Usulan Penelitian
PENGEMBANGAN ASURANSI USAHATANI PADI UNTUK MENANGGULANGI RISIKO KERUGIAN 75% AKIBAT BANJIR, KEKERINGAN DAN HAMA PENYAKIT
Oleh: Sahat M. Pasaribu Iwan Setiajie A. Nur Khoiriyah Agustin Erna Maria Lokollo Herlina Tarigan Juni Hestina Yana Supriyatna
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Januari 2010
I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan nasional menjadi salah satu tujuan utama pembangunan nasional. Kekurangan bahan pangan, khususnya makanan pokok beras akan menimbulkan gejolak sosial ekonomi dan politik yang memengaruhi pembangunan itu sendiri. Masalah-masalah multidimensional untuk mencapai kecukupan pangan sangat beragam dan dalam konteks ini, pemerintah berusaha untuk terus meningkatkan produksi pangan melalui inovasi teknologi dan penerapan program perbaikan manajemen usahatani. Sebagai bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia, beras harus selalu tersedia dan dapat dijangkau dengan harga yang memadai. Oleh karena itu, program peningkatan pangan berkelanjutan perlu dilakukan untuk membantu petani (yang lemah dalam banyak aspek) dalam memproduksi komoditas tersebut. Saat ini sangat diperlukan cara bagaimana mencapai ketahanan pangan pada tingkat kecukupan tertentu dalam keadaan ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan, besarnya pengangguran, meluasnya kemiskinan, dan meningkatnya harga-harga pangan yang menurunkan posisi tawar masyarakat. Produksi pangan, khususnya beras sudah seharusnya ditingkatkan dan distabilkan (Pasaribu, 2005). Asuransi ditawarkan sebagai salah satu dari skim pendanaan untuk membagi risiko, seperti kegagalan panen. Asuransi pertanian berhubungan dengan pembiayaan usahatani dengan pihak ketiga (lembaga/perusahaan swasta atau instansi pemerintah) dengan jumlah tertentu dari pembayaran premi (World Bank, 2008). Petani menghadapi risiko, khususnya kegagalan panen yang disebabkan oleh bencana alam atau serangan organisme pengganggu tanaman. Oleh karena itu, asuransi pertanian sangat penting untuk membantu petani dari kerugian besar dan memastikan bahwa mereka akan memiliki modal kerja yang cukup yang diperoleh karena mengasuransikan usahataninya untuk membiayai
usahatani padi pada
musim berikutnya. Meningkatnya frekuensi kegagalan panen karena serangan hama dan penyakit di banyak tempat, terutama di sentra produksi tanaman pangan harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan skim asuransi pertanian pada usahatani padi dan sekaligus menunjukkan keberpihakan pemerintah membela kepentingan petani. Asuransi pertanian sebenarnya bukan istilah baru dalam pembangunan sektor pertanian. Banyak negara, khususnya negara maju telah menggunakan instrumen kebijakan ini untuk menjaga produksi pertanian dan melindungi petani, termasuk India dan Iran yang menerapkannya secara luas. Petani yang berpartisipasi telah merasakan manfaat skim ini sehingga mereka terus terdorong untuk meneruskannya (Wawasan, 2008). Dengan asuransi pertanian, proses produksi dapat dijaga dan petani dapat terus bekerja pada lahan usahataninya. Indonesia belum memiliki sistem asuransi pertanian, sehingga pengalaman dari
1
negara-negara yang sudah melaksanakannya sangat bermanfaat, meski memerlukan beberapa penyesuaian. Asuransi untuk usahatani padi dapat menjadi program menarik dalam hubungannya dengan perubahan iklim yang sulit diprediksi. Asuransi ini bukan hanya mencakup perlindungan terhadap fluktuasi harga, tetapi secara khusus juga mencakup pembagian risiko karena kekeringan, banjir dan serangan organisme pengganggu tanaman serta faktor eksternal lainnya, seperti bencana longsor, gempa bumi, masalah politik, dan lain-lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmanaf, et.al. (2007) menyatakan bahwa program asuransi pertanian, khususnya asuransi untuk usahatani padi, baru untuk Indonesia, oleh karena itu disarankan agar terlebih dulu dilakukan semacam pilot project sebelum asuransi ini diterapkan pada skala yang lebih luas. Beberapa skim dan skenario dapat dibuat dalam pilot project tersebut untuk menguji pola yang paling cocok untuk asuransi usahatani padi di Indonesia. Petani yang berpartisipasi dalam skim asuransi harus didasarkan pada kesukarelaan, bukan paksaan. Partisipasi tersebut akan mendukung kesuksesan dan keberlangsungan program. Kegiatan pilot project sistem asuransi usahatani padi telah mulai dilaksanakan sejak tahun yang lalu dan kegiatan yang diajukan saat bini merupakan lanjutan untuk mematangkan pelaksanaannya di lapangan. Sudah saatnya pemerintah memasukkan asuransi usahatani padi sebagai bagian yang integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Dukungan keuangan yang diusahakan oleh pemerintah (pusat/daerah) dibutuhkan untuk menanggung biaya premi dalam jumlah tertentu, khususnya pada tahap awal/tahap introduksi pelaksanaan skim asuransi ini. Skenario ini diperlukan sebagai salah satu alternatif kebijakan pembiayaan asuransi pertanian di Indonesia, khususnya untuk membiayai asuransi pertanian dalam skala nasional dan sekaligus menjadi bagian strategi pembangunan pertanian nasional. 1.2. Perumusan Masalah Sebagai salah satu skim keuangan yang mengalihkan dan membagi risiko, asuransi usahatani padi akan mengalihkan risiko kegiatan berproduksi, misalnya karena gagal panen, kepada pihak lain (baik perusahaan swasta ataupun pemerintah), sehingga petani tidak mengalami kerugian besar yang ditanggung sendiri, tetapi bahkan mendapat kepastian penerimaan tunai, meski tidak harus sama dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Meningkatnya frekuensi banjir dan kekeringan karena kerusakan sumberdaya alam atau perubahan iklim di berbagai sentra produksi padi hendaknya merupakan peringatan bagi para pengambil keputusan untuk melindungi kepentingan petani. Demikian juga dengan serangan hama dan penyakit yang akibatnya tidak hanya merugikan petani secara ekonomi, tetapi juga dapat mengganggu keseimbangan alam dan merusak lingkungan. Ketiga jenis risiko usahatani pertanaman padi ini menjadi masalah yang semakin kompleks dalam situasi perubahan iklim
