PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA

Download 18 Sep 2013 ... menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul ... dandukungan selama penulisan skripsi ini. 5. .... 2.1.1 Def...

2 downloads 984 Views 19MB Size
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2012

Skripsi

MISRIANA 109102000060

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA SEPTEMBER 2013  

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2012

Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi

MISRIANA NIM : 109102000060

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA SEPTEMBER 2013  

ABSTRAK Nama

: Misriana

Program Studi

: Farmasi

Judul

: Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan. Apendectomi

dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat, toksisitas obat, resistensi antibiotika, dan biaya laboratorium. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012. Penelitian ini mengikuti rancangan observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif. Bahan penelitian meliputi kartu rekam medik. Pengambilan data dilakukan pada pasien appendectomy yang berjumlah 218 pasien pada tahun 2012 di RSUP Fatmawati Jakarta dan analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran kualitas penggunaan antibiotik yang diberikan dan lamanya terapi antibiotik profilaksis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria gyssens terdapat beberapa kategori. Kategori 0 (84.63%), kategori IIA (12.04%), kategori IVA (2.10%), dan kategori VI (0.30%). Kata Kunci

: Apendektomi, Penggunaan Antibiotik, Kualitas, Kategori Gyssens

   

v    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  ABSTRACT Nama

: Misriana

Program Studi

: Farmasi

Judul

: Assessment Quality The Use Of Antibiotics In Patients Surgical Apendik In Fatmawati Hospital Jakarta 2012 Appendicitis is a disease that is often cured by the spontaneous. Apendectomi

done as therapy surgically on abdominal surgery appendicitis and is most often done. The use of antibiotika are not appropriate be an increase in hospital cost, a drug charge, drug toxicity, resistance antibiotika, and the cost of the laboratory. The study is done to know the quality of the use of antibiotics in patients surgical apendik in fatmawati hospital jakarta in 2012. This research follows the design of observational and retrospective data collection. Research materials include medical record card. Data retrieval is performed on patients with appendectomy totalling 218 patients in 2012 in Jakarta and Fatmawati was data analysis is carried out to find out which picture quality descriptive use of antibiotics that are given and the duration of prophylactic antibiotic therapy. The result showed that criteria gyssens there are several categories. Category 0 ( 84.63 % ), category iia ( 12.04 % ), category iva ( 2.10 % ), and categories vi ( 0.30 % ). Key Words: Apendektomi, Antibiotic Use, Quality, Gyssens Category

 

 

vi    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbal ‘alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena selain diiringi dengan usaha dan do’a juga berkat segala campur tangan, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pengkajian Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahu 2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.

Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Bapak. Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi

4.

Ibu Dr. Delina Hasan M.kes, Apt dan Ibu Dra. Alfina Rianti M.Fharm, Apt selakupembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, pengarahan dandukungan selama penulisan skripsi ini.

5.

Kepada orang tua dan keluarga besarku, Bapak Syamsul Hilal (Alm), Ibu Nirowati, Bapak Subali (orangtuan angkat) yang selalu memberikan kasihsayang dan do’a yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidupananda, serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. Tiadaapapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasihsayang yang telah engkau berikan. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tersayang yang telah banyak menghibur, memberikan do’a, perhatian, kasih sayang serta semangat kepada penulis.

6.

Bupati Musi Banyuasin

beserta Tim pengelola Beasiswa Program “Santri Jadi

Dokter” yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik dari segi materil dan moril. 7.

Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

 

vii    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8.

Para staf dan karyawan program studi Farmasi. Staf Administrasi Farmasi, KakPia yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

9.

Untuk Kak Endah, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak Eris, Kak Liken, Mas Haris yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

10.

Keluarga besar Asshof MUBA dan SJD-SUMSEL terimakasih atas sebuah kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini dan seterusnya.

11.

Teman-teman seperjuangan, EDTA-C dan Farmasi Angkatan 2009. Terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, suka dan duka serta motivasi kepada penulis.

12.

Teruntuk Sahabat-sahabat penulis Ika, Susi, Ira, Rani, Vita, Nurul, Maya, Puput, Butet, Yuk Yunita, Yuk Dwi, Zil, Ikhwan, dll yang selamaini telah menjadi sahabat sekaligus keluarga yang paling baik, yang menjadikan hari-hari berwarna.Serta telah banyak membantu penulis dalam sukamaupun duka. Serta Majhoni Am.kep yang selalu memberikan semangat, dukungan serta do’a kepada penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

13.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis selama ini. Saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasilpenelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagimahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan. Jakarta, 18 September 2013

Penulis    

 

viii    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Program Studi Fakultas Jenis Karya

: Misriana : 109102000060 : Farmasi : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di Pada Tanggal

: Jakarta : 18 September

Yang menyatakan,

( Misriana)  

 

ix    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS ...........................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

iv

ABSTRAK .....................................................................................................

v

ABSTRACT ....................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................

vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..............

ix

DAFTAR ISI ..................................................................................................

x

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xvi

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................

3

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................

4

1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................

4

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................

4

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................

4

1.5 Ruang Lingkup penelitian ...........................................................

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

6

2.1 ANTIBIOTIK .............................................................................

6

2.1.1 Definisi Antibiotik ............................................................

6

2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik ............................................

6

2.1.3 Penggunaan Antibiotik .....................................................

7

2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis ...........................................

9

2.1.3.2Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis ..............

10

2.1.3.3 Antibiotik Terapetik .............................................

13

2.4 PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK ............................................

14

2.5 BEDAH .......................................................................................

17

2.5.1 Definisi ..............................................................................

17

 

Xi    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi .......................................

17

2.5.3 Kuman Penyebab ..............................................................

17

2.5.4 Infeksi ...............................................................................

18

2.6 APENDIKSITIS .........................................................................

21

2.6.1 Anatomi ............................................................................

22

2.6.2 Fisiologi ............................................................................

22

2.6.3 Patofisiologi ......................................................................

22

2.6.4 Gejala Klinis .....................................................................

23

2.7 PEDOMAN TERAPI ANTIBIOTIK .........................................

24

2.8 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ............................

24

2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik ..............................................

25

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

28

3.1 KERANGKA KONSEP..............................................................

28

3.2 DEFINISI OPERASIONAL .......................................................

28

BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................

30

4.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN .......................................

30

4.1.1 Lokasi Penelitian .................................................................

30

4.1.2 Waktu Penelitian .................................................................

30

4.2 DESAIN PENELITIAN ................................................................

30

4.3 POPULASI DAN SAMPLE .........................................................

30

4.3.1 Populasi ...............................................................................

30

4.3.2 Sample ................................................................................

30

4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI .....................................

31

4.4.1 Kriteria Inklusi ....................................................................

31

4.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................

31

4.5 PENGUMPULAN DATA ............................................................

31

4.6 CARA KERJA ..............................................................................

31

4.7 ANALISA DATA .........................................................................

32

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................

33

5.1 HASIL PENELITIAN .................................................................

33

5.2HASIL ANALISA DATA BERDASARKAN KARAKTERISTIK  

  Xii  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012...............................................................................

33

5.1.1Jenis Kelamin .....................................................................

33

5.1.2 Usia ...................................................................................

33

5.3 DISTRIBUSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 ....................................................................................

35

5.3.1 Jenis Antibiotika......................................................................

35

5.3.2 Rute Pemberian .......................................................................

36

5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika ......................................

37

5.4 KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK TAHUN 2012....................................

38

5.4.1 Jenis Terapi .............................................................................

38

5.4.2 Kategori Gyssens ....................................................................

39

5.5 PEMBAHASAN ...............................................................................

40

5.2.1 Keterbatasan Penelitian ..........................................................

40

5.2.2Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Dan Rute Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012 .......................................................................................

40

5.2.3Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012......................................................................... 5.2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Kasus

42

Bedah Apendik..................................................................................

43

5.2.5 Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik ..................................

44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

46

6.1 KESIMPULAN ................................................................................

46

6.2 SARAN.............................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

47

LAMPIRAN ..................................................................................................

50

     

 

  Xiii  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  DAFTAR TABEL TABEL 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSUP Fatmawati ............................................................................

33

TABEL 2. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia.....................

34

TABEL 3 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Antibiotik ...

35

TABEL 4Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Rute Pemberian ....

36

TABEL 5Pemberian Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Apendik Sebelum Dilakukan Tindakan Operasi Tahun 2012 ......................................

37

TABEL 6 Kualiats Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi .....................

38

TABEL 7Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens.................

39

 

  Xiv  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Seberan Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Di Rawat Inap Teratai ..........................................

51

LAMPIRAN 2. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Dirawat Inap Gedung Prof. Soelarto ...................

53

LAMPIRAN 3. Hubungan Antibiotik Dengan Pola Bakteri ...........................

54

LAMPIRAN 4. Hubungan Antibiotik Berdasarkan Pemakaian Dan Ruang Perawatan ...............................................................................

55

LAMPIRAN 5. Hasil Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri ........................

56

LAMPIRAN 6. Jenis Antibiotik Dan Harga Antibiotik Yang Digunakan RSUP Fatmawati Pada Bedah Apendik .................................

57

LAMPIRAN 7. Lamanya Penggunaan Antibiotik Yang Diberikan Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 .......................................

58

LAMPIRAN 8. Alasan Pemilihan Kategori Gyssens ......................................

59

LAMPIRAN 9. Penggunaan Antibiotik Yang Tidak Sesuai Dengan Dosis Lazim .....................................................................................

61

LAMPIRAN 10. Jenis Antibiotik Dan Jumlah Dosis .....................................

62

LAMPIRAN 11. Cara Pengambilan Data Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012.....................................................................................

64

 

 

  Xv  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

1  

 

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik merupakan obat yang berfungsi menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Penggunaannya sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi mikroba. Obat ini mampu menanggulangi berbagai jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Tingginya penggunaan antibiotika lebih dari satu jenis dan dalam waktu lama umumnya digunakan untuk penanganan komplikasi infeksi berat di rumah sakit merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya resistensi bakteri. Resistensi bakteri merupakan masalah besar, karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta biaya perawatan kesehatan. (Lestari, 2009) Penggunaan antibiotik yang tidak tepat sangat banyak dijumpai baik di Negara maju maupun berkembang (WHO). Rumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik yang paling banyak ditemukan. Di Negara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat dirumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat dirumah sakit mendapat antibiotik. (WHO)Pemakaian antibiotic yang tidak tepat dapat menimbulkan kekebalan atau resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut, serta meningkatkan toksisitas, dan efek samping obat. Di rumah sakit, dimana penggunaan antibiotic dalam jumlah besar, resistensi bakteri terhadap sejumlah antibiotik sering terjadi dan menjadi problem utama dalam perawatan pasien. Infeksi oleh bakteri yang resisten akan menyebabkan lamanya tinggal di rumah sakit, meningkatkan biaya perawatan dan bahkan meningkatkan mortalitas. (Lestari, 2009; Willemsen, 2007) Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan. Appendectomy dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat, toksisitas obat, resistensi antibiotika, dan biaya laboratorium. (suryani, 2009)

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

2  

 

Hasil penelitian yang di lakukan di rumah sakit umum daerah saras husada purworejo menunjukkan bahwa obat yang digunakan pada pasien appendectomy adalah antibiotika, analgetika, antiinflamasi serta antiemetika. Antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu sefotaksim injeksi sebanyak 51 kasus (60,00%), dengan dosis 500 mg, dua kali sehari sedangkan untuk antibiotika pasca operasi yang paling banyak digunakan adalah sifprofloksasin oral sebanyak 41 kasus (48,24%) dengan dosis 250 mg, dua kali sehari. Lama pemberian yaitu berkisar antara 2 sampai 7 hari. (suryani, 2009) Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama 1990-2010 mengenai resistensi antibiotik, resistensi terjadi hampir pada semua bakteri-bakteri patogen penting. Hal tersebut merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Dampak lainnya dari pemakaian antibiotik secara irasional dapat berakibat meningkatkan toksisitas, dan efek samping antibiotik tersebut, serta biaya rumah sakit yang meningkat. Sehingga diperlukan penggunaan antibiotik berdasarkan diagnosis oleh tenaga medis professional, monitoring dan regulasi penggunaan antibiotik untuk meningkatkan penggunaan antibiotik secara rasional.(Neal, 2006 ) Infeksi luka operasi (Surgical Site Infection/SSI) merupakan hasil kontaminasi bakteri yang masuk saat operasi berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis diberikan pada 14 pasien dengan antibiotik terbanyak yaitu seftriakson (7,35%), antibiotik selama operasi diberikan pada 16 pasien dengan antibiotik terbanyak yaitu kombinasi seftriakson dan metronidazol (8,82%), antibiotik post operasi diberikan kepada semua pasien baik intravena maupun per oral, antibiotik post operasi secara intravena terbanyak yaitu seftriakson (30,88%), sedangkan secara per oral terbanyak dari golongan kuinolon (33,33%) dan jenis antibiotik terbanyak adalah sefadroksil (25%). Kejadian infeksi luka operasi terjadi pada 2 pasien (2,94%) pada bedah terkontaminasi, dan keduanya tidak menggunakan antibiotik profilaksis.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

