PENGARUH SENAM ASMA TERSTRUKTUR TERHADAP PENINGKATAN ARUS

Download Abstrak: Pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (Ape). Pada Pasien Asma. Asma merupakan proses peradang...

0 downloads 446 Views 261KB Size
PENGARUH SENAM ASMA TERSTRUKTUR TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) PADA PASIEN ASMA Budi Antoro Dosen Ilmu Keperawatan STIKES MITRA LAMPUNG e-mail: [email protected] Abstrak: Pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (Ape) Pada Pasien Asma. Asma merupakan proses peradangan kronis yang menyebabkan edema mukosa, sekresi mucus, dan peradangan pada saluran nafas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh senam asma terstruktur terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pada pasien asma. Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimental dengan desain pretest-postest with control group design. Sampel berjumlah 38 responden dipilih menggunakan purposive sampling. Hasil uji statistik tidak ada perbedaan rerata peningkatan arus puncak ekspirasi sesudah senam asma pada kelompok intervensi dan kontrol p=.616, (>0.05). Namun hasil uji statistik ada perbedaan yang signifikan rerata peningkatan arus puncak ekspirasi sesudah senam asma terstruktur pada kelompok intervensi p=.037, (<0.05). Usia paling signifikan mempengaruhi peningkatan arus pucak ekspirasi p=.000, sedangkan Jenis kelamin dan pekerjaan tidak signifikan pengaruhi peningkatan arus puncak ekspirasi. Dari penelitian ini disarankan agar petugas kesehatan tentang pentingnya senam asma terstruktur guna meningkatkan arus puncak ekspirasi menjadi lebih optimal. Kata Kunci: asma, pasien asma, senam asma terstruktur, arus puncak ekpirasi (APE).

Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, khususnya sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel-sel epitel. Pada individu yang peka, inflamasi ini menyebabkan episode berulang mengi (wheezing), susah bernapas, dada sesak dan batuk, terutama pada malam atau pagi hari. Inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan. (Hariadi, 2010). Data Report Word Healt Organitation tahun 2011 (WHO) menunjukkan 300 juta orang di dunia terdiagnosa asma dan diperkirakan akan meningkat menjadi 400 juta orang di tahun 2025. Serta kematian asma mencapai 250.000 orang pertahun. Di America Serikat prevalesi asma mencapai 8,4% pada tahun 2009 dan terus meningkat hingga mencapai 17,8% pada tahun 2011. Di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 5,4% pada tahun 2003 menjadi 5,7% di tahun 2013 (dari total penyakit tidak menular) dan pasien asma di Indonesia usia terbanyak berumur <40 tahun (RIKESDAS, 2013). Menurut Badan Litbangkes, 2008. Hasil diagnosis Prevalensi asma adalah 1,9%. Prevalensi asma di Provinsi Lampung berkisar antara 1,5% dan di Gorontalo 7,2%. Terdapat 17 Provinsi dengan prevalensi asma lebih tinggi dari angka nasional diantaranya Provinsi Aceh sebesar 4,9%, Provinsi Jawa Barat sebesar 4,1%, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 6,5%.

Meskipun asma merupakan penyakit yang dikenal luas dimasyarakat secara umum namun kurang dipahami hingga timbul anggapan dari sebagian dokter dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati, timbul kebiasaan dari dokter dan pasien untuk mengatasi gejala asma hanya saat gejala sesak nafas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan bronkodilator saja, tetapi tidak dengan mengelola asma secara lengkap sehingga bisa bersifat menetap dan penurunan produktivitas serta penurunan kualitas hidup dan komplikasi lanjutan. (Dahlan, 2000). Dengan update perkembangan dunia kesehatan saat ini, perawat dibutuhkan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang lebih khususnya pada pasien asma. Perawat mempunyai wewenang dalam memberikan tindakan atau intervensi baik mandiri maupun kolaboratif. Tindakan-tindakan keperawatan yang dilakukan mulai dari tindakan preventif yaitu upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit. Yayasan Asma Indonesia (YAI) telah merancang senam bagi peserta Klub Asma yang disebut Senam Asma Indonesia. Tujuan Senam Asma Indonesia adalah melatih cara bernafas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih eskpektorasi yang efektif, juga meningkatkan sirkulasi. Senam ini dapat dilakukan tiga hingga empat kali seminggu dengan durasi sekitar 30 menit. Senam akan memberi hasil bila 69

70 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 69-74

dilakukan sedikitnya 5 sampai 7 minggu. Sebelum melakukan senam perlu diketahui bahwa pasien tidak sedang dalam kondisi serangan asma, tidak dalam keadaan gagal jantung tetapi dalam kondisii kesehatan cukup baik. (Supriyantoro, 2004 ). Hasil wawancara dengan ketua kelompok senam asma Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung tanggal 16 April 2014, dari 60% pasien yang mengikuti club senam asma, mereka merasakan tubuhnya menjadi lebih bugar dan serangan asma berkurang dan merasa lebih sehat, sedangkan 40% pasien asma yang tidak rutin mengikuti senam asma sering kali mengalami sesak dada pada malam hari, jika dibiarkan saja bisa mengalami sesak dan mengi berhari hari. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma di Perkumpulan Senam Asma Rumah Sakit umum Abdul Moeloek Provinsi Lampung”. Tujuan Umum Menjelaskan dan menganalisis pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma di Perkumpulan Senam Asma Rumah Sakit umum Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Tujuan Khusus a. Diketahui Karakteristik (usia, jenis kelamin, pekerjaan) pada pasien asma. b. Diketahui nilai Arus Puncak ekspirasi (APE) sebelum senam asma pada pasien asma pada kelompok intervensi dan kelompok control. c. Diketahui nilai Arus Puncak ekspirasi (APE) sesudah senam asma pada pasien asma pada kelompok intervensi dan kelompok control. d. Diketahui perbedaan arus puncak ekspirasi (APE) sesudah senam asma pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. e. Diketahui pengaruh faktor usia, jenis kelamin dan pekerjaan terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE). Manfaat Penelitian 1. Untuk institusi pelayanan keperawatan (Aplikasi) a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien asma baik dalam tahap promotif maupun tahap rehabilitatif. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya senam asma dan lebih memotivasi pasien untuk mengikuti senam asma secara rutin.

2. Perkembangan Ilmu Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menjadikan senam asma sebagai salah satu intervensi keperawatan pada sistem respirasi pada pasien asma. 3. Untuk penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan berbagai macam latihan atau exercise yang dapat mempengaruhi peningkatan fungsi paru (arus puncak ekspirasi) pada pasien asma. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimental dengan desain pretest-postest with control group design. Sampel berjumlah 38 responden dipilih menggunakan purposive sampling, dengan menggunakan kriteria inklusi: a. Bersedia menjadi responden. b. Pasien asma laki-laki atau perempuan yang mengikuti senam asma di perkumpulan asma Rumah Sakit umum Abdul Moeloek Provinsi Lampung. c. Pasien berusia antara 30 tahun sampai 60 tahun. d. Pasien asma derajat ringan dan sedang dengan arus puncak ekspirasi (APE) antara 60%-80%. e. Rutin mengikuti senam asma 1x seminggu yang di lakukan selama 60 menit selama 6 minggu. Kriteria Eksklusi: a. Pasien asma sedang sakit atau rawat inap . b. Pasien exercise Induced Asthma/ EIA (pasien yang mengalami serangan asma apabila melakukan olah raga). c. Menderita penyakit lain seperti jantung dan hipertensi. Setelah mendapatkan kesepakatan lalu peneliti dan pengurus senam asma melakukan penentuan kriteria inklusi, saat penentuan kriteria responden penelitian hanya 38 responden yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini dengan rincian untuk kelompok intervensi (19 orang) dilaksanakan senam asma dengan mendapatkan edukasi dilaksanakan pada hari minggu dan untuk kelompok kontrol (19 orang) senam asma tanpa diberikan edukasi pada hari rabu. Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap: a) Tahap pertama dilakukan sebelum senam asma, yaitu mengakaji karakteristik responden dan menilai arus puncak ekspirasi, b) Tahap kedua pengumpulan data setelah 6 minggu senam asma dengan menilai arus puncak ekspirasi.

Antoro, Pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) 71

a. Peak flow meter Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat Peak flow meter untuk mengukur arus puncak ekspirasi, Peak flow meter adalah alat untuk mengukur arus puncak ekspirasi (APE) pada pasien asma. Dengan didapatnya nilai APE dapat tergambar fungsi ventilasi paru pasien asma. Pengukuran dilakukan 2 yaitu sebelum senam asma dan 6 minggu sesudah senam asma kali dan di ambil nilai APE tertinggi. b. Lembar observasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan lembar observasi untuk mencatat kode responden, usia, jenis kelamin dan pekerjaan serta untuk mencatat hasil pengukuran Arus puncak Ekspirasi (APE). c. Lembar cek list Lembar cek list digunakan oleh peneliti untuk mencatat kehadiran peserta senam asma selama 6 Minggu. Lembar cek list terlampir pada lampiran 4. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Penelitian ini dilaksanakan di Perkumpulan Senam Asma Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2014. 1. Karakteristik Usia, jenis kelamin dan pekerjaan Hasil distribusi responden tabel 4.1 dari analisis dapat disimpulkan bahwa usia pada kelompok intervensi paling banyak adalah usia 4660 th yakni 15 responden (78.9%), sedangkan usia pada kelompok kontrol juga di dominasi oleh usia 46-60 th yakni sebanyak 13 responden (68,4%). Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Angka kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, meskipun demikian asma dapat timbul disembarang waktu (Sundaru, 2007). Secara teoritis kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru akan menurun sesuai pertambahan usia, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan elastisitas dinding dada. Perubahan struktur pernapasan di mulai awal dewasa pertengahan. Selama proses penuaan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronchial, penurunan kapasitas paru dan peningkatan jumlah ruang rugi (Guyton & Hall, 2014). Penurunan kapasitas paru menurut Lemon & Burke (2000) disebabkan juga oleh: melemahnya otot-otot interkosta sehingga mengurangi pergerakan dinding dada, adanya osteoporosis vertebra,

sehingga menurunkan fleksibilitas spinal dan peningkatkan derajat kiposis, dan lebih jauh akan meningkatkan diameter antero-posterior rongga dada. diapragma lebih datar dan kehilangan elastisitasnya. Hasil analisisis peneliti menyimpulkan bahwa secara teori hasil penelitian sesuai dengan fakta dimana yang mengikuti senam asam rata-rata usianya 45-60 tahun dimana pada usia tua pasien harus lebih banyak melakukan aktifitas agar fungsi parunya meningkat. Hasil distribusi responden menurut jenis kelamin jumlah memberikan porsentase terbesar dengan jenis kelamin perempuan yaitu berjumlah (23 orang) (60.5%). Sejalan dengan hasil penelitian Atmoko (2011) didapatkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan lebih besar untuk memiliki asma yang tidak terkontrol dibandingkan laki–laki. Secara teori bahwa fungsi paru laki-laki lebih tinggi 20%25% dibadingkan perempuan, karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Selain itu aktivitas laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga recoil dan complience paru sudah terlatih (Guyton & Hall, 2011). Secara statistik hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan mendukung teori di atas. Hasil Analisis diatas peneliti meyimpulkan sesuai dengan teori diatas laki-laki yang mengikuti senam lebih sedikit dibandingkan perempuan karna laki-laki masih banyak yang melakukan aktifitas baik bekerja sebagai petani maupun wiraswasta sehinga compliance paru sudah terlatih. Hasil distribusi responden menurut pekerjaan memberikan porsentase terbesar pekerjaan responden yaitu berjumlah (17 orang), (44.7%) yaitu responden dengan pekerjaan wiraswasta. Pekerjaan yang berkaitan dengan bersihbersih atau berhubungan dengan bahan-bahan pembersih mempunyai hubungan paling kuat dengan penyakit asma pada. Sejalan dengan hasil penelitian Ghosh (2006), dari Imperial College London, satu dari enam kasus penyakit asma pada orang dewasa ada hubungannya dengan tempat kerja. Mereka mencatat bahwa perkembangan penyakit asma sangat jelas berkaitan dengan 18 jenis pekerjaan, khususnya pekerjaan cleaning yang membuat orang harus berhubungan dengan bahan kimia. Pekerjanpekerjaan lainnya yang terkait asma biasanya adalah pertanian, penataan rambut dan percetakan. Hasil analisis peneliti menyimpulkan bahwa pada pada penelitian ini yang paling banyak menderita asma adalah dengan pekerjaan

72 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 69-74

wiraswasta, sebagai pedagang dimana pedagang dengan aktifitas yang padat dipasar dapat membuat stress pasien sehingga dapat menyebabkan kekambuhan penyakit asma. 2. Nilai rerata Arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah senam asma pada kelompok intervensi dan kontrol Hasil analisis didapatkan nilai rerata arus puncak ekspirasi (APE) pada kelompok intervensi pada pengukuran sebelum senam asma 329.47 ml/mnt sesudah senam asma 342.11 ml/mnt. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dan sesudah 12.63 ml/mnt dengan Standar deviasi 24.45 l/mnt 9. Hasil uji statistik di dapat nilai t=-2.251 dengan p= .037, maka dapat di simpulkan ada perbedaan yang signifikan antara nilai arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah melakukan senam asma. Sedangkan hasil analisis pada kelompok kontrol didapat rerata arus puncak ekspirasi (APE) didapat pengukuran sebelum senam asma 347.37 ml/mnt, sesudah senam asma 356.32 ml/mnt. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah senam adalah 8.94 dengan Standar deviasi 20.247. Hasil uji statistik di dapat nilai t=1.926 dengan p=.070, maka dapat di simpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah melakukan senam asma. 3. Perbedaan Arus puncak ekspirasi (APE) sesudah senam asma pada kelompok intervensi dan kontrol Hasil analisis didapat rerata arus puncak ekspirasi pada kelompok intervensi adalah 12.63 ml/mnt dengan standar deviasi 24.459 dan standar error 5.611, sedangkan pada kelompok kontrol rerata arus puncak ekspirasi adalah 8.95 dengan standar deviasi 20.247 dengan standar error 4.645. Hasil uji statistik nilai t=506 dengan p=616, (>0.05) berarti tidak ada perbedaan yang signifikan rerata arus puncak ekspirasi sesudah senam asma pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. 4. Pengaruh Faktor usia, jenis kelamin dan pekerjaan terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) Hasil analisis didapat dari kotak table model summary didapatkan nilai R square sebesar 0,675, hanya faktor usia pada pasien asma yang melakukan senam asma yang paling berpengaruh terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) p=000. sedangkan variabel jenis kelamin dan pekerjaan tidak mempegaruhi arus puncak ekspirasi. PEMBAHASAN Dari data diatas didapat rerata arus puncak ekspirasi pada kelompok intervensi adalah 12.63

ml/mnt, sedangkan pada kelompok kontrol rerata arus puncak ekspirasi adalah 8.95. Pada beberapa penyakit pernapasan terutama asma, resistensi aliran udara menjadi besar terutama selama ekspirasi, hal ini melahirkan suatu konsep yang disebut aliran ekspirasi maksimum yaitu bila seseorang melakukan ekspirasi dengan sangat kuat, maka aliran udara ekspirasi mencapai aliran maksimum dimana aliran tidak dapat ditingkatkan lagi walaupun dengan peningkatan tenaga yang besar. Aliran ekspirasi maksimum jauh lebih besar bila paru terisi dengan volume udara yang besar dari pada bila paru hampir kosong. Pada volume paru yang menjadi lebih kecil, maka aliran ekspirasi maksimum juga menjadi berkurang. Pada penyakit obstruksi saluran nafas yang salah satunya adalah asma biasanya pasien mengalami lebih banyak kesukaran waktu ekspirasi dari pada inspirasi, sebab kecenderungan menutupnya saluran nafas sangat meningkat dengan tekanan posistif dalam dada selama ekspirasi residu (Guyton & Hall 2014). Menurut teori gerakan senam asma khususnya gerakan erobik 1, 2 dan 3. Tujuan dari gerakan tersebut adalah melatih pernapasan dimana melatih dan mengontrol ekspirasi dan inspirasi untuk pengeluaran CO2 dari tubuh yang tertahan karena obstruksi saluran nafas. Karena ventilasi mendahului peningkatan pembentukan karbondioksida dalam darah sehingga otak mengadakan suatu rangsangan antisipasi pernapasan pada permulaan latihan, menghasilkan ventilasi alveolus ekstra bahkan sebelum hal ini dibutuhkan. Tetapi kira-kira setelah 30 sampai 40 detik latihan, jumlah karbondioksida yang dilepaskan dari otot aktif kemudian hampir sama dengan peningkatan kecepatan ventilasi dan PCO2 arteri kembali normal (Guyton & Hall, 2014). Senam asma juga merupakan latihan aerobik yang bertujuan untuk memperkuat otot pernafasan dan meningkatkan sirkulasi (Proverawati & widianti, 2010). Dengan meningkatnya sirkulasi dapat meningkatkan suplai oksigen ke sel-sel otot termasuk otot pernafasan, sehingga proses metabolisme terutama metabolisme aerob meningkat dan energi tubuh juga akan meningkat (Guyton & Hall, 2014). Hasil penelitian ini juga di dukung oleh penelitian Camelia (2008) Senam asma berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan v(P=0.0005, a=0.05) dan fungsi paru (P=0.0005, a=0.05). Hasil penelitian ini juga sependapat dengan Supriyantoro (2004), yang menyatakan senam akan memberi hasil bila dilakukan sedikitnya 6 sampai 8 minggu. Pasien asma harus terus melakukan senam asma secara rutin dan benar untuk mendapatkan