2
yang sulit diprediksi karena kebutuhan untuk tetap menyediakan beras dengan jumlah yang cukup untuk konsumsi masyarakat. Dalam konteks ini, meningkatnya ketidakpastian karena tingginya risiko gagal panen akan memberikan kesempatan bagi pemerintah di tingkat pusat dan di daerah untuk mengambil langkah-langkah penting mempertahankan produksi pangan dan memperbaiki taraf hidup masyarakat tani di wilayah masing-masing. Hal inilah yang menjadi permasalahan utama yang perlu dikaji lebih lanjut. Antisipasi terhadap kemungkinan yang akan terjadi menurut fenomena perubahan yang sering dialami perlu dilakukan melalui penyelenggaraan skim asuransi usahatani padi. Hasil kajian dari kegiatan pilot project yang lalu telah memberikan informasi yang cukup dan dijadikan dasar pemikiran yang kuat yang memerlukan kajian lebih jauh tentang berbagai aspek yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan asuransi usahatani padi. Hasil dan pengalaman yang diperoleh dari kajian pilot project ini akan digunakan untuk pengembangan sistem asuransi pertanian dalam cakupan yang lebih luas. 1.3. Justifikasi Kegiatan ekonomi pada usaha pertanian berisiko tinggi dan sangat tidak pasti. Kurangnya kapasitas untuk mengantisipasi risiko dan ketidakpastian telah menyebabkan kerugian besar akibat rendahnya produksi. Lee et.al. (1990) mengklasifikasikan ketidakpastian di dalam pertanian kedalam enam tipe, yaitu: (a) berhubungan dengan faktor alam (kekeringan, ledakan hama dan penyakit), (b) bencana yang tidak dapat diprediksi (banjir, kebakaran, longsor, dan letusan gunung berapi), (c) harga (input dan output), (d) teknogi yang digunakan yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan produksi, (e) aksi oleh pihak lain (sabotase, perampasan, dan peraturan yang menyebabkan matinya usahatani), dan (f) penyebab perorangan yang mempengaruhi resiko usahatani (sakitnya petani atau kematian anggota keluarga). Dua yang pertama dari tipe ini dapat menyebabkan kegagalan panen yang besar dalam areal yang luas. Walaupun terdapat kecenderungan peningkatan produksi padi di Indonesia (lihat Tabel 1), kegagalan panen yang disebabkan banjir, kekeringan, dan ledakan hama dan penyakit juga terjadi secara sporadis di berbagai wilayah. Frekuensi dan intensitas dari risiko tersebut tidak sama pada setiap tempat, tetapi efeknya secara langsung terakumulasi dalam jumlah besar. Hadi et.al. (2000) menghitung bahwa selama 1989-1998, luas areal gagal panen yang disebabkan tiga tipe yang di atas adalah berturut-turut 0,50 persen, 0,21 persen, and 0,06 persen dari luas tanam. Data terbaru menunjukkan bahwa areal padi yang terkena banjir, kekeringan dan serangan hama dan penyakit adalah berturut-turut 333,2 ribu, 319,5 ribu, dan 428,6 ribu hektar dengan kehilangan hasil masing-masing sebesar 997,3 ribu, 984,2 ribu, dan 352,3 ribu ton pada tahun 2008 (Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman Pangan, 2008). Dengan demikian, total kehilangan hasil akibat banjir, kekeringan, dan serangan hama dan penyakit lebih dari 2,3 juta ton atau sekitar 4,08 persen dari produksi total pada tahun 2008
3
(57,17 juta ton). Informasi ini semakin mendukung pemikiran diperlukannya upaya yang lebih besar untuk mengatasi kerugian akibat kegagalan panen melalui skim asuransi usahatani padi. Luas areal yang terkena banjir dan kekeringan berfluktuasi, demikian juga dengan kehilangan hasil yang diakibatkannya. Akan tetapi serangan hama dan penyakit yang terus meningkat selama lima tahun terakhir menyebabkan kehilangan hasil cenderung naik. Tidak seperti ledakan hama dan penyakit, banjir dan kekeringan adalah dua fenomena alam yang dapat diantisipasi. Secara umum, petani lebih memahami banjir dan kekeringan dalam hubungan dengan kejadian dan waktunya. Petani dengan bantuan pemerintah daerah memiliki strategi untuk mengatasi ancaman dua gejala alam tersebut, misalnya dengan cara menggali saluran drainase atau penerapan pola tanam yang berbeda. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) atau ledakan hama dan penyakit lebih sulit diantisipasi. Petani menggunakan pestisida tertentu untuk penyakit atau dengan memburu hama dan serangan hama dan penyakit ini dapat terjadi secara berulang dengan intensitas yang berbeda. Informasi lebih lanjut untuk menjustifikasi perlunya asuransi usahatani padi di Indonesia ditunjukkan oleh data volume dan estimasi kehilangan hasil tanaman padi karena banjir, kekeringan dan serangan OPT berikut ini (lihat Tabel 2, 3, dan 4, serta Gambar 1).