3  

 

Rumah sakit umum pusat fatmawati merupakan instansi pemerintah yang dibentuk untuk Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa Mengutamakan atau mencari keuntungan dan meningkatnya kompetisi dibidang pelayanan Kesehatan, menuntut agar rumah sakit dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan mutu Pelayanan dengan menggunakan sumber daya secara lebih efisien. (RSUP Fatmawati, 2011) Hasil uji pendahuluan di RSUP Fatmawati pada kasus appendicitis pada tahun 2011 menunjukkan bahwa untuk pasien appendik jumlah total yang didapat yaitu 647 populasi diantaranya laki-laki berjumlah 175 pasien dan perempuan berjumlah 472 pasien. Dari jumlah total kasus appendik, pasien yang mendapatkan tindakan atau operasi pada tahun 2011 adalah 165 pasien. (RSUP Fatmawati, 2011) Penggunaan antibiotika dapat dianalisis secara kuantitaf dengan Difened Daily Dose (DDD) yang menunjukkan dosis terapetik rata-rata pasien dewasa untuk satu indikasi standar, dan secara kualitatif dengan metode Gyssens yang dikembangkan oleh kunin et al (1973). Evaluasi peresepan antimikroba tersebut meliputi ; ketepatan peresepan, obat alternative lebih efektif, alternative kurang toksik, alternative lebih murah dan dengan spectrum yang lebih sempit. Durasi pengobatan dan dosis, termasuk interval, rute pemberian, dan waktu pemberian juga dimasukkan dalam ealuasi ini. (Gyssens, et al. 1996; Van der Meer & Gyssens, I.C,2001) Berdasarkan dari uraian di atas, penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada pasien appendectomy mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas penggunaan antibiotic pada pasien appendix di RSUP fatmawati. 1.2 Rumusan Masalah Kasus di bagian bedah pada pasien bedah appendik sangat banyak sehingga perlunya perhatian dalam penggunaan antibiotika yang tidak rasional meliputi antibiotik yang tidak sesuai dengan resep dokter, dosis yang tidak

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

4  

 

sesuai dengan penyakit yang diderita, dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bedah appendik di RSUP fatmawati pada tahun 2012? 1.3

Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bedah appendik di pada tahun 2012 RSUP fatmawati. 1.3.2 Tujuan khusus Kesesuaian dengan Antibiotika yang digunakan : 1 Jenis antibiotik yang digunakan 2 Indikasi penggunaan antibiotik 3 Waktu pemberianya 4 Dosis yang diberikan 5 Cara pemberian 6 Data demografi (jenis dan umur) 1.4

Manfaat Penelitian

a. Bagi Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK UIN SYAHID Memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika. b. Bagi RSUP Fatmawati Jakarta. 1. Memberikan informasi kepada RSUP Fatmawati tentang penggunaan antibiotika pada bedah appendik di RSUP Fatmawati pada tahun 2012. 2. Menjadi

masukan

bagi

Panitia

Farmasi

dan

Terapi

dalam

mengevaluasi penggunaan antibiotika di teratai RSUP Fatmawati. c. Bagi Peneliti Memenuhi salah satu persyaratan Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK UIN SYAHID dan memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

5  

 

peneliti, khususnya dalam menganalisis penggunaan antibiotika pada penyakit dalam di RSUP fatmawati Jakarta. 1.4.1 Ruang Lingkup penelitian Penelitian ini hanya membahas kualitas penggunaan antibiotic yang diberikan pada pasien bedah appendik di RSUP Fatmawati dengan mengambil data catatan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012 yang dilakukan pada bulan April-juni 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien bedah apendik yang dirawat inap di RSUP Fatmawati dengan besar sampel sesuai jumlah data rekam medik yang ada selama tahun 2012 yang menggunakan kategori Gyssens.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

6  

  BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Definisi Antibiotik Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai

kemampuan dalam

larutan

encer

untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif nontoksik

bagi

pejamunya

digunakan sebagai agen

kemoterapeutik dalam

pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tanaman. Istilah ini sebelumnya digunakan terbatas pada zat yang dihasikan oleh mikroorganisme, tetapi penggunaan istilah ini meluas meliputi senyawa sintetik dan semisintetik dengan aktivitas kimia yang mirip. (Dorland, 2010) Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relative tidak toksik untuk hospes. Namun, sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh. (Katzung, dkk, 208) Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik memiliki dua aktivitas yaitu bakteriostatik dan bakterisid. Bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan mikroba sedangkan bakterisid bersifat membunuh mikroba. (Katzung, dkk, 2008) Spektrum antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (misalnya streptomisin) dan berspektrum luas (misalnya tetrasiklin dan kloramfenikol). Batas kedua spektrum ini terkadang tidak jelas.

2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi dalam lim kelompok, yaitu (Brunton, 2008) 1) Agen yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotik yang

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1'(,0%'(,*="" 7   ?:!  ;3$*" .'*3" 1$)$%-'" &," +$+1%'*" ($4" &'*" +$%6(')" 5$%+$'1,4,0'(" +$+1%'*"  

($<,*33'" )$46'%*.'" )2+52*$*" 5$*0,*3" ($4=" termasuk+$*.$1'1)'*" dalam kelompok ini 1$%1'3'," adalah penisilin, sepalosporin, vankomisin, basitrasin.

@2*02<*.'"524,+,)(,*=" 2) Agen yang bekerja di membran

sel dan merusak permeabilitas membran

sehingga menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting sel.

A:! ;3$*" .'*3" +$*3<'+1'0" (,*0$('" 5%20$,*" ($4" +,)%21'=" @2*02<*.'" Contohnya polimiksin.

3) Agen yang menghambat sintesa protein sel mikroba. Contohnya tetrasiklin, 0$0%'(,)4,*/"$%,0%2+,(,*/")4,*&'+,(,*/")42%'+B$*,)24"&'*"'+,*234,)2(,&'=" eritromisin, klindamisin, kloramfenikol dan aminoglikosida.

C:! 4);3$*" .'*3" ($5$%0," %,B'+5,(,*" Agen yang+$*3<'+1'0" menghambat (,*($(,(" sinsesis '('+" asam *6)4$'0/" nukleat, seperti rifampisin dan &'*" golongan kuinolon.

3242*3'*")6,*242*="

5) Agen yang menghambat metabolism sel mikroba, yaitu trimetoprim dan sulfonamid.

D:! ;3$*" .'*3" +$*3<'+1'0" +$0'124,(+" ($4" +,)%21'/" .',06" 0%,+$025%,+" &'*" (64B2*'+,&="

" Gambar 1. Mekanise kerja antibiotik 9F" 4(,2(.$#""E$)'*,(+$")$%-'"'*0,1,20,)

" "

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

8  

 

2.1.3 Penggunaan Antibiotik Antibiotik

dapat

diberikan

sebagai

profilaksis

ataupun

terapetik.

Antibiotik profilaksis adalah penggunaan antibiotik yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi, yang diberikan dalam keadaan tidak atau belum terdapat gejala infeksi pada pasien yang berisiko tinggi mengalami infeksi bakterial. Misalnya, profilaksis untuk bedah, hanya dibenarkan untuk kasus dengan risiko infeksi pascabedah yang tinggi yaitu yang tergolong clean contaminated dan contaminated Timing pemberian antibiotik profilaksis untuk bedah lebih optimal pada 30 menit sebelum dilakukan insisi, misalnya saat induksi anestesi. (Farida, 2005; Gyssens,1996) Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent) (Permenkes,2011) 1.

Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada

indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval

dan lama pemberian yang tepat. 2.

Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.

3.

Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).

4.

Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

5.

Pemilihanjenisantibiotikharusberdasarpada: a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik. b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

9  

 

c. Profilfarmakokinetikdanfarmakodinamikantibiotik. d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. 6.

Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut: a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik secara bijak. b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi. c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi. d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team work). e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara bijak yang bersifat multi disiplin. f. Memantau

penggunaan

antibiotik

secara

intensif

dan

berkesinambungan. g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat.

2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis Antibiotik diberikan sebelum operasi atau segera saat operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda nyata adanya infeksi. Diharapkan saat operasi jaringan target sudah mengandung kadar antibiotik tertentu yang efektif untuk menghambat pertumbuhan kuman atau membunuh kuman (Saifudin, 2008). Di Amerika sekitar 30-50% antibiotik diberikan untuk tujuan profilaksis. Antibiotik profilaksis dibedakan menjadi antibiotik profilaksis bedah dan non

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

10  

 

bedah. Antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi daerah operasi. Seringkali pemberian profilaksis ini tidak perlu. Uji klinik membuktikan bahwa pemberian antibiotik profilaksis sangat bermanfaat untuk beberapa indikasi tertentu, sedangkan untuk indikasi lain sama sekali tidak bermanfaat atau kontroversial. Bila profilaksis dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan infeksi oleh segala macam mikroba yang ada di sekitar pasien, maka profilaksis ini biasanya gagal.

2.1.3.2 Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokas operasi (ILO) dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis pada operasi harus : •

Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi



Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperative



Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)



Tidak menimbulkan efek yang merugikan



Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan rumah sakit.

Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan–keadaan berikut (Anonim, 2008): a. Untuk melindungi seseorang yang terkena kuman tertentu. b. Mencegah endokarditas pada pasien yang mengalami kelainan katub jantung atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan resiko bakteremia, misalnya ekstrasi gigi, pembedahan dan lain–lain.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

11  

 

c. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca bedah. Antibiotik profilaksis digunakan untuk membantu mencegah infeksi. Jika seorang ibu dicurigai atau didiagnosis menderita suatu infeksi, pengobatan dengan antibiotik merupakan jalan yang tepat. Pemberian antibiotik profilaksis 30 menit sebelum memulai suatu tindakan, jika memungkinkan, akan membuat kadar antibiotik dalam darah yang cukup pada saat dilakukan tindakan. Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai profilaksis pada operasi: (Munckhof W. 2005) •

Sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin)



Gentamicin atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)



Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)



Flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal)



Vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)

Tabel 1. Rekomendasi penggunaan antibiotik profilaksis

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

!3345(6 !"#   $%&'(# $%&'('&)# *+# $,&'-'*&'%./# 01'%1# 2$)# -3# %*,.'43534# +*5# 12   $,&'-'*&'%# 65*61)7$8'.#)'*+'(,-.*,#/0#1%",#+*'2%33%("#(4#5#6788'(&9:#5#6*3&("#7",#;#<%883=>?@#  

<0.5(#"7.=$A"(

<0.5(,/'$=$A"( 6#."0/B"'(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

3(

3(

)(

3(

3(

)(

)(

*(

*(

*(

)(

)(

)(

3( 3(

)( )(

)( *(

3( 3(

3( )(

)( )(

3( )(

3( )(

)( )(

3( )(

3( )(

3( )(

*( )(

)( )(

)( )(

3( )(

3( 3( 3( )(

)( )( )( )(

*( *( )( )(

3( 3( 3( )(

)( )( )( )(

)( )( )( )(

3( 3( 3( )(

)( )( )( )(

)( )( )( )(

)( )( )( )(

)( 3( 3( 3(

3( 3( 3( 3(

*( 3( 3( 3(

)( )( )( )(

)( )( )( 3(

)( 3( 3( 3(

!9(),#-343+5!43??3*3(.!

!"#$%&1!.%34.-5343,!

!/)-$I.(($!*$#$--&$(3,!

)(

!H,.+4)5);$,!$.-+@3;),$!

!>",*&.-3*&3$!*)(3!!!!!!!!!!! $;4!)#&.-!>"
)(

!>,*&.-3*&3$!*)(3!

3(

!6$.5)%&3(+,!3;?(+.;A$.!

3(

!<$*#.-)34.,!?-$@3(3,!

)(

!9(),#-343+5!%.-?-3;@.;,!

3(

!"#-.%#)*)**+,!%;.+5);3$.!!

3(

!>;#.-)*)**+,!?$.*3+5!

)(

!6$.5)('#3*!,#-.%#)*)**3!! !7"#-.%1!0898:!$;4!"#-.%!<=! !>;#.-)*)**+,!?$.*$(3,!

)(

!"#$%&1!$+-.+,!/2"0!

)(

!"#$%&'()*)**+,!$+-.+,!/""0!

!B(.C,3.(($!,%.*3.,!7$;4!)#&.-!!!!!! D*)(3?)-5,E=!



!"#$%$&&$#'( !"#$%&'"#()(&&(#* +,'()(&&(#-* +,./()(&&(#* 0.12,./()&23* 4&5)&./2)(&&(#* +",-.&/',/0$#'( 0"6728(#"* 0"657./(,"* 0"697(2/.#"* 0"692$(8(,"*

1.%0/&$2"'34$#%/'.5$2"'( :7%9;7.,%)(#* 0&27(9;7.,%)(#* 0&(#82,%)(#*

3( 3( 3(

*( *( *(

)( )( *(

3( 3( 3(

)( )( )(

)( )( )(

3( 3( )(

)( )( 3(

)( )( )(

)( )( 3(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

3(

3(

*(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

3(

3(

*(

3(

)*

*(

*(

)(

)(

*(

*(

)(

)(

)(

)(

*(

3(

3(

)(

)(

)(

3( 3(

)( )(

)( )(

)( )(

)( )(

)( )(

)( 3(

)( )(

)( )(

)( )(

3( 3(

3( 3(

3( 3(

)( )(

3( 3(

3( 3(

3( 3( )(

3( 3( )(

3( 3( )(

3( 3( )(

3( 3( )(

3( 3( )(

3( 3( )(

)( )( )(

)( )( 3(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)( )( )(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

3(

3(

3(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

3(

3(

*(

*(

*(

*(

3(

)(

)(

)(

3(

)(

)(

)(

)(

3(

65$#/7&8%/'$2"'( <"#92,()(#*

9$.5$#/,80$5$2$#"'( =7(,"9;.'7(,* :;$#/&/#"'( 0('7.6&./2)(#** >"3.6&./2)(#* <&8%/,",=$2"'( ?2#).,%)(#*@?* ="().'&2#(#** ?2#).,%)(#*AB* >$=0/$5$2.?/&"'( C"97.#(82$.&"* @"=0.%8%&$#"'( D./%)%)&(#"*

3((#*3(97.*2)9(3(9%*E("*5F52&&%*F"#F(9(3"G* keterangan : )((#2''7.'7(29"*9;"72'%*)-*5F52&&%*7"F(F92#9* H*

327(2I&"*F"#F(9(3(9%

V = aktivitas in vitro (yaitu biasanya sensitif) !"

- = Pantas terapi atau biasanya tahan ? = variabel sensitivitas

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

13  

 

Keuntungan antibiotik profilaksis yang tepat dapat menurunkan infeksi luka operasi dan morbiditas, menurunkan biaya perawatan kesehatan dan mengurangi lama tinggal di rumah sakit. Selain itu kejadian infeksi luka operasi juga memiliki faktor risiko lain, antara lain jenis operasi (bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi), adanya komorditas yang dilihat dari skor ASA dan lama operasi dapat diperhitungkan sebagai indeks

risiko. Indeks risiko

bertambah bila skor ASA >2. Lama operasi dihitung denga menggunakan T-time yang ditentukan oleh NNIS (National Nosocomial Infection Surveilance). Apabila lama operasi melebihi persentil 75 maka indeks risiko akan bertambah. Penggunaan antibiotik profilaksis berkaitan dengan hal tersebut. (Direktorat jendral,20012; Pear, 2007) 2.1.3.3 Antibiotika Terapetik Antibiotik

terapetik

adanya manifestasi

adalah

infeksi,

penggunaan

antibiotik pada keadaan

dibedakan menjadi terapi empiric dan defin-

itive/terdokumentasi. Terapi empirik diberikan bila laboratorium penunjang mendukung adanya

bukti

klinis dan

infeksi, tetapi tidak/ belum

ada bukti pemeriksaan yang memastikan adanya agen penyebab infeksi. Terapi empirik seharusnya tidak terdokumentasi yaitu

lebih

pemberian

dari

72

antibiotik

jam. Terapi

definitif/

yang didasarkan pada hasil

kultur dan uji kepekaan yang terbukti infeksi bakterial. Penggunaan antibiotik secara tepat erat kaitannya dengan penggunaan penggunaan

antibiotik berspektrum sempit dengan indikasi yang tepat,

dosis yang adekuat, serta tidak lebih lama dari yang dibut- uhkan. Terapi inisial

dapat menggunakan antibiotik spectrum luas

segera disesuaikan setelah

dan sebaiknya

hasil laboratorium mikrobiologi keluar. Proses

ini disebut streamlining. Hal ini tidak hanya mengubah dari spektrum luas ke spektrum yang lebih sempit, tetapi juga

dari terapi kombinasi ke terapi

tunggal, serta dari antibiotik jenis baru ke jenis ini

lebih

dengan

menguntungkan dalam hal obat

pencegahan

 

jenis lama terjadinya

yang lebih

lama. Strategi

biaya, dapat menambah pengalaman

terhadap

jenis

infeksi yang

resistensi. Indikasi yang

 

sama serta

tepat diawali dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

14  

 

diagnosis

infeksi

yang

tepat.

Antibiotik

tidak

diresepkan

pada

kasus infeksi virus atau self limited disease. (Dertarani, 2009) Antibiotik yang ideal untuk terapi dan profilaksis sebaiknya : (gyssens, 1996 & 2011) 1) Memiliki aktivitas tinggi terhadap mikroorganisme penyebab 2) Mencapai konsentrasi yang efektif pada daerah infeksi 3) Memiliki waktu paruh yang panjang 4) Memiliki tingkat toksisitas rendah 5) Tidak menyebabkan alergi 6) Tidak berinteraksi dengan obat lain 7) Tidak menyebabkan resistensi mikroorganisme di pasien dan lingkungan 8) Dapat diadministrasikan sesuai rute yang dibutuhkan 9) Tidak mahal

2.4

Penggolongan Antibiotika (Permenkes, 2011) Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin. 2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. 3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim dan sulfonamid. 4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

15  

 

nitrofurantoin. Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja: (Permenkes, 2011) a. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri 1.

AntibiotikBeta-Laktam Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif. Antibiotik beta- laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.

2.

Basitrasin Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Grampositif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik.

3.

Vankomisin Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria resisten

terhadap

vankomisin.

Vankomisin

diberikan

secara

intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

16  

 

dosis tinggi. b. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,

kloramfenikol,

makrolida

(eritromisin,

azitromisin,

klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. c. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat SulfonamiddanTrimetoprim Sulfonamid bersifat bakteriostatik. Trimetoprim

dalam

kombinasi

dengan

sulfametoksazol,

mampu

menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S. aureus, Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H . influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram- negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii. d. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat a. Kuinolon 1) Asam nalidiksat Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae. 2) Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin,

ofloksasin,

moksifloksasin,

pefloksasin,

levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli, Salmonella,

Haemophilus,

Moraxella

catarrhalis

serta

Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa. b. Nitrofuran Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

17  

 

2.5 Bedah 2.5.1 Definisi Yang dimaksud dengan pembedahan adalah semua tindak yang menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditanggapi. pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak

perbaikan

yang

diakhiri

dengan

penutupan

dan

penjahitan

luka.(Sjamsuhidajat,1997) 2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi Asepsi adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman. Keadaan asepeis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah. Asepsis adalah cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman pathogen. Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh kuman pathogen. (Sjamsuhidajat,1997) 2.5.3 Kuman Penyebab a. Infeksi Bakteri pathogenesis infeksi bakteri mencakup inisiasi dari proses infeksi dan mekanisme yang menyebabkan pemunculan tanda-tanda dan simtom penyakit. perlekatan pada sel inang, toksigenitas, dan kemampuan untuk menghindari system imun inang. Banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara umum merupakan pathogen bersifat tidak tampak atau asimtomatik.penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi imnologik terhadap keberadaan menyebabkan cukup kerusakan terhadap seseorang. (Jawetz dkk, 1996) b. Jenis-Jenis Kuman penyebab infeksi bakteri Untuk mempermudah dalam pemilihan antibiotika, mungkin ada baiknya mengenal kembali jenis-jenis infeksi atau jenis-jenis kuman penyebab infeksi secara global. Kuman-kuman penyebab infesi secara umum dapat dikategorikan secara besar sebagai berikut. (Santoso dkk, 2003) • Kuman gram positif, dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan kuman anaerob.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

18  

 

a. kuman gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken (streptokokus, stafilokokus), dan lain-lain. Antibiotika pilihan utama adalah penisilin spectrum sempit (asalkan tidak ada resistensi karena produksi enzim penisilinase) b. kuman Gram positif anaerob: meliputi klostridia, misalnya C. tetani, C. botulinum, C. gas gangrene dan spectrum sempit tetap merupakan obat pilihan utama, juga metronizol. • Kuman Gram negative, terbagi menjadi kuman yang bersifat aerob dan anaerob. a. gram negative aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitides atau

pnemokokus),

kuman-kuman

enteric

(E.coli,

klebsiela

dan

enterobakter), salmonella, shigella, vibrio, pseudomonas, haemofilus dan lain-lain. Pilihan antibiotika dapat berupa penisilin spectrum luas, tetrasiklin, kloramfenikol, sefalosporin dan lain-lain. b. Gram negative anaerob: termasuk disini yang penting adalah golongan Bacteroides dan Fusobacterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa sefalosporin, metronidazole, kombinasi amoksilin dengan asam klavulana. 2.5 4 Infeksi (Sjamsuhidajat,1997) Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosocomial. secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nonokomial. Infeksi nosocomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endigen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memag sudah ada didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita sebut

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

19  

 

dengan self infection atau auto mikroorganisme yan berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Tanda-Tanda Infeksi yaitu: 1. Panas daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/fenomena panas local karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dari hyperemia local tidak menimbulkan perubahan. 2. Rasa sakit Dapat ditimbulkan oleh perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang mengakibatkan peningkatan tekanan local dan menimbulkan rasa sakit. 3. Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian

lebih banyak darah yang

mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti. 4. Pembengkakan pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan intertisial. Campuran cairan dan sel tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. 5. erubahan fungsi Adanya perubahan fungsi secara superfisial bagian yang bengkak dan sakit disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsi secara normal.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

20  

 

Sumber infeksi bedah umumnya berasal dari: 1. Udara Udara merupakan sumber kuman, karena yang halus di udara mengandung sejumlah mikro yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan kulit, maupun alat lain di ruang pemedahan. Untuk tetap dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi lingkungan tertentu seperti suhu, kelembaban, ada atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi tertentu dan udara. Umumnya bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak cepat pada suhu antara 200 sampai 370 C. Suasana yang lembab merupakan kondisi yang baik buat pertumbuhan dan reproduksi bakteri tetapi bakteri tertentu dapat tumbuh pada nanah yang mongering, ludah atau darah setelah waktu lam. Bakteri anaerob umumnya berasal dari usus dan dapat hidup tanpa oksigen, tetapi bakteri aerob memerlukan oksigen, dan bakteri yang disebut fakultatif aerob-anaerob dalam keadaan tanpa atau ada oksigen. 2. Alat Pembedahan Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat lain melalui perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa hewan misalnya serangga, manusia, atau benda yang terkontaminasi seperti alat atau instrument bedah. jadi dalam hal ini, alat beda, personil, dan dokter pembedah merupakan pembawa yang pontesial untuk memindahkan bakteri. 3. Kulit Penderita Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia flora komensal misalnya Staphylococcus epidermis yang pada keadaan normal terdapat di kulit dan tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora transien yang dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran, misalnya S aureus

yang bersifat pathogen dan dapat menyebabkan infeksi yang

mengancam hidup bila masuk lewat luka opersai. kulit penderita merupakan salah satu sumber bakteri, terutama karena penderita dibawa masuk ke tempat pembedahan dari luar kandanf tanpa persiapan terlebih dahulu. 4. Usus

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

21  

 

Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteri yang dapat muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung yaitu, melalui lubang anus atau melalui pembedahan pada usus. Bakteri yang berada didalam usus dalam keadaan fisiologik umumnya adalah bakteri komensal, tetapi dapat menjadi pathogen melalui luka pembedahan. 5. Darah Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau bakteri pathogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita tanpa disterilkan terlebih dahulu. 2.6 Apendisitis Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk, 2001). Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memotong jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.(Smeltzer, Suzanne C, 2001). 2.6.1

Anatomi (Anonim, 2009) Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum

(bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

22  

 

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic. Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus. Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior. (Hamani, 1997) 2.6.2

Fisiologi (Anonim, 2009 & Hamani, 1997) Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga

berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis. Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. 2.6.3

Patofisiologi (Anonim, 2009) Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada

appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

23  

 

Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut 2.6.4

Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (Anonim, 2009 & Hamani, 1997): 1. Nyeri abdominal. Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

24  

 

perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7°-38,3° C. Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi 2.7

Pedoman Terapi Antibiotika Dengan makin banyaknya jenis antibiotika baru yang diperkenalkan, maka

para klinisi menghadapi kesulitan dalam mempertimbangkan peran dari suatu antibakteri baru dibandingkan jenis lainnya yang sudah ada. Di dalam memilih antibakteri yang rasional perlu memperhatikan 3 faktor, yaitu faktor pasien atau aspek klinis (yang meliputi, tingkat keparahan penyakit, usia pasien, gangguan fungsi organ, kondisi kehamilan dan laktasi), faktor mikroba atau aspek mikrobiologis (yang meliputi, kepekaan atau sensitivitas bakteri, relevansi hasil pemeriksaan laboratorium dan mencegah berkembangnya resistensi mikroba) dan faktor antibiotika itu sendiri atau aspek farmakologis, (yang meliputi farmakodinamik, farmakokinetik dan efek samping obat). (Permenkes, 2011) 2.8

Evaluasi Penggunaan Antibiotik Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan bertujuan untuk:

1.

Mengetahui jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit

2.

Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit

3.

Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di rumah sakit secara sistematik dan terstandar.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

25  

 

4.

Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kuantitatif

maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan penghitungan DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed days), untuk mengevaluasi jenis dan jumlah antibiotik yang digunakan. Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan metode Gyssen, untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik. (Permenkes, 2011)

2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik Pengkajian kualitas antibiotik dapat dilakukan dengan pendekatan retrospektif dengan melihat catatan medik. Penilaian penggunaan antibiotik yang rasional atau tidak rasional berdasarkan indikasi, dosis, lama pemberian, pilihan jenis, dan lain-lain. ( Gyssens, 1997; Meer, 2011) Antibiotik yang diberikan dapat dibedakan menjadi tipe terapi. Peresepan untuk profilaksis atau ADP (Antimicrobial Drug Prophylaxis) adalah pemberian antibiotik 1 /2 - 1 jam sebelum tindakan bedah tanpa adanya gejala infeksi. Pemberian antibiotik tipe terapi dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, ADE (Antimicrobial Drug Empiric Therapy) yaitu terapi empirik yang digunakan pada 72 jam pertama perawatan dan belum diketahui hasil kulturnya. Kedua, ADD (Antimicrobial Drug defenitive) yaitu terapi empirik luas tanpa diagnosis definitif yang merupakan kelanjutan dari ADE. (Hadi, 2008) Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medik pasien dan kondisi klinis pasien. Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan dalam melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotik: 1. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotik yang diberikan. 2. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur pada Lampiran 1. 3. Hasil penilaian dikategorikan sebagai berikut: (Gyssen IC, 2005):

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

26  

 

Kategori 0

=

penggunaan antibiotik tepat/bijak

Kategori I

=

penggunaan antibiotik tidak tepat waktu

Kategori IIA

=

penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

Kategori IIB

=

penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian

Kategori IIC

=

penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian

Kategori IIIA

=

penggunaan antibiotik terlalu lama

Kategori IIIB

=

penggunaan antibiotik terlalu singkat

Kategori IVA

=

ada antibiotik lain yang lebih efektif

Kategori IVB

=

ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman

Kategori IVC

=

ada antibiotik lain yang lebih murah

Kategori IV sempit

=

ada antibiotik lain yang spectrum antibakterinya lebih

Kategori V

=

tidak ada indikasi penggunaan antibiotik

Kategori VI

=

data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi

Alur

Penilaian

Kualitas

Penggunaan

Antibiotik

menggunakan

Gyssen

Classification dilihat sebagai berikut.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

27  

 

!"# #

./012#

&131# 4567819#

tidak

)(# :295;0/816#

tidak

):1#)(#0126## 05<2=#5>5832>#

ya

):1#)(#0126# 8/;167#3?8@28#

ya

):1#)(#0126# 05<2=#A/;1=#

ya

$%#

*+,-#

$#

*+,-#

ya

ya

tidak

%$)#

%$(#

tidak %$'#

tidak ):1#)(#0126#@9583;/A# 05<2=#@5A923#

ya

%$&#

tidak -5A<5;216# 35;010/#01A1#

tidak

tidak

-5A<5;216# 35;010/#@267813#

&?@2@#35913#

%%)#

ya

ya

ya

tidak

%635;B10#35913##

tidak

C/35#35913#

tidak

%%(#

ya %%%)#

%%%(# %%'#

ya !"#"$%#35913#

tidak

%#

ya +2:18#35;7?0?67#%D$%#

"#

Gambar 2. Alur penilaian kualitas penggunaan antibiotik (dikutip dari Quality of

antimicrobial drug prescription in hospital )28 # #  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

28  

 

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kualitas Antibiotika berdasarkan: • • • • • • •

indikasi dosis lama pemberian pilihan jenis AB rute jenis kelamin umur

Infeksi

3.2 Defenisi Operasional No

Variabel

Defenisi Operasional

Pengamatan Skala

1

Antibiotik

Antibiotik yang diberikan pada pasien bedah Infeksi apendik untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien apendik tersebut.

2

Indikasi

Ordinal

Tidak terinfeksi

yaitu penggunaan antibiotik yang diberikan Apendisitis

Ordinal

sesuai dengan indikasi yang diderita. 3

Dosis

yaitu dosis yang diberikan pada pasien Tepat bedah apendik sesuai dengan pemakaian antibiotika

4

Tidak tepat

Lama

yaitu lama pemakaian antibiotika yang Tepat

pemberian

diberikan

antibotika

sesuaian dengan literatur yang menyatakan

oleh

dokter

kepada

pasien

Ordinal

Ordinal

Tidak tepat

lamanya pemakaian antibiotika

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

29  

 

5

6

Jenis

yaitu jenis antibiotika yang digunakan harus Tepat

antibiotika

sesuaian dengan indikasi yang diderita

Rute

adalah rute penggunaan antibiotika yang Tepat diberikan melalui iv atau oral.

7

8

Tidak tepat Ordinal

Tidak tepat

Jenis

Identitas untuk membedakan antara laki-laki Laki-laki

kelamin

dan perempuan

Usia

Merupakan umur seseorang yang dilihat dari Anak-anak

Ordinal

Perempuan

rekam medik pasien bedah apendik, yang dilihat dari tanda lahir sampai dirawat

Ordinal

Dewasa Lanjut usia

(WHO,1999)

 

Ordinal

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

30  

 

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1

Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta. 4.1.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2013 dengan pengamatan retrospektif yaitu pada pasien bedah apendik yang dirawat di RSUP Fatmawati selama tahun 2012. 4.2

Desain penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional.

4.3

Populasi Dan sample

4.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien bedah apendik yang tercatat di RSUP Fatmawati tahun 2012 sekitar 218. 4.3.2 Sample Sampel pada penelitian ini adalah semua unit yang memenuhi kriteria inklusi. 4.4

kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.4.1 Kriteria inklusi : 1. Data rekam medik tahun 2012 pasien di RSUP Fatmawati 2. Data rekam medik tahun 2012 pasien Apendik yang diberikan tindakan/operasi 3. Rekam medik tahun 2012 yang jelas terbaca dan lengkap 4. Data rekam medik tahun 2012 yang di berikan antibiotik profilaksis untuk bedah apendik

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

31  

 

4.4.2 Kriteria eklusi : 1.

Data rekam medik penggunaan antibiotik yang tidak lengkap

2.

Pasien pulang paksa sebelum program pemberian antibiotik pasien tersebut selesai

4.5

Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan didapat dari : 1. Rekam medik pasien bedah apendik 2. Catatan penggunaan antibiotika

4.6

Cara kerja Penggunaan antibiotika secara kualitas dengan kriteria Gyssens 1. Peneliti mengambil data dari rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi tahun 2012. Data yang diambil meliputi : a. Nama antibiotika b. Indikasi c. Dosis d. Frekuensi e. Interval pemberian f. Cara pemberian g. Data demografi (umur, jenis kelamin) 2. Pengumpulan data-data dari catatan medic tersebut akan dicatat pada lembaran formulir atau lembar pengumpulan data. 3. Analisa kualitas penggunaan antibiotika dengan metode Gyssens meliputi kategori 0, I, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB, IVA, IVB, IVC, IVD, V, VI 4. Analisa data untuk melihat kualitas penggunaan antibiotik di bangsal bedah pada tahun 2012

4.7

Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskiptif untuk melihat sebaran data yang

ada antara lain:  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

32  

 

1. Karakteristik pasien bedah apendik (jenis kelamin, usia) 2. jenis dan jumlah penggunaan antibiotika 3. kualitas penggunaan antibiotika pada pasien bedah apendik di RSUP Fatmawati tahun 2012

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

33  

 

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1

Hasil Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan mulai dari bulan April sampai dengan Juni 2013 didapatkan 567 rekam medik periode tahun 2012, pasien yang menderita apendik terdapat 264 rekam medik pasien yang di lakukan tindakkan operasi apendik, dari 264 rekam medic terdapat 218 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan 218 rekam medik tersebut, didapat distribusi jenis kelamin dan umur yang tersaji pada tabel 1 dan 2. 5.2

Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012

5.2.1 Jenis Kelamin Tabel 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Fatmawati Ruangan

Jenis kelamin

Total

G. prof.

Teratai

VIP

Soelarto

n

%

n

%

n

%

n

%

Laki-laki

67

30.73

21

9.63

4

1.83

92

42.20

Perempuan

93

42.66

32

14.67

1

0.45

126

57.80

Total

160

73.39

53

24.31

5

2.29

218

100

Berdasarkan tabel diatas persentasi yang paling banyak menggunakan antibiotik berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati antara lain 57.80% berjenis kelamin perempuan.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

34  

 

5.2.2 Usia Tabel 2. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia Usia

n

%

Anak-anak

68

31.20

Dewasa

139

63.76

Lanjut Usia

11

5.04

Total

218

100

Anak-anak : <18 tahun, dewasa: >18-60 tahun, lanjut usia >60 tahun.(WHO) Berdasarkan dari tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan antibiotik berdasarkan usia di RSUP Fatmawati yaitu

pada dewasa

63.76%.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

35  

 

5.3

Distribusi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012

5.3.1 Jenis Antibiotika Tabel 3. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik

Jenis Antibiotika

n

%

Ceftriaxone

204

61.44

Metronidazole

64

19.27

Cefixime

20

6.02

Cefotaxime

17

5.12

Cifrofloxacine

13

3.91

Gentamicin

5

1.50

Amoxicillin

4

1.20

Levofloxacin

2

0.60

Ceftazidine

1

0.30

Cefadroxil

1

0.30

Fosmycin

1

0.30

Total

332

100

Berdasarkan tabel di atas jenis antibiotik yang paling banyak mulai dari urutan yang tertinggi yaitu jenis antibiotik ceftriaxone dengan persentase 61.44%.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

36  

 

5.3.2 Rute Pemberian Tabel 4. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan rute pemberian Rute pemberian Total Jenis Antibiotik

IV

PO

n

%

n

%

n

%

Ceftriaxone

204

100

0

00

204

100

Cefixime

12

60

8

40

20

100

Cefotaxime

17

100

0

00

17

100

Ceftazidine

1

100

0

00

1

100

Cifrofloxacine

6

46.15

7

53.84

13

100

Cefadroxil

0

00

1

100

1

100

Gentamicin

5

100

0

00

5

100

Fosmycin

1

100

0

00

1

100

Levofloxacin

1

50

1

50

2

100

Metronidazole

61

95.31

3

4.68

64

100

Amoxicillin

1

25

3

75

4

100

Total

309

93.07

23

6.92

332

100

Dari hasil tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan antibiotik

berdasarkan rute pemberian di RSUP Fatmawati adalah IV

(93.07%).

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

37  

 

5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis Tabel 5. Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Apendik tahun 2012 Waktu

n

%

Tidak diberikan

20

9.17

30 menit

150

68.80

1 jam

42

19.26

Total

218

100

Dari hasil diatas Antibiotik Profilaksis yang di berikan sebanyak 68.80% yaitu pemberian antibiotik profilaksis selama 30 menit.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

38  

 

5.4

Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012

5.4.1 Jenis Terapi Tabel 6. Kualitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi Jenis terapi

n

%

ADE (Antimicrobial Drug Empiric)

190

87.15

ADD(Antimicrobial Drug Defenitife)

28

12.84

218

100

Total

Berdasakan pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis terapi yang digunakan, 87.15 % adalah terapi antibiotik dengan indikasi yang belum diketahui jenis infeksinya.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

39  

 

5.4.2 Kategori Gyssens Tabel 7. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens Kategori VI IVC D IVA IIA 0

Kriteria Gyssens

n

%

1

0.30

Ada antibiotik yang lebih murah

7

2.10

Ada antibiotik lain yang lebih efektif

3

0.90

Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

47

14.15

Penggunaan antibiotik tepat/bijak

274

82.53

Total

332

100

Data penggunaan antibiotika tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi

Dari hasil analisa data hanya terdapat beberapa kategori gyssens yang dapat di analisis yaitu kategori VI, IVC, IVA, IIA, 0, dari pemilihan data tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori V, IVD, IVB, IIIB, IIIA, IIC, IIB, I tidak di temukan data sesuai dengan kategori tersebut. Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan hasil bahwa penggunaan antibiotik yang paling banyak menunjukkan hasil termasuk dalam kategori 0 atau penggunaan antibiotik rasional sebesar 82.53%.

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

40  

 

5.5 Pembahasan 5.5.1 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian adalah data yang diambil dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data rekam medik pasien bedah apendik tahun 2012, sehingga kemungkinan peneliti kesulitan dalam menganalisa beberapa data yang diperlukan misalnya tidak ada hasil kultur bakteri. 5.5.2 Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Dan Rute Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012 Dari hasil penelitian yang didapat bahwa penggunaan antibiotik yang paling banyak berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati adalah laki-laki sebanyak 42.20%. Dan penggunaan antibiotik berdasarkan umur yang paling banyak adalah pada dewasa (>18-60 th) hasil penelitian yang didapat dikarenakan pola makan yang tidak sesuai sehingga menyebabkan banyak terdapat apendiktomi pada usia dewasa. Bedasarkan hasil penelitian jenis penggunaan antibiotik

dan rute

pemberian antibiotik yang didapatkan bahwa antibiotik ceftriaxone paling banyak digunakan dengan dan rute pemberian antibiotik melalui IV banyaknya hasil yang didapat karena berdasarkan formularium RSUP Fatmawat antibiotik ceftriaxone merupakan antibiotik yang paling aman di gunakan untuk tindakan pembedahan atau operasi, berdasarkan literature dari permenkes bahwa antibiotik ceftriaxone ialah antibiotik golongan sefalosporin generasi ke tiga dengan mekanisme kerja menghambat dinding sel bakteri dengan aktivitas lebih besar dari sefalosporin generasi kedua terhadap bakteri Gram-negatif tertentu. Namun, mereka kurang aktif dari cefuroxime terhadap bakteri Gram-positif, terutama Staphylococcus aureus. Spektrum antibakteri luas mereka dapat mendorong superinfeksi dengan bakteri resisten atau jamur. Kemampuan ceftriaxone untuk berpenetrasi keseluruh jaringan dijadikan pertimbangan dalam pemilihan antibiotika, sehingga dapat digunakan sebagai terapi penanganan infeksi berat termasuk infeksi pada bedah apendik. Untuk jenis antibioktik metronidazole dengan mekanisme kerja obat yang

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

41  

 

aktif terhadap protozoa menjadi pertimbangan yang paling mendasar, sehingga obat ini diindikasikan untuk infeksi intra abdomen anaerob (Katzung, 2007). Kombinasi dengan antibiotika golongan sefalosporin atau carbapenem diharapkan mencapai target terapi yang lebih luas dan efek kerja yang maksimal, karena mekanisme kerja obat ini melalui penghambatan sintesis DNA protozoa, sehingga menyebabkan kematian sel. Untuk antibiotik Ciprofloxacin dan levofloxacin adalah golongan kuinolon. Perbedaan antara levofloxacin dan ciprofloxacin adalah ciprofloxacin termasuk agen yang kuat terhadap gram negative, sedangkan levofloxacin mempunyai potensi dua kali lipat terhadap gram positif. Obat golongan fluorokuinolon diindikasikan untuk infeksi jaringan lunak, tulang dan persendian, infeksi intra-abdominal, infeksi saluran nafas dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang banyak resisten terhadap antibiotika, seperti Pseudomonas sp (Katzung, 2007). Antibiotik Fofosmicin Na termasuk golongan antibiotika baru dengan struktur kimia yang lebih sederhana dari antibiotika lainnya dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Mekanisme penghambatan melalui tahap paling awal dari sintesis dinding sel bakteri (Katzung, 2007). Obat ini aktif terhadap P. aeruginosa, Serratia marescen, S. aureus, E. coli dan bakteri patogen yang resisten multiobat. Antibiotika ini diindikasikan untuk pencegahan infeksi dari pembedahan abdomen. Penggunaan fosmicin sangat terbatas karena mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkan yaitu meningkatkan kerja enzim hati, sehingga obat ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penurunan fungsi hati. Pertimbangan lain adalah karena harga fosmisin relatif tinggi dan sekarang ini masih berpotensi tinggi terhadap berbagai jenis bakteri, sesuai dengan peta kuman yang ada di ruang perawatan ICU RSUP Fatmawati selama periode penelitian. Penggunaan antibiotik berdasarkan lamanya terapi antibiotik profilaksis terdapat pemberian antibiotik profilaksis selama 30 menit 1 jam. Dari hasil tersebut perlu kita ketahui bahwa prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsusng. Dan juga dalam pemilihan antibiotik profilaksis harus sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

42  

 

terbanyak pada kasus yang bersangkutan, spectrum sempit untuk mengurangi resiko resistensi bakteri, dan harga terjangkau. 5.5.3 Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 Penggunaan antibiotik di bedakan menjadi beberapa jenis terapi. Pada penelitian ini beberapa jenis terapi tersebut didapatkan ADE (Antimicrobial Drug Empiric) dimana hasil yang didapatkan adalah sebesar 87.15 %. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiric merupakan penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang digunakan pada 48-72 jam pertama perawatan dan belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiric ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga maenjadi penyebab infeksi sebelum memperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi (Permenkes 2011). Sedangkan terapi ADD (Antimicrobial Drug Defenitive) sebesar 12.84 %, penggunaan antibiotik untuk terapi defenitif merupakan penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah di ketahui jenis bakteri penyebabnya dan pola resistensinya dimana penggunaan antibiotik ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau laboratorium. Hasil analisis deskriptif terhadap jenis bakteri diperoleh jumlah terbanyak adalah Escherichia coli dapat dilihat pada lampiran 1. Tingginya jumlah bakteri ini, kemungkinan karena bakteri ini telah berkoloni dengan lingkungan di rumah sakit (seperti peralatan medis, udara dan air), sehingga dapat menyebabkan infeksi pada pasien rawat inap. Disamping itu berhubungan dengan jenis penyakit yang diderita pasien, yaitu tindakan Apendiktomi, karena bakteri ini umumnya ada pada pasien dengan tindakan operasi besar. Menurut Wilson & Estes, (2008), bakteri ini umumnya ada dalam penyakit seperti pasca pembedahan Apendiktomi. Bakteri ini sering diisolasi dari bagian-bagian non steril (mulut, sputum, pus, dan lain-lain) (Rosana, Riyanto & Setiawan, 2007). Penggunaan antibiotik secara kualitas dilakukan dengan menggunakan alur Gyssens dkk, yang terbagi dalam 0-VI kategori dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Berdasarkan hasil penelitian dari 13 kategori gyssens hanya

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

43  

 

ada beberapa kategori yang masuk dalam penilaian kualitas yaitu kategori VI, IVC, IVA, IIA, 0, dari pemilihan data tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori V, IVD, IVB, IIIB, IIIA, IIC, IIB, I tidak di temukan data sesuai dengan kategori tersebut. Dalam penelitian ini untuk kasus bedah appendik pada tahun 2012 di RSUP Fatmawati, dalam kategori 0 yaitu penggunaan antibiotik yang rasional atau penggunaan antibiotik yang tepat/bijak mendapatkan nilai persentase tertinggi dari kategori yang lain yang kemungkinan di pengaruhi oleh pengetahuan dokter. 5.5.4

Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Bedah Apendik Dalam upaya meningktkan Rasionalitas penggunaan antibiotik di RSUP

Fatmawati khususnya bedah apendik harus dapat mempertimbangkan pada pemilihan antibiotik yaitu yang pertama resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dimana kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkana daya kerja antibiotik, hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara di antaranya merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi, mengubah reseptor titik tangkap antibiotik, mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri dan antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transfort aktif ke luar sel. Yang kedua factor farmakokinetik dan farmakodiamik yang seharusnya pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Yang ketiga factor interaksi dan efek samping obat dimana pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain,obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan, Efek dari interaksi yang terjadi sangat beragam mulai dari ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan absorbsi hinggan meningkatkan efek toksik obat lainnya. (Permenkes 2011) Dalam penelitian ini data yang di ambil pada kasus bedah appendix yang di lakukan pada umumnya menggunakan antibiotik profilaksis. prinsip penggunaan antibiotik profilaksis bedah yaitu pemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

44  

 

infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi. Diharapkan pada saat opresi antibiotik di jaringan target operasi sudah mencapai kadar optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya dasar penggunaan antibiotik untuk tujuan profilaksis yaitu golongan sefalosporin generasi 1 dan 2, pada kasus tertentu yang dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat di tambahkan metronidazole. Namun pada kenyataanya di RSUP Fatamawati antibiotik profilaksis yang di gunakan termasuk dalam golongan sefalsporin generasi ke 3, karena antibiotik golongan sefalosporin generasi ke tiga dengan mekanisme kerja menghambat dinding sel bakteri dengan aktivitas lebih besar dari sefalosporin generasi kedua terhadap bakteri Gram-negatif tertentu. Spektrum antibakteri luas mereka dapat mendorong superinfeksi dengan bakteri resisten atau jamur. Kemampuan ceftriaxone untuk berpenetrasi keseluruh jaringan dijadikan pertimbangan dalam pemilihan antibiotika, sehingga dapat digunakan sebagai terapi penanganan infeksi berat termasuk infeksi pada bedah appendix. 5.5.5 Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik Pada penelitian ini menunjukkan bahwa untuk antibiotik ceftriaxone menunjukkan resistensi

100% hampir pada semua bakteri, untuk resistensi

sebesar 25% diunjukkan pada antibiotik Ciprofloxacin, untuk antibiotik Amoxicilin, Cefixime dan Levofloxacin menunjukkan persentase resistensi terendah (0%) Data-data tersebut dapat dilihat pada lampiran ke 3 pada halaman belakang. Kepekaan bakteri selama periode penelitian menunjukkan bahwa hampir semua bakteri yang ditemukan di RSUP Fatmawati khsusunya untuk kasus bedah appendix sudah mengalami resistensi yang cukup besar terhadap golongan sefalosporin. Hal ini dimungkinkan bakteri yang ada telah membawa resistensi terhadap antibiotika sebagai pertahanan hidup. Kemungkinan lain adalah pasienpasien yang masuk mendapatkan bakteri dari rumah sakit yang mempunyai tingkat resistensi lebih tinggi. Pada penelitian ini hasil persentase berdasarkan kultur bakteri yang terdapat tiga bagian yaitu tidak dilakukan test kultur sebesar 87.15%, sedangkan test kultur dengan hasil negatif(-) yaitu 3.66% dan test kultur

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

45  

 

dengan hasil positif(+) yaitu 9.17% dapat dilihat pada lampiran 5. Hal ini perlu di perhatikan dalam menentukan pemilihan antibiotik dengan melakukan test pola kuman terhadap pasien untuk mencapai pengobatan sesuai target yag diinginkan

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

46  

 

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1

Kesimpulan Berdasarkan penelitian hasil yang dapat disimpulkan adalah

1.

Jenis penggunaan antibiotik pada kasus bedah appendix di RSUP Fatmawati yang terbesar yaitu antibiotik Ceftriaxone (61.44%) dengan rute pemberian melalui IV (93.07%).

2.

Lamanya terapi antibiotik profilaksis pada pasien apendik tahun 2012 sebesar 70.18% atau antibiotik profilaksis yang diberikan 30 menit sebelum OP.

3.

Kualitas penggunaan antibiotik yang rasional pada kasus bedah didapatkan hasil sebesar 82.23%.

6.2

Saran

1.

Dalam penggunaan antibiotik untuk apendisitis di RSUP Fatmawati atau dalam pemilihan resep perlu didasari atas kajian berdasarkan kategori gyssens.

2.

Perlunya dilakukan penelitian di RSUP Fatmawati yang lebih dalam mengenai factor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik secara kualitas sehingga penggunaan antibiotik oleh para klinisi lebih rasional.

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

47  

 

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. 104 Antibiotic Prophylaxis In Surgery. A National Clinical Guideline. Scittish Intercollegiate Guidelines Network. Elliot House 8-10 Hillside Crescent, Edinburg. Anonim, Appendicitis, The Merck Manual Sec 3, htm. 2009 American Society for Microbiology. Report on The ASM Task Force on Antibiotic

Resistance.

(On

Line)

:

URL.

http/www.slackinc.

com/general/iche/stor1197/edit.htm Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxon I, Goodman Gilman’s Manual of pharmacologi and therapeutics. section VIII chemotherapy of Antimicrobial Disease. The McGraw-Hill Companies; 2008. page 707 Bibliography of Scientific Publication on Antimicrobial Resistence from SouthEast Asia Region 1990-2010 [internet]. 2011 [cited 2011 September 25] Available from http://www.searo.who.int/linkfiles/whd-11_bibilography.pdf. Directorate General of Medical Care Ministry of Health Republic of Indonesia. Antimicrobial Resistance, Antibiotic Usage and Infection Control ; 2005 WHO. World Health Day 2011 : Policy briefs [cited : 2012 Jan 05]. Available from : www.WHO.org Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. ed.31. Jakarta:EGC; 2010 Farida H. Kualitas penggunaan antibiotik pada anak dengan demam pra dan pascapelatihan dokter tentang penggunan antibiotik yang tepat di Bagian Kesehatan Anak RS Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro. 2005 Faridah IN, Andayani TM, Inayati. Journal of Management and Pharmacy Practice. UGM.2012

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

48  

 

Gyssens IC, Geerligs IEJ, Nannini-Bergman MG, Knape JTA, Hekster YA, Van

der

Meer JWM.

The

timing

of

antimicrobial

prophylaxis

in surgery. 1996. J Antimicrobial Chemotherapy Gyssens IC. Antibiotic policy. International Journal of Antimicrobial Agents.2011:11-20 Gyssens IC. Preventing postoperative infection: Curent treatment recom mendation. Drugs.1999;57(2):175-85 Gyssens

IC,

prescription in

Van

der

Meer

JW. Quality

of

antimicrobial drug

hospital. Clin Microbial Infect 2001:7 (Supplement 6):

12-15 Hadi,

Usman.

Antibiotic

usage

and

antimicrobial

resistance

in

Indonesia [PhD thesis].2009: 155-16 Jawetz, E., Melnick, J. dan Adelberg, E., “Mikrobiologi Kedokteran”, EGC, Jakarta, 1996, hal 153-176. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik.ed.6. 1997.Jakarta:EGC Kakkilaya, Srinivas. Rational Medicine: Rational use of antibiotics [internet]. Available from http://www.rationalmedicine.org/antibiotics.htm. [cited 2011 September 25]. Leung

E, Weil ED, Raviglione M;Nakatani H. The WHO policy package to

combat antimicrobial resistance. Bull World Health Organ 2011; 89:390-392 Munckhof W., 2005. Antibiotics for surgical prophylaxis. Australian Prescriber, vol 28. Number 2. April 2005. Page 38 to 40 Neal, Michael J. Medical Pharmacology At a Glance. Edisi 5. Penerbit Erlangga. 2006. h. 81

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

49  

 

Notoatmojo S. Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset, 1997: 89-92 Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011 Santoso, B., Suryawati, S., Datu, S.S, “Bagian Farmakologi Klinik”, FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2003. Sjamsuhidajat,R., dan Wim de Jong, “Buku Ajar Ilmu Bedah”, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997, Hal 287-299 dan 335-391. Venugopalan A, Essentials of Veterinary Surgery seventh edition. 2010 WHO Departement of Communicable Disease Surveillance and Respose . WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance. WHO Web site. [online].

URL:http://who.int/emc

Willemsen, Ina. Groenhuijzen A, Bogaers D, Stuurman A, Keulen P, Kluytmans J. Appropriatness of antimicrobial therapy measured by rep eated prevalence surveys. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Mar 2007: 864-867 Widjojo pneumonia

P,

Khairuddin. patients

whom

Study taken

of

antibiotic care

in

usage the

rationality

internal

in

medicine

ward Dr. Karyadi General Hospital Semarang during 2008. Diponegoro University : 2008

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

50  

 

L A M P I R A N  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

51  

 

Lampiran 1. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Di Rawat Inap Teratai Organisme

AMC

Lantai II

CRO

CFM

n

%

n

%

Escherichia coli

1

3.84

1

Klebsiella pneumoniea

1

3.84

n

%

CIP n

LVX %

n

%

Total n

%

3.84

2

7.69

1

3.84

2

7.69

1

3.84

1

3.84

1

3.84

Gram negative (-)

Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+) Streptococcus, Group D (nonenterococcal) Total

2

7.69

4

15.38

-

-

1

3.84

9

34.61

2

7.69

-

-

1

3.84

2

7.69

1

3.84

7

26.92

12

46.15

Lantai III Gram negative (-) Escherichia coli Klebsiella pneumoniea Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+)  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

52  

 

Streptococcus, Group D (nonenterococcal) Total

1

3.84

9

34.61

7

26.92

7

26.92

2

7.69

-

-

-

-

12

46.15

7

26.92

7

26.92

26

100

Lantai IV Gram negative (-) Escherichia coli Klebsiella pneumoniea Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+) Streptococcus, Group D (nonenterococcal)

-

-

-

-

-

-

-

-

Total Keterangan : AMC (Amoxicilin), CRO (Ceftriaxone), CFM (Cefixime), CIP (Ciprofloxacin), LVX (Levofloxacin)

Lampiran 2. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Di Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

53  

 

Organisme

AMC

Lantai II

n

CRO %

n

%

1

100

1

100

CFM

CIP

LVX

n

%

n

%

n

%

-

-

-

-

-

-

Gram negative (-) Escherichia coli Klebsiella pneumoniea Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+) Streptococcus, Group D (non-enterococcal) Total

-

-

Keterangan : AMC (Amoxicilin), CRO (Ceftriaxone), CFM (Cefixime), CIP (Ciprofloxacin), LVX (Levofloxacin)

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

54  

 

Lampiran 3. Hubungan Antibiotik Dengan Pola Bakteri Antibiotik

Pola Bakteri N

AMC n

%

CRO n

%

n

%

1

8.3

Sensitif

12

11

90

Resisten

5

4

80

Intermediate

4

3

75

Total

21

1

25

CFM

CIP n

1

%

LVX n

%

1

8.3

20

100%

Keterangan : AMC (Amoxicilin), CRO (Ceftriaxone), CFM (Cefixime), CIP (Ciprofloxacin), LVX (Levofloxacin)

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

55  

 

Lmpiran 4. Hubungan Antibiotik Berdasarkan Pemakaian Dan Ruang Perawatan Teratai

Prof. sularto

VIP

Total

Penggunaan Antibiotik

 

n

%

n

%

n

%

n

%

Tunggal

129

59.17

52

23.85

4

1.85

185

84.86

Kombinasi

29

13.30

4

1.85

0

00

33

15.13

Total

158

72.47

56

25.68

4

1.85

218

100

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

56  

 

Lampiran 5. Hasil Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri Hasil kultur

n

%

Tidak dilakukan test kultur

190

87.15

Test kultur hasil negative (-)

8

3.66

Test kultur hasil positif (+)

20

9.17

Total

218

100

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

57  

 

Lampiran 6. Jenis antibiotik dan harga antibiotik yang digunakan RSUP Fatmawati pada bedah appendix Kemasan atau Bentuk Jenis antibiotik

Harga jual (Rp) Vial

Tablet

Ampul

Ceftriaxone





-

Rp. 9500-,

Cefotaxime







Rp. 9000-,

Ceftazidine







Rp. 38.000-,

Cefixime







Rp. 40,200-,

Cifrofloxacine







Rp. 400 -,

Gentamicin







Rp. 4000-,

Fosmycin







Rp. 113.000-,

Levofloxacin







Rp. 800-, Rp. 114.400-,

 

Cefadroxil







Rp. 1400-,

Metronidazole







Rp. 2250-,

Amoxicillin







Rp. 5000-,

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

58  

 

Lampiran 7. Lamanya Penggunaan Antibiotik Yang Diberikan Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 SOP AB (RS fatmawati) No

Nama Antibiotik

Penggunaan AB < 3 hr

Penggunaan AB >6 hr

Total

3-6 hr 1

Ceftriaxone

8

190

6

204

2

Metronidazole

2

59

3

64

3

Cefotaxime

-

17

4

Ceftazidine

-

1

-

1

5

Cefixime

-

20

-

20

6

Cifrofloxacine

-

13

-

13

7

Gentamicin

1

4

-

5

8

Fosfomycin

-

1

-

1

9

Levofloxacin

-

2

-

2

10

Cefadroxil

-

1

-

1

11

Amoxicillin

-

4

-

4

17

332  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

59  

 

Lampiran 8. Alasan Pemilihan Kategori Gyssens Kategori VI

Alasan 1. tidak diberikan antibiotik Terdapat 7 AB yang harganya lebih murah dibanding dengan antibiotik lain yang digunakan:

IVC

1. Ceftriaxone(Rp.9500) > Amoxicilin(Rp.6000) = 5 kasus 2. cefixime(Rp.40.200) > Ceftriaxone(Rp.9500) = 2 kasus Terdapat 3 AB yang lebih baik dibanding dengan antibiotik lain yang digunakan :

IVA

Terdapat 3 kasus : Ceftriaxone resisten terhadap bakteri Streptococcus dibandingkan dengan AB levofloxacin yang sensitive terhadap bakteri tersebut. Terdapat 32 AB yang dosisnya tidak tepat yaitu 1. Cefixime 2g/hr yang diberikan sedangkan dari leteratur terdapat 400-800mg/hr untuk dewasa, 8mg/hr untuk anak2 = 9 kasus, Dan 300mg/hr kurang dari literatur 400mg/r =2 kasus

IIA

2. Ciprofloxacin 2x500mg yang diberikan lebih besar dari literatur 800mg/hr =12 kasus 3. Gentamicin 2x80mg yang diberikan lebih besar dari literatur 80mg/hr =4 kasus 4. fosfomycin 2x2g/hr yang diberikan lebih besar dari literatur 3g/hr =1 5. amoxicillin 3x600mg/hr yang diberikan lebih besar dari literatur 500mg/8jam =3 kasus 6. levofloxacin 1g/hr yang di berikan lebih besar dari literatur 500mg/hr =1 kasus

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

60  

 

Penggunaan antibiotik tepat/bijak 1. ceftriaxone =204 kasus 2. cifprofloxacin = 1 kasus 3. cefixime = 9 kasus 4. metronidazole =64 kasus 0

5. amoxicillin =1 kasus 6. gentamicin = 1 kasus 7. levofloxacin = 1 kasus 8. cefotaxim=17 kasus 9. ceftazidine = 1 kasus 10. cefazolin =1 kasus 11. cefadroxil=1 kasus

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

61  

 

Lampiran 9. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis lazim. No

Nama Antibiotik

1

Cefixime

2


>DL

Ada 2

Ada 9 kasus

200mg/hr dan 300mg/hr

2

Ciprofloxacin

Total 11 kasus

g/hr=5 dan1 g/hr = 4 kasus

Ada 12 kasus

12 kasus

1 g/hr = 8 dan 2 g/hr = 4 3

Amoxicilin

Ada 3 kasus

3 kasus

2g/hr =2 dan 1,5g/hr = 1 4

Levpfloxacin

Ada 1 kasuss

1 kasus

1 g/hr 5

Gentamicin

Ada 4 kasus

4 kasus

160mg/hr =2 dan 2g/hr = 2 6

Fosfomycin

Ada 1 kasus 4g/hr

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1 kasus

 

62  

 

Lampiran 10. Jenis Antibiotik Dan Jumlah Dosis No

Nama Antibiotik

Dosis

Referensi

0-4 minggu iv.im. 100mg/kg/hr/12jam 1

Cefotaxime

Anak 1-12 th. im. iv. 50-180mg/kg/hr Anak >12th dan dewasa. 1g/12jam

2

3

Cefixime

Ceftazidine

PDH (pediatric dosage handbook) DIH (drug informations handbook)

Anak ≥6 bln. 8mg/kg/hr dlm 12-24jam

DIH

Anak >12 dan dewasa. 400mg/12-24jam

(drug informations handbook)

Anak 1-12 th. iv. 30-50mg/kg/hr/8jam

DIH

Max. 6 g/hr

(drug informations handbook)

Dewasa im.iv. 500mg-2g /8-12jam 4

Ceftriaxone

5

Cifrofloxacin

6

Gentamicin

7

Levofloxacin

Anak >8 th . 125mg dalam dosis tunggal

DIH

Dewasa im.iv . 1-2 g/12-24jam

(drug informations handbook)

Oral. 250mg/12 jam untuk 3 hr

DIH

iv. 400mg/12 jam untuk 4-6 minggu

(drug informations handbook)

Anak ≥ 5 th. iv.im. 2-2,5mg/kg/dosis/8jam

DIH

Dewasa . 4-8 mg/hr

(drug informations handbook)

Dewasa. 500mg/24jam untuk 7-14hr

DIH

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

63  

 

Nosocomial 750mg/24jam 8

9

Metronidazole

Oral.iv 500mg /6-8jam max. 4g/hr

Meropenem

(drug informations handbook) DIH (drug informations handbook)

iv >3 bln .10mg/kg/8jam max. 500mg/8jam

DIH

Dewasa 500mg/8jam

(drug informations handbook)

Intra-abdominal 1 g/8jam

10

Amoxicillin

≤3 bln. 20-30mg/kg/hr/12jam

DIH

>3 bln. 20-50mg/kg/hr/8-12jam

(drug informations handbook)

dewasa. 250-500mg/jam 11

Fosfomycin

3 g/2-3hr

12

Cefadroxil

1-2g/2 dosis terbagi

13

 

Cefazolin

 

DIH (drug informations handbook) DIH (drug informations handbook)

250-2g/6-12jam

DIH

(biasanya 8jam)

(drug informations handbook)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

64  

 

Lampiran 11. Cara Pengambilan Data Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012

No

Nama

Jenis kelamin

Jenis antibiotik Umur Pre-OP

Post-OP

Jenis Bakteri

 

Rute

Dosis

Lama

Ruangan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

65  

    PENGGUNAAN  ANTIBIOTIK  PADA  PASIEN  BEDAH  APPENDIX    DI  RSUP  FATMAWATI  YANG  POSITIF  ATAU  DI  KULTUR    TAHUN  2012   No  

1  

Jenis   kelamin   L    

Umur  

81/2  th  

Jenis  Antibiotika  

Bakteri  

Pre  -­‐  OP  

Post  -­‐  OP  

Cefixime    

Metronidazole    

E.  Coli  S  

Ceftriaxone     2  

P  

40th  

l    

14  th  

Ceftriaxone  

Amoxicillin    

P  

10  th  

iv-­‐iv  

2x1gr  -­‐  3x2gr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Amoxicillin  

Metronidazole  

iv-­‐po    

E.  Coli      I  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

iv-­‐iv  

3x500mg-­‐3x500mg  

Ceftriaxone  

iv  

  Metronidazole  

Metronidazole  

E.  Coli        S   Pseudomonas  S  

iv-­‐iv   iv  

lama  

spesimen  

ruangan  

5hr  

pus  

Lt.  3   utara  

5hr  

Pus  

Lt.  2   utara  

3hr  

Pus  

Lt.  3   utara  

3hr  

Pus  

Lt.  2   utara  

4hr  

Pus  

Lt.  4   utara  

5hr  

Pus  

Lt.  3   utara  

5hr  

Pus  

Lt.  4   selatan  

2x700mg  

Klebsiella   pnemoniae  S  

Metronidazole   4  

Dosis  

Iv  

Metronidazole   3  

Rute  

2x1gr-­‐3x500mg   3x600mg  

3x500mg   1gr-­‐3x250mg   (dinaikan   2x500mg)   3x250mg  

5  

6  

7  

 

P  

L  

p    

16  th  

11  th  

17  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

E.coli      S  

E.coli      S  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

oral  

3x500mg  

iv-­‐iv  

2x750mg-­‐2x750mg   3x200mg-­‐3x200mg  

E.coli      S  

Iv-­‐iv  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2x1gr-­‐2x1gr  

 

66  

 

8  

9    

L  

P  

38  th  

44  th  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

Ciproloxacin    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone      R  

 

levofloxacin  S  

iv   E.coli        R  

11  

12  

L    

L  

p    

17  th  

18  th  

14  th  

Ceftriaxone  S  

Ceftriaxone  S  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  R  

Ceftriaxone  R  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  S  

Ceftriaxone  S  

Streptococcus   group  D  

E.coli  

14  

15  

16  

L  

L  

L  

l    

5  th  

19  th  

18  th  

14  th  

Pus  

Lt.  4   selatan  

2x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Pus  

Iv  

500mg  

3hr  

Lt.  2   utara  

iv  

500mg   5hr  

Pus  

Lt.  4   selatan  

4hr  

Pus  

Lt.  4   selatan  

Pus  

Lt.  3   utara  

Iv-­‐iv  

iv-­‐iv   iv  

E.coli  

E.coli  

Metronidazole       13  

5hr  

iv  

Metronidazole     10  

iv-­‐iv  

Ceftriaxone  S  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  S  

Ceftriaxone  S  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  R  

Ceftriaxone  R  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  S  

Ceftriaxone  S  

E.coli  

E.coli  

1x2gr-­‐2x1gr   3x500mg  

iv-­‐iv  

3x500mg-­‐3x500mg  

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐2x500mg  

4hr  

3x250mg  

3hr  

iv-­‐iv  

2x750mg-­‐2x250mg  

5hr  

Pus  

iv-­‐iv  

2x250mg-­‐3x250mg  

Lt.  3   utara  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Pus  

Lt.  4   utara  

5hr  

pus  

Lt.  4   selatan  

5hr  

Pus  

Lt.  3   utara  

iv-­‐iv   iv  

E.coli  

2x500mg  

2x1gr-­‐2x1gr  

iv   E.coli  

2x2g-­‐1x3gr  

iv-­‐iv  

iv  

Ceftriaxone  S  

3x500mg  

iv-­‐iv  

 

3x500mg   1x2gr-­‐2x1gr   3x500mg   2x1gr-­‐2x1gr  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

67  

 

17  

P  

9  th  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  i  

  18  

19  

20  

L  

L    

L  

14  th  

14  th  

36  th  

iv   E.coli  

Metronidazole  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  i  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  s  

Ceftriaxone  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  I  

Ceftriaxone    

 

 

iv-­‐iv   iv  

E.coli  

iv-­‐iv  

E.coli  

iv-­‐iv  

5hr  

Pus  

Lt.  3   utara  

5hr  

Pus  

Lt.  3   utara  

5hr  

Pus  

Lt.  3   utara  

8hr  

Pus  

Lt.  2  gps  

3x250mg   2x500mg-­‐1x1gr  

2x500mg-­‐1x1gr   3x250mg-­‐3x250mg  

E.coli  

 

                     

2x1gr-­‐2x500mg  

3x250mg-­‐3x250mg  

 

 

3x500mg  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1x2gr-­‐1x2gr  

 

68  

  PENGGUNAAN  ANTIBIOTIK  PADA  PASIEN  BEDAH  APPENDIX  DI  RSUP  FATMAWATI  YANG  MENGHASILKAN  BIAKAN  NEGATIF  DI  RSUP   FATMAWATI  TAHUN  2012   No  

1  

Jenis   Umur   kelamin     L    

8  th  

Jenis  Antibiotika  

Bakteri  

Pre  -­‐  OP  

Post  -­‐  OP  

Ceftriaxone  

Cefixime    

Rute  

Dosis  

lama  

ruangan  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

2x700mg  -­‐  2x1gr  

5hr  

Lt.  2  utara  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

2gr  –  2x1gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

5hr  

VIP  

  2  

L  

56  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone   Metronidazole  

3  

p    

60  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

po   -­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

3x500  mg   2gr  –  2x1gr    

4  

P  

7  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

2x500mg  –  2x500mg   3hr  

Lt.  3  utara  

  5  

P  

56  th  

Ceftriaxone  

Cefixime  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐oral    

6  

P  

14  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

 

Metronidazole    

2x1gr  –  3x100mg  

5hr  

Lt.  2  utara  

2x1gr  –  2x1gr  

7hr  

Lt.  3  utara  

iv  

3x350mg  

7  

P  

24  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  2  gps  

8  

P  

60  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

-­‐-­‐-­‐  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

2hr  

Lt.  5  selatan  

Metronidazole    

Metronidazole    

iv  

3x500mg  

2hr  

Cefixim    

po  

2x200mg  

3hr  

   

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

69  

  PENGGUNAAN  ANTIBIOTIK  PADA  PASIEN  BEDAH  APPENDIX    DI  RSUPA  FATMAWATI  YANG  TIDAK  DIKETAHUI  BAKTERINYA  TAHUN   2012   No  

Jenis   Umur   kelamin    

Jenis  Antibiotika   Pre  -­‐  OP  

Post  -­‐  OP  

Dosis  

lama  

ruangan  

1  

P  

16  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1  gr-­‐  2x1  gr  

4hr  

VIP  

2  

P  

54  th  

Cefixime  

Amoxicillin  

iv-­‐iv  

1x2gr  –  3x600mg  

5hr  

Lt.  2  utara  

Ceftriaxone  

iv  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  3  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐1x2gr  

4hr  

VIP  

 

Metronidazole    

iv  

Metronidazole  

Cefotaxime    

iv-­‐iv  

3x250mg-­‐  2x500mg  

5hr  

Lt.  3  utara  

Cefotaxime    

Metronidazole    

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐3x250mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

6hr  

Lt.  2  utara  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  2  utara  

 

metronidazole  

iv  

3x500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2  gr  –  1gr  

3hr  

Lt.  2  gps  

 

 

3  

4  

5  

6  

p    

L  

L  

P  

20  th  

17  th  

8  th  

40  th    

7  

8  

 

Rute  

P  

P  

27  th  

23  th  

1x2gr  

1gr  

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

70  

  9  

L  

32  th  

Ceftriaxone  

Cefotaxim  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐  2x1gr  

5hr  

Lt.  1  gps  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  3  gps  

 

Metronidazole    

oral  

3x500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  3  utara  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

3hr  

Lt.  2  utara  

 

Diganti    

 

amocixilin  

oral  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐2x500mg  

4hr  

Lt.  3  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐2x500mg  

3hr  

Lt.  3  utara  

 

Metronidazole    

iv  

3x250mg   2x750mg  

3hr  

Lt.  3  utara  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  6  gps  

  10  

11    

12  

13  

P  

P  

P  

p    

17  th  

18th  

15  th  

7  th  

  14  

15  

16  

P  

L  

P  

13  th  

9  th  

11  th  

 

17  

P  

5  th  

 

Cefotaxime    

iv  

18  

L  

17  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

3x1  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

71  

 

19  

L  

73  th  

 

 

Ceftriaxone  

Meropenem    

iv-­‐iv  

2gr-­‐  3x1gr  

6hr  

Lt.  4  utara  

  20  

L  

19  th  

metronidazole  

Metronidazole    

iv-­‐iv  

3x500mg-­‐3x500mg  

4hr  

Lt.  4  utara  

22  

P  

21  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Gentamicin    

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x80mg  

6hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

23  

24  

25  

p    

L  

19  th  

27  th  

38  th  

26  

L  

16  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

27  

P  

18  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐  3x500mg  

5hr  

Lt.  4  selatan  

metronidazole  

Metronidazole    

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐3x500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  1  gps  

 

 

28  

29  

 

P  

L  

P  

36  th  

31  th  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

72  

  30  

31  

32  

33  

34  

L  

P  

P  

P  

P  

34  th  

22  th  

22  th  

20  th  

27  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

6hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1  gr-­‐2x1gr  

7hr  

Lt.  2  selatan  

 

Metronidazole    

iv  

1x1500mg  

Cefixim    

iv  

2x200mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

3hr  

Lt.  2  selatan  

 

Ceftriaxone  

iv  

1x2gr-­‐2x1gr   2x500mg  

  35  

36  

37  

P  

L  

L  

19  th  

21  th  

17  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

 

metronidazole  

iv  

3x500mg  

Cefixim    

po  

2x100mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

Metronidazole    

iv  

2x1gr-­‐2x1gr   3x500mg    

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

73  

  38  

p    

45  th  

 

Ceftriaxone  

iv  

2x2gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

2x1gr-­‐2gr  

3hr  

Lt.  4  selatan  

1x2gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

1x2g-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

2x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  utara  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

5hr  

Lt.  4  selatan  

  39  

40  

L  

P  

35  th  

52  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

 

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

iv  

  41  

42  

43  

44  

45  

46  

47    

L  

L  

L  

L  

P  

P  

P  

30  th  

45  th  

31  th  

36  th  

19  th  

35  th  

48  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

 

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

Metronidazole    

 

iv  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

Metronidazole  

Metronidazole  

iv-­‐iv  

3x500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

 

 

 

Ceftriaxone  

Iv  

1x3gr  

4hr  

Lt.  4  utara    

Metronidazole    

iv  

3x500mg   4hr  

Lt.  1  gps  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone    

iv-­‐iv  

1x1gr  

2x1gr-­‐2x1gr  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

74  

 

48  

P  

17  th  

 

Cefixime    

iv  

2x1gr  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

 

 

49  

L  

46  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

6hr  

Lt.  2  gps  

50  

P  

18  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  2  gps  

Cefixime    

Oral    

2x200mg  

3hr  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  4  selatan    

Metronidazole    

iv  

3x500mg  

Ciprofloxacin    

iv  

2x500mg  

Ceftriaxone  

Iv-­‐v  

5hr  

Lt.  4  utara  

Metronidazole    

iv  

3x500mg  

51  

52  

p    

P  

20  th  

32  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

1x2gr-­‐2x1gr  

53  

P  

3  th  

Cefotaxime    

Cefotaxime    

iv-­‐iv  

2x700mg  

5hr  

Lt.  3  utara  

54  

P  

13  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  3  utara  

Cefixime    

iv  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

5hr  

Lt.  3  utara  

Cefixime    

iv  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  3  selatan  

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐3x500mg  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  2  gps  

55  

56  

P  

P  

14  th  

15  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone   Metronidazole    

57  

L  

56  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

2x200mg   2x1gr-­‐2x1gr   2x200mg  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

75  

  Metronidazole     58    

P  

16  th  

Ceftriaxone  

iv   Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

Metronidazole    

2x500mg   1x2gr-­‐3x1gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

iv  

3x500mg  

3hr  

2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

5hr  

Lt.  1  gps  

59  

P  

14  th  

 

Ceftriaxone  

iv  

60  

L  

53  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

Metronidazole    

iv  

3x500mg   2x1gr  

6hr  

Lt.  4  utara  

2x200mg-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  4  selatan  

61  

L  

48  th  

 

Ceftriaxone  

iv  

62  

P  

20  th  

Cefixime    

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

3hr   63  

L  

19  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Metronidazole     64  

65  

P  

p    

36  th  

4  th  

iv  

67    

L  

P  

40  th  

19  th  

2x1gr-­‐2x1gr  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

Metronidazole    

Metronidazole    

iv-­‐iv  

3x500mg-­‐3x500mg  

Cefotaxime    

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐2x1gr  

iv  

5hr  

Lt.  4  selatan  

4hr  

Lt.  4  selatan  

3hr  

Lt.  3  utara  

Lt.  2  utara  

3x500mg  

Ceftriaxone  

Metronidazole     66  

iv-­‐iv  

3x500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐1x1gr  

5hr  

Metronidazole    

Metronidazole    

iv-­‐iv  

3x500mg-­‐1x1500mg  

 

Ciprofloxacin    

PO  

2x500mg  

5hr  

Ceftriaxone  

PO-­‐iv  

2x500mg-­‐2x1gr  

4hr  

Levofloxacin      

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lt.  4  utara  

 

76  

  68  

P  

10  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

Metronidazole    

iv  

2x1gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

3x500mg  

69  

P  

40  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5h  

Lt.  2  utara  

70  

L  

8  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x100mg-­‐2x750mg  

5hr  

Lt.  3  utara  

71  

P  

13  th  

Cefotaxim    

Cefotaxim    

Iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5h  

Lt.  3  utara  

72  

P  

8  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

5hr  

VIP  

73  

P  

40  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

74  

L  

64  th  

Cefazolin    

Cefazolin    

Iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.2  gps  

Metronidazole    

Metronidazole    

iv-­‐iv  

1x1500mg-­‐1x1500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

Metronidazole    

iv  

75  

76  

L  

P  

50  th  

39  th  

1x1500mg  

77  

P  

14  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

78  

l    

42  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x2gr-­‐2x1gr  

6hr  

Lt.  2  gps  

Metronidazole    

Metronidazole    

iv-­‐iv  

1x1500mg-­‐1x1500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

 

 

79  

L  

35  th  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

77  

  80  

P    

21  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

81  

P  

27  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

82  

P  

57  th  

fosmicin  

fosmicin  

iv-­‐iv  

2x2gr-­‐2x2gr  

3hr  

Lt.  2  gps  

83  

P  

15  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  3  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

3hr  

   Lt.  4  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

ciprofloxacin  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x500mg-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

5hr  

Lt.  3  utara  

84    

85  

86  

P  

L  

P  

19  th  

19  th  

19  th  

  87  

88  

 

L  

L  

14  th  

22  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Cefotaxine    

iv-­‐iv  

2x250mg-­‐2x500mg  

Metronidazole    

Metronidazole    

iv-­‐iv  

3x250mg-­‐3x250mg  

3x500mg-­‐2x500mg  

89  

P  

5  th  

Cefotaxine    

Cefotaxim    

iv-­‐iv  

2x250mg-­‐2x400mg  

4hr  

Lt.  3  utara  

90  

P  

50  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

4hr  

Lt.  3  utara  

 

Cefixim    

iv  

2x200mg  

3hr  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

78  

  91  

92  

93  

94  

95  

96  

97  

98  

99  

L  

p    

P  

P    

L  

L  

L  

P  

L  

101   P  

40  th  

66  th  

18  th  

19  th  

30  th  

22  th  

30  th  

25  th  

20  th  

22  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  6  gps  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

3hr   iv-­‐iv  

1x1gr-­‐1x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

4hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

2x2gr-­‐2x1gr  

 

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

 

Lt.  4  selatan  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

79  

 

101   P  

102   L  

103   P  

104   L  

105   P  

106   p    

107   P  

108   p  

109   P  

 

34  th  

18  th  

29  th  

11  th  

17  th  

15  th  

16  th  

28  th  

26  th  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

5hr  

Lt.  4  utara  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

 

Metronidazole    

iv  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x250mg-­‐1x1gr  

3hr  

Lt.  3  utara  

 

Cefixim    

2x100mg  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  3  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  3  utara  

 Metronidazole    

 

iv  

1x500mg  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐3x1gr  

 

Lt.  2  gps  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

 

Lt.  2  gps  

 

   

3x500mg  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

80  

  110   L  

112   P  

113   P  

20  th  

10  th  

4  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

 

Lt.4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Cefotaxim  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  3  utara  

 

Metroniadzol    

iv  

Ceftriaxone  

Cefotaxime    

iv-­‐iv  

1x500mg-­‐3x500mg  

5hr  

Lt.  3  utara  

3x200mg  

  114   L  

13  th  

cefixim  

Cefotaxim    

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x750mg  

3hr  

Lt.  3  utara  

115   L  

7  th  

-­‐  

cefotaxim  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  3  utara  

116   P  

43  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

6hr  

Lt.  2  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  2  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Vip  

 

 

117   P  

118   L  

119   P  

24  th  

16  th  

17  th  

120   P  

8  th  

Cefotaxime    

Cefotaxime    

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  3  utara  

121   p    

15  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐1x1gr  

5hr  

Lt.  3  utara  

 

   

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

81  

  122   L  

123   P  

124   L  

5  th  

18  th  

10  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

Metronidazole    

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftazidin    

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

126   L  

127   P  

128   P  

129   P  

43  th  

73  th  

19  th  

21  th  

28  th  

Ceftriaxone  

Gentamisin  

 

Metronidazole    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

4hr  

Lt.  3  utara  

3x300mg-­‐3x300mg   iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  2  utara  

iv-­‐iv  

500mg-­‐2x1gr  

9hr  

Lt.  3  utara  

3hr  

Lt.  3  utara  

Metronidazole     125   L  

2x800mg-­‐2x800mg  

3x250mg   iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x80mg   3x500mg  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.4  selatan  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

6hr  

Lt.  2  gps  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.4  selatan  

Cefotaxime    

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  2  gps  

  130   L  

131   P    

21  th  

37  th  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

82  

 

132   L  

15  th  

 

 

Ceftriaxone  

Cefazolin    

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  4  gps  

 Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

2hr  

Lt.  3  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.4  utara  

 

 

Cefotaxime    

Cefotaxime    

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.4  selatan  

  133   P  

134   P  

135   l    

136   P  

33  th  

17  th  

24  th  

9  th  

Metronidazole   137   L    

138   L  

139   L  

140   P  

22  th  

30  th  

33  th  

45  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

3x250mg   iv-­‐iv  

2x1gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  1  gps  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x2gr  

9hr  

Lt.  1  gps  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  2gps  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

83  

  141   P  

142   L  

143   P  

144   P  

145   P  

146   L  

25  th  

51  th  

27  th  

25  th  

20  th  

33  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

Ceftriaxone  

Gentamicin   Ciprofloxacin    

 

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  2  gps  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x2gr  

5hr  

Lt.  3  gps  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.  2  gps  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x500mg  

1hr  

Lt.  1  gps  

iv  

2x500mg  

3hr  

iv-­‐iv  

1gr-­‐1x2gr  

3hr  

Lt.  3  gps  

1x3gr  

9hr  

Lt.  2  gps  

  147   P  

148   P  

149   P  

 

54  th  

70  th  

26  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

 

Ceftriaxone  

Iv  

Cefixime    

Po    

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

 

Metr    

iv  

 

3hr   2gr-­‐2x1gr  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5hr  

Lt.4  utara  

 

84  

    150   P    

39  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

 

 

iv-­‐iv  

2gr-­‐2gr  

4hr  

Lt.4  utara  

151  

L  

18  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.2  gps  

152  

P  

31  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  2gps  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.4  selatan  

 

Metronidazole    

iv  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐1x2gr  

3hr  

Lt.4  selatan  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x2gr  

3hr  

Lt.2  gps  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr-­‐2x1g  

5hr  

Lt.4  selatan  

 

Metronidazole    

iv  

 

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x2gr  

2hr  

Lt.4  selatan  

iv-­‐iv  

2x1gr  

2hr  

Lt.4  selatan  

Lekosit  7-­‐9(5-­‐10)  

 

Lt.  2  gps  

153  

154  

155  

156  

157  

L  

P  

P  

L  

P  

19  th  

33  th  

46  th  

17  th  

25  th  

3x5mg  

  158  

P  

34  th  

 

Ceftriaxone    

159  

P  

68  th  

 

 

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

85  

  160  

161  

162  

P  

P  

P  

20  th  

16  th  

17  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐3x1gr  

3hr  

Lt.  2  gps  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.  4  gps  

 

Ciprofloxacin    

iv  

2x500mg  

3hr  

 

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr  

3hr  

Lt.4  gps  

1x1gr-­‐2x500mg  

3hr  

Lt.  3  utra  

2x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.4  utra  

  163  

164  

165  

P    

L  

P  

9  th  

53  th  

65  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

 

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

 

Metronidazole    

iv  

 

Ceftriaxone  

iv  

2x1g  

3hr  

Lt.  2  gps  

Cefotaxime    

Iv  

2x750mg  

4hr  

Lt.2  selatan  

Cefixim    

Po    

2x500mg  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x2gr-­‐2x1gr  

2hr  

Lt.4  utra  

 

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐1x2gr  

3hr  

Lt.2  gps  

 

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

1hr  

Lt.4  selatan  

  166  

167  

168  

169    

P  

P  

P  

P  

12  th  

12  th  

26  th  

54  th  

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

86  

 

170  

171  

172  

173  

174  

175  

176  

177  

P  

L  

L  

L  

L  

P  

P  

P    

12  th  

30  th  

20  th  

28  th  

27  th  

17  th  

28  th  

12  th  

 

Ciprofloxacin    

po    

3x500mg  

4hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.4  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

4hr  

Lt.  2  gps  

 

Ciprofloxacin    

po    

3x500mg  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

4hr  

 

Ciprofloxacin    

po  

2x1gr  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1x1gr-­‐2x1gr  

3hr  

 

Ciprofloxacin    

po  

2x500mg  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

 

Ciprofloxacin    

po  

3x500mg  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

4hr  

 

Cefixim    

Po  

2x1  

5hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.4  utra  

 

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐3x1gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

 

Cefadroxil    

po  

2x500mg  

3hr  

2gr-­‐2x1gr  

3hr  

Lt.3  utara  

Lt.  1  gps  

Lt.  4  sltn  

5  gps  

  178  

P    

29  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

 

Lt.4  selatan   UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

87  

  179  

P  

47  th  

 

Ceftriaxone  

iv  

180  

P  

62  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone    

  181  

182  

L  

P  

18  th  

42th    

2x2gr  

3hr  

Lt.4  selatan  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

5hr  

5  gps  

Metronidazole    

iv  

2x500mg  

5hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

 

Ciprofloxacin    

po  

3x500mg  

3hr  

 

Ceftriaxone  

iv  

2x2gr  

4hr  

Lt.4  selatan  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

2  gps  

2x2gr  

5hr  

Lt.4  selatan  

  183  

184  

185  

186  

187  

188  

 

P  

L  

L  

P  

P  

L  

66  th  

34  th  

54  th  

37  th  

21  th  

47  th  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

 

Cefixim  

po  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

5hr  

Lt.4  utara  

 

 

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

2hr  

2  gps  

 

Cefixim    

po  

2x200mg  

3hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐2x1gr  

3hr  

 

Cefixim    

po  

2x200mg  

5hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

1gr-­‐2x1gr  

3hr  

4  gps  

 

 

 

Gentamixin    

Iv  

2x80mg  

3hr  

Lt.4  selatan  

Metronidazole  

Iv  

3x500mg  

3hr  

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lt.4  utara  

 

88  

  189  

109  

190  

P  

L  

P    

42  th  

23  th  

33  th  

 

Ceftriaxone  

Iv  

2x2gr  

4hr  

Metronidazole    

iv  

3x500mg  

4hr  

Gentamicin    

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2x1gr  

8hr  

Metronidazole  

Metronidazole  

iv  

3x500mg  

8hr  

Amox      

po  

3x500mg  

2hr  

Ceftriaxone  

Ceftriaxone  

iv-­‐iv  

2gr-­‐1x2gr  

1hr  

 

Ciprofloxacin    

po  

2x500mg  

 

Lt.4  selatan  

 

1  gps  

Lt.4  selatan  

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

89  

 

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

90  

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

91  

 

 

 

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta