UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2012
Skripsi
MISRIANA 109102000060
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA SEPTEMBER 2013
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2012
Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi
MISRIANA NIM : 109102000060
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA SEPTEMBER 2013
ABSTRAK Nama
: Misriana
Program Studi
: Farmasi
Judul
: Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan. Apendectomi
dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat, toksisitas obat, resistensi antibiotika, dan biaya laboratorium. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012. Penelitian ini mengikuti rancangan observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif. Bahan penelitian meliputi kartu rekam medik. Pengambilan data dilakukan pada pasien appendectomy yang berjumlah 218 pasien pada tahun 2012 di RSUP Fatmawati Jakarta dan analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran kualitas penggunaan antibiotik yang diberikan dan lamanya terapi antibiotik profilaksis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria gyssens terdapat beberapa kategori. Kategori 0 (84.63%), kategori IIA (12.04%), kategori IVA (2.10%), dan kategori VI (0.30%). Kata Kunci
: Apendektomi, Penggunaan Antibiotik, Kualitas, Kategori Gyssens
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT Nama
: Misriana
Program Studi
: Farmasi
Judul
: Assessment Quality The Use Of Antibiotics In Patients Surgical Apendik In Fatmawati Hospital Jakarta 2012 Appendicitis is a disease that is often cured by the spontaneous. Apendectomi
done as therapy surgically on abdominal surgery appendicitis and is most often done. The use of antibiotika are not appropriate be an increase in hospital cost, a drug charge, drug toxicity, resistance antibiotika, and the cost of the laboratory. The study is done to know the quality of the use of antibiotics in patients surgical apendik in fatmawati hospital jakarta in 2012. This research follows the design of observational and retrospective data collection. Research materials include medical record card. Data retrieval is performed on patients with appendectomy totalling 218 patients in 2012 in Jakarta and Fatmawati was data analysis is carried out to find out which picture quality descriptive use of antibiotics that are given and the duration of prophylactic antibiotic therapy. The result showed that criteria gyssens there are several categories. Category 0 ( 84.63 % ), category iia ( 12.04 % ), category iva ( 2.10 % ), and categories vi ( 0.30 % ). Key Words: Apendektomi, Antibiotic Use, Quality, Gyssens Category
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbal ‘alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena selain diiringi dengan usaha dan do’a juga berkat segala campur tangan, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pengkajian Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahu 2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak. Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi
4.
Ibu Dr. Delina Hasan M.kes, Apt dan Ibu Dra. Alfina Rianti M.Fharm, Apt selakupembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, pengarahan dandukungan selama penulisan skripsi ini.
5.
Kepada orang tua dan keluarga besarku, Bapak Syamsul Hilal (Alm), Ibu Nirowati, Bapak Subali (orangtuan angkat) yang selalu memberikan kasihsayang dan do’a yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidupananda, serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. Tiadaapapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasihsayang yang telah engkau berikan. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tersayang yang telah banyak menghibur, memberikan do’a, perhatian, kasih sayang serta semangat kepada penulis.
6.
Bupati Musi Banyuasin
beserta Tim pengelola Beasiswa Program “Santri Jadi
Dokter” yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik dari segi materil dan moril. 7.
Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8.
Para staf dan karyawan program studi Farmasi. Staf Administrasi Farmasi, KakPia yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
9.
Untuk Kak Endah, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak Eris, Kak Liken, Mas Haris yang telah banyak membantu selama proses penelitian.
10.
Keluarga besar Asshof MUBA dan SJD-SUMSEL terimakasih atas sebuah kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini dan seterusnya.
11.
Teman-teman seperjuangan, EDTA-C dan Farmasi Angkatan 2009. Terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, suka dan duka serta motivasi kepada penulis.
12.
Teruntuk Sahabat-sahabat penulis Ika, Susi, Ira, Rani, Vita, Nurul, Maya, Puput, Butet, Yuk Yunita, Yuk Dwi, Zil, Ikhwan, dll yang selamaini telah menjadi sahabat sekaligus keluarga yang paling baik, yang menjadikan hari-hari berwarna.Serta telah banyak membantu penulis dalam sukamaupun duka. Serta Majhoni Am.kep yang selalu memberikan semangat, dukungan serta do’a kepada penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
13.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis selama ini. Saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasilpenelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagimahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan. Jakarta, 18 September 2013
Penulis
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: Misriana : 109102000060 : Farmasi : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Di buat di Pada Tanggal
: Jakarta : 18 September
Yang menyatakan,
( Misriana)
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS ...........................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
ABSTRAK .....................................................................................................
v
ABSTRACT ....................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..............
ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................
4
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................
4
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
4
1.5 Ruang Lingkup penelitian ...........................................................
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
6
2.1 ANTIBIOTIK .............................................................................
6
2.1.1 Definisi Antibiotik ............................................................
6
2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik ............................................
6
2.1.3 Penggunaan Antibiotik .....................................................
7
2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis ...........................................
9
2.1.3.2Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis ..............
10
2.1.3.3 Antibiotik Terapetik .............................................
13
2.4 PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK ............................................
14
2.5 BEDAH .......................................................................................
17
2.5.1 Definisi ..............................................................................
17
Xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi .......................................
17
2.5.3 Kuman Penyebab ..............................................................
17
2.5.4 Infeksi ...............................................................................
18
2.6 APENDIKSITIS .........................................................................
21
2.6.1 Anatomi ............................................................................
22
2.6.2 Fisiologi ............................................................................
22
2.6.3 Patofisiologi ......................................................................
22
2.6.4 Gejala Klinis .....................................................................
23
2.7 PEDOMAN TERAPI ANTIBIOTIK .........................................
24
2.8 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ............................
24
2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik ..............................................
25
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
28
3.1 KERANGKA KONSEP..............................................................
28
3.2 DEFINISI OPERASIONAL .......................................................
28
BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................
30
4.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN .......................................
30
4.1.1 Lokasi Penelitian .................................................................
30
4.1.2 Waktu Penelitian .................................................................
30
4.2 DESAIN PENELITIAN ................................................................
30
4.3 POPULASI DAN SAMPLE .........................................................
30
4.3.1 Populasi ...............................................................................
30
4.3.2 Sample ................................................................................
30
4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI .....................................
31
4.4.1 Kriteria Inklusi ....................................................................
31
4.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................
31
4.5 PENGUMPULAN DATA ............................................................
31
4.6 CARA KERJA ..............................................................................
31
4.7 ANALISA DATA .........................................................................
32
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
33
5.1 HASIL PENELITIAN .................................................................
33
5.2HASIL ANALISA DATA BERDASARKAN KARAKTERISTIK
Xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012...............................................................................
33
5.1.1Jenis Kelamin .....................................................................
33
5.1.2 Usia ...................................................................................
33
5.3 DISTRIBUSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 ....................................................................................
35
5.3.1 Jenis Antibiotika......................................................................
35
5.3.2 Rute Pemberian .......................................................................
36
5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika ......................................
37
5.4 KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK TAHUN 2012....................................
38
5.4.1 Jenis Terapi .............................................................................
38
5.4.2 Kategori Gyssens ....................................................................
39
5.5 PEMBAHASAN ...............................................................................
40
5.2.1 Keterbatasan Penelitian ..........................................................
40
5.2.2Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Dan Rute Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012 .......................................................................................
40
5.2.3Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012......................................................................... 5.2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Kasus
42
Bedah Apendik..................................................................................
43
5.2.5 Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik ..................................
44
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
46
6.1 KESIMPULAN ................................................................................
46
6.2 SARAN.............................................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
47
LAMPIRAN ..................................................................................................
50
Xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL TABEL 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSUP Fatmawati ............................................................................
33
TABEL 2. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia.....................
34
TABEL 3 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Antibiotik ...
35
TABEL 4Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Rute Pemberian ....
36
TABEL 5Pemberian Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Apendik Sebelum Dilakukan Tindakan Operasi Tahun 2012 ......................................
37
TABEL 6 Kualiats Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi .....................
38
TABEL 7Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens.................
39
Xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Seberan Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Di Rawat Inap Teratai ..........................................
51
LAMPIRAN 2. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Dirawat Inap Gedung Prof. Soelarto ...................
53
LAMPIRAN 3. Hubungan Antibiotik Dengan Pola Bakteri ...........................
54
LAMPIRAN 4. Hubungan Antibiotik Berdasarkan Pemakaian Dan Ruang Perawatan ...............................................................................
55
LAMPIRAN 5. Hasil Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri ........................
56
LAMPIRAN 6. Jenis Antibiotik Dan Harga Antibiotik Yang Digunakan RSUP Fatmawati Pada Bedah Apendik .................................
57
LAMPIRAN 7. Lamanya Penggunaan Antibiotik Yang Diberikan Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 .......................................
58
LAMPIRAN 8. Alasan Pemilihan Kategori Gyssens ......................................
59
LAMPIRAN 9. Penggunaan Antibiotik Yang Tidak Sesuai Dengan Dosis Lazim .....................................................................................
61
LAMPIRAN 10. Jenis Antibiotik Dan Jumlah Dosis .....................................
62
LAMPIRAN 11. Cara Pengambilan Data Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012.....................................................................................
