PENGARUH POLIMER TERHADAP KARAKTERISTIK COKELAT

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul “Pengaruh Polimer terhadap Karakteristik Cokelat” adalah benar karya saya dengan arah...

0 downloads 465 Views 18MB Size
PENGARUH POLIMER TERHADAP KARAKTERISTIK COKELAT

MARYANTI

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul “Pengaruh Polimer terhadap Karakteristik Cokelat” adalah benar karya saya dengan arahan Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Maryanti NIM F252100075

RINGKASAN MARYANTI. Pengaruh Polimer terhadap Karakteristik Cokelat. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan SLAMET BUDIJANTO Kualitas utama dari cokelat adalah kestabilian teksturnya selama penyimpanan. Pelelehan cokelat sering menjadi masalah selama penyimpanan dan transportasi, terutama ketika cokelat terpapar suhu lingkungan yang cukup tinggi. Pada penelitian ini, parameter fisik cokelat yang dianalisa adalah tekstur yang secara objektif diukur nilai kekerasan dan kelengketannya dan secara sensori diukur dengan nilai snap dan % menempel di kemasan, rheology diukur dengan nilai viscositas, serta parameter warna dan rasa. Parameter yang diinginkan adalah cokelat dengan tekstur lebih keras namun tetap bisa meleleh saat dikonsumsi, tidak lengket di kemasan, skor snap baik, viskositas tidak berbeda nyata dengan kontrol, warna dan rasa yang tidak berubah dibandingkan dengan kontrol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh polimer (dekstrin, gelatin, tepung putih telur, dan kitosan) terhadap karakteristik cokelat. Cokelat diproduksi melalui tahapan berikut: bahan baku diconching di mesin blade mill selama 10 jam pada suhu 70-80oC, dihaluskan selama 6-8 jam agar diperoleh ukuran partikel 20-25 µm, kemudian dicampur dengan polimer pada konsentrasi yang berbeda (0,5%, 1,0%), ditempering, dicetak, dikemas dalam aluminium foil, dan disimpan selama 2 minggu pada 18-20oC dan RH max 50%. Produk cokelat tanpa penambahan polimer digunakan sebagai kontrol. Cokelat dianalisis tekstur (TA-XT2), viskositas (Brookfield HADV-II + Pro), persen menempel pada pengemas, warna (Hunter Lab CFLX-45-2), dan analisis sensorik (kemudahan patah dan rasa). Penambahan polimer tepung putih telur secara tunggal sampai konsentrasi 1% dapat meningkatkan kekerasan, menurunkan kelengketan, meningkatkan snap, menurunkan persen menempel di kemasan, meningkatkan viskositas, meningkatkan skor warna L, a, dan b sehingga warna lebih ke arah kuning, meningkatkan rasa manis serta menurunkan rasa pahit dan kakao. Penambahan polimer kitosan secara tunggal sampai konsentrasi 1% tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan dan kelengketan, memberikan efek yang bervariasi terhadap snap, menurunkan persen menempel di kemasan, meningkatkan viskositas, meningkatan skor warna L, menurunkan skor warna a dan b sehingga warna lebih kearah kuning, meningkat-kan rasa manis namun masih mempertahankan rasa pahit dan kakao. Perlakukan yang cukup memenuhi parameter yang diinginkan adalah penggunaan 1,0% tepung putih telur dimana menghasilkan cokelat yang lebih keras, dan tidak mudah patah, serta viskositas yang relatif tidak berubah. Persen produk yang menempel pada kemasan juga lebih sedikit dibandingkan kontrol. Parameter warna (nilai L dan b), dan rasa manis masih dapat diterima walaupun masih lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan produk kontrol. Keyword: cokelat, polimer, kekerasan, snap

Commented [T1]: Apabisa ditambahkan kesimpulan penting

SUMMARY MARYANTI. The Effect of Polymer on Chocolate Characters. Supervised by FERI KUSNANDAR and SLAMET BUDIJANTO The main quality of baking chocolate is its texture stability during storage. However, the melting of baking chocolate becomes a serious problem during storage and transportation, especially when the product is exposed to a high storage temperature. This research define phisic parameter as texture hardness, adhesiveness, snap and % adhesiveness on packaging material, rheology measured as viscosity, surface measured as color and sensory taste. The target character are chocolate that have hardness better than control, no adhesive at packaging, better snap, no viscosity change, no change in color and no change in taste. The objective of this research was to evaluate the effect of type and concentration of polymer (dekstrin, gelatine, eggwhite powder, and chitosan) on chocolate qualities. Chocolate was produced by following steps: the raw material was conched in a blade mill for 10 hours at 70-80oC, refinned for 6-8 hours to obtain 20-25 µm in size, mixed with 0.5-1.0% polymers), tapped, tempered, packaged and aged for two weeks at 18-20oC and relative humidity of up to 50%. Chocolate without the addition of polymer was used as a control. The baking chocolate was analysed in terms of texture (TAX-T2), viscosity (Brookfield HADV-II+Pro), % adhesive at packaging material, color (Hunter Lab CFLX-452), and sensory quality (snap/brittleness dan taste). The use of eggwhite powder as single polimer up to 1% increased hardnes and snap parameter, decreased adhesiveness dan % adhesive, increased viscosity, changed color into yellowish, changed taste into sweeter and decreased bitterness. The use of chitosan as single polimer up to 1% had no effect on hardness and showed variasion on snap parameter, decreased adhesiveness and % adhesive, increased viscosity, changed color into yellowish, and increased sweet intensity althouhg its had no effect on bitterness. The use of 1.0% of eggwhite powder near to meet the best result because its can improved texture stability of chocolate in terms of its hardness, viscosity, % adhesive, dan snap parameters. The color parameters (L and b values), and sweetness were acceptable but it still had lower quality than that of chocolate control. Keyword: chocolate, polymer, hardness, snap

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGARUH POLIMER TERHADAP KARAKTERISTIK COKELAT

MARYANTI

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul tesis Nama NIM:

: Pengaruh Polimer terhadap Karakteristik Cokelat : Maryanti : F252100075

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Magister profesi Teknologi Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS

Dr.Ir. Dahrul Syah

Tanggal Ujian : (tanggal pelaksanaan ujian)

Tanggal Lulus : (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Elvira Syamsir, Msc

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Mei 2012 adalah “Pengaruh polimer terhadap karakteristik cokelat”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Bapak Prof.Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran, serta Dr.Ir. Elvira Syamsir, M.Sc sebagai dosen penguji luar, serta Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, MS sebagai Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan. Di samping itu penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Susanna Solichin selaku pimpinan perusahaan PT Gandum Mas Kencana, Bapak Puji Satyawan selaku Business Operational Manager dan Ibu Yuhlanny selaku Manager Research and Quality Manager atas kesempatan studi yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di divisi Research and Quality khususnya Departemen Riset dan Pengembangan Cokelat PT Gandum Mas Kencana, serta keluarga atas bantuan dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

Maryanti

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 1 DAFTAR TABEL .................................................................................................................... 2 DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 2 DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. 3 I.

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4 A.

Latar Belakang......................................................................................................... 4

B.

Perumusan Masalah................................................................................................ 5

C.

Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5

D. II. A.

Komposisi Cokelat .................................................................................................. 7

B.

Dekstrin ................................................................................................................... 9

C.

Gelatin .................................................................................................................. 10

D.

Kitosan .................................................................................................................. 11

E.

Tepung Putih Telur ................................................................................................ 12

III.

METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 14

A.

Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................................. 14

B.

Bahan dan Alat ...................................................................................................... 14

C.

Tahapan Penelitian ............................................................................................... 15

1.

Pembuatan Cokelat.............................................................................................. 15

2.

Tahap Pemilihan Polimer ..................................................................................... 16

3.

Tahap Penentuan Konsentrasi Polimer................................................................ 17

4.

Metode Analisis ................................................................................................... 18

IV.

V.

Manfaat Penelitian.................................................................................................. 6 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 7

HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................... 21

A.

Pemilihan Polimer ................................................................................................. 21

B.

Penentuan Konsentrasi Polimer ........................................................................... 22

C.

Jenis dan Konsentrasi Polimer Terpilih ................................................................ 35 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 38

1

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komposisi trigiserida beberapa lemak kakao (%wt)………..….……... 8 Tabel 2.2. Komposisi dan karakteristik fisiko kimia putih telur ……………….. 13 Tabel 3.1 Rancangan percobaan……………………………………………..…. 17 Tabel 3.2. Skor untuk menilai mutu sensori cokelat……………………………….. 19 Tabel 4.1 Hasil uji snap pada sampel cokelat…………………………………. 21 Tabel 4.2 Analisa parameter fisik cokelat …………………………………………... 24 Tabel 4.3 Analisa parameter warna dan rasa cokelat …………………………... 30 Tabel 4.4 Penilaian parameter cokelat …..….……..………………………….... 36

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kandungan lemak pada lemak kakao (%wt)…………………..... 9 Gambar 2.2 Struktur kimia kitosan…………………………………………... 12 Gambar 3.1 Pembuatan cokelat + polimer………………………...…………. 16 Gambar 4.1. Bentuk fisik cokelat dengan perlakuan tepung putih telur (TPT) dan kitosan (K) ……..…………….……........……...................... 23 Gambar 4.2. Grafik kekerasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan ……........................................................... 25 Gambar 4.3. Grafik kelengketan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan ................................................................... 26 Gambar 4.4. Grafik snap cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan ………………………………………………… 28 Gambar 4.5. Grafik % menempel di kemasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur da kitosan …..…………………………… 29 Gambar 4.6. Grafik warna L cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan …...…….…………………....................... 32 Gambar 4.7. Grafik warna a cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan …….…………………...................................... 32

2

Gambar 4.8. Grafik warna b cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan ………………………………………………….33 Gambar 4.9. Grafik rasa manis cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan ………………………………………..… 34 Gambar 4.10. Grafik rasa kakao cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan ………………………………………….. 35

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis varian parameter kekerasan ……..……...…….…………. 41 Lampiran 2. Analisis varian parameter kelengketan …..…...…………..………. 42 Lampiran 3. Analisis varian parameter % menempel di kemasan …………..…. 43 Lampiran 4. Analisis varian parameter viskositas ……….…………………….. 44 Lampiran 5. Analisis varian parameter warna …..……………….………….…. 45 Lampiran 6. Analisis varian parameter rasa …..…………………………….…. 48

