pengertian, objek kajian, dan ruang lingkup tugas filsafat pendidikan

SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh. Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd.I). Oleh: ...

8 downloads 486 Views 722KB Size
SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd.I)

Oleh: Ummi Hani 105011000081

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I)

Oleh: Ummi Hani 105011000081

Di Bawah Bimbingan

Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag NIP: 195807077198703.1.005

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi berjudul: “Sifat Pendidik dalam Perspektif Hadis” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 17 Juni 2010, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I).

Jakarta, 17 Juni 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Jurusan/Program Studi

Tanggal

Tanda Tangan

………..

………………

………..

………………

Bahrissalim, M. Ag. NIP: 196803071998031002 Sekretaris Jurusan/Prodi Drs. Sapiuddin Shidiq, M. Ag. NIP: 196703282000031001 Penguji I Dr. H. Ahmad Syafi’i Noor NIP: 194709021967121001

………...

………………

…………

………………

Penguji II Ahmad Irfan Mufid, MA. NIP: 19740318003121002

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A. NIP: 195710051987031003

ABSTRAK

Nama : UMMI HANI NIM : 105011000081 Judul : SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS

Pendidik (Guru) adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Ia harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional. Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam proses belajar mengajar, sebab pendidik tidak hanya bertugas menyampaikan materi kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, ia juga bertugas untuk menanamkan nilai positif ke dalam jiwa peserta didik agar tidak hanya cakap dalam ilmu tetapi juga berakhlak mulia. Penelitian terhadap hadis Imam Bukhari, Nasa’i, dan Tirmidzi, adalah untuk mengetahui bagaimana Nabi Muhammad SAW memberikan gambaran dan kriteria tentang sosok pendidik yang ideal. Ini begitu penting untuk diketahui oleh para pendidik. Sebab pendidik tidak hanya dituntut untuk kompeten dalam menyampaikan materi, tetapi juga berusaha untuk mempengaruhi siswa dengan sikap dan keteladanan dirinya. Dengan begitu, proses pendidikan akan berjalan dengan baik. Penelitian ini dilakukan dengan mencari hadis yang di dalam matannya menyebutkan akar kata ‘allama dan ‘alima. Kemudian hadis-hadis tersebut dipilih dengan memilih hadis yang secara substantiv mengandung makna yang berkaitan dengan konsep sifat pendidik. Setelah hadis tersebut terkumpul lalu dicari penjelasan melalui syarahnya yang kemudian ditambah dengan konsep pendidikan modern tentang pendidikan. Selain itu dilengkapi pula dengan ayat-ayat alQur’an yang berkaitan dengan hal tersebut. Adapun hasil penelitian diketahui bahwa, sifat pendidik yang ideal dalam hadis tersebut adalah: seorang pendidik harus penuh kasih sayang dalam mendidik siswanya, adil, demokratis serta senantiasa memberikan motivasi, dan transparan dalam menyebarkan ilmunya kepada orang yang membutuhkan. Sehingga dengan adanya sifat tersebut, tujuan pendidikan akan tercapai, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

i

KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬ Alhamdulillah, tidak ada ungkapan yang lebih dahsyat, yang lebih indah, untuk diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT, Penguasa alam raya ini. Karena berkat izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, sebagai tali penghubung bagi penulis memohon pertolongan-Nya, dalam setiap aktivitas selama jantung ini berdetak. Selama menyusun skripsi ini, banyak kesulitan yang cukup menghambat. Namun, berkat kesungguhan hati, kerja keras, dan motivasi, serta bantuan dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini, dengan bangga hati mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M. A. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Jakarta Bahrissalim, M. Ag dan Drs. Sapiudin Shidiq, M, Ag. 3. Dosen pembimbing skripsi Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing penulis. 4. Dra. Hj. Sopiah, M.S, selaku Dosen Penasihat Akademik. 5. . Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing penulis selama kuliah di UIN Jakarta. 6. Ayahanda Drs. H. Mulyadi, MM, serta Ibunda Hj. Najuah, S. Pd.I, yang telah mencurahkan segenap kasih dan sayangnya, mengasuh, membesarkan, serta mendidik penulis dengan penuh cinta. Semoga semua pengorbanan kalian dibalas dengan limpahan rahmat maghfirah dari Allah SWT amîn

ii

dan

7. Kedua adikku tersayang, Sesilia Umdatul Qori, dan Abu Dzar AlGhifari, yang dengan penuh kasih dan sayang selalu menyemangati serta membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Seseorang yang kini mengisi relung jiwaku, yang penuh kesetiaan dan tidak pernah lelah untuk memberikan motivasi untuk penulis. Semoga Allah memberikan restu-Nya untuk kita. 9. Teman-teman terbaikku, Lila, Vera, Hikmah, Yani, Siti, Asep, Tulus, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis. 10. Mudzakir Kholid An-Nadawy yang telah bersedia menjadi Editor dalam penulisan skripsi ini. 11. Teman-teman seperjuangan PAI B 2005, yang telah memberikan pengalaman-pengalaman berharga selama perkuliahan. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka semua atas amal baik yang telah mereka berikan. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah khazanah pengetahuan bagi penulis khususnya dan umumnya semua pihak.

Jakarta, 29 Mei 2010

Penulis

Ummi Hani

iii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN PANITIA UJIAN PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ......................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ....................................................................................

ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................

iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................

vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...........................................................

1

B. Permasalahan ...........................................................................

5

1. Identifikasi Masalah ...........................................................

5

2. Pembatasan Masalah ..........................................................

5

3. Perumusan Masalah ...........................................................

5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................

6

1. Tujuan Penelitian ...............................................................

6

2. Kegunaan Penelitian .........................................................

6

D. Metodologi Penelitian ..............................................................

6

1. Teknik Pengumpulan Data. ................................................

7

2. Teknik Pengolahan Data ....................................................

7

3. Analisa Data .......................................................................

7

BAB II : KAJIAN TEORI A. Pengertian Pendidik .................................................................

8

B. Para Pendidik dalam Islam .......................................................

11

C. Peran dan Tugas Pendidik ........................................................

15

D. Tanggung Jawab Pendidik. ......................................................

20

E. Syarat dan Sifat Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam

22

F. Hak Pendidik ............................................................................

26

G. Kedudukan Pendidik… ............................................................

27

vi

BAB III : HADIS A. Pengertian Hadis ......................................................................

30

B. Kedudukan Hadis .....................................................................

31

1. Sebagai Dasar Hukum Islam ..............................................

31

2. Sebagai Dasar Pendidikan ..................................................

34

3. Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan....................................

35

4. Sebagai Sumber Peradaban ................................................

37

C. Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an.. ..........................................

38

1. Bayân Taqrîr ......................................................................

39

2. Bayân Tafsîr .......................................................................

39

3. Bayân Tasyri ......................................................................

43

4. Bayân Nasakh ....................................................................

44

BAB IV : SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS A. Beberapa Sifat Pendidik ...........................................................

46

1. Penyayang. .........................................................................

46

2. Adil.....................................................................................

53

3. Demokratis dan Motivator .................................................

59

4. Transparan ..........................................................................

65

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................

70

B. Saran-Saran ..............................................................................

71

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

72

LAMPIRAN

vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses bantuan yang disengaja dari seseorang kepada orang lain dalam rangka mengembangkan secara optimal semua aspek kemanusiaannya. Ranah kognitif, afektif dan psikomotor merupakan orientasi pengembangan aspek pendidikan.

1

Bantuan ini dapat dilaksanakan dalam

lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati. Orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. 2 Namun, sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia, orang tua dalam situasi tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya. Oleh karena itu orang tua mengirim anak-anak mereka ke sekolah. 3 Sekolah merupakan rumah kedua setelah keluarga bagi anak, pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu

1

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20, Tahun 2003, (Bandung: Fokus Media, 2009), h. 2. 2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. Ke-1, h. 33. 3 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-II, h. 92.

1

2

kehidupan di sekolah merupakan jembatan bagi anak, yang menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak. 4 Pendidikan diharapkan dapat mentransfer ilmu pengetahuan terhadap anak didiknya secara tepat, sehingga anak didik dapat bertanggung jawab, mandiri, berperilaku baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan pendidik atau guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan pendidik dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara pendidik dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara pendidik dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. 5 Pendidikan akan menghasilkan mutu yang baik jika semua komponen pendidikan itu dapat berjalan dengan baik. Pada dasarnya komponen-komponen pendidikan itu dituntut saling menunjang satu sama lain sehingga dapat tercapai suatu hasil pendidikan yang optimal. Adapun komponen itu antara lain seperti faktor guru sebagai tenaga professional, sarana dan prasarana, kurikulum dan sebagainya. Guru sebagai tenaga pendidik merupakan figur sentral dalam dunia pendidikan khususnya saat terjalinnya proses interaksi belajar mengajar. Oleh karenanya pendidik harus memiliki karakteristik kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis. 6 Seseorang dikatakan sebagai pendidik atau guru, tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan

4

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. Ke-1 h.

119. 5

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005). Cet. Ke-17 h. 4. 6 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. …, h. ii.

3

diajarkan, tetapi pertama kali ia

harus merupakan seseorang yang memang

memiliki “kepribadian guru” dengan segala ciri tingkat kedewasaannya.7 Pendidik juga merupakan faktor yang paling dominan dalam membantu mewujudkan hasil pendidikan yang baik, karena merekalah yang bersentuhan langsung dengan peserta didik dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman serta membina kepribadian peserta didik ke arah yang lebih baik. Seorang pendidik harus mempunyai sifat dan akhlak yang baik agar anak yang ada dalam didikannya menjadi anak yang baik pula. Betapa penting dan beratnya peranan para guru serta tanggung jawabnya, terutama tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru, yaitu digugu kata-katanya dan ditiru perbuatan dan kelakuannya. Pendidik yang memiliki kepribadian yang baik akan selalu dihormati, dikagumi dan disayang oleh peserta didik. Adapun kepribadian tersebut dapat tercermin dari sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang guru harus memiliki sifat dan tingkah laku yang terpuji karena mereka adalah teladan bagi siswa dan masyarakat. Sifat-sifat itu seperti kasih sayang pada peserta didiknya, adil, demokratis dan senantiasa memberikan motivasi, serta transparan dalam menyebarkan ilmunya. Profesi atau jabatan guru sebagai pendidik formal di sekolah memanglah tidak dapat dipandang ringan karena menyangkut berbagai aspek kehidupan. Persyaratan yang cukup banyak untuk dipenuhi oleh guru menunjukkan bahwa tanggung jawab dan tugas guru memang berat. Namun, justru karena itu dia mendapatkan kedudukan yang tinggi. Orang yang berpendidikan akan berguna di lingkungan di mana ia hidup. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan akan hidup mulia dan memiliki derajat yang tinggi di antara manusia-manusia yang lain.ini semua sesuai dengan firman Allah:

7

Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet. Ke-7. h. 135.

4

8ÕµŽ 8ÕµŽ‹ˆ

 Ü1ÊAµ%

¬ÒŒßÜoe ‰ÉA%‹Ê

0¡`F‹s`l a2ß µÎÞ ‰Î"ˆÏ ...Allah akan meninggikan (mengangkat) derajat orang-orang yang beriman di antara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan. (Q.S. al-Mujadalah: 11). Ayat ini menunjukkan betapa Allah SWT memuliakan dan mengangkat derajat hamba-hambanya yang beriman atau percaya kepada-Nya, di samping itu juga mempunyai ilmu pengetahuan. Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan, sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. 8 Semua sanjungan, kehormatan dan derajat kemuliaan yang Allah jelaskan dalam ayat di atas adalah untuk para pendidik (guru) yang memiliki ilmu dan menghiasi diri mereka dengan sifat terpuji. Namun kenyataannya pada masa sekarang masih banyak guru yang belum menghayati peran dan tugas mereka sebagai pendidik, terbukti dalam dunia pendidikan sekarang ini banyak media massa baik cetak maupun elektronik yang memuat kasus tindakan asusila yang dilakukan oknum guru, seperti tindak kekerasan, penganiayaan dan sebagainya. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dikaitkan dengan kenyataan yang ada, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Sifat Pendidik Dalam Perspektif Hadis”. Disamping itu, penelitian tentang sifat pendidik dalam perspektif hadis perlu dikaji karena dalam Islam hadis memiliki peran yang sangat penting, hadis yang berfungsi sebagai penjelas (bayan) terhadap al-Qur’an, memiliki kandungan makna yang luas dan lebih rinci. Hadis disamping sebagai sumber hukum Islam yang dijadikan pedoman umat Islam dalam beragama kedua setelah al-Qur’an, penjelasannya meliputi berbagai aspek yaitu aspek aqidah, aspek syari’ah, dan aspek akhlak. Lebih dari itu hadis sebagaimana al-Qur’an juga sebagai sumber peradaban dan ilmu pengetahuan. 8

Zakiah Daradjat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 17

5

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: a. Apa pengertian pendidik? b. Siapa saja pendidik menurut pandangan Hadis? c. Apa saja tugas dan tanggung jawab seorang pendidik? d. Bagaimana kedudukan pendidik dalam Hadis? e. Bagaimana sifat-sifat pendidik dalam Hadis? 2. Pembatasan Masalah Untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis batasi pembahasannya pada sifat terpuji yang harus dimiliki guru dalam perspektif hadis. Kata pendidik dalam skripsi ini adalah guru, termasuk di dalamnya guru bidang agama maupun umum. Baik dalam pendidikan formal, non formal, maupun informal. Kemudian maksud kata hadis dalam skripsi ini adalah hadis-hadis yang membahas tentang sifat pendidik. Penelitian ini juga dibatasi pada hadis-hadis yang secara eksplisit menyebutkan akar kata ’allama yu’allimu yang berarti mengajar atau mendidik, dan kata ’alima ya’lamu ’ilman, yang berarti mengetahui ilmu. Kemudian dilengkapi dengan hadishadis lain yang sangat erat kaitannya dengan topik yang dibahas, sekalipun secara eksplisit tidak menyebutkannya. Tetapi konteknya mempunyai hubungan antara pendidik dan peserta didik. Adapun hadis yang akan dijadikan rujukan dalam pembahasan skripsi ini adalah: a. Kitab Sahih al-Bukhari No. 628 dan No. 2586 b. Kitab Sunan at-Tirmidzi No. 2649 c. Kitab Sunan an-Nasai No. 936. 3. Perumusan Masalah Selanjutnya sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

6

a. Bagaimana sifat-sifat pendidik dalam perspektif hadis? b. Bagaimana relevansi makna hadis dengan sifat pendidik dalam dunia pendidikan modern?

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui sifat pendidik dalam perspektif hadis b. Untuk mengetahui relevansi makna hadis dengan sifat pendidik dalam pendidikan modern. 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: a. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang sifat yang harus dimiliki seorang pendidik, sehingga dengan demikian, dapat memberikan masukan dan pembekalan sebagai calon pendidik.

D. Metodologi Penelitian Sebelum membahas metode-metode yang akan dibahas pada skripsi ini, ada baiknya terlebih dahulu diketahui makna penelitian itu sendiri. Menurut Winarno Surakhmad, “Penyelidikan (penelitian) adalah kegiatan ilmiah mengumpulkan pengetahuan baru dari sumber-sumber primer, dengan tekanan pada tujuan penemuan prinsip-prinsip umum, serta mengadakan ramalan generalisasi di luar sampel yang diselidiki. 9 Pada skripsi ini, metode yang digunakan penulis adalah library research atau studi kepustakaan. Yaitu dengan mengumpulkan data-data dari sumbersumber kepustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dikaji, yaitu 9

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Metode Teknik, (Bandung: Tarsito, 1990).h. 28.

7

berupa buku-buku hadis sebagai sumber primer, maupun buku-buku non hadis sebagai sumber sekunder yang berkaitan dengan sifat pendidik. Adapun tehnik-tehnik penelitian dalam skripsi ini adalah: 1. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan study teks atau dokumenter. Suharsimi Arikunto dalam bukunya mengatakan “Study Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya”. 10 Dalam hal ini, penulis menelusuri hadis dengan menggunakan kamus hadis Al-Mu’jam al-Mufahras Li alfaż al-Hadîs an-Nabawi ke berbagai kitab induk hadis, dan kitab yang dijadikan rujukan adalah kitab Shahih Bukhari, Sunan Tirmidzi, dan Sunan an-Nasai melalui kata kunci ’allama dan ’alima. Dan untuk melengkapi data-data yang diperlukan, penulis juga mencari data melalui internet. 2. Teknik Pengolahan Data Setelah hadis-hadis yang secara eksplisit dan implisit yang berbicara tentang sifat pendidik telah terhimpun, penulis menyeleksi beberapa hadis yang berkaitan dengan sifat pendidik

yang sangat urgen bagi penulis.

Kemudian hadis tersebut diterjemahkan. 3.

Analisa Data. Setelah hadis tersebut ditemukan dan diterjemahkan, langkah

selanjutnya adalah menganalisa makna yang terkandung dalam hadis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Kemudian dipahami dengan mempertimbangkan komentar-komentar ahli hadis dan syarah hadis dalam kitab-kitab hadis, kemudian hadis-hadis tersebut

dikompromikan dengan

pemikiran tokoh pendidikan modern.

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. 17, h. 231.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pendidik Pendidik (guru), adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidik berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan “pen” yang berarti “orang yang mendidik”. Mendidik pada hakikatnya adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 2 Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib . Kata murabbi berasal dari kata rabba, yarubbu, rabban, (mengasuh, memimpin) 3 , kata mu’allim merupakan bentuk isim fa’il dari kata ‘allama yu’allimu ta’lîman (melatih) 4 , sedangkan muaddib berasal dari kata

1

Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ke-7, h. 125. 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi Ke-2, h. 263. 3 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2005), h. 136. 4 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia…, h. 277.

8

9

addaba yuaddibu ta’dîban (mendidik) 5 . Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam, baik informal, formal, dan non formal 6 . Kata atau istilah murabbi, sering dijumpai pada kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, yang meliputi pemeliharaan jasmani dan rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Orang tua tentunya berusaha memberikan pelayanan secara maksimal dengan harapan anaknya akan tumbuh dengan fisik yang sehat, serta memiliki kepribadian yang terpuji. 7 Adapun istilah mu’allim, umumnya digunakan untuk membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan, dari orang yang tahu kepada orang yang belum tahu. Sedangkan menurut Sayed Naquib al-Attas sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin istilah muaddib merujuk makna pendidikan dari konsep Ta’dib, yang mengacu pada kata “adab” dan variatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara proporsional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya. 8 Dalam literatur pendidikan Islam penggunaan istilah untuk pendidik begitu beragam, namun demikian, tampaknya istilah mu’allim lebih sering dijumpai dalam berbagai literatur pendidikan Islam dibandingkan dengan yang lainnya.

5

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia… h. 37. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999) Cet. Ke-I, h. 35. 7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), Cet. Ke-6, h. 56. 8 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafndo Persada, 2001) Cet. Ke-I, h. 60. 6

10

Dalam bahasa Inggris, dijumpai pula beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik, seperti kata teacher yang berarti guru, pengajar, dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang memberi les pelajaran. 9 Adapun secara terminologis, para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik. 1. Ahmad D Marimba, mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab

tentang pendidikan

peserta didik. 10 2. Menurut Hadari Nawawi, di Indonesia pendidik disebut juga guru, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, guru adalah orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing 11 . 3. Zurinal menjelaskan, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berasal dari anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sebagai pendidik, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan 12 . 4. Ramayulis menjelaskan, dalam pandangan Islam, pendidik adalah: orang yang bertanggung jawab untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan serta

menginternalisasikan

nilai-nilai,

serta

mengupayakan

perkembangan seluruh potensi anak didik, baik afektif, kognitif maupun psikomotorik. 13

9

Jhon M. Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet. Ke-27, h. 581. 10 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: alMaarif:2000), h. 37. 11 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam… , h. 58. 12 Zurinal Z, dan Wahdi Sayuthi, Ilmu Pendidikan, Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksana Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. Ke-1, h. 71. 13 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 59.

11

Secara umum, pendidik adalah “orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. 14 Mendidik pada hakikatnya ialah segala perbuatan dan perlakuan yang pada dasarnya memberitahukan, mengesankan dan mengingatkan orang lain tentang sesuatu yang harus diterima untuk dicontoh, atau setidaknya dijadikan suatu pedoman yang dianggap benar dalam berpikir, berkehendak, berperasaan dan berbuat. 15 Sementara secara khusus, pendidik adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. 16 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidik adalah seseorang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkewajiban untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya kepada peserta didik serta menginternalisasikan nilai dalam kehidupan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.. Pada hakikatnya, pendidik (guru) lebih tepat disebut dengan pendidik dibanding dengan sebutan sebagai pengajar. Sebab, pengajar lebih cenderung sebatas menyampaikan materi kepada peserta didik (transfer of knowledge), sedangkan pendidik mempunyai makna yang lebih mendasar, yakni sebagai orang yang berusaha membina peserta didik secara utuh, baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jelasnya, mendidik tidak hanya transfer of knowledge, (menyampaikan materi) tetapi juga transfer of values (mentransformasikan nilai dalam jiwa peserta didik). 17

B. Para Pendidik dalam Islam Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam: 1.

14

Allah SWT

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 41. A. Ridwan Halim, Tindak Pidana Pendidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), h. 37 16 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 41. 17 Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi…, h. 125. 15

12

Allah

merupakan pendidik hakiki dalam Islam, semua ilmu

bersumber dari Allah SWT. Al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda, Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi mendidik dan memperhatikan seluruh alam. 18 Adapun hadis yang menjelaskan Allah sebagai pendidik hakiki adalah:

‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋﻦْ َﻳﺤْ َﻴﻰ ﺑ‬ َ ‫ش‬ ِ ‫ﻋ ﱠﻴﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋﻴْ ِﻞ ﺑ‬ ِ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ َﻨﺎ ِإﺳْ َﻤﺎ‬ َ ‫ﻋ َﺮ َﻓﺔ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻦ ﺑ‬ َ‫ﺴ‬ َ ‫ﺤ‬ َ ْ‫ﺣ َﺪ ﱠﺛ َﻨﺎ اﻟ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﷲ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ َﺪا‬ َ ‫ﺖ‬ ُ ْ‫ﺳ ِﻤﻌ‬ َ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺪﻳْ َﻠ ِﻤﻲْ َﻗﺎ َل‬ ِ ْ‫ﷲ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ِﺪ ا‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﺸﻴْ َﺒﺎ ِﻧﻲ‬ َ ‫ﻋﻤْ َﺮو اﻟ‬ َ ‫ﺧﻠْ َﻘ ُﻪ‬ َ ‫ﻖ‬ َ ‫ﺧ َﻠ‬ َ ‫ﺟ ﱠﻞ‬ َ ‫ﻋ ﱠﺰ َو‬ َ ‫ﷲ‬ َ ‫نا‬ ‫ﷲ َﻳ ُﻘﻮْ ُل ِإ ﱠ‬ ِ ‫ﺳﻮْ َل ا‬ ُ ‫ﺖ َر‬ ُ ْ‫ﺳ ِﻤﻌ‬ َ ‫ﻋﻤْﺮٌو َﻳ ُﻘﻮْ ُل‬ َ ‫ﻚ اﻟ ﱡﻨﻮْ ِر ِإهْ َﺘ َﺪى‬ َ ‫ﺻﺎ َﺑ ُﻪ ِﻣﻦْ ذ ِﻟ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻬﻢْ ِﻣﻦْ ُﻧﻮْ ِر ِﻩ َﻓ َﻤﻦْ َأ‬ َ ‫ﻇﻠْ َﻤ ٍﺔ َﻓ َﺄﻟْ َﻘﻰ‬ ُ ْ‫ِﻓﻲ‬ ‫ ) َر َوا ُﻩ‬.‫ﷲ‬ ِ ‫ﻋﻠْ ِﻢ ا‬ ِ ‫ﻋ َﻠﻰ‬ َ ‫ﻒ َاﻟْ َﻘ َﻠ ُﻢ‬ ‫ﺟ ﱠ‬ َ ‫ﻚ َأ ُﻗﻮْ ُل‬ َ ‫ﺿ ﱠﻞ َﻓ ِﻠﺬ ِﻟ‬ َ ‫ﻄﺄ ُﻩ‬ َ ْ‫َو َﻣﻦْ َأﺧ‬ (‫اﻟ ﱢﺘﺮْ ِﻣ ِﺬى‬ 19

Bersumber dari Hasan Ibn Arafah dari Ismail Ibnu Ayyasy dari Yahya Ibn ‘Amr al-Syaibani dari Abdillah Ibn al-Dailamy ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: sesunnguhnya Allah Azza Wajalla telah menciptakan ciptaan-Nya dalam kegelapan, kemudian Ia melemparkan kepada mereka petunjuk-Nya, barang siapa yang mendapatkan darinya niscaya ia akan mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang menyalahinya niscaya ia akan sesat, maka yang demikian itu, aku katakan keringnya pena (ilmu) atas ilmu Allah. (H. R. Tirmidzi). 2. Nabi Muhammad SAW Yang menjadi guru atau pendidik dalam Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Para Rasul yang diutus Allah dengan risalah Ilahiyah, semuanya adalah para mu’allim yang ditugasi untuk menyampaikan petunjuk kepada ummatnya agar menempuh jalan yang lurus, serta

18

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. . .., h. 59. Abî Isâ Muhammad ibnu Ĩsa ibnu Saurah at-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî,, Kitâb al-Imân, Bâb. Man Jâa Fi Iftiraq Hâdzihi al-Ummah, (tt.p., Dar al-Fikr, 1994), Juz 4, h. 292. 19

13

menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang. Juga mengajarkan kepada ummatnya apa yang belum mereka ketahui. 20 Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu al-Qur’an yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT 21 . Hadis Nabi:

ْ‫ﺸﺄ‬ َ ‫ﷲ َﻓ ِﺈنْ َﻳ‬ َ ‫ن ا‬ َ ْ‫ﻋﻮ‬ ُ ْ‫ن َو َﻳﺪ‬ َ ‫ن اﻟْ ُﻘﺮْﺁ‬ َ ‫ﺧﻴْ ٍﺮ ه ُﺆﻵ ِء َﻳﻘْ َﺮ ُؤ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻰ‬ َ ‫… ُآ ﱞﻞ‬ ‫ﺖ‬ ُ ْ‫ن َوِإ ﱠﻧ َﻤﺎ ُﺑ ِﻌﺜ‬ َ ْ‫ن َو ُﻳ َﻌﱢﻠ ُﻤﻮ‬ َ ْ‫ﺸﺄْ َﻣ َﻨ َﻌ ُﻬﻢْ َوه ُﺆﻵ ِء َﻳ َﺘ َﻌﱠﻠ ُﻤﻮ‬ َ ‫ﻄﺎ ُهﻢْ َوِإنْ َﻳ‬ َ ْ‫َأﻋ‬ (ْ‫ﺟﻪ‬ َ ‫ﻦ ﻣَﺎ‬ ُ ْ‫ُﻣ َﻌﱢﻠ ًﻤﺎ ) َروَا ُﻩ ِاﺑ‬ 22

…Semua orang berada dalam kebaikan. Yaitu orang-orang yang membaca al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Ia akan memberikannya (pahala), dan jika Ia berkehendak Ia akan mencegahnya, dan orang-orang yang belajar dan mengajarkan, sesunnguhnya aku diutus sebagai seorang pendidik. (H.R. Ibnu Majah). 3. Orang Tua Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani preserta didik adalah kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya. Dalam ilmu pendidikan kedudukan orang tua adalah sebagai pendidik kodrat/primair. Karena secara kodrat memang anak berasal dari orang tua, sehingga orang tua lah yang mempunyai tanggung jawab primair dalam mendidik anak. 23 Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka 20

Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits . .., h. 209. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. . .., h. 59. 22 Ibnu Mâjah, Zawâid Ibnu Mâjah ala al-Kutub al-Khamsah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993), h. 60. 23 M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. Ke-1, h. 10. 21

14

pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah di dalam keluarga, dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tua dan keluarganya. Oleh karena itu kehidupan dalam keluarga jangan sampai memberikan pengalaman-pengalaman atau meninggalkan kebiasankebiasaan yang tidak baik yang dapat merugikan perkembangan anak kelak di masa dewasa. 24 Dan orang tua berkewajiban memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Sabda Nabi: 25

(ْ‫ﺟﻪ‬ َ ‫ﻦ ﻣَﺎ‬ ُ ْ‫ﺴ ُﻨﻮْ َأ َد َﺑ ُﻬﻢْ ) َروَا ُﻩ ِاﺑ‬ َ ْ‫َاآْ ِﺮ ُﻣﻮْا َأوْ َﻟﺎ َد ُآﻢْ َوَأﺣ‬

Muliakanlah anak-anakmu dan perbaguslah adab mereka. (H.R. Ibnu Majah). 4. Guru Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia, orang tua dalam situasi tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya. Untuk itu, mereka melimpahkan pendidikan anaknya kepada lingkungan sekolah. Namun, pelimpahan ini tidak sama sekali mengurangi tanggung jawab orang tua. Mereka tetap memegang tanggung jawab pertama dan terakhir dalam pendidikan anak, mempersiapkannya agar beriman kepada Allah dan berakhlak mulia, membimbingnya untuk mencapai kematangan berpikir dan keseimbangan psikis, serta mengarahkannya agar membekali diri dengan berbagai ilmu dan keterampilan yang bermanfaat. Orang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anak itu disebut guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah, sejak dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah, dosen di perguruan tinggi, kyai di pondok pesantren, dan sebagainya. Namun guru bukan hanya penerima

24

M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan …, h. 22. Ibnu Mâjah, Zawâid Ibnu Mâjah…, h. 486.

25

15

Hadis Nabi:

(‫ﺴ ُﺮوْا ) َر َوا ُﻩ َأﺣْ َﻤ ُﺪ‬ ‫ﺴ ُﺮوْا َو َﻻ ُﺗ َﻌ ﱢ‬ ‫ﺸ ُﺮوْا َﻳ ﱢ‬ ‫ﻋﱢﻠ ُﻤﻮْا َو َﺑ ﱢ‬ َ Ajarilah (orang lain tentang agama) dan berilah berita gembira, mudahkanlah mereka, dan janganlah kamu mempersulit mereka. (H.R. Ahmad). Dengan demikian dalam Islam ada empat yang dapat menjadi pendidik, yaitu: Allah, para Nabi, kedua orang tua dan orang lain (guru).

C. Peran dan Tugas Pendidik Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi apapun, baik radio, tape recorder, internet maupun oleh komputer yang paling modern. Banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi kebiasaan dan keteladanan, yang diharapkan dari proses pembelajaran, yang tidak dapat kecuali melalui pendidik. 1. Guru Sebagai Pendidik dan Pengajar Guru mempunyai peran ganda sebagai pendidik dan pengajar, kedua peran tersebut dapat dilihat perbedaannya, tetapi tidak bisa dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, sosial, dan moral. Dewasa secara psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain serta telah mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, serta mampu bersikap objektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin hubungan sosial dan kerja sama dengan orang dewasa lainnya, dan telah mampu melaksanakan peran-peran sosial. Dewasa secara moral, yaitu telah memiliki seperangkat nilai yang ia akui kebenarannya, ia

26

Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-2,

h. 92-93.

16

pegang teguh dan mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangannya. Tugas utama guru sebagai pengajar adalah membantu perkembangamn intelektual, afektif, psikomotor melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan. Pada waktu guru menyampaian pengetahuan, tidak mungkin terlepas dari upaya mendewasakan anak, dan upaya mendewasakan tidak mungkin dilepaskan dari mengajar. Guru sebagai pendidik terutama berperan dalam menanamkan nilai-nilai ideal yang merupakan standar dalam masyarakat. Sebagai pendidik guru bukan hanya penanam dan pembina nilai-nilai, tetapi ia juga berperan sebagai model, dan sebagai suri tauladan bagi anak. 27 2. Guru sebagai Pembimbing Selain sebagai pendidik dan pengajar, guru juga mempunyai peran sebagai pembimbing. Perkembangan anak tidak selalu mulus dan lancar, adakalanya lambat dan mungkin berhenti sama sekali, dalam situasi seperti itu mereka perlu mendapatkan bantuan dan bimbingan dalam upaya membantu anak

mengatasi

kesulitan

atau

hambatan

yang

dihadapi

dalam

perkembangannya, guru berperan sebagai pembimbing. 28 Sebagaimana yang dijelaskan Ahmad D. Marimba bahwa upaya melakukan bimbingan kepada peserta didik merupakan tugas seorang pendidik, termasuk juga mengenali segala sesuatu yang berkenaan dengan peserta didik, baik menyangkut kebutuhan maupun kesanggupannya. Jabatan pendidik atau guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas pendidik tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Tugas pendidik sebagai suatu profesi menuntut kepada pendidik untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas 27

Nana Saodih Sukmadinata, Landasan Psikologis Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. I, h. 253. 28 Nana Saodih Sukmadinata, Landasan Psikologis…, Cet. I, h. 254.

17

pendidik sebagai suatu profesi. Pekerjaan yang bersifat profesi adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu, bukan sembarang orang yang mengemban pekerjaan itu sebatas coba-coba karena tidak ada lapangan pekerjaan lain. Selanjutnya, mengingat tugas dan tanggung jawab pendidik yang begitu kompleknya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain: a. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam b. Menekankan adanya tingkat pendidikan dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya e. Memungkinkan perkembangan sejalan dinamika dari pekerjaan. 29

Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas pendidik sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas pendidik sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. 30 Tugas kemanusiaan adalah salah satu segi dari tugas pendidik atau guru. Sisi ini tidak bisa pendidik abaikan, karena pendidik harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. pendidik harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial. Pendidik harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung anak didik 29

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet ke-17, h. 15. 30 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h. 7.

18

‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا‬ َ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﺳﻮْ ُل ا‬ ُ ‫ﻋﻨْ ُﻪ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل َر‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﻲ ا‬ َ‫ﺿ‬ ِ ‫ﻋﻦْ أ ِﺑﻰ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َر‬ َ َ ‫َو‬ … ْ‫ ِإ ﱠﻧﻤَﺎ َاﻧَﺎ َﻟ ُﻜﻢْ ِﺑ َﻤﻨْ ِﺰ َﻟ ِﺔ اﻟْﻮَا ِﻟ ِﺪ ُاﻋَﻠﱢ ُﻤ ُﻜﻢ‬:‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ 31

Dari Abi Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: aku bagi kalian seperti orang tua yang akan mengajarkan kalian… Dari Hadis di atas dijelaskan Nabi sebagai seorang Rasul ia juga berperan sebagai pendidik untuk ummatnya dan memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua yang penuh rasa kasih dan sayang dalam mendidik anakanaknya, memahami kondisi dan watak peserta didiknya. Dengan begitu, proses pendidikan akan berjalan dengan baik. Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas pendidik yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini pendidik mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila pendidik mendidik anak didik sama halnya ia mencerdaskan bangsa Indonesia. Bila dipahami, maka tugas pendidik tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. 32 Mengenai tugas pendidik atau guru, para ahli pendidik Islam dan ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik ialah mendidik. Yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Semua potensi ini harus dikembangkan secara simbang sampai ke tingkat setinggi mungkin. 33

31

Abî at-Ŧayyib, Muhammad Syams al-Haq al-Adzîm Abâdî, Aun al-Ma’bũd, Kitâb atTahârah , (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyyah), Jilid I, t.t. 32 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik . . ., h. 37. 33 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-4, h. 74.

19

Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, menjelaskan tugas pendidik atau guru dalam pendidikan Islam di bagi kepada dua: 1. Tugas Secara Umum Guru, sebagai “warasat al-anbiya” (pewaris para Nabi) yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatan lil-‘âlamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi. Selain itu tugas

pendidik yang utama adalah menyempurnakan,

membersihkan, menyucikan hati manusi untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik yang

pertama: fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih,

pemelihara, dan pengemban fitrah manusia. Kedua: fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia. 2. Tugas Secara Khusus adalah: a.

Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.

b.

Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.

c.

Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.34 Secara singkat penulis dapat menyimpulkan, bahwa guru memiliki

peran yang begitu urgen, terutama dalam proses kegiatan belajar mengajar. Ia 34

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam . . ., h. 63

20

tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik dan pembimbing. Kemudian pendidik juga mempunyai tugas yang begitu berat. Oleh karena itu, kegiatan mendidik ini harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dari segi kognitif saja, tetapi juga semua aspek kepribadiaannya.

D. Tanggung Jawab Pendidik Sebagai pendidik, guru bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. 35 Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi, falsafah dan bahkan agama. Menjadi tanggung jawab pendidik untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti pendidik berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya pendidik contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Anak didik lebih banyak menilai apa yang pendidik tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat daripada apa yang guru katakan, tetapi baik perkataan maupun apa yang pendidik tampilkan, keduanya menjadi penilaian anak didik. Jadi apa yang pendidik katakan harus pendidik paraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. 35

Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1 h . 34.

21

Pendidik atau guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, Sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah menurut Wens Tanlain ialah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan menjadi beban baginya) Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul Menghargai orang lain, termasuk anak didik Bijaksana dan hati-hati, dan Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 36

Jadi pendidik harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab pendidik adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, dan bangsa di masa yang akan datang. Adapun tanggung jawab pendidik dalam perspektif Islam menurut pendapat Abd al-Rahman al-Nahlawi yang dikutip oleh Ramayulis adalah: “Tanggung jawab pendidik dalam perspektif Islam adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran”. 37 Tanggung jawab itu bukan hanya tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu pendidik akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah. Sebagaimana hadis Rasul:

:‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﷲ ﺻَﻠﱠﻰ ا‬ ِ ‫ﺳﻮْ ُل ا‬ ُ ‫ﻋﻨْ ُﻪ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل َر‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﻲا‬ َ‫ﺿ‬ ِ ‫ﻋ َﻤ َﺮ َر‬ ُ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋَﻦْ اﺑ‬ ‫ﻰ َأهْ ِﻞ‬ َ ‫ع ﻋَﻠ‬ ِ ‫ﺟ ُﻞ رَا‬ ُ ‫ع وَاﻟﺮﱠ‬ ٍ ‫ﻋ ﱠﻴ ِﺘ ِﻪ وَاﻟْ َﺄ ِﻣﻴْ ُﺮ رَا‬ ِ ‫ﻋﻦْ َر‬ َ ٌ‫ع َو ُآﻠﱡ ُﻜ ْﻢ ﻣَﺴْ ُﺆل‬ ٍ ‫ُآﻠﱡ ُﻜ ْﻢ رَا‬ ٌ‫ع َو ُآﱡﻠ ُﻜﻢْ َﻣﺴْ ُﺆل‬ ٍ ‫ﺖ زَوْﺟِﻬَﺎ َو َو َﻟ ِﺪ ِﻩ َﻓ ُﻜﱡﻠ ُﻜﻢْ َرا‬ ِ ْ‫ﻋ َﻴ ٌﺔ ﻋَﻠَﻰ َﺑﻴ‬ ِ ‫َﺑﻴْ ِﺘ ِﻪ وَاﻟْ َﻤﺮَْأ ُة رَا‬ (‫ ) َر َوا ُﻩ اﻟ ﱢﺘﺮْ ِﻣ ِﺬي‬.‫ﻋ ﱠﻴ ِﺘ ِﻪ‬ ِ ‫ﻋﻦْ َر‬ َ 36

Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam…,h. 36. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 63

37

22

Dari Ibnu Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda: masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya. 38 (H.R. Tirmidzi).

D. Syarat dan Sifat Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidik terletak tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah tujuan yang dicita-citakan. Dalam hal ini pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan kebutuhan peserta didik, baik spiritual, intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan pisik peserta didik. Untuk dapat mengemban dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut dibutuhkan syarat dan sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik agar kelak diharapkan bisa menunaikan tugasnya dengan baik. Ahmad Tafsir menyebutkan dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam” sebagaimana yang dikutip dari pendapat Soejono, menyebutkan bahwa syarat pendidik atau guru adalah sebagai berikut: 1. Dewasa Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung jawab, itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa; anak-anak tidak dapat dimintai pertanggung jawaban. 2. Sehat Jasmani dan Rohani Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit

38

Nadjid ahjad, Tarjamah al-Jâmi’ as-Şagîr, Jilid IV, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. Ke- II, h. 121.

23

menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik karena ia tidak akan mampu bertanggung jawab. 3. Ahli dalam Mengajar Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru, orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Sering kali terjadi kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidikan di dalam rumah tangga. 4. Berkesusilaan dan Berdedikasi Tinggi. Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contohcontoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya? Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik. Selain mengajar, dedikasi tinggi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu mengajar. 39 Mereka yang dianggap layak untuk mendidik sebagai pengajar di lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah-sekolah atau perguruan tinggi) tentu saja tidak cukup bila hanya mereka yang telah memenuhi syarat-syarat formal empiris belaka, atau hanya mereka yang memenuhi formalitas saja. Hal ini disebabkan karena untuk mengisi pekerjaan atau jabatan sebagai pengajar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendidik murid dengan sebaik-baiknya, diperlukan orang-orang yang sungguh berjiwa asli sebagai pengajar. Dalam perspektif ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi pendidik atau guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini: 1. Takwa Kepada Allah SWT Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya 39

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan…, h. 80-81.

24

sebagaimana Rasulullah saw menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya. Sejauh itu pulalah ia akan diperkirakan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia. 2. Berilmu Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat. 3. Berkelakuan Baik Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. 40 Guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat. Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan, yakni berijazah, profesional, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkepribadian luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional. 41

40

Zakiah Dradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), Cet ke-4, h. 41-42 41 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam …, h. 34.

25

Adapun syarat-syarat pendidik dalam perspektif Islam menurut anNahlawi yang dikutip oleh Samsu Nizar adalah: 1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya. 1. Bersifat ikhlas; melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran. 3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik. 4. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya. 5. Senantiasa membekali diri dengan dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut. 6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi. 7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional. 8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik. 9. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola berpikir peserta didik. 10. Berlaku adil terhadap peserta didiknya. 42 Adapun sifat yang harus dimiliki pendidik dalam perspektif pendidikan Islam menurut para ahli pendidikan Islam , diantaranya: 1.

Menurut al-Abrasyi, seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir

dalam

buku “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam” menyatakan sifat yang harus dimiliki oleh pendidik adalah:

2.

a. Zuhud b. Tidak ria c. Tidak memendam rasa dengki dan iri hati d. Ikhlas dalam melaksanakan tugas e. Konsisten f. Bijaksana g. Lemah lembut. 43 Menurut al-Ghazali, seperti yang dikutip oleh Ramayulis dan Samsul Nizar

dalam

buku

“Ensiklopedi

Tokoh

Pendidikan

Islam”

menyebutkan sifat yang harus dimiliki seorang pendidik, adalah: a. Pendidik hendaknya memandang serta menyanyangi anak didiknya seperti anak sendiri b. Dalam melaksanakan tugasnya, tidak mengharapkan imbalan

42

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam …, h. 45-46. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam…, h. 82.

43

26

c. Mengamalkan ilmunnya d. Kepada peserta didik yang berakhlak buruk, sebaiknya pendidik menegurnya sebisa mungkin dengan penuh kasih sayang. 3.

Menurut Ibnu Khaldun a. Pendidik hendaknya menjadi uswatun hasanah bagi peserta didik b. Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi peserta didik dalam memberikan setiap pelajaran

c. Pendidik hendaknya memiliki kemampuan intelektual yang luas, yang paham betul dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. 44 Dari persyaratan-persyaratan di atas, terlihat jelas bahwa menjadi seorang pendidik tidak mudah. Ia menghendaki sifat

dan persyaratan

tertentu yang perlu dipenuhi sebelum profesi tersebut ditekuninya. Oleh karena itu, tak heran jika Islam meletakkannya pada posisi sangat mulia dan terhormat.

E.

Hak Pendidik Pendidik merupakan orang yang begitu berjasa dalam mencerdaskan anak

bangsa. Di tangan merekalah tercipta generasi-generasi yang menjadi kebanggaan bangsa dan negara, oleh karena itu, pendidik berhak untuk mendapatkan: 1. Gaji. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada bab XI Pasal 40, dijelaskan bahwa tenaga pendidik dan kependidikan berhak untuk memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.

45

Karena pekerjaan mendidik sudah menjadi

lapangan profesi, maka ia berhak untuk untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi berupa gaji atau honorarium. Seperti di negara Indonesia ini, pendidik merupakan bagian aparat negara yang mengabdi untuk kepentingan negara melalui sektor pendidikan. Namun jika dibandingkan dengan negara maju, penghasilan untuk pendidik belum

44

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan di Dunia dan Indonesia, (Ciputat, PT. Ciputat Press Group, 2005) h. 12. 45 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2009), h. 21.

27

memadai. akan tetapi, karena dedikasi dan loyalitas yang tinggi tidak menjadi halangan bagi para pendidik untuk mendidik para siswanya. 2. Penghargaan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga dijelaskan bahwa pendidik berhak untuk mendapatkan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja 46 .

F.

Kedudukan Pendidik Pendidikan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis ke arah

suatu perubahan yang kontinu sebagai sarana vital bagi membangun kebudayaaan dan peradaban umat manusia. Dalam hal ini pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik baik spiritual, intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan fisik peserta didik. Dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik memegang peranan penting dan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung dan peralatan-peralatan lainnya proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan darurat. Tetapi tanpa guru, proses pendidikan hampir tidak mungkin dapat berjalan. Pendidik dalam kegiatan pendidikan bagaikan ruh bagi jasad. 47 Persyaratan yang cukup banyak untuk dipenuhi oleh guru menunjukkan bahwa tanggung jawab dan tugas guru memang berat. Namun, justru karena itulah dia mendapatkan kedudukan yang amat tinggi. Guru mendapat kedudukan dan penghormatan yang tinggi, karena amat besar jasa dalam membimbing, mengarahkan, memberi pengetahuan, membentuk akhlak, dan menyiapkan diri agar siap menghadapi hari depan.

Dalam Islam pendidik sangatlah dihargai

kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Rasul, dalam sebuah hadis yang berbunyi:

‫ﺣ ﱠﺘﻰ‬ َ ‫ض‬ ِ ْ‫ت َو َﻣﻦْ ِﻓﻲ اْ َﻷر‬ ِ ‫ﺴ َﻤﺎ َوا‬ ‫ن اْﻟ َﻌﺎ ِﻟ َﻢ َﻟ َﻴﺴْ َﺘﻐْ ِﻔ ُﺮ َﻟ ُﻪ َﻣﻦْ ِﻓﻲْ اﻟ ﱠ‬ ‫… َوِإ ﱠ‬ ‫ﺳﺎ ِﺋ ِﺮ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻰ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻰ اﻟْ َﻌﺎ ِﺑ ِﺪ َآ َﻔﻀْ ِﻞ اﻟْ َﻘ َﻤ ِﺮ‬ َ ‫ن ِﻓﻲ اﻟْ َﻤﺎ ِء َو َﻓﻀْ ُﻞ اْﻟ َﻌﺎ ِﻟ ِﻢ‬ ُ ‫ﺤﻴْ َﺘﺎ‬ ِ ْ‫اﻟ‬

46

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional…, h. 22. Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001), h. 206. 47

28

Dan sesungguhnya para penuntut ilmu akan dimohonkan ampunan oleh semua yang ada di langit dan bumi hingga ikan-ikan di lautan. Dan keutamaan seorang yang berilmu (pendidik) atas orang yang ahli ibadah seperti halnya bulan dan bintang bintang, sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya para Nabi hanya mewarisi ilmu pengetahuan, maka barangsiapa mengambilnya maka ambillah dengan bagian yang besar. (H.R. Abu Daud). 48 Sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (pendidik) dengan diberikan kedudukan yang begitu istimewa oleh Allah, yakni dimintakan ampunan oleh seluruh makhluk yang ada di langit dan dibumi, mempunyai derajat yang lebih mulia dari pada seorang yang ahli ibadah, serta menjadi seseorang yang dipercaya untuk meneruskan tugas yang sangat mulia, yaitu sebagai pewaris para Nabi. Hal ini beralasan karena dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada di alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan kemampuan yang ada pada manusia terlahir teori-teori untuk kemaslahatan manusia. Namun perlu diingat bahwa pendidik yang mendapat keistimewaan tersebut adalah para pendidik yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya. ilmunya tidak hanya ia manfaatkan untuk dirinya, tapi juga untuk orang-orang di sekitarnya. Pendidikan Islam sarat dengan konsepsi ketuhanan yang memiliki berbagai keutamaan. Abd al-Rahman al-Nahlawi menggambarkan orang yang berilmu diberi kekuasaan menundukkan alam semesta demi kemaslahatan manusia. Oleh karena itu dalam kehidupan sosial masyarakat, para ilmuwan (pendidik) dipandang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Dan itu pulalah sebabnya al-Ghazali meletakkan posisi pendidik pada posisi yang penting, dengan Sunân abî Dâud, Bab. Al-Hatsu ‘Ala Ŧalab al-Ilmi, (tt.p: Dar al-Fikr, t.t.), Jilid Ke-3, h.

48

313.

29

keyakinan bahwa pendidik yang benar merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Keutamaan dan tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri, Islam memuliakan ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu pengetahuan itu di dapat dari belajar dan mengajar, maka sudah pasti agama Islam memuliakan seorang pendidik. 49

49

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 61.

BAB III KEDUDUKAN HADIS A. Pengertian Hadis Kata hadis dalam Kamus Arab Indonesia, mempunyai arti berlaku, lawan kata lama, menceritakan dan memberitahukan. 1 Kata hadis berasal dari akar kata: ‫ﺣ ِﺪﻳْ ًﺜﺎ‬ َ ‫ﺣ ُﺪوْﺛًﺎ َو‬ ُ bahasa, kata hadis mempunyai beberapa arti yaitu:

‫ث‬ ُ ‫ث َﻳﺤْ ُﺪ‬ َ ‫ﺣ َﺪ‬ َ

Dari segi

1.

Baru (jadîd), lawan kata dari terdahulu (qadîm)

2.

Dekat (qarîb), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’îd)

3.

Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lainnya. 2

Sedangkan dari segi terminologi menurut para ahli hadis adalah:

‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﻮْﻟًﺎ َأوْ ِﻓﻌْﻠًﺎ َأوْﺗَﻘْﺮِﻳْﺮًا‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا‬ َ ‫ﻲ‬ ِ ‫ﻰ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ‬ َ ‫ﻒ اِﻟ‬ َ ْ‫ﺿﻴ‬ ِ ‫"ﻣَﺎ ُأ‬ ."‫ﺻ َﻔ ًﺔ‬ ِ ْ‫َأو‬ Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”. Menurut Mahmud at-Thahan sebagaimana dikutip Abdul Majid Khon, hadis adalah:

.‫ن َﻗﻮْ ًﻻ َأوْ ِﻓﻌْ ًﻠﺎ َأوْ َﺗﻘْ ِﺮﻳْ ًﺮا‬ َ ‫ﺳ َﻮاءٌ َآﺎ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﱠﻠﻰ ا‬ َ ‫ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒﻰ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﺟﺎ َء‬ َ ‫َﻣﺎ‬ 1

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2007), h. 99. Muhammad Ahmad, et. al. Ulumul Hadis, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-

2

2, h.18.

30

31

Sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan”. 3 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan sumber berita yang datang dari Nabi SAW. Adakalanya hadis itu bersifat qauli (perkataan), adakalanya bersifat fi’li (perbuatan), dan adakalanya bersifat taqrîri (persetujuan).

B. Kedudukan Hadis 1. Sebagai Dasar Hukum Islam Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia menempati posisi ke dua sebagai sumber ajaran Islam. Keharusan mengikuti hadis bagi umat Islam baik berupa perintah maupun larangannya sama halnya dengan kewajiban mengikuti al-Qur’an. 4 Hal ini karena hadis Nabi merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran ajaran Islam secara faktual dan ideal. Mengingat bahwa pribadi Rasulullah merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran agama Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari, 5 dengan demikian segala uraian dalam hadis berasal dari alQur’an. Hadis sebagai sumber Islam ke dua setelah al-Qur’an, selalu berintegrasi dengan al-Qur’an. Beragama tidak mungkin bisa sempurna tanpa sunnah sebagaimana syariah tidak mungkin sempurna tanpa didasarkan kepada sunnah, begitu pula halnya menggunakan hadis tanpa al-Qur’an. Antara hadis dengan al-Qur’an memiliki kaitan sangat erat yang untuk memahami dan mengamalkannya tidak bisa dipisahkan atau berjalan sendirisendiri.

3

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008) Cet. Ke-1 h.2 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001) Cet. Ke-4 h. 19 5 Muhammad Ahmad, Ilmu Hadis…, h. 18 4

32

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam, dapat dilihat beberapa dalil dari al-Qur’an dan hadis seperti di bawah ini: a.

Dalil al-Qur’an

.



Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauhjauhnya. (QS: an-Nisa: 36) Pada surat di atas Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), al-Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat Allah SWT mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya. Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW, Allah juga menyerukan agar umat-Nya mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh pada Rasululah ini sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh pada Allah SWT. b. Dalil hadis Selain berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an di atas, kedudukan hadis ini juga dapat dilihat melalui hadis-hadis Rasul sendiri. Banyak hadis yang

33

menggambarkan hal ini dan menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintah-Nya. Dalam salah satu pesannya berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup di samping al-Qur’an Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:

‫ﷲ‬ ِ ‫با‬ َ ‫ﺴﻜْ ُﺘﻢْ ِ ِﺑﻬ َﻤﺎ ِآ َﺘﺎ‬ ‫ﻀﱡﻠﻮْا َأ َﺑ ًﺪا َﻣﺎ ِإنْ َﺗ َﻤ ﱠ‬ ِ ‫ﻦ َﻟﻦْ َﺗ‬ ِ ْ‫ﺖ ِﻓﻴْ ُﻜﻢْ َاﻣْ َﺮﻳ‬ ُ ْ‫َﺗ َﺮآ‬ (ٌ‫ ) َر َوا ُﻩ َﻣﺎ ِﻟﻚ‬.‫ﺳﻮْ ِﻟ ِﻪ‬ ُ ‫ﺳ ﱠﻨ َﺔ َر‬ ُ ‫َو‬ 6

Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian berpegang pada keduanya niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah Rasul-Nya. (HR. Mâlik). Dalam salah satu taqrir (ketetapan) Rasul juga memberikan petunjuk kepada umat Islam, bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, ke dua sumber ajaran yakni al-Qur’an dan hadis merupakan sumber asasi, sebagaimana dialog antara Rasul SAW dengan Muadz bin Jabal menjelang keberangkatannya ke Yaman. Rasulullah bertanya”bagaimana kamu akan menetapkan hukum bila kamu dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan penetapan hukum? Muadz menjawab” saya akan menetapkannya dengan kitab Allah”. Lalu Rasul bertanya lagi “bagaimana seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah”, Muadz menjawab” dengan sunnah Rasulullah, lalu Rasulllah bertanya lagi “seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab allah dan sunnah Rasul? Muadz menjawab “saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri. Kemudian Rasulullah menepuk pundak Muadz seraya berkata “ segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan utusan seorang Rasul dengan sesuatu yang Rasul kehendaki.(HR. Abi Daud). 7 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Islam hadis memiliki kedudukan yang begitu penting, selain al6

Manşũr Alî Nâşif, al-Jâmi’ lil Uşũl, Kitâb al-Islâm wal îman, Juz I, (Beirut: Dar al-Jâih, t.t.), h. 47. 7 Abî Dâud Sulaiman bin al-Asy’at as-Sijistânî, Sunân Abî Dâud, Kitab alAqdhiyah, Juz 5, (Suriyah: Dar al-Hadis, t.t.), h. 18.

34

Qur’an

hadis juga dapat dijadikan sumber asasi dalam menghadapi

berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan. Jika dalam menyelesaikan suatu perkara tidak didapati penjelasannya dari al-Qur’an, maka langkah selanjutnya adalah merujuk pada hadis Nabi. Kemudian, jika tidak ditemukan penjelasannya, maka seseorang boleh mengambil langkah ijtihad. Mengikuti hadis merupakan kewajiban bagi umat Islam sebagaimana halnya mengikuti al-Qur’an baik dalam bentuk larangan maupun perintahnya. Al-Qur’an dan hadis mempunyai kaitan yang sangat erat, hal ini karena hadis merupakan penafsiran dari al-Qur’an. Oleh karena itu dalam mengamalkannya tidak bisa dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri. 2. Sebagai Dasar Pendidikan Selain sebagai sumber hukum dalam Islam, hadis juga mempunyai peran penting dalam pendidikan. Sebagaimana diketahui, Nabi dikatakan sebagai orang yang ummi (tidak bisa baca dan tulis), namun, beliau mempuyai pengetahuan yang sangat dahsyat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Terbukti bahwa dalam hadisnya Rasul tidak hanya memberikan tuntunan kepada manusia dalam masalah ibadah saja, namun lebih dari itu, Nabi memperhatikan semua aspek kehidupan. Sebagai contoh, banyak hadis-hadis Nabi yang berbicara masalah pemeliharaan lingkungan, (masalah aferostasi, reboisasi), perlindungan terhadap kekayaan satwa, kesehatan, kebersihan, motivasi untuk gerak dan olahraga, dan selainnya. Bahkan penjelasan yang Nabi berikan melalui hadishadisnya lebih lengap dan rinci, mengingat bahwa hadis memang berfungsui untuk memperjelas isi kandungan al-Quran yang begitu global. Dengan demikian jelaslah bahwa selain sebagai sumber hukum Islam, hadis juga berperan penting dalam Pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa, sebagai seorang Rasul yang diutus Allah untuk memberikan petunjuk kepada seluruh manusia, Nabi juga berperan sebagai pendidik. Hadis Nabi:

35

‫ﺸ َﺄ‬ َ ‫ﷲ َﻓ ِﺈنْ َﻳ‬ َ ‫نا‬ َ ْ‫ﻋﻮ‬ ُ ْ‫ن َو َﻳﺪ‬ َ ‫ن اﻟْ ُﻘﺮْﺁ‬ َ ‫ﺧﻴْ ٍﺮ َهﻮُﻵ ِء َﻳﻘْ َﺮ ُؤ‬ َ ‫… ُآﻞﱡ ﻋَﻠَﻰ‬ ‫ﺖ‬ ُ ْ‫ن َوِإ ﱠﻧﻤَﺎ ُﺑ ِﻌﺜ‬ َ ْ‫ن َو ُﻳ َﻌﱢﻠ ُﻤﻮ‬ َ ْ‫ﺸ َﺄ َﻣ َﻨ َﻌ ُﻬﻢْ َو َهﻮُﻵ ِء َﻳ َﺘ َﻌﱠﻠ ُﻤﻮ‬ َ ‫َأﻋْﻄَﺎ ُهﻢْ َوِإنْ َﻳ‬ (ْ‫ﺟﻪ‬ َ ‫ﻦ ﻣَﺎ‬ ُ ْ‫ُﻣ َﻌﱢﻠﻤًﺎ ) َروَا ُﻩ ِإﺑ‬ 8

…semua orang berada dalam kebaikan. Yaitu orang-orang yang membaca al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak ia akan memberikannya (pahala), dan jika ia berkehendak Ia akan mencegahnya, dan orang-orang yang belajar dan mengajarkan, sesunnguhnya aku diutus sebagai seorang pendidik. (H.R. Ibnu Majah). 3. Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan Kedudukan yang lain dari hadis adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Akal dan panca indera adalah dua sumber yang teramat penting dalam ilmu pengetahuan. Dan keduanya merupakan kenikmatan dan karunia yang besar yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia agar dapat memahami dirinya dan alam sekitarnya. 9 Semua ini sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an sebagai berikut:







. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS: an-Nahl: 18) Akal dan panca indera adalah termasuk sarana terpenting yang dapat membantu manusia membangun peradaban di bumi dan melaksanakan tugas kekhalifahan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Menurut Yusuf al-Qardlawy, “ ….., keunggulan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Adam ‘Alaihissalam, bapak seluruh umat manusia, terhadap para malaikat adalah merupakan kelebihan yang paling menonjol 8

Ibnu Mâjah, Zawâid Ibnu Mâjah ala al-Kutub al-Khamsah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993), h. 60. 9 Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu …, h, 17.

36

yang mengistimewakan Adam ‘Alaihissalam atas para malaikat itu, dan ilmu itu yang menentukan pilihan kepada Adam Alaihissalam untuk dapat menduduki status khalifah di dunia.10 Ditambahkan lagi oleh beliau, “…., sungguhpun demikian akal juga tidak terhindar dari kesalahan, akal juga sering tergesa-gesa, sombong, atau dikuasai oleh ambisi. 11 Karena itu, akal sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhammad Abduh memerlukan penolong yang dapat membimbingnya ke jalan yang benar ketika ia melalui persimpangan jalan, jebakan-jebakan, dan kawasan asing bagi akal. Pembimbing akal adalah wahyu Ilahi. Wahyu ini diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya yang dijadikan sebagai penjelasan dan pengurai kandungan al-Qur’an. 12 Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang paling sempurna dibanding dengan panca indera dan akal. Dikatakan demikian, karena keduanya tidak luput dari kekurangan, keterbatasan, dan kesalahan. Kemudian menurut M. Quraiys Syihab, al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit, bumi, bintang-bintang, udara, darat lautan dan sebagainya, agar manusia melalui perhatiaannya tersebut mendapat berganda yaitu: a. Menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan dan b. Memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan bumi di mana ia hidup. 13 Dari pernyataan di atas, al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama merupakan sumber ilmu pengetahuan. Dikatakan demikian karena al-Qur’an berisi anjuran kepada manusia untuk memperhatikan alam raya ini, dan ini secara tidak langsung memerintahkan kepada manusia untuk berfikir. 10

Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban…., h. 118. Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban…, h, 119. 12 Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban…, h. 120. 13 M. Quraiys Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007), Cet. Ke-8, h. 65. 11

37

Berfikir dari mana asal usulnya dan apa arti dari hidupnya serta ke mana akhir hayatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat beliau pula bahwa al-Qur’an dengan isinya “membangkitkan rasa yang terpendam dalam jiwa, yang dapat mendorong manusia untuk mempertanyakan dari mana ia datang, bagaimana unsur-unsur dirinya, apa arti hidupnya dan ke mana akhir hayatnya”. 14 Ketika manusia dapat memanfaatkan akalnya secara baik maka ia akan menyadari kebesaran Allah serta keagungan-Nya, dan dapat memanfaatkan sesuatu yang berada di bumi ini sebagai upaya membangun dan memakmurkan bumi. Dengan

demikian

jika

al-Qur’an

merupakan

sumber

ilmu

pengetahuan, maka hadis sebagai penjelas dari al-Qur’an itu sendiri merupakan sumber ilmu pengetahuan pula. 4. Hadis Sebagai Sumber Peradaban Peradaban adalah sebuah fenomena kemajuan dalam bidang material, intelektual, seni, sastra, dan sosial yang terdapat dalam suatu kelompok masyarakat atau dalam beberapa kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan. Kata peradaban atau (Hađârah) lawan katanya adalah al-Badawah (Badui) atau orang yang terkenal bersikap kasar dan liar. Kemudian kata alHađârah bermakna kota, dan lawan katanya adalah al-Badiyah maknanya desa. al-Hađârah adalah berarti orang kota atau penduduk kota dan alBadw adalah orang Badui. Orang Badui terkenal bersikap kaku, kasar, keras, bodoh dan buta huruf. 15 Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan ke jalan yang terang. Contohya adalah Islam mengeluarkan manusia dari gelapnya kehidupan Badui yang ganas menuju kehidupan yang terang yakni kehidupan yang berperadaban dan berbudaya. Semua ini seperti dijelaskan di dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

14

M. Quraiys Syihab, Membumikan Al-Qur’an…, h. 65. Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu …, h. 292.

15

38

⌧ ⌧ ☺ Orang-orang Arab Badwi itu lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS: at-Taubah: 97) Karena itu, Islam dengan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis benar-benar ingin mengubah orang Badui; mengubah sifatnya yang keras dan bodoh menjadi berdisiplin dan beradab. Dengan demikian mereka akan meningkat dari segi materi, keilmuan, peradaban, kesenian, sosial, juga dari segi ruh dan akhlak. 16 Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa hadis pun selain menjadi sumber ilmu pengetahuan, ia juga menjadi sumber peradaban bagi manusia. Akan tetapi peradaban yang dikehendaki oleh Islam adalah peradaban yang menghubungkan manusia dengan Allah dan bumi dengan langit. Dunia dijadikan sarana untuk menuju akhirat; menggabungkan unsur spiritual dengan material, menyeimbangkan antara akal dan hati, menyatukan ilmu dan iman dan meningkatkan moral seiring dengan peningkatan material. 17 Dengan demikian, telah jelas bahwa hadis yang merupakan sumber peradaban hendaknya ditujukan untuk dapat menghubungkan manusia dengan Allah dan langit dengan bumi. Kemudian dunia dijadikan sarana untuk menuju akhirat, yang antara lain seperti menyatukan ilmu dan iman, peningkatan moral seiring dengan peningkatan material.

C. Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an Secara umum fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah untuk menjelaskan makna kandungan al-Qur’an yang sangat dalam dan global. Sebagai sumber ajaran ke dua ia menjadi penjelas (mubayyin) isi kandungan al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah: 16

Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu…, h. 293 Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu…, h. 297.

17

39

⌧ Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl:44) Hanya penjelasan itu kemudian oleh para ulama diperinci ke berbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar ada empat makna fungsi penjelasan hadis terhadap alQur’an yaitu: 18 1.

Bayân Taqrîr Bayân taqrîr disebut juga dengan bayan ta’kîd. Yang dimaksud

dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhâri, yang berbunyi sebagai berikut: 19

(ُ‫ﺨﺎ ِري‬ َ ‫ﺣﺘﱠﻰ َﻳ َﺘ َﻮﺿﱠﺎ َء ) َر َوا ُﻩ اﻟْ ُﺒ‬ َ ‫ث‬ َ ‫ﺣ ِﺪ ُآﻢْ ِإ َذا َأﺣْ َﺪ‬ َ ‫ﺻ َﻠﺎ ُة َأ‬ َ ‫ﻟَﺎ ُﺗﻘْ َﺒ ُﻞ‬

Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum ia berwudhu. (HR. Bukhari). Hadis di atas menaqrir QS Al-Maidah: 6 mengenai keharusan berwudhu jika berhadas, ketika seseorang akan melaksanakan shalat. Ayat yang dimaksud berbunyi 20 :



18

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis…, h. 16. Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâri, Şahîh Bukhâri, Bâb. Wujũb at-Ŧahârah Li as-Şhalât, (tt.p.: Dar al-Fikr, 1981), Jilid Ke-3, h. 104. 20 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 58. 19

40



…Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan

shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS. Al-Maidah: 6). 2. Bayân Tafsîr Yang dimaksud dengan bayân tafsîr adalah bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat alQur’an

yang

masih

bersifat

global

(mujmâl),

memberikan

persyaratan/batasan (taqyîd) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsîs) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum. 21 Dalam bayân tafsîr ini ada beberapa macam: a. Tafsîr Mujmal Mujmal artinya ringkas atau singkat. Dari ungkapan yang singkat terkandung banyak makna yang perlu dijelaskan. Dengan kata lain ungkapannya masih bersifat global yang membutuhkan mubayyin (penjelas). Diantara contoh tentang ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal

adalah

perintah

mengerjakan

shalat,

puasa,

zakat,

disyariatkannya jual beli, nikah qhishas, hudud dan sebagainya. Ayatayat al-Qur’an tentang hal ini masih bersifat global.

Teknik

operasional dari kewajiban-kewajiban tersebut tidak dijumpai dalam al-Qur’an tapi teknik tersebut dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW. Sebagai contoh di bawah ini akan dikemukakan beberapa hadis yang berfungsi sebagai bayan tafsir:

21

Munzier Suparta, Ilmu Hadis…,h. 61.

41

22

(ُ‫ﺨﺎ ِري‬ َ ‫ﺻﱢﻠﻲ ) َر َوا ُﻩ اﻟْ ُﺒ‬ َ ‫ﺻُﻠﻮْا َآ َﻤﺎ َرَأﻳْ ُﺘ ُﻤﻮْ ِﻧﻲْ ُأ‬ َ

Shalatlah kamu sebagaimana kau melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari). Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Dikatakan bahwa salat itu wajib bagi setiap orang mukallaf, namun, kapan dan dalam keadaan bagaimanakah kewajiban itu dilaksanakan. Rasulullah dalam hal ini menjelaskan syarat, rukun serta praktek pelaksanaannya bagi setiap orang sesuai keadaannya. Cara salat orang yang muqim, tidak berpergian dan tidak dalam keaadaan sedang berperang berbeda dengan orang yang sedang bepergian atau perang. Demikian

pula

orang

yang

keadaan

fisiknya

tidak

memungkinkan dapat melaksanakan salat dengan cara berdiri, boleh sambil duduk atau berbaring. Semua penjelasan ini terdapat di dalam petunjuk Rasulullah SAW. 23 Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:

☺ ⌧ ⌧ …Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”. (al-Baqarah: 43). b.

Taqyîd al-Muţlaq mentaqyid yang muthlaq, artinya membatasi ayat-ayat yang

muthlaq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. 24 contoh hadis yang membatasi (taqyîd) ayat-ayat yang bersifat mutlak, adalah sabda Rasulullah SAW. Berikut ini: 22

Abî Abdillâh…, Bâb. Rahmat an-Nâsi wa al-Bahâimi, (Beirut: Maktabah AlAŞriyyah, t.t.,), Jilid Ke- 4, h. 1901. 23 Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ke-7 h. 210 24 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis…, h. 31

42

‫ﻒ‬ ِّ ‫ﺼ ِﻞ اﻟْ َﻜ‬ َ ْ‫ﻄ َﻊ َﻳ َﺪ ُﻩ ِﻣﻦْ َﻣﻔ‬ َ ‫ق َﻓ َﻘ‬ ٍ ‫ﺴﺎ ِر‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ِﺑ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﱠﻠﻰ ا‬ َ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﺳﻮْ ُل ا‬ ُ ‫ﻰ َر‬ َ ‫ُا ِﺗ‬ (‫)رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬي‬ Rasulullah SAW di datangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan. 25 Hadis ini mentaqyid ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat 38:

☺ ⌧





… Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. (QS: al-Maidah: 38)

Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlak nama tangan tanpa dijelaskan batas tangan yang harus dipotong apakah dari pundak, sikut, dan pergelangan tangan. Kata tangan mutlak meliputi hasta dari bahu pundak, lengan, dan sampai telapak tangan . kemudian pembatasan itu baru dijelaskan dalam hadis ketik ada seorang pencuri

datang ke hadapan Nabi dan

diputuskan hukuman dengan pemotongan tangan pada pergelangan tangan. 26 c. Tahksîs al-Âm yang dimaksud mentakhsis yang am di sini, ialah membatasi keumuman ayat al-Qur’an, sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. 27

25

Abî Isa Muhammad bin Isa bin Saurah Ibnu Mũsa at-Tirmidzi, Sunan atTirmidzi, al-Jâmi’ as-Şaħiħ, Kitab al-Ħudũd, (al-Qahirah: Dar al-Hadis, t.t), Juz 4. h, 51. 26 Achmad Gholib, Studi Islam, Pengantar Memahami Agama, Al-Qur’an, AlHadis, dan Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Faza Media, 2006) Cet Ke-1 h. 104 27 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis… h. 32

43

Adapun contoh hadis yang berfungsi untuk mentakhsis keumuman ayat-ayat al-Qur’an adalah:

‫ث َاﻟْ ُﻤﺴْ ِﻠ ُﻢ اْﻟ َﻜﺎ ِﻓ َﺮ َو َﻟﺎ‬ ُ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻟﺎ َﻳ ِﺮ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﱠﻠﻰ ا‬ َ ‫ﻲ‬ ُ ‫َﻗﺎ َل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ‬ (‫ي‬ ُ ‫ﺨﺎ ِر‬ َ ‫ ) َر َوا ُﻩ اﻟْ ُﺒ‬.‫اﻟْﻜ َﺎ ِﻓ ُﺮ ِْاﻟ ُﻤﺴْ ِﻠ َﻢ‬ 28

Nabi SAW bersabda: Tidaklah oramg Muslim mewarisi dari orang kafir, begitu juga kafir tidak mewarisi dari oramg Muslim. (H.R. Bukhari) Hadis di atas mentakhsis surat an-Nisa ayat: 11

.‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻆ اْ ُﻻﻧْ َﺜ َﻴﻴ‬ ‫ﺣﱢ‬ َ ‫ﷲ ِﻓﻰ أوْ َﻻ ِد ُآﻢْ ِﻟﻠ ﱠﺬ َآ ِﺮ ِﻣﺜْ ُﻞ‬ ُ ‫ﺻﻴْ ُﻜﻢْ ا‬ ِ ْ‫ُﻳﻮ‬ Allah mensyariatkan bagimu tentang bagian harta pusaka anak-anakmu. Yaitu bagian seorang laki-laki sama dengan bagian orang perempuan”. (QS. An-Nisa: 11). Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap ahli waris, baik anak lelaki, anak perempuan, satu atau banyak, orang tua jika ada anak ataupun tidak, jika ada saudara maupun tidak, dan seterusnya. Ayat ini bersifat umum, kemudian dikhususkan dengan

hadis Nabi yang melarang

mewarisi harta peninggalan jika berlainaan agama ataupun pembunuh. 3. Bayân Tasyri Yang dimaksud dengan bayân tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an. Hadis Rasulullah dalam segala bentuknya berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan memberikan bimbingan dan menjelaskan persoalannya. 29 28

Abî Abdillâh… Bab. Lâ Yaritsu al-Muslima al-Kâfira, (tt.p.: Dar al-Fikr, t.t.), Jilid Ke-8, h.14. 29

Mudasir, Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Setia, 2007), Cet Ke-3, h. 84.

44

Dalam hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan alQur’an. Ia bukan berfungsi sebagai penjelas atau penguat, tetapi hadis sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur’an. 30 Contoh hadis yang berfungsi untuk bayan tasyri’ ini adalah hadis tentang perkawinan senasab yang berbunyi: 31

(‫ ) َر َوا ُﻩ ُﻣﺴْ ِﻠ ُﻢ‬.‫ﺐ‬ ِ ‫ﺴ‬ َ ‫ﻦ اﻟ ﱠﻨ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺮ َم ِﻣ‬ َ ‫ﻋ ِﺔ َﻣﺎ‬ َ ‫ﺿﺎ‬ َ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺮ َم ِﻣ‬ َ ‫ﷲ‬ َ ‫نا‬ ‫ِإ ﱠ‬

Sesungguhnya Allah mengharamkan pernikahan karena persusuan sebagaimana halnya Allah telah mengharamkan karena senasab. (H.R. Muslim). Hadis yang termasuk bayan tasyri’ ini wajib diamalkan sebagaimana halnya dengan hadis-hadis lain. Ibnu al-Qayyim berkata bahwa hadis-hadis Rasulullah SAW yang berupa tambahan terhadap alQur’an harus ditaati dan tidak boleh menolak atau mengingkari. 32 4. Bayân Nasakh Secara bahasa, Nasakh, berarti al-Ibtħâl (membatalkan), Izâlah (menghilangkan), dan Taghyîr (mengubah). Yang kemudian para ulama, melalui pendekatan bahasa, memberikan pengertian bayan nasakh. Sedangkan menurut ulama Ushul, nasakh berarti penghapusan oleh syariat terhadap suatu hukum syara’ dengan dalil syara’yang datang kemudian. Bagi Ulama Mutaqaddimin, nasakh terjadi karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan), karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkanlagi. Dan pembuat syariat ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya 33 . Intinya, ketentuan yang datang kemudian menghapus ketentuan yang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Sehingga hadis yang datangnya sesudah al-Qur’an 30

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis…, h. 19. Abî al-Ħusain Muslîm al-Ħajjâj, Şâhiħ Muslîm, Bâb. Al-Rađa’, (tt.p., t.p., t.t.), Jilid Ke- 9, h. 21. 32 Mudasir, Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Setia, 2007), Cet Ke-3, h. 85. 33 Ajjaj al-Khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadis, Ter. Dari Ushul al-Hadits. Oleh Qodirun Nur, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), Cet. Ke-3, 258. 31

45

dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan al-Qur’an. Akan tetapi ketidak berlakuan suatu hukum, harus terlebih dahulu memenuhi syaratsyarat yang ditentukan. Terutama syarat atau ketentuan adanya nasakh dan mansukh. Dalam bayan nasakh ini, ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Sebagian ada yang mengakui adanya bayan nasakh, dan sebagian lagi tidak mengakui adanya bayan nasakh ini. Di antara golongan yang mengaki adanya bayan nasakh adalah golongan Mu’tazilah, Hanafiyah dan Hazm al-Dhariri. Bagi Mu’tazilah, fungsi nasakh ini hanya berlaku untuk hadis-hadis yang mutawatir. Sementara golongan Hanafiyah dalam hal nasakh al-Qur’an dengan sunnah, tidak mensyaratkan hadisnya mutawatir, tetapi boleh dari hadis selainnya. Dan Ibnu Hazm berpendapat, meskipun dengan hadis Ahad sekalipun, sunnah bisa menasakh hukum yang ada dalam al-Qur’an. 34 Sedangakn golongan yang tidak mengakui adanya bayan nasakh ini di antaranya adalah golongan Imam Syafi’i, Madzhab Zahiriyah dan kelompok Khawarij. Mereka berpendapat, sunnah tidak bisa menghapus ketentuan yang ada dalam al-Qur’an meskipun di nasakh denagn hadis mutawatir. 35 Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadis yang berbunyi: 36

(‫ى‬ ُ ‫ث ) َر َوا ُﻩ اﻟ ﱢﺘﺮْ ِﻣ ِﺬ‬ ٍِ ‫ﺻ ﱠﻴ َﺔ ِﻟ َﻮا ِر‬ ِ ‫َﻟﺎ َو‬

Tidak ada wasiat bagi ahli waris (H.R. Tirmidzi). Hadis ini menurut mereka menasakh firman Allah surat al-Baqarah: 180:

34

Munzir Suparta, Ilmu Hadis…, h. 66. Munzir Suparta, Ilmu Hadis…, h. 66-67. 36 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah Ibn Musa at-Turmudzi, Sunan atTirmidzi, al-Jâmi’ as-Şaħiħ, Bab Mâ Jâa Lâ Wasiyyat li Wâritsin, (al-Qahirah: Dar alHadis, t.t.), Juz 6, h. 309. 35

46

☺ ⌧ ☺ ☺ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 180). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa hadis dalam Islam merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, dan mempunyai fungsi yang begitu penting dalam Islam. Diantara fungsi hadis adalah bayân taqrîr, bayân tafsir, bayân tasyri’, serta bayân nasakh.

BAB IV SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS A. Beberapa Sifat Pendidik Faktor guru sebagai tenaga pendidik sangat dominan dalam menentukan keberhasilan pendidikan, guru memiliki banyak fungsi di antaranya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing siswa di sekolah. Terlepas dari fungsi guru yang telah dikemukakan di atas, faktor terpenting dari seorang guru adalah sifat dan kepribadiannya. Sebagai suri tauladan, pendidik (guru) harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap pendidik sebagai sosok ideal, sedikit saja pendidik berbuat yang kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Sifat seorang pendidik sangat besar peranannya dan turut menuntukan keberhasilan proses belajar mengajar. Rasul dalam hadisnya banyak menjelaskan bagaimana sifat seorang pendidik yang ideal. Diantara sifat guru yang ideal itu, diantaranya: 1.

Penyayang

ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻋﻦْ َأ ِﺑﻲْ ِﻗﻠَﺎ َﺑ َﺔ‬ َ ‫ب‬ َ ْ‫ﻋﻦْ َأ ﱡﻳﻮ‬ َ ٌ‫ﺳ ٍﺪ ﻗَﺎ َل ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ُوهَﻴْﺐ‬ َ ‫ﻦأ‬ ِ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َﻌ َﻠﱠﻰ ﺑ‬ َ ْ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ِﻓﻲْ َﻧ َﻔ ٍﺮ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﻲ ﺻَﻠﱠﻰ ا‬ ‫ﺖ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ُ ْ‫ث َأ َﺗﻴ‬ ِ ‫ﺤ َﻮﻳْ ِﺮ‬ ُ ‫ﻦ اْﻟ‬ ِ ْ‫ﻚ اﺑ‬ ِ ‫ﻣَﺎ ِﻟ‬ ‫ﺣﻴْﻤًﺎ َر ِﻓﻴْﻘًﺎ َﻓ َﻠﻤﱠﺎ َرأَى‬ ِ ‫ﻦ َﻟﻴْ َﻠ ًﺔ وَآَﺎنَ َر‬ َ ْ‫ﻋﺸْ ِﺮﻳ‬ ِ ‫ﻋﻨْ َﺪ ُﻩ‬ ِ ‫َﻗﻮْ ِﻣﻲْ ﻓَﺄَﻗَﻤْﻨَﺎ‬ ‫ﺻﱡﻠﻮْا َﻓ ِﺈذَا‬ َ ‫ﻋﱢﻠ ُﻤﻮْ ُهﻢْ َو‬ َ ‫ﺟ ُﻌﻮْا َﻓ ُﻜﻮْ ُﻧﻮْا ِﻓﻴْ ِﻬﻢْ َو‬ ِ ْ‫ﺷﻮْ َﻗﻨَﺎ ِإﻟَﻰ َأهَﺎ ِﻟﻴْﻨَﺎ ﻗَﺎ َل ِار‬ َ

46

47

Dari Mâlik bin Huwairits berkata: aku menemui Rasulullah saw yang berada dalam kelompok kami dari kaumku kemudian kami tinggal bersamanya selama dua puluh malam, dan Rasulullah selalu bersikap ramah dan penuh kasih sayang. Ketika Rasul mengetahui kami telah merasa rindu kepada keluarga kami, maka beliau berkata: “Pulanglah dan temui keluarga kalian, dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan shalatlah kalian ketika telah tiba waktunya dan hendaklah seseorang diantara kalian mengumandangkan adzan dan orang yang lebih tua di antara kami menjadi imam. (H.R. Bukhari). Pada hadis di atas disebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan para sahabatnya, mereks adalah Bani Laits yang terdiri dari tiga hingga sepuluh orang, 2 untuk pulang dan menemui keluarga mereka ketika para sahabat berkumpul di kediaman Rasul. Selama mereka tinggal bersama, Rasul senantiasa mengajak mereka untuk melakukan shalat secara berjama’ah dan menunjuk seseorang untuk menjadi Imam ketika shalat, serta mencontohkan kepada mereka tata cara shalat yang benar. Karena para sahabat sudah lama tidak bertemu dengan keluarga mereka, Rasul mengetahui bahwa para sahabatnya telah merasa rindu, menyadari hal itu, dengan sifat kasih dan sayangnya, ia memerintahkan para sahabat untuk pulang. Rasul tidak mau memaksakan para sahabat untuk tetap tinggal bersamanya dan melanjutkan pelajaran sedangkan mereka sudah tidak dapat berkonsentrasi. Karena jika dipaksakan, dikhawatirkan para sahabat tidak dapat menyerap pelajaran yang diberikan dengan baik. Kemudian tidak lupa Rasul berpesan kepada para sahabat untuk mengajarkan kepada keluarga mereka apa yang telah Ia ajarkan, serta

Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ’íl al-Bukhârî, Şaħîħ al-Bukhâri, Bab Man Qâla liyuadzin fî as-Safari Muadzinun Wâhidun, (Beirut: Maktabah al-Aşriyyah, t.t.,) Juz 4, h. 1901. 2 Ahmad bin Alî bin Hajar al-Asqalânî, Fatħ al-Bâri, Bab Man Qâla liyuadzin fî as-Safari Muadzinun Wâhidun, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993) Juz 2, h. 320. 1

48

beradzan ketika waktu shalat tiba dan menunjuk salah seorang untuk menjadi Imam ketika melaksanakan shalat berjamaah. Dalam kitab Fatħ al-Bâri yang merupakan kitab penjelas dari kitab Şahîh Bukhâri, dikatakan bahwa kata “irji’ũ fakũnu fîhim wa’allimũhum” menjelaskan bahwa dalam suatu kelompok atau golongan, tidak sepatutnya seluruh anggota kelompok ikut pergi berperang (ketika itu sedang terjadi perang Tabuk), tapi utuslah sebagian orang 3 untuk pergi mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa, menuntut ilmu sangat dianjurkan walau dalam keadaan bagaimanapun. Dan orang yang telah diutus untuk mencari pengetahuan tersebut mempunyai kewajiban untuk menyebarkan ilmu yang telah didapatnya kepada orang-orang di sekelilingnya. Kemudian pada kalimat “Irjiũ ilâ ahlîkum” juga menjelaskan bahwa Rasul memerintahkan para sahabat untuk pulang menemui keluarga mereka, karena ia mengetahui para sahabat telah begitu rindu dengan keluarganya, dan Rasul juga berpesan agar mereka melaksanakan shalat dan mengajarkan kepada keluarga mereka sebagaimana yang telah Rasul contohkan, dan menganjurkan untuk orang yang lebih dewasa menjadi imam dalam shalat. Tindakan Rasul memerintahkan para sahabat untuk pulang menemui keluarga mereka merupakan bentuk kasih sayang Rasul, karena Rasul tidak ingin membiarkan sahabatnya menyimpan kerinduan begitu lama kepada keluarganya. Disamping itu Rasul tahu, jika memaksakan para sahabatnya untuk terus belajar, sedangkan mereka sudah tidak lagi bisa fokus dan berkonsentrasi, hal tersebut tidak akan bermanfaat, karena mereka tidak akan bisa menyerap pelajaran yang diberikan dengan baik. Seorang pendidik dituntut untuk dapat memahami kondisi psikologis anak didiknya, karena dengan begitu, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan kondusif. 3

Ahmad bin Alî bin Hajar al-Asqalânî, Fatħ al-Bâri, Kitâb al-Adâb, Bab Rahmat an-Nâsi wal Bahâimi, (t.tp.: Dar al-Fikr, 1992), Juz, 12. h. 51.

49

Hadis di atas menunjukkan keagungan perisai Rasul dengan memiliki sikap yang lemah lembut dan mengasihi peserta didiknya. Rasul sejak awal sudah mencontohkan dan mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau terapkan sangat akurat dalam menyampakan ajaran Islam. Rasul sangat memperhatikan kondisi dan karakter seseorang, sehingga nila-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasul juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang sehingga beliau mampu menjadikan peserta didiknya suka cita baik material maupun spiritual 4 . Hal ini juga merupakan perintah untuk para pendidik (guru) berperilaku sebagaimana halnya Rasul dalam mendidik. Seorang pendidik harus mempunyai sifat lembut dan kasih sayang kepada muridnya, dan hal ini harus betu-betul dirasakan oleh anak didiknya. Rasa kasih sayang guru dapat direalisasikan berupa memberi perhatian kepada peserta didiknya, serta bersedia menjadi tempat untuk mencurahkan hati di saat mereka ada permasalahan.

Sifat seperti ini secara psikologis akan memberikan rasa

nyaman di hati mereka, dan dalam keadaan seperti inilah ilmu pengetahuan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, sehingga mereka mampu mendapatkan nilai akhir yang baik dan memuaskan. Kemudian kata “wa şallũ” dalam riwayat lain dikatakan “wa şallũ kamâ roaitumũnî uşallî”, menjelaskan bahwa Rasul memerintahkan para sahabat untuk melakukan shalat sebagaimana yang telah ia ajarkan kepada mereka 5 . Hal ini mengindikasikan bahwa,

sebelum seorang pendidik

memerintahkan orang lain untuk melakukan sesuatu, hendaknya pendidik memberikan contoh terlebih dahulu. Atau dalam hal ini disebut dengan metode demonstrasi.

4

Abu Aqil Dilangsa. Hadis Metode Pendidikan, dalam www.google.com/Hadis Pendidikan, 19 Maret, 2009 atau http://alatsar.wordpress.com/19/03/ 2009 Hadis Metode Pendidikan. 5 Ahmad bin Alî bin Hajar al-Asqalânî, Fatħ al-Bâri…, h. 51.

50

Metode demonstrasi ini dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu, dan metode ini bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar.

6

Menurut teori

belajar sosial, hal yang amat penting dalam

pembelajaran adalah kemampuan individu untuk mengambil intisari informasi dari tingkah laku orang lain. Di sisi lain, pendidik tidak boleh memberikan hinaan, omelan bahkan bentakan kepada peserta didik yang melakukan kesalahan, terlebih jika kesalahan itu dikarenakan peserta didik tidak mampu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan pendidik. Pendidik harus bersikap bijaksana, jika hal itu terjadi, maka berikanlah bimbingan yang lebih intensif kepada mereka, karena kemungkinan hal itu terjadi karena peserta didik tersebut mempunyai tingkat intelegensi yang rendah, atau bahkan bisa terjadi karena kesalahan dari pendidik sendiri dalam menyampaikan materi tersebut, seperti penyampaian dan penggunaan metode yang kurang tepat atau sebagainya. Mengapa harus demikian? Karena di samping sebagai sahabat, pendidik juga merupakan pembina dan pembimbing yang memberikan stimulus bukan dengan dominasi dan paksaan, dan dengan dorongan bukan dengan celaan. 7 Firman Allah:





Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". (QS. Al-Kahfi: 73) Oleh sebab itu, seharusnya para pendidik memahami sisi ini dan mempraktikkannya kepada siswa didiknya. Berlaku kasar terhadap siswa dapat membahayakan mereka.

6

Abu Aqil Dilangsa. Hadis Metode Pendidikan,,, Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2002), Cet. Ke-III, h. 101. 7

51

Selain itu, pendidik juga tidak boleh menghukum siswa secara fisik maupun mental dengan semena-mena. Ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebelum pendidik memberikan hukman fisik kepada siswa. Menurut hasil penelitian, di Indonesia ini cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa. Akibatnya adalah terjadi traumatis psikologis, dendam yang mendalam, makin kebal hukuman, dan cenderung akan melampiaskan kemarahan dan agresif terhadap siswa lain yang dianggap lemah. 8 Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik kepada siswa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah: a.

Kurangnya pengetahuan pendidik bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah tingkah laku. Selama ini kekerasan dilakukan pendidik dengan dalih untuk mendisiplinkan siswa, justru kekerasan akan mengakibatkan hal-hal yang berdampak bagi masa depan anak, baik dari segi perkembangan, pertumbuhan dan kepribadiannya. Akibat kekerasan akan membuat perilaku siswa menjadi tidak konsisten, yakni “patuh di depan dan berani di belakang guru”.

b.

Adanya persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Misalnya, ketika siswa melanggar, bukan sebatas menangani, tetapi seharusnya mencari tahu apa yang melandasi tindakan tersebut.

c.

Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam menangani masalah pendidik lebih sensitiv dan reaktif.

d.

Adanya tekanan kerja; adanya target (standarisasi) yang harus dipenuhi pendidik, seperi kurikulum, materi, dan prestasi yang harus dicapai siswa.

e. Pola yang dianut adalah mengedepankan kepatuhan dan ketaatan pada siswa.

8

Abdul Halim Rahmat. Menghilangkan Kekerasan Guru Pada Siswa, 17 Desember, 2008, dalam www.google.com/, Kasih Sayang Guru Pada Siswa, 01 Maret 2010.

52

f. Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan afektif. Sehingga pendidik dalam mengajar suasananya cenderung kering, stressful dan tidak menarik, padahal mereka dituntut untuk mencetak siswa-siswi yang berprestasi. g. Adanya tekanan ekonomi pada pendidik yang akhirnya menjelma menjadi bentuk kepribadian yang tidak stabil, emosional, mudah goyah ketika merealisasikan rencana-rencana yang sulit diwujudkan. 9 Karena itu solusi yang bisa ditawarkan untuk menghentkan kekerasan ini adalah: Pertama,

pendidik dan semua warga sekolah

membuat kesepakatan untuk menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah. Kedua, mendorong dan mengembangkan humanisasi pendidikan dengan menyatu padukan kesadaran hati dan pikiran, membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus, serta mengembangkan suasana belajar yang meriah, gembira, dengan memadukan potensi fisik dan psikis menjadi sesuatu kekuatan yang integral. Ketiga, lebih mengedepankan penghargaan dari pada hukuman. Keempat, terus menerus membekali pendidik

untuk

menambah

wawasan

pengetahuan,

kesempatan,

pengalaman baru untuk mengembangakan kreativitas mereka. Kelima, adanya konseling, tidak hanya siswa yang membutuhkan bimbingan, tetapi juga pendidik. Sebab pendidik juga mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan dan bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik. Keenam, segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti serta mencari solusi alternatif yang terbaik. Sehingga kekerasan tidak menjadi hal yang “biasa dan lumrah” tetapi menjadi suatu tindakan yang harus mendapat perhatian serius. Di samping itu, Pendidik dalam mencurahkan kecintaan dan rasa kasih sayangnya kepada siswa tidak harus selalu diberikan dalam bentuk hadiah ataupun pujian, akan tetapi sikap tersebut dapat diwujudkan dengan 9

Abdul Halim Rahmat. Menghilangkan Kekerasan Guru Pada Siswa…,

53

sikap pemberian kesempatan kepada kepada peserta didik yang dipandang sudah mampu menguasai pelajaran dan mampu untuk mengajarkannya kepada orang lain, maka hendaknya pendidik memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajarkannya. Sikap pendidik seperti itulah yang seorang

menjadi idola para siswa,

yang penyayang, lembut, memahami kondisi siswa, serta

bersahabat, dan pendidik seperti inilah yang berpeluang besar mencetak peserta didik yang tidak hanya pandai pada segi kognitif, tetapi juga dalam semua aspek kehidupannya. 2. Adil

‫ﺣ َﻤﻴْ ِﺪ‬ ُ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫ﺷ َﻬﺎ‬ ِ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻦ اﺑ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ٌ‫ﻒ َأﺧْ َﺒ َﺮ َﻧﺎ َﻣﺎ ِﻟﻚ‬ َ ‫ﺳ‬ ُ ْ‫ﻦ ُﻳﻮ‬ ُ ْ‫ﷲ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ُﺪ ا‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ َﻨﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﺎ ُﻩ‬ َ ‫ﺸﻴْ ٍﺮ َأ ﱠﻧ ُﻬ َﻤﺎ‬ َ ‫ﻦ َﺑ‬ ِ ْ‫ن ﺑ‬ ِ ‫ﺤ ﱠﻤ ِﺪ اﻟ ﱡﻨﻌْ َﻤﺎ‬ َ ‫ﻦ َو ُﻣ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺑ‬ ‫ﺖ‬ ُ ْ‫ﺤﻠ‬ َ ‫ﷲ َﻓ َﻘﺎ َل ِإ ﱢﻧﻲْ َﻧ‬ ِ ‫ﺳﻮْ ِل ا‬ ُ ‫ن َأ َﺑﺎ ُﻩ َأ َﺗﻰ ِﺑ ِﻪ ِا َﻟﻰ َر‬ ‫ﺸﻴْ ٍﺮ "َأ ﱠ‬ ِ ‫ﻦ َﺑ‬ ِ ْ‫ن ﺑ‬ ِ ‫اﻟ ﱡﻨﻌْ َﻤﺎ‬ ‫ﺟﻌْ ُﻪ‬ ِ ْ‫ﺖ ِﻣﺜْ َﻠ ُﻪ؟ َﻗﺎ َل َﻟﺎ َﻗﺎ َل َﻓﺎر‬ َ ْ‫ﺤﻠ‬ َ ‫ك َﻧ‬ َ ‫ﻏ َﻠﺎ ًﻣﺎ َﻓ َﻘﺎ َل َأ ُآ ﱠﻞ َو َﻟ ِﺪ‬ ُ ‫اﺑْ ِﻨﻲْ َه َﺬا‬ (‫ي‬ ُ ‫ﺨﺎ ِر‬ َ ‫) َر َوا ُﻩ اْﻟ ُﺒ‬ 10

Dari Nu’mân bin Basyîr r.a. dia berkata: ”Bapak saya mendatangi Rasulullah ia berkata kepada Rasulullah”Aku memberikan hadiah untuk anakku seorang pembantu, kemudian Rasul bertanya”Apakah semua anakmu kamu berikan hadiah seperti itu? Ia (ayah saya) berkata “Tidak” Rasulullah bersabda”Pulangkan kembali hadiah itu. (H.R. Bukhari). Dalam hadis ini, dijelaskan bahwa Basyir (ayah Nu’man) datang menemui Rasulullah dan berkonsultasi kepada beliau tentang pemberian hadiah yang ia berikan kepada anaknya (Nu’man) berupa seorang pembantu yang ia berikan untuk membantu Nu’man. Basyir bertanya kepada Rasul, wahai Rasulullah! Aku telah memberikan anakku seorang pembantu, kemudian Rasul bertanya kepadanya “Apakah semua anakmu kau berikan hal yang sama? Ia menjawab “tidak”, maka Rasul bersabda “Ambil kembali hadiah tersebut”. Setelah itu, Basyir kembali dan mengambil kembali hadiah yang ingin diberikannya kepada Nu’man.

Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Şahîh Bukhari, Kitâb alHibah, Bab al-Isyhâd Fî al-Hibah, (Beirut: Maktabah Ashriyyah, t.t.,) Jilid 5, h. 212. 10

54

Hadis di atas menekankan kepada para orang tua agar bersikap adil. Hal tersebut sebagaimana digambarkan oleh ayah Nu’mân bin Basyîr ketika ia mengambil kembali pemberiannya kepada salah satu anaknya karena dikhawatirkan terjadi keributan diantara mereka. Secara etimologis, walad berarti sesuatu yang dilahirkan. kata tersebut merupakan perubahan bentuk dari susunan kata kerja (fi’il) walada yalidu wilâdatan, wilâdan, wildan 11 . Penggunaan kata tersebut terkadang dipergunakan sebagai penggambaran anak dalam bentuk fisik atau sosok seorang anak kecil, terkadang sebagai seorang pemuda atau bahkan keseluruhan anggota keluarga. Di dalam Kitab Fatħul Bârî yang merupakan penjelas dari kitab Şahîh Bukhârî dikatakan bahwa kata “waladika” dalam kalimat “akullu waladika nahalta mislahu” mencakup anak laki-laki dan perempuan. 12 Ini berarti bahwa dalam memberikan hadiah kepada anak, orang tua harus memberikannya secara merata kepada semua anaknya baik laki-laki maupun perempuan, karena mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan adil dari orang tua. Di samping itu, orang tua yang tidak menerapkan sifat adil di antara anak-anaknya dikhawatirkan akan menimbulkan hubungan yang tidak harmonis dalam keluarganya. Karena adanya rasa cemburu dan iri dalam hati anak-anaknya. Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang lain dalam memberikan hukum, persamaan dan keseimbangan dalam memberikan hak orang lain tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi. Kata adil sering disinonimkan dengan kata al-Musawah (persamaan), dan al-Qisth (moderat/seimbang). Kata adil merupakan lawan kata zalim 13 . Dari penjelasan hadis di atas dapat dipahami, jika orang tua bermaksud memberikan hadiah kepada salah satu anaknya, maka ia wajib 11

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta:1995), h. 1688. 12 Ibnu Hajar al-Asqalânî, Fatħul Bârî, Bab al-Isyhâd Fî al-Hibah…, h. 212. 13 Abu Mujahid, Berlaku Adil, dalam www.google.com/adil, 19 Maret 2010.

55

memberikan hadiah yang sama kepada anak-anaknya yang lain, ia tidak boleh memberikan hadiah kepada anak tertentu saja, sebab perbuatan semacam itu sebuah kezaliman kepada anak-anaknya yang lain. Sikap adil dan tidak pilih kasih orang tua harus diberlakukan kepada pada seluruh anak-anaknya tanpa pandang bulu. Mereka tidak boleh bersikap pilih kasih terhadap anak tertentu. Baik kepada anak laki-laki atau perempuan, cantik ataupun tidak, cerdas ataupun tidak, orang tua harus mencurahkan perasaan cinta dan kasih sayang yang sama, tegasnya mereka harus memberikan perlakuan yang sama kepada semua anaknya. 14 . orang tua dalam memberikan hibah kepada anak-anaknya dituntut untuk memberikan hak yang sama, baik untuk anak- laki-laki maupun perempuan. Tapi tidak halnya dengan warisan. Dalam hal ini anak lakilaki mendapat bagian lebih banyak dibanding perempuan. Sebab laki-laki mempunyai tanggungan yang lebih besar untuk keluarganya. Sebagaimana firman Allah:





Untuk laki-laki semisal dua bagian orang perempuan. Kemudian pada kata “faarji’hu” menjelaskan bahwa orang tua sebaiknya menarik kembali pemberian yang diberikan kepada anak tertentu, jika orang tua tidak bisa untuk memberikannya kepada semua anak-anaknya. Dalam pengembalian hadiah tersebut ada beberapa pendapat. Sebagian ulama yang membedakan antara shadaqah dan hibah, mengatakan jika orang tua memberikan pemberian kepada anaknya sebagai bentuk shadaqah, maka pemberian tersebut tidak perlu dikembalikan. Sebab, pemberian tersebut hanya bertujuan untuk mengaharap pahala di sisi Allah. Namun, orang tua boleh memberikan pemberian lebih kepada sebagian anaknya, jika anak yang dilebihkan tersebut mempunyai 14

Ibrahim Amini, Anakku Amanat-Nya, Terj. oleh M Anis Manlachela, (Jakarta: al-Huda, 2006), h. 133

56

kebutuhan yang lebih besar dibanding anak-anaknya yang lain. 15 Sejalan dengan hal tersebut, M Quraish Syihab, berpendapat bahwa adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Dalam pengertian ini dapat dipahami bahwa adil bukan berarti sama rata, namun melihat kondisi serta keperluan. Keadilan merupakan kata yang menunjuk substansi ajaran Islam. Islam tidak menjadikan sifat kasih sebagai tuntunan tertinggi, ini karena kasih Dalam kehidupan pribadi apalagi masyarakat dapat berdampak buruk. 16 Anak-anak perlu diajarkan dan diperlakukan adil. Jika ada perbedaan yakinkan mereka hal itu hanya berdasarkan kebutuhan yang berbeda, bukan berarti orang tua tidak berlaku adil, sikap adil merupakan sikap mulia yang perlu diterapkan oleh umat Islam. Sebagai orang tua penting untuk berlaku adil terhadap seluruh anaknya agar tidak timbul kecemburuan yang dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Namun yang tak kalah penting, keadilan bukan berarti pembagian uang yang sama. Kebutuhan anak harus diukur dengan cermat berdasarkan kebutuhannya. 17 Contohnya, seorang mahasiswa di Universitas tentu membutuhkan keuangan yang lebih banyak dibandingkan adiknya yang masih di SMP. Begitu halnya dengan pendidik, pendidik juga diperintahkan agar bersikap adil dalam bergaul dengan anak-anak. Tidak boleh bertindak diskriminatif atau membedakan anak berdasarkan latar belakang maupun statusnya. Baik terhadap anak orang kaya atau orang miskin, anak laki-laki maupun perempuan, pintar ataupun tidak. Abuddin Nata menyatakan bahwa peserta didik yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada perbedaan derajat atau martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dalam suatu ruangan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari pendidik. Pendidik harus mengajar anak orang yang

15 16

Ibnu Hajar al-Asqalânî, Fatħul Bârî, Bab al-Isyhâd Fi al-Hibah…, h. 214. M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h.

42. 17

Islam Online, Berlaku Adil, dalam www.google.com/, Adil pada Anak, 12 Januari 2009.

57

tidak mampu dengan yang mampu secara bersama atas dasar penyediaan kesempatan belajar yang sama bagi semua peserta didik. 18 Di samping itu, Pendidik harus mencurahkan kasih sayang yang sama, sebab jika pendidik berlaku tidak adil kepada anak-anak didiknya, dalam hati mereka akan muncul rasa kecemburuan, kedengkian, dan kebencian kepada anak yang lain. Agar tercipta rasa saling mencintai diantara anak didiknya, hendaknya para pendidik menciptakan persamaan derajat tanpa adanya sikap diskriminasi dalam pergaulan kehidupan anakanak. 19 Namun perlu diingat, walaupun sikap adil harus dirasakan oleh semua, bukan berarti adanya perlakuan yang sama rata dalam pemberian waktu luang dan kesempatan yang sama dalam memberikan bimbingan. Karena tiap siswa mempunyai tingkat intelegensi yang berbeda, ada yang mudah menangkap pelajaran, dan ada sebagian siswa yang

harus

diberikan pelajaran dan perhatian ekstra untuk memahami pelajaran. Agar tercipta rasa saling mencintai diantara peserta didik, hendaklah diciptakan persamaan dan kesamaan derajat tanpa adanya diskriminasi dalam kehidupan peserta didik. Sehingga terciptalah iklim sosio emosional yang bersahabat antar sesama peserta dan bahkan peserta didik dengan pendidik di dalam kelas. Hal tersebut memungkinkan siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenagkan. Berlaku adil merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, Islam memerintahkan ummatnya untuk senantiasa berlaku adil. Firman Allah:

⌧ 18

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 67. 19 Muhammad Athiyat al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Terj. dari Rûh al-Islâm, oleh Syamsuddin Asyrofi, at all. (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), h. 84

58

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”. (QS. al-Mâidah: 8). Tindakan Rasulullah dalam hadis di atas yang membatalkan keinginan orang tua untuk memberikan hadiah kepada salah seorang anaknya, menunjukkan bahwa memperlakukan anak secara tidak adil merupakan perlakuan yang salah. Karena seorang anak mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan dari orang tuanya. Begitu pun dalam dunia pendidikan sikap adil sangat diperlukan. Karena setiap siswa mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang sama dari pendidiknya. Oleh karena itu, jika pendidik bersikap tidak adil, maka siswa tersebut mempunyai hak untuk menuntut. Sikap adil memiliki beberapa keitimewaan di antaranya: a. Sikap adil akan menjamin kelangsungan sebuah konsep b. Sikap adil lebih menjamin keadaan istiqamah/lurus dan terhindar dari penyimpangan c. Sikap adil menunjukkan nilai khairiyah (kebaikan) d. Posisi adil adalah posisi yang paling aman, jauh dari bahaya e. Posisi adil adalah pusat persatuan dan kesatuan, dan 20 f. Adil merupakan simbol kekuatan.

3. Demokratis dan Motivator

‫ﻦ ُﻧ َﻔﻴْ ٍﻞ َﻗﺎ َل‬ ِ ْ‫ﺟﻌْ َﻔ ِﺮ ﺑ‬ َ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ َﻨﺎ َأ ُﺑﻮ‬ َ ‫ﺼﻮ ٍر َﻗﺎ َل‬ ُ ْ‫ﻦ َﻣﻨ‬ ُ ْ‫ﻋﻤْ ُﺮو اﺑ‬ َ ْ‫َأﺧْ َﺒ َﺮ ِﻧﻲ‬ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺳ ِﻌﻴْ ِﺪ ﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﺧﺎ ِﻟ ٍﺪ‬ َ ‫ﻦ‬ َ ْ‫ﻋﻜْ ِﺮ َﻣ َﺔ ﺑ‬ ِ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﻋ َﺒﻴْ ِﺪ ا‬ ُ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋ َﻠﻰ َﻣﻌْ ِﻘ ِﻞ ﺑ‬ َ ‫ت‬ ُ ْ‫َﻗ َﺮأ‬ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﺳﻮْ ُل ا‬ ُ ‫ﺐ َﻗﺎ َل َأﻗْ َﺮأ ِﻧﻲْ َر‬ ٍ ْ‫ﻦ َآﻌ‬ ِ ْ‫ﻲ ﺑ‬ ِّ ‫ﻋﻦْ ُأ َﺑ‬ َ ‫س‬ ٍ ‫ﻋ ﱠﺒﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻦ اﺑ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﺟ َﺒﻴْ ٍﺮ‬ ُ 20

Abu Mujahid, Berlaku adil…

59

Dari Ubay bin Ka’ab berkata “Rasulullah membacakan sebuah surat, lalu ketika aku berada di masjid, tiba-tiba aku mendengar seorang laki-laki membacanya tidak sama dengan bacaanku. Saya berkata ”siapa yang mengajarkanmu surat ini? Dia berkata “Rasulullah”, saya berkata “ kamu tidak boleh meninggalkanku hingga aku datang kepada Rasulullah saw. Maka kami datang kepada beliau, saya berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang ini telah menyelisihi bacaanku dalam surat ini yang engkau ajarkan kepadaku, beliau berkata “wahai Ubay, bacalah!, maka saya membaca dan beliau berkata “bagus!”. Kemudian Rasululah berkata kepada orang laki-laki itu, “bacalah!, maka orang itu membaca selain dengan bacaanku, lalu beliau berkata kepadanya “bagus!”, kemudian beliau bersabda “wahai Ubay, sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf (bacaan), semuanya dapat mengobati ketidak pahaman maksudnya dan memadai sebagai hujjah. (H.R. Nasâ’î).

Dalam hadis ini, dijelaskan bahwa ketika Ubay bin Ka’ab sedang berada di masjid ia mendengar seorang laki-laki membaca al-Qur’an dengan bacaan yang berbeda dengan yang Rasulullah ajarkan kepadanya. Kemudian Ubay menghampiri laki-laki itu dan bertanya kepadanya, “siapa yang

mengajarimu

cara

membacanya?”,

laki-laki

itu

menjawab

“Rasulullah”, kemudian Ubay mengajak laki-laki tersebut untuk menemui

21

an-Nasâ’î, al-Mujtabâ, Kitâb al-Iftitâh, Bâb Jâmi’ Ma Jâa Fî al-Qur’ân, (Beirut:: Dar al-Fikr, 1995) Jilid I, h. 164.

60

Rasulullah dan menanyakan masalah tersebut kepada Rasul. “wahai Rasul, laki-laki ini membaca al-Qur’an berbeda dengan bacaan yang telah engkau ajarkan kepadaku”, kemudian Rasul memerintahkan kepada Ubay untuk membaca al-Qur’an seperti yang telah ia ajarkan kepadanya, setelah Ubay membaca, Rasul berkata “bagus”, setelah itu Rasul juga memerintahkan orang laki-laki tersebut untuk membaca, ia membaca dengan bacaan yang berbeda dengan Ubay, setelah laki-laki tersebut membaca, Rasul berkata “bagus”. Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada Ubay bahwa alQur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan yang berbeda. Dalam kitab al-Mujtaba dijelaskan kata “yukhâlifu Qirâatî” maksudnya adalah ia membaca al-Qur’an dengan sebuah bacaan yang berbeda dengan bacaanku (Ubay), karena Ubay dan orang laki-laki tersebut berasal dari daerah yang berbeda, sehingga dalam membaca alQur’an mereka memiliki perbedaan dalam hal dialek. “man ‘allamaka” maksudnya siapa yang mengajarimu bacaan tersebut. 22 Dari hadis di atas bisa ditarik dua hal pokok yang merupakan sikap agung Rasulullah. Yaitu sikap demokratis Rasul dalam menghadapai perbedaan dialek seseorang dalam membaca al-Qur’an serta sikap apresiasi Rasulullah terhadap sahabatnya dengan mengucapkan kalimat “ahsanta” sebagai pujian dan motivasi untuk sahabatnya dalam belajar alQur’an. a.

Demokratis Dalam hadis terlihat jelas sikap demokrasi Rasulullah kepada para

sahabatnya dalam membaca al-Qur’an. Rasul tidak memaksakan seseorang untuk membaca al-Qur’an dengan gaya satu bacaan yang baku dalam membaca al-Qur’an, sebab Rasul mengerti tiap orang dari daerah yang berbeda mempunyai dialek (cara membaca) yang berbeda dengan yang lainnya. Seperti dialek orang Persia berbeda dengan dialek orang Mesir, dialek orang Arab berbeda dengan dialek orang Non Arab dan sebagainya.

22

an-Nasâ’î, al-Mujtabâ…, h. 164.

61

Oleh karena itu Rasulullah membolehkan orang membaca al-Qur’an dengan dialek yang berbeda-beda. Penjelasan dari hadis di atas merupakan perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana sikap demokratis yang Rasulullah terapkan dalam mendidik. Sikap demokratis dalam pendidikan sangat penting. Pendidikan akan memberdayakan manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya bila mana di dalamnya dikembangkan dan dipegang kukuh prinsip-prinsip demokrasi. 23 Pendidikan yang demokrasi menurut M. Muchjiddin Dimjati dan Muhammad Roqib, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis adalah pendidikan yang berprinsip dasar rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua. Pendidikan yang membedakan anak menurut suku, ras, golongan, aspirasi politik, sekte, jenis kelamin atau kondisi sosial ekonomi adalah pendidik

yang

teoritis

yang

didasarkan

pada

prinsip

sentimen,

kekhawatiran dan dendam. 24 Seorang pendidik selayaknya menerapkan sikap demokratis dalam proses belajar mengajar. Pendidik harus membiasakan peserta didiknya untuk berpegang teguh pada

kemampuan dirinya sendiri dan diberi

kebebasan dalam berfikir tanpa terpaku pada pendapat orang lain, sehingga peserta didik bisa menentukan secara bebas masa depannya sendiri berdasarkan kemampuan yang ada pada dirinya. 25 kebebasan seperti ini dapat membiasakan peserta didik menjadi manusia yang berani mengemukakan pendapat dengan penuh tanggung jawab. Islam menganjurkan kepada para pendidik agar tidak mengekang kebebasan individu peserta didik dalam mengembangkan potensi-potensi yang telah dibawanya sejak lahir.

23

Mulyoto, Pendidikan Yang Demokratis, dalam www.google.com/ Demokrasi Pendidikan, 28 Januari, 2010. 24 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet ke-6, h. 325. 25 Muhammad Athiyat al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan… h. 57.

62

Pendidik bukan menekan kebebasan pendapat (bersifat otoriter) pada peserta didik yang mengakibatkan jiwanya terbelenggu seperti adanya rasa cemas, gelisah, dan kecewa selama berlangsungnya proses belajar mengajar. Menurut

Abdurrahman

Saleh

Abdullah,

pendidikan

tidak

dipandang sebagai proses pemaksaan dari seorang pendidik untuk menentukan setiap langkah yang harus diterima oleh peserta didiknya secara individual. Dengan demikian dalam proses pembelajaran harus dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi yaitu dengan penghargaan terhadap kemampuan peserta didik, menerapkan persamaan kesempatan dan memperhatikan keragaman peserta didik. Pendidik hendaknya memposisikan peserta didiknya sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya tersebut. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran harus dihindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan, syarat dengan perintah dan intruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif dan tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan 26 . b. Motivator Selain itu, Hadis di atas juga menjelaskan pendidik dianjurkan untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik, baik dalam bentuk materi, doa, sanjungan dan pujian,

sebagai bentuk motivasi yang ia

berikan untuk muridnya. Penghargaan dengan berbagai bentuknya memiliki pengaruh ampuh dalam memacu dan memotivasi para siswa untuk giat belajar. Sebaiknya guru menggunakan metode ini ketika siswa merasa jenuh dan bosan dalam kegitan belajar mengajar. 27

26

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Menurut al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 84. 27 Fuad bin Abdul Aziz, Begini Seharusnya menjadi Guru, Panduan lengkap Metode Rasulullah, Terj Dari al-Mu’alimu Awwal, Qudwatun Likulli Mu’allim Wal Mu’allimah, oleh Jamaluddin ( Jakarta : Darul Haq, 2009), Cet. Ke-II, h. 79.

63

Dalam kegiatan belajar mengajar, peranan motivasi sangat diperlukan. Motivasi bagi siswa dapat mengembangkan aktifitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Cara dan jenis menumbuhkan motivasi bermacammacam, namun dalam memberikan motivasi tersebut, guru juga harus berhati-hati, Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa. 28 Bentuk penghargaan sangat bervariasi, diantaranya: a.

Penghargaan dalam bentuk materi, merupakan penghargaan dan motivator yang paling kuat pengaruhnya terhadap terhadap siswa. Karena di dalamnya terkandung nilai plus dari sekedar memperoleh materi, yaitu unggul diantara rekan-rekannya, rasa puas guru terhadapnya, dan memperoleh pujian dari guru-gurunya.

b.

Penghargaan dalam bentuk do’a. yaitu mendoakan siswa dengan keberkahan, kebaikan , taufik, dan yang sejenisnya.

c. Penghargaan dalam bentuk sanjungan (pujian). Yaitu memberikan pujian kepada murid, contohnya

ketika peserta didik mampu

menjawab pertanyaan yang diberikan pendidik dengan perkataan “bagus”, “pintar”, “hebat”, dan sejenisnya. Metode ini mampu menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap keilmuannya, dan memotivasi siswa yang lain untuk lebih giat belajar, serta memberi siswa rasa puas dengan apa yang telah dicurahkannya dalam belajar. 29 Senada dengan hal tersebut, Sardiman, dalam bukunya “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” menyebutkan beberapa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, diantaranya: a. Memberi angka/nilai Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Dalam belajar, banyak siswa yang belajar dengan tujuan 28

Sardiman A.M. Interaksi dan Motivas Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cety. Ke-7. h. 91. 29 Fuad bin Abdul Aziz…, h. 79-80

64

utama untuk mencapai nilai yang bagus. Nilai yang bagus itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Namun demikian harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu langkah selanjutnya yang ditempuh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka dapat dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga ranah afektif dan psikomotoriknya. b. Hadiah c. Saingan/kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. d. Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri adalah sebagai salah satu bentuk motivasi

yang sangat penting. Seseorang akan berusaha

dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah symbol kebanggaan dan harga diri sebagai tantangan, sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri. Begitu juga dengan siswa, mereka akan belajar dengan keras untuk menjaga harga dirinya. e. Memberi ulangan Para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, jangan terlalu sering memberikan ulangan karena akan membuat siswa merasa jenuh. f.

Pujian

65

Apabila

ada

siswa

yang

yang

sukses

dan

berhasil

menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, agar pemberian ini diharapkan dapat

memberikan motivasi, pemberiannya harus dilakukan

dengan tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar sekaligus akan membangkitkan harga diri. g. Hukuman Hukuman merupakan reinforcement yang negative, namun, jika diberikan secara tepat dan bijaksana bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman. 30 Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula, dengan adanya usaha yang tekun terutama di dasari oleh adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasinya, oleh karena itu, dalam kegiatan belajar mengajar, pemberian motivasi seorang pendidik berpengaruh besar bagi peserta didik. 4.

Transparan

‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﷲ اﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ُﺪ ا‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ َﻨﺎ‬ َ ‫ﻲ‬ ُ ‫ﻲ اﻟْ ُﻜﻮْ ِﻓ‬ ُ ‫ﺶ َاﻟْ َﻴﺎ ِﻣ‬ ٍ ْ‫ﻦ ُﻗ َﺮﻳ‬ ِ ْ‫ﻦ ُﺑ َﺪﻳْ ٍﻞ ﺑ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ َﻨﺎ َأﺣْ َﻤ ُﺪ اﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻄﺎ ٍء‬ َ‫ﻋ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﺤ َﻜ ِﻢ‬ َ ْ‫ﻦ اﻟ‬ ِ ْ‫ﻲ اﺑ‬ ‫ﻋ ِﻠ ﱢ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﻦ َزا َدا‬ ِ ْ‫ﻋ َﻤﺎ َر َة اﺑ‬ ُ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ُﻧ َﻤﻴْ ٍﺮ‬ ‫ﺳ ِﺌ َﻞ‬ ُ ْ‫ﺳﱠﻠ َﻢ " َﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ َﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﱠﻠﻰ ا‬ َ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﺳﻮْ ُل ا‬ ُ ‫ َﻗﺎ َل َر‬:‫َأ ِﺑﻲ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻗﺎ َل‬ ‫ﻦ اﻟ ﱠﻨﺎ ِر" ) َر َوا ُﻩ‬ َ ‫ﺠﺎ ٍم ِﻣ‬ َ ‫ﺠ َﻢ َﻳﻮْ َم اْﻟ ِﻘ َﻴﺎ َﻣ ِﺔ ِﺑ ِﻠ‬ ِ ْ‫ﻋ ِﻠ َﻤ ُﻪ ُﺛ ﱠﻢ َآ َﺘ َﻤ ُﻪ ُأﻟ‬ َ ‫ﻋﻠْ ٍﻢ‬ ِ ْ‫ﻋﻦ‬ َ (‫ي‬ ُ ‫اﻟ ﱢﺘﺮْ ِﻣ ِﺬ‬ 31

Dari Abî Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda:”Barang siapa yang ditanya tentang ilmu yang diketahuinya, kemudian ia 30

Sardiman… 92-94 Abî Isâ Muhammad ibn Ĩsa ibn Saurah ibn Mũsa at-Tirmudzî, Jâmi’ atTirmidzî, Bâb Man jâa Fi Kitmân al-Ilmi, (Riyad: Dâr as-Salâm, t.t.), h. 601. 31

66

menyembunyikannya maka dibelenggulah ia pada hari kiamat dengan belenggu dari api neraka. (H.R. Tirmidzi). Melalui hadis di atas, Rasulullah memerintahkan kita untuk tidak menyembunyikan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki kepada siapa pun. Dan itu berarti adanya perintah untuk mengajarkannya tanpa membedakan murid atas dasar kekayaan dan kedudukan antara orang miskin dan orang kaya. Apalagi jika yang dimaksud merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan permintaan fatwa atas perkara tertentu. Karena menyembunyikan ilmu pengetahuan berakibat buruk bagi orang yang berilmu, yaitu adanya ancaman hukuman yang berat di akhirat nanti dengan dibelenggu dengan api neraka. Pada kata “Man suila a’n i’lmin ‘alimahu” yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang dibutuhkan oleh seseorang yang bertanya terutama pada masalah agama, “Tsumma katamahu” artinya sengaja diam dan tidak memberikan jawaban atau menahan penjelasan, “uljima” artinya pada hari kiamat nanti orang yang berilmu namun sengaja menyembunyikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya tersebut mulutnya akan dimasukkan sebuah cambuk, karena mulut merupakan tempat keluarnya ilmu dan perkataan 32 . Imam at-Taibi berkata: balasannya adalah dikekang atau diikat seperti hewan yang dikendalikan dengan tali kekang, dikekang dari apa yang dikehendakinya. Karena karakter seorang alim yang hakiki adalah menyeru kepada kebaikan. Imam Ibnu Hajar berkata: hal di atas merupakan gambaran jauhnya seseorang dari ahli ilmu dan hikmah. Sebab, menimba ilmu tujuannya adalah untuk disebarkan dan dimanfaatkan oleh orang lain. Ibnu Sayyid berkata: ilmu yang tidak boleh disembunyikan adalah ilmu yang harus diajarkan kepada orang lain dan hukumnya fardu ain, misalnya orang kafir yang ingin memeluk Islam dan berkata “ajarilah aku apa itu Islam?” contoh lain adalah orang yang baru saja masuk Islam dan 32

Al-Imâm al-hâfidz Abî al-Ulâ Muhammad Abd ar-Rahman al-Mubârkafũrî Tuhfat al-Ahwadzi, Bab Man Jâa Fî Kitmân al-Ilmi, (tt.p.: Dar al-Fikr , t.t.) h. 408.

67

belum dapat mengerjakan shalat dengan baik, sementara waktu shalat telah tiba lalu ia berkata “ajarilah aku cara mengerjakan shalat”, dan contoh lainnya adalah ada orang yang datang meminta fatwa tentang halal atau haram. Maka dalam perkara-perkara seperti itu janganlah menahan jawaban, barang siapa yang melakukannya maka ia berhak mendapat ancaman tersebut. 33 Hadis di atas menjelaskan kewajiban para ulama (pendidik) untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkannya. Sebab, orang yang dengan sengaja menyembuyikan ilmu pengetahuan merupakan dosa besar dan Allah akan memberikan siksa yang

berat

pada

hari

kiamat

nanti,

yaitu

mulut

orang

yang

menyembunyikan ilmu tersebut akan di kekang dengan api neraka. Sudah sewajibnya para pendidik untuk menyebarkan ilmu yang diketahuinya kepada orang yang membutuhkan, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah agama. Sebab tujuan seseorang menuntut ilmu adalah untuk dapat diamalkan dan disebarkan kepada orang lain, agar orang-orang di sekitarnya dapat mengambil manfaat dari ilmunya tersebut. Di samping itu, orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya merupakan gambaran yang yang jauh dari sosok ahli ilmu dan hikmah. 34 Seseorang yang mengamalkan ilmunya tidak akan rugi, semakin banyak ilmu yang ia sebarkan kepada orang lain, maka akan semakin bertambah dalam pula ilmu yang dimilikinya. Sebab, seseorang yang mengajarkan ilmu yang telah diketahuinya kepada orang lain, secara tidak langsung ia sedang mengulang pelajaran yang telah ia pelajari, dengan demikian, pengetahuannya pun akan semakin bertambah dan berkembang. Di samping itu, dalam meyebarkan ilmunya, seorang pendidik tidak boleh memandang seseorang berdasarkan status sosial dan latar belakang peserta didiknya. 33

Abu Amin Cepu, Larangan Menyembunyikan Ilmu, dalam www.google.com/, menyebarkan ilmu, 12 Januari, 2010. 34 Abu Amin Cepu, Larangan Menyembunyikan Ilmu…

68

Pendidik dituntut untuk mengetahui berbagai informasi yang berkembang di dalam masyarakat, karena pendidik merupakan tempat untuk bertanya atau tempat pemberian jalan atau solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.

35

Allah memberikan

kepercayaan kepada orang yang berilmu untuk dijadikan tempat bertanya atau meminta fatwa tentang suatu masalah. Fiman Allah: . Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetauhi. (QS. AN-Nahl: 43) Selain itu, pendidik mempunyai dua fungsi yang berbeda dengan pekerjaan lain dalam masyarakat yaitu: a.

Menjadi jembatan antara sekolah denagn dunia atau kehidupan nyata yang terjadi dalam masyarakat

b.

Mengadakan hubungan antara masa muda dan masa tua, artinya ia harus berusaha memberikan penjelasan kepada para pemuda mengenai kehidupan dewasa, sehingga diharapkan para pemuda mampu berpikir dewasa. 36 Namun, kapan ilmu itu wajib diamalkan? Apabila ada orang yang

dapat menyampaikan ilmu tersebut dan lebih menguasai dari dirinya, maka gugurlah kewajibannya, dan ia tidak akan mendapat siksaan karna ia tidak mengamalkan ilmunya. Namun, jika tidak ada orang lain yang dapat menyampaikan ilmu tersebut, ia berkewajiban untuk menyampaikannya. 37 Karena tidak setiap orang berhak untuk memberi fatwa dan berbicara tentang berbagai masalah kecuali berdasarkan ilmu dan menguasainya. Memberi fatwa tanpa penguasaan dan berbicara tanpa ilmu merupakan dosa besar. Oleh karena itu dalam memberikan ilmu tidak

35

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 148 36 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan…, h. 148 37 Tarbiyah net, Tidak Boleh Menyembunyikan Ilmu, dalam www.google.com/. Menyebarkan Ilmu, 12 Januari 2010.

69

boleh sembarangan, karena akan sesat dan menyesatkan orang banyak. Jika memang masalah yang ditanyakan kepada pendidik masalah yang belum dikuasainya, maka hendaklah ia berkata jujur, bahwa ia belum mengetahuinya, atau limpahkan permasalah tersebut kepada orang yang lebih berkompeten darinya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

‫ َﻳﺎ َا ﱡﻳ َﻬﺎ‬:‫ﻦ َﻣﺴْ ُﻌﻮْ ٍد َﻗﺎ َل‬ ِ ْ‫ﷲ اﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ِﺪ ا‬ َ ‫ﻋ َﻠﻰ‬ َ ‫ﺧﻠْ َﻨﺎ‬ َ ‫ق َﻗﺎ َل َد‬ ٍ ْ‫ﻋﻦْ َﻣﺴْ ُﺮو‬ َ ‫ ) َر َوا ُﻩ‬...‫ﷲ َأﻋْ َﻠ ُﻢ‬ ُ ‫ﺷﻴْ ًﺄ َﻓﻠْ َﻴ ُﻘﻞْ ِﺑ ِﻪ َو َﻣﻦْ َﻟﻢْ َﻳﻌْ َﻠﻢْ َﻓﻠْ َﻴ ُﻘﻞْ َا‬ َ ‫ﻋ ِﻠ َﻢ‬ َ ْ‫س َﻣﻦ‬ ُ ‫اﻟ ﱠﻨﺎ‬ ِ ‫ﺨﺎ‬ َ ‫اﻟْ ُﺒ‬ . (ُ‫ري‬ 38

Dari Masruq ia berkata: Abdullah bin Mas’ud datang kepada kami dan berkata: wahai manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu (ilmu) hendaklah ia mengatakannya, dan barang siapa yang tidak mengetahuinya maka katakanlah: Allah lebih mengetahui. (H.R. Bukhari). Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan figur sentral dalam kegiatan belajar mengajar. Ia mempunyai pegaruh besar dalam keberhasilan proses belajar mengajar, sebab pendidiklah yang bersentuhan langsung dengan peserta didik. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk memiliki sifat dan kepribadian terpuji. Di antara sifat tersebut adalah, penyayang, adil, demokratis, pemberi motivasi serta transparan dalam menyebarkan ilmunya.

38

Ibnu Hajar al-Asqalânî, Fatħul Bârî, Kitab at-Tafsir, Jilid 8, h. 547.

BAB V PENUTUP A.

Kesimpulan Dari penjelasan mengenai Sifat Pendidik Dalam Perspektif Hadis pada

bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting di antaranya: 1. Pendidik merupakan figur yang dijadikan suri tauladan bagi peserta didiknya, oleh karena itu pendidik selayaknya mempunyai sifat yang mulia. Dalam hadis-hadis Rasul dijelaskan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh pendidik diantaranya adalah, kasih sayang, adil, demokratis dan motivator, serta tranparan dalam penyebaran ilmunya. 2. Hadis-hadis Rasulullah tentang sifat pendidik, sesuai dengan pemikiran para tokoh pendidikan modern. Dimana dalam pendidikan modern dijelaskan untuk menjadi pendidik yang baik dan disenangi oleh peserta didiknya, pendidik harus mempunyai rasa kasih sayang kepada pesrta didiknya, memperlakukan mereka dengan adil tanpa ada perbedaan, memberikan motivasi dan bersikap demokratis pada setiap perbedaan yang muncul. Semua sifat-sifat tersebut juga terkandung dalam hadishadis Rasul, terbukti dengan hadis-hadis penelitian ini. B.

Saran Dari kesimpulan yang penulis paparkan di atas, kiranya penulis merasa

perlu untuk menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1.

Hadis-hadis yang dalam matannya menyebutkan key word (kata kunci) dari akar kata ‘allama dan ‘alima tidak hanya terdapat dalam kitab Imam Bukhari, Nasai, dan Dawud dan Tirmidzi saja. Oleh karena itu perlu dicari

70

71

lagi hadis-hadis yang berbicara tentang sifat pendidik dari kitab-kitab lainnya. 2. Hadis-hadis yang berkaitan dengan sifat pendidik dalam perspektif hadis belum sepenuhnya memberikan gambaran utuh. Oleh karena itu diperlukan penjelasan dari sumber-sumbert lainnya mengenai hal tersebut. 3. Untuk para pendidik, hendaknya mencontoh dan meneladani sifat Rasulullah dalam mendidik, sebab pendidik tidak hanya menjadi sorotan ketika mereka berada di dalam kelas, tetapi juga sikap dan kepribadiannya ketika di luar kelas. 4.

Untuk para tokoh pendidikan, terutama

para pendidik, hendaknya

mengkaji lebih jauh lagi hadis-hadis Rasul yang berbicara tentang pendidikan khususnya yang membahas tentang sifat pendidik. Mengingat hadis Rasul selain sebagai sumber hukum Islam, ia juga berperan sebagai sumber pendidikan dan peradaban.

72

DAFTAR PUSTAKA

Abd, Al-Baqi, Muhammad Fuad, Al-Mu’jam, Al-Mufahras li Al-Faz Al-Hadits, t.tp., Juz 4, 1926. Abdul Aziz as-Syalhub, Fuad, Begini Seharusnya Menjadi Guru, Panduan Lengkap Metode Rasulullah, Jakarta: Darul Haq, Cet. II, 2009. Ahjad, Nadjid, Tarjamah al-Jâmi’ as-Şagîr, Surabaya: PT. Bina Ilmu, Cet. II, 1995 Ahmad, Muhammad, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, Cet. II, 2000. Al-Abrasyi, Athiyat Muhammad, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2006. Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari, Beirut: Maktabah al-Asriyyah, Juz 4, 1994. _____, Juz 7, t.t. _____, Dar al-Fikr, Juz 8, t.t. Adzim Abâdi, Abi Tayyib Muhammad Syams al-Haq, Aun al-Ma’bûd, Syarah Sunan Abî Dâud, Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyyah, Jilid 5, t.t. Asqalânî, Ahmad bin Ali bin Hajar, Fatħ al-Bâri, as-Sa’udi: Maktabah asSalafiyyah, Juz. 2, t.t. _____, as-Sa’udi: t.p., Juz. 5, t.t. Al-Khatib, Ajjaj, Pokok-Pokok Ilmu Hadits, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. III, 2003. Alî Nâsif, Mansũr, al-Jâmi’ lil-Uşũl, Beirut: Dar al-Jâih, Juz I, t.t. Al-Nasâ’i, Abu abdurrahman Ahmad Ibnu Syuaib Ibnu Alî al-Khurasani, alMujtabâ, Beirut: Dar al-Fikr, Jilid I, 1995. Al-Mubâr Kafũri, Abî al-Ula Muhammad Abdurrahman, Tuhfat al-Ahwadzi, tt.p: Dar al-Fikr, t.t. Al-Sijistânî, Abî Dâud Sulaiman al-Asy’at, Sunan Abî Dâud, t.p., Dar al-Fikr, Juz 3. t.t. _____,Suriyah: Dar-Al Hadits

73

Al-Tirmidzi, Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah ibn Musa, Jami’ al-Tirmidzi, Riyad: Dar As-Salam, 1999. Al-Qardlawy, Yusuf, Sunnah Ilmu Pengetahuan Dan Peradaban, Yogyakarta: Tiara Wacana Ilmu, Cet. I, 2001 A.M, Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. X, 2003. Amini, Ibrahim, Anakku Amanat-Nya, Jakarta: al-Huda, 2006. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 17, 2006. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi, Menuju Milenium Baru, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1999. Bahri Djamarah, Syaiful, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. I, 2000. Dradjat, Zakiah, et. al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Mandiri, 1999.

Jakarta: CV. Samara

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi 2, 2002. D Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al- Ma’arif, 2000. Gholib, Ahmad, Studi Islam Pengantar Memahami al-Qur’an, al-Hadis dan Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Faza Media, Cet. I, 2006. Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. II, 1999. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2001. Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, Cet. I, 2006. M. Jhon, Echols, dan Shadily, Hasan, Kamus Inngris Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. 27, 2003. Mudasir, Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Setia, Cet. III, 2007.

74

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1997. _____, al-Qur’an Dan al-Hadis, Dirasah Islamiyah I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. VII, 2000. _____, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. _____, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, Studi Pemikiran Tasawuf al-Ghazali, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2001. _____, dan Fauzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadis, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. IV, 2005. Ngalim, Purwanto, M., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, Cet. 1, 2002. Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. II, 1992. Nur Abdul Hafiz Suwaid, M., Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: alBayan, Cet. I, 1997. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. VI, 2008. _____, Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan di Dunia dan Indonesia, Ciputat: PT. Ciputat Press Group, 2005. Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. IV, 2001 Ridwan, Halim, A., Tindak Pidana Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. I, 2000. Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Prenada Media Group, Cet. III, 2001. Sabri, Alisuf, M., Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2005. Saleh Abdullah, Abdurrahman, Teori-Teori Pendidikan Menurut al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

75

Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. X, 2003. Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Metode Teknik, Bandung: Tarsito, 1990. Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Syaodih, Nana, Sukmadinata, Landasan Psikologis ProsesPendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet.I, 2003. Syihab, Quraish, M., Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, Cet. VIII, 2007. _____, Tafsir al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati, Vol. 3, 2006. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. IV, 2001. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2007. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2009. Uzer Usman, Moh., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. 17, 2005 Warson Munawwir, Ahmad, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: 1995. Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 2005. Z, Zurinal, dan Sayuthi, Wahdi, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksana Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2006. INTERNET: Abdul Halim Rahmat, “Menghilangkan Kekerasan Guru Pada Siswa”, dari www. google. com, 01 Maret 2010. Abu Aqil Dilangsa, “Hadis Metode Pendidikan”, dari www.google.com, 19 Maret 2009. Abu Mujahid, “Berlaku Adil”, dari www.google.com, 19 Maret 2010. Abu Amin Cepu, “Larangan Menyembunyikan Ilmu”, dari www.google.com, 12 Januari 2010. Islam Online, “Berlaku Adil”, dari www.google.com, 19 Januari 2009.

76

Mulyoto, “Demokrasi Pendidikan, dari www.google.com, 28 Januari 2010. Tarbiyah Net, “Menyebarkan Ilmu”, dari www.google.com, 12 Januari 2010.

Pedoman Transliterasi Padanan Aksara Huruf Arab ‫ا‬

Huruf Latin

‫ب‬

b

be

‫ت‬

t

te

‫ث‬

ts

te dan es

‫ج‬

j

je

‫ح‬

ħ

ha dengan garis di atas

‫خ‬

kh

ka dan ha

‫د‬

d

de

‫ذ‬

dz

de dan zet

‫ر‬

r

er

‫ز‬

z

zet

‫س‬

s

es

‫ش‬

sy

es dan ye

‫ص‬

ş

es dengan titik dibawah

‫ض‬

đ

de dengan garis di atas

‫ط‬

ţ

te dengan titik di bawah

‫ظ‬

ż

zet dengan titik di atas

‫ع‬



Koma terbalik

‫غ‬

gh

ge dan ha

‫ف‬

f

ef

‫ق‬

q

ki

‫ك‬

k

ka

‫ل‬

l

el

‫م‬

m

em

‫ن‬

n

en

‫و‬

w

we

‫ﻩ‬

h

ha

-

keterangan Tidak dilambangkan

iv

‫ء‬



apostrof

‫ي‬

y

ye

Vokal Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal

keterangan

Latin

_َ_

a

fathah

_ِ_

i

kasrah

_ُ_

u

đammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal

keterangan

Latin ‫ي‬

ai

a dan i

‫و‬

au

a dan u

Vokal panjang Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

keterangan

‫ا‬

â

a dengan topi di atas

‫اي‬

î

i dengan topi di atas

ũ

‫او‬

u

dengan

bendera di atas

v