64
Xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik merupakan obat yang berfungsi menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Penggunaannya sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi mikroba. Obat ini mampu menanggulangi berbagai jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Tingginya penggunaan antibiotika lebih dari satu jenis dan dalam waktu lama umumnya digunakan untuk penanganan komplikasi infeksi berat di rumah sakit merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya resistensi bakteri. Resistensi bakteri merupakan masalah besar, karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta biaya perawatan kesehatan. (Lestari, 2009) Penggunaan antibiotik yang tidak tepat sangat banyak dijumpai baik di Negara maju maupun berkembang (WHO). Rumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik yang paling banyak ditemukan. Di Negara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat dirumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat dirumah sakit mendapat antibiotik. (WHO)Pemakaian antibiotic yang tidak tepat dapat menimbulkan kekebalan atau resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut, serta meningkatkan toksisitas, dan efek samping obat. Di rumah sakit, dimana penggunaan antibiotic dalam jumlah besar, resistensi bakteri terhadap sejumlah antibiotik sering terjadi dan menjadi problem utama dalam perawatan pasien. Infeksi oleh bakteri yang resisten akan menyebabkan lamanya tinggal di rumah sakit, meningkatkan biaya perawatan dan bahkan meningkatkan mortalitas. (Lestari, 2009; Willemsen, 2007) Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan. Appendectomy dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat, toksisitas obat, resistensi antibiotika, dan biaya laboratorium. (suryani, 2009)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Hasil penelitian yang di lakukan di rumah sakit umum daerah saras husada purworejo menunjukkan bahwa obat yang digunakan pada pasien appendectomy adalah antibiotika, analgetika, antiinflamasi serta antiemetika. Antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu sefotaksim injeksi sebanyak 51 kasus (60,00%), dengan dosis 500 mg, dua kali sehari sedangkan untuk antibiotika pasca operasi yang paling banyak digunakan adalah sifprofloksasin oral sebanyak 41 kasus (48,24%) dengan dosis 250 mg, dua kali sehari. Lama pemberian yaitu berkisar antara 2 sampai 7 hari. (suryani, 2009) Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama 1990-2010 mengenai resistensi antibiotik, resistensi terjadi hampir pada semua bakteri-bakteri patogen penting. Hal tersebut merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Dampak lainnya dari pemakaian antibiotik secara irasional dapat berakibat meningkatkan toksisitas, dan efek samping antibiotik tersebut, serta biaya rumah sakit yang meningkat. Sehingga diperlukan penggunaan antibiotik berdasarkan diagnosis oleh tenaga medis professional, monitoring dan regulasi penggunaan antibiotik untuk meningkatkan penggunaan antibiotik secara rasional.(Neal, 2006 ) Infeksi luka operasi (Surgical Site Infection/SSI) merupakan hasil kontaminasi bakteri yang masuk saat operasi berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis diberikan pada 14 pasien dengan antibiotik terbanyak yaitu seftriakson (7,35%), antibiotik selama operasi diberikan pada 16 pasien dengan antibiotik terbanyak yaitu kombinasi seftriakson dan metronidazol (8,82%), antibiotik post operasi diberikan kepada semua pasien baik intravena maupun per oral, antibiotik post operasi secara intravena terbanyak yaitu seftriakson (30,88%), sedangkan secara per oral terbanyak dari golongan kuinolon (33,33%) dan jenis antibiotik terbanyak adalah sefadroksil (25%). Kejadian infeksi luka operasi terjadi pada 2 pasien (2,94%) pada bedah terkontaminasi, dan keduanya tidak menggunakan antibiotik profilaksis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Rumah sakit umum pusat fatmawati merupakan instansi pemerintah yang dibentuk untuk Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa Mengutamakan atau mencari keuntungan dan meningkatnya kompetisi dibidang pelayanan Kesehatan, menuntut agar rumah sakit dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan mutu Pelayanan dengan menggunakan sumber daya secara lebih efisien. (RSUP Fatmawati, 2011) Hasil uji pendahuluan di RSUP Fatmawati pada kasus appendicitis pada tahun 2011 menunjukkan bahwa untuk pasien appendik jumlah total yang didapat yaitu 647 populasi diantaranya laki-laki berjumlah 175 pasien dan perempuan berjumlah 472 pasien. Dari jumlah total kasus appendik, pasien yang mendapatkan tindakan atau operasi pada tahun 2011 adalah 165 pasien. (RSUP Fatmawati, 2011) Penggunaan antibiotika dapat dianalisis secara kuantitaf dengan Difened Daily Dose (DDD) yang menunjukkan dosis terapetik rata-rata pasien dewasa untuk satu indikasi standar, dan secara kualitatif dengan metode Gyssens yang dikembangkan oleh kunin et al (1973). Evaluasi peresepan antimikroba tersebut meliputi ; ketepatan peresepan, obat alternative lebih efektif, alternative kurang toksik, alternative lebih murah dan dengan spectrum yang lebih sempit. Durasi pengobatan dan dosis, termasuk interval, rute pemberian, dan waktu pemberian juga dimasukkan dalam ealuasi ini. (Gyssens, et al. 1996; Van der Meer & Gyssens, I.C,2001) Berdasarkan dari uraian di atas, penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada pasien appendectomy mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas penggunaan antibiotic pada pasien appendix di RSUP fatmawati. 1.2 Rumusan Masalah Kasus di bagian bedah pada pasien bedah appendik sangat banyak sehingga perlunya perhatian dalam penggunaan antibiotika yang tidak rasional meliputi antibiotik yang tidak sesuai dengan resep dokter, dosis yang tidak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
sesuai dengan penyakit yang diderita, dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bedah appendik di RSUP fatmawati pada tahun 2012? 1.3
Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bedah appendik di pada tahun 2012 RSUP fatmawati. 1.3.2 Tujuan khusus Kesesuaian dengan Antibiotika yang digunakan : 1 Jenis antibiotik yang digunakan 2 Indikasi penggunaan antibiotik 3 Waktu pemberianya 4 Dosis yang diberikan 5 Cara pemberian 6 Data demografi (jenis dan umur) 1.4
Manfaat Penelitian
a. Bagi Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK UIN SYAHID Memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika. b. Bagi RSUP Fatmawati Jakarta. 1. Memberikan informasi kepada RSUP Fatmawati tentang penggunaan antibiotika pada bedah appendik di RSUP Fatmawati pada tahun 2012. 2. Menjadi
masukan
bagi
Panitia
Farmasi
dan
Terapi
dalam
mengevaluasi penggunaan antibiotika di teratai RSUP Fatmawati. c. Bagi Peneliti Memenuhi salah satu persyaratan Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK UIN SYAHID dan memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
peneliti, khususnya dalam menganalisis penggunaan antibiotika pada penyakit dalam di RSUP fatmawati Jakarta. 1.4.1 Ruang Lingkup penelitian Penelitian ini hanya membahas kualitas penggunaan antibiotic yang diberikan pada pasien bedah appendik di RSUP Fatmawati dengan mengambil data catatan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012 yang dilakukan pada bulan April-juni 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien bedah apendik yang dirawat inap di RSUP Fatmawati dengan besar sampel sesuai jumlah data rekam medik yang ada selama tahun 2012 yang menggunakan kategori Gyssens.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Definisi Antibiotik Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan dalam
larutan
encer
untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif nontoksik
bagi
pejamunya
digunakan sebagai agen
kemoterapeutik dalam
pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tanaman. Istilah ini sebelumnya digunakan terbatas pada zat yang dihasikan oleh mikroorganisme, tetapi penggunaan istilah ini meluas meliputi senyawa sintetik dan semisintetik dengan aktivitas kimia yang mirip. (Dorland, 2010) Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relative tidak toksik untuk hospes. Namun, sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh. (Katzung, dkk, 208) Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik memiliki dua aktivitas yaitu bakteriostatik dan bakterisid. Bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan mikroba sedangkan bakterisid bersifat membunuh mikroba. (Katzung, dkk, 2008) Spektrum antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (misalnya streptomisin) dan berspektrum luas (misalnya tetrasiklin dan kloramfenikol). Batas kedua spektrum ini terkadang tidak jelas.
2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi dalam lim kelompok, yaitu (Brunton, 2008) 1) Agen yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotik yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1'(,0%'(,*="" 7 ?:! ;3$*" .'*3" 1$)$%-'" &," +$+1%'*" ($4" &'*" +$%6(')" 5$%+$'1,4,0'(" +$+1%'*"
($<,*33'" )$46'%*.'" )2+52*$*" 5$*0,*3" ($4=" termasuk+$*.$1'1)'*" dalam kelompok ini 1$%1'3'," adalah penisilin, sepalosporin, vankomisin, basitrasin.
@2*02<*.'"524,+,)(,*=" 2) Agen yang bekerja di membran
sel dan merusak permeabilitas membran
sehingga menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting sel.
A:! ;3$*" .'*3" +$*3<'+1'0" (,*0$('" 5%20$,*" ($4" +,)%21'=" @2*02<*.'" Contohnya polimiksin.
3) Agen yang menghambat sintesa protein sel mikroba. Contohnya tetrasiklin, 0$0%'(,)4,*/"$%,0%2+,(,*/")4,*&'+,(,*/")42%'+B$*,)24"&'*"'+,*234,)2(,&'=" eritromisin, klindamisin, kloramfenikol dan aminoglikosida.
C:! 4);3$*" .'*3" ($5$%0," %,B'+5,(,*" Agen yang+$*3<'+1'0" menghambat (,*($(,(" sinsesis '('+" asam *6)4$'0/" nukleat, seperti rifampisin dan &'*" golongan kuinolon.
3242*3'*")6,*242*="
5) Agen yang menghambat metabolism sel mikroba, yaitu trimetoprim dan sulfonamid.
D:! ;3$*" .'*3" +$*3<'+1'0" +$0'124,(+" ($4" +,)%21'/" .',06" 0%,+$025%,+" &'*" (64B2*'+,&="
" Gambar 1. Mekanise kerja antibiotik 9F" 4(,2(.$#""E$)'*,(+$")$%-'"'*0,1,20,)
" "
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
2.1.3 Penggunaan Antibiotik Antibiotik
dapat
diberikan
sebagai
profilaksis
ataupun
terapetik.
Antibiotik profilaksis adalah penggunaan antibiotik yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi, yang diberikan dalam keadaan tidak atau belum terdapat gejala infeksi pada pasien yang berisiko tinggi mengalami infeksi bakterial. Misalnya, profilaksis untuk bedah, hanya dibenarkan untuk kasus dengan risiko infeksi pascabedah yang tinggi yaitu yang tergolong clean contaminated dan contaminated Timing pemberian antibiotik profilaksis untuk bedah lebih optimal pada 30 menit sebelum dilakukan insisi, misalnya saat induksi anestesi. (Farida, 2005; Gyssens,1996) Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent) (Permenkes,2011) 1.
Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada
indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval
dan lama pemberian yang tepat. 2.
Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.
3.
Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).
4.
Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).
5.
Pemilihanjenisantibiotikharusberdasarpada: a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik. b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
c. Profilfarmakokinetikdanfarmakodinamikantibiotik. d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. 6.
Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut: a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik secara bijak. b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi. c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi. d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team work). e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara bijak yang bersifat multi disiplin. f. Memantau
penggunaan
antibiotik
secara
intensif
dan
berkesinambungan. g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat.
2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis Antibiotik diberikan sebelum operasi atau segera saat operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda nyata adanya infeksi. Diharapkan saat operasi jaringan target sudah mengandung kadar antibiotik tertentu yang efektif untuk menghambat pertumbuhan kuman atau membunuh kuman (Saifudin, 2008). Di Amerika sekitar 30-50% antibiotik diberikan untuk tujuan profilaksis. Antibiotik profilaksis dibedakan menjadi antibiotik profilaksis bedah dan non
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
bedah. Antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi daerah operasi. Seringkali pemberian profilaksis ini tidak perlu. Uji klinik membuktikan bahwa pemberian antibiotik profilaksis sangat bermanfaat untuk beberapa indikasi tertentu, sedangkan untuk indikasi lain sama sekali tidak bermanfaat atau kontroversial. Bila profilaksis dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan infeksi oleh segala macam mikroba yang ada di sekitar pasien, maka profilaksis ini biasanya gagal.
2.1.3.2 Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokas operasi (ILO) dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis pada operasi harus : •
Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi
•
Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperative
•
Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)
•
Tidak menimbulkan efek yang merugikan
•
Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan rumah sakit.
Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan–keadaan berikut (Anonim, 2008): a. Untuk melindungi seseorang yang terkena kuman tertentu. b. Mencegah endokarditas pada pasien yang mengalami kelainan katub jantung atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan resiko bakteremia, misalnya ekstrasi gigi, pembedahan dan lain–lain.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
c. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca bedah. Antibiotik profilaksis digunakan untuk membantu mencegah infeksi. Jika seorang ibu dicurigai atau didiagnosis menderita suatu infeksi, pengobatan dengan antibiotik merupakan jalan yang tepat. Pemberian antibiotik profilaksis 30 menit sebelum memulai suatu tindakan, jika memungkinkan, akan membuat kadar antibiotik dalam darah yang cukup pada saat dilakukan tindakan. Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai profilaksis pada operasi: (Munckhof W. 2005) •
Sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin)
•
Gentamicin atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)
•
Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)
•
Flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal)
•
Vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)
Tabel 1. Rekomendasi penggunaan antibiotik profilaksis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
!3345(6 !"# $%&'(# $%&'('&)# *+# $,&'-'*&'%./# 01'%1# 2$)# -3# %*,.'43534# +*5# 12 $,&'-'*&'%# 65*61)7$8'.#)'*+'(,-.*,#/0#1%",#+*'2%33%("#(4#5#6788'(&9:#5#6*3&("#7",#;#<%883=>?@#
<0.5(#"7.=$A"(
<0.5(,/'$=$A"( 6#."0/B"'(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
3(
3(
)(
3(
3(
)(
)(
*(
*(
*(
)(
)(
)(
3( 3(
)( )(
)( *(
3( 3(
3( )(
)( )(
3( )(
3( )(
)( )(
3( )(
3( )(
3( )(
*( )(
)( )(
)( )(
3( )(
3( 3( 3( )(
)( )( )( )(
*( *( )( )(
3( 3( 3( )(
)( )( )( )(
)( )( )( )(
3( 3( 3( )(
)( )( )( )(
)( )( )( )(
)( )( )( )(
)( 3( 3( 3(
3( 3( 3( 3(
*( 3( 3( 3(
)( )( )( )(
)( )( )( 3(
)( 3( 3( 3(
!9(),#-343+5!43??3*3(.!
!"#$%&1!.%34.-5343,!
!/)-$I.(($!*$#$--&$(3,!
)(
!H,.+4)5);$,!$.-+@3;),$!
!>"
,*&.-3*&3$!*)(3!!!!!!!!!!! $;4!)#&.-!>"
)(
!>,*&.-3*&3$!*)(3!
3(
!6$.5)%&3(+,!3;?(+.;A$.!
3(
!<$*#.-)34.,!?-$@3(3,!
)(
!9(),#-343+5!%.-?-3;@.;,!