4
Tabel 1. Luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi padi di Indonesia, tahun 2000-2008
Uraian
Tahun 2000
2001
- Padi sawah
10.272
10.354
- Padi ladang
1.110
2002
Rataan 2000-2008
Trend (%)
Persentase (%)
2003
2004
2005
2006
2007
2008
9.598
11.207
10.386
11.305
12.830
12.401
11.877
11.137
2,86
91,08
995
1.057
1.158
1.134
1.121
1.022
1.143
1.083
1.091
0,35
8,93
11.383
11.348
10.656
12.365
11.519
12.426
13.852
13.879
12.932
12.262
2,75
100,00
- Padi sawah
10.618
10.419
10.457
10.395
10.799
10.734
10.713
11.041
11.258
10.715
0,82
90,70
- Padi ladang
1.176
1.081
1.064
1.094
1.124
1.105
1.073
1.106
1.070
1.099
-0,48
9,30
11.793
11.500
11.521
11.488
11.923
11.839
11.786
12.148
12.327
11.814
0,70
100,00
- Padi sawah
4,63
4,60
4,68
4.75
4,17
4,78
4,82
4,91
5,08
4,71
1,07
-
- Padi ladang
2,29
2,37
2,43
2,52
2,56
2,56
2,62
2,67
2,95
2,55
2,58
-
- Total padi
4,40
4,39
4,47
4,54
4,54
4,57
4,62
4,71
4,89
4,57
1,19
-
- Padi sawah
49.207
47.896
48.899
49.378
51.209
51.318
51.647
54.200
57.170
51.214
1,89
94,81
- Padi lading
2.692
2.565
2.591
2.759
2.879
2.833
2.807
2.958
3.156
2.805
2,11
5,19
- Total padi
51.899
50.461
51.490
52.138
54.088
54.151
54.455
57.157
60.326
54.018
1,90
100,00
Luas tanam (000 ha)
- Total padi Luas panen (000 ha)
- Total padi Produktivitas (ton/ha)
Produksi (000 ton)
Sumber: Badan Pusat Statistik
5
Tabel 2.
Luas banjir pada tanaman padi dan prakiraan kehilangan hasil akibat banjir di Indonesia, tahun 2000-2008
Uraian
2000
2001
T Luas banjir (ha) Kehilangan hasil (ton GKG)
P
243.931
2002
T
58.651
P
196.164
632.540
T
32.765
P
219.580
477.157
Tahun 2004
2003 T
63.459
P
263.181
600..828
T
66.838
2005 P
311.246
711.372
2006
T
84.588
P
245.504
852.863
2007
T
80.384
P
329.826
708.041
2008
T
138.227
P
329.475
T
99.039
1.027.142
P
333.246
957.675
95.691
997.332
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Ket : T = Terkena (termasuk puso) ; P = Puso
Tabel 3.
Luas kekeringan pada tanaman padi dan prakiraan kehilangan hasil akibat kekeringan di Indonesia, tahun 2000-2008
Uraian
2000
2001
T Luas kekeringan (ha) Kehilangan hasil (ton GKG)
P 5.116
91.105
2002
T
P
151.390
201.148
12.434
T
P
348.512
41.690
341.458
Tahun 2004
2003 T
P
568.619
828.311
117.006
T
2005 P
163.923
1.477.899
26.384
2006
T
P
283.660
410.034
2007
T
44.829
P
338.261
713.692
2008
T
73.045
P
454.059
902.611
T
56.861
P
319.522
1.145.820
103.762 984.188
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Ket : T = Terkena (termasuk puso) ; P= Puso
Tabel 4.
Luas serangan OPT utama pada tanaman padi dan prakiraan kehilangan hasil akibat serangan OPT utama di Indonesia, tahun 2000-2008
Uraian
2000 T
Luas serangan OPT (ha) Kehilangan hasil (ton GKG)
339.037
2001 P 7.985
288.848
T 299.238
2002 P 4.509
T 229.830
234.898
Tahun 2004
2003 P 2.046
184.467
T 214.597
P 1.527 166.583
T 217.782
2005 P 2.982
178.731
T 340.577
2006 P 7.571
282.924
T 336.126
2007 P 2.050
280.858
T 417.003
2008 P 2.269
327.096
T 428.590
P 2.771 352.323
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Ket : T = Terkena (termasuk puso) ; P = Puso
6
Gambar 1.
1.4.
Luas areal sawah yang terkena dan perkiraan kehilangan hasil karena banjir, kekeringan dan serangan OPT di Indonesia, 2000-2008
Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan kegiatan ini adalah untuk mempelajari sistem asuransi
untuk usahatani padi dan menyarikan hasilnya untuk penerapan yang lebih luas di sektor pertanian. Secara khusus, kegiatan pilot project ini bertujuan untuk: a. Menyampaikan (advokasi dan sosialisasi) hasil kajian terdahulu tentang sistem asuransi pertanian kepada berbagai stakeholders. b. Menyusun pedoman pelaksanaan sistem asuransi usahatani padi yang siap diterbitkan (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis) dan dokumen operasional lainnya (legalitas, perjanjian). c. Melaksanakan pilot project sistem asuransi usahatani padi. d. Merumuskan
rekomendasi
pelaksanaan
sistem
asuransi
pertanian
di
Indonesia. 1.5.
Keluaran yang Diharapkan Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini mencakup: a. Tercapainya kesepahaman dengan berbagai stakeholders terkait tentang sistem asuransi pertanian, khususnya asuransi untuk usahatani padi. b. Tersusunnya pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis operasional sistem asuransi usahatani padi serta payung hukum sebagai azas pelaksanaan, perjanjian kerjasama dan dokumen kesepahaman. c. Terlaksananya kegiatan pilot project sistem asuransi untuk usahatani padi. d. Terumuskannya rekomendasi pelaksanaan sistem asuransi pertanian.
7
II. Tinjauan Hasil Kegiatan Penelitian Sebelumnya 2.1. Uji Coba Asuransi Pertanian oleh Pusat Pembiayaan Pertanian, 2008 dan 2009 Sejak awal 2008, Pusat Pembiayaan Pertanian, Departemen Pertanian telah malaksanakan kegiatan uji coba asuransi pertanian untuk usahatani padi dan peternakan di beberapa lokasi. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya asuransi pertanian untuk membantu petani menanggung risiko yang muncul karena kehilangan hasil pertanian/peternakan. Kegiatan uji coba asuransi ini dapat dideskripsikan secara ringkas sebagai berikut: a. Usahatani padi: Yang ditanggung adalah: gagal panen karena serangan OPT, senilai Rp 554 juta dengan luas sawah 100 ha. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 600 petani. Premi yang harus dibayar adalah sebesar 3,5 persen dari biaya produksi/ha/musim yang pada saat ini ditanggung oleh Pusat Pembiayaan Pertanian mengingat kegiatan ini sebagai uji coba. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang (Jawa Tengah). Sementara itu, nilai klaim adalah sebesar nilai input (benih, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja). Lembaga asuransi swasta berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini. b. Ternak: Yang ditanggung adalah jika ternak sapi mati karena sakit, hilang atau dicuri untuk 49 ekor jenis Brahman Cross milik 49 peternak. Nilai pertanggungan total sebesar Rp 600 juta dan dilaksanakan di Kabupaten Cirebon (Jawa Barat). Selain itu, sebanyak 97 ekor sapi lainnya (juga jenis Brahman Cross) ditanggung sebesar senilai Rp 1,118 m milik 97 peternak di Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah). Besarnya premi yang harus dibayarkan (oleh Pusat Pembiayaan Pertanian) adalah 3,5 persen dari nilai pembelian ternak/tahun. Nilai klaim adalah sebesar nilai pembelian ternak induk. Lembaga asuransi swasta terlibat didalam kegiatan ini. Pengalaman pelaksanaan asuransi ini menunjukkan sisi positif, terbukti dengan adanya klaim seekor ternak sapi yang mati karena sakit dan segera digantikan dengan pembayaran klaim oleh pihak perusahaan asuransi sebesar Rp. 12 juta. Hal ini menandai berjalannya kegiatan asuransi pertanian dalam arti yang sebenarnya dan sekaligus sebagai pelajaran yang berharga tentang bagaimana menyelenggarakan kegiatan asuransi di sektor pertanian. Pada tahun anggaran 2009, wilayah penyelenggaraan skim asuransi untuk padi diperluas hingga mencakup Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Di sini, skenario yang dikembangkan adalah dengan melibatkan pihak swasta untuk masuk sebagai
8
penanggung premi asuransi dengan imbalan bahwa hasil pertanian padi dijual kepada perusahaan swasta tersebut. Petani diduga memilih menjual kepada perusahaan swasta ini karena ada kepastian pasar dan harga, sementara petani tidak dibebankan untuk membayar premi asuransi. Perkembangan skenario ini masih terus dimonitor dan dipelajari hingga saat ini. 2.2. Hasil Penelitian yang Dilaksanakan PSE-KP, 2008 dan 2009 Pada tahun 2008, telah dilaksanakan kajian awal tentang penerapan sistem asuransi pertanian untuk tanaman padi. Lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Simalungun di Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Tabanan di Provinsi Bali. Kedua lokasi ini merupakan sentra produksi padi di wilayahnya masing-masing. Tujuan kajian ini adalah
untuk
mempelajari
kemungkinan
diselenggarakannya
asuransi
pertanian
usahatani tanaman padi dengan menggali informasi tentang minat dan bentuk skim asuransi yang diinginkan oleh para petani serta untuk mengetahui respon dan dukungan pemerintah daerah setempat tentang sistem asuransi pertanian ini. Termasuk diantara hasil utama kajian ini adalah desain kebijakan sistem asuransi usahatani padi di Indonesia. Beberapa data dan informasi penting yang dibutuhkan dalam rangka melanjutkan hasil-hasil kajian yang lalu dalam bentuk penyelenggaraan pilot project sebagaimana disarankan dalam kajian terdahulu diuraikan dibawah ini. Data dan informasi tersebut akan dijadikan dasar pelaksanaan skim asuransi untuk usahatani padi di kedua daerah tersebut. Secara umum, luas sawah yang terkena serangan OPT utama dan volume kehilangan shasil mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam kurun waktu 9 tahun terakhir (2000-2008). Penggerek batang padi dan serangan tikus merupakan dua jenis OPT yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi petani. Tabel 5.
Luas Serangan OPT Utama Pada Tanaman Padi Menurut Jenis OPT di Indonesia, 2000-2008 (Ha) Tahun
No.
Jenis OPT
2000 T
2
Penggerek batang WBC
3 4
Tikus Blas
1
2001 P
T
2002 P
T
2003 P
91.814
336
93.367
229
75.810
111
15.910
154
8.949
135
8.573
180
163.293 6.239 150.687 3.924 103.785 1.425 18.291 1109 6.277 26 5.714 2
T 86.020
2005
T
P
T
302
76.901
413 110.930
10.350
92
11.844
301
79.595 6.792
961 7
5
Kresek
39.921
1
32.512
0
27.247
91
25.403
6
Tungro
9.808
146
7.446
195
8.701
237
6.437
Total
2004 P
0
2006 P
T
191 112.950
65.908 3.689
28.421
79.142 1.941 112.231 3.532 103.786 5.579 183 11.987 28 9.508 37.229
5
33.848
0
74.243
2007 P
T
806 176.865
2008 P
T
423 144.634
P 110
35.987 247 24.152 608 847 116.878 1.163 138.740 1,631 17 99 17.766 56 15.171 43 61 58.056 13 95.045
201
7.218 36 11.451 367 10.849 363 339,037 7.985 299.238 4.509 229.830 2.046 214.597 1.527 217.782 2.982 340.577 7.571 336.126 2.050 417.003 2.269 428.590 2.771 165
7.088
139
5.673
132
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2009 Catatan: A = Terkena (termasuk gagal panen) ; F= Gagal panen
9
Tabel 6.
Perkiraan kehilangan produksi padi karena serangan OPT utama di Indonesia, 2000-2008 (ton GKG)
No.
Jenis OPT
1 2
Tahun 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Penggerek batang
65.041
WBC
11.508
3
Tikus
4
66.061
52.402
61.618
55.752
79.151
6.854
16.376
8.323
11.289
65.701
131.083
111.611
69.087
53.903
57.542
Blas
24.387
5.714
5.236
6.774
5
Kresek/BLB
40.760
32.806
28.605
6
Tungro
16.068
11.133
12.762
288,848
234.898
184.467
Total
2007
2008
86.501
127.910
107,920
21.180
29.218
19,722
84.038
63.296
76.434
70,969
6.913
14.463
10.884
19.172
17,349
26.577
38.321
32.654
90.292
60.416
121,458
9.388
8.913
6.918
8.706
13.945
14,905
166.583
178.731
282.924
280.858
327.096
352.323
Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2008
Gambar 2. Luas areal sawah yang terkena dan perkiraan kehilangan hasil karena serangan hama dan penyakit utama di Indonesia, 2000-2008 Kabupaten Simalungun Di kabupaten ini, setelah mengalami penurunan produksi tahun 2005-2006, petani kembali menikmati kenaikan berarti pada tahun 2007 (Tabel 7). Karena perubahan iklim (hujan), luas areal panen lebih besar daripada luas tanam, khususnya karena luas tanam tahun sebelumnya menjadi luas panen pada tahun berikutnya (pada pertanaman MH). Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8, luas serangan OPT berfluktuasi, namun hama penggerek batang dan hama tikus merupakan dua jenis OPT yang cukup merugikan petani di wilayah ini.
10
Tabel 7.
Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2003-2007 Deskripsi
Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton)
2003 109,842 125,380 42.18 528,867
2004 89,867 128,344 40.02 513,685
Tahun 2005 90,822 92,895 41.11 381,858
2006 93,365 84,696 43.43 367,793
2007 115,461 96,010 44.46 426,830
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Provinsi Sumatra Utara, 2008
Gambar 3.
Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2003-2007
Gambar 4.
Luas Lahan Sawah Terkena Banjir, Kekeringan dan Serangan OPT Utama dan Prakiraan Kehilangan Hasil Padi di Provinsi Sumatera Utara, 20002008
11
Tabel 8. Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2004-2007 (ha) No.
Jenis OPT
2004 A
5
Penggerek batang padi Wereng coklat Tikus Blas BLB/kresek
6
Tungro
1 2 3 4
Total
2005 F
A
2006
2007
F
A
F
A
F
44.8
0.0
113.6
0.0
53.5
0.0
50.0
0.0
1.0
0.0
0.0
0.0
2.0
0.0
137.0
0.0
222.1
0.0
62.2
0.0
71.6
0.0
469.0
10.0
3.3
0.0
4.0
0.0
0.0
0.0
3.0
0.0
3.0
0.0
208.0
0.0
5.0
0.0
247.8
7.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
274.2
0.0
387.8
0.0
132.1
0.0
906.8
17.5
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Provinsi Sumatra Utara, 2008 Catatan: A = Terkena (termasuk gagal panen) ; F= Gagal panen
Gambar 5. Luas areal tanaman padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 2004-2007 Kabupaten Tabanan Trend yang sama seperti di Kabupaten Simalungun juga dialami oleh petani di Kabupaten Tabanan. Tabel 9 memperlihatkan luas tanam yang meningkat meski luas panen mengalami sedikit penurunan pada tahun 2007. Secara umum, trend produksi padi di wilayah ini mengalami kenaikan yang menggembirakan. Namun, serangan OPT tetap tidak dapat dihindari, khususnya hama penggerek batang dan wereng coklat yang mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup merugikan petani (Tabel 10).
12
Tabel
9.
Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007 Tahun
Deskripsi
2003
2004
2005
2006
2007
Luas tanam (ha)
46,216
43,565
41,578
39,650
46,078
Luas panen (ha)
39,840
39,564
38,689
42,721
41,517
52.12
52.86
55.04
55.99
57.05
207,634
209,125
212,938
239,182
236,842
Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton)
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Provinsi Bali, 2008
Gambar 6.
Luas tanam, luas panen, dan produktivitas padi di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007
Gambar 7.
Luas Lahan Sawah Terkena Banjir, Kekeringan dan Serangan OPT Utama dan Prakiraan Kehilangan Hasil Padi di Provinsi Bali, 2000-2008
13
Tabel 10. Luas areal usahatani padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007 (ha) Tahun
Jenis OPT
No.
2003
2004
2005
2006
2007
2
Penggerek batang padi Wereng coklat
3
Tikus
43
12
116
9
18
4
Blas
6
0
13
15
12
5
BLB/kresek
155
109
48
150
112
Total
698
609
785
702
1,189
1
197
392
505
375
638
297
96
103
153
409
Sumber: BPTPH, Provinsi Bali, 2008
Pada tahun anggaran 2009, PSEKP mempunyai kesempatan melanjutkan hasilhasil yang dicapai tahun anggaran 2008. Perlu diketahui bahwa pendanaan penelitian tahun 2008 dibiayai dengan kerjasama antara PSEKP dengan FAO, sementara untuk kegiatan tahun 2009 dibiayai dari kerjasama Departemen Pertanian dengan Departemen Pendidikan Nasional.
