PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBASIS MASALAH UNTUK

Download bahan ajar berbasis masalah untuk memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran dan pemahaman ... penalaran matematis, dankemampuan pemaha...

0 downloads 598 Views 453KB Size
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalah untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Siswa Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan E-mail: [email protected] Abstrak. Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika adalah penalaran. Hal ini dikarenakan materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami serta dilatihkan melalui belajar matematika.Selain kemampuan penalaran, kemampuan pemahaman konsep juga penting untuk diperhatikan karena melalui pemahaman matematis siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari.Peningkatan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis masalah yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif sehingga memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Situasi, kondisi, dan aktivitas pembelajaran matematikasedemikian hingga kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa dapat tercapai sesuaidengan harapan, bergantung pada bahan ajar yang dapat memfasilitasinya.Dalam tulisan ini akan dikaji mengenai pengembangan bahan ajar berbasis masalah untuk memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa dalam matematika. Kata kunci: pembelajaran berbasis masalah, bahan ajar matematika sekolah, kemampuan penalaran matematis, dankemampuan pemahaman konsep matematis.

Pendahuluan Pentingnya kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika dikemukakan oleh Mullis, et al. (2000), dan Suryadi (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi. Depdiknas (dalam Haryono, 2008)menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami serta dilatihkan melalui belajar materi matematika. Menurut Muchlis (2006), banyak siswa yang hanya hafal materi dalam pelajaran matematika, tetapi tidak bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan

sehari-hari. Akibat dari kondisi ini, pemahaman siswa akan konsep-konsep dalam mata pelajaran matematika sangat rendah. Padahal, pemahaman konsep merupakan bagian penting dalam KTSP yang dituangkan dalam tujuan mata pelajaran yang diberikan di SMA yakni siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Lebih lanjut,menjadi mahir dalam bernalar adalah tujuan dari pemahaman matematika (NCTM, 2000). Moffit (Permana, 2004) mengatakan bahwa belajar berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan investigasi, pemecahan masalah yang mengintergrasikan keterampilan dan Semirata 2013 FMIPA Unila |353

M. Adi Sidauruk dkk: Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

konsep dari berbagai konten area. Pendekatan ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukansintesis dan merepresentasikan apa yang didapat kepada orang lain.Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dihadapkan dengan berbagai masalah yang menantang yang dapat menghadirkan kegiatan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika secara kooperatif dalam kelompok kecil, melibatkan siswa melakukan proses doing math secara aktif, mengemukakan kembali ide matematika dalam membentuk pemahaman baru. Dengan demikian dapat membuka kesempatan bagi upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika siswa, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Peningkatan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis masalah yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif sehingga memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Situasi, kondisi, dan aktivitas pembelajaran matematika sedemikian sehingga kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa dapat tercapai sesuaidengan harapan, bergantung pada bahan ajar yang dapat memfasilitasinya. Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Arends (Trianto, 2009) pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Hal senada diungkapkan pula oleh Suryadi (2005) yang menyatakan bahwa PBM merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah 354| Semirata 2013 FMIPA Unila

yang disimulasikan. Pada saat siswa menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai perspektif serta menyelesaikannya dibutuhkan pengintegrasian informasi dari berbagai ilmu. Selanjutnya Barrow (Ismaimuza, 2010) mengungkapkan bahwa masalah dalam PBM adalah masalah yang tidak terstruktur (ill-structure), atau kontekstual dan menarik (contextual and engaging), sehingga meransang siswa untuk bertanya dari berbagai perspektif. Menurut Slavin (Ismaimuza, 2010) karakteristik lain dari PBM meliputi pengajuan pertanyaan terhadap masalah, fokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan authentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya yang harus dipamerkan. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin, menurut Pierce dan Jones (Howey et al, 2001) dalam pelaksanaan PBM terdapat proses yang harus dimunculkan, seperti: keterlibatan (engagement), inkuiri dan investigasi (inquiry and investigation), kinerja (performance), Tanya jawab dan diskusi (debriefing). Keterlibatan bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah (self-directed problem solver) yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mampu mendorong untuk mampu menemukan masalah, meneliti dan menyelesaikannya. Inkuiri dan investigasi yang meliputi kegiatan mengeksplorasi berbagai cara menjelaskan dan implikasinya, serta kegiatan mengumpulkan dan mendistribusikan informasi. Kinerja bertujuan menyajikan temuan yang diperoleh. Tanya jawab dan diskusi, yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap pemecahan masalah yang dilakukan. Dengan demikian PBM menghendaki agar siswa aktif untuk memecahkan

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

masalah yang sedang dihadapinya. Agar siswa aktif maka diperlukan desain bahan ajar yang sesuai dengan mempertimbangkan pengetahuan siswa serta guru dapat memberikan bantuan atau intervensi berupa petunjuk (scaffolding) yang mengarahkan siswa untuk menemukan solusinya. Penalaran Matematis Kemampuan penalaran matematika merupakan kemampuan memproses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan (Shurter dan Pierce dalam Dahlan 2004), pentransformasian yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan (Galloti dan Matlin dalam Dahlan, 2004). Menurut Kusumah (2008) bahwa penalaran sebagai bagian dari berpikir matematis tingkat tinggi dan dapat diartikan sebagai proses berpikir yang dilakukan dengan cara pengambilan kesimpulan. Penalaran matematis dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman mode berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari berpikir matematika. Menurut Soemarmo (dalam Kusumah, 2008) penalaran matematis meliputi sembilan hal berikut, yaitu (1) menarik kesimpulan logis, (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan, (3)memperkirakan jawaban proses solusi, (4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, (5) menyusun dan menguji konjektur, (6)merumuskan lawan contoh, (7) mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, (8) menyusun argumen yang valid, (9) menyusun pembuktian langsungdan menggunakan induksi matematika. Sementara itu Kusuma (2008) mengungkapkan bahwa indikator penalaran matematis diantaranya adalah menarik kesimpulan logis, mengikuti

aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, dan memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifatsifat, dan hubungan dalam meyelesaikan soal-soal non rutin. Pemahaman Konsep Pemahaman terhadap konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar dan memecahkan masalah, baik di dalam proses belajar itu sendiri maupun dalam kehidupan nyata. Kemampuan memahami konsep menjadi landasan untuk berpikir dalam menyelesaikan persoalan. Dahar (1996) menyatakan bahwa belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan landasan dalam membangun pola berpikir. Konsepkonsep merupakan dasar bagi prosesproses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Dalam memahami konsep, waktu yang dibutuhkan siswa berbeda-beda,maka waktu pencapaian pemahaman seseorang terhadap suatu konsep berbeda pula. Klausmeijer (Dahar, 1996) menghipotesiskan bahwa pencapaian seseorang terhadap suatu konsep berbeda pula, dan seseorang sampai pada pencapaian tinggi dengan kecepatan berbeda-beda dan ada konsep-konsep yang tidak pernahtercapai pada tingkat yang paling tinggi. Tingkat pemahaman konsep menurut Klausmaijer ada empat yaitu: (1) tingkat kongkrit (siswa mampu memperhatikan, mendeskriminasi dan mengingat), (2) tingkat identitas (siswa mampu menggeneralisasi), (3) tingkat klasipikatori (siswa mampu mengklasifikasikan), dan (4) tingkat formal (siswa mampu menyimpulkan). Ada beberapa ciri khusus yang membedakan antara soal pemahaman konsep dengan soal untuk aspek yang lain. Menurut Sa‟dijah dalam Nizburg (2008) setidaknya ada tujuh ciri soal pemahaman konsep. Ciri-ciri tersebut antara lain Semirata 2013 FMIPA Unila |355

M. Adi Sidauruk dkk: Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

adalah sebagai berikut: (1) menyatakan ulang sebuah konsep, (2) mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuaidengan konsepnya), (3) memberi contoh dan non-contoh dari konsep, (4)menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5)mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, (6) menggunakan,memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, (7) mengaplikasikankonsep atau algoritma pemecahan masalah. Bahan Ajar Matematika Sekolah Beberapa istilah berbeda dalam beberapa literatur sering digunakan dalam pembahasan bahan ajar antara lain bahan pengajaran, bahan pelajaran, subject matter, bahan matap elajaran, part of language, language input, materials, dan instructional materials. Dokumen penataran guru dalam rangka diseminasi dan penerapan kurikulum 2004 menyebutkan bahan ajar sebagai “seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar” (Depdiknas, 2003). Sementara itu, Dick, dkk. (2005) menggunakan istilah „instructional material’ yang pada hakikatnya berisi seperangkat bahan yang dipakai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Disebutkan bahwa hakikat bahan ajar adalah “Theinstructional materials contain thecontent—either written, mediated, orfacilitated by an instructor—that astudents will use to achieve theobjective”. Pernyataan ini menekankan pengertian bahan ajar sebagai hal-hal yang perlu dipelajari oleh siswa sebagai alat yang disediakan oleh pengajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakanse perangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. 356| Semirata 2013 FMIPA Unila

Bahan ajar yang dimaksud dalam makalah ini adalah bahan cetak (printed) berupa handout pengajaran matematika. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalah Dalam pembelajaran matematika di kelas pada umumnya, tidak jarang siswa hanya diberitugas terstruktur dan diberitahu secara tepat teknik apa yang digunakan untuk menyelesaikannya. Proses belajar yang demikian bersifat mekanistik dimana siswa belajar dengan mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru. Bahkan tugas yang dinyatakan sebagai tugas pemecahan masalah itu sering hanya merupakan latihan matematika yang biasa diulang dengan metode pemecahan yang sudah jelas. Masalah dan situasi yang timbul dalam kehidupan sehari-hari, yang mengharuskan siswa untuk membuat penyederhanaan, memodelkan situasi, memilih pengetahuan dan proses yang tepatdari perangkat yang mereka miliki, dan menguji apakah pemecahan mereka sudah cukup baik atau tidak, jarang digunakan oleh guru sebagai latihan penggunaan keterampilan atau konsep tertentu. Jika pembelajaran matematika yang diberikan oleh guru di kelas dimaksudkan agar siswa dapat menggunakan keterampilan mereka secara mandiri dalam kehidupan sehari-harinya, maka seharusnya seorang guru menyadari bahwa sebenarnya siswa butuh kesempatan untuk berlatih memecahkan masalah yang kurang atau bahkan tidakt erstruktur di dalam kelas. Setiap materi dalam bahan ajar berbasis masalah yang dikembangkan dimulai dengan tugas yang kurang terstruktur yang diharapkan dapat mendorong siswa untuk merumuskan pertanyaan, memilih representasi dan teknik penyelesaian yang tepat, memberikan alasan yang logis, membangun hipotesis dan argumen, menghitung secara akurat, menafsirkan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh,

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

mengkomunikasikan hasil dan merefleksikannya diantara sesama mereka. Bahan ajar yang dikembangkan juga memungkinkan guru untuk kemudian menawarkan saran yang spesifik tentang bagaimana upaya awal siswa dapat ditantang dan disempurnakan melalui kegiatan yang bersifat kolaboratif. Siswa diberi contoh pekerjaan siswa yang menunjukkan pendekatan alternatif untuk masalah yang diberikan.Contoh yang dimaksud biasanya tidak lengkap atau tidak sempurna. Siswa diminta untuk megkritik dan memperbaiki contoh pekerjaan itu dan kemudian merevisi upaya awal mereka dan/atau mencoba pendekatan alternatif lainnya. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai bahan ajar yang dikembangkan dalam makalah ini, berikut ini adalah contoh bahan ajar berbasis masalah dengan versi masalah yang kurang terstruktur. Contoh 1: Pengaturan Sebuah Turnamen Tenis Meja Anda mendapat tugas mengatur sebuah turnamen tenis meja.  7 orang pemain yang ikut dalam turnamen  Semua pertandingan adalah kelas tunggal  Setiap pemain hanya sekali bertanding dengan setiap pemain lainnya. 1. Sebut saja para pemain sebagai A, B, C, D, E, F, dan G Lengkapi daftar berikut ini untuk memperlihatkan semua pertandingan yang akan dimainkan. A vs B

B vs C



A vs C

B vs D







2. Terdapat empat meja yang disediakan oleh panitia dan setiap pertandingan memakan waktu sampai satu setengah jam. Pertandingan pertama akan dimulai pada pukul 1.00 siang. Lengkapi tabel berikut ini untuk

memperlihatkan urutan pertandingan sedemikian sehingga turnamen menghabiskan waktu sesedikit mungkin. Ingat bahwa seorang pemain tidak bisa berada dalam dua tempat yang berbeda dalam satu waktu permainan. Anda mungkin tidak perlu menggunakan setiap baris dan kolom yang tersedia dalam tabel. Waktu Mulai 1.00 1.30 2.00 2.30 3.00 3.30 4.00 4.30

Meja Pertandingan 1 2 3

4

Tugas-tugas yang diberikan di atas adalah tugas-tugas yang terstruktur sedemikian sehingga guru secara tidak langsung menuntun siswa melalui masalah, membimbing dan membuat keputusan untuk pemecahannya. Misalnya, dalam permasalahan penyelenggaraan turnamen tenis meja, siswa diberitahu bagaimana menyebutkan pemain (A, B, C...), mendaftar semua pertandingan yang harus dimainkan, secara sistematis mengatur pertandinganpertandingan, mentabulasi urutan pertandingan, mengingat bahwa pemain tidak dapat bermain didua meja sekaligus. Berikut ini adalah contoh bahan ajar berbasis masalah dengan versi masalah yang tidak terstruktur. Contoh 2: Pengaturan Sebuah Turnamen Tenis Meja Anda mendapat tugas mengatur sebuah turnamen tenis meja.  7 orang pemain yang ikut dalam turnamen.  Semua pertandingan adalah kelas tunggal.  Setiap pemain hanya sekali bertanding dengan setiap pemain lainnya.  Terdapat 5 meja pertandingan yang disediakan panitia.  Setiap pertandingan akan memakan waktu sampai satu setengah jam. Semirata 2013 FMIPA Unila |357

M. Adi Sidauruk dkk: Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

 Pertandingan pertama akan dimulai pada pukul 01.00 siang. Buatlah perencanaan untuk mengatur pertandingan-pertandingan tersebut sedemikian sehingga turnamen akan menghabiskan waktu yang sesedikit mungkin. Tempatkan semua informasi dalam sebuah tabel sehingga para pemain dapat dengan mudah mengerti apa yang akan mereka lakukan. Contoh 2 berisi versi tidak terstruktur dari tugas yang sama yang digunakan dalam Contoh 1. Beberapa isu yang mungkin timbul dalam benak seorang guru adalah: bahwa masalah yang tidak terstruktur lebih sulit, tentunya akan lebih sulit untuk merencanakan pelajaran dengan masalah yang seperti ini, siswa bahkan mungkin tidak tahu bagaimana untuk memulai pengerjaannya, muncul keinginan untuk mengubah masalah itu menjadi masalah yang terstruktur,siswa tidak akan selalu menggunakan apa yang telah diajarkan kepada mereka, jika guru menawarkan bantuan terlalu cepat siswa hanya akan melakukan apa yang dikatakan oleh guru dan tidak berpikir untuk diri mereka sendiri, siswa akan menghasilkan lebih banyak variasi pendekatan dan pemecahan, atau siswa perlu diyakinkan bahwa adalah baik untuk mencoba pendekatan yang berbeda atau mencapai kesimpulan yang berbeda. Guru sering mengalami kesulitan untuk mengetahui kapan saat yang tepat untuk memberikan bantuan dan kapan harus membiarkan siswa berusaha menyelesaikan tugasnya. Jika guru mengintervensi terlalu cepat, mahasiswa tidak memiliki kesempatan untuk mengalami bagaimana rasanya mencaricari ide yang tidak berkembang atau mencari pemecahan untuk diri mereka sendiri. Namun demikian, jika intervensi terlalu lambat diberikan, makasiswa bisa menjadi frustrasi, bosan dan akan meninggalkannya.

358| Semirata 2013 FMIPA Unila

Bruner menggunakan metafora scaffolding (petunjuk/perancah) untuk menggambarkan penstrukturan diberikan guru (D. Wood, Bruner, & Ross, 1976). Guru berusaha memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan yang terbaik dengan dukungan yang sesedikit mungkin untuk membantu keberhasilan siswa dalam menyelesaikan tugasnya. Dukungan ini mungkin berupa bantuan untuk mengurangi pilihan-pilihan yang dihadapi siswa, menarik perhatian siswa kepada hal-hal penting melalui pengajuan pertanyaan, atau bila perlu memperagakan kepada siswa apa yang harus dilakukan. Satu hal yangpenting di sini adalah bahwa scaffolding harus dihapus bila siswa mulai mampu mengatasi permasalahannya dan jika tidak, maka siswa akan selalu bergantung padanya. Penutup Prinsip dasar pembelajaran berbasis masalah adalah proses pembelajaran yang bukan sekedar transfer gagasan dari guru kepada siswa,namun merupakan suatu proses dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat dan mimikirkan sendiri gagasan yang diberikan. Oleh karena itu pada bahan ajar yang dikembangkan ini, siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, yang sering ditemukan siswa baik permasalahan kehidupan sehari-hari maupun permasalahan yang merupakan imajinasi dunia anak, yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa. Permasalahan kontekstual yang memuat kategori permasalahan terstruktur dan tidak terstruktur diharapkan cukup efektif untuk menggali ide/gagasan siswa yang dapat merangsang daya nalar dan kemampuan pemahamannya untuk berkembang. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk membaca dan memahami permasalahan yang diberikan dengan

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

dukungan guru yang sesedikit mungkin akan membawa siswa menemukan ide-ide tentang gambaran bagaimana cara menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan. Menyiapkan masalah yang harus digunakan dalam pembelajaran berbasis masalah tidaklah mudah. Namun demikian, denganmenyajikan masalahmasalah yang tidak terstruktur serta pemberian intervensi secara tepat pada waktu yang tepat, diduga kuat dapat secaraefektif membantu tercapainya kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematis siswayang dianggap memadai. Selanjutnya diharapkan kajian ini dapat dijadikan titik tolak untuk mengembangkan bahan ajar matematika sekolah berbasis masalah denganbanyak tambahan variasi pendekatan. Selain itu, agar kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa dapat lebih berkembang, maka selama proses pembelajaran berlangsung diharapakan siswa terlibat secara aktif dalam melakukan aktivitas matematis, misalnya siswa melakukan diskusi dengan rekannya maupun dengan guru mengenai permasalahan matematika sehingga dapat mengkonstruksi dan mengevaluasi argumen-argumen mereka sendiri maupun argumen-ergumen rekannya, serta dapat melakukan generalisasi saat penarikan kesimpulan. Daftar Pustaka Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran OpenEnded. Bandung: Disertasi SPs UPI, tidak dipublikasikan.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003, Pedoman Umum Penyusunan Bahan Ajar,Kurikulum 2004, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat jenderalPendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Dick, W., L. Carey, dan J. O. Carey. 2005. The Systematic Design of Instruction 6thedition. Pearson. Boston Haryono, A. D. (2008). Prinsip Mengajar Matematika [Online]. Tersedia: http://aflah.wordpress.com/2008/02/22/ prinsip-mengajar-matematika/ [26September 2008] Howey, K.R., et al. (2001). Contextual Teaching and Learning Preparing Teacher to Enhance Student Succes in The Work Place and Beyond. Washinton: Eric Clearinghouse on Teaching and Teacher Education. Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkkan. Kusumah, Y. (2008). Konsep, Pengembangan dan Implementasi Computer Based- Learning dalam Peningkatan High-Order Mathematical Thinking. Makalah pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Matematika pada FPMIPA UPI. Bandung: UPI. Muchlis, A. (2006). Pemahaman Matematika Rendah, Dituntut Profesionalisme Guru. Kompas [Online].Tersedia:http://www2.kompas .com/kompascetak/0603/13/Jabar/418.h tmhttp://www.pmri.or.id/buletin/6_5.p df. [26 September 2008] Mullis, et.al. (2000). TIMSS 1999: International Mathemathics Report. Boston: The International Study Semirata 2013 FMIPA Unila |359

M. Adi Sidauruk dkk: Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

Center, Boston College, Lynch School of Education.

Berbasis Masalah. Tesis PPS UPI; Tidak diterbitkan.

NCTM. (2000). Principles and Standard for School Mathematics. Resto, Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Nizburg. (2007). Pemahaman Konsep. [Oline]. Tersedia: http://nizland. wordpress.com/2007/11/01/soalpemahaman konsep/. [25September 2008] Permana, Y. (2004). Memgembangkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran

360| Semirata 2013 FMIPA Unila

Wood, D., Bruner, J., & Ross, G. (1976) The role of tutoring in problem solving. Journal of child psychology and psychiatry, 17, 89-100.