1
PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT
ARTIKEL
Oleh: DODY YULI PUTRA 1021206025
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 2011
2
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di
dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Keadaan tersebut seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia. Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potens lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia. Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping itu, Indonesia juga merupakan produsen perikanan budidaya dunia. Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan
3
rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009. Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada. Namun mencermati pembangunan Indonesia selama ini sangatlah ironis karena secara empiris, dengan potensi yang besar, pembangunan sektor perikanan kurang mendapatkan perhatian dan selalu diposisikan sebagai pingiran. Hal ini karena, selama ini strategi pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih mengutamakan kepada sektor pertanian dan pertambangan. Selain itu penekanan pembangunan sektor perikanan selama ini lebih bersifat eksploitasi sumber daya sehingga mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem lingkungan dan tidak memperhatikan nilai tambah ekonomis yang dapat diperoleh dari sektor tersebut. Kesuksesan negara lain dalam pengembangan sektor perikanan seperti di Islandia, Norwegia, Thailand, China dan Korea Selatan, yang dalam hal sumber
4
daya berada di bawah Indonesia, seharunya dapat menjadi pembelajaran. Pada negara tersebut, sektor perikanan mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar. Sebagai contoh Islandia dan Norwegia, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 60% dan 25%. Keadaan tersebut jauh berbeda dengan kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap PDB nasional yang hanya mencapai 2,77% pada tahun 2008.
Tabel 1.1.
Produk Domestik Bruto Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004 - 2009 (miliar rupiah)
Lapangan 2004 2005 2006 2007 2008* 2009** Usaha Pertanian, 329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.065,3 858.252,0 Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman 165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 349.795,0 418.963,9 Bahan Makanan b. Tanaman 49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.664,0 105.969,3 112.522,1 Perkebunan c. Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.676,4 104.040,0 d. Kehutanan 20.290 22.561,8 30.065,7 36.154,1 40.375,1 44.952,1 e. Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 137.249,5 177.773,9 Produk 2.295.826,2 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.951.356,7 5.613.441,7 Domestik Bruto % PDB Perikanan Terhadap : - Kelompok 16,11 16,38 17,16 18,3 19,18 20,71 Pertanian - PDB Total 2,31 2,15 2,23 2,47 2,77 3,17 Sumber : www.bps.go.id Keterangan: *Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara
Dengan melihat potensi dan kesuksesan negara lain, pembagunan sektor perikanan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari pada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan
pengelolaan
sumber
daya
menyebabkan
Indonesia
belum
dapat
5
mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada. Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai motor pengerak pembangunan nasional, sebagaimana terimplementasi pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, sudah merupakan suatu hal yang tepat.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini melihat peran sektor perikanan
dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja Indonesia dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana peran sektor perikanan dan keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.
2.
Seberapa besar angka pengganda output, angka pengganda pendapatan rumah tangga dan angka pengganda lapangan pekerjaan pada sektor perikanan.
3.
Bagaimana dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output total dan kebutuhan tenaga kerja serta dampak penambahan investasi pada sektor perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain adalah: 1.
Menganalisis peran sektor perikanan dan keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.
6
2.
Menganalisis angka pengganda output, angka pengganda pendapatan rumah tangga dan angka pengganda lapangan pekerjaan pada sektor perikanan.
3.
Menganalisis dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output total dan kebutuhan tenaga kerja serta dampak penambahan investasi pada sektor perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Sektor perikanan pada panelitian ini merupakan sektor perikanan secara
umum, mencakup semua kegiatan dan tanpa membedakan antara perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Hal ini sejalan dengan pengertian output dalam tabel input-output yang merupakan nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam perekonomian tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Sedangkan kinerja sektor perikanan pada penelitian ini berdasarkan data pada Tabel Input-output Indonesia Upadating 2008 dan menghiraukan permasalahan dalam pemanfaatan potensi sektor perikanan secara illegal atau tidak resmi seperti kegiatan illegal fishing. Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis inputouput dengan menggunakan Tabel Input-output Indonesia Updating 2008 berdasarkan Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, dengan melakukan agregasi klasifikasi sektor menjadi 19 sektor. Sedangkan data-data pendukung lainnya, selain dari BPS juga diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta instansi terkait lainnya.
7
Penelitian dengan metode analisis input-output ini dibatasi pada: 1. Analisis deskriptif adalah suatu cara atau tehnik mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menganalisa data kuantitatif sehingga dapat memberikan gambaran yang teratur tentang suatu peristiwa (Sofyardi, 2010). Pada penelitian ini analisis deskriptif akan menyajikan gambaran secara umum keadaan struktur perekonomian secara keseluruhan dengan menfokuskan pada peran sektor perikanan dalam perekonomian dilihat dari struktur permintaan, struktur input dan struktur output. 2. Analisis keterkaitaan antar sektor (linkage analysis), dalam hal ini keterkaitan sektor perikanan dengan sektor lainnya dari segi keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dan keterkaitan ke depan (forward lingkage) dalam struktur perekonomian Indonesia. 3. Analisis angka pengganda (multiplier analysis) untuk melihat apa yang terjadi terhadap pembentukan output, pendapatan rumah tangga dan lapangan pekerjaan, apabila terjadi perubahan pada variabel permintaan akhir dalam perekonomian. Tiga angka pengganda yang akan dilihat adalah angka pengganda output (output multiplier) yang merupakan analisis output dari sektor perekonomian, angka pengganda pendapatan rumah tangga (household income multiplier) atau sering juga disebut sebagai efek pendapatan (income effect), angka pengganda lapangan kerja (employment
multiplier) atau
disebut
juga
efek
lapangan kerja
(employment effect). 4. Analisis dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output total dan kebutuhan tenaga kerja serta dampak penambahan investasi pada sektor
8
perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja. Penambahan investasi disini dapat berasal dari penanam modal dalam negeri, penanam modal asing maupun dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk pembentukan modal atau investasi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep dan Definisi Berdasarkan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Sedangkan berdasarkan BPS dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2009, yang termasuk dalam sektor perikanan adalah kegiatan usaha yang mencakup penangkapan dan budi daya ikan, jenis crustacea (seperti udang, kepiting), moluska, dan biota air lainnya di laut, air payau dan air tawar. Sumber daya perikanan termasuk kepada kelompok sumber daya alam yang dapat diperbaruhi (renewable source). Meskipun demikian dalam pemanfaatan sumber daya ini harus rasional sebagai usaha untuk menjaga keseimbangan produksi dan kelestarian sumber daya. Hal ini perlu adanya penegasan karena sumber daya perikanan merupakan sumber daya milik bersama (common property resources) dalam artian hak properti atas sumber daya tersebut
9
dipegang secara bersama-sama sehingga tidak ada larangan bagi siapapun untuk memanfaatannya. Secara garis besar, sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan melalui penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan budidaya ikan. Sehingga usaha perikanan merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil dan mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan (Monintja, 2001). Berdasarkan Undang-undang 45 Tahun 2009, Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun. Sedangkan pembudidaya ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Menurut Ningsih (2005) sumber daya perikanan laut dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yaitu: (1) sumber daya ikan demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di atau dekat dasar perairan; (2) sumber daya ikan pelagis, yaitu jenis sumber daya ikan yang hidup di sekitar permukaan perairan; (3) sumber daya ikan pelagis besar, yaitu jenis ikan oceanik seperti tuna, cakalang, tenggiri dan lain-lain; (4) sumber daya udang dan biota laut non ikan lainnya seperti kuda laut. Sedangkan potensi pengembangan pada perikanan budidaya dapat dilakukan pada (1) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, moluska dan rumut laut; (2) budidaya air payau; (3) air tawar yang terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa), kolam air tawar dan mina padi sawah. (KKP, 2010)
10
Melihat keadaan sumberdaya perikanan Indonesia khususnya perikanan tangkap, telah mengalami over fishing pada beberapa daerah dan adanya tren penurunan dari produksi perikanan tangkap dunia, maka dalam pembangunan perikanan Indonesia kedepan lebih memfokuskan kepada peningkatan produksi di perikanan budiaya. Hal ini terlihat pada trilogi pembangunan perikanan Indonesia yaitu (1) kendalikan perikanan tangkap; (2) kembangkan perikanan budidaya; (3) tingkatkan mutu dan nilai tambah. Selain itu juga dibutuhkan kebijakan terintegrasi dan konvergen untuk membangun ocean economic dalam 3 pilar (a) national ocean policy, (b) national ocean economic policy, dan (c) national ocean governance. (KKP, 2010)
2.2.
Pembangunan Sektor Perikanan Sebagai negara kepulauan dengan potensi perikanan yang besar,
seharusnya sektor perikanan menjadi andalan dalam pembangunan Indonesia. Selain itu sektor perikanan juga berpotensi untuk dijadikan penggerak utama (prime mover) ekonomi Indoneisa. Namun secara empiris pembangunan sektor perikanan selama ini kurang mendapatkan perhatian sehingga kontribusi dan pemanfaatnnya dalam perekonomian Indonesia masih kecil. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dan menjadikan sektor ini sebagai prime mover pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya percepatan dan terobosan dalam pembangunan kelautan dan perikanan yang didukung dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial yang kondusif. Dalam kaitan ini, koordinasi dan dukungan lintas sektor serta
11
stakeholders lainnya menjadi salah satu prasyarat yang sangat penting (KKP, 2010) Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, merupakan suatu langkah untuk mewujudkan hal tersebut. Dengan revitalisasi diharapkan sektor perikanan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan (petani ikan), menyumbang terhadap ekspor nonmigas, mengurangi kemiskinan, dan menyerap tenaga kerja nasional. Sehingga lebih dapat meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian Indonesia. Menurut Kurniawan (2010) Pembangunan di sektor kelautan dan perikanan,
tidak
boleh
dipandang
sebagai
hanya
sebagai
cara
untuk
menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun, lebih dari itu, karena sektor kelautan dan perikanan merupakan basis perekonomian nasional, maka sudah sewajarnya jika sektor perikanan dan kelautan ini dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah perdagangan internasional. Dengan demikian, dukungan sektor industri terhadap pembangunan di sektor perikanan dan kelautan menjadi suatu hal yang bersifat keharusan. Karena itu, pembangunan perikanan dan kelautan dan industri bukanlah alternatif yang dipilih, namun adalah komplementer dan saling mendukung baik bagi input maupun output. Secara teoritis pengembangan perikanan memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Keterkaitan umum antara sumber daya perikanan, produksi, usaha penangkapan, kebijakan pemerintah, dan pasar akan berpengaruh kepada GDP yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. (Soemokaryo, 2001)
12
Gambar 2.1. Keterkaitan Pengembangan Perikanan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Kebijakan Pemerintah (Investasi, Produksi Infrastruktur dll) Produksi Tuna Sumberdaya Ikan
Usaha Penangkapan Produksi Udang Laut
Sumberdaya Tambak
Budidaya Tambak
Produksi Agroindustri
Produksi Udang
Produksi Ikan Lainnya
Permintaan Tenaga Kerja
Pasar Ekspor Produk Segar
Pasar Ekspor Produk Olahan Agroindustri
Pasar Domestik Produk Nasional Sektor Perikanan
Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan (petani ikan) dengan jalan meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan usaha (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988). Namun mengingat kegiatan perikanan yang dapat dikatakan sebagai usaha yang sangat tergantung pada alam dan ketersediaan sumber daya disuatu perairan
13
menyebabkan ada fluktuasi kegiatan usaha perikanan yang sangat jelas. Pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi aktifitas nelayan (petani ikan) dalam berusaha. Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar, strategi pembangunan dengan basis sumber daya alam dapat pulih (seperti sektor perikanan) merupakan suatu hal yang tepat. Hal ini di karenakan (1) potensi sumber daya Indonesia yang sangat besar; (2) keterkaitan industri hulu (backward-linkages industri) dan keterkaitan industri hilir (foward-linkages industries) yang kuat dan diharapkan dapat menciptakan efek ganda (multiplier efects) yang besar; (3) penyerapan tenaga kerja yang besar; (4) dapat mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah dikarenakan kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang dapat pulih bisa dan biasanya berlangsung di daerah pedesaan; (5) karena bersifat dapat pulih, maka bisa mewujudkan pola pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. (Dahuri, 2002) Menurut Kusumastanto (2000), salah satu persoalan yang mendasar dalam perencanaan pengembangan sektor perikanan adalah lemahnya akurasi data statistik perikanan. Hal ini menyebabkan kendala dalam penerapan kebijakan pengembangan sektor perikanan. Selain itu, untuk menjadikan sektor perikanan sebagai motor penggerak sektor riil, dalam pengembangnya harus memperhatikan kaidah ekonomi dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai sektor ekonomi. Menurut Fauzie (2009), perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia
14
dalam mencapai daya saing yang tinggi. Tiga hal pokok yang akan dilakukan terkait arah pembangunan sektor perikanan ke depan, yaitu (1) membangun sektor perikanan yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage); (2) menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan; (3) mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah. Dalam konteks pola pembangunan tersebut, ada tiga fase yang harus dilalui dalam mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan dalam hal daya saing, yaitu (a) fase pembangunan yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya alam (resources driven); (b) fase kedua adalah pembangunan yang digerakan oleh investasi (investment driven) dan; (c) fase ketiga pembangunan yang digerakkan oleh inovasi (inovation driven). Menurut Dahuri (2001), proses pemanfaatan sumber daya perikanan ke depan harus ada kesamaan visi pembangunan perikanan yaitu suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumber daya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama petani ikan dan nelayan secara berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan visi pembangunan perikanan tersebut, ada tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi. Pertama sektor perikanan harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara nasional melalui peningkatan devisa, peningkatan pendapatan rata-rata para pelakunya serta mampu meningkatkan sumbangan terhadap PDB. Kedua, sektor perikanan harus mampu memberikan keuntungan secara signifikan kepada pelakunya dengan cara mengangkat tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan.
15
Ketiga,
pembangunan
perikanan
yang akan
dilaksanakan
selain
dapat
menguntungkan secara ekonomi juga ramah secara ekologis yang artinya pembangunan harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan dengan baik. Dalam pengembangan sektor perikanan tidak hanya terkait dalam usaha perikanan tangkap maupun budidaya saja. Menurut Erwadi dan Syafri dalam Hendri (2010) Peluang bisnis kelautan dan perikanan setidaknya dapat dilihat dari dua faktor yaitu (1) faktor internal berupa potensi sumber daya kelautan dan perikanan, potensi sumber daya manusia, teknologi, sarana dan prasarana serta pemasaran, dan (2) faktor eksternal yang berkaitan dengan aspek permintaan produk perikanan dan syarat-syarat yang menyertai permintaan tersebut dalam rangka persaingan. Pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilasanakan selama ini dalam rangka mewujudkan tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan). Dengan melihat potensi yang ada, pembagunan kelautan dan perikanan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari pada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada. (KKP, 2010)
2.3.
Tenaga Kerja Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua
golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan
16
penduduk yang berumur dalam batasan usia kerja, batasan usia kerja berbeda-beda di setiap negara. Batasan usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimal 15 tahun tanpa batasan maksimum. Menurut BPS, tenaga kerja (man power) merupakan penduduk dengan usia 15–60 tahun yang telah mulai bekerja dan mendapatkan penghasilan dan jikapun umurnya sudah mencapai 65 tahun namun masih bisa memperoleh penghasilan masih di sebut tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15–64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. (Subri, 2003) Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Salah satu permasalahan yang timbul dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang dan sekaligus merupakan salah satu ciri negara tersebut adalah
adanya
ledakan
penduduk
(population
explotion).
Keadaan
ini
menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja sehingga terjadi peningkatan penawaran angkatan kerja. Menurut Elfindri dan Bachtiar (2004), hal diatas perlu dimengerti karena dua alasan. Alasan pertama adalah memahami variabel perubahan yang dapat mempengaruhi penawaran tenaga kerja, dapat memberikan masukan yang berarti dalam menyusun strategi untuk merencanakan, melaksanakan dan mengontrol komponen ini. Alasan kedua adalah perubahan-perubahan konstilasi sosial,
17
budaya dan keterbukaan pembangunan perlu dicermati sebagai faktor-faktor dalam kaitannya dengan penawaran angkatan kerja. Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk bekerja, yang ada dari suatu kegiatan ekonomi. Menurut Fleisher (1980) kesempatan kerja adalah jumlah orang yang mempunyai pekerjaan. Namun menurut Suroto (1986) kesempatan kerja diartikan sebagai lapangan kerja yang ada dalam masyarakat (employment opportunity) baik lapangan pekerjaan yang sudah diisi maupun lowongan pekerjaan yang belum diisi. Menurut Todaro (2000), kesempatan kerja dipengaruhi secara positif oleh laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan pandangan Neoklasik bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula laju pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini disebabkan karena tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa adalah akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi.
2.3.1. Tenaga Kerja Sektor Perikanan Ketenagakerjaan memiliki peran strategis dan menduduki posisi sentral dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja suatu industri pengolahan, termasuk pengolahan ikan. Harus disadari, bahwa ketenagakerjaan merupakan aset perusahaan yang paling berharga dan terpenting, mengingat peran dan fungsinya
sebagai
value
creating,
diversifikasi
produk
olahan
serta
pengembangan manfaat teknologi agar industri mampu selalu menghasilkan produk yang mengikuti dinamika perubahan permintaan pasar. (Arthajaya, 2008).
18
Menurut KKP (2010), penyerapan tenaga kerja pada sektor perikanan dibagi pada kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan dan pemasaran, serta jasa penunjang lainnya yang meliputi tenaga kerja yang terlibat pada program-program pemberdayaan di sektor perikanan. Kondisi dan masalah ketenagakerjaan di Indonesia umumnya karena adanya disparatis antara kualitas yang dimiliki dengan yang dibutuhkan oleh dunia usaha, yang pada gilirannya dapat menimbulkan terjadinya pengangguran dan rendahnya produktivitas. Kesenjangan tersebut terjadi karena pendidikan dan pelatihan yang bersifat suplay driven dan tidak berbasis pada kompetensi kerja. (Arthajaya, 2008). Permasalahan tersebut juga terjadi pada ketenagakerjaan di sektor perikanan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di sektor perikanan menjadi penghalang dalam pengembangan sektor tersebut. Pada umumnya kondisi kualitas sumber daya manusia pada sektor perikanan adalah (1) tingkat pendidikan relatif rendah, (2) pendayagunaan relatif rendah, (3) produktivitas relatif rendah, (4) daya saing rendah, dan (5) budaya etos kerja rendah. (Anonim, 2010)
2.4.
Keseimbangan Umum Pada setiap perekonomian terdapat berbagai kegiatan ekonomi yang saling
berinteraksi sehingga membentuk suatu keseimbangan. Keseimbangan yang terjadi secara ber-asingan tanpa memperhatikan hubungan kait-mengait di antara berbagai aspek kegitan ekonomi merupakan keseimbangan sebagian (partial equilibrium). Sedangkan keseimbangan yang terjadi dengan adanya kait-mengait
19
diantara semua kegiatan ekonomi disebut sebagai keseimbangan umum (general equilibrium/GE) (Sukirno, 2000). Unit-unit mikroekonomi dalam perekonomian saling berkaitan sehingga merupakan suatu sistem yang interdependent. Terjadinya interaksi antar unit-unit tersebut dalam suatu keseimbangan disebut general equilibrum (GE). GE merupakan suatu keseimbangan yang simultan, konsisten dan terjadi dalam jangka panjang bagi semua pasar dan unit-unit pengambilan keputusan dalam suatu sistem. (Miller, 1997). Analisa GE berlaku untuk keseluruhan unit ekonomi, sehingga dalam analisa GE sesungguhnya memerlukan banyak persamaan simultan yang nyaris tak terhitung dan boleh dikatakan mustahil diadakan. Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam analisis tersebut. Sehingga apabila berbicara tentang GE, sebagai contoh GE pada pasar, hanya akan mengacu pada beberapa pasar saja bukan meliputi semua pasar sekaligus. Keseimbangan umum yang lengkap dan terpakai adalah keseimbangan yang diperkenalkan oleh Leontief yang dikenal dengan model input-output (Rozani, 2007). Menurut Miller dan Blair, dalam Hotman (2007), model keseimbangan umum menjadi dasar pada model input-output Leontief yang memiliki konsep sebagai beriktu: a) Struktur perekonomian tersusun dari beberapa sektor yang saling berintekrasi melalui transaksi jual beli. b) Output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir.
20
c) Input suatu sektor dibeli dari sektor lain yaitu rumah tangga (dalam bentuk tenaga kerja), pemerintah (pajak), penyusutan, surplus usaha dan impor wilayah lain. d) Hubungan antara output dan input bersifat linear dan dalam suatu periode analisis (satu tahun) jumlah total input sama dengan total output. e) Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan tiap sektor hanya menghasilkan satu output dengan satu tingkatan teknologi.
2.4.1. Kriteria Pareto Dalam perekonomian, sumber daya merupakan suatu hal yang terbatas (scarcity), sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya tersebut tidak terbatas. Keadaan ini menyebabkan perlu pengalokasian sumber daya sehingga dapat dimanfaatkan secara efisien sehingga dapat mengoptimalkan kepuasan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya tersebut. Kriteria
Pareto
membentuk
basis
untuk
mengevaluasi
efisiensi
penggunaan sumber daya. Sutau alokasi sumber daya dikatakan sebagai paretoefficient (atau pareto optimal), jika untuk meningkatkan kepuasan sekurangkuranganya satu anggota masyarakat, akan menyebabkan berkurangnya tingkat kepuasan anggota masyarakat lainnya. Dengkan kata lain, pareto-efficient merupakan titik dimana tidak ada lagi re-alokasi yang dapat dilakukan tanpa mengakibatkan kerugian pada pihak lain. (Miller, 1997). Salah satu cara untuk menjelaskan realokasi tersebut dengan menggunakan kotak edgeworth. Kotak edgeworth merupakan suatu teknik secara grafik untuk menggambarkan interaksi antara dua aktivitas ekonomi dalam keadaan masukan
21
(input) yang tersedia tetap. Pada kotak tersebut dapat dilihat semua kemungkinan alokasi dari dua aktivitas ekonomi yang akan menentukan titik keseimbangan (Nicholson, 1995). Gambar 2.2. Kotak Edgeworth XA OA T O T A L
YA E
YB Y OB
XB TOTAL X
Kotak edgeworth, pada gambar 2.2, menunjukan kemungkinan alokasi barang X dan Y diantara konsumen A dan B. OA dan OB sebagai titik asal A dan B, sehingga alokasi yang dicerminkan oleh titik E menunjukan bahwa A memperoleh XA barang X dan YA barang Y. Sedangkan B memperoleh XB barang X dan YB barang Y. Kotak edgeworth untuk menemukan titik alokasi yang paling efisien (Nicholson, 1995). Suatu pengalokasian sejumlah barang yang tertentu jumlahnya dalam suatu ekonomi pertukaran disebut efisien, jika lewat realokasi barang-barang tersebut, tidak ada suatu pihakpun yang dapat memperoleh keuntungan tanpa menguranggi keuntungan pihak lain. Jadi, suatu pengalokasian disebut efisien jika kondisi-kondisi secara jelas dan pasti tidak dapat dibuat lebih baik lagi. Keadaan ini disebut juga sebagai kriteria Pareto (Nicholson, 1995).
22
2.5.
Analisis Input – Output Perekonomian merupakan suatu sistem yang interdependent, sehingga
membuat perekonomian menjadi sangat kompleks, tapi juga membuatnya lebih fleksibel dan adaptif. Interdependensi disini maksudnya peristiwa atau perubahan yang terjadi pada suatu sektor akan berpengaruh kepada sektor lain bahkan mempengaruhi sektor itu kembali pada putaran berikutnya. Salah satu analisis yang dapat menelaah struktur perekonomian yang saling berkaitan ini adalah analisis input-output. (Tarigan, 2005) Teknik input-output atau biasa disingkat I-O, merupakan teknik yang dikenalkan oleh Vassily W. Leontief pada tahun 1951. Teknik ini digunakan untuk menelaah keterkaitan antar industri dalam upaya untuk memahami kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Teknik ini juga dikenal sebagai analisis antar industri (Arsyad, 1999) Menurut Nazara (2005), perencanaan pembangunan utamanya dilakukan dengan menggunakan konsep keseimbangan. Untuk itu dikenal keseimbangan antara permintaan dan penawaran, keseimbangan antar input dan output, dan sebagainya.
Menurut
Jhingan
(2004),
keseimbangan
input
dan
output
memperlihatkan saling hubungan dan saling ketergantungan antar sektor. Input suatu sektor merupakan output sektor lain dan juga berlaku sebaliknya. Syafrizal (2008) keterkaitan ekonomi antar sektor merupakan unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi di daerah karena dengan adanya keterkaitan tersebut akan dapat diwujudkan pembangunan ekonomi yang saling menunjang dan bersinergi satu sama lain. Keterkaitan ini dapat bersifat ke depan
23
(forward linkage) ke jalur output dan ke belakang (backward linkage) ke jalur input. Menurut J.R. Hicks, dalam Arsyad (1999), input adalah sesuatu yang dibeli oleh perusahaan, sedangkan output adalah sesuatu yang dijual oleh perusahaan. Sehingga input merupakan pengeluaran perusahaan dan output merupakan penerimaan perusahaan. Menurut Arsyad (1999) dan Jhingan (2004), analisis input-output merupakan varian terbaik dari keseimbangan umum. Analisis ini mempunyai tiga ciri utama, yaitu (1) analisis input-output memusatkan perhatiannya pada perekonomain dalam keadaan keseimbangan. Hal ini tidak ditemui dalam analisis keseimbangan parsial; (2) analisis ini tidak memusatkan perhatiannya pada analisis permintaan tetapi pada masalah teknis produksi; (3) analisis ini didasarkan pada penelitian empiris. Menurut Richardson (1972), asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis input-output adalah : 1.
Keseragaman (homogeneity), setiap sektor hanya memproduksi suatu output tunggal dengan satu struktur input tunggal dan tidak ada subtitusi otomatis antara berbagai sektor.
2.
Kesebandingan (proportionality), hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linear yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turunya sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.
3.
Penjumlahan (additivity), efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara
24
terpisah, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaian termasuk pengaruh teknologi. Dalam analisis input-output, data yang tersaji dalam bentuk tabel inputoutput. Tabel input-output berisi uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar berbagai satuan kegiatan ekonomi dalam satu periode tertentu yang biasanya dalam satu tahun. Isian masing-masing barisnya menunjukan alokasi output (nilai produksi) suatu sektor yang digunakan untuk kebutuhan input bagi proses produksi lainnya (input antara) maupun untuk permintaan akhir. Isian menurut kolom, mencerminkan pemakaian input antara dan input primer yang berasal dari hasil produksi sektor lain. (BPS, 2008) Menurut Mangiri (2000), keunggulan dari analisis input-output adalah pertama, kemampuan analisis ini untuk melihat sektor demi sektor dalam perekonomian sampai tingkat yang sangat rinci sehingga analisis ini cocok sebagai proses perencanaan. Kedua, analisis ini sangat baik untuk menganalisis keterkaitan dan hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian. Analisis hubungan antar sektor ini menjadi penting sejak analisis pembangunan ekonomi tidak hanya
mementingkan pertumbuhan ekonomi
semata, tetapi
juga
pertumbuhan antar faktor produksi dan juga sumber-sumber pertumbuhan itu sendiri. Analisis input-output
memiliki keterbatasan, menurut Arsyad (1999)
keterbatasan tersebut karena pemakaian asumsi Leontief yakni koefisien input industri yang konstan selama periode analisis atau proyeksi, sehingga teknologi yang digunakan oleh sektor ekonomi pada periode analisis tetap. Hal ini tidak menggambarkan analisis antar industri yang dinamis.
25
Walaupun demikian, analisis input-output masih merupakan alat analisis yang lengkap dan komprehensif. Beberapa kegunaan analisis ini antara lain : (BPS, 2005) 1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, permintaan, pajak dan kebutuhan tenaga kerja diberbagai sektor produksi. 2. Untuk melihat sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Untuk menyusun proyeksi variabel ekonomi makro. 4. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa, serta kaitannya terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan subtitusinya. 5. Untuk menganalisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Daerah Penelitian Ruang lingkup daerah penelitian adalah Indonesia, dengan memfokuskan
terhadap peran sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
3.2.
Data dan Sumber Data Penelitian ini mengunakan data skunder yaitu Tabel Input-output
Indonesia Updating 2008 berdasarkan Transaksi Domestik Atas Dasar Harga
26
Produsen yang diagrerasi klasifikasi sektor menjadi 19 sektor dari 66 sektor yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. Sedangkan data-data pendukung lainnya, selain dari BPS juga diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta instansi terkait lainnya. Tabel 3.1.
Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input-output Indonesia Updating 2008
Kode I-O Sektor 19 Sektor 1
Padi
2
Tanaman bahan makanan lainnya
3
Tanaman pertanian lainnya
4
Peternakan dan hasil-hasilnya
5
Kehutanan
6
Perikanan
7
Pertambangan dan penggalian
8
Industri makanan, minuman dan tembakau
9
Industri lainnya
10
Pengilangan minyak bumi
11
Listrik, gas dan air bersih
12
Bangunan
13
Perdagangan
14
Restoran dan hotel
15
Pengangkutan dan komunikasi
16
Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan
17
Pemerintah umum dan pertahanan
18
Jasa-jasa
19
Kegiatan yang tak jelas batasannya
27
Tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen yang digunakan, merupakan tabel yang memperlihatkan hubungan langsung antar sektor tanpa dipengaruhi oleh margin perdagangan dan biaya transport. Koefisien teknis yang diturunkan dari jenis tabel ini lebih memiliki keunggulan analisis karena setiap kenaikan permintaan dapat diukur langsung pegaruhnya terhadap kenaikan produksi dalam negeri. Sehingga tabel tersebut mengambarkan sistem perekonomian secara ringkas, menyeluruh dan terpadu dimana dapat dilihat antara lain alokasi output dan input semua sektor di perekonomian. Ouput yang terbentuk pada tabel analisis yang dipakai, merupakan nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam perekonomian tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Sehingga output yang terbentuk pada sektor perikanan merupakan nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perikanan secara umum dalam perekonomian tanpa membedakan apakah itu perikanan tangkap atau perikanan budidaya. Tabel Input-output Indonesia Updating 2008 merupakan aktualisasi data dari
tabel
input-output
2005
dengan
metode
semi-survei
untuk
mengaktualisasikan koefisien input, sehingga struktur ekonomi tidak berubah secara nyata. Perbedaan yang mencolok pada data sektor perikanan antara tabel input-output 2005 dengan tabel input-output updating 2008 adalah pada data subsidi (205) dimana pada tabel input-output 2005 tidak ada atau tidak terhitung sedangkan pada tabel input-output updating 2008 ada atau terhitung. Beberapa hal keadaan data sektor perikanan pada tabel input-output updating 2008, adalah: a) Pembentukan modal tetap (303) sektor perikanan pada Tabel Input-output Indonesia Updating 2008 besarannya nol (0). Nilai nol (0) berarti bahwa
28
tidak ada realiasai investasi pada sektor perikanan di tahun 2008. Menurut data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang juga menjadi sumber data investasi bagi BPS, realisasi investasi sektor perikanan pada tahun 2008 tercatat sebesar 2,4 milyar rupiah. Namun apabila angka tersebut dibandingkan dengan realisasi investasi secara total pada tahun 2008, kontribusinya sangat kecil yaitu hanya sebesar 0,0068% b) Permintaan antara sektor perikanan terhadap sektor perdagangan pada Tabel Input-output Indonesia Updating 2008 berdasarkan Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen bernilai nol (0). Hal tersebut karena, output pada sektor perdagangan merupakan margin dari perdagangan, sedangkan pada Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Pembeli, semua baris pada sektor perdagangan bernilai nol (0) dan permintaan antara pada sektor perikanan terhadap sektor perdagangan bernilai nol (0), sehingga artinya margin perdagangan masih menempel pada masingmasing sel pada output sektor perikanan. Sehingga untuk melihat pengaruh sektor perdagangan terhadap sektor perikanan pada Table Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen ini dilihat pada input antara sektor perikanan.
3.3.
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis
kuantitatif yang pada prinsipnya merupakan penjabaran dari model analisis inputoutput. Metode analisis input-output merupakan metode yang digunakan dalam analisis peramalan kuantitatif, dimana pada model ini terdapat anggapan bahwa
29
perekonomian suatu daerah terdiri dari interaksi beberapa sektor yang masingmasing sektor memproduksi satu jenis barang. Jenis analisis input–output yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis input–output
terbuka, dimana hanya sektor-sektor produksi (output
sektoral) yang dianggap sebagai faktor endogen, sedangkan komponen permintaan akhir dan komponen input primer dianggap sebagai komponen eksogen. Analisis yang dilakukan adalah analisis struktur permintaan, struktur input dan struktur output, kemudian keterkaitan antar sektor, analisis angka pengganda dan analisis dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output dan kebutuhan tenaga kerja, serta dampak penambahan investasi pada sektor perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja.
3.4.
Tabel Input-Output Tabel input-output disusun dengan tujuan untuk menyajikan gambaran
tentang hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara satu kegiatan (sektor) dalam perekonomian secara menyeluruh. Sehingga pada dasarnya tabel inputoutput merupakan uraian statistik yang disajikan dalam bentuk matriks, dimana masing-masing barisnya menunjukan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan masingmasing kolomnya menunjukan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya. (BPS, 2009) Tabel input-output
pada dasarnya terdiri dari beberapa tabel yang
dituangkan dalam suatu sistem kuadran. Pembagian ini sangat penting untuk dapat
30
memahami saling keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Pembagian kuadran tersebut terlihat pada gambar dibawah ini: Tabel 3.2.
Kerangka Tabel Input-output Alokasi Output
Permintaan Antara Sektor Produksi 1
2
...
Permintaan Akhir
Jumlah Output
N
Struktur Input 1 Input
Sektor
Antara
Produksi
2
Kuadran I
Kuadaran II
n Input Primer
Kuadran III Kuadran IV
Total Input
Menurut Tarigan (2005), isi dari masing-masing kuadran tersebut adalah : 1. Kuadran I terdiri dari transaksi antar sektor yang merupakan arus barang/jasa yang dihasilkan suatu sektor (output) yang digunakan oleh sektor lain, termasuk sektor itu sendiri, sebagai input. Matrik yang ada pada kuadran I merupakan sistem produksi dari setiap sektor dalam perekonomain. 2. Kuadran II merupakan permintaan akhir yang terdiri dari pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok (inventori) dan ekspor. Isian sepanjang baris pada kuadran ini menunjukan komposisi permintaan akhir terhadap suatu sektor produksi. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukan distribusi
31
masing-masing komponen permintaan akhir dan penyediaan menurut sektor. 3. Kuadran III berisikan input primer yang merupakan semua daya dan dana yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk tetapi di luar input antara. Pada kuadran ini berisikan biaya yang ditimbulkan akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. 4. Kuadran IV menunjukan transaksi langsung antara input primer yang didistribusikan secara langsung ke dalam permintaan akhir. Kuadran ini sering diabaikan karena tidak dibutuhkan dalam analisis input-output. Untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana suatu tabel input-output, berikut ilustrasi tabel dengan menyederhanakan suatu sistem ekonomi yang terdiri dari n sektor produksi, seperti yang terlihat pada Tabel 3.3. Ilustrasi Tabel Input –Output dengan n x n Sektor.
Tabel 3.3.
Alokasi Output
Permintaan Antara Jumlah Sektor Produksi Input 1
2
...
n
Permintaan Akhir
Jumlah Output
Antara
Struktur Input
Input
Sektor
Antara
Produksi
1
...
F1
X1
2
...
F2
X2
Fn
Xn
... n
...
32
Jumlah Input Antara
...
Input Primer
V1
V2
...
V3
Impor
M1
M2
...
M3
Total Input
X1
X2
...
X3
Isian sepanjang baris pada Tabel 3.3 memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangakn isian sepanjang kolom menunjukan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor. (BPS, 2009). Gambaran susunan angka-angka pada tabel merupakan dalam bentuk matriks yang memperlihatkan suatu hubungan yang saling terkait dari berbagai kegiatan antar sektor. Sebagai ilustrasi, output sektor 1 sebesar X1 didistribusikan sepanjang baris sebesar
,
,....,
masing-masing untuk memenuhi
permintaan antara sektor 1, 2, ..... dan n, sedangkan sisanya sebesar F1 digunakan untuk memenuhi permintaan akhir. Begitu juga yang terjadi pada output sektor 2 dan sampai sektor n. Pada saat yang sama untuk menghasilkan output sebesar X1 pada sektor 1 membutuhkan input dari sektor 1 sendiri sebesar sebesar
dan dari sektor n sebesar
, dari sektor 2
(BPS, 2009).
Alokasi output pada masing-masing sektor tersebut dalam bentuk persamaan aljabar dapat dituliskan sebagai berikut :
33
+
+ ... +
+ F1 = X1
+
+ ... +
+ F2 = X2
+
+ ... +
+ Fn = Xn
...................................(3.1)
Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai : untuk = 1,2, ...., n Dimana :
................................... (3.2)
= Output sektor yang digunakan sebagai input sektor j = Permintaan akhir terhadap sektor = Total output sektor
Apabila angka-angka dibaca menurut kolom, khusunya pada transaksi antara, maka angka pada kolom (sektor) tertentu menunjukan berbagai input yang diperlukan dalam proses produksi pada sektor tersebut. Dengan mengikuti cara diatas, maka persamaan aljabar dapat dituliskan sebagai berikut :
........................ (3.3)
Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai : untuk semua = 1,2, ...., n
......................(3.4)
Dimana : adalah input primer dari sektor j dan
adalah total input sektor j
Persamaan diatas merupakan persamaan dasar yang digunakan dalam analisis dengan model input-output.
34
3.4.1. Matriks Koefisien Input Koefisien input (sebagaian buku menyebutnya sebagai koefisien teknologi dan koefisien input antara) dapat diterjemahkan sebagai jumlah input yang digunakan untuk memproduksi satu unit output sektor j yang berasal dari sektor i (Nazara, 2005). Hal tersebut dapat dirumuskan dengan: ................................... (3.5) Atau ................................... (3.6)
Dimana :
adalah koefisien input sektor ke i oleh dari sektor j adalah penggunaan input sektor i oleh sektor j adalah output sektor j
Dengan memasukan persamaan (3.6) kepersamaan (3.2) maka diperoleh : ....................................(3.7) Jika terdapat n sektor dalam perekonomian, maka koefisien input akan ada sebanyak n2 buah. Seluruh koefisien tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah matriks, yang lazim disebut matriks A atau matriks koefesien input, yang berbentuk :
A =
35
Sesuai dengan koefesien input dalam bentuk matrik, maka persamaan (3.7) dapat ditulis dalam notasi matrik sebagai berikut :
+
A
X +
=
F
=
X
.............. (3.8)
Dapat diubah menjadi : X – AX = F
.................................. (3.9)
(I - A) X = F
................................ (3.10)
X = (I – A)-1 F
................................ (3.11)
Dimana : I adalah matrik identitas berukuran n x n A adalah matrik koefesien input berukuran n x n F adalah matrik permintaan akhir berukuran n x 1 X adalah matrik total output berukuran n x 1 (I – A)-1 dikenal sebagai matrik kebalikan Leontief Dari persamaan (3.11) terlihat bahwa output mempunyai hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I – A)-1 sebagai koefesion arahanya dan menjadi kerangka dasar dalam berbagai pengembangan analisis model inputoutput . 3.5.
Analisis Input-Output
3.5.1. Analisis Struktur Permintaan Struktur permintaan barang dan jasa pada analisis input-output dibedakan atas permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan akhir merupakan permintaan yang langsung habis digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen,
36
sedangkan permintaan antara dimana permintaan terhadap barang dan jasa yang digunakan sebagai bahan baku berproduksi. Permintaan antara pada tabel inputoutput ditunjukan oleh isian sepanjang garis pada transaksi antara yang memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor lain untuk keperluan produksi. Dalam penelitian ini permintaan akhir yang dipakai terdiri dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (301), pengeluaran konsumsi pemerintah (302), pembentukan modal tetap (303), perubahan stock (304) dan ekspor (305).
3.5.2.
Analisis Struktur Output Output dalam pengertian tabel input-output adalah nilai dari produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri tanpa membedakan asal usul pelaku produksi. Output dinilai atas dasar harga produsen yaitu harga yang benar-benar di terima produsen tanpa masuknya margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Sementara itu output untuk kegiatan jasa merupakan nilai dari jasa yang diberikan pada pihak lain. Dalam tabel input-output updating 2008, jumlah output diberi tanda (600).
3.5.3. Analisis Struktur Input Dalam tabel input-output, input terbagi atas dua yaitu input antara dan input primer. Input antara adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor ekonomi yang kemudian dimanfaatkan oleh sektor lain maupun oleh sektor itu sendiri dalam proses kegiatan produksi. Barang atau jasa pada input antara ini biasanya habis sekali pakai, seperti bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan
37
lain-lain. Pada tabel input-output yang disebut sebagai input antara adalah isian sepanjang kolom yang menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor. Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Input primer disebut juga sebagai nilai tambah bruto yang merupakan selisih antara output dangan input antara. Input primer terdiri dari: a) upah dan gaji (201) yang mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar; b) surplus usaha (202) merupakan balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal; c) penyusutan (203) adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Hal ini merupakan nilai selisih keuntungan perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal yang habis digunakan dalam proses produksi ; d) pajak tak langsung (204) merupakan pajak yang dikenakan pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan seperti pajak pertambahan nilai (PPn); e) subsidi (205) yang merupakan subsidi harga dari pemerintah.
3.5.4. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Analisis input-output dapat digunakan untuk mengukur keterkaitan atau tingkat saling ketergangtungan antar sektor dalam perekonomian. Keterkaitan ini menunjukan
sejauh
mana
pertumbuhan
atau
perubahan
suatu
sektor
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan atau perubahan sektor-sektor lainnya. Jenis keterkaitan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah
38
keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dan keterkaitan ke depan (forward lingkage) dalam struktur perekonomian Indonesia.
3.5.4.1.Keterkaitan ke Belakang (Backward Lingkage) Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan yang bersumber dari mekanisme penggunaan input produksi. Dalam hal ini jika terjadi peningkatan output sektor i, maka akan ada peningkatan penggunaan input produksi sektor i seperti yang diunjukkann oleh kolom ke - i dari matriks teknologi A. Total input tambahan, yang sama dengan total output tambahan adalah penjumlahan dari kolom ke – i matriks A tersebut. Secara resmi keterkaitan ke belakang langsung ini yang dilambangkan dengan B(d)j dirumuskan sebagai berikut (Nazara, 2005):
B(d)j =
................................. (3.12)
ij
Dimana aij merupakan koefisien input Keterkaitan ke belakang tidak saja memiliki efek langsung, namun juga memiliki efek tidak langsung dari perubahan output, yang ditunjukan oleh matriks kebalikan Leontief. Menurut Nazara (2005) keterkaitan ke belakang total, yang teridiri dari efek langsung dan efek tidak langsung, dirumuskan sebagai berikut:
B(d + i)j =
ij
................................. (3.13)
Dimana: B(d + i)j adalah keterkaitan kebelakang total αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1 i adalah urutan sektor menurut baris (i = 1,2,3.....n) j adalah urutan sektor menurut kolom (j = 1,2,3,...n)
39
3.5.4.2.Keterkaitan Ke Depan (Forward Lingkage) Keterkaitan ke depan adalah alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, yang digunakan sebagai input oleh sektor yang lain. Dalam ilustrasi, jika output sektor i meningkat maka besarnya output sektor ini yang diberikan ke sektor-sektor lain (sebagai input) akan meningkat juga. Peningkatan ini akan mendorong proses produksi sehingga output sektor lain tersebut juga meningkat. Jika terjadi peningkatan output sektor i, maka distribusi outputnya langsung ditunjukan oleh baris ke-i dari matrik teknologi A. Total output tambahan yang sama dengan total input tambahan adalah penjumlahan dari baris ke-i matriks A tersebut dan ini merupakan keterkaitan kedepan lansung. Menurut Nazara (2005), keterkaitan kedepan lansung yang dilambangakn dengan F(d)i dirumuskan dengan :
F(d)i =
................................. (3.14)
ij
Dimana aij merupakan koefisien input. Keterkaitan ke depan selain memiliki efek langsung juga memiliki efek tidak langsung dari penambahan output yang ditunjukan oleh matriks kebalikan leontief. Menurut Nazara (2005), keterkaitan ke depan tidak langsung ini diperoleh setelah diketahui keterkaitan ke depan total. Keterkaitan ke depan total, dirumuskan dengan :
F(d + i)i =
ij
................................. (3.15)
40
Dimana: F (d + i)i merupakan keterkaitan kedepan total. αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1 i adalah urutan sektor menurut baris (i = 1,2,3.....n) j adalah urutan sektor menurut kolom (j = 1,2,3,...n)
3.5.5. Analisis Angka Pengganda (Multiplier Analysis) Analisis angka pengganda digunakan untuk melihat apa yang terjadi terhadap pembentukan output, pendapatan rumah tangga dan lapangan pekerjaan apabila terjadi perubahan pada variabel permintaan akhir dalam perekonomian. Angka pengganda didefinisikan sebagai koefisien yang menyatakan kelipatan dari dampak perubahan permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor perekonomian. Pengganda dipergunakan untuk menentukan tingkat ketergantungan dari beberapa sektor ekonomi. Suatu sektor dengan angka pengganda besar mencerminkan sektor tersebut mempunyai hubungan yang kuat dengan sektor-sektor lainnya. Dalam analisis input–output ada tiga macam angka pengganda yaitu angka pengganda output, angka pengganda pendapatan rumah tangga dan angka pengganda lapangan pekerjaan.
3.5.5.1. Analisis Angka Pengganda Output (Output Multiplier Analysis) Analisis angka pengganda output merupakan nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor dalam perekonomian sebagai akibat dari adanya perubahan pada permintaan akhir. Peningkatan permintaan akhir pada
41
suatu sektor tidak hanya akan meningkatkan output dari sektor tersebut saja, tetapi juga akan meningkatkan output dari sektor-sektor lainnya, sehingga akan menciptakan output baru dalam perekonomian. Besarnya kelipatan perubahan output akibat perubahan permintaan akhir disebut sebagai angka pengganda output. Angka pengganda output dalam penelitian ini menggunakan angka pengganda output biasa untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor terhadap output sektor-sektor dalam perekonomian baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Nazara (2005) angka pengganda output suatu sektor di dalam perekonomian didefinisikan sebagai :
Oj = Dimana :
................................. (3.16)
ij
Oj adalah pengganda output sektor j αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
3.5.5.2. Analisis Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (Household Income Multiplier) Angka pengganda pendapatan rumah tangga sering juga disebut dengan efek pendapatan (income effect) dari model input-output. Nilai angka pengganda pendapatan rumah tangga suatu sektor menunjukan tingkat perubahan pendapatan rumah tangga total yang bekerja pada suatu sektor perekonomian sebagai akibat perubahan permintaan akhir pada sektor tersebut. Terjadinya
perubahan
permintaan
akhir,
menyebabkan
terjadinya
perubahan output sektor produksi. Salah satu dampak dari perubahan output tersebut adalah perubahan permintaan tenaga kerja. Karena balas jasa/upah tenaga
42
kerja merupakan sumber pendapatan rumah tangga, maka perubahan permintaan tenaga kerja tersebut akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Formulasi angka pengganda pendapatan rumah tangga suatu sektor menurut Nazara (2005) adalah: n+1,i αij
Hj = Dimana :
..................................... (3.17)
Hj adalah angka pengganda pendapatan sektor j
an+1,i adalah koefisien input balas jasa/upah rumah tangga sektor j αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
3.5.5.3.
Analisis Angka Pengganda Lapangan Pekerjaan (Employment
Multiplier) Angka pengganda lapangan pekerjaan (employment multiplier) biasa pula disebut sebagai efek lapangan pekerjaan (employment effect), yang merupakan efek total dari perubahan lapangan pekerjaan di perekonomian akibat adanya perubahan permintaan akhir pada sutau sektor. Perubahan pada permintaan akhir suatu sektor akan menyebabkan perubahan output yang diproduksi. Perubahan pada output yang diproduksi pada gilirannya akan menyebabkan perubahan pada permintaan tenaga kerja. Untuk dapat melihat efek perubahan permintaan akhir terhadap perubahan lapangan pekerjaan pada suatu sektor, diperlukan jumlah tenaga kerja awal disetiap sektor dalam menghasilkan output. Data ini dipergunaan untuk melihat besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit
43
output atau disebut koefisien tenaga kerja yang menurut Nazara (2005) di formulasikan dengan:
Lj Wj =
................................. (3.18)
Xj Dimana :
Wj adalah koefisien tenaga kerja sektor j Lj adalah jumlah tenaga kerja sektor j Xj adalah jumlah output sektor j
Angka penggandaan lapangan pekerjaan pada model input-output terbuka menurut Nazara (2005) di rumuskan dengan :
Ej = Dimana :
α
n+1,i ij
............................. (3.19)
Ej adalah angka pengganda lapangan pekerjaan sektor j Wn+1,i adalah koefisien tenaga kerja sektor j
αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
3.5.6. Analisis Dampak Permintaan Akhir 3.5.6.1. Dampak Permintaan Akhir Terhadap Pembentukan Output Dalam tabel input-output, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir. Hal ini berarti bahwa jumlah output yang diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhir. Porsi output yang terbentuk sebagai dampak dari masing-masing komponen atau komposisi permintaan akhir dan memperkirakan output yang terbentuk akibat dampak permintaan akhir yang diproyeksikan, dapat dihitung dengan (BPS, 2004) :
44
X = (I – A )-1 F
................................. (3.19)
Dimana: X adalah output yang dipengaruhi oleh masing-masing komponen permintaan akhir F adalah permintaan akhir.
(I – A )-1 adalah matrik kebalikan Leontief Persamaan (3.19) dapat diuraikan sesuai dengan komponen permintaan akhir pada tabel input-output, Maka akan terbentuk persamaan (BPS, 2004): (1)
X301 = (I – A )-1 F301
(2)
X302 = (I – A )-1 F302
(3)
X303 = (I – A )-1 F303
(4)
X304 = (I – A )-1 F304
(5)
X305 = (I – A )-1 F305
3.5.6.2. Dampak Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja Dalam suatu proses produksi, tenaga kerja merupakan salah satu komponen input primer, yang pengeluaranya antara lain berbentuk upah, gaji, tunjangan, bonus dan sebagianya. Sehingga sesuai dengan asumsi dasar analisis input-output, maka tenaga kerja memiliki hubungan liner dengan output. Hubungan antara tenaga kerja dengan output telah digambarkan pada koefisien tenaga kerja, yaitu persamaan (3.18), Wj = Lj / Xj atau Lj = Wj . Xj. Sehingga apabila dinyatakan dalan bentuk matriks untuk masing-masing sektor adalah (BPS, 2004) :
45
....................................................... (3.20)
Dimana : = matrik jumlah tenaga kerja = matrik diagonal koefisien tenaga kerja X = matrix output Output yang terbentuk akibat dampak permintaan akhir dapat dihitung dari persamaan (3.19), sehingga jika persamaan tersebut disubstitusikan dengan persamaan (3.20) akan diperoleh (BPS, 2004):
................................(3.21) Dimana : adalah kebutuhan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh permintaan akhir adalah matriks diagonal koefisien tenaga kerja (I – A )-1 F adalah output yang dipengaruhi oleh masing-masing komponen permintaan akhir
3.5.6.3. Dampak Penambahan Investasi Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja Untuk melihat dampak tambahan investasi sektor perikanan pada perekonomian Indonesia dilakukan dengan pendekatan simulasi terhadap kegiatan investasi di sektor perikanan dengan penambahan dana investasi sebesar Rp. 100 milyar. Pada tabel input-output, investasi sebagai salah satu komponen peda permintaan akhir, maka perubahan pada investasi hampir sama dengan persamaan (3.19), dimana dapat dirumuskan (BPS, 2004):
46
X I+1 = (I – A )-1 FI+1
................................. (3.22)
Dimana XI+1 adalah output yang terbentuk akibat adanya tambahan Investasi dan FI+1 adalah permintaan akhir setelah adanya tambahan investasi. (I – A )-1 adalah matrik kebalikan leontief Sedangkan untuk melihat kebutuhan tenaga kerja setelah adanya tambahan investasi dapat dirumuskan dengan (BPS, 2004):
................................(3.23) Dimana : adalah kebutuhan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh permintaan akhir setalah adanya tambahan investasi adalah matriks diagonal koefisien tenaga kerja (I – A) -1
adalah output yang dipengaruhi oleh masing-masing komponen permintaan akhir setelah adanya tambahan investasi
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Analisis Deskriptif
4.1.1. Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-output Indonesia Updating 2008 berdasarkan Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen yang diagrerasi klasifikasi sektor menjadi 19 sektor, total permintaan mencapai 10.530 trilyun rupiah, yang terdiri dari 4.382 trilyun rupiah atau 41,6% merupakan permintaan antara dan 6.148 trilyun rupiah atau 58,4% merupakan permintaan akhir. Besarnya permintaan akhir dari pada permintaan antara dalam perekonomian Indonesia, menunjukan
47
bahwa belum berkembangan industrialisasi di Indonesia. Sehingga output dalam perekonomian tidak banyak yang digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi. Sektor yang memiliki struktur permintaan terbesar, baik permintaan antara maupun permintaan akhir, adalah sektor industri lainnya (9) yang masing-masing sebesar 1.168 trilyun rupiah dan 1.218 trilyun rupiah. Tabel 5.1.
Struktur Permintaan Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode Permintaan Permintaan Total Sektor Antara Akhir Permintaan 1 166.813.624 3.027.285 169.840.909 2 111.685.879 190.423.869 302.109.748 3 172.632.466 31.845.570 204.478.036 4 139.451.091 127.982.124 267.433.215 5 45.645.619 8.407.434 54.053.053 6 72.862.360 110.904.926 183.767.286 7 403.970.254 313.512.631 717.482.885 8 295.573.773 709.097.678 1.004.671.451 9 1.168.379.558 1.218.004.100 2.386.383.658 10 243.355.061 164.748.292 408.103.353 11 85.440.795 39.049.910 124.490.705 12 99.869.565 1.144.105.970 1.243.975.535 13 425.000.993 574.121.752 999.122.745 14 63.031.684 274.067.557 337.099.241 15 306.439.290 353.662.333 660.101.623 16 393.152.748 173.476.816 566.629.564 17 11.723.490 263.563.499 275.286.989 18 176.134.585 445.007.310 621.141.895 19 1.011.101 2.858.205 3.869.306 Jumlah 4.382.173.936 6.147.867.261 10.530.041.197 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Rangking 16 11 14 13 18 15 5 3 1 9 17 2 4 10 6 8 12 7 19
Berdasarkan Tabel 5.1, total permintaan pada sektor perikanan adalah sebesar 183,767 trilyun rupiah yang terdiri dari 72,862 trilyun rupiah untuk permintaan antara dan 110,904 trilyun rupiah pada permintaan akhir. Jika dibandingkan antara permintaan antara dengan permintaan akhir pada sektor
48
perikanan, komponen permintaan akhir lebih besar dari pada permintaan antara yaitu sebesar 60,3% dari total permintaan, sedangkan permintaan antara hanya sebesar 39,7% dari total permintaan. Keadaan ini menunjukan bahwa output sektor perikanan lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan akhir dari pada permintaan antara, atau dengan kata lain output dari sektor perikanan lebih banyak dikonsumsi langsung oleh konsumen sebagai permintaan akhir dari pada untuk proses produksi pada sektor lain. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa belum berkembangnya industri pengolahan yang berbasis output dari sektor perikanan. Hal ini terlihat dari belum banyaknya output dari sektor perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh sektor lain sebagai input dalam proses produksi dan juga jenis output dari sektor perikanan yang masih sangat terbatas sehingga nilai tambah yang diperoleh dari output sektor perikanan masih rendah. Sesuai dengan Tabel 5.2 struktur permintaan antara sektor perikanan, paling banyak digunakan oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) yaitu sebesar 57,64%, kemudian diikuti oleh sektor perikanan sendiri sebesar 26,91% dan sektor restoran dan hotel sebesar 11,24%. Hal ini menunjukan bahwa sektor makanan, minuman dan tembakau (8) merupakan sektor yang paling banyak menyerap output dari sektor perikanan, sehingga sektor tersebut merupakan sektor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan sektor perikanan dari sisi permintaan antara. Perubahan penyerapan output sektor perikanan pada sektor makanan, minuman dan tembakau (8) akan sangat berpengaruh terhadap perubahan permintaan output sektor perikanan.
49
Tabel 5.2. Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7
Struktur Permintaan Antara Sektor Perikanan Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Nama Sektor
Permintaan Antara Sektor Perikanan 0 0 8.918 0 0 19.608.843 0
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan 8 42.001.167 tembakau 9 Industri lainnya 621.988 10 Pengilangan minyak bumi 0 11 Listrik, gas dan air bersih 0 12 Bangunan 0 13 Perdagangan 0 14 Restoran dan hotel 8.188.111 15 Pengangkutan dan komunikasi 28.639 Lembaga keuangan, usaha 16 197.806 bangunan dan jasa perusahaan 17 Pemerintah umum dan pertahanan 0 18 Jasa-jasa 2.206.888 Kegiatan yang tak jelas 19 0 batasannya 72.862.360 TOTAL Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dalam
Persentase 0 0 0,02 0 0 26,91 0 57,64 0,85 0 0 0 0 11,24 0,04 0,27 0 3,03 0 100
Dilihat dari struktur permintaan akhir sektor perikanan pada Tabel 5.3, output sektor perikanan pada permintaan akhir sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga (301), yang besarannya mencapai 112,638 trilyun rupiah atau 61,3% dari total permintaan,. Besarnya output sektor perikanan untuk memenuhi permintaan rumah tangga (301) lebih besar dari jumlah total permintaan antara sektor perikanan. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi rumah tangga (301) merupakan pasar utama dalam pemanfaatan output sektor perikanan dan sebagian besar pemanfaatan output sektor perikanan untuk konsumsi masih dalam bentuk produk asli (belum mengalami perubahan bentuk atau pengolahan).
50
Tabel 5.3.
Kode Tabel I-O
Struktur Permintaan Akhir Sektor Perikanan Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Struktur Permintaan Akhir
Permintaan Akhir Sektor Perikanan
301 302 303 304 305
Konsumsi Rumah Tangga 112.638.745 Konsumsi Pemerintah 0 Pembentukan Modal Tetap 0 Perubahan Inventori (4.587.976) Ekspor 2.854.157 TOTAL 110.904.926 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dalam
Persentase Terhadap Total Permintaan 61,3 0 0 -2,5 1,5
Tingginya pemanfaatan output sektor perikanan pada konsumsi rumah tangga (301) merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan sektor perikanan. Peningkatan konsumsi rumah tangga (301) terhadap produk perikanan akan berdampak terhadap peningkatan permintaan output produk perikanan sehingga akan semakin berkembangnya sektor perikanan. Hal ini masih sangat dimungkinkan karena tingkat konsumsi ikan per kapita di Indonesia terus mengalami peningkatan dan masih relatif rendah di bandingkan dengan negara-negara maju.
5.1.2
Struktur Output Ouput dalam tabel input-output merupakan nilai dari produksi barang dan
jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi di wilayah dalam negeri tanpa membedakan asal usul pelaku produksi. Dalam penelitian ini output dinilai atas dasar harga produsen yaitu harga yang benar-benar di terima produsen tanpa masuknya margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Dalam tabel input-output updating 2008, jumlah output diberi tanda (600).
51
Berdasarkan Tabel 5.5, total output perekonomian Indonesia pada tahun 2008 sebesar 10.530 trilyun rupiah dengan kontribusi terbesar adalah sektor industri lainnya (9) yaitu sebesar 22,66% dan kemudian sektor bangunan (12) sebesar 11,81%. Sedangkan kontribusi sektor perikanan hanya sebesar 1,75%. Rendahnya kontribusi output sektor perikanan terhadap pembentukan output nasional mengambarkan rendahnya peran sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia. Tabel 5.5.
Kode Sektor 1 2
Output dan Kontribusi Output Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Nama Sektor
Output
Kontribusi (%) 1,61 2,87
Padi 169.840.909 Tanaman bahan makanan 302.109.748 lainnya 3 Tanaman pertanian lainnya 204.478.036 4 Peternakan dan hasil267.433.215 hasilnya 5 Kehutanan 54.053.053 6 Perikanan 183.767.286 7 Pertambangan dan 717.482.885 penggalian 8 Industri makanan, 1.004.671.451 minuman dan tembakau 9 Industri lainnya 2.386.383.658 10 Pengilangan minyak bumi 408.103.353 11 Listrik, gas dan air bersih 124.490.705 12 Bangunan 1.243.975.535 13 Perdagangan 999.122.745 14 Restoran dan hotel 337.099.241 15 Pengangkutan dan 660.101.623 komunikasi 16 Lembaga keuangan, usaha 566.629.564 bangunan dan jasa perusahaan 17 Pemerintah umum dan 275.286.989 pertahanan 18 Jasa-jasa 621.141.895 19 Kegiatan yang tak jelas 3.869.306 batasannya TOTAL 10.530.041.197 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dalam
Rangking 16 11
1,94 2,54
14 13
0,51 1,75 6,81
18 15 5
9,54
3
22,66 3,88 1,18 11,81 9,49 3,20 6,27
1 9 17 2 4 10 6
5,38
8
2,61
12
5,90 0,04
7 19
100
52
Dilihat dari potensi yang ada, rendahnya kontribusi sektor perikanan dalam perekonomian disebabkan masih belum optimalnya pemanfaatan potensi pada sektor ini. Output sektor perikanan yang terbentuk pada tahun 2008, hanya sekitar 26% dari potensi ekonomi sumber daya sektor perikanan yang dapat dimanfaatkan secara lestari pertahun. Besarnya potensi tersebut mencapai US$ 82 miliar (KKP, 2010) atau 705,2 trilyun rupiah (1US$ = Rp 8.600). Keadaan tersebut memberikan indikasi bahwa kurangnya investasi dan perhatian pemerintah pada sektor tersebut.
5.1.3
Struktur Input Input adalah semua barang, jasa dan faktor produksi yang digunakan
dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Dalam tabel input-output, input terbagi atas dua yaitu input antara dan input primer. Input antara adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor ekonomi yang kemudian dimanfaatkan oleh sektor lain maupun oleh sektor itu sendiri dalam proses kegiatan produksi. Sedangkan input primer merupakan balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi.
5.1.3.1 Input Antara Input antara sebenarnya sama dengan permintaan antara, hanya berbeda dalam cara membaca dalam tabel input-output. Berdasarkan Tabel 5.7, input antara sektor perikanan mencapai 45,247 trilyun rupiah atau 25,05% dari total input pada sektor perikanan. Kontribusi terbesar dari input antara pada sektor perikanan berasal dari sektor perikanan sendiri sebesar 43,34% yang kemudian
53
diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar 16,29 % dan kemudia dari sektor pengilangan minyak bumi (10) sebesar 11,91%. Keadaan ini menunjukan bahwa, apabila dilihat dari input antara, pengembangan sektor perikanan sangat di pengaruhi oleh keadaan sektor perikanan itu sendiri. Selain itu, keadaaan tersebut juga mengambarkan bahwa masih rendahnya dukungan dari sektor lainnya terhadap sektor perikanan. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor lain yang dapat dimanfaatkan oleh sektor perikanan dalam proses kegiatan produksi. Tabel 5.7.
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8
Struktur Input Antara Sektor Perikanan Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Nama Sektor
Input Antara Sektor Perikanan 0 614.411 664.149 124.586 129.403 19.608.843 0 7.369.972
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau 9 Industri lainnya 3.380.053 10 Pengilangan minyak bumi 5.390.807 11 Listrik, gas dan air bersih 220.263 12 Bangunan 550.766 13 Perdagangan 4.551.051 14 Restoran dan hotel 307.283 15 Pengangkutan dan komunikasi 1.302.031 16 Lembaga keuangan, usaha 948.061 bangunan dan jasa perusahaan 17 Pemerintah umum dan pertahanan 0 18 Jasa-jasa 86.087 19 Kegiatan yang tak jelas 0 batasannya 45.247.766 TOTAL Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Persentase 0 1,36 1,47 0,28 0,29 43,34 0 16,29 7,47 11,91 0,49 1,22 10,06 0,68 2,88 2,10 0 0,19 0
54
5.1.3.2 Input Primer Berdasarkan Tabel 5.8, sektor yang memiliki input primer terbesar adalah sektor industri lainnya (9) dan kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian (7). Sedangkan nilai input primer sektor perikanan relatif kecil yaitu sebesar 135,347 trilyun rupiah. Kecilnya nilai input primer pada sektor perikanan memperlihatkan bahwa sedikitnya balas jasa atas pemakaian faktorfaktor produksi dalam proses produksi. Tabel 5.8.
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Input Primer Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Nama Sektor
Input Primer
Rangking
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri lainnya Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Pengangkutan dan komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan Pemerintah umum dan pertahanan Jasa-jasa Kegiatan yang tak jelas batasannya
126.514.493 254.695.059 131.033.990 132.087.685 41.904.851 135.347.487 574.453.950 338.865.357
16 9 15 14 18 13 2 6
834.772.264 237.686.173 46.034.948 451.641.690 533.546.156 152.062.431 335.930.967 384.987.403
1 10 17 4 3 12 7 5
157.726.831 322.923.495 2.116.548
11 8 19
TOTAL
5.194.331.778
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dilihat dari struktur input primer sektor perikanan, Tabel 5.9, komponen terbesar ada pada surplus usaha (302) yang mencapai 76,55% dari total input
55
primer sektor tersebut. Hal ini menunjukan bahwa output yang terbentuk pada sektor perikanan lebih banyak disebabkan oleh pemakaian komponen surplus usaha sebagai faktor produksi, sehingga mengindikasikan bahwa kegiatan pada sektor perikanan lebih kepada padat modal dengan keuntungan yang relatif besar. Sedangkan apabila dibandingkan antara surplus usaha (202) dengan upah dan gaji (201), rasio perbandinganya cukup besar yaitu antara 76,55% dengan 19,54%. Hal ini mencerminkan bahwa tidak meratanya distribusi pendapatan antara pengusaha dengan tenaga kerja (buruh). Tabel 5.9.
Kode Tabel I-O 201 202 203 204 205
Struktur Input Primer Sektor Perikanan Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Input Primer Sektor Perikanan Upah dan gaji 26.451.265 Surplus usaha 103.612.613 Penyusutan 3.740.188 Pajak tak langsung 1.641.146 Subsidi (97.725) Total/Nilai Tambah Bruto 135.347.487 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah Struktur Input Primer
Persentase 19,54 76,55 2,76 1,21 -0,07
Tingkat upah dan gaji (201) sektor perikanan relatif rendah yaitu sebesar 26,451 trilyun rupiah atau sekitar 19,54% dari input primer. Angka ini menginterpretasikan bahwa untuk menghasilkan satu satuan output diperlukan balas jasa atas pemakaian faktor produksi tenaga kerja sebesar 0,1954 satuan. Angka tersebut lebih kecil dari pada persentase secara total terhadap tingkat upah dan gaji (201) dalam perekonomian yaitu sebesar 30,92%. Rendahnya balas jasa atas pemakaian faktor produksi tenaga kerja pada sektor perikanan mengambarkan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di sektor perikanan.
56
Tabel 5.10.
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8
Persentase Tingkat Upah dan Gaji Terhadap Input Primer Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Nama Sektor
Tingkat Upah dan Gaji 21.865.555 42.685.046 41.463.526 43.401.514 8.856.268 26.451.265 83.499.069 83.942.029
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau 9 Industri lainnya 267.909.585 10 Pengilangan minyak bumi 61.257.553 11 Listrik, gas dan air bersih 31.570.710 12 Bangunan 167.855.903 13 Perdagangan 151.338.617 14 Restoran dan hotel 53.632.134 15 Pengangkutan dan komunikasi 107.177.215 16 Lembaga keuangan, usaha 85.309.160 bangunan dan jasa perusahaan 17 138.982.317 Pemerintah umum dan pertahanan 18 Jasa-jasa 188.523.794 19 528.986 Kegiatan yang tak jelas batasannya 1.606.250.246 TOTAL Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
4.2.
Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
4.2.1
Keterkaitan Ke Depan
Input Primer
Persentase
126.514.493 254.695.059 131.033.990 132.087.685 41.904.851 135.347.487 574.453.950 338.865.357
17,28 16,76 31,64 32,86 21,13 19,54 14,54 24,77
834.772.264 237.686.173 46.034.948 451.641.690 533.546.156 152.062.431 335.930.967 384.987.403
32,09 25,77 68,58 37,17 28,36 35,27 31,90 22,16
157.726.831 322.923.495 2.116.548 5.194.331.778
88,12 58,38 24,99 30,92
Keterkaitan ke depan adalah alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, dengan sektor lain yang menggunakan output tersebut sebagai input. Keterkaitan ke depan bisa dilihat dari sisi keterkaitan ke depan langsung dan keterkaitan kedepan tidak langsung. Berdasarkan Tabel 5.11 sektor yang memiliki keterkaitan ke depan total terbesar adalah sektor industri lainnya (9) yaitu sebesar 3,40158 dan kemudian
57
sektor pertambangan dan penggalian (7) sebesar 2,05524. Sedangkan sektor perikanan berada pada peringkat ke 15 dari 19 sektor perekonomian dengan keterkaitan ke depan total sebesar 1,24837. Tabel 5.11.
Keterkaitan Ke Depan Sektor-Sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Keterkaitan Ke Depan Kode Sektor Langsung Tidak Langsung Total 1 0,19906 1,16156 1,36062 2 0,20527 1,09943 1,30470 3 0,44602 1,20305 1,64907 4 0,42690 1,18038 1,60728 5 0,04661 1,03171 1,07832 6 0,17705 1,07132 1,24837 7 0,58427 1,47097 2,05524 8 0,59110 1,32551 1,91661 9 1,42333 1,97825 3,40158 10 0,48023 1,25526 1,73549 11 0,18315 1,10211 1,28526 12 0,22134 1,11615 1,33749 13 0,64513 1,37019 2,01532 14 0,10910 1,04675 1,15585 15 0,44431 1,29855 1,74286 16 0,54585 1,43711 1,98296 17 0,02077 1,01811 1,03888 18 0,28922 1,18393 1,47315 19 0,00203 1,00101 1,00304 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Rangking 11 13 8 9 17 15 2 5 1 7 14 12 3 16 6 4 18 10 19
Keterkaitan ke depan total sektor perikanan sebesar 1,24837 terdiri dari keterkaitan ke depan langsung sebesar 0,17705 dan keterkaitan ke depan tidak langsung sebesar 1,07132. Hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan satu satuan unit output sektor perikanan, maka tambahan output tersebut akan didistribusikan sebagai input ke sektor lainnya dan sektor perikanan itu sendiri sehingga akan menaikkan output sektor-sektor tersebut secara langsung sebesar 0,17705 rupiah dan secara tidak langsung sebesar 1,07132 rupiah.
58
Dengan kata lain setiap kenaikan satu unit output sektor perikanan, maka tambahan output tersebut akan didistribusikan kepada sektor yang menggunakan input dari sektor perikanan, sehingga mendorong peningkatan proses produksi sektor tersebut karena adanya input yang lebih banyak. Peningkatan output dari sektor yang menggunakan input dari sektor perikanan tersebut akan lebih lanjut didistribusikan ke sektor-sektor lain sehingga akan mengakibatkan tambahan output pada perekonomian secara total sebesar 1,24837 rupiah.
4.2.2
Keterkaitan Ke Belakang Keterkaitan ke belakang merupakan mekanisme melihat peningkatan
output melalui sisi permintaan input. Peningkatan output suatu sektor akan menyebabkan peningkatan permintaan input pada sektor tersebut yang tidak lain merupakan output dari sektor lain atau juga dari sektor itu sendiri. Keterkaitan ke belakang juga memiliki efek langsung dan tidak langsung. Berdasarkan Tabel 5.12 sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang total terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar 1,9778 dan kemudian sektor restoran dan hotel (14) sebesar 1,95681. Sedangkan sektor perikanan berada pada peringkat ke 14 dari 19 sektor perekonomian dengan keterkaitan ke belakang total sebesar 1,38039.
59
Tabel 5.12.
Keterkaitan Ke Belakang Sektor-