima, maka skor rata-rata hasil belajar IPS kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan pendekatan konvensional berada pada kategori kurang. Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat. Terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas terhadap data skor hasil belajar IPS siswa. Uji normalitas ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut berdistribusi normal. Uji normalitas data hasil belajar IPS dianalisa (X 2 ) menggunakan uji Chi-Square dengan kriteria apabila 2 2 X hitung X tabel maka data hasil belajar IPS siswa berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah suatu distribusi empirik mengikuti cirri-ciri

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

distribusi normal atau menyelidiki bahwa f 0 (frekuensi yang diperoleh dari sampel) dari gejala-gejala yang diselidiki tidak menyimpang secara signifikan dari f h (frekuensi yang diharapkan) dalam distribusi normal teoritik. Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil post-test hasil belajar IPS kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Berdasarkan dari hasil perhitungan menggunakan rumus Chi-Square, hasil post-test kelompok eksperimen diperoleh X 2 adalah 0,5779 pada taraf signifikasi 5% dan dk = 3 diketahui X 2 tabel 7,815. Ini 2 X 2 tabel (0,5779 < berarti bahwa X hitung 7,815), maka data hasil post-test kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan hasil post-test kelompok kontrol 2 diperoleh X hitung adalah 6,7418 pada taraf signifikasi 5% dan dk = 3 diketahui X 2 tabel 2 X 2 tabel 7,815. Ini berarti bahwa X hitung (6,7418 < 7,815), maka data hasil post-test kelompok control berdistribusi normal. Setelah melakukan uji prasyarat yang pertama yaitu uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji prasyarat yang kedua yaitu uji homogenitas varians. Uji homoginitas varians data hasil belajar IPS dianalisis menggunakan uji F dengan kriteria kedua kelompok memiliki varians homogen jika Fhitung Ftabel dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1 1 dan derajat kebebasan untuk penyebut n 2 1 . Homogenitas varians data hasil belajar IPS siswa dianalisis dengan uju Fisher (F) dengan kriteria dua kelompok memiliki varians yang homogen jika Berdasarkan hasil Fhitung Ftabel . perhitungan yang telah dilakukan diperoleh Fhitung = 1,386. Pada tabel nilai distribusi F pada taraf signifikasi 5% dengan db pembilang 27 dan db penyebut = 33 diperoleh Ftabel 1,84. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar IPS siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen.

Hipotesis penelitian yang diuji adalah terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa yang signifikan antara siswa yang mengikuti metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Pada uji hipotesis ini menggunakan uji-t independent (sampel tak berkolerasi). Dari hasil uji normalitas yang menunjukan bahwa data hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok control adalah normal, dan data hasil uji homogenitas yang menunjukan bahwa varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogeny serta jumlah siswa pada tiap kelas yang berbeda maka pada uji-t sampel tak berkolerasi ini digunakan uji-t. Berdasarkan uji prasayarat analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas varians, diperoleh bahwa sebaran data hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian ( H 1 ) dan hipotesis nol ( H 0 ) . Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkolerasi). Karena ukuran sampel berbeda (n1 n2 ) maka dipergunakan analisis uji-t (t-test) dengan rumus polled varians dengan kriteria H 0 ditolak jika

t hit

t tab dan H 0 diterima jika t hit

dengan

taraf

db

n2

n1

t tab

signifikasi 5% dan 2 . Hasil analisis uji-t untuk

hasil belajar IPS siswa diperoleh t hitung = 5,026. Sedangkan t tabel = untuk db = 60 dengan taraf signifikasi 5% menunjukan t tabel = 2,000. Hal ini berarti t hitung t tabel . Berdasarkan kriteria pengujian, maka H 0 ditolak dan H 1 diterima artinya terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang mengikuti antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

metode konvensional. Dilihat dari nilai rerata hitung, ternyata rerata skor hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal lebih tinggi dibandingkan rerata skor hasil belajar IPS siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Ini berarti pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa. Hasil belajar IPS dengan penerapan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal lebih baik daripada hasil belajar IPS pada siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Keadaan yang diperoleh tersebut juga didukung oleh hasil penelitian dari peneliti lain. Suarta Wijaya (2011) telah menerapkan metode pembelajaran simulasi pada mata pelajaran PKN di sekolah dasar. Hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa penerapan metode pembelajaran simulasi memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar pada siswa. Saat pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen, siswa menjadi lebih aktif dan cenderung untuk melakukan komunikasi dengan siswa lain. Hal tersebut disebabkan karena siswa dilibatkan langsung dalam menentukan keputusan terhadap permasalahan yang diberikan dalam kelompok belajarnya. Secara umum siswa juga tidak memiliki waktu untuk diam saja dan tidak terkesan membosankan yang dapat menyebabkan siswa mengantuk. Penerapan metode simulasi berbasis budaya lokal dapat membina hubungan komunikatif dan bekerjasama dalam kelompok dalam melakukan interaksi sosial. Siswa kelas V di SD No. 4 Kampung Baru sangat antusias dalam memerima pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal karena siswa menginginkan suasana baru dalam belajar khususnya IPS. Selain itu siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang biasa mereka lakukan dimana guru

yang berperan aktif dalam pembelajaran dan siswa akan menjawab pertanyaan jika diminta oleh guru serta siswa hanya mencatat dan mengerjakan berbagai soal latihan, sehingga siswa menjadi pasif dan cenderung membosankan. Berbeda dengan SD No. 4 Kampung Baru, di SD No. 3 Kampung Baru yaitu di kelas V diterapkan model pembelajaran konvensional yang dalam kegiatan belajarnya lebih banyak mengarah pada metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Pada saat pembelajaran siswa cenderung pasif dan terkesan bosan dengan situasi belajar seperti itu, sehingga membuat beberapa siswa menunjukkan ekspresi mengantuk saat belajar. Metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal juga memiliki sejumlah hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan yang terlihat yaitu pertama sulitnya membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen. Kedua, banyak siswa yang ingin mendapatkan bimbingan dari guru. Ketiga, adanya siswa yang masih malu bertanya kepada guru. Hambatanhambatan itu muncul karena siswa perlu beradaptasi dengan cara belajar yang baru pada pertemuan pertama. Hambatanhambatan tersebut berkurang pada setiap pertemuan dan mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Strategi-strategi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah (1) melakukan pendekatan persuasif kepada siswa agar membentuk kelompok secara heterogen, (2) memberikan pernyataan-pernyataan yang dapat memotivasi siswa mengeluarkan gagasannya, (3) memberikan beberapa pertanyaan yang dapat mendiagnosa kesulitan belajar yang dihadapi siswa, (4) membiasakan siswa belajar dalam kelompok, (5) memberikan petunjuk yang mudah diikuti siswa, (6) membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS di jenjang sekolah dasar sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus VI di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Adapun beberapa saran yang dapat diajukan yaitu kepada guru sekolah dasar diharapkan untuk dapat menerapkan metode pembelajaran simulasi berbasis budaya lokal dalam pembelajaran IPS, karena metode ini terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa. Kepada kepala sekolah, hendaknya memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengembangkan/meningkatkan karier dan keprofesionalan guru agar muncul cara yang kreatif dan inovatif dalam kegiatan mengajar di sekolah. Kemudian kepada peneliti lain diharapkan untuk mendalami berbagai situasi dan kondisi serta berbagai metode pembelajaran, sehingga nantinya kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini dapat diperbaiki dalam penelitian selanjutnya. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional.

Dimyati dan Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta. Gobyah, I Ketut. 2010. Berpijak Pada Kearifan Lokal. Tesedia pada http://www.iloveblue.com/bali_gaul_f unky/artikel_bali/detail/2750.htm (diakses pada tanggal 14 Februari 2013) Hidayati. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta. Dirjendikti Depdiknas - Hopkins Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Undiksha. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Suarta Wijaya Nyoman. 2011. Penerapan Metode Simulasi Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V Semester II Sekolah Dasar Negri 4 Kampung Baru Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2010/2011. Laporan PTK (Tidak diterbitkan). Jurusan S1 PGSD, Undiksha Singaraja.