Dalam kaitan kelanjutan pilot project ini, pembiayaan kegiatan
tahun 2010 diharapkan dapat diperoleh dari kerjasama yang sama dengan tahun 2009.
Gambar 8.
Luas areal usahatani padi yang terkena serangan OPT utama di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, 2003-2007
14
III. Metodologi 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran suatu pilot project (proyek pandu/uji coba) seyogyanya didasarkan atas kondisi usahatani saat ini, khususnya menyangkut luas areal garapan, kesediaan petani, prosedur yang harus diikuti, mekanisme yang disepakati, keterlibatan lembaga terkait, dan lain-lain. Prakondisi yang diperlukan dalam konsep kerangka pemikiran ini meliputi: (a) ketersediaan database (untuk menetapkan luas areal, data produksi dan kehilangan hasil, jumlah kejadian dan jenis apa, dan sebagainya); (b) keahlian petani dalam mengelola usahatani (kapasitas pemimpin kelompoknya, pengetahuan tentang administrasi dan skim asuransi, dan sebagainya); (c) pengetahuan petani tentang usahatani sebagai usaha ekonomi (keterlibatan secara aktif dalam kegiatan usahatani, aksesibilitas terhadap berbagai informasi, dan sebagainya); dan (d) ketersediaan dukungan dari lembaga pemerintahan daerah setempat (untuk mendorong skim asuransi, koordinasi dan inisiatif kerjasama antar lembaga/semua stakeholders, dan sebagainya). Untuk melaksanakan asuransi usahatani padi, maka kerangka pemikiran harus mencakup adanya: (a) sejumlah (banyak) petani, (b) manajemen usahatani berada dalam pengendalian penyuluh atau petugas yang kompeten, (c) dukungan pendanaan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah setempat, (d) komitmen dari semua lembaga terkait di tingkat lokal untuk melaksanakan skim asuransi usahatani padi, dan (e) manajemen kolektif untuk asuransi usahatani padi untuk menghindari berbagai masalah yang tidak diharapkan. Dalam kaitan dengan prakondisi (a) di atas, perlu diberi penjelasan tambahan sebagai berikut: Dalam situasi yang sebenarnya, kepemilikan lahan/luas areal yang digarap masing-masing petani relatif sangat kecil, dan oleh karena itu, konsolidasi lahan dibutuhkan untuk memperoleh lahan garapan seluruh wilayah sehingga secara ekonomi layak diasuransikan. Untuk prakondisi (b), (c), dan (d), peran yang signifikan dari lembaga terkait/stakeholders sangat dibutuhkan. Untuk itu, jaringan informasi yang terkoordinasi sangat diperlukan sejak dari awal perencanaan dan pelaksanaan kebijakan asuransi usahatani padi ini. Di sini, keterlibatan kelompok tani/gapoktan menjadi sangat penting, khususnya dalam hal pemenuhan dokumen administrasi dan hal-hal teknis lainnya dalam satu sistem manajemen asuransi usahatani padi, seperti yang dimintakan dalam prakondisi (e) di atas. Rencana aksi yang menjadi kegiatan dalam penelitian ini diuraikan dalam tujuan, termasuk dalam pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan. Pembuatan
15
pedoman pelaksanaan dibutuhkan sebagai dasar untuk melaksanakan skim asuransi usahatani padi. Selanjutnya, dokumen legal untuk pelaksanaan program ini dibutuhkan untuk menghindari cacat pelaksanaan dan untuk memperoleh dukungan penuh dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah setempat. Pendekatan terhadap pemerintah daerah dan lembaga asuransi sebagai calon penanggung klaim perlu terus dilakukan sejak awal kegiatan pilot project. Ketiga sumbu pelaku sistem asuransi ini (pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, perusahaan asuransi, dan petani termasuk pendamping lapangan) diharapkan dapat berinteraksi dalam satu konsep yang disebut dengan koordinasi tiga jalur (three-way coordination). Ketiga sumbu ini menjadi motor penggerak sistem asuransi usahatani padi.
3.2. Metode Pendekatan Lingkup kerja kegiatan ini mencakup penyelenggaraan sejumlah pertemuan, diskusi, konsultasi dan koordinasi dengan berbagai stakeholders terkait dengan sistem asuransi untuk usahatani padi. Komunikasi dan interaksi dengan stakeholders ini dilaksanakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Beberapa instansi terkait yang diidentifikasi di tingkat pusat adalah: Eselon I dan II lingkup Deptan, Bappenas, Lembaga Asuransi, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi. Sementara di tingkat daerah meliputi
instansi
seperti:
Pemda
Provinsi,
Kabupaten,
Bappeda,
Kelompok
Tani/Gapoktan/Subak, Perusahaan Asuransi/BUMD, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi. Penyelenggaraan berbagai pertemuan ini dimaksudkan untuk memperoleh kesamaan pemahaman tentang pentingnya asuransi pertanian, khususnya sistem asuransi untuk usahatani padi. Disamping itu, kesamaan pemahaman tentang manfaat dan perlindungan melalui skim asuransi perlu dilakukan melalui advokasi dan sosialisasi terhadap pihak-pihak yang terkait. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini adalah Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kedua lokasi ini merupakan lokasi pelaksanaan kegiatan kajian tahun 2008 dan 2009 yang lalu dan sudah menyatakan kesiapan untuk melaksanakan skim sistem asuransi usahatani padi. Kegiatan saat ini (2010) menjadi kajian lanjutan dengan terselenggaranya pilot project di kedua wilayah ini. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka pengalaman di dua lokasi terdahulu ini dinilai cukup untuk melakukan hal yang sama di dua kabupaten lainnya, masing-masing tambahan satu kabupaten per provinsi lokasi penelitian. Secara purposif, Kabupaten Deli Serdang di Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Jembrana di Provinsi
16
Bali diusulkan untuk dijadikan pilot project skim asuransi usahatani padi ini. Kedua kabupaten di atas termasuk sentra produksi padi di wilayah masing-masing. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam melaksanakan pilot project ini lebih ditekankan pada interaksi komunikasi secara aktif partisipatif mengingat sifat penelitian yang berupa penelitian aksi (action research). Disebut interaksi komunikasi karena inisiatif kegiatan akan dilakukan oleh Tim Peneliti, sementara sasaran yang dituju merupakan kelompok atau individu yang dikenal sebagai stakeholders sistem asuransi pertanian/usahatani padi. Dikatakan aktif partisipatif karena kegiatan diselenggarakan secara aktif dan turut ambil bagian pada setiap kesempatan mata rantai pelaksanaannya. Dengan pendekatan seperti ini, maka semua rancangan kegiatan akan dilakukan oleh Tim Peneliti berdasarkan berbagai kesepakatan pertemuan, diskusi, konsultasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Sementara itu, analisis untuk penulisan laporan akan dilakukan secara deskriptif. Untuk mencapai tujuan kegiatan ini, pendekatan yang akan dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut: Tujuan 1: Menyampaikan (advokasi dan sosialisasi) hasil kajian terdahulu tentang sistem asuransi pertanian kepada berbagai stakeholders. Pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan pertemuan, diskusi, koordinasi dan sinkronisasi kegiatan bersama sejumlah instansi/lembaga terkait, seperti instansi eselon I dan II lingkup Kemtan, Bappenas, Lembaga Asuransi, PT, Tim Peneliti (di tingkat pusat) dan Pemda Provinsi, Kabupaten, Bappeda, Kelompok Tani/Gapoktan/Subak, Lembaga Asuransi/ BUMD, PT, Tim Peneliti (di tingkat daerah). Bahan yang digunakan adalah ringkasan hasil kajian sistem asuransi pertanian yang telah dilaksanakan tahun 2009. Tujuan 2: Menyusun pedoman pelaksanaan sistem asuransi usahatani padi yang siap diterbitkan (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis) dan dokumen operasional
lainnya
(legalitas,
perjanjian).
Kegiatan
ini
dilakukan
dengan
mengadakan berbagai pertemuan dan diskusi dengan sejumlah stakeholders terkait, khususnya instansi Pusat Pembiayaan Pertanian/Kemtan dan Perusahaan Asuransi. Materi yang akan dibahas juga mencakup isi pedoman umum yang akan diterbitkan oleh Kemtan, petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemda Provinsi setempat dan Petunjuk Teknis yang disusun dan didiseminasikan oleh Pemda Kabupaten setempat. Selanjutnya, dokumen operasional lainnya tentang penyelenggaraan skim asuransi ini juga harus dimiliki, khususnya dokumen legal yang dikeluarkan pemerintah dengan usulan penerbitan SK Tiga Menteri
17
(Pertanian, Keuangan dan Dalam Negeri). Kemudian, isi perjanjian kerjasama ang mencakup aturan, obyek yang diasuransikan, besaran biaya/premi dan tanggungan, peserta, waktu, dan lain-lain, antara pihak yang bersepakat perlu didiskusikan secara intensif hingga menghasilkan dokumen perjanjian yang matang, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari surat kesepahaman (MoU), dan siap ditandatangani oleh pihak-pihak terkait. Jika telah memenuhi persyaratan hukum, Kelompok Kerja Asuransi Pertanian di tingkat kabupaten dibentuk dan diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan skim asuransi seharihari di lapangan. Tujuan 3: Melaksanakan pilot project sistem asuransi untuk usahatani padi. Realisasi implementasi sistem asuransi untuk usahatani dengan mengikuti pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Kelompok Kerja Asuransi Pertanian mengambil inisiatif penyelenggaraan dengan berpedoman pada ketentuan dan mekanisme pelaksanaan sebagaimana telah disusun sebelumnya. Penyempurnaan pedoman ini dilakukan menurut keperluannya atas hasil konsultasi Kelompok Kerja Asuransi Pertanian dengan instansi terkait di daerah dan atau Tim Peneliti yang disesuaikan dengan kondisi di lapang. Tujuan 4: Merumuskan rekomendasi pelaksanaan sistem asuransi pertanian di Indonesia. Dari pembelajaran yang diperoleh selama penyelenggaraan sistem asuransi untuk usahatani padi, suatu rekomendasi dapat dirumuskan untuk pelaksanaan skim sejenis pada wilayah yang lebih luas atau komoditas bernilai ekonomi tinggi lainnya di Indonesia. Strategi Sistem Asuransi Usahatani Padi dengan Pendekatan Koordinasi 3-Jalur Sektor publik (pemerintah pusat dan
daerah/regulator/fasilitator)
Sistem Asuransi Usahatani Padi (jaringan kemitraan)
Lembaga asuransi (perusahaan swasta)
Petani/Kelompok Tani/ Gapoktan/Subak (usahatani padi)
Gambar 7. Strategi sistem asuransi usahatani padi
18
Kebijakan Pemerintah: Pembangunan pertanian nasional, termasuk kebijakan sistem asuransi pertanian (Kemtan mengambil inisiatif dengan menerbitkan pedoman umum penyelenggaraan) Prakondisi: Database, petani dan usahatani padi, pengetahuan manajemen usahatani, keterlibatan swasta dan dukungan pemerintah
Pembentukan asuransi usahatani padi: Partisipasi pemerintah, petani, perusahaan asuransi, dukungan finansial, komitmen, dan manajemen tunggal asuransi usahatani
Desain kebijakan dan peranan stakeholders (juklak + juknis + MoU): Instansi pemerintah daerah, petani/kelompok tani/Gapoktan (KT, Subak), sektor swasta (perusahaan asuransi), Kelompok Kerja Asuransi Pertanian (di Daerah)
Pembentukan dan aplikasi sistem asuransi usahatani padi
Atribut asuransi usahatani padi: Dokumen legal, persyaratan administrasi (personil), mekanisme dan prosedur pelaksanaan lainnya
Hasil: Pembagian risiko, peningkatan produksi padi dan pendapatan usahatani, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan
Gambar 8. Kerangka konseptual sistem asuransi usahatani padi
19
IV. Penutup 4.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan ini akan dilaksanakan dengan mengikuti jadwal palang yang digambarkan berikut ini: No.
Kegiatan 1
1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
2
3
Waktu pelaksanaan (Bulan) 4 5 6 7 8 9
10
11
12
Persiapan (Proposal/data, administrasi) Advokasi dan sosialisasi, konsultasi dan diskusi Penyempurnaan pedoman umum, juklak, juknis Deskripsi kerja Pokja AP dan perjanjian kerjasama Penulisan laporan interim Implementasi Pilot Project (2 provinsi) Penulisan laporan akhir dan seminar Perbaikan laporan dan penyerahan
4.2. Susunan Tim Peneliti Nama lengkap dan Gelar
Posisi Dalam Kegiatan
Instansi/ Unit Kerja
Jabatan Fungsional
Bidang Keahlian
Dr. Ir. Sahat M. Pasaribu, M. Eng.
Ketua Tim
PSE-KP
Peneliti Madya
Ek. Pertanian
Ir. Iwan Setiajie A., MP
Anggota
PSE-KP
Peneliti Muda
Ek. Pertanian
Ir. Nur Khoiriyah Agustin, MP
Anggota
PSE-KP
Peneliti Muda
Ek. Pertanian
Dr. Ir. Erna Maria Lokollo
Anggota
PSE-KP
Peneliti Madya
Ek. Pertanian
Ir. Herlina Tarigan, MSi
Anggota
PSE-KP
Peneliti Muda
Kom. Pertanian
Juni Hestina, SE
Anggota
PSE-KP
Peneliti Pertama
Ekonomi
Yana Supriatna, SE
Anggota
PSE-KP
Peneliti Non- Klas
Ekonomi
20
Daftar Pustaka Hadi, P.U. 2002. Perspektif Asuransi Pertanian di Indonesia (Agricultural Insurance Perspectives in Indonesia). Jurnal Agro Ekonomi I (2) 2001: 22-25. Hadi, P.U., C. Saleh, A. S. Bagyo, R. Hendayana, Y. Marisa, and I. Sadikin. 2000. Studi Kebutuhan Asuransi Pertanian Pada Pertanian Rakyat. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor, Indonesia. Lee, W. F., M. D. Bohlje, A.G. Nelson dan W.G. Murray. 1980. Agricultural Finance. Seventh Ed. The Iowa State University Press. Ames, Iowa, USA. Lloyd, A.G. dan R.G. Mauldon. 1986. Agricultural Instability and Alternative Government Policies: The Australian Experience. Dalam Hazell et al. (Eds): Crop Insurance for Agricultural Development. John Hopkins University Press, Baltimore and London. Mishra, P. K. 1999. Planning for the Development and Operation of Agricultural Insurance Schemes. In: APO. Development and Operation of Agricultural Insurances in Asia. Asian Productivity Organization, Tokyo. Nurmanaf, A. R., Sumaryanto, S. Wahyuni, E. Ariningsih, dan Y. Supriyatna. 2007. Analisis Kelayakan dan Perspektif Pengembangan Asuransi Pertanian pada Usahatani Padi dan Ternak Potong. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor, Indonesia. Pasaribu, S. M., I. S. Anugrah, E. Aringingsih, N. K. Agustin dan A. Askin. 2009. Pilot Project Sistem Asuransi untuk Usahatani Padi. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor, Indonesia. Pasaribu, S. M., H. P. Saliem, and E. Ariningsih. 2009. Agricultural Insurance for Rice Farming in Indonesia. Research Report. Pro-Poor Policy Formulation, Dialogue and Implementation at Country Level: Indonesia (CGP/RAS/214/IFA). ICASEPS, Bogor and FAO-RAP, Bangkok, Thailand. Pasaribu, S.M. 2005. Enhancing the Performance of Farmer-Managed Irrigation Systems in the Brantas River Basin of Indonesia. Dissertation No. RD-05-01. Asian Institute of Technology. Bangkok, Thailand. Pusat Pembiayaan Pertanian. 2009. Asuransi Pertanian: Kasus Pilot Project Asuransi Tanaman Padi dan Ternak. Makalah disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh IFC, Jakarta. Pusat Pembiayaan Pertanian, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Jakarta, 18 Februari 2009. Syachroerodly, H. D. 2000. Sumber dan Alternatif Pembiayaan Asuransi Pertanian serta Kesiapan Perusahaan Dalam Mendukung Pembangunan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Sehari: Perspektif Usaha Asuransi Pertanian di Indonesia. Jakarta, 20 Juli 2000. Walker, A. S. and N. S. Jodha. 1986. How Small Farm Households Adopt to Risk? In Hazell et al. (Eds): Crop Insurance for Agricultural Development. John Hopkins University Press, Baltimore and London. Website: http:/www.esd.worldbank.org. Tanggal perolehan: 4 Pebruari 2009. Website: http:/www.english.gov.tw. Tanggal perolehan: 4 Pebruari 2008. Website: http:/www.wawasandigital.com. Tanggal perolehan: 7 Januari 2008.
21