PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK CACAT DENGAN

Download ISSN: 1979-911X. Yogyakarta, 3 November 2012. A-16. PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK CACAT. DENGAN PENDEKATAN KAIZEN DAN ANALISIS MASALAH DEN...

0 downloads 471 Views 149KB Size
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK CACAT DENGAN PENDEKATAN KAIZEN DAN ANALISIS MASALAH DENGAN SEVEN TOOLS Cyrilla Indri Parwati 1), Rian Mandar Sakti2) 1)2)

Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta E-mail : [email protected]

ABSTRAK PT. Adi Satria Abadi (PT. ASA) merupakan perusahaan produsen sarung tangan, selalu berusaha melakukan perbaikan berkaitan dengan kualitas dan peningkatan efisiensi proses produksinya guna memenuhi kepuasan pelanggan. Usaha peningkatan kualitas produk dilakukan dengan cara mengatasi penyebab cacat pada suatu proses produksi. Peningkatan dan pengendalian kualitas produksi memerlukan komitmen untuk perbaikan yang melibatkan antara faktor manusia (motivasi) dan faktor mesin (teknologi). Pengendalian Mutu Terpadu (Total Quality Control) sebagai pendekatan manajemen modern, dalam menjalankan suatu usaha untuk memaksimumkan daya saing perusahaan melalui perbaikan secara terus-menerus (continous improvement) atas produk atau bahan baku. Kaizen adalah suatu filosofi dari Jepang, yang mempunyai arti yaitu perbaikan secara terus-menerus (berkesinambungan) . Kaizen dapat diterapkan dimana saja, baik di perusahaan kecil, menengah, maupun perusahaan besar. Selain itu kaizen juga dapat diterapkan pada bagian produk, proses produksi, mesin maupun manusianya. Alat-alat yang digunakan untuk menganalisa untuk penelitian ini adalah diagram sebabakibat, diagram pareto, histogram, control chart. Dari pengolahan data diketahui adanya penurunan cacat terbesar yakni pada benang (meleset, loncat, kendor) sebesar 15.4% dari 35.33% menjadi 19.93% . Kata kunci : Kualitas, Cacat, Kaizen, Seven Tools

PENDAHULUAN Saat ini dunia industri memegang peran penting dalam era pembangunan di Indonesia. Munculnya industri kecil dan besar baik perusahaan swasta maupun perusahaan negara akan menjadi tonggak dalam memajukan bangsa. Hanya perusahaan yang mempunyai daya saing yang tinggi yang dapat bertahan di dalam usaha meningkatkan keuntungan. Dalam dunia perindustrian, kualitas atau mutu produk dan produktivitas adalah kunci keberhasilan bagi berbagai sistem produksi. Keduanya merupakan kriteria kinerja perusahaan yang sangat penting baik bagi perusahaan yang berorientasi keuntungan. Kemampuan perusahaan menghasilkan produk barang atau jasa yang bermutu tinggi merupakan kunci bagi posisi persaingan dan prospek keberhasilan jangka panjangnya. Peningkatan dan pengendalian kualitas produksi memerlukan komitmen untuk perbaikan yang melibatkan antara faktor manusia (motivasi) dan faktor mesin (teknologi). Pengendalian Mutu Terpadu (Total Quality Control) sebagai pendekatan manajemen modern, adalah suatu pendekatan dalam menjalankan suatu usaha untuk memaksimumkan daya saing perusahaan melalui perbaikan secara terus-menerus (continous improvement) atas produk atau bahan baku(Gasperz, V, 2001). Dalam proses produksi yang telah dilaksanakan perusahaan, kadangkala terjadi hambatanhambatan yang menyebabkan kerusakan atau penyimpangan-penyimpangan pada produk yang dihasilkan sehingga produk tersebut tidak dapat dijual atau dipasarkan ke customer (Triawan, Sujud. 2004). Dengan demikian, untuk mengurangi penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap pengendalian dan perbaikan kualitas produk yang berlangsung selama ini. Oleh karena itu dalam proses produksi perlu dilakukan evaluasi Manajemen Mutu Terpadu dengan penerapan konsep kaizen. Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini bagaimana pengendalian kualitas dengan menggunakan metode kaizen dan analisis masalah dengan Seven Tools, serta bertujuan untuk menghitung tingkat kualitas suatu produk dengan menggunakan konsep kaizen, dan menganalisis suatu masalah dengan menggunakan seven tools. Kualitas dari produk (barang/ jasa) merupakan faktor dasar kepuasan konsumen dalam menentukan produk yang akan dibeli atau dipakai. Sehingga kualitas dari produk merupakan faktor kunci bagi keberhasilan perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas biasa disebut sebagai 9M meliputi : Market (pasar), Money (uang), Management (manajemen), Man (manusia), A-16

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

Motivation (motivasi), Material (bahan), Machines and Machanization (mesin dan mekanisasi), Modern Information Methods (metode informasi modern), Mounting Product Requirements (persyaratan proses produksi) (Feigenbaum, AV, 1992). Kualitas bukan hanya mencakup produk dan jasa, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia. Banyak pakar dan organisasi yang mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandang masing-masing . Peningkatan kualitas merupakan fokus dari penelitian ini. Oleh karena itu kata “kualitas” perlu dipahami dan didefinisikan terlebih dahulu (Gasperz, V, 2001). Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi terdapat beberapa kebersamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut (Tjiptono, F & Diana, A, 2001) : a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap kurang berkualitas pada masa yang akan datang). Atau bisa disimpulkan bahwa “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (Tjiptono, F & Diana, A, 2001). METODE Pengendalian kualitas adalah suatu sistem verifikasi dan penjagaan/ perawatan dari suatu tingkatan/ derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus-menerus, serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Dengan demikian hasil yang diperoleh dari kegiatan pengendalian kualitas ini benar-benar bisa memenuhi standar-standar yang telah direncanakan/ ditetapkan(Arini, D.W, 2004). Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya merupakan keseluruhan kumpulan aktivitas, dimana berusaha untuk mencapai kondisi “fitness for use” tidak peduli dimana aktivitas tersebut akan dilaksanakan yaitu mulai pada saat produk dirancang, diproses, sampai selesai dan didistribusikan ke konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain akan meliputi aktivitas-aktivitas perencanaan kualitas pada saat merancang (desain) produk dan proses pembuatannya, pengendalian dalam penggunaan segala sumber material yang dipakai dalam proses produksi (incoming material control), analisa tindakan koreksi dalam kaitannya dengan cacat-cacat yang dijumpai pada produk yang dihasilkan. Parameter yang menentukan suatu produk harus mampu memenuhi konsep “fitness for use” ada dua macam yaitu parameter kualitas desain (quality of design) dan parameter kualitas kesesuaian (quality of conformance) (Wignjosoebroto,S ,2003). Kaizen merupakan istilah dalam bahasa Jepang terhadap konsep Continous Incremental Improvement. Kai berarti perubahan dan Zen berarti baik. Kaizen berarti penyempurnaan yang berkesinambungan yang melibatkan setiap orang. Pendekatan ini hanya dapat berhasil dengan baik apabila disertai dengan usaha sumber daya manusia yang tepat. Faktor manusia merupakan dimensi yang terpenting dalam perbaikan kualitas dan produktivitas. Semangat Kaizen yang tinggi dalam perusahaan Jepang telah membuat mereka maju pesat dan unggul dalam kualitas. Kaizen pada dasarnya merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus. Semangat Kaizen berlandaskan pada pandangan berikut (Gasperz,V , 2001) : 1. Hari ini harus lebih baik daripada kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini. 2. Tidak boleh ada satu hari pun yang lewat tanpa perbaikan/ peningkatan. 3. Masalah yang timbul merupakan suatu kesempatan untuk melaksanakan perbaikan/ peningkatan. 4. Menghargai adanya perbaikan/ peningkatan meskipun kecil. 5. Perbaikan/ peningkatan tidak harus memerlukan investasi yang besar. Keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang dalam perbaikan kualitas dan reduksi biaya terusmenerus yang membuat mereka unggul di pasar global merupakan akibat dari penerapan filosofi kaizen (perbaikan terus-menerus) pada perusahaan (Yulianto Nur Saputro, Dwi. 2005) Gerakan 5-S memperoleh namanya dari inisial kata Jepang yang dimulai dari huruf S : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke sebagai bagian dari manajemen visual suatu program menyeluruh. A-17

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

Petunjuk mengulangi langkah-langkah itu seringkali dipasang ditempat kerja guna melatih karyawan untuk dapat mematuhi peraturan yang diterapkan perusahaan (Masaaki Imai, 1997). 1. Seiri (Pemilahan) Seiri berarti memilih dan mengelompokkan barang-barang sesuai dengan jenis dan fungsinya, sehingga jelas mana yang tidak diperlukan. Situasinya yaitu semua barang dan bahan berantakkan disuatu area bercampur baur tidak menentu sehingga tidak jelas mana yang penting, diperlukan dan tidak diperlukan. 2. Seiton (Penataan) Seiton berarti menyusun dan meletakkan bahan dan barang sesuai dengan tempatnya agar mudah ditemukan kembali atau dijangkau bila diperlukan. Situasinya yaitu semua barang diletakkan menumpukasal-asalan, disembarang tempat, atau dokumen menumpuk disatu meja atau lemari tanpa ada penyusunan yang memadai. 3. Seiso (Kebersihan) Seiso berarti membersihkan semua fasilitas dan lingkungan kerja dari kotoran serta membuang sampah pada tempatnya. Situasinya yaitu : sampah dan kotoran yang terjadi selama aktivitas kerja dibiarkan beegitu saja atau menumpuk. Misalnya : debu, tanah, minyak, oli bekas menempel pada mesin/ peralatan kerja. 4. Seiketsu Seiketsu berarti memelihara semua barang atau peralatan, pakaian, tempat kerja dan material lainnya tetap dalam kondisi bersih dan tertata rapi. Pemantapan ini merupakan hasil dari kegiatan pemilihan, penataan, dan kebersihan, yang dilaksanakan secara tepat dan berulang-ulang. 5. Shitsuke (Pembiasaan) Shitsuke berarti membentuk sikap untuk memenuhi aturan-aturan dan disiplin mengenai kebersihan dan kerapian terhadap peralatan dan tempat kerja. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini digunakan peta pengendali P model rata-rata karena peta pengendali P model rata-rata digunakan untuk menganalisis banyaknya produk cacat dalam satu kali produksi dengan sampel rata-rata (Arini, D.W, 2004). Tahapan dalam menganalisis jumlah produk cacat yaitu : 1. Mencari Garis Tengah untuk masing-masing sampel :

Di Pˆ  ni

Misalkan : Bagian yang ditolak pada sampel 1,2, dan 3 222 Sampel 1 : Pˆ   0 . 3895  38 . 95 % 570 239 Sampel 2 : Pˆ   0 . 4113  41 . 13 % 581 253 Sampel 3 : Pˆ   0 .421  42 . 1 % 601

2.

Menghitung Sampel Rata-rata : n

 Di P 

i 1 n

 ni



5924  0 . 2943  29 . 43 % 20127

i 1

3.

Menghitung Standar Deviasi (  ) masing-masing sampel : Misalkan : Standar Deviasi pada sampel 1, 2, dan 3

A-18

SP 

P (1  P ) ni

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

Sampel 1 :  

0 .2943 x (1  0 . 2943 )  0 . 0191 570

Sampel 2 :  

0 .2943 x (1  0 . 2943 )  0 .0189 581

Sampel 3 :  

0 .2943 x (1  0 . 2943 )  0 .0186 601

ISSN: 1979-911X

Tabel 1. Data Cacat Produk Sarung Tangan No

Sampel (ni)

Produk Cacat (Di)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.

570 581 601 606 547 522 612 539 567 537 590 605 558 622 592 559 548 614 608 587 555 500 626 602 593 534 523 631 601 604 531 571 543 582 566 20127

222 239 253 284 209 55 302 187 153 132 162 116 161 126 111 91 93 180 160 139 195 148 252 245 188 144 64 220 181 177 149 131 92 121 242 5924



Bagian Tak Sesuai Sampel (P) 0.3895 0.4113 0.421 0.469 0.3821 0.1054 0.4935 0.347 0.2698 0.246 0.2746 0.1917 0.2885 0.2026 0.1875 0.1628 0.1697 0.2931 0.2632 0.2368 0.3514 0.296 0.4025 0.407 0.317 0.2696 0.1224 0.3486 0.3012 0.293 0.2806 0.2294 0.1694 0.208 0.4276 10.2288

Deviasi Standart (SP)

BPA

BPB

0.0191 0.0189 0.0186 0.0185 0.0195 0.0199 0.0184 0.0196 0.0191 0.0197 0.0188 0.0185 0.0193 0.0183 0.0187 0.0193 0.0195 0.0184 0.0185 0.0188 0.0193 0.0204 0.0182 0.0186 0.0187 0.0197 0.0199 0.0181 0.0186 0.0185 0.0198 0.0191 0.0196 0.0189 0.0192

0.3516 0.351 0.3501 0.3498 0.3528 0.354 0.3495 0.3531 0.3516 0.3534 0.3507 0.3498 0.3522 0.3492 0.3504 0.3522 0.3528 0.3495 0.3498 0.3507 0.3522 0.3555 0.3489 0.3501 0.3504 0.3534 0.354 0.3486 0.3501 0.3498 0.3537 0.3516 0.3531 0.351 0.3519