3(
!"#-.%#)*)**+,!%;.+5);3$.!!
3(
!>;#.-)*)**+,!?$.*3+5!
)(
!6$.5)('#3*!,#-.%#)*)**3!! !7"#-.%1!0898:!$;4!"#-.%!<=! !>;#.-)*)**+,!?$.*$(3,!
)(
!"#$%&1!$+-.+,!/2"0!
)(
!"#$%&'()*)**+,!$+-.+,!/""0!
!B(.C,3.(($!,%.*3.,!7$;4!)#&.-!!!!!! D*)(3?)-5,E=!
!"#$%$&&$#'( !"#$%&'"#()(&&(#* +,'()(&&(#-* +,./()(&&(#* 0.12,./()&23* 4&5)&./2)(&&(#* +",-.&/',/0$#'( 0"6728(#"* 0"657./(,"* 0"697(2/.#"* 0"692$(8(,"*
1.%0/&$2"'34$#%/'.5$2"'( :7%9;7.,%)(#* 0&27(9;7.,%)(#* 0&(#82,%)(#*
3( 3( 3(
*( *( *(
)( )( *(
3( 3( 3(
)( )( )(
)( )( )(
3( 3( )(
)( )( 3(
)( )( )(
)( )( 3(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
3(
3(
*(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
3(
3(
*(
3(
)*
*(
*(
)(
)(
*(
*(
)(
)(
)(
)(
*(
3(
3(
)(
)(
)(
3( 3(
)( )(
)( )(
)( )(
)( )(
)( )(
)( 3(
)( )(
)( )(
)( )(
3( 3(
3( 3(
3( 3(
)( )(
3( 3(
3( 3(
3( 3( )(
3( 3( )(
3( 3( )(
3( 3( )(
3( 3( )(
3( 3( )(
3( 3( )(
)( )( )(
)( )( 3(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)( )( )(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
3(
3(
3(
)(
)(
)(
)(
)(
)(
3(
3(
*(
*(
*(
*(
3(
)(
)(
)(
3(
)(
)(
)(
)(
3(
65$#/7&8%/'$2"'( <"#92,()(#*
9$.5$#/,80$5$2$#"'( =7(,"9;.'7(,* :;$#/&/#"'( 0('7.6&./2)(#** >"3.6&./2)(#* <&8%/,",=$2"'( ?2#).,%)(#*@?* ="().'&2#(#** ?2#).,%)(#*AB* >$=0/$5$2.?/&"'( C"97.#(82$.&"* @"=0.%8%&$#"'( D./%)%)&(#"*
3((#*3(97.*2)9(3(9%*E("*5F52&&%*F"#F(9(3"G* keterangan : )((#2''7.'7(29"*9;"72'%*)-*5F52&&%*7"F(F92#9* H*
327(2I&"*F"#F(9(3(9%
V = aktivitas in vitro (yaitu biasanya sensitif) !"
- = Pantas terapi atau biasanya tahan ? = variabel sensitivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Keuntungan antibiotik profilaksis yang tepat dapat menurunkan infeksi luka operasi dan morbiditas, menurunkan biaya perawatan kesehatan dan mengurangi lama tinggal di rumah sakit. Selain itu kejadian infeksi luka operasi juga memiliki faktor risiko lain, antara lain jenis operasi (bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi), adanya komorditas yang dilihat dari skor ASA dan lama operasi dapat diperhitungkan sebagai indeks
risiko. Indeks risiko
bertambah bila skor ASA >2. Lama operasi dihitung denga menggunakan T-time yang ditentukan oleh NNIS (National Nosocomial Infection Surveilance). Apabila lama operasi melebihi persentil 75 maka indeks risiko akan bertambah. Penggunaan antibiotik profilaksis berkaitan dengan hal tersebut. (Direktorat jendral,20012; Pear, 2007) 2.1.3.3 Antibiotika Terapetik Antibiotik
terapetik
adanya manifestasi
adalah
infeksi,
penggunaan
antibiotik pada keadaan
dibedakan menjadi terapi empiric dan defin-
itive/terdokumentasi. Terapi empirik diberikan bila laboratorium penunjang mendukung adanya
bukti
klinis dan
infeksi, tetapi tidak/ belum
ada bukti pemeriksaan yang memastikan adanya agen penyebab infeksi. Terapi empirik seharusnya tidak terdokumentasi yaitu
lebih
pemberian
dari
72
antibiotik
jam. Terapi
definitif/
yang didasarkan pada hasil
kultur dan uji kepekaan yang terbukti infeksi bakterial. Penggunaan antibiotik secara tepat erat kaitannya dengan penggunaan penggunaan
antibiotik berspektrum sempit dengan indikasi yang tepat,
dosis yang adekuat, serta tidak lebih lama dari yang dibut- uhkan. Terapi inisial
dapat menggunakan antibiotik spectrum luas
segera disesuaikan setelah
dan sebaiknya
hasil laboratorium mikrobiologi keluar. Proses
ini disebut streamlining. Hal ini tidak hanya mengubah dari spektrum luas ke spektrum yang lebih sempit, tetapi juga
dari terapi kombinasi ke terapi
tunggal, serta dari antibiotik jenis baru ke jenis ini
lebih
dengan
menguntungkan dalam hal obat
pencegahan
jenis lama terjadinya
yang lebih
lama. Strategi
biaya, dapat menambah pengalaman
terhadap
jenis
infeksi yang
resistensi. Indikasi yang
sama serta
tepat diawali dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
diagnosis
infeksi
yang
tepat.
Antibiotik
tidak
diresepkan
pada
kasus infeksi virus atau self limited disease. (Dertarani, 2009) Antibiotik yang ideal untuk terapi dan profilaksis sebaiknya : (gyssens, 1996 & 2011) 1) Memiliki aktivitas tinggi terhadap mikroorganisme penyebab 2) Mencapai konsentrasi yang efektif pada daerah infeksi 3) Memiliki waktu paruh yang panjang 4) Memiliki tingkat toksisitas rendah 5) Tidak menyebabkan alergi 6) Tidak berinteraksi dengan obat lain 7) Tidak menyebabkan resistensi mikroorganisme di pasien dan lingkungan 8) Dapat diadministrasikan sesuai rute yang dibutuhkan 9) Tidak mahal
2.4
Penggolongan Antibiotika (Permenkes, 2011) Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin. 2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. 3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim dan sulfonamid. 4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
nitrofurantoin. Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja: (Permenkes, 2011) a. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri 1.
AntibiotikBeta-Laktam Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif. Antibiotik beta- laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.
2.
Basitrasin Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Grampositif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik.
3.
Vankomisin Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria resisten
terhadap
vankomisin.
Vankomisin
diberikan
secara
intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
dosis tinggi. b. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,
kloramfenikol,
makrolida
(eritromisin,
azitromisin,
klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. c. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat SulfonamiddanTrimetoprim Sulfonamid bersifat bakteriostatik. Trimetoprim
dalam
kombinasi
dengan
sulfametoksazol,
mampu
menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S. aureus, Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H . influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram- negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii. d. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat a. Kuinolon 1) Asam nalidiksat Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae. 2) Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin,
ofloksasin,
moksifloksasin,
pefloksasin,
levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli, Salmonella,
Haemophilus,
Moraxella
catarrhalis
serta
Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa. b. Nitrofuran Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
2.5 Bedah 2.5.1 Definisi Yang dimaksud dengan pembedahan adalah semua tindak yang menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditanggapi. pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak
perbaikan
yang
diakhiri
dengan
penutupan
dan
penjahitan
luka.(Sjamsuhidajat,1997) 2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi Asepsi adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman. Keadaan asepeis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah. Asepsis adalah cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman pathogen. Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh kuman pathogen. (Sjamsuhidajat,1997) 2.5.3 Kuman Penyebab a. Infeksi Bakteri pathogenesis infeksi bakteri mencakup inisiasi dari proses infeksi dan mekanisme yang menyebabkan pemunculan tanda-tanda dan simtom penyakit. perlekatan pada sel inang, toksigenitas, dan kemampuan untuk menghindari system imun inang. Banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara umum merupakan pathogen bersifat tidak tampak atau asimtomatik.penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi imnologik terhadap keberadaan menyebabkan cukup kerusakan terhadap seseorang. (Jawetz dkk, 1996) b. Jenis-Jenis Kuman penyebab infeksi bakteri Untuk mempermudah dalam pemilihan antibiotika, mungkin ada baiknya mengenal kembali jenis-jenis infeksi atau jenis-jenis kuman penyebab infeksi secara global. Kuman-kuman penyebab infesi secara umum dapat dikategorikan secara besar sebagai berikut. (Santoso dkk, 2003) • Kuman gram positif, dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan kuman anaerob.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
a. kuman gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken (streptokokus, stafilokokus), dan lain-lain. Antibiotika pilihan utama adalah penisilin spectrum sempit (asalkan tidak ada resistensi karena produksi enzim penisilinase) b. kuman Gram positif anaerob: meliputi klostridia, misalnya C. tetani, C. botulinum, C. gas gangrene dan spectrum sempit tetap merupakan obat pilihan utama, juga metronizol. • Kuman Gram negative, terbagi menjadi kuman yang bersifat aerob dan anaerob. a. gram negative aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitides atau
pnemokokus),
kuman-kuman
enteric
(E.coli,
klebsiela
dan
enterobakter), salmonella, shigella, vibrio, pseudomonas, haemofilus dan lain-lain. Pilihan antibiotika dapat berupa penisilin spectrum luas, tetrasiklin, kloramfenikol, sefalosporin dan lain-lain. b. Gram negative anaerob: termasuk disini yang penting adalah golongan Bacteroides dan Fusobacterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa sefalosporin, metronidazole, kombinasi amoksilin dengan asam klavulana. 2.5 4 Infeksi (Sjamsuhidajat,1997) Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosocomial. secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nonokomial. Infeksi nosocomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endigen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memag sudah ada didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita sebut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
dengan self infection atau auto mikroorganisme yan berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Tanda-Tanda Infeksi yaitu: 1. Panas daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/fenomena panas local karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dari hyperemia local tidak menimbulkan perubahan. 2. Rasa sakit Dapat ditimbulkan oleh perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang mengakibatkan peningkatan tekanan local dan menimbulkan rasa sakit. 3. Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian
lebih banyak darah yang
mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti. 4. Pembengkakan pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan intertisial. Campuran cairan dan sel tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. 5. erubahan fungsi Adanya perubahan fungsi secara superfisial bagian yang bengkak dan sakit disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsi secara normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Sumber infeksi bedah umumnya berasal dari: 1. Udara Udara merupakan sumber kuman, karena yang halus di udara mengandung sejumlah mikro yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan kulit, maupun alat lain di ruang pemedahan. Untuk tetap dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi lingkungan tertentu seperti suhu, kelembaban, ada atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi tertentu dan udara. Umumnya bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak cepat pada suhu antara 200 sampai 370 C. Suasana yang lembab merupakan kondisi yang baik buat pertumbuhan dan reproduksi bakteri tetapi bakteri tertentu dapat tumbuh pada nanah yang mongering, ludah atau darah setelah waktu lam. Bakteri anaerob umumnya berasal dari usus dan dapat hidup tanpa oksigen, tetapi bakteri aerob memerlukan oksigen, dan bakteri yang disebut fakultatif aerob-anaerob dalam keadaan tanpa atau ada oksigen. 2. Alat Pembedahan Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat lain melalui perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa hewan misalnya serangga, manusia, atau benda yang terkontaminasi seperti alat atau instrument bedah. jadi dalam hal ini, alat beda, personil, dan dokter pembedah merupakan pembawa yang pontesial untuk memindahkan bakteri. 3. Kulit Penderita Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia flora komensal misalnya Staphylococcus epidermis yang pada keadaan normal terdapat di kulit dan tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora transien yang dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran, misalnya S aureus
yang bersifat pathogen dan dapat menyebabkan infeksi yang
mengancam hidup bila masuk lewat luka opersai. kulit penderita merupakan salah satu sumber bakteri, terutama karena penderita dibawa masuk ke tempat pembedahan dari luar kandanf tanpa persiapan terlebih dahulu. 4. Usus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteri yang dapat muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung yaitu, melalui lubang anus atau melalui pembedahan pada usus. Bakteri yang berada didalam usus dalam keadaan fisiologik umumnya adalah bakteri komensal, tetapi dapat menjadi pathogen melalui luka pembedahan. 5. Darah Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau bakteri pathogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita tanpa disterilkan terlebih dahulu. 2.6 Apendisitis Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk, 2001). Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memotong jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.(Smeltzer, Suzanne C, 2001). 2.6.1
Anatomi (Anonim, 2009) Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum
(bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic. Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus. Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior. (Hamani, 1997) 2.6.2
Fisiologi (Anonim, 2009 & Hamani, 1997) Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga
berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis. Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. 2.6.3
Patofisiologi (Anonim, 2009) Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada
appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut 2.6.4
Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (Anonim, 2009 & Hamani, 1997): 1. Nyeri abdominal. Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7°-38,3° C. Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi 2.7
Pedoman Terapi Antibiotika Dengan makin banyaknya jenis antibiotika baru yang diperkenalkan, maka
para klinisi menghadapi kesulitan dalam mempertimbangkan peran dari suatu antibakteri baru dibandingkan jenis lainnya yang sudah ada. Di dalam memilih antibakteri yang rasional perlu memperhatikan 3 faktor, yaitu faktor pasien atau aspek klinis (yang meliputi, tingkat keparahan penyakit, usia pasien, gangguan fungsi organ, kondisi kehamilan dan laktasi), faktor mikroba atau aspek mikrobiologis (yang meliputi, kepekaan atau sensitivitas bakteri, relevansi hasil pemeriksaan laboratorium dan mencegah berkembangnya resistensi mikroba) dan faktor antibiotika itu sendiri atau aspek farmakologis, (yang meliputi farmakodinamik, farmakokinetik dan efek samping obat). (Permenkes, 2011) 2.8
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan bertujuan untuk:
1.
Mengetahui jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit
2.
Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit
3.
Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di rumah sakit secara sistematik dan terstandar.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
4.
Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kuantitatif
maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan penghitungan DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed days), untuk mengevaluasi jenis dan jumlah antibiotik yang digunakan. Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan metode Gyssen, untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik. (Permenkes, 2011)
2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik Pengkajian kualitas antibiotik dapat dilakukan dengan pendekatan retrospektif dengan melihat catatan medik. Penilaian penggunaan antibiotik yang rasional atau tidak rasional berdasarkan indikasi, dosis, lama pemberian, pilihan jenis, dan lain-lain. ( Gyssens, 1997; Meer, 2011) Antibiotik yang diberikan dapat dibedakan menjadi tipe terapi. Peresepan untuk profilaksis atau ADP (Antimicrobial Drug Prophylaxis) adalah pemberian antibiotik 1 /2 - 1 jam sebelum tindakan bedah tanpa adanya gejala infeksi. Pemberian antibiotik tipe terapi dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, ADE (Antimicrobial Drug Empiric Therapy) yaitu terapi empirik yang digunakan pada 72 jam pertama perawatan dan belum diketahui hasil kulturnya. Kedua, ADD (Antimicrobial Drug defenitive) yaitu terapi empirik luas tanpa diagnosis definitif yang merupakan kelanjutan dari ADE. (Hadi, 2008) Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medik pasien dan kondisi klinis pasien. Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan dalam melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotik: 1. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotik yang diberikan. 2. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur pada Lampiran 1. 3. Hasil penilaian dikategorikan sebagai berikut: (Gyssen IC, 2005):
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Kategori 0
=
penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I
=
penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA
=
penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB
=
penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC
=
penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA
=
penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB
=
penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA
=
ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB
=
ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVC
=
ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IV sempit
=
ada antibiotik lain yang spectrum antibakterinya lebih
Kategori V
=
tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI
=
data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
Alur
Penilaian
Kualitas
Penggunaan
Antibiotik
menggunakan
Gyssen
Classification dilihat sebagai berikut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
!"# #
./012#
&131# 4567819#
tidak
)(# :295;0/816#
tidak
):1#)(#0126## 05<2=#5>5832>#
ya
):1#)(#0126# 8/;167#3?8@28#
ya
):1#)(#0126# 05<2=#A/;1=#
ya
$%#
*+,-#
$#
*+,-#
ya
ya
tidak
%$)#
%$(#
tidak %$'#
tidak ):1#)(#0126#@9583;/A# 05<2=#@5A923#
ya
%$
tidak -5A<5;216# 35;010/#01A1#
tidak
tidak
-5A<5;216# 35;010/#@267813#
&?@2@#35913#
%%)#
ya
ya
ya
tidak
%635;B10#35913##
tidak
C/35#35913#
tidak
%%(#
ya %%%)#
%%%(# %%'#
ya !"#"$%#35913#
tidak
%#
ya +2:18#35;7?0?67#%D$%#
"#
Gambar 2. Alur penilaian kualitas penggunaan antibiotik (dikutip dari Quality of
antimicrobial drug prescription in hospital )28 # #
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kualitas Antibiotika berdasarkan: • • • • • • •
indikasi dosis lama pemberian pilihan jenis AB rute jenis kelamin umur
Infeksi
3.2 Defenisi Operasional No
Variabel
Defenisi Operasional
Pengamatan Skala
1
Antibiotik
Antibiotik yang diberikan pada pasien bedah Infeksi apendik untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien apendik tersebut.
2
Indikasi
Ordinal
Tidak terinfeksi
yaitu penggunaan antibiotik yang diberikan Apendisitis
Ordinal
sesuai dengan indikasi yang diderita. 3
Dosis
yaitu dosis yang diberikan pada pasien Tepat bedah apendik sesuai dengan pemakaian antibiotika
4
Tidak tepat
Lama
yaitu lama pemakaian antibiotika yang Tepat
pemberian
diberikan
antibotika
sesuaian dengan literatur yang menyatakan
oleh
dokter
kepada
pasien
Ordinal
Ordinal
Tidak tepat
lamanya pemakaian antibiotika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
5
6
Jenis
yaitu jenis antibiotika yang digunakan harus Tepat
antibiotika
sesuaian dengan indikasi yang diderita
Rute
adalah rute penggunaan antibiotika yang Tepat diberikan melalui iv atau oral.
7
8
Tidak tepat Ordinal
Tidak tepat
Jenis
Identitas untuk membedakan antara laki-laki Laki-laki
kelamin
dan perempuan
Usia
Merupakan umur seseorang yang dilihat dari Anak-anak
Ordinal
Perempuan
rekam medik pasien bedah apendik, yang dilihat dari tanda lahir sampai dirawat
Ordinal
Dewasa Lanjut usia
(WHO,1999)
Ordinal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi Dan Waktu Penelitian
4.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta. 4.1.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2013 dengan pengamatan retrospektif yaitu pada pasien bedah apendik yang dirawat di RSUP Fatmawati selama tahun 2012. 4.2
Desain penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional.
4.3
Populasi Dan sample
4.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien bedah apendik yang tercatat di RSUP Fatmawati tahun 2012 sekitar 218. 4.3.2 Sample Sampel pada penelitian ini adalah semua unit yang memenuhi kriteria inklusi. 4.4
kriteria Inklusi dan Ekslusi
4.4.1 Kriteria inklusi : 1. Data rekam medik tahun 2012 pasien di RSUP Fatmawati 2. Data rekam medik tahun 2012 pasien Apendik yang diberikan tindakan/operasi 3. Rekam medik tahun 2012 yang jelas terbaca dan lengkap 4. Data rekam medik tahun 2012 yang di berikan antibiotik profilaksis untuk bedah apendik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
4.4.2 Kriteria eklusi : 1.
Data rekam medik penggunaan antibiotik yang tidak lengkap
2.
Pasien pulang paksa sebelum program pemberian antibiotik pasien tersebut selesai
4.5
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan didapat dari : 1. Rekam medik pasien bedah apendik 2. Catatan penggunaan antibiotika
4.6
Cara kerja Penggunaan antibiotika secara kualitas dengan kriteria Gyssens 1. Peneliti mengambil data dari rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi tahun 2012. Data yang diambil meliputi : a. Nama antibiotika b. Indikasi c. Dosis d. Frekuensi e. Interval pemberian f. Cara pemberian g. Data demografi (umur, jenis kelamin) 2. Pengumpulan data-data dari catatan medic tersebut akan dicatat pada lembaran formulir atau lembar pengumpulan data. 3. Analisa kualitas penggunaan antibiotika dengan metode Gyssens meliputi kategori 0, I, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB, IVA, IVB, IVC, IVD, V, VI 4. Analisa data untuk melihat kualitas penggunaan antibiotik di bangsal bedah pada tahun 2012
4.7
Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskiptif untuk melihat sebaran data yang
ada antara lain:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
1. Karakteristik pasien bedah apendik (jenis kelamin, usia) 2. jenis dan jumlah penggunaan antibiotika 3. kualitas penggunaan antibiotika pada pasien bedah apendik di RSUP Fatmawati tahun 2012
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan mulai dari bulan April sampai dengan Juni 2013 didapatkan 567 rekam medik periode tahun 2012, pasien yang menderita apendik terdapat 264 rekam medik pasien yang di lakukan tindakkan operasi apendik, dari 264 rekam medic terdapat 218 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan 218 rekam medik tersebut, didapat distribusi jenis kelamin dan umur yang tersaji pada tabel 1 dan 2. 5.2
Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012
5.2.1 Jenis Kelamin Tabel 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Fatmawati Ruangan
Jenis kelamin
Total
G. prof.
Teratai
VIP
Soelarto
n
%
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
67
30.73
21
9.63
4
1.83
92
42.20
Perempuan
93
42.66
32
14.67
1
0.45
126
57.80
Total
160
73.39
53
24.31
5
2.29
218
100
Berdasarkan tabel diatas persentasi yang paling banyak menggunakan antibiotik berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati antara lain 57.80% berjenis kelamin perempuan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
5.2.2 Usia Tabel 2. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia Usia
n
%
Anak-anak
68
31.20
Dewasa
139
63.76
Lanjut Usia
11
5.04
Total
218
100
Anak-anak : <18 tahun, dewasa: >18-60 tahun, lanjut usia >60 tahun.(WHO) Berdasarkan dari tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan antibiotik berdasarkan usia di RSUP Fatmawati yaitu
pada dewasa
63.76%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
5.3
Distribusi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012
5.3.1 Jenis Antibiotika Tabel 3. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik
Jenis Antibiotika
n
%
Ceftriaxone
204
61.44
Metronidazole
64
19.27
Cefixime
20
6.02
Cefotaxime
17
5.12
Cifrofloxacine
13
3.91
Gentamicin
5
1.50
Amoxicillin
4
1.20
Levofloxacin
2
0.60
Ceftazidine
1
0.30
Cefadroxil
1
0.30
Fosmycin
1
0.30
Total
332
100
Berdasarkan tabel di atas jenis antibiotik yang paling banyak mulai dari urutan yang tertinggi yaitu jenis antibiotik ceftriaxone dengan persentase 61.44%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
5.3.2 Rute Pemberian Tabel 4. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan rute pemberian Rute pemberian Total Jenis Antibiotik
IV
PO
n
%
n
%
n
%
Ceftriaxone
204
100
0
00
204
100
Cefixime
12
60
8
40
20
100
Cefotaxime
17
100
0
00
17
100
Ceftazidine
1
100
0
00
1
100
Cifrofloxacine
6
46.15
7
53.84
13
100
Cefadroxil
0
00
1
100
1
100
Gentamicin
5
100
0
00
5
100
Fosmycin
1
100
0
00
1
100
Levofloxacin
1
50
1
50
2
100
Metronidazole
61
95.31
3
4.68
64
100
Amoxicillin
1
25
3
75
4
100
Total
309
93.07
23
6.92
332
100
Dari hasil tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan antibiotik
berdasarkan rute pemberian di RSUP Fatmawati adalah IV
(93.07%).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis Tabel 5. Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Apendik tahun 2012 Waktu
n
%
Tidak diberikan
20
9.17
30 menit
150
68.80
1 jam
42
19.26
Total
218
100
Dari hasil diatas Antibiotik Profilaksis yang di berikan sebanyak 68.80% yaitu pemberian antibiotik profilaksis selama 30 menit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
5.4
Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012
5.4.1 Jenis Terapi Tabel 6. Kualitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi Jenis terapi
n
%
ADE (Antimicrobial Drug Empiric)
190
87.15
ADD(Antimicrobial Drug Defenitife)
28
12.84
218
100
Total
Berdasakan pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis terapi yang digunakan, 87.15 % adalah terapi antibiotik dengan indikasi yang belum diketahui jenis infeksinya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
5.4.2 Kategori Gyssens Tabel 7. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens Kategori VI IVC D IVA IIA 0
Kriteria Gyssens
n
%
1
0.30
Ada antibiotik yang lebih murah
7
2.10
Ada antibiotik lain yang lebih efektif
3
0.90
Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
47
14.15
Penggunaan antibiotik tepat/bijak
274
82.53
Total
332
100
Data penggunaan antibiotika tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
Dari hasil analisa data hanya terdapat beberapa kategori gyssens yang dapat di analisis yaitu kategori VI, IVC, IVA, IIA, 0, dari pemilihan data tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori V, IVD, IVB, IIIB, IIIA, IIC, IIB, I tidak di temukan data sesuai dengan kategori tersebut. Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan hasil bahwa penggunaan antibiotik yang paling banyak menunjukkan hasil termasuk dalam kategori 0 atau penggunaan antibiotik rasional sebesar 82.53%.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
5.5 Pembahasan 5.5.1 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian adalah data yang diambil dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data rekam medik pasien bedah apendik tahun 2012, sehingga kemungkinan peneliti kesulitan dalam menganalisa beberapa data yang diperlukan misalnya tidak ada hasil kultur bakteri. 5.5.2 Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Dan Rute Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012 Dari hasil penelitian yang didapat bahwa penggunaan antibiotik yang paling banyak berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati adalah laki-laki sebanyak 42.20%. Dan penggunaan antibiotik berdasarkan umur yang paling banyak adalah pada dewasa (>18-60 th) hasil penelitian yang didapat dikarenakan pola makan yang tidak sesuai sehingga menyebabkan banyak terdapat apendiktomi pada usia dewasa. Bedasarkan hasil penelitian jenis penggunaan antibiotik
dan rute
pemberian antibiotik yang didapatkan bahwa antibiotik ceftriaxone paling banyak digunakan dengan dan rute pemberian antibiotik melalui IV banyaknya hasil yang didapat karena berdasarkan formularium RSUP Fatmawat antibiotik ceftriaxone merupakan antibiotik yang paling aman di gunakan untuk tindakan pembedahan atau operasi, berdasarkan literature dari permenkes bahwa antibiotik ceftriaxone ialah antibiotik golongan sefalosporin generasi ke tiga dengan mekanisme kerja menghambat dinding sel bakteri dengan aktivitas lebih besar dari sefalosporin generasi kedua terhadap bakteri Gram-negatif tertentu. Namun, mereka kurang aktif dari cefuroxime terhadap bakteri Gram-positif, terutama Staphylococcus aureus. Spektrum antibakteri luas mereka dapat mendorong superinfeksi dengan bakteri resisten atau jamur. Kemampuan ceftriaxone untuk berpenetrasi keseluruh jaringan dijadikan pertimbangan dalam pemilihan antibiotika, sehingga dapat digunakan sebagai terapi penanganan infeksi berat termasuk infeksi pada bedah apendik. Untuk jenis antibioktik metronidazole dengan mekanisme kerja obat yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
aktif terhadap protozoa menjadi pertimbangan yang paling mendasar, sehingga obat ini diindikasikan untuk infeksi intra abdomen anaerob (Katzung, 2007). Kombinasi dengan antibiotika golongan sefalosporin atau carbapenem diharapkan mencapai target terapi yang lebih luas dan efek kerja yang maksimal, karena mekanisme kerja obat ini melalui penghambatan sintesis DNA protozoa, sehingga menyebabkan kematian sel. Untuk antibiotik Ciprofloxacin dan levofloxacin adalah golongan kuinolon. Perbedaan antara levofloxacin dan ciprofloxacin adalah ciprofloxacin termasuk agen yang kuat terhadap gram negative, sedangkan levofloxacin mempunyai potensi dua kali lipat terhadap gram positif. Obat golongan fluorokuinolon diindikasikan untuk infeksi jaringan lunak, tulang dan persendian, infeksi intra-abdominal, infeksi saluran nafas dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang banyak resisten terhadap antibiotika, seperti Pseudomonas sp (Katzung, 2007). Antibiotik Fofosmicin Na termasuk golongan antibiotika baru dengan struktur kimia yang lebih sederhana dari antibiotika lainnya dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Mekanisme penghambatan melalui tahap paling awal dari sintesis dinding sel bakteri (Katzung, 2007). Obat ini aktif terhadap P. aeruginosa, Serratia marescen, S. aureus, E. coli dan bakteri patogen yang resisten multiobat. Antibiotika ini diindikasikan untuk pencegahan infeksi dari pembedahan abdomen. Penggunaan fosmicin sangat terbatas karena mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkan yaitu meningkatkan kerja enzim hati, sehingga obat ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penurunan fungsi hati. Pertimbangan lain adalah karena harga fosmisin relatif tinggi dan sekarang ini masih berpotensi tinggi terhadap berbagai jenis bakteri, sesuai dengan peta kuman yang ada di ruang perawatan ICU RSUP Fatmawati selama periode penelitian. Penggunaan antibiotik berdasarkan lamanya terapi antibiotik profilaksis terdapat pemberian antibiotik profilaksis selama 30 menit 1 jam. Dari hasil tersebut perlu kita ketahui bahwa prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsusng. Dan juga dalam pemilihan antibiotik profilaksis harus sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
terbanyak pada kasus yang bersangkutan, spectrum sempit untuk mengurangi resiko resistensi bakteri, dan harga terjangkau. 5.5.3 Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 Penggunaan antibiotik di bedakan menjadi beberapa jenis terapi. Pada penelitian ini beberapa jenis terapi tersebut didapatkan ADE (Antimicrobial Drug Empiric) dimana hasil yang didapatkan adalah sebesar 87.15 %. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiric merupakan penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang digunakan pada 48-72 jam pertama perawatan dan belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiric ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga maenjadi penyebab infeksi sebelum memperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi (Permenkes 2011). Sedangkan terapi ADD (Antimicrobial Drug Defenitive) sebesar 12.84 %, penggunaan antibiotik untuk terapi defenitif merupakan penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah di ketahui jenis bakteri penyebabnya dan pola resistensinya dimana penggunaan antibiotik ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau laboratorium. Hasil analisis deskriptif terhadap jenis bakteri diperoleh jumlah terbanyak adalah Escherichia coli dapat dilihat pada lampiran 1. Tingginya jumlah bakteri ini, kemungkinan karena bakteri ini telah berkoloni dengan lingkungan di rumah sakit (seperti peralatan medis, udara dan air), sehingga dapat menyebabkan infeksi pada pasien rawat inap. Disamping itu berhubungan dengan jenis penyakit yang diderita pasien, yaitu tindakan Apendiktomi, karena bakteri ini umumnya ada pada pasien dengan tindakan operasi besar. Menurut Wilson & Estes, (2008), bakteri ini umumnya ada dalam penyakit seperti pasca pembedahan Apendiktomi. Bakteri ini sering diisolasi dari bagian-bagian non steril (mulut, sputum, pus, dan lain-lain) (Rosana, Riyanto & Setiawan, 2007). Penggunaan antibiotik secara kualitas dilakukan dengan menggunakan alur Gyssens dkk, yang terbagi dalam 0-VI kategori dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Berdasarkan hasil penelitian dari 13 kategori gyssens hanya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
ada beberapa kategori yang masuk dalam penilaian kualitas yaitu kategori VI, IVC, IVA, IIA, 0, dari pemilihan data tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori V, IVD, IVB, IIIB, IIIA, IIC, IIB, I tidak di temukan data sesuai dengan kategori tersebut. Dalam penelitian ini untuk kasus bedah appendik pada tahun 2012 di RSUP Fatmawati, dalam kategori 0 yaitu penggunaan antibiotik yang rasional atau penggunaan antibiotik yang tepat/bijak mendapatkan nilai persentase tertinggi dari kategori yang lain yang kemungkinan di pengaruhi oleh pengetahuan dokter. 5.5.4
Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Bedah Apendik Dalam upaya meningktkan Rasionalitas penggunaan antibiotik di RSUP
Fatmawati khususnya bedah apendik harus dapat mempertimbangkan pada pemilihan antibiotik yaitu yang pertama resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dimana kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkana daya kerja antibiotik, hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara di antaranya merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi, mengubah reseptor titik tangkap antibiotik, mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri dan antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transfort aktif ke luar sel. Yang kedua factor farmakokinetik dan farmakodiamik yang seharusnya pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Yang ketiga factor interaksi dan efek samping obat dimana pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain,obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan, Efek dari interaksi yang terjadi sangat beragam mulai dari ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan absorbsi hinggan meningkatkan efek toksik obat lainnya. (Permenkes 2011) Dalam penelitian ini data yang di ambil pada kasus bedah appendix yang di lakukan pada umumnya menggunakan antibiotik profilaksis. prinsip penggunaan antibiotik profilaksis bedah yaitu pemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi. Diharapkan pada saat opresi antibiotik di jaringan target operasi sudah mencapai kadar optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya dasar penggunaan antibiotik untuk tujuan profilaksis yaitu golongan sefalosporin generasi 1 dan 2, pada kasus tertentu yang dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat di tambahkan metronidazole. Namun pada kenyataanya di RSUP Fatamawati antibiotik profilaksis yang di gunakan termasuk dalam golongan sefalsporin generasi ke 3, karena antibiotik golongan sefalosporin generasi ke tiga dengan mekanisme kerja menghambat dinding sel bakteri dengan aktivitas lebih besar dari sefalosporin generasi kedua terhadap bakteri Gram-negatif tertentu. Spektrum antibakteri luas mereka dapat mendorong superinfeksi dengan bakteri resisten atau jamur. Kemampuan ceftriaxone untuk berpenetrasi keseluruh jaringan dijadikan pertimbangan dalam pemilihan antibiotika, sehingga dapat digunakan sebagai terapi penanganan infeksi berat termasuk infeksi pada bedah appendix. 5.5.5 Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik Pada penelitian ini menunjukkan bahwa untuk antibiotik ceftriaxone menunjukkan resistensi
100% hampir pada semua bakteri, untuk resistensi
sebesar 25% diunjukkan pada antibiotik Ciprofloxacin, untuk antibiotik Amoxicilin, Cefixime dan Levofloxacin menunjukkan persentase resistensi terendah (0%) Data-data tersebut dapat dilihat pada lampiran ke 3 pada halaman belakang. Kepekaan bakteri selama periode penelitian menunjukkan bahwa hampir semua bakteri yang ditemukan di RSUP Fatmawati khsusunya untuk kasus bedah appendix sudah mengalami resistensi yang cukup besar terhadap golongan sefalosporin. Hal ini dimungkinkan bakteri yang ada telah membawa resistensi terhadap antibiotika sebagai pertahanan hidup. Kemungkinan lain adalah pasienpasien yang masuk mendapatkan bakteri dari rumah sakit yang mempunyai tingkat resistensi lebih tinggi. Pada penelitian ini hasil persentase berdasarkan kultur bakteri yang terdapat tiga bagian yaitu tidak dilakukan test kultur sebesar 87.15%, sedangkan test kultur dengan hasil negatif(-) yaitu 3.66% dan test kultur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
dengan hasil positif(+) yaitu 9.17% dapat dilihat pada lampiran 5. Hal ini perlu di perhatikan dalam menentukan pemilihan antibiotik dengan melakukan test pola kuman terhadap pasien untuk mencapai pengobatan sesuai target yag diinginkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian hasil yang dapat disimpulkan adalah
1.
Jenis penggunaan antibiotik pada kasus bedah appendix di RSUP Fatmawati yang terbesar yaitu antibiotik Ceftriaxone (61.44%) dengan rute pemberian melalui IV (93.07%).
2.
Lamanya terapi antibiotik profilaksis pada pasien apendik tahun 2012 sebesar 70.18% atau antibiotik profilaksis yang diberikan 30 menit sebelum OP.
3.
Kualitas penggunaan antibiotik yang rasional pada kasus bedah didapatkan hasil sebesar 82.23%.
6.2
Saran
1.
Dalam penggunaan antibiotik untuk apendisitis di RSUP Fatmawati atau dalam pemilihan resep perlu didasari atas kajian berdasarkan kategori gyssens.
2.
Perlunya dilakukan penelitian di RSUP Fatmawati yang lebih dalam mengenai factor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik secara kualitas sehingga penggunaan antibiotik oleh para klinisi lebih rasional.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. 104 Antibiotic Prophylaxis In Surgery. A National Clinical Guideline. Scittish Intercollegiate Guidelines Network. Elliot House 8-10 Hillside Crescent, Edinburg. Anonim, Appendicitis, The Merck Manual Sec 3, htm. 2009 American Society for Microbiology. Report on The ASM Task Force on Antibiotic
Resistance.
(On
Line)
:
URL.
http/www.slackinc.
com/general/iche/stor1197/edit.htm Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxon I, Goodman Gilman’s Manual of pharmacologi and therapeutics. section VIII chemotherapy of Antimicrobial Disease. The McGraw-Hill Companies; 2008. page 707 Bibliography of Scientific Publication on Antimicrobial Resistence from SouthEast Asia Region 1990-2010 [internet]. 2011 [cited 2011 September 25] Available from http://www.searo.who.int/linkfiles/whd-11_bibilography.pdf. Directorate General of Medical Care Ministry of Health Republic of Indonesia. Antimicrobial Resistance, Antibiotic Usage and Infection Control ; 2005 WHO. World Health Day 2011 : Policy briefs [cited : 2012 Jan 05]. Available from : www.WHO.org Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. ed.31. Jakarta:EGC; 2010 Farida H. Kualitas penggunaan antibiotik pada anak dengan demam pra dan pascapelatihan dokter tentang penggunan antibiotik yang tepat di Bagian Kesehatan Anak RS Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro. 2005 Faridah IN, Andayani TM, Inayati. Journal of Management and Pharmacy Practice. UGM.2012
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Gyssens IC, Geerligs IEJ, Nannini-Bergman MG, Knape JTA, Hekster YA, Van
der
Meer JWM.
The
timing
of
antimicrobial
prophylaxis
in surgery. 1996. J Antimicrobial Chemotherapy Gyssens IC. Antibiotic policy. International Journal of Antimicrobial Agents.2011:11-20 Gyssens IC. Preventing postoperative infection: Curent treatment recom mendation. Drugs.1999;57(2):175-85 Gyssens
IC,
prescription in
Van
der
Meer
JW. Quality
of
antimicrobial drug
hospital. Clin Microbial Infect 2001:7 (Supplement 6):
12-15 Hadi,
Usman.
Antibiotic
usage
and
antimicrobial
resistance
in
Indonesia [PhD thesis].2009: 155-16 Jawetz, E., Melnick, J. dan Adelberg, E., “Mikrobiologi Kedokteran”, EGC, Jakarta, 1996, hal 153-176. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik.ed.6. 1997.Jakarta:EGC Kakkilaya, Srinivas. Rational Medicine: Rational use of antibiotics [internet]. Available from http://www.rationalmedicine.org/antibiotics.htm. [cited 2011 September 25]. Leung
E, Weil ED, Raviglione M;Nakatani H. The WHO policy package to
combat antimicrobial resistance. Bull World Health Organ 2011; 89:390-392 Munckhof W., 2005. Antibiotics for surgical prophylaxis. Australian Prescriber, vol 28. Number 2. April 2005. Page 38 to 40 Neal, Michael J. Medical Pharmacology At a Glance. Edisi 5. Penerbit Erlangga. 2006. h. 81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Notoatmojo S. Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset, 1997: 89-92 Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011 Santoso, B., Suryawati, S., Datu, S.S, “Bagian Farmakologi Klinik”, FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2003. Sjamsuhidajat,R., dan Wim de Jong, “Buku Ajar Ilmu Bedah”, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997, Hal 287-299 dan 335-391. Venugopalan A, Essentials of Veterinary Surgery seventh edition. 2010 WHO Departement of Communicable Disease Surveillance and Respose . WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance. WHO Web site. [online].
URL:http://who.int/emc
Willemsen, Ina. Groenhuijzen A, Bogaers D, Stuurman A, Keulen P, Kluytmans J. Appropriatness of antimicrobial therapy measured by rep eated prevalence surveys. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Mar 2007: 864-867 Widjojo pneumonia
P,
Khairuddin. patients
whom
Study taken
of
antibiotic care
in
usage the
rationality
internal
in
medicine
ward Dr. Karyadi General Hospital Semarang during 2008. Diponegoro University : 2008
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
L A M P I R A N
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 1. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Di Rawat Inap Teratai Organisme
AMC
Lantai II
CRO
CFM
n
%
n
%
Escherichia coli
1
3.84
1
Klebsiella pneumoniea
1
3.84
n
%
CIP n
LVX %
n
%
Total n
%
3.84
2
7.69
1
3.84
2
7.69
1
3.84
1
3.84
1
3.84
Gram negative (-)
Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+) Streptococcus, Group D (nonenterococcal) Total
2
7.69
4
15.38
-
-
1
3.84
9
34.61
2
7.69
-
-
1
3.84
2
7.69
1
3.84
7
26.92
12
46.15
Lantai III Gram negative (-) Escherichia coli Klebsiella pneumoniea Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Streptococcus, Group D (nonenterococcal) Total
1
3.84
9
34.61
7
26.92
7
26.92
2
7.69
-
-
-
-
12
46.15
7
26.92
7
26.92
26
100
Lantai IV Gram negative (-) Escherichia coli Klebsiella pneumoniea Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+) Streptococcus, Group D (nonenterococcal)
-
-
-
-
-
-
-
-
Total Keterangan : AMC (Amoxicilin), CRO (Ceftriaxone), CFM (Cefixime), CIP (Ciprofloxacin), LVX (Levofloxacin)
Lampiran 2. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap Antibiotik Di Rawat Inap Gedung Prof. Soelarto
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Organisme
AMC
Lantai II
n
CRO %
n
%
1
100
1
100
CFM
CIP
LVX
n
%
n
%
n
%
-
-
-
-
-
-
Gram negative (-) Escherichia coli Klebsiella pneumoniea Pseudomonas aeruginosa Gram positif (+) Streptococcus, Group D (non-enterococcal) Total
-
-
Keterangan : AMC (Amoxicilin), CRO (Ceftriaxone), CFM (Cefixime), CIP (Ciprofloxacin), LVX (Levofloxacin)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 3. Hubungan Antibiotik Dengan Pola Bakteri Antibiotik
Pola Bakteri N
AMC n
%
CRO n
%
n
%
1
8.3
Sensitif
12
11
90
Resisten
5
4
80
Intermediate
4
3
75
Total
21
1
25
CFM
CIP n
1
%
LVX n
%
1
8.3
20
100%
Keterangan : AMC (Amoxicilin), CRO (Ceftriaxone), CFM (Cefixime), CIP (Ciprofloxacin), LVX (Levofloxacin)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lmpiran 4. Hubungan Antibiotik Berdasarkan Pemakaian Dan Ruang Perawatan Teratai
Prof. sularto
VIP
Total
Penggunaan Antibiotik
n
%
n
%
n
%
n
%
Tunggal
129
59.17
52
23.85
4
1.85
185
84.86
Kombinasi
29
13.30
4
1.85
0
00
33
15.13
Total
158
72.47
56
25.68
4
1.85
218
100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 5. Hasil Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri Hasil kultur
n
%
Tidak dilakukan test kultur
190
87.15
Test kultur hasil negative (-)
8
3.66
Test kultur hasil positif (+)
20
9.17
Total
218
100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 6. Jenis antibiotik dan harga antibiotik yang digunakan RSUP Fatmawati pada bedah appendix Kemasan atau Bentuk Jenis antibiotik
Harga jual (Rp) Vial
Tablet
Ampul
Ceftriaxone
✔
−
-
Rp. 9500-,
Cefotaxime
✔
−
−
Rp. 9000-,
Ceftazidine
✔
−
−
Rp. 38.000-,
Cefixime
✔
−
−
Rp. 40,200-,
Cifrofloxacine
−
✔
−
Rp. 400 -,
Gentamicin
✔
−
−
Rp. 4000-,
Fosmycin
✔
−
−
Rp. 113.000-,
Levofloxacin
✔
✔
−
Rp. 800-, Rp. 114.400-,
Cefadroxil
−
✔
−
Rp. 1400-,
Metronidazole
−
✔
−
Rp. 2250-,
Amoxicillin
−
✔
−
Rp. 5000-,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 7. Lamanya Penggunaan Antibiotik Yang Diberikan Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 SOP AB (RS fatmawati) No
Nama Antibiotik
Penggunaan AB < 3 hr
Penggunaan AB >6 hr
Total
3-6 hr 1
Ceftriaxone
8
190
6
204
2
Metronidazole
2
59
3
64
3
Cefotaxime
-
17
4
Ceftazidine
-
1
-
1
5
Cefixime
-
20
-
20
6
Cifrofloxacine
-
13
-
13
7
Gentamicin
1
4
-
5
8
Fosfomycin
-
1
-
1
9
Levofloxacin
-
2
-
2
10
Cefadroxil
-
1
-
1
11
Amoxicillin
-
4
-
4
17
332
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 8. Alasan Pemilihan Kategori Gyssens Kategori VI
Alasan 1. tidak diberikan antibiotik Terdapat 7 AB yang harganya lebih murah dibanding dengan antibiotik lain yang digunakan:
IVC
1. Ceftriaxone(Rp.9500) > Amoxicilin(Rp.6000) = 5 kasus 2. cefixime(Rp.40.200) > Ceftriaxone(Rp.9500) = 2 kasus Terdapat 3 AB yang lebih baik dibanding dengan antibiotik lain yang digunakan :
IVA
Terdapat 3 kasus : Ceftriaxone resisten terhadap bakteri Streptococcus dibandingkan dengan AB levofloxacin yang sensitive terhadap bakteri tersebut. Terdapat 32 AB yang dosisnya tidak tepat yaitu 1. Cefixime 2g/hr yang diberikan sedangkan dari leteratur terdapat 400-800mg/hr untuk dewasa, 8mg/hr untuk anak2 = 9 kasus, Dan 300mg/hr kurang dari literatur 400mg/r =2 kasus
IIA
2. Ciprofloxacin 2x500mg yang diberikan lebih besar dari literatur 800mg/hr =12 kasus 3. Gentamicin 2x80mg yang diberikan lebih besar dari literatur 80mg/hr =4 kasus 4. fosfomycin 2x2g/hr yang diberikan lebih besar dari literatur 3g/hr =1 5. amoxicillin 3x600mg/hr yang diberikan lebih besar dari literatur 500mg/8jam =3 kasus 6. levofloxacin 1g/hr yang di berikan lebih besar dari literatur 500mg/hr =1 kasus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Penggunaan antibiotik tepat/bijak 1. ceftriaxone =204 kasus 2. cifprofloxacin = 1 kasus 3. cefixime = 9 kasus 4. metronidazole =64 kasus 0
5. amoxicillin =1 kasus 6. gentamicin = 1 kasus 7. levofloxacin = 1 kasus 8. cefotaxim=17 kasus 9. ceftazidine = 1 kasus 10. cefazolin =1 kasus 11. cefadroxil=1 kasus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 9. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis lazim. No
Nama Antibiotik
1
Cefixime
2
>DL
Ada 2
Ada 9 kasus
200mg/hr dan 300mg/hr
2
Ciprofloxacin
Total 11 kasus
g/hr=5 dan1 g/hr = 4 kasus
Ada 12 kasus
12 kasus
1 g/hr = 8 dan 2 g/hr = 4 3
Amoxicilin
Ada 3 kasus
3 kasus
2g/hr =2 dan 1,5g/hr = 1 4
Levpfloxacin
Ada 1 kasuss
1 kasus
1 g/hr 5
Gentamicin
Ada 4 kasus
4 kasus
160mg/hr =2 dan 2g/hr = 2 6
Fosfomycin
Ada 1 kasus 4g/hr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1 kasus
62
Lampiran 10. Jenis Antibiotik Dan Jumlah Dosis No
Nama Antibiotik
Dosis
Referensi
0-4 minggu iv.im. 100mg/kg/hr/12jam 1
Cefotaxime
Anak 1-12 th. im. iv. 50-180mg/kg/hr Anak >12th dan dewasa. 1g/12jam
2
3
Cefixime
Ceftazidine
PDH (pediatric dosage handbook) DIH (drug informations handbook)
Anak ≥6 bln. 8mg/kg/hr dlm 12-24jam
DIH
Anak >12 dan dewasa. 400mg/12-24jam
(drug informations handbook)
Anak 1-12 th. iv. 30-50mg/kg/hr/8jam
DIH
Max. 6 g/hr
(drug informations handbook)
Dewasa im.iv. 500mg-2g /8-12jam 4
Ceftriaxone
5
Cifrofloxacin
6
Gentamicin
7
Levofloxacin
Anak >8 th . 125mg dalam dosis tunggal
DIH
Dewasa im.iv . 1-2 g/12-24jam
(drug informations handbook)
Oral. 250mg/12 jam untuk 3 hr
DIH