3

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Cokelat merupakan produk yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Cokelat memiliki rasa yang enak, teksturnya lembut, keras tetapi mudah patah (snap), mudah meleleh saat di mulut. Hal ini menjadikan cokelat salah satu produk pangan yang digemari oleh semua golongan usia dan tingkatan ekonomi. Cokelat umumnya meleleh pada suhu 30-34oC, bahkan cokelat susu atau cokelat putih meleleh pada suhu 27oC. Untuk mempertahankan cokelat agar tetap memiliki bentuk yang utuh seperti setelah dicetak, cokelat didistribusikan dan disimpan pada suhu di bawah titik lelehnya dan pada kondisi kelembaban udara yang terkendali. Produsen di daerah sub-tropis menyarankan kondisi transportasi dan penyimpanan cokelat adalah pada suhu 15-20oC dengan kelembaban udara kurang dari 50%. Wilayah tropis seperti Indonesia memiliki suhu udara berkisar 21-34oC dengan rata-rata 27oC, yang berada di atas suhu penyimpanan yang direkomendasikan tersebut. Banyak distributor maupun retailer cokelat tidak memiliki fasilitas (armada, gudang, dan ruang displai) dengan suhu yang dapat dikendalikan. Pada saat siang hari suhu distribusi dan ruang penyimpanan/displai bisa mencapai diatas 30oC yang menyebabkan cokelat mulai meleleh dan berubah karakter fisiknya. Berdasarkan masalah tersebut, maka penelitian untuk meningkatkan titik leleh cokelat di atas suhu transportasi dan penyimpanan menjadi perhatian. Stortz dan Marangoni (2011) menjelaskan beberapa metode untuk meningkatkan titik leleh cokelat, yaitu (1) pengembangan jaringan struktur mikro bahan, (2) menaikkan titik leleh fase lemak, dan (3) penggunaan polimer. Metode pengembangan jaringan struktur mikro bahan mulai banyak dikembangkan di dunia industri lebih dari 30 tahun yang lalu. Cadburry Limited telah mematenkan Heat Resistant Chocolate (HRC) (US Patent 4081559, 1978), dimana cokelat dibuat dengan menambahkan air. Battele Memorial Institute (Giddey 1984) dengan US Patent 4446166 juga menyebutkan bahwa pembuatan HRC dapat dilakukan dengan pencampuran air pada cokelat konvensional. Tahun

4

1992 oleh Lotte Company Limited Patent 5160760 (Takemori 1992) juga mengemukakan metodenya yang tidak jauh berbeda yaitu sistem emulsi yang menggunakan air. Metode untuk menaikkan titik leleh fase lemak dilakukan dengan mengganti sebagian lemak kakao dengan lemak nabati dengan titik leleh yang lebih tinggi atau dikenal dengan istilah Cocoa Butter Improver (CBI), biasanya diperoleh dari tanaman Illipe (Shorea stenoptra) dan Shea (Butyrospermum parkii) (Becket 2008). Contoh lain sumber lemak nabati yang juga digunakan untuk menaikkan titik leleh cokelat adalah campuran lemak mahua (Madhuca latifolia) dan kokum (Garcinia indica) (Maheshwari dan Reddy 2005.) Metode penggunaan polimer dikembangkan di Nigeria oleh Ogunwolu dan Jayeola (2006). Polimer yang digunakan adalah pati jagung dan gelatin dengan beberapa variasi persentase. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan 10% pati jagung atau gelatin akan menaikkan titik leleh cokelat pada suhu 40-50°C, dibandingkan dengan cokelat susu (milk chocolate) yang memiliki titik leleh antar 25-33°C. Abdullah dan Zamri (2011) mengganti sebagian lemak kakao dengan campuran polimer pati jagung, xanthan gum dan gliserin untuk meningkatkan karakter kekerasan cokelat. B. Perumusan Masalah Dengan adanya beberapa metode untuk meningkatkan stabilitas terhadap suhu seperti disebutkan sebelumnya, maka dirasa perlu untuk menguji pengaruh polimer terhadap beberapa parameter mutu dari cokelat dan menjajaki potensinya untuk meningkatkan stabilitas cokelat terhadap suhu. Penggunaan polimer didasarkan pada kelayakan secara teknologi proses di industri cokelat. Polimer yang dipilih adalah dekstrin, gelatin, tepung putih telur dan kitosan. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan beberapa polimer (dekstrin, gelatin, tepung putih telur dan kitosan) terhadap parameter mutu cokelat dan mengevaluasi potensinya dalam meningkatkan stabilitas cokelat terhadap suhu penyimpanan.

5

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk diferensiasi produk, dimana diharapkan diperoleh cokelat yang lebih baik karakter ketahanannya terhadap suhu.

6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komposisi Cokelat Cokelat didefinisikan sebagai produk homogen yang dihasilkan melalui proses pencampuran produk kakao dengan atau tanpa penambahan susu, gula dan atau bahan pemanis lainnya, dan atau bahan tambahan pangan (CAC 2003). Cokelat yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada standar CODEX 2.1.1: cocoa butter ≥18%, fat free cocoa solid ≥14%, total cocoa solids ≥35%, vegetable fat ≤5% (CAC 2003 Spesifikasi mutu cokelat pada masing-masing tipe cokelat berbeda-beda dipengaruhi oleh komposisi dan proses pembuatan, seperti spesifikasi rasa dan aroma, tekstur, sifat alir, viskositas, ukuran partikel/kehalusan, penampakan visual, dll. Spesifikasi cokelat yang paling khas adalah titik lelehnya yaitu berkisar 30-32ºC. Umur simpan cokelat dan produk cokelat ditentukan oleh perubahan parameter mutu tersebut, baik yang bisa diamati secara visual maupun dengan analisa secara obyektif menggunakan instrumen. Perubahan penampakan visual yang sering dijumpai adalah fat bloom yaitu fenomena cokelat dimana sebagian fat meleleh dan muncul ke permukaan sehingga cokelat tampak berwarna putih, tektur mengeras dan susah meleleh dimana hal ini disebabkan oleh perubahan kristalisasi lemak (Becket 2008). Selain dari komposisi bahan baku, umur simpan cokelat dipengaruhi oleh kemasan dan kondisi penyimpanan. Komponen penyusun cokelat yang paling menentukan karakteristik meleleh dari cokelat adalah lemak kakao. Dalam lemak kakao, asam lemak penyusun utamanya terdiri atas hampir 33.2-37.4% asam oleat (C18:1), sekitar 32.9-37.1% asam stearat (C18:0) dan sekitar 23.7-25.5% asam palmitat (C16:0). Asam palmitat dan asam stearat merupakan asam lemak jenuh dimana keduanya tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap. Karena sebagian besar asam lemak penyusunnya relatif tidak bervariasi, maka lemak kakao memiliki sifat fisik unik yaitu cepat meleleh pada kisaran suhu yang tidak terlalu jauh yaitu antara suhu

7

ruang dengan suhu mulut (suhu tubuh). Komponen asam lemak kakao merupakan fase kontinyu triasilgrliserol primer 1,3-disaturated-2-oleogliserol, dengan posisi ikatan:

1.3-dipalmitoil-2-oleogliserol

(POP),

1-palmitoil-2-oleoil-3-

stearoilgliserol (POS) dan 1,3-distearoil-2-oleoilgliserol (SOS) dan sejumlah kecil asam lemak mono- dan di-asilgliserida, lemak polar, asam lemak bebas dan komponen larut lemak (Chaiseri dan Dimick dalam Afoakwa,2008) Komposisi trigliserida lemak kakao dari beberapa negara di dunia disebutkan oleh Shukla (2005) seperti pada Tabel 2.1 Lemak kakao Malaysia mengandung trigliserida tidak jenuh tunggal paling tinggi. Lemak kakao asal Brasil mengandung trigliserida tak jenuh tunggal paling rendah sedangkan trigliserida tak jenuh lainnya pada level paling tinggi. Lemak kakao dari India dan Sri Lanka memiliki sifat fisik mendekati lemak kakao dari Malaysia dalam hal kekerasan dan komposisi triasilgliserol. Tabel 2.1 Komposisi Trigiserida beberapa lemak kakao (%wt)

Trisaturated

TAG

Ghana

India

Brazil

Ivory Coast

Malaysia

Sri Lanka

Nigeria

PPS

0.3

0.6

Trace

0.3

0.8

-

0.3

PSS

0.4 0.7

0.5 1.1

Trace Trace

0.3 0.6

0.5 1.3

1.9 1.9

0.5 0.8

POS SOS POP SOA

40.1 27.5 15.3 1.1 84.0

39.4 29.3 15.2 1.3 85.2

33.7 23.8 13.6 0.8 71.9

39.0 27.1 15.2 1.3 82.6

40.4 31.0 15.1 1.0 87.5

40.2 31.2 14.8 1.0 87.2

40.5 28.8 15.5 1.0 85.8

PLiP POO PLiS SOO SLiS AOO

2.5 2.1 3.6 3.8 2.0 14.0

2.0 1.9 3.1 3.3 1.7 0.8 12.8

2.8 6.2 3.8 9.5 1.8 24.1

2.7 2.7 3.6 4.1 1.9 0.5 15.5

1.8 1.5 3.0 2.7 1.4 0.5 10.9

2.5 2.3 1.4 3.9 10.1

2.2 1.7 3.5 3.0 1.8 0.5 12.7

PLiO OOO SLiO ALiO LiOO

0.6 0.4 0.3 1.3

0.5 Trace 0.4 0.9

1.5 1.0 1.2 0.3 4.0

0.8 Trace 0.5 1.3

0.3 Trace 0.3

0.8 0.8

0.4 Trace 0.3 0.7

Total

Mono Unsaturated Total

Diunsaturated

Total Polyunsaturated

Total

Sumber: Shukla. (2005). P: palmitat.; S : sterarat.; O : oleat.; A : arakidonat.; Li:linoleat.

8

Kandungan lemak padat (solid fat conten) beberapa sampel lemak kakao oleh Shukla (2005), yang dihitung sebagai %berat diuji dengan Pulsed NMR BS684 method (tempering 40 jam, 26⁰C) disajikan pada Gambar 2.1. Berdasarkan Gambar 2.1 tersebut diketahui bahwa lemak kakao dari daerah tropis Asia (India, Malaysia dan Srilanka) memiliki grafik SFC yang lebih tinggi dibandingkan dengan Afrika Barat (Nigeria, Ivory Coast Nigeria) dan Amerika Selatan (Brazil). Hal ini menunjukkan bahwa lemak kakao daerah tropis Asia lebih keras pada suhu yang sama dan ini menunjukkan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Namun demikian, karakter lemak kakao tetap mudah meleleh di suhu tubuh manusia, yang mana ditunjukkan pada suhu 35⁰C, % SFC lemak kakao sudah mendekati nol, atau leleh sempurna.

Gambar 2.1 Kandungan lemak pada lemak kakao (%wt) (Shukla, 2005) B. Dekstrin Beberapa pati dimodifikasi agar mendapatkan karakter yang diinginkan seperti meningkatkan stabililitas terhadap panas, meningkatkan kelarutan, ketahanan terhadap asam atau basa, dan sebagainya. Pada penelitian ini digunakan dekstrin roasted starch dengan INS No. 1400. Dekstrin digunakan sebagai pengental, penstabil koloid, pengikat, dan agensia untuk menurunkan tegangan

9

permukaan (Codex 1996). Selain itu, dekstrin juga berfungsi sebagai penstabil emulsi dan mencegah kristalisasi gula. Dalam bulletin Food Innovation (Anonim 2008), disebutkan bahwa dekstrin dalam pangan digunakan pada konfeksioneri terutama dalam coating kembang gula/permen, dan tablet kompres. Dekstrin digunakan sebagai pelapis pengganti gom arab yang bersifat tidak lengket, tidak dusting, mudah untuk di kompres dan sangat baik dalam hal sebagai agensia pengikat dan elastisitas produk. Penggunaan dekstrin bertujuan memperlambat permen meleleh di mulut, meningkatkan release perisa (flavor), dan meningkatkan umur simpan. Salah satu penggunaan dekstrin dalam bidang pangan adalah sebagai pengganti lemak. Dekstrin menggantikan sebagian lemak pada kue, dimana dekstrin akan membentuk matriks yang stabil yang bersifat seperti partikel lemak dan memiliki tekstur creamy (Kim, et al, 2001). C. Gelatin Gelatin digunakan di industri pangan sebagai pembentuk gel. Gelatin merupakan protein dimana penyusunnya adalah 14% hidroxiprolin, 16% prolin dan 26% glisin. Isoionik gelatin bervariasi, tergantung dari cara pengolahannya. Gelatin tipe A yang diperoleh dari kolagen dengan perlakukan asam memiliki titik isoionik 7 sampai 9, sedangkan tipe B yang diperoleh dari kolagen dengan perlakuan basa, memiliki titik isoionik 4.8 sampai 5.2 (Cole 2000). Penggunaan gelatin instan pada produk cokelat telah dilakukan oleh gelita pada produk mereka yaitu fat reduced milk chocolate with intant gel schoko, yaitu produk cokelat dengan fat yang lebih rendah (25%) dengan penambahan gelatin 5%. Keunggulan penambahan gelatin 5% adalah tidak berpengaruh besar terhadap kondisi proses produksi, tidak mempengaruhi kristalisasi lemak kakao, serta tidak mempengaruhi kualitas secara keseluruhan baik melting, rasa, kekerasan dan mothfeelnya. (Schott 2011). Gelatin juga digunakan sebagai pengganti lemak dimana fungsinya adalah membentuk jaringan, dimana polimer ini saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk zona jaringan yang lebih kokoh (Miller, 2005).

10

Pada produk olahan susu, gelatin sangat kompatibel dengan protein susu sehingga memberikan kontribusi yang positif terhadap tekstur keseluruhan produk susu yang antara lain : (1) bersifat mengikat air sehingga membantu mencegah sineresis dalam yogurt dan krim asam, (2) dapat berfungsi menstabilkan busa pada produk krim aerasi seperti mousse, (3) kemampuannya dalam bersinergi dengan karagenan membuat gelatin sebagai pengental yang baik, (4) sifat gelling dapat menstabilkan susu rendah lemak dan sifat lelehnya yang seperti lemak berkontribusi sebagai pengganti lemak, dan (5) bersifat meleleh di mulut dengan tekstur yang lembut (PB Gelatin 2010). D. Kitosan Kitosan merupakan suatu polisakarida diproduksi secara komersial dengan cara deasetilasi dari kitin (dari kulit binatang Crustaceae atau dinding sel fungi). Derajat asetilasi berkisar 60-1005, dengan bobot molekul antar 3800–20000 Da, kitosan bersifat tidak larut dalam air. (EFSA 2011). Polimer kompleks karbohidrat dan protein ini memiliki no CAS 9012-76-4. Kitosan merupakan molekul kompleks, tersusun atas polisakarida dan asam amino. Penelitian tentang kitosan menjadi menarik bukan hanya karena sumber bahan baku yang belum dimanfaatkan dengan baik, namun juga karena material fungsional baru yang memiliki potensi pemanfaatan di berbagai bidang. Karakteristik kitosan seperti serat pangan. (Majeti dan Kumar 2000). Champagne (2008) menyebutkan bahwa kitosan adalah adalah kopolimer yang terutama terdiri atas β (1→4) terkait unit 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa, dan sisa unit 2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranosa, yang merupakan kelompok-kelompok fungsional hidrofilik dan hidrofobik, kitosan tidak bisa larut dalam air dan pelarut organik. Hal ini disebabkan oleh struktur kristal tersebut, yang dikaitkan dengan luas ikatan hidrogen intramolekul dan antar molekul antara rantai dan lembaran sebagaimana Gambar 2.2. Studi yang ditemukan tentang penggunaan kitosan pada produk cokelat adalah sebagai sumber serat pangan, sehingga kajian yang dilakukan adalah dari segi kesehatan.

11

Commented [T2]: DUKUNGAN PUSTAKA KENAPA DIPAKAI

Gambar 2.2 Struktur kimia kitosan (Champagne, 2008)

E. Tepung Putih Telur Telur ayam terdiri atas 60% putih telur, 30-33% kuning telur dan 9-12% cangkang. Total padatan putih telur adalah 11-12% (Ahn, 2012). Bubuk putih telur diperoleh dengan proses spray dry, secara luas digunakan sebagai bahan baku produk pangan karena sifat fungsionalnya sebagai pembentuk gel dan pembentuk busa (foam) (Alleoni 2006). Komposisi dan karakteristik fisiko kimia putih telur Commented [T3]: DUKUNGAN PUSTAKA KENAPA DIGUNAKAN

disajikan dalam Tabel 2.2 (Powrie dan Nakai 1985). Anonim (2005) menyebutkan sifat protein berubah dengan drastis jika

dipanaskan, sebagai contoh putih telur yang semula berupa cair menjadi padatan jika dimasak. Protein putih telur merupakan protein globular dimana akan menjadi keras jika telur didihkan. Contoh lain adalah penggunaan putih telur pada pembuatan meringue menunjukkan bahwa putih telur yang di kocok dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan protein terdenaturasi dimana ikatan hidrogen terputus dan memerangkap udara di sekitarnya. Dengan adanya pemanasan akan menstabilkan busa yang terbentuk. Putih telur digunakan dalam pangan sebagai pembentuk busa, agensia pengembang, sebagai agensia pengental, sebagai agensia pengikat.

12

Tabel 2.2. Komposisi dan karakteristik fisiko kimia putih telur

Ovalbumin Conalbumin

Albumen % bk 54.0 12.0

Ovomucoid Ovomucin

11.0 3.5

Protein

IP 4.5 6.1 4.1 4.55.0 10.7 5.5 5.8 10.0

MW (Da) 44,500 77,700

Td (o C) 84.0 61.1

28,000 5.5-8.3 x 166

77.0 -

Fosfolikoprotein Berikatan dengan ion logam Inhibitor tripsin Sialoprotein

75.0 92.5 -

Berikatan dgn biotin

Lisozime 3.4 14,300 Globulin G1 4.0 49,000 Globulin G2 4.0 49,000 Avidin 0.05 68,300 Sumber: Powrie dan Nakai. (1985). IP: isoelectric point.; Td: denaturation temperature.

Karakteristik

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT GMK, Jakarta. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Mei 2012. B. Bahan dan Alat Bahan Bahan untuk membuat cokelat terdiri atas gula sukrosa rafinasi, kakao massa (kakao massa jenis natural dengan pH 5–6, berasal dari Indonesia), lemak kakao jenis PPP (Pure Prime Pressed) berasal dari Indonesia, emusifier lesitin kedelai (produksi Cargill) dan PGPR (Poly Glicerol Poly Ricinoleat, produksi Palsgaard) serta polimer yaitu dekstrin (produksi National Starch), gelatin (produksi Gelita), tepung putih telur (produksi Ovobel) dan kitosan (produksi Biotech Surindo).

Commented [T4]: BAHAN DIPEROLEH DARI MANA?

Adapun komposisi cokelat dalam penelitian adalah: lemak kakao 30%, padatan kakao bebas lemak 22%, total padatan kakao 52%, gula 47.4-48.4%, pengemulsi Commented [T5]: Ini Mauk dlM METODOLOGI

lesitin kedelai 0.5%, pengemulsi PGPR 0.1%, dan polimer 0-1%.

Alat Alat yang digunakan untuk membuat cokelat adalah mesin jenis blade mill skala laboratorium dengan kapasitas 20 kg dan mesin ball mill kapasitas 10 kg untuk proses pencampuran cokelat dengan polimer. Untuk mencetak produk cokelat digunakan mesin tempering jenis Table top kapasitas 3 kg. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu chamber dengan RH-Suhu terkendali, Colorimeter : Hunter Lab CFLX-45-2, Viskosimeter : Brookfield HADVII+Pro, Stable Micro System texture analyzer TAX-T2, Oven, dan neraca. Alat bantu pendukung berupa cetakan cokelat, alat gelas, mangkok stainless steel, serta peralatan pengujian sensori.

14

C. Tahapan Penelitian 1.

Pembuatan Cokelat Proses pembuatan cokelat secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Pembuatan base cokelat dilakukan dengan menggunakan mesin blade mill. Sukrosa, kakao massa, lemak kakao, lesitin kedelai dimasukan kedalam mesin blade mill dan dilakukan conching selama 10 jam pada suhu 70-80oC sampai aroma yang diinginkan tercapai. Selanjutnya dilakukan proses refinning selama 68 jam sampai diperoleh kehalusan 20-25 µm, sambil ditambahkan PGPR untuk mencapai likuiditas yang sesuai. Base yang diperoleh selanjutnya dicampur dengan polimer dengan konsentrasi tertentu dengan menggunakan ball mill. Setelah tercampur, produk ditapping. Proses selanjutnya adalah tempering dengan menggunakan mesin jenis table top kapasitas 3 kg. Selanjutnya produk dicetak dalam bentuk batang dengan ukuran 8x1,2x0,7 cm³ dan berat 7,5 g, kemudian dikemas dengan kemasan aluminium foil tertutup dan diperlakukan aging selama 2 minggu pada suhu 18-20oC dan kelembaban udara maksimal 50% agar cokelat matang sempurna.

15

Gula, kakao massa, lemak kakao

Mixing & Conching (70ºC, 8 – 12 jam)

Refining (6 – 8 jam, 20-25 mikron)

Lesithin kedelai, PGPR

Tapping

Base Cokelat Baking

Mixing (2-3 jam)

Polimer

Tempering

Pencetakan

Cokelat Baking

Aging (2 minggu, 18-20ºC)

Pengujian

Commented [T6]: KALAU GAK PAKAI POLIMER BAGAIMANA> MENURUT SAYA JUDULNYA GAK USAH PLUS POLIMER

Gambar 3.1 Pembuatan cokelat Sampel cokelat selanjutnya dianalisis untuk parameter snap/brittleness dan kestabilan selama penyimpanan pada suhu 34oC dan kelembaban relatif 65% selam 4 jam. Sebagai pembanding digunakan kontrol/blanko dengan skor snap 0. Sampel yang memiliki skor snap/ brittleness > 0 dinyatakan sebagai polimer yang berpotensi untuk meningkatkan stabilitas cokelat. 2.

Tahap Pemilihan Polimer Tahap pemilihan polimer bertujuan menentukan jenis polimer yang berpo-

tensi digunakan untuk meningkatkan stabilitas tekstur cokelat. Polimer (dekstrin, tepung putih telur, kitosan dan, gelatin) diujicobakan dengan konsentrasi masing-

16

masing 1,0%. Pemilihan konsentrasi 1,0% didasarkan pada kemudahan proses pembuatan sampel, kemu-dahan proses tempering dan karakter aliran sampel. Sampel cokelat yang telah di aging selanjutnya dianalisis parameter snap secara subyektif oleh 5 orang panelis terlatih. Sebagai pembanding digunakan kontrol/blanko dengan skor snap 0. Sampel yang memiliki skor kemudahan patah (snap) > 0 dinyatakan sebagai polimer yang berpotensi untuk meningkatkan stabilitas tekstur cokelat. 3.

Tahap Penentuan Konsentrasi Polimer Polimer yang terpilih dari tahap pertama kemudian ditentukan konsentrasi-

nya, baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Konsentrasi polimer yang digunakan adalah (0,5% dan 1,0%). Cokelat tanpa penambahan polimer digunakan sebagai kontrol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial yang terdiri dari dua peubah bebas (Faktor) yaitu faktor I adalah konsentrasi polimer A terpilih (0%, 0,5% dan 1,0%) dan faktor II adalah konsentrasi polimer B terpilih. (0%, 0,5% dan 1,0%) dan kedua faktor tersebut diduga saling berinteraksi.. Dari kedua faktor diperoleh kombinasi perlakuan seperti Tabel 3.1. Sampel cokelat perlakuan dianalisis sifat fisiko kimia yaitu tekstur, visko-sitas, persen menempel di kemasan dan warna serta uji sensori kemudahan patah (snap) dan rasa. Tabel 3.1 Rancangan Percobaan. Konsentrasi polimer A 0,0%

Konsentrasi Polimer A A0,5%

A1,0%

B0,0%

A1B1

A2B1

A3B1

B0,5%

A1B2

A2B2

A3B2

B1,0%

A1B3

A2B3

A3B3

Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijk = µ + Ai + Bk + ABik + Ʃijk dimana: Yijk

: nilai pengamatan

17

Commented [T7]: PERLU DIJABARKAN DIMETODE YANG DIMAKSUD DENGAN PANELIS TERLATIH

µ

: nilai tengah populasi

Ai

: pengaruh perlakuan konsentrasi polimer A

Bk

: pengaruh perlakuan konsentrasi polimer B

ABik

: pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi polimer A pada taraf kei dengan konsentrasi polimer B pada taraf ke-k

∑ijk

: pengaruh galat percobaan konsentrasi bubuk putih telur pada taraf ke-i, konsentrasi khitosan pada taraf ke-k, ulangan ke-j

i = 1,2,3...,a 4.

j = 1,2,3...,u

k = 1,2,3...,b

Metode Analisis

(1) Pengukuran Tekstur (SMS, 2005) Tekstur sampel produk cokelat diukur dengan alat Stable Micro System texture analyzer TAX-T2. Sampel produk cokelat sebelumnya disimpan dahulu di dalam chamber pada suhu 32oC selama 2 jam, kemudian diukur kekerasan dan kelengketannya dengan menggunakan probe silinder 2 mm, 25 kg load cell. (2) Pengukuran Viskositas (GMK, 2011) Viskositas sampel produk cokelat diukur dengan viskometer jenis Brookfield HADV-II+Pro, mengacu pada manual internal GMK. Sampel produk cokelat sebanyak 600 gram dipotong kecil-kecil, dicairkan dengan cara ditim (au bain marie) pada pemanasan suhu 45oC, sambil terus diaduk, kemudian suhu cokelat cair diatur 41oC, dan dituangkan ke dalam gelas beaker 500 ml. Viskositas diukur pada suhu 40oC dengan spindel no. 5 pada kecepatan 12 rpm. (3) Persen Cokelat yang Menempel di Kemasan (appearance) (GMK, 2011) Pengujian stabilitas produk cokelat terhadap suhu penyimpanan dilakukan dengan pengujian Becket (2008) yang dimodifikasi. Sampel cokelat yang masih dikemas ditimbang sebagai berat cokelat awal dan kemasan (Ma), kemudian disimpan dalam chamber pada 34oC selama 4 jam. Setelah itu, cokelat dikeluarkan dari chamber dan disimpan pada 20-22oC selama 10 menit. Cokelat kemudian diambil dari kemasan dan ditimbang sebagai (Mb). Persen menempel di kemasan dihitung dengan rumus: Persen menempel = ((Ma-Mb)/Ma)*100%

18

(4) Pengujian Warna (GMK, 2011) Pengujian warna dilakukan dengan alat Colorimeter Hunter Lab CFLX-CX 27-02, mengacu pada manual internal GMK. Sampel produk cokelat sebanyak 100 g dipotong kecil-kecil, dicairkan dengan cara ditim (au bain marie) pada pemanasan suhu 45oC, sambil terus diaduk, kemudian suhu cokelat cair diatur 41oC, kemudian sebanyak 40 gram sampel dituangkan ke dalam gelas cup sampel. Sampel diukur nilai L, a, b dengan minimal 3 kali pembacaan, nilai rerata dinyatakan sebagai nilai warna L, a, b dari produk. (5) Pengukuran Snap/Brittleness (GMK, 2011) Pengujian snap produk cokelat terhadap suhu penyimpanan dilakukan sesuai prosedur Becket (2008) yang dimodifikasi. Sampel cokelat yang masih dikemas disimpan dalam chamber dengan suhu 34oC selama 4 jam, dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 20-28oC, kemudian dipatahkan menjadi dua bagian dan diberi skor. Uji snap merupakan uji sensori terhadap parameter tekstur cokelat dengan cara dipatahkan, biasa disebut juga kemudahan patah, kerapuhan atau brittleness. Uji snap dilakukan secara subyektif oleh 5 orang panelis terlatih dan berpengalaman lebih dari 2 tahun di bagian pengujian mutu sehingga kompeten untuk menilai atribut mutu cokelat. Tabel 3.2. Skor untuk menilai mutu sensori cokelat Parameter Skor Deskripsi +5 5 tingkat lebih dari kontrol Peningkatan intensitas +4 4 tingkat lebih dari kontrol +3 3 tingkat lebih dari kontrol +2 2 tingkat lebih dari kontrol +1 1 tingkat lebih dari kontrol 0 Sama dengan kontrol -1 1 tingkat kurang dari kontrol Penurunan intensitas -2 2 tingkat kurang dari kontrol -3 3 tingkat kurang dari kontrol -4 4 tingkat kurang dari kontrol -5 5 tingkat kurang dari kontrol Pemberian skor intensitas snap mengacu pada Tabel 3.2. Blanko atau kontrol memiliki skor 0, jika saat dipatahkan sampel sama dengan kontrol maka

19

nilai 0, jika intensitas snap maka diberi skor +1, +2, dan seterusnya, sedangkan jika sampel kurang snap dibandingkan dengan kontrol maka diberi skor -1, -2, dan seterusnya tergantung dari skor yang diberikan oleh panelis. (6) Pengujian Rasa (GMK, 2007). Pengujian organoleptik rasa produk cokelat dilakukan pada 3 jenis rasa yaitu tingkat rasa manis, tingkat rasa pahit dan tingkat rasa kakao. Penilaian dilakukan oleh 5 orang panelis terlatih. Pemberian skor rasa mengacu pada manual internal GMK (Tabel 3.2). Blanko atau kontrol memiliki skor 0, sampel jika intensitas rasa (manis, pahit, kakao) sama dengan kontrol maka nilai 0, jika intensitas rasa (manis, pahit, kakao) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maka diberi skor +1, +2, dan seterusnya, sedangkan jika intensitas rasa (manis, pahit, kakao) sampel lebih rendah/kurang dibandingkan dengan kontrol maka diberi skor -1, -2, Commented [T8]: Metode GMK spesifik untuk GMK atau mengacu pada metode official mana gitu?

dan seterusnya. (7) Validitas dan Reabilitas Panelis (GMK, 2007). Panelis terlatih ditentukan dengan cara pemilihan personil yang telah bekerja minimal 2 tahun di lingkungan riset dan pengujian di GMK. Validitas panelis dilakukan mengacu pada manual internal GMK: Validitas dan Reabilitas Panelis (GMK, 2007) yang meliputi rasa dasar (manis, asin, pahit, dan asam) dan aroma (mint, kakao, milky, tuttifruity, nanas, spekuk, vanilla). Kemampuan kompetensi teknikal panelis dievaluasi setiap tahun yang meliputi kemampuan analisis parameter fisik (snap, sifat aliran/flowing, dll) dan analisis fisiko kimia (warna, viskositas, dll).