0.237 0.2376 0.2385 0.2388 0.2358 0.2346 0.2391 0.2355 0.237 0.2352 0.2379 0.2388 0.2364 0.2394 0.2382 0.2364 0.2358 0.2391 0.2388 0.2379 0.2364 0.2331 0.2397 0.2385 0.2382 0.2352 0.2346 0.24 0.2385 0.2388 0.2349 0.237 0.2355 0.2376 0.2367

Sumber : Data diolah sendiri

4. Menghitung Batas Pengendali Atas (BPA) dan Batas Pengendali Bawah (BPB). Batas Pengendali Atas (BPA) : BPA = P  3

P (1  P ) n

Batas Pengendali Bawah (BPB) : A-19

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

P (1  P ) n

BPB = P  3

Misalkan : BPA dan BPB pada sampel 1 BPA  0 .2943  3 .

0 . 2943 x (1  0 . 2943 )  0 . 3516 570

BPB  0 .2943  3

0 . 2943 x (1  0 . 2943 )  0 . 237 570

5. Menghitung Ukuran Sampel Berdasarkan perhitungan batas pengendali bagian tak sesuai maka dilakukan pendekatan ukuran sampel rata-rata : n

 ni n

i 1



n

20127  575.06575PRS 35

Sehingga didapat batas pengendali pendekatan : P (1  P ) 0 . 2943 x (1  0 . 2943 )  0 . 2943  3  0 .3513  35 .13 % n 575 P  0 .2943  29 . 43 % BPA  P  3

P (1  P ) 0 . 2943 x (1  0 . 2943 )  0 . 2943  3  0 . 2373  23 . 73 % n 575 6. Menghitung rata-rata jumlah cacat dalam satu periode : BPB  P  3

n

Jumlah rata-rata cacat = P x

 ni  0.2943x 20127  5924PRS i 1

7. Uji kecukupan data Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisis data, apakah data yang diambil sudah memenuhi syarat. Adapun syarat yang ditentukan adalah N’≤ N. Perumusan uji kecukupan data : k N    s  

k N  s  

N . x 2  (  x ) 2     x 

N . x 2  (  x ) 2    x 

2

2

 3  0 . 03    

 35 .(11613113 )  ( 20127 ) 2   20127  

2

= 33.642  34 Karena N’≤ N atau 34 ≤ 35 maka pengambilan sampel pada cacat produk Sarung tangan tersebut adalah cukup. Dalam penerapan gerakan 5-S di penelitian ini sesuai dengan konsep Kaizen yaitu dari huruf S : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke sebagai bagian dari manajemen visual suatu program menyeluruh. Petunjuk mengulangi langkah-langkah itu seringkali dipasang ditempat kerja guna melatih karyawan untuk dapat mematuhi peraturan yang diterapkan perusahaan (Masaaki Imai, 1997). 1. Seiri (Pemilahan) Pelaksanaan Pemilahan, yaitu : a. Memisahkan barang yang diperlukan dengan barang yang tidak diperlukan. Data jenis cacat dan prosestasenya dapat dilihat dalam Tabel 2. Berdasarkan data tersebut dapat dibuat diagram tulang ikan yang ada dalam Gambar 1 . A-20

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

Tabel 2 Data Jenis Kecacatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Jenis Cacat

Variasi L/R bentuk tidak pair Variasi L/R warna tidak pair Bentuk ujung jari oval Warna omo L/R tidak pair Panjang omo & ibu jari Kualitas kulit Kotor Seterika ulang Warna Ibu jari & machi tidak pair Lebar omo & ibu jari Bentuk pita (sambung pita keliru) Benang (meleset, loncat, kendor) Benang (lepas, putus, ruwet) Jahitan (kerut, melipat, bekas) Jari-jari sempit Jari-jari (pendek, panjang) Jari-jari (miring, muntir) Benang sisa Pendek Lining Ujung-ujung jari ngganjel Lining lepas Lining terbakar Gantungan Jonjing Omo beda size Tanpa gantungan Slit panjang Bulu botak Brand Tag (Price Tag) Warna barang ikat (size) Size Saten TOTAL Sumber : Data diolah sendiri

Jumlah Cacat 174 1 438 84 51 458 36 1537 3 15 1 2093 162 415 2 1 42 0 137 140 1 3 81 4 36 5 4 0 0 0 5924

% Cacat 2.93 0.017 7.4 1.42 0.86 7.73 0.61 26 0.051 0.25 0.017 35.33 2.7 7 0.034 0.017 0.71 0 2.3 2.36 0.017 0.051 1.37 0.068 0.61 0.08 0.068 0 0 0

% Komulatif 2.93 2.947 10.347 11.767 12.627 20.357 20.967 46.967 47.018 47.268 47.285 82.615 85.315 92.315 92.349 92.366 93.076 93.076 95.376 97.736 97.753 97.804 99.174 99.242 99.852 99.932 100 100 100 100

Ket. D E S A I N

J A H I T A N

PACKING

Gambar 1 : Diagram Fishbone Pada Cacat Benang (Meleset, Loncat, Kendor) A-21

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

b. Memisahkan dan mengelompokkan barang atau bahan menurut kepentinganya. c. Memisahkan kemudian menyimpan atau membuang barang yang tidak diperlukan. Barang-barang yang tidak diperlukan antara lain : a. Mesin atau alat kerja yang rusak. b. Mesin atau alat yang tidak sesuai. c. Barang-barang lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. 2. Seiton (Penataan) Pelaksanaan penataan/ kerapian : a. Mengatur tata letak barang sesuai dengan : jenis atau fungsi dan tingkat kepentingan b. Menyiapkan tempat beserta fasilitasnya. c. Meletakkan barang pada tempat yang telah ditentukan. d. Memberikan label pada barang yang telah disusun. e. Melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kondisi kerapian. Langkah-langkah yang harus ditempuh menuju kerapian : a. Peta peletakkan barang b. Tanda pengenal barang c. Tanda batas d. Persiapan tempat e. Pengelompokkan barang 3. Seiso (Kebersihan) Pelaksanaan kebersihan, yaitu dengan : a. Membuang semua kotoran atau sampah pada peralatan, mesin dan tempat kerja pada tempat yang telah disediakan. b. Menemukan sumber kotoran dan berusaha mencegah timbulnya kotoran tersebut. c. Membiasakan diri menyediakan waktu untuk membersihkan peralatan dan tempat kerja. Faktor Kebersihan : a. Menetapkan tanggung jawab individu terhadap proses kebersihan. b. Menyediakan fasilitas kebersihan, misalnya : tempat sampah, sapu, dan lain-lain. c. Melaksanakan kampanye kebersihan. d. Melakukan sistem pengawasan dan pemeriksaan kebersihan. Keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan kebersihan : a. Lingkungan kerja menjadi aman dan nyaman. b. Kesehatan bisa terjaga. c. Meningkatkan kualitas dari produktivitas. d. Meningkatkan efisiensi waktu dan menekan biaya akibat kerusakan peralatan. 4. Seiketsu Hal-hal dalam pelaksanaan pemantapan : a. Memberikan tanda benar. b. Memberikan tanda daerah berbahaya. c. Membuat petunjuk arah. d. Memberikan kode warna pipa. e. Menempatkan warna peringatan. f. Membuat petunjuk pemadam kebakaran. g. Menyiapkan pengamanan. h. Menetapkan label tanggung jawab orang. i. Membuat jadwal 3-S. Beberapa langkah dalam menuju pemantapan antara lain : a. Pemeriksaan b. Pola tindak lanjut c. Mekanisme pantau d. Penetapan kondisi tidak wajar A-22

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

e. Penetuan mutu kendali 5. Shitsuke (Pembiasaan) Langkah-langkah menuju pembiasaan : a. Kesempatan belajar bagi karyawan. b. Hubungan karyawan. c. Teladan dari atasan. d. Penetapan target bersama. Langkah selanjutnya adalah membandingkan Prosentase Produk Cacat Sebelum & Sesudah Penelitian, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3, Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 3. Tabel Perbandingan Sebelum & Sesudah Penelitian No.

Jenis Cacat

1. Variasi L/R bentuk tidak pair 2. Variasi L/R warna tidak pair 3. Bentuk ujung jari oval 4. Warna omo L/R tidak pair 5. Panjang omo & ibu jari 6. Kualitas kulit 7. Kotor 8. Seterika ulang 9. Warna Ibu jari & machi tidak pair 10. Lebar omo & ibu jari 11. Bentuk pita (sambung pita keliru) 12. Benang (meleset, loncat, kendor) 13. Benang (lepas, putus, ruwet) 14. Jahitan (kerut, melipat, bekas) 15. Jari-jari sempit 16. Jari-jari (pendek, panjang) 17. Jari-jari (miring, muntir) 18. Benang sisa 19. Pendek Lining 20. Ujung-ujung jari ngganjel 21. Lining lepas 22. Lining terbakar 23. Gantungan Jonjing 24. Omo beda size 25. Tanpa gantungan 26. Slit panjang 27. Bulu botak 28. Brand Tag (Price Tag) 29. Warna barang ikat (size) 30. Size Saten Sumber : Data diolah sendiri

Sebelum Perbaikan (%) 2.93 0.017 7.4 1.42 0.86 7.73 0.61 26 0.051 0.25 0.017 35.33 2.7 7 0.034 0.017 0.71 0 2.3 2.36 0.017 0.051 1.37 0.068 0.61 0.08 0.068 0 0 0

A-23

Sesudah Perbaikan (%) 2.27 0.37 7.31 1.57 12.76 1.67 0.18 11.05 0.09 0 0 19.33 0 3.51 0 0 1.34 33.66 2.27 0.42 0.09 0 0.04 0 0.18 0 0 0.83 0.14 0.32

Evaluasi (%) Penurunan cacat 0.66 Kenaikan cacat 0.353 Penurunan cacat 0.09 Kenaikan cacat 0.15 Kenaikan cacat 11.9 Penurunan cacat 6.06 Penurunan cacat 0.43 Penurunan cacat 14.95 Kenaikan cacat 0.039 Penurunan cacat 0.25 Penurunan cacat 0.017 Penurunan cacat 16 Penurunan cacat 2.7 Penurunan cacat 3.49 Penurunan cacat 0.034 Penurunan cacat 0.017 Kenaikan cacat 0.63 Kenaikan cacat 33.66 Penurunan cacat 0.03 Penurunan cacat 1.94 Kenaikan cacat 0.073 Penurunan cacat 0.051 Penurunan cacat 1.33 Penurunan cacat 0.068 Penurunan cacat 0.43 Penurunan cacat 0.08 Penurunan cacat 0.068 Kenaikan cacat 0.83 Kenaikan cacat 0.14 Kenaikan cacat 0.32

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

Gambar 2. Gambar Histogram

ISSN: 1979-911X

Gambar 3. Diagram Pareto

KESIMPULAN Hasil dalam penelitian adalah : 1. Jenis cacat terbanyak terdapat pada benang (meleset, loncat, kendor). Jenis cacat ini disebabkan karena pada proses pembuatan sarung tangan dan nat mempunyai ketentuan harus kecil atau tipis atau halus. Hal inilah yang membuat para pekerja banyak mengalami kesalahan. 2. Dari analisis data terjadi penurunan cacat terbesar pada Benang (meleset, loncat, kendor) dari sebesar 35.33% menjadi 19.93 % dan pada seterika ulang dari sebesar 26% menjadi 11.05% tetapi ada pula yang mengalami kenaikan cacat terbesar yaitu pada Benang sisa dari sebesar 0% menjadi 33.66%. Hal ini disebabkan cacat benang sisa langsung ditangani oleh pekerja dan tidak dimasukkan pada data jenis kecacatan. 3. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kaizen, tingkat kualitas suatu produk sudah meningkat tetapi belum efektif karena masih ada beberapa jenis kecacatan yang naik prosentase kecacatannya.

DAFTAR PUSTAKA Ariani, D.W, 2004, Pengendalian Kualitas Statistik, Penerbit ANDI. Yogyakarta. Feigenbaum, A.V, 1992, Kendali Mutu Terpadu, Penerbit Erlangga. Jakarta. Gasperz, Vincent. 2001. Total Quality Manajemen. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Imai, Massaaki. 2001, Kaizen (Ky’zen): Kunci Sukses Jepang Dalam Persaingan. Penerbit PPM. Jakarta. Tjiptono, Fandy Dan Diana, Anastasia. 2001.Total Quality Manajemen Edisi Revisi. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Triawan, Sujud. 2004. Peningkatan Kualitas Melalui Penerapan Konsep Kaizen Pada Perusahaan Pengecoran Logam Di PT.Bakrie Tosanjaya Bekasi Jabar. Skripsi S1 ISTA Yogyakarta. Yulianto Nur Saputro, Dwi. 2005. Usulan Penerapan Pengendalian Kualitas Terpadu & Studi Perbaikan (Kaizen). Skripsi S1 ISTA Yogyakarta. Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Pengantar Teknik & Manajemen Industri Edisi Pertama. Penerbit Guna Widya. Surabaya.

A-24