PENGARUH SELEKSI BOBOT SAPIH DAN BOBOT SETAHUN TERHADAP LAJU

Download Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007. 264. PENGARUH SELEKSI BOBOT SAPIH DAN BOBOT. SETAHUN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN ...

1 downloads 487 Views 65KB Size
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

PENGARUH SELEKSI BOBOT SAPIH DAN BOBOT SETAHUN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DI FOUNDATION STOCK (Effect of Weaning Weight and Yearling Weight Selection on Growth Rate of Peranakan Ongole Cattle in Foundation Stock) DIDI BUDI WIJONO Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT Beef cattle selection based on live weight is an effort to get good offspring with high growth rate (productivity) requires the right time and is expected not to eliminate good genetic factor due to environmental effect. The study was conducted to select cattle based on live weight with optimal growth rate. Thirty three offspring from 60 PO cows were used as foundation stock at Beef Cattle Research Station. Offsprings were weighed every 2 – 3 months. Live weight was converted to live weight at 205, 365, 450 and 540 days and analyzed with t test and continued with regression-correlation analysis. Results indicated that selection based on weaning age (205 day) resulted in lower adult body weight (540 days) than selected at 365 days, (167.87 kg vs 175.27 kg), moreover the population reaching the same adult body weight (540 days) decreased by 33.33%. The weight at 365 days old age was under the value of average weight of foundation stock population. The correlation level and determination level of selection of live weight 365 day were higher (r = 0.79 of R2 = 0.63) than that of selection at 205 days (r = 0.59 and R2 = 0.35). Therefore selection done at 365 day of age will give consistent result and better population. Key Words: Selection, Growth Rate, Age, PO Cattle ABSTRAK Seleksi sapi potong berdasarkan bobot hidup merupakan upaya untuk mendapatkan keturunan yang memiliki laju pertumbuhan (produktivitas) yang tinggi, diperlukan waktu yang tepat dan diharapkan tidak menghilangkan faktor genetik yang baik akibat pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan seleksi berdasarkan bobot hidup dengan laju pertumbuhan yang optimal. Materi yang digunakan adalah sapi potong PO di foundation stock Loka Penelitian Sapi Potong sebanyak 33 ekor dari kelahiran 60 ekor induk. Pengumpulan data dilakukan terhadap parameter bobot hidup secara berkelanjutan dengan jarak penimbangan 2 – 3 bulan sekali. Bobot hidup dikonversi ke dalam bobot hidup 205, 365, 450 dan 540 hari. Analisis data digunakan uji beda t dan dilanjutkan analisis regresi-korelasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa seleksi berdasarkan umur sapih (205 hari) mendapatkan berat badan dewasa (540 hari) lebih rendah dibanding seleksi pada umur 365 hari yaitu 167,87 dan 175,27 kg, disamping itu pada seleksi 205 hari terjadi penurunan jumlah ternak sebanyak 33,33% untuk mencapai bobot hidup dewasa yang sama (540 hari). Demikian pula pada saat umur mencapai 365 hari memiliki bobot hidup dibawah nilai rataan populasi kelompok foundation stock. Disamping itu tingkat korelasi dan diterminasi tertinggi pada seleksi bobot hidup 365 hari (r = 0,79 dan R2 = 0,63) dibanding seleksi 205 hari (r = 0,59 dan R2 = 0,35). Sehingga seleksi yang dilakukan pada umur 365 hari akan memberikan hasil yang lebih baik dan konsisten populasinya. Kata Kunci: Seleksi, Laju Pertumbuhan, Umur, Sapi PO

PENDAHULUAN Isu klasik bahwa sapi potong lokal telah mengalami penurunan mutu yang diperkirakan akibat terjadinya seleksi negatif yaitu

264

inbreeding, pemotongan sapi berkualitas dan betina produktif, disamping faktor manajemen terutama kekurangan gizi pakan secara terusmenerus (TOELIHERE, 2002). Guna mendukung penyediaan bibit berkualitas selayaknya

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

dibentuk kelompok-kelompok pembibitan yang diharapkan mampu bertindak sebagai penyedia sapi potong bakalan sebagi calon bibit (cowcalf-operation). Perbibitan merupakan salah satu upaya pengembangan penyediaan bibit yang pada dasarnya kurang menarik bagi pengusaha dan ekonomi cow-calf operation kurang menguntungkan, yang diakibatkan oleh hasil produksi yang diharapkan berjalan cukup lama dan populasi besar disamping kebutuhan faktor finansial yang besar pula (HUSODO,. 2000). Pengembangan perbibitan dengan segala keterbatasannya masih sangat diperlukan guna mempertahankan sapi potong lokal yang memiliki produktivitas yang tinggi dan telah berkembang dengan baik pada kondisi daerah tropis yang memiliki lingkungan yang berat. Untuk itu diperlukan alternatif pendukung dalam melakukan pemilihan atau seleksi dengan populasi yang terbatas akan tetapi memiliki hasil dengan produktivitas yang lebih tinggi sehingga pembibitan yang dilakukan lebih efisien. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu faktor pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai parameter seleksi yaitu seleksi berdasarkan berat badan dan umur optimal untuk mendapatkan laju pertumbuhan yang maksimal. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Loka Penelitian Sapi Potong dengan memanfaatkan sapi potong Peranakan Ongole yang dikembangkan sebagai kelompok dasar (foundation stock) dan pengamatan dilakukan sejak tahun 2004 – 2006. Materi yang digunakan sebanyak 33 ekor pedet yang dilahirkan dari induk hasil penjaringan sebanyak 60 ekor. Penimbangan bobot hidup yang digunakan sebagai parameter pertumbuhan dilakukan secara berkelanjutan 2 – 3 bulan sekali untuk mendapatkan bobot hidup yaitu bobot lahir yang ditimbang kurang dari 24 jam, bobot hidup umur 205 hari, 365 hari (yearling), 450 hari dan 540 hari (dewasa). Faktor koreksi bobot hidup yang digunakan untuk: • Bobot 205 = (BH sapih – BH awal)/(jumlah hari) x 205 + Bobot lahir.

• Bobot 365 = (BH akhir – BH awal)/(jumlah hari) x 160 + Bobot 205. • Bobot 450 = (BH akhir – BH awal)/(jumlah hari) x 85 + Bobot 365. • Bobot 540 = (BH akhir – BH awal)/(jumlah hari) x 90 + Bobot 450. Bobot hidup (BH) awal dan bobot hidup (BH) akhir adalah bobot hidup saat penimbangan awal dan akhir diantara umur 365, 450 dan 540 hari, bobot hidup (BH) sapih penimbangan dilakukan saat penyapihan, sedangkan jumlah hari adalah selisih tanggal penimbangan awal dan akhir dan hasil baginya merupakan pertambahan bobot harian. Kriteria seleksi yang digunakan berdasarkan kepada kelompok bobot hidup di atas dan di bawah rataan sampel di setiap kelompok umur. Data hasil pengamatan dilakukan analisis beda t antar kelompok dan dilanjutkan dengan uji regresi. HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi umur seleksi Seleksi merupakan suatu tindakan pemilihan ternak berdasarkan tampilan morfologi untuk mendapatkan sapi potong yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dan mendukung pembentukan kelompok sapi potong unggul. Sebagaimana diketahui bahwa fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan diantaranya penyakit, suplai pakan, temperatur lingkungan dan faktor lain yang dialami sejak lahir sampai menjelang mati (WARWICK et al., 1983; LASLEY, 1978). Demikian pula sifat morfologi dapat digunakan sebagai faktor seleksi terhadap pengaruh sifat yang tidak menguntungkan dan dapat diketahui lebih awal (FRIES dan RUVINSKY, 1999). Hasil penelitian terhadap perlakukan seleksi yang dilakukan berdasarkan bobot hidup sapih yang dikonversi yaitu pada umur 205 hari (sapih) dan umur 365 hari menunjukkan bahwa seleksi yang dilakukan pada saat umur sapih sebesar 104 kg dan pada saat umur 540 hari (dewasa) bobot hidup yang dicapai sebesar 167,87 kg dengan pertambahan bobot hidup sebesar 61,42%. Sedangkan sapi pedet yang diseleksi pada umur 365 hari memiliki bobot hidup saat seleksi 133,56 kg dan berat badan dewasa yang dicapai lebih tinggi sebesar

265

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

175,27 kg akan tetapi dilihat dari bobot sapih (205 hari) lebih rendah yaitu 95,40 kg. Rendahnya pengaruh lingkungan pakan terhadap laju pertumbuhan setelah lepas sapih memberikan peluang terhadap perlakuan seleksi lepas sapih untuk mendapatkan ketepatan yang lebih mendekati realita peningkatan bobot hidup yang memadai. ROY (1980) mengemukakan bahwa pola pemberian pakan pada sapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan pencernaan bahan pakan baik berbentuk hay, konsentrat atau keduanya setelah berumur 4 bulan – 2 tahun. Demikian pula menurut BURNHAM et al (2000) bahwa pertambahan bobot hidup dan konsumsi pakan sapi dara dan pejantan muda mulai umur 9 – 25 bulan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Walaupun demikian berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot hidup dan umur pada saat pelaksanaan seleksi dengan bobot hidup dewasa (540 hari) memiliki keeratan hubungan yang tinggi, sehingga target seleksi akan berbicara lain. Seleksi yang dilakukan pada saat umur sapih (205 hari) memiliki tingkat korelasi yang tinggi (r = 0,59) akan tetapi memiliki koefisien determinasi yang rendah (R2 = 0,35), menunjukkan keberhasilannya masih lebih besar dipengaruhi faktor lain antara lain morfologi ternak. Seleksi yang dilakukan setelah berumur 365 hari menunjukkan korelasi yang lebih tinggi yaitu r = 0,79, demikian pula koefisien determinasi yang dihasilkan lebih tinggi (0,63), sehingga keberhasilannya akan lebih tinggi dengan lebih rendahnya pengaruh lain. Kemungkinan faktor genetik turut berperan dalam mempengaruhi laju pertumbuhan saat disapih sampai berat badan dewasa, menurut DALTON (1980) bahwa tampilan luar (fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya. Untuk menghasilkan bobot hidup yang sama (540 hari) yaitu sebesar 175,27 kg pada perlakuan seleksi umur sapihan (205 hari) terjadi pengurangan sapi sebanyak 33,33% (6 ekor) atau pedet yang memiliki bobot hidup dibawah nilai rataan pada saat berumur 365

266

hari sehingga hasil seleksi yang mampu mencapai laju pertumbuhan yang diharapkan menjadi 63,67%, sedangkan seleksi setelah 363 hari tidak terjadi perubahan hasil. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan bobot hidup diatas rataan pada umur sapihan masih didapatkan sapi yang memiliki kemampuan laju pertumbuhan yang rendah dan sebaliknya masih didapatkan sapi yang memiliki bobot yang rendah akan tetapi memiliki potensi yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Pedet yang baru disapih masih dalam proses biologis terhadap perkembangan fungsi organ pencernaan sehingga fungsi organ pencernaan sapi lepas sapih belum maksimal terutama rumen dan reticulum sehingga belum mampu menjadi ruminan sejati (TILLMAN et al., 1998; LEIBHOIZ, 1975). Menurut BARKER et al. (1979) bahwa bobot lahir, pertambahan bobot hidup prasapih dan bobot sapih dipengaruhi oleh faktor genetik dengan nilai heritabilitas secara berurutan sebesar 0,40; 0,30; dan 0,30. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain induk terhadap kemampuan produksi susu, iklim (musim) dan tata laksana pemeliharaan yaitu masing-masing sebesar 0,60, 0,70 dan 0,70. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan sangat tinggi terhadap laju pertumbuhan dibandingkan dengan pengaruh genetik dan semakin tinggi dengan bertambahnya umur. WIJONO et al. (2005) mendapatkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat tinggi pada hubungan bobot sapih dengan bobot hidup 365 hari sebesar r = 74 dan hubungan yang rendah dengan bobot lahir r = 0,22. Percepatan seleksi dengan memanfaatkan bobot sapih dapat dilakukan dengan pertimbangan faktor lain yang tampak dari morfologinya dan memiliki sifat genotipe yang tinggi, heritabilitas yang besar akan membawa faktor keturunan yang sesuai. Sebagaimana dinyatakan HINOJOSA et al. (2003) bahwa bobot sapih yang tinggi nantinya akan menghasilkan sapi dengan pertumbuhan dan perkembngan berikutnya yang lebih baik.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

Tabel 1. Rataan bobot hidup seleksi, korelasi dan determinasi sapi potong PO Bobot hidup

Sampel

Umur 540 hari

Pertambahan bobot hidup

r

R2

205 hari

104,00 ± 11,35

18

167,87 ± 31,17

63,87 (61,42%)

0,59

0,35

365 hari

133,56 ± 11,60

16

175,27 ± 32,52

79,86 (45,56%)

0,79

0,63

205 hari

70,83 ± 12,42

15

137,27 ± 34,59

-

-

-

365 hari

100,46 ± 12,83

17

133,91 ± 26,18

-

-

-

Umur Seleksi

Tidak seleksi

Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan sapi PO yang mengalami seleksi masing-masing pada saat disapih (umur 205 hari) dan umur satu tahun (Tabel 2), tampak bahwa bobot hidup yang sama pada umur 205, 365 dan 540 hari, demikian pula pertambahan bobot hidup hariannya menunjukkan perbedaan yang signifikan P < 0,05; kecuali pertambahan bobot hidup setelah diseleksi pada umur yang sama (365 hari). Hal ini menunjukkan bahwa seleksi pada umur 365 hari memberikan respon positif terhadap pertumbuhan dewasa dibandingkan dengan seleksi yang dilakukan pada saat umur sapih; seleksi pedet sapihan walaupun memberikan bobot hidup sapih yang lebih tinggi akan tetapi mengalami laju pertumbuhan yang lebih rendah (0,19 kg/hari). Laju pertumbuhan pada umur yang sama yaitu umur 365 hari untuk mencapai umur yang sama yaitu 540 hari mempunyai laju pertumbuhan yang sama dan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu 0,24 dan 0,23 kg/hari. Tampaknya setelah disapih terjadi penurunan bobot hidup yang dimungkinkan adanya fase transisi pemenuhan gizi pakan

yang pada awalnya tergantung kepada induk dan beralih kepada kemampuan sendiri. DONAHUE et al. (1985) menyatakan bahwa umur saat terjadinya transisi dari periode pre ruminan menjadi ruminansia sejati bevariasi cukup luas tergantung kepada pola pakan untuk merangsang perkembangan mikroba rumen dan perkembangan volume rumen telah sempurna terjadi saat umur 3 bulan. BURNHAM et al. (2000) mengungkapkan bahwa pertambahan bobot hidup dan konsumsi pakan sapi dara dan pejantan muda pada umur kurang dari 9 bulan masih berfluktuatif tergantung kemampuan individu. Dengan demikian pengaruh pakan tidak signifikan dibanding akibat kemampuan pedet beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang mempengaruhi karakteristik biologis ternak setelah 9 bulan. Maka dibutuhkan waktu adaptasi oleh sapi pedet akibat penghentian kecukupan pakan yang berasal dari susu sebagai sumber nutrien dan selanjutnya tergantung kemampuan individu mencukupi kebutuhan pakan untuk kebutuhan pertumbuhannya; hal ini tidak terjadi pada sapi yang diseleksi setelah berumur 365 hari.

Tabel 2. Bobot hidup hasil seleksi pada umur 205 hari dan 365 hari sampai umur 540 hari sapi potong PO Pertambahan Bobot Hidup Harian (kg/hari)

Bobot hidup (kg)

Umur seleksi 205 hari

365 hari

540 hari

205 hari

365 hari

Seleksi 205 hari

103,99a

124,67a

167,86a

0,19a

0,24 a

Seleksi 365 hari

95,39b

133,56b

175,26b

0,23b

0,23 a

a, b

superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)

267

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

pertumbuhannya selalu lebih rendah dan bobot hidup pada umur yang sama lebih rendah.

Bobot hidup (kg)

BOYLES (2006) juga menyatakan adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan yaitu penyesuaian temperatur lingkungan yang panas akan diimbangi dengan minum air yang banyak yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketidak seimbangan mineral tubuh yang juga dapat berpengaruh terhadap kemampuan konsumsi, metabolisme tubuh dan laju pertumbuhan yang menurun. Fluktuasi pertambahan bobot hidup setelah dilakukan seleksi tampak pada kelompok seleksi 365 hari memiliki laju pertumbuhan konstan dan selalu lebih tinggi dari kelompok seleksi 205 hari. Pada saat sesama umur sapih tampak yang disapih setelah berumur 365 hari tidak menunjukkan penurunan bobot hidup dibandingkan seleksi yang dilakukan pada saat umur sapih (Gambar 1).

180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1

450

205 365 Umur (hari)

540

Kelompok bawah rataan

Kelompok atas rataan

Gambar 2. Laju pertumbuhan seleksi diatas rataan dan bawah rataan pada umur 205 hari

200 180

150 Bobot hidup (kg)

Bobot hidup (kg)

200

100 50 0 1

205

365

450

540

Umur (hari) Seleksi 205hari Seleksi 365 hari

160 140 120 100 80 60 40 20 0 1

2

Kelompok atas rataan

Gambar 1. Laju pertumbuhan bobot hidup seleksi 205 dan 365 hari

Pada Gambar 2 dan Gambar 3 tampak trend pertambahan bobot hidup pada kelompok yang terseleksi memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding kelompok tidak terpilih. Walaupun demikian tampak pada Gambar 2 untuk seleksi pada umur 205 hari menunjukkan ada trend naik pada kelompok bawah rataan sampai umur 365 hari dan pertambahan bobot berikutnya memiliki trend yang sama fluktuasinya. Sedangkan pada kelompok seleksi setelah berumur 365 hari tampaknya kelompok hasil seleksi memiliki laju pertumbuhan positif, selalu meningkat dibandingkan dengan kelompok bawah rataan. Fluktuasi pertumbuhan hasil seleksi pada umur 365 memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik daripada kelompok seleksi pada umur 205 hari. Sedangkan kelompok tidak terpilih (seleksi) didalam perjalanannya

268

4

3

5

Umur (hari) Kelompok bawah rataan

Gambar 3. Laju pertumbuhan seleksi diatas dan bawah rataan pada umur 365 hari

Dengan demikian salah satu perlakuan seleksi berdasarkan bobot hidup mampu memberikan respons yang baik untuk mendapatkan kelompok sapi potong yang berkualitas, dan menunjukkan laju pertumbuhan relatif konstan. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan: 1. Pelaksanaan seleksi pada populasi yang terbatas idealnya dilakukan setelah berumur 365 hari (setahun), memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik dan memiliki keeratan hubungan yang tinggi dengan bobot hidup 540 hari (r = 79%), dan selayaknya dilakukan dalam populasinya.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007

2. Seleksi yang dipercepat yaitu saat disapih diperlukan kehati-hatian karena keberhasilannya cukup rendah (determinasi 35%), dan masih diperlukan masa transisi menyusu. 3. Seleksi berdasarkan bobot hidup mampu memberikan respon laju pertumbuhan yang memadai.

HUSODO, S.Y. 2000. Upaya HKTI dalam mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional dan Agribis Peternakan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 200. Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 3 – 16. LASLEY, J.F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

DAFTAR PUSTAKA

LEIBHOLZ, J. 1975. The development of ruminan digestion in the calf. I. The digention of barley and soy bean meal. Aust. J. Agric. Res. 26.

BARKER, J.S.P., D.J. BRETT, D.F. FREDERICK and L.J. LAMBOURN. 1975. A Course Manual in Tropical Beff Cattle Production. A.A.U.S.S.

ROY, J.H.B. 1980. The calf. 4th Ed. Butterworth. London. Boston.

BOYLES, S. 2006. Heat stress and beef cattle.OSU Extenton beef spescialst. INTERNET. BURNHAM, D.L., R.W. PURDEAS and S.T. MORRIS. 2000. The relationship between growth performance and feed intake bulls and streers at pasture. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13: July 2000 Supplement:165. DALTON, D.C. 1980. An Introduction to Practical Animal Breeding. Granada. London. DONAHUE, P.B., C.G. SCWAB, J.D. QUIGLY, III and W.E. HYLTON. 1985. Methyionine deficiency in early-weaned dairy calves fed pelleted rations based on corn and alfafa or corn and soybean. J. Dairy Sci. 68. FRIES, R. dan A. RUVINSKY. 1999. The Genetics of Cattle. CABI Publishing. HINOJOSA, A., A. FRANCO dan I. BOLIO. 2003. Genetic and Enviromental Factors Affecting Calving Interval in a Commercial Beef Herd in a Semi-Humid Tropical Enviromrnt. Htt://www. Fao.org/Aga/ag/agap/FRG.

TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press. Fapet UGM. Yogyakarta. TOELIHERE, M.R. 2002. Increasing the succes rate and adoption of artificial insemination for genetic improvement of Bali cattle. Aciar Project AS2/2000/099. Strategies to improve Bali cattle – East Indonesia. Bali Cattle Work Shop, Bali. WARWICK, E.J., J.M. ASTUTIK dan W. HARDJOSUBROTO. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. WIJONO, D.B., HARTATI dan MARIYONO. 2006. Korelasi bobot sapih terhadap bobot lahir dan bobot hidup 365 hari pada sapi Peranakan Ongole. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 Septermber 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 206 – 211.

DISKUSI Pertanyaan: 1. Mengapa menggunakan faktor korelasi umur pada ternak 205 dan 365 hari, padahal kita ketahui pada umur 205 hari pertumbuhan ternak belum optimal sedangkan umur 365 hari sudah mencapai puncak. 2. Mengapa tidak didasarkan pada umur biologisnya saja. Jawaban: 1. Karena di dalam penelitian pemuliaan harus minimalkan pengaruh lingkungan sehingga data yang di peroleh harus dikoreksi ke umur 205 dan 365 hari terlebih dulu agar data yang diperoleh lebih valid. 2. Umur 205 dan 365 hari sudah merupakan standar.

269