Antoro, Pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) 73

peningkatan arus puncak ekspirasi secara maksimal dan mengevaluasinya secara berkala. Dari data statistik di atas jelas sudah bahwa dengan senam asma yang dilakukan oleh pasien asma baik derajat ringan maupun sedang selama enam minggu berturut-turut dapat meningkatkan arus puncak eksirasi (APE). Secara uji statistik usia sangat dominan terhadap arus puncak ekspirasi, hal ini dapat disebabkan karena pasien asma yang mengikuti senam asma rata-rata berusia 51 tahun, dimana usia ini masih merupakan usia dewasa akhir. Secara teoritis kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru akan menurun sesuai pertambahan usia, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan elastisitas dinding dada. Perubahan struktur pernapasan di mulai awal dewasa pertengahan. Selama proses penuaan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronchial, penurunan kapasitas paru dan peningkatan jumlah ruang rugi (Guyton & Hall, 2014). SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Karakteristik dari 38 responden. Dimana usia rata-rata 51 th (min: 35-mak: 60) dan paling banyak adalah usia dewasa akhir. Jenis kelamin perempuan 23 (60.3%) dan pekerjaan paling banyak adalah wiraswasta 12 (31,6%).

2. Hasil nilai arus puncak ekspirasi sesudah senam asma kelompok intervensi senam asma terstruktur lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. 3. Hanya usia yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE), sedangkan jenis kelamin dan pekerjaan tidak mempengaruhi. Arah pengaruh usia bersifat negatif yang artinya semakin tinggi usia responden maka semakin rendah peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pada pasien asma. SARAN 1. Bagi Petugas Rumah sakit Diharapkan perawat ruangan khusus pernafasan dan poli paru dapat mensosialisasikan serta mengaplikasikan senam asma terstruktur sebagai salah satu therapy yang dapat digunakan dalam intervensi keperawatan pada pasien asma. 2. Bagi Dunia Pendidikan Diadakan senam asam dikampus sebagai olahraga alternatif bagi pasien asma yang dapat mengoptimalisasikan fungsi paru. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Perlu penelitian lebih lanjut terkait dengan pengaruh latihan senam asma, lamanya senam sesuai dengan degradasi asma berat, sedang dan ringan.

DAFTAR PUSTAKA American Thorax Society, (2004). Pulmonary rehabilitation. http://www.rehab.research.va.gov/jour/03/40/ 5Sup2/, diperoleh 11 april 2014. Black, Joyce. M., & Hawk, Jane. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah.; Manajemen klinis untuk hasil yang di harapkan, Indonesia : CV. Pentasada Media Edukasi. Brunner's & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. (11 ed). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Faisal Yunus. (2006). Penatalaksanaan Asma untuk Pertahankan Kualitas Hidup, http://www.compas.com , diperoleh tanggal 11 April 2014). Faisal Yunus.dkk (2003). Senam Asma Indonesia Revisi 2003, Jakarta. Yayasan Asma Indonesia. Guyton, Arthur. C., & Hall. John., E. (2014). Human Physiology and Deseases Mechanism,

(3th Ed). ( Terjemahan oleh Petrus Adrianto, 2001). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hastono, Sutanto Priyo. (2010). Analisis Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hudak & Gallo. (2005). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.Philadelphia: J.B. Lippincott Company. (http://www.tempo.co/read/news/2013). Hoeman, Shirley, P. (1996). Rehabilitation Nursing: Process and Application. (2Ed.), St. Louis: Mosby. Notoatmojo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Lemon – Burke, (2000), Medical Surgical Nursing, New Jersey Mosby Company. Mugi Handari, (2003), Jurnal Kesehatan. Yogyakarta, Surya Medika. diperoleh Tanggal 16 Mei 2014.

74 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 69-74

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2006). Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http:/www.klikpdpi.com. Riskesdas, (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian kesehatan RI. 12 April 2014. http://depkes.go.id. Slamet Hariadi. dkk. (2010). Buku ajar ilmu penyakit paru, Surabaya, Fakultas Kedokteran UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Sundaru, H. (2007). Ed. 4. Asma apa dan bagaimana pengobatannya. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sudoyo. AW, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

Sahat Camalia. (2008). Pengaruh senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernafasan dan fungsi paru pada pasien asma di perkumpulan senam asma rumah sakit umum Tangerang. Tesis. Depok: FIK UI. (Tidak diterbitkan). Sugiyono. (2005). Statistik untuk Penelitian . Bandung. CV. Alfabeta. Supriyantoro. (2004). Asma dan Kehidupan Seharihari. Jakarta .Yayasan Asma Indonesia. Widi Atmoko (2011). Prevalens Asma Tidak Terkontrol dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kontrol Asma di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. J Respir Indo Vol. 31, No. 2, April 2011.