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Polimer Pada tahap pemilihan polimer, parameter yang digunakan untuk memilih polimer yang akan diaplikasikan ke dalam cokelat adalah parameter snap yang diharapkan skornya lebih baik dibandingkan kontrol, yaitu memberikan skor positif. Hasil uji snap dengan menggunakan 5 jenis polimer dapat dilihat pada Tabel 4.1. Terlihat bahwa penambahan 1% bubuk kitosan dan 1% memberikan skor positif yang berarti lebih baik dibandingkan kontrol. Penggunaan 1% kitosan relatif lebih baik dibandingkan tepung telur karena memberikan skor +3 sedangkan penambahan 1% tepung putih telur pada sampel cokelat memberikan skor uji kemudahan patah sebesar +1. Penambahan 1% dekstrin memberikan skor -1 yang berarti lebih jelek dari kontrol, sedangkan penambahan 1% gelatin memberikan skor 0 yang berarti tidak memberikan pengaruh yang berarti pada snap (sama dengan konrol). Dengan demikian, berdasarkan uji snap ini polimer kitosan dan tepung putih telur memberikan respon positif terhadap tekstur cokelat, sehingga dipilih pada penelitian selanjutnya untuk ditentukan konsentrasinya yang efektif dalam meningkatkan stabilitas tekstur cokelat dibandingkan cokelat Commented [T9]: Adakah hasil sejenis yang dilakukan orang lain?

kontrol. Tabel 4.1 Hasil uji snap sampel cokelat yang diberi perlakuan polimer Konsentrasi dan parameter uji snap Polimer 0.00% 1.00% Kontrol

0

-

Kitosan

-

+3

Bubuk putih telur

-

+1

Dekstrin

-

-1

Gelatin

-

0

21

Penggunaan gelatin instan pada produk cokelat telah dilakukan oleh Gelita pada produk cokelat dengan fat yang lebih rendah (25%) dengan penambahan gelatin 5% , hasil menunjukkan gelatin tidak berpengaruh besar terhadap kondisi proses produksi, tidak mempengaruhi kristalisasi lemak kakao, serta tidak mempengaruhi kualitas secara keseluruhan baik melting, rasa, kekerasan dan mothfeelnya. (Schott 2011). Skor snap cokelat dengan penambahan gelatin tidak berbeda dengan kontrol diduga disebabkan oleh titik leleh gelatin antara 31-33oC, hampir sama dengan titik leleh lemak kakao (Rousselot, 2012). Belum ada studi yang ditemukan tentang penggunaan putih telur atau dekstrin pada cokelat. Sedangkan penggunaan kitosan pada cokelat yang ada di pasar adalah fungsi kitosan sebagai serat pangan.

Commented [T10]: Masih deskripsi data belum ada pembahasannya

B. Penentuan Konsentrasi Polimer Dalam tahap penelitian ini, digunakan tepung putih telur dan kitosan sebagai polimer yang diharapkan dapat memperbaiki stabilitas tekstur dari cokelat. Tepung telur dan kitosan digunakan secara tunggal atau secara kombinasi pada konsentrasi 0,5 dan 1,0%. Sebagai kontrol digunakan cokelat yang tidak diberi perlakuan tepung putih telur dan kitosan. Gambar 4.1 memperlihatkan kondisi fisik dari cokelat yang diberi perlakuan tepung putih telur dan/atau kitosan setelah disimpan pada suhu 34°C selama 4 jam. Cokelat tanpa penambahan polimer (0.0TPT;0.0K) sudah mengalami perubahan bentuk, yaitu meleleh dan menempel pada kemasan. Penambahan tepung putih telur secara tunggal (0.5TPT;0.0K) memberikan cokelat yang relatif stabil, namun masih agak lembek. Peningkatakan konsentrasi tepung putih telur hingga 1.0% (1.0TPT;0.0K) memberikan tesktur cokelat yang lebih stabil dibandingkan dengan kontrol (tidak meleleh dan tidak menempel pada kemasan). Sementara itu, penggunaan kitosan 0.5% dan 1.0% masih memberikan cokelat yang masih mudah meleleh dan lembek serta menempel di kemasan. Apabila tepung putih telur dan kitosan dikombinasikan pada konsentrasi masing-masing 0,5% (0.5TPT;0.5K), maka cokelat memiliki tekstur yang cukup stabil tetapi masih

22

saling menempel satu dengan yang lain. Demikian juga bila konsentrasi kedua polimer tersebut dinaikkan tidak memberikan tekstur yang lebih baik. Dari berbagai kombinasi tepung putih telur dan kitosan tersebut, maka kombinasi 1,0% tepung putih telur dan 0,0% kitosan (1.0TPT;0.0K) memberikan karakteristik tekstur yang terbaik, diikuti perlakuan pemggunaan 0,5% tepung putih telur (0.5TPT;0.0K). Diduga penggunaan putih telur dapat memperbaiki karakter fisik cokelat karena protein putih telur berfungsi sebagai agensia pengikat pada sistem campuran pada cokelat.

Gambar 4.1. Bentuk fisik cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur (TPT) dan kitosan (K) Kualitas cokelat ditentukan oleh parameter fisik (rheology, ukuran partikel, kandungan lemak padat (solid fat content), kekerasan dan snap), permukaan

23

(warna, glossiness dan fat bloom) dan sensori rasa. Pada penelitian ini, parameter fisik cokelat yang dianalisa adalah tekstur yang secara objektif diukur nilai kekerasan dan kelengketannya sedangkan sensori diukur dengan nilai snap dan % menempel di kemasan, rheology diukur dengan nilai viscositas. Parameter yang diinginkan adalah cokelat dengan tekstur lebih keras namun tetap bisa meleleh saat dikonsumsi, tidak lengket di kemasan, skor snap baik, viskositas tidak berbeda nyata dengan kontrol, warna dan rasa yang tidak berubah dibandingkan dengan kontrol. Hasil analisa parameter fisik cokelat dengan perlakuan polimer tepung putih telur dan kitosam disajikan pada Tabel 4.2. Penjelasan dari masingmasing parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Analisa parameter fisik cokelat Menempel di kemasan Viskositas (ps) (%) 0.0TPT;0.0K 23.70±3.53 -39.18±6.74 0.00±0.00 1.43±0.56 33.00±16.97 0.0TPT;0.5K 81.56±14.15 -34.56±9.85 -1.00±0.00 0.44±0.15 49.40±21.73 0.0TPT;1.0K 107.48±13.73 -28.64±40.26 -1.00±0.00 0.32±0.03 48.20±24.37 0.5TPT;0.0K 130.04±19.93 -10.74±46.34 2.00±0.00 0.09±0.02 53.60±13.58 0.5TPT;0.5K 70.44±23.10 -60.72±7.20 -3.00±0.00 0.22±0.10 53.50±12.26 0.5TPT;1.0K 109.62±52.25 -15.08±0.74 1.00±0.00 0.32±0.30 51.00±16.26 1.0TPT;0.0K 171.76±31.80 -66.74±5.32 3.00 ±0.00 0.33±0.29 63.90 ±12.59 1.0TPT;0.5K 163.48±15.36 -33.82±6.39 -3.00±0.00 0.13±0.05 59.90± 23.65 1.0TPT;1.0K 105.53±27.38 -52.72±4.58 -2.00 ±0.00 0.24±0.12 57.70 ±26.48 TPT: tepung putih telu.r.; K: bubuk kitosan.; 0.0, 0.5 dan 1.0 menunjukkan persentase polimer yang digunakan. Sampel Perlakuan

1.

Tekstur

Kekerasan (gf)

Kelengketan (gs)

Snap (skor)

Tekstur Cokelat Kekerasan cokelat tergantung pada konsentrasi fase kristalisasi lemak

(lemak kakao, lemak susu) dan fase padatan terdispersi (gula, padatan susu, padatan kakao). Resep/formula, teknik produksi, tempering, polimorfisme dan suhu pendinginan juga berpengaruh pada kekerasan cokelat padat (Abdullah dan Zamri, 2011). Sulistyowati dan Misnawi (2008) menyebutkan kekerasan cokelat merupakan parameter kualitas yang penting khususnya untuk distribusinya pada daerah tropis. Perlakuan pendahuluan dilakukan terhadap sampel dengan disimpan di dalam chamber pada suhu 32oC selama 2 jam, kemudian diukur teksturnya

24

dengan tujuan untuk membuat cokelat lebih lembek namun belum sampai meleleh. Suhu 32oC dipilih karena pada suhu ini biasanya cokelat sudah mulai lembek namun belum meleleh sempurna sehingga masih bisa diukur teksturnya. Hasil analisis varian terhadap parameter kekerasan (lampiran 1) menunjukkan bahwa tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap kekerasan (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan dengan (p>0.05). Terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap kekerasan dengan (p<0.05). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi tepung putih telur maka kekerasan semakin meningkat, sedangkan perlakuan kitosan tidak menunjukkan pengaruh terhadap kekerasan. Pengaruh kitosan dan tepung putih telur pada parameter kekerasan cokelat dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Y=32,07 + 150,83TPT + 73,86K – 148,88TPT*K (R2= 0.809).

Gambar 4.2 Grafik kekerasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Penambahan kitosan pada cokelat diharapkan dapat menyerap lemak cokelat sehingga cokelat menjadi lebih keras, sesuai dengan karakteristik kitosan seperti serat pangan (Majeti dan Kumar 2000). Namun hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan kitosan tidak mempengaruhi kekerasan cokelat. Berdasarkan data pada Tabel 4.2, nilai kekerasan yang terbaik ditunjukkan pada perlakuan

25

1.0TPT;0.0K yaitu 171.76±31.8 gf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penambahan putih telur 1.0% telah memadai untuk memperbaiki kekerasan cokelat. Peranan protein dalam putih telur diduga berperan dalam pembentukan tekstur dari cokelat tersebut. Hasil analisis varian (Lampiran 1) menunjukkan bahwa hanya tepung putih telur yang berpengaruh nyata terhadap kelengketan (p<0.05). Uji lanjut Duncan pada perlakuan tepung putih telur menunjukkan bahwa terdapat penurunan kelengketan secara nyata pada level 1% ke 0.5% dan 1.0% ke 0.0%, namun penambahan dari 0.0% tepung putih telur ke 0.5% tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Pengaruh tepung putih telur pada parameter kelengketan dapat dinyatakan dengan

model persamaan berikut : Y= - 29.732 - 19.869 * TPT2,

dengan nilai r=0.322. Karena yang berpengaruh terhadap nilai kelengketan hanyalah faktor TPT maka grafik ditampilkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik kelengketan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Penambahan kitosan tidak mempengaruhi tekstur cokelat, senada dengan pernyataan Tisoncik (2010) dimana disebutkan cokelat merupakan suspensi kakao massa dan gula dalam matriks lemak kakao. Lemak kakao sebagai materi penyusun strukur utama dari cokelat, tersusun atas triasilgliserol simetris (Lipp and Anklam dalam Tisoncik, 2010). Triasilgliserol ini bertanggung jawab

26

terhadap kristalisasi dan karakter melting dari cokelat. Interaksi unik polimorfisme struktur lemak sangat menentukan parameter tekstur, rasa dan aroma, dan mouthfeel lembut cokelat (Hartel dalam Tisoncik, 2010).

2.

Snap Pengukuran snap merupakan analisis sensori dari parameter kekerasan

cokelat. Zarić et all (2012) menyebutkan kekerasan cokelat merupakan salah satu faktor penting dalam mendefinisikan sifat fisik cokelat dan ditentukan dengan mengukur intensitas gaya yang diperlukan untuk mematahkan cokelat. Kekerasan cokelat tergantung pada kehalusan dan distribusi partikel padat. Perlakuan pendahuluan terhadap sampel dilakukan dengan cara sampel cokelat dikemas dalam aluminium foil disimpan dalam chamber dengan suhu 32oC selama 4 jam, dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 20-28oC, kemudian dipatahkan menjadi dua bagian dan secara sensori diberi skor. Perlakuan pendahuluan bertujuan untuk membuat cokelat lebih lembek namun belum sampai meleleh. Suhu 32oC dipilih karena pada suhu ini biasanya cokelat sudah mulai lembek namun belum leleh sempurna sehingga masih bisa diukur snapnya. Pengaruh tepung putih telur dan kitosan terhadap parameter snap dapat dilihat pada Gambar 4.4. Penggunaan putih telur secara tunggal dapat meningkatkan nilai kemudahan patah (snap) dari cokelat, sedangkan penambahan kitosan memberikan nilai negatif pada skor snap, sedangkan kombinasi putih telur dan kitosan memberikan efek yang bervariasi. Secara logika skor snap berkorelasi dengan nilai tekstur kekerasan, dimana semakin tinggi nilai kekerasan maka skor snap semakin tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan skor snap yang menunjukkan

nilai lebih baik dari kontrol adalah 0.5TPT;1.0K

dengan skor + 1,

0.5TPT;0.0K dengan skor +2, 1.0TPT;0.0K dengan skor + 3.

27

Gambar 4.4 Grafik snap cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Analisis regresi dilakukan untuk mencari hubungan antara penambahan tepung putih telur, kitosan atau kombinasinya dengan skor snap. Model persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut: Y= - 0.764 + 3.830TPT - 21.942TPT2*K + 17.138TPT2*K, dengan r= 0.865.

3.

Persen Menempel pada kemasan Pengukuran persen menempel di kemasan dimaksudkan untuk mengetahui

tingkat kelengketan cokelat selama penyimpanan di suhu 34°C selama 4 jam. Hal ini sebagai gambaran ketahanan cokelat jika disimpan pada suhu minimal 34°C dan waktu 4 jam tanpa berubah bentuk. Persen menempel pada kemasan mengambarkan parameter kelengketan cokelat dengan kemasan. Hasil analisis varian (Lampiran 3) terhadap persen menempel pada kemasan menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap persen menempel (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap persen menempel di kemasan dengan (p>0.05), dan terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap persen menemepel di kemasan dengan (p<0.05). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan persen menempel di kemasan, sedangkan semakin tinggi konsentrasi kitosan menun-

28

jukkan kecenderungan menurunkan persen menempel di kemasan. Persamaan regresi dinyatakaan sebagai Y=0.640 - 0.497TPT (r=0.483).

Gambar 4.5 Grafik persen menempel dikemasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Karena hanya tepung putih telur yang berpengaruh terhadap persen menempel di kemasan, maka grafik ditunjukkan oleh pada Gambar 4.5. Berdasarkan grafik diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap penurunan persen menempel di kemasan adalah penambahan tepung putih telur, dimana semakin tinggi persen tepung putih telur maka persen menempel dikemasan akan menurun. Hasil ini senada dengan analisa tekrtur nilai kelengketan cokelat dimana hanya tepung putih telur yang berpengaruh nyata terhadap nilai kelengketan cokelat dan cenderung menurun dengan meningkatnya persen tepung putih telur.

4.

Viskositas Becket (2010) menyebutkan sifat alir cokelat merupakan parameter yang

penting untuk konsumen maupun industri pengguna cokelat. Rheology cokelat dapat diukur secara objektif salah satunya adalah pengukuran viskositas. Cokelat merupakan campuran partikel padatan (gula, padatan kakao, polimer) yang bersifat hidrofilik dan lemak kakao yang bersifak hidrofobik. Hasil analisis varian (Lampiran 4) terhadap parameter viskositas menunjukkan bahwa perlakuan:

29

tepung putih telur, kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas(p>0.05), serta tidak ada interaksi antar tepung putih telur dan kitosan terhadap viskositas. Berdasarkan Tabel 4.2, parameter viskositas menunjukkan kecenderungan peningkatan viskositas cokelat baik dengan penambahan putih telur maupun kitosan, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini dimungkinkan karena penambahan polimer tersebut hanya sedikit, sedangkan produk cokelat yang diamati merupakan produk yang kental dengan viskositas 30000-80000 cps. Johansson dan Bergenstahl dalam Tisconik (2010) menyebutkan bahwa emulsifier

berperan dalam sifat alir cokelat dan kristalisasi lemak kakao. Cokelat merupakan suatu emulsi “kering” dengan gula sebagai gugus hidrofilik dan partikel kakao sebagai gugus lipofilik yang terdispersi dalam fase kontinyu lemak kakao (Nieuwenhuyzen dan Szuhaj dalam Tisconik, 2010).

5.

Warna dan Rasa Pengujian warna dan rasa dimaksudkan untuk mengetahui hubungan

parameter warna objektif dengan penerimaan konsumen terhadap sampel cokelat dengan perlakuan penambahan polimer. Pengujian warna dilakukan secara objektif dengan colorimeter, sedangkan uji rasa dilakukan secara sensori. Hasil uji warna dan rasa disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Analisa parameter warna secara objektif dan rasa secara organoleptik pada cokelat yang diberi perlakun tepung putih telur dan kitosan Warna Rasa (skor) L A b Manis Pahit Kakao 0.0TPT;0.0K 13.48 ±0.04 13.22±0.09 15.70±0.18 0.60 ±0.55 -0.60±0.55 0.00±0.00 0.0TPT;0.5K 14.48±0.73 12.43±0.09 15.17±0.24 0.60 ±0.55 -0.60±0.55 0.60±0.55 0.0TPT;1.0K 15.56±0 .01 12.74±0.04 15.40±0.22 1.60±0 .55 -0.60±0.55 -0.60±0.55 0.5TPT;0.0K 14.61±0.10 13.38±0 .18 15.24±0.14 1.60±0.55 -0.60±0 .55 -0.60±0.55 0.5TPT;0.5K 14.45±0.07 12.90±0.07 15.41±0.039 2.00±0.00 0.60±0.55 -0.60±0.55 0.5TPT;1.0K 15.55±0.29 12.35±0.28 14.88±0.04 1.60±0.55 0.60±0.55 -0.60±0.55 1.0TPT;0.0K 15.06±0.00 13.59±0.00 17.21±0.00 2.00±0.00 -0.60±0.55 -0.60±0.55 1.0TPT;0.5K 15.41±0.07 12.69±0.14 15.47±0.03 2.00 ±0.00 -0.60±0.55 -0.60±0.55 1.0TPT;1.0K 15.87±0.02 12.94±0.12 16.08±0.14 3.00±0.00 -1.00±1.00 -1.00±1.00 TPT: tepung putih telur.; K: kitosan.; 0.0, 0.5 dan 1.0 menunjukkan persentase polimer yang digunakan. Perlakuan

Hasil analisis varian terhadap parameter warna L (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap warna L dengan (p<0.05), kitosan berpengaruh nyata terhadap warna L (p<0.05), dan terdapat interaksi yang

30

nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap warna L (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi tepung putih telur maka skor warna L makin tinggi, sedangkan makin tinggi konsentrasi kitosan maka skor warna L makin tinggi (Gambar 4.6). Persamaan regresi linier adalah sebagai berikut: Y=13.708 + 1.425TPT + 1.840 K2 - 1.176 * TPT*K2, (r=0.934) Hasil analisis varian terhadap parameter warna a (Lampiran 5) menunjukkan bahwa : tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap warna a (p<0.05), kitosan berpengaruh nyata terhadap warna a (p<0.05), terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap warna a dengan (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi tepung putih telur maka skor warna a makin tinggi, dengan peningkatan nyata pada konsentrasi 1.0%, sedangkan makin tinggi konsentrasi kitosan maka skor warna a relatif turun (Gambar 4.7). Persamaan regresi linear adalah sebagai berikut: Y=13.280 - 2.177 * K + 0.276 TPT2 + 1.460 K2, dengan r=0.883 Hasil analisis varian terhadap parameter warna b (lampiran 5) menunjukkan bahwa, perlakkuan tepung putih telur maupun kitosan berpengaruh nyata terhadap warna b (p<0.05), begitu juga interaksi antara tepung putih telur dan kitosan terhadap warna b (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan menunjukkan perbedaan konsentrasi tepung putih telur menunjukkn skor warna b yg berbeda siginifikan dan cenderung naik, sedangkan peningkatan kitosan maka akan terjadi penurunan skor warna b (Gambar 4.8). Persamaan regresi linier dinyatakan sebagai Y=15.311 + 1.755 * TPT2 - 4.520 * TPT*K + 3.383TPT*K2 (r=0.885) Penambahan tepung putih telur menunjukkan nilai L semakin naik atau semakin putih terang., nilai a semakin naik atau warna merah semakin naik, dan nilai b relative naik atau warna semakin kuning. Dengan penambahan kitosan, nilai L semakin tinggi atau semakin putih, namun nilai a relatif turun atau intensitas merah turun, dan nilai b bervariasi namun cenderung turun.

31

Gambar 4.6 Grafik warna L cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

Gambar 4.7 Grafik warna a cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

32

Gambar 4.8 Grafik warna b cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Perubahan cokelat menjadi lebih kuning dengan adanya putih telur dapat disebabkan oleh reaksi maillard antara asam amino sengan gugus gula sukrosa selama proses pemanasan. Daviez dan Labuza (1994) menyatakan bahwa reaksi maillard awalnya dideskripsikan sebagai reaksi antara gula pereduksi pereduksi dan asam-asam amino dari protein. Sumber gula pereduksi yang berpotensi untuk mengalami reaksi Maillard adalah dektrosa, fruktosa, sirup jagung tinggi fruktosa, sakarosa, pati jagung dan maltodekstrin. Sumber gugus amin (-NH2) pada produk konfeksioneri yang dapat teribat dalam reaksi adalah padatan susu, krim, padatan telur, kacang-kacangan, padatan kakao, butter (mengandung sedikit nitrogen), gelatin, dan lesitin. Pengaruh penambahan kitosan relative tidak menyebabkan warna kuning ditunjukkan dengan nilai L yang semakin naik dan b yang relative turun. Paramater sensori rasa bisa dievaluasi dengan analisis deskripsi ataupun penerimaan konsumen. Hasil analisis varian terhadap parameter rasa manis (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur maupun kitosan berpengaruh nyata terhadap rasa manis dengan (p<0.05), serta terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap rasa manis dengan (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan dengan semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur

33

menunjukkan peningkatan rasa manis, dan semakin tinggi konsentrasi kitosan menunjukkan peningkatan rasa manis (Gamba4 4.9). Persamaan regresi dinyatakan sebagai: Y=0,685 + 0,677K2 + 1,40TPT, (r=0.811).

Gambar 4.9 Grafik rasa manis cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Hasil analisis varian terhadap parameter rasa pahit (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan: tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap rasa pahit dengan (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa pahit dengan (p>0.05). Uji lanjut Duncan menujukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan rasa pahit. Hasil analisis varian terhadap parameter rasa kakao (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap rasa kakao (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa kakao (p>0.05), serta tidak terdapat interaksi antara tepung putih telur dan kitosan terhadap rasa kakao (p>0.05). Pada uji lanjut uji Duncan dengan semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan rasa

34

kakao (Gambar 4.10). Persamaan regresi ditunjukkan dengan persamaan: Y= 0.078 - 0.733TPT (r=0.437).

Gambar 4.10 Grafik rasa kakao cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan Penambahan polimer tepung putih telur memberikan perubahan rasa secara keseluruhan, dengan kecenderungan rasa manis meningkat sedangkan rasa pahit dan kakao cenderung turun. Penambahan kitosan hanya berpengaruh pada rasa manis yang cenderung meningkat sedangkan rasa pahit dan kakao tidak berubah secara nyata. Protein biasanya memberikan rasa cenderung gurih sehingga akan menurunkan intensitas rasa manis. C. Jenis dan Konsentrasi Polimer Terpilih Mutu cokelat yang diinginkan adalah cokelat dengan tekstur lebih keras namun tetap bisa meleleh saat dikonsumsi, tidak lengket di kemasan, skor snap baik, viskositas tidak berbeda nyata dengan kontrol, warna dan rasa yang tidak berubah dibandingkan dengan dengan kontrol. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diketahui bahwa penambahan polimer tepung putih telur secara tunggal sampai konsentrasi 1% dapat meningkatkan kekerasan, menurunkan kelengketan, meningkatkan snap, menurunkan persen menempel di kemasan,

35

meningkatkan viskositas, meningkatan skor warna L, a, dan b sehinggga warna lebih ke arah kuning, meningkatkan rasa manis serta menurunkan rasa pahit dan kakao. Penambahan polimer kitosan secara tunggal sampai konsentrasi 1% tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan dan kelengketan, memberikan efek yang bervariasi terhadap snap, menurunkan persen menempel di kemasan, meningkatkan viskositas, meningkatan skor warna L, menurunkan skor warna a dan b, sehingga warna lebih kearah kuning, meningkatkan rasa manis namun masih mempertahankan rasa pahit dan kakao. Secara ringkas, penerimaan dari masingmasing parameter yang diukur disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Penilaian parameter cokelat Tekstur Warna Rasa Menem-pel Viskositas Snap Kekedi kemasan (ps) Keleng-ketan (skor) rasan L a b Manis Pahit Kakao (%) (gs) (gf) 0.0TPT;0.0K − − − − √ √ √ √ √ √ √ 0.0TPT;0.5K − − − − √ √ − − √ √ √ 0.0TPT;1.0K − − − − √ − − √ − √ √ 0.5TPT;0.0K − − √ − √ √ √ √ − − − 0.5TPT;0.5K − − − − √ √ − − − − − 0.5TPT;1.0K − − √ − √ − − √ − − − 1.0TPT;0.0K √ − √ − √ − √ − − √ − 1.0TPT;0.5K √ − − − √ − − − − √ − 1.0TPT;1.0K √ − − − √ − − − − √ − TPT: tepung putih telu.r; K: kitosan.; 0.0, 0.5 dan 1.0 menunjukkan persentase polimer yang digunakan.; √: menunjukkan parameter bisa diterima Sampel Perlakuan

36

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian penambahan polimer pada cokelat dibandingkan dengan kontrol (tanpa polimer) menunjukkan: penggunaan 1% dekstrin akan menurunkan skor parameter snap (skor -1), penggunaan 1% gelatin tidak memberikan pengaruh yang berarti pada snap (skor 0), penggunaan 1% kitosan meningkatkan skor snap (skor +3), penambahan 1% tepung putih telur meningkatkan skor snap (skor +1). Dengan demikian, berdasarkan uji snap polimer kitosan dan tepung putih telur memberikan respon positif terhadap tekstur cokelat dibandingkan kontrol. Penelitian lebih lanjut penggunaan tepung putih telur 1,0% dalam formulasi cokelat memiliki potensi untuk meningkatkan stabilitas cokelat berdasarkan hasil analisa tekstur menunjukkan peningkatan nilai kekerasan dan snap, tanpa mengubah kelengketan dan viskositasnya. Walau masih dalam rentang yang dapat diterima, mutu sensori (rasa manis) dan warna dari cokelat yang diberi perlakuan tepung putih telur tersebut masih belum dapat memenuhi Commented [T11]: Coba lihat apakah sudah menjawab tujuan yang telah ditetapkan

mutu kontrol yang diinginkan. Penelitian ini masih memberikan informasi awal mengenai potensi penggunaan tepung putih telur sehingga penelitian lanjutan terhadap parameter pengujian melting point dan kandungan padatan lemak (Solid Fat Content) diperlukan untuk mengetahui pengaruh penambahan polimer terhadap melting karakter cokelat. Selain itu, karena dalam penelitian ini pengujian dilakukan setelah cokelat diproses, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kestabilan cokelat yang diberi perlakuan tepung putih telur selama penyimpanan.

37

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MS, Zamri AI. 2011. Cocoa Butter Substitution of Chocolate by using Cornstarch/Xanthan Gum/Glycerin blend s and Theif Efects on melting, Rheologycal and Nutritional Properties. Universiti Malaysia Terengganu. Ahn D. 2012. Egg Component. Iowa State University. [Internet] [diunduh 15 Juni 2012].tersedia pada: http://www.public.iastate.edu/~duahn/teaching/Neobiomaterials%20and%20Bioregulation/Egg%20Components.pdf Alleoni ACC. 2006. Albumen Properties of Gen and Functional Properties: Gelation and Foaming. Sci, Agric. (Piracicaba, Braz),v.63, n.3, p.291-298. Anonim. 2008. How to Choose Food Starches Your guide to food innovation. International Food Products. www.ifpc.com Anonim. 2013. Amino Acids and protein Background Info. www.uen.org Becket ST. 2008. The Science of Chocolate. Cambridge: The Royal Society of Chemistry. [CAC] Codex Alimentarius Commision. 2003. Codex for Chocolate and Chocolate Products. [CAC] Codex Alimentarius Commision. Institute of Medicine Food and Nutrition Board Committee on Food Chemicals Codex : 1996. Revised Monograph – Dekstrin. Champagne LM. 2008. The synthesis of water soluble n-acyl chitosan derivatives for characterization as antibacterial agents. B.S. Xavier University of Louisiana Cole CGB. 2000. Gelatin. Encyclopedia of Food Science and Technology. New York: John Wiley & Sons. [Internet] [diunduh 27 Okt 2011]. Tersedia pada: (http://www.gelatin.co.za/gltn1.html) Daviez CGA, Labuza TP. The Maillard Reaction Application to Confectionery Products. Departement of Food Science and Nutrition University of Minnesota. [Internet] [diunduh 08 Juni 2013]. Tersedia pada: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.22.5873&rep=rep 1&type=pdf [EFSA] European Food Safety authority. 2011. Scientific Opinion on The Substantiation of Health Claims Related to Chitosan and Reduction in Body weight (ID 679, 1499), Maintenance of Normal Blood LDL-Cholesterol Concentration (ID 4663), Reduction of Intestinal Transit Time (ID 4664) and Reduction of Inflamation (ID 1985) Pursuant to Article 13(1) of Regulation (EC) no 1924/200. EFSA J 2011;9(6):2214 Giddey C, Dove G. penemu; Batelle Memorial Intitute. 1 Mei 1984. Chocolate Composition for The Preparation of Heat-Resitant Chocolate Articles and Process for Its Preparation. US patent 4 446 166.

38

Jeffery MS, Glynn PA, Khan MMU. penemu; Cadbury Limited. 28 Maret 1978. Edible Composition and Method of Manufacturing Same. US patent 4 081 559. GMK. 2011. Metode Pengujian Organoleptik : Pegujian Warna. Jakarta : GMK GMK. 2011. Metode Pengujian Organoleptik: Pegujian Viskositas. Jakarta : GMK GMK. 2011. Metode Pengujian Organoleptik: Pegujian Snap/Brittleness. Jakarta : GMK GMK. 2011. Metode Pengujian Organoleptik: Pegujian % Produk Menempel di Kemasan(Appearance). Jakarta : GMK GMK. 2007. Metode Pengujian Organoleptik: Pegujian Rasa. Jakarta : GMK GMK. 2007. Metode Pengujian Organoleptik: Validitas dan Reabilitas Panelis. Jakarta : GMK Kim HYL, Yeom HW, Lim HS, Lim ST. 2001. Replacement af Shorthening in Yellow layer caes by Corn Dextrins. ASCC. Inc. Volume 78, No. 3, hlm 267-271 Maheshwari B, Reddy SY. 2005. Application of Kokum (Garcinia indica) Fat as Cocoa Butter Improver in Chocolate. J of the Sci of Food and Agric. [Internet][diunduh 11 Juli 2011]. 85:1 hal 135-140. Terdapat pada: http://www.ingentaconnect.com/content/jws/jsfa/2005/00000085/00000001/ art00022 Majeti NV, Kumar R. 2000. Review : A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive and Functional Polymers, Volume 46, Issue 1, hlm 127 Miller M. 2005. Fat Subtitution in Food. Kraft Food: ACCA Seminar Series. Ogunwolu SO, Jayeola CP. 2006. Development of Non-convention Thermoresistant Chocolate for The Tropics. Br Food J. [Internet][diunduh 11 Juli 2011].108:6. hal 451 – 455. Terdapat pada: http://www.sciencedirect.com/ science/article/pii/S0924224411000288 PB Gelatins, 2010. Gelatin in Confectionery. [Internet][diunduh 8 Sept 2012]. Terdapat pada: www.pbgelatins.com Powrie WD, Nakai S. 1985. Characteristics of edible and fluids of animal origin: egg. In: Fennema, O. Food chemistry. New York: Marcel Dekker Inc. p.829855. Rousselot. 2012. Gelatin in Dairy Product. www.rousselot.com Schott A. 2011. Instan Gel Schoko™ Technical Information. [Internet][diunduh 29 Okt 2011]. Terdapat pada: www.gelita.com. Shukla VKS. 2005. Confectionery Lipids.Di dalam Shahidi F, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. John Wiley & Sons, Inc. Hal 159-173

39

[SMS] Stable Micro System. 2005. TA.XT2 Operating Manual. [Internet] [diunduh 8 Juni 2013]. Version 6.10 and 7.10 iss 1. Terdapat pada: www. stablemicrosystems.com Stortz TA dan Marangoni AG. 2011. Review: Heat resistnt starch. Trends in Food Sci & Tech.22:5:201-214. Sulistyowati, Misnawi. 2008. Effect of Alkali concentration and conching temperature on antioxidant activity and physical properties of chocolate. Int. Food Research J 15(3): 297-304 Takemori T, Tsurumi T, dan Takagi M. penemu; Lotte company Limited. 3 Nopember 1992. Heat-Resistant Chocolate and A Method for Producing It. US patent 5 160 760. Tisoncik MA. 2010. Impact of Emulsifier on Physical, Sensory, and Microstructural Properties in Formulated Dark Chocolate with an Innovative Educational Approach. University of Illionis, Urbana-Champaign. Zarić DB, Pajin BS, Lončarević IS, Simović DMS, Šereš ZI. 2012. The Impact of the manufacturing process on the hardness and sensory properties of Milk chocolate. APTEF, BIBILID: 1450-7188(2012) 43, 19-148. Doi:10.2298/ APT1243139Z

40

Lampiran 1. Analisis varian parameter kekerasan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:kekerasan Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

F

Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

84221.404a 517068.482 44091.397 95.548 40034.459

8 1 2 2 4

10527.675 517068.482 22045.699 47.774 10008.615

24947.184

36

692.977

Total

626237.070

45

Corrected Total

109168.588

44

15.192 746.155 31.813 .069 14.443

Sig. .000 .000 .000 .934 .000

a. R Squared = .771 (Adjusted R Squared = .721)

kekerasan Subset % TPT Duncana

N

1

TPT=0.0%

15

TPT=0.5%

15

TPT=1.0%

15

Sig.

2

3

70.9133 1.0337E2 1.4730E2 1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 692.977. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000.

kekerasan Subset %K Duncana

N

1

K=0.5%

15

1.0516E2

K=1.0%

15

1.0792E2

K=0.0%

15

1.0850E2

Sig.

.746

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 692.977. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000.

41

Lampiran 2. Analisis varian parameter kelengketan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:kelengketan Type III Sum of Squares

Source Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

df

Mean Square

14728.010a 65056.022 4053.302 905.710 9768.998

8 1 2 2 4

1841.001 65056.022 2026.651 452.855 2442.250 450.357

16212.868

36

Total

95996.900

45

Corrected Total

30940.878

44

F

Sig.

4.088 144.454 4.500 1.006 5.423

.002 .000 .018 .376 .002

a. R Squared = .476 (Adjusted R Squared = .360)

kelengketan Duncan Subset % TPT

N

1

2

TPT=1.0%

15

TPT=0.0%

15

-34.1267

TPT=0.5%

15

-28.8467

-51.0933

Sig.

1.000

.500

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 450.357.

kelengketan Duncan Subset %K K=0.5% K=0.0% K=1.0% Sig.

N

1 15

-43.0333

15 15

-38.8867 -32.1467 .193

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 450.357.

42

Lampiran 3. Analisis varian parameter % menempel di kemasan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:% menempel Type III Sum of Squares

Source Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

df

Mean Square

2.629a 2.755 1.043 .462 1.124

8 1 2 2 4

.329 2.755 .522 .231 .281 .060

.541

9

Total

5.925

18

Corrected Total

3.170

17

F 5.464 45.815 8.674 3.838 4.673

Sig. .010 .000 .008 .062 .026

a. R Squared = .829 (Adjusted R Squared = .678)

% menempel Subset % TPT Duncana

N

1

2

TPT=0.5%

6

.20783

TPT=1.0%

6

.23450

TPT=0.0%

6

.73133

Sig.

.855

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .060. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

% menempel Subset %K Duncana

N

1

2

K=0.5%

6

.26317

K=1.0%

6

.29350

K=0.0%

6

Sig.

.61700 .835

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .060. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

43

Lampiran 4. Analisis varian parameter viskositas Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:viscositas Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

1.249E9a

8

1.561E8

.417

.884

Intercept

4.913E10 8.670E8 5.013E7

1 2 2

4.913E10 4.335E8 2.506E7

131.134 1.157 .067

.000 .357 .936

TPT * K

3.318E8

4

8.294E7

.221

.920

Error

3.372E9

9

3.747E8

Total

5.375E10

18

4.621E9

17

TPT K

Corrected Total

a. R Squared = .270 (Adjusted R Squared = -.378)

viscositas Duncan Subset % TPT

N

0 0.5 1 Sig.

1 6 6 6

4.35E4 5.27E4 6.05E4 .180

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 374685412.500. viscositas Duncan Subset %K 0 1 0.5 Sig.

N

1 6 6 6

5.02E4 5.23E4 5.43E4 .735

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 374685412.500.

44

Lampiran 5. Analisis varian parameter warna Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:warna L Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

9.072a 4018.561 2.669 5.116 1.288

Total

9.714

17

F

8 1 2 2 4

1.134 4018.561 1.334 2.558 .322

.641

9

.071

4028.275

18

Corrected Total

Sig.

15.911 5.638E4 18.723 35.890 4.516

.000 .000 .001 .000 .028

a. R Squared = .934 (Adjusted R Squared = .875) warna L Subset % tepung putih telur Duncana

N

1

TPT=0.0%

6

TPT=0.5%

6

TPT=1.0%

6

2

3

1.45100E1 1.48700E1 1.54450E1

Sig.

1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .071. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

warna L Subset % kitosan Duncana

N

1

K=0.0%

6

K=0.5%

6

K=1.0%

6

Sig.

2

3

1.43842E1 1.47808E1 1.56600E1 1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .071. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

45

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:warna a Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

2.805a 3002.350 .248 2.074 .483

8 1 2 2 4

.351 3002.350 .124 1.037 .121

.171

9

.019

Total

3005.326

18

2.976

17

Corrected Total

F 18.473 1.582E5 6.544 54.628 6.361

Sig. .000 .000 .018 .000 .010

a. R Squared = .943 (Adjusted R Squared = .892)

warna a Subset % TPT Duncana

N

1

2

TPT=0.0%

6

12.7942

TPT=0.5%

6

12.8767

TPT=1.0%

6

13.0742

Sig.

.327

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .019. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. warna a Subset %K Duncana

N

1

2

K=0.5%

6

12.6717

K=1.0%

6

12.6783

K=0.0%

6

Sig.

13.3950 .935

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .019. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

46

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:warna b Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

F

Sig.

7.516a

8

.940

45.946

.000

4390.314

1

4390.314

2.147E5

.000

TPT

3.822

2

1.911

93.462

.000

K

1.722

2

.861

42.106

.000

TPT * K

1.972

4

.493

24.108

.000

Error

.184

9

.020

Total

4398.014

18

7.700

17

Corrected Model Intercept

Corrected Total

a. R Squared = .976 (Adjusted R Square = .955) warna b Subset % TPT Duncana

N

1

TPT=0.5%

6

TPT=0.0%

6

TPT=1.0%

6

Sig.

2

3

1.51758E1 1.54233E1 1.62533E1 1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .020 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

47

warna b Subset %K Duncana

N

1

2

K=0.5%

6

1.53492E1

K=1.0%

6

1.54525E1

K=0.0%

6

1.60508E1

Sig.

.242

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .020. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

Lampiran 6. Analisis varian parameter rasa Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:sweet Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

22.000a

8

2.750

16.500

.000

Intercept

125.000

1

125.000

750.000

.000

14.800

2

7.400

44.400

.000

K

3.733

2

1.867

11.200

.000

TPT * K

3.467

4

.867

5.200

.002

Error

6.000

36

.167

Total

153.000

45

28.000

44

TPT

Corrected Total

a. R Squared = .786 (Adjusted R Squared = .738)

sweet Subset % TPT Duncana

N

1

0

15

0.5

15

1

15

Sig.

2

3

.9333 1.7333 2.3333 1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .167. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000.

48

sweet Subset %K Duncana

N

1

2

0

15

1.4000

0.5

15

1.5333

1

15

2.0667

Sig.

.377

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .167. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000.

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:bitter Type III Sum of Squares

Source Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

df

Mean Square

12.978a 6.422 7.644 1.244 4.089

8 1 2 2 4

1.622 6.422 3.822 .622 1.022 .378

13.600

36

Total

33.000

45

Corrected Total

26.578

44

F 4.294 17.000 10.118 1.647 2.706

Sig. .001 .000 .000 .207 .045

a. R Squared = .488 (Adjusted R Squared = .375)

bitter Duncan Subset % TPT

N

1

2

1

15

-.7333

0

15

-.6000

0.5

15

Sig.

.2000 .556

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .378.

49

bitter Duncan Subset %K

N

1

0

15

-.6000

1

15

-.3333

0.5

15

-.2000

Sig.

.100

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .378.

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:cocoa Type III Sum of Squares

Source

df

Mean Square

Corrected Model Intercept TPT K TPT * K Error

8.711a 8.889 4.578 2.178 1.956

8 1 2 2 4

1.089 8.889 2.289 1.089 .489

12.400

36

.344

Total

30.000

45

Corrected Total

21.111

44

F 3.161 25.806 6.645 3.161 1.419

Sig. .008 .000 .003 .054 .247

a. R Squared = .413 (Adjusted R Squared = .282)

cocoa Subset % TPT Duncana

N

1

2

TPT=1.0%

15

-.7333

TPT=0.5%

15

-.6000

TPT=0.0%

15

Sig.

.0000 .538

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .344. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000.

50

cocoa Subset %K Duncana

N

1

2

K=1.0%

15

-.7333

K=0.0%

15

-.4000

K=0.5%

15

Sig.

-.4000 -.2000

.129

.357

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .344. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000.

51

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di temanggung pada tanggal 12 Oktober 1978 sebagai anak bungsu dari pasangan Amin dan Sawaliyah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai karyawan swasta di Departemen Riset dan Pengembangan PT Gandum Mas Kencana, produsen bahan-bahan bakery dan cokelat. Bidang yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah riset, pengembangan produk baru, perbaikan produk eksis khususnya produk cokelat, serta implementasi sistem keamanan pangan di tempat bekerja. Penulis juga aktif mengikuti perkembangan cokelat diantaranya sebagai salah satu wakil indutri dalam penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Cokelat dan Produk-produk Cokelat serta RSNI Cokelat Compound dan Produk-produk Cokelat Compound. Penulis juga ikut dalam pembahasan penyusunan Kategori Pangan 05. Kembang Gula/Permen, Cokelat dan Konfeksioneri. Karya Ilmiah berjudul Penggunaan Polimer untuk Meningkatkan Stabilitas Cokelat telah dikirimkan ke Jurnal Bulog dan saat ini sedang direview oleh dewan redaksi.

52