iv. 400mg/12 jam untuk 4-6 minggu
(drug informations handbook)
Anak ≥ 5 th. iv.im. 2-2,5mg/kg/dosis/8jam
DIH
Dewasa . 4-8 mg/hr
(drug informations handbook)
Dewasa. 500mg/24jam untuk 7-14hr
DIH
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Nosocomial 750mg/24jam 8
9
Metronidazole
Oral.iv 500mg /6-8jam max. 4g/hr
Meropenem
(drug informations handbook) DIH (drug informations handbook)
iv >3 bln .10mg/kg/8jam max. 500mg/8jam
DIH
Dewasa 500mg/8jam
(drug informations handbook)
Intra-abdominal 1 g/8jam
10
Amoxicillin
≤3 bln. 20-30mg/kg/hr/12jam
DIH
>3 bln. 20-50mg/kg/hr/8-12jam
(drug informations handbook)
dewasa. 250-500mg/jam 11
Fosfomycin
3 g/2-3hr
12
Cefadroxil
1-2g/2 dosis terbagi
13
Cefazolin
DIH (drug informations handbook) DIH (drug informations handbook)
250-2g/6-12jam
DIH
(biasanya 8jam)
(drug informations handbook)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 11. Cara Pengambilan Data Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012
No
Nama
Jenis kelamin
Jenis antibiotik Umur Pre-OP
Post-OP
Jenis Bakteri
Rute
Dosis
Lama
Ruangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI YANG POSITIF ATAU DI KULTUR TAHUN 2012 No
1
Jenis kelamin L
Umur
81/2 th
Jenis Antibiotika
Bakteri
Pre -‐ OP
Post -‐ OP
Cefixime
Metronidazole
E. Coli S
Ceftriaxone 2
P
40th
l
14 th
Ceftriaxone
Amoxicillin
P
10 th
iv-‐iv
2x1gr -‐ 3x2gr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Amoxicillin
Metronidazole
iv-‐po
E. Coli I
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
iv-‐iv
3x500mg-‐3x500mg
Ceftriaxone
iv
Metronidazole
Metronidazole
E. Coli S Pseudomonas S
iv-‐iv iv
lama
spesimen
ruangan
5hr
pus
Lt. 3 utara
5hr
Pus
Lt. 2 utara
3hr
Pus
Lt. 3 utara
3hr
Pus
Lt. 2 utara
4hr
Pus
Lt. 4 utara
5hr
Pus
Lt. 3 utara
5hr
Pus
Lt. 4 selatan
2x700mg
Klebsiella pnemoniae S
Metronidazole 4
Dosis
Iv
Metronidazole 3
Rute
2x1gr-‐3x500mg 3x600mg
3x500mg 1gr-‐3x250mg (dinaikan 2x500mg) 3x250mg
5
6
7
P
L
p
16 th
11 th
17 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone
E.coli S
E.coli S
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
oral
3x500mg
iv-‐iv
2x750mg-‐2x750mg 3x200mg-‐3x200mg
E.coli S
Iv-‐iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2x1gr-‐2x1gr
66
8
9
L
P
38 th
44 th
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ciproloxacin
Ceftriaxone
Ceftriaxone R
levofloxacin S
iv E.coli R
11
12
L
L
p
17 th
18 th
14 th
Ceftriaxone S
Ceftriaxone S
Metronidazole
Ceftriaxone R
Ceftriaxone R
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone S
Ceftriaxone S
Streptococcus group D
E.coli
14
15
16
L
L
L
l
5 th
19 th
18 th
14 th
Pus
Lt. 4 selatan
2x1gr-‐2x1gr
4hr
Pus
Iv
500mg
3hr
Lt. 2 utara
iv
500mg 5hr
Pus
Lt. 4 selatan
4hr
Pus
Lt. 4 selatan
Pus
Lt. 3 utara
Iv-‐iv
iv-‐iv iv
E.coli
E.coli
Metronidazole 13
5hr
iv
Metronidazole 10
iv-‐iv
Ceftriaxone S
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone S
Ceftriaxone S
Metronidazole
Ceftriaxone R
Ceftriaxone R
Metronidazole
Ceftriaxone S
Ceftriaxone S
E.coli
E.coli
1x2gr-‐2x1gr 3x500mg
iv-‐iv
3x500mg-‐3x500mg
iv-‐iv
2x500mg-‐2x500mg
4hr
3x250mg
3hr
iv-‐iv
2x750mg-‐2x250mg
5hr
Pus
iv-‐iv
2x250mg-‐3x250mg
Lt. 3 utara
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Pus
Lt. 4 utara
5hr
pus
Lt. 4 selatan
5hr
Pus
Lt. 3 utara
iv-‐iv iv
E.coli
2x500mg
2x1gr-‐2x1gr
iv E.coli
2x2g-‐1x3gr
iv-‐iv
iv
Ceftriaxone S
3x500mg
iv-‐iv
3x500mg 1x2gr-‐2x1gr 3x500mg 2x1gr-‐2x1gr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
17
P
9 th
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone i
18
19
20
L
L
L
14 th
14 th
36 th
iv E.coli
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone i
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone s
Ceftriaxone
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone I
Ceftriaxone
iv-‐iv iv
E.coli
iv-‐iv
E.coli
iv-‐iv
5hr
Pus
Lt. 3 utara
5hr
Pus
Lt. 3 utara
5hr
Pus
Lt. 3 utara
8hr
Pus
Lt. 2 gps
3x250mg 2x500mg-‐1x1gr
2x500mg-‐1x1gr 3x250mg-‐3x250mg
E.coli
2x1gr-‐2x500mg
3x250mg-‐3x250mg
3x500mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1x2gr-‐1x2gr
68
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI YANG MENGHASILKAN BIAKAN NEGATIF DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 No
1
Jenis Umur kelamin L
8 th
Jenis Antibiotika
Bakteri
Pre -‐ OP
Post -‐ OP
Ceftriaxone
Cefixime
Rute
Dosis
lama
ruangan
-‐-‐-‐
iv-‐iv
2x700mg -‐ 2x1gr
5hr
Lt. 2 utara
-‐-‐-‐
iv-‐iv
2gr – 2x1gr
5hr
Lt. 4 utara
5hr
VIP
2
L
56 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone Metronidazole
3
p
60 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
po -‐-‐-‐
iv-‐iv
3x500 mg 2gr – 2x1gr
4
P
7 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
-‐-‐-‐
iv-‐iv
2x500mg – 2x500mg 3hr
Lt. 3 utara
5
P
56 th
Ceftriaxone
Cefixime
-‐-‐-‐
iv-‐oral
6
P
14 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
-‐-‐-‐
iv-‐iv
Metronidazole
2x1gr – 3x100mg
5hr
Lt. 2 utara
2x1gr – 2x1gr
7hr
Lt. 3 utara
iv
3x350mg
7
P
24 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
-‐-‐-‐
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 2 gps
8
P
60 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
-‐-‐-‐
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
2hr
Lt. 5 selatan
Metronidazole
Metronidazole
iv
3x500mg
2hr
Cefixim
po
2x200mg
3hr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUPA FATMAWATI YANG TIDAK DIKETAHUI BAKTERINYA TAHUN 2012 No
Jenis Umur kelamin
Jenis Antibiotika Pre -‐ OP
Post -‐ OP
Dosis
lama
ruangan
1
P
16 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1 gr-‐ 2x1 gr
4hr
VIP
2
P
54 th
Cefixime
Amoxicillin
iv-‐iv
1x2gr – 3x600mg
5hr
Lt. 2 utara
Ceftriaxone
iv
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 3 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐1x2gr
4hr
VIP
Metronidazole
iv
Metronidazole
Cefotaxime
iv-‐iv
3x250mg-‐ 2x500mg
5hr
Lt. 3 utara
Cefotaxime
Metronidazole
iv-‐iv
2x500mg-‐3x250mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
6hr
Lt. 2 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 2 utara
metronidazole
iv
3x500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2 gr – 1gr
3hr
Lt. 2 gps
3
4
5
6
p
L
L
P
20 th
17 th
8 th
40 th
7
8
Rute
P
P
27 th
23 th
1x2gr
1gr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
9
L
32 th
Ceftriaxone
Cefotaxim
iv-‐iv
1x2gr-‐ 2x1gr
5hr
Lt. 1 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 2 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 3 gps
Metronidazole
oral
3x500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 3 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
3hr
Lt. 2 utara
Diganti
amocixilin
oral
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x500mg-‐2x500mg
4hr
Lt. 3 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x500mg-‐2x500mg
3hr
Lt. 3 utara
Metronidazole
iv
3x250mg 2x750mg
3hr
Lt. 3 utara
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 6 gps
10
11
12
13
P
P
P
p
17 th
18th
15 th
7 th
14
15
16
P
L
P
13 th
9 th
11 th
17
P
5 th
Cefotaxime
iv
18
L
17 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
3x1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
19
L
73 th
Ceftriaxone
Meropenem
iv-‐iv
2gr-‐ 3x1gr
6hr
Lt. 4 utara
20
L
19 th
metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
3x500mg-‐3x500mg
4hr
Lt. 4 utara
22
P
21 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Gentamicin
iv-‐iv
2x1gr-‐2x80mg
6hr
Lt. 4 selatan
23
24
25
p
L
19 th
27 th
38 th
26
L
16 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
27
P
18 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐ 3x500mg
5hr
Lt. 4 selatan
metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
2x1gr-‐3x500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 1 gps
28
29
P
L
P
36 th
31 th
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
30
31
32
33
34
L
P
P
P
P
34 th
22 th
22 th
20 th
27 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
6hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1 gr-‐2x1gr
7hr
Lt. 2 selatan
Metronidazole
iv
1x1500mg
Cefixim
iv
2x200mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
3hr
Lt. 2 selatan
Ceftriaxone
iv
1x2gr-‐2x1gr 2x500mg
35
36
37
P
L
L
19 th
21 th
17 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 2 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 selatan
metronidazole
iv
3x500mg
Cefixim
po
2x100mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
5hr
Lt. 4 selatan
Metronidazole
iv
2x1gr-‐2x1gr 3x500mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
38
p
45 th
Ceftriaxone
iv
2x2gr
5hr
Lt. 4 utara
2x1gr-‐2gr
3hr
Lt. 4 selatan
1x2gr
5hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
1x2g-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
2x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 utara
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 4 utara
5hr
Lt. 4 selatan
39
40
L
P
35 th
52 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
iv
41
42
43
44
45
46
47
L
L
L
L
P
P
P
30 th
45 th
31 th
36 th
19 th
35 th
48 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Metronidazole
iv
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
Metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
3x500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
Ceftriaxone
Iv
1x3gr
4hr
Lt. 4 utara
Metronidazole
iv
3x500mg 4hr
Lt. 1 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr
2x1gr-‐2x1gr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
48
P
17 th
Cefixime
iv
2x1gr
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
49
L
46 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
6hr
Lt. 2 gps
50
P
18 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 2 gps
Cefixime
Oral
2x200mg
3hr
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 4 selatan
Metronidazole
iv
3x500mg
Ciprofloxacin
iv
2x500mg
Ceftriaxone
Iv-‐v
5hr
Lt. 4 utara
Metronidazole
iv
3x500mg
51
52
p
P
20 th
32 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
1x2gr-‐2x1gr
53
P
3 th
Cefotaxime
Cefotaxime
iv-‐iv
2x700mg
5hr
Lt. 3 utara
54
P
13 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 3 utara
Cefixime
iv
Ceftriaxone
iv-‐iv
5hr
Lt. 3 utara
Cefixime
iv
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 3 selatan
iv-‐iv
2x500mg-‐3x500mg
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 2 gps
55
56
P
P
14 th
15 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone Metronidazole
57
L
56 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
2x200mg 2x1gr-‐2x1gr 2x200mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Metronidazole 58
P
16 th
Ceftriaxone
iv Ceftriaxone
iv-‐iv
Metronidazole
2x500mg 1x2gr-‐3x1gr
4hr
Lt. 4 selatan
iv
3x500mg
3hr
2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
5hr
Lt. 1 gps
59
P
14 th
Ceftriaxone
iv
60
L
53 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
Metronidazole
iv
3x500mg 2x1gr
6hr
Lt. 4 utara
2x200mg-‐2x1gr
3hr
Lt. 4 selatan
61
L
48 th
Ceftriaxone
iv
62
P
20 th
Cefixime
Ceftriaxone
iv-‐iv
3hr 63
L
19 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Metronidazole 64
65
P
p
36 th
4 th
iv
67
L
P
40 th
19 th
2x1gr-‐2x1gr
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
Metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
3x500mg-‐3x500mg
Cefotaxime
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x500mg-‐2x1gr
iv
5hr
Lt. 4 selatan
4hr
Lt. 4 selatan
3hr
Lt. 3 utara
Lt. 2 utara
3x500mg
Ceftriaxone
Metronidazole 66
iv-‐iv
3x500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐1x1gr
5hr
Metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
3x500mg-‐1x1500mg
Ciprofloxacin
PO
2x500mg
5hr
Ceftriaxone
PO-‐iv
2x500mg-‐2x1gr
4hr
Levofloxacin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lt. 4 utara
76
68
P
10 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Metronidazole
iv
2x1gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 4 utara
3x500mg
69
P
40 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5h
Lt. 2 utara
70
L
8 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x100mg-‐2x750mg
5hr
Lt. 3 utara
71
P
13 th
Cefotaxim
Cefotaxim
Iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5h
Lt. 3 utara
72
P
8 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
5hr
VIP
73
P
40 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 4 utara
74
L
64 th
Cefazolin
Cefazolin
Iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
4hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt.2 gps
Metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
1x1500mg-‐1x1500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
Metronidazole
iv
75
76
L
P
50 th
39 th
1x1500mg
77
P
14 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 utara
78
l
42 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x2gr-‐2x1gr
6hr
Lt. 2 gps
Metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
1x1500mg-‐1x1500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
79
L
35 th
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
80
P
21 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
81
P
27 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
82
P
57 th
fosmicin
fosmicin
iv-‐iv
2x2gr-‐2x2gr
3hr
Lt. 2 gps
83
P
15 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 3 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
3hr
Lt. 4 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 selatan
ciprofloxacin
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x500mg-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 utara
5hr
Lt. 3 utara
84
85
86
P
L
P
19 th
19 th
19 th
87
88
L
L
14 th
22 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone
Cefotaxine
iv-‐iv
2x250mg-‐2x500mg
Metronidazole
Metronidazole
iv-‐iv
3x250mg-‐3x250mg
3x500mg-‐2x500mg
89
P
5 th
Cefotaxine
Cefotaxim
iv-‐iv
2x250mg-‐2x400mg
4hr
Lt. 3 utara
90
P
50 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
4hr
Lt. 3 utara
Cefixim
iv
2x200mg
3hr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
91
92
93
94
95
96
97
98
99
L
p
P
P
L
L
L
P
L
101 P
40 th
66 th
18 th
19 th
30 th
22 th
30 th
25 th
20 th
22 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 6 gps
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 4 selatan
3hr iv-‐iv
1x1gr-‐1x1gr
5hr
Lt. 2 gps
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
4hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
2x2gr-‐2x1gr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
Lt. 4 selatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
101 P
102 L
103 P
104 L
105 P
106 p
107 P
108 p
109 P
34 th
18 th
29 th
11 th
17 th
15 th
16 th
28 th
26 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 4 selatan
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
5hr
Lt. 4 utara
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
Metronidazole
iv
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x250mg-‐1x1gr
3hr
Lt. 3 utara
Cefixim
2x100mg
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 3 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 3 utara
Metronidazole
iv
1x500mg
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐3x1gr
Lt. 2 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
Lt. 2 gps
3x500mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
110 L
112 P
113 P
20 th
10 th
4 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
Lt.4 selatan
Ceftriaxone
Cefotaxim
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 3 utara
Metroniadzol
iv
Ceftriaxone
Cefotaxime
iv-‐iv
1x500mg-‐3x500mg
5hr
Lt. 3 utara
3x200mg
114 L
13 th
cefixim
Cefotaxim
iv-‐iv
2x1gr-‐2x750mg
3hr
Lt. 3 utara
115 L
7 th
-‐
cefotaxim
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 3 utara
116 P
43 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
6hr
Lt. 2 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 2 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Vip
117 P
118 L
119 P
24 th
16 th
17 th
120 P
8 th
Cefotaxime
Cefotaxime
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 3 utara
121 p
15 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐1x1gr
5hr
Lt. 3 utara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
122 L
123 P
124 L
5 th
18 th
10 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Metronidazole
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftazidin
Ceftriaxone
iv-‐iv
126 L
127 P
128 P
129 P
43 th
73 th
19 th
21 th
28 th
Ceftriaxone
Gentamisin
Metronidazole
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
4hr
Lt. 3 utara
3x300mg-‐3x300mg iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 2 utara
iv-‐iv
500mg-‐2x1gr
9hr
Lt. 3 utara
3hr
Lt. 3 utara
Metronidazole 125 L
2x800mg-‐2x800mg
3x250mg iv-‐iv
1x2gr-‐1x80mg 3x500mg
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt.4 selatan
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
6hr
Lt. 2 gps
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
3hr
Lt.4 selatan
Cefotaxime
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
4hr
Lt.4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt.4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 2 gps
130 L
131 P
21 th
37 th
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
132 L
15 th
Ceftriaxone
Cefazolin
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 4 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
2hr
Lt. 3 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt.4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
5hr
Lt.4 utara
Cefotaxime
Cefotaxime
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1gr
5hr
Lt.4 selatan
133 P
134 P
135 l
136 P
33 th
17 th
24 th
9 th
Metronidazole 137 L
138 L
139 L
140 P
22 th
30 th
33 th
45 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
3x250mg iv-‐iv
2x1gr
4hr
Lt.4 selatan
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 1 gps
iv-‐iv
2gr-‐2x2gr
9hr
Lt. 1 gps
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 2gps
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
141 P
142 L
143 P
144 P
145 P
146 L
25 th
51 th
27 th
25 th
20 th
33 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Gentamicin Ciprofloxacin
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
4hr
Lt.4 selatan
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 2 gps
iv-‐iv
2x1gr-‐2x2gr
5hr
Lt. 3 gps
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
5hr
Lt. 2 gps
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt.4 selatan
iv-‐iv
1gr-‐2x500mg
1hr
Lt. 1 gps
iv
2x500mg
3hr
iv-‐iv
1gr-‐1x2gr
3hr
Lt. 3 gps
1x3gr
9hr
Lt. 2 gps
147 P
148 P
149 P
54 th
70 th
26 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Ceftriaxone
Iv
Cefixime
Po
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Metr
iv
3hr 2gr-‐2x1gr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5hr
Lt.4 utara
84
150 P
39 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2gr
4hr
Lt.4 utara
151
L
18 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt.2 gps
152
P
31 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 2gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
3hr
Lt.4 selatan
Metronidazole
iv
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐1x2gr
3hr
Lt.4 selatan
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x2gr
3hr
Lt.2 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr-‐2x1g
5hr
Lt.4 selatan
Metronidazole
iv
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x2gr
2hr
Lt.4 selatan
iv-‐iv
2x1gr
2hr
Lt.4 selatan
Lekosit 7-‐9(5-‐10)
Lt. 2 gps
153
154
155
156
157
L
P
P
L
P
19 th
33 th
46 th
17 th
25 th
3x5mg
158
P
34 th
Ceftriaxone
159
P
68 th
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
160
161
162
P
P
P
20 th
16 th
17 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐3x1gr
3hr
Lt. 2 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Lt. 4 gps
Ciprofloxacin
iv
2x500mg
3hr
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr
3hr
Lt.4 gps
1x1gr-‐2x500mg
3hr
Lt. 3 utra
2x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt.4 utra
163
164
165
P
L
P
9 th
53 th
65 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Metronidazole
iv
Ceftriaxone
iv
2x1g
3hr
Lt. 2 gps
Cefotaxime
Iv
2x750mg
4hr
Lt.2 selatan
Cefixim
Po
2x500mg
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x2gr-‐2x1gr
2hr
Lt.4 utra
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐1x2gr
3hr
Lt.2 gps
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
1hr
Lt.4 selatan
166
167
168
169
P
P
P
P
12 th
12 th
26 th
54 th
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
170
171
172
173
174
175
176
177
P
L
L
L
L
P
P
P
12 th
30 th
20 th
28 th
27 th
17 th
28 th
12 th
Ciprofloxacin
po
3x500mg
4hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Lt.4 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
4hr
Lt. 2 gps
Ciprofloxacin
po
3x500mg
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
4hr
Ciprofloxacin
po
2x1gr
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1x1gr-‐2x1gr
3hr
Ciprofloxacin
po
2x500mg
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Ciprofloxacin
po
3x500mg
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
4hr
Cefixim
Po
2x1
5hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
3hr
Lt.4 utra
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐3x1gr
4hr
Lt.4 selatan
Cefadroxil
po
2x500mg
3hr
2gr-‐2x1gr
3hr
Lt.3 utara
Lt. 1 gps
Lt. 4 sltn
5 gps
178
P
29 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Lt.4 selatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
179
P
47 th
Ceftriaxone
iv
180
P
62 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
181
182
L
P
18 th
42th
2x2gr
3hr
Lt.4 selatan
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
5hr
5 gps
Metronidazole
iv
2x500mg
5hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
Ciprofloxacin
po
3x500mg
3hr
Ceftriaxone
iv
2x2gr
4hr
Lt.4 selatan
1gr-‐2x1gr
3hr
2 gps
2x2gr
5hr
Lt.4 selatan
183
184
185
186
187
188
P
L
L
P
P
L
66 th
34 th
54 th
37 th
21 th
47 th
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
Cefixim
po
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
5hr
Lt.4 utara
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
2hr
2 gps
Cefixim
po
2x200mg
3hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐2x1gr
3hr
Cefixim
po
2x200mg
5hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
1gr-‐2x1gr
3hr
4 gps
Gentamixin
Iv
2x80mg
3hr
Lt.4 selatan
Metronidazole
Iv
3x500mg
3hr
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lt.4 utara
88
189
109
190
P
L
P
42 th
23 th
33 th
Ceftriaxone
Iv
2x2gr
4hr
Metronidazole
iv
3x500mg
4hr
Gentamicin
Ceftriaxone
iv-‐iv
2x1gr
8hr
Metronidazole
Metronidazole
iv
3x500mg
8hr
Amox
po
3x500mg
2hr
Ceftriaxone
Ceftriaxone
iv-‐iv
2gr-‐1x2gr
1hr
Ciprofloxacin
po
2x500mg
Lt.4 selatan
1 gps
Lt.4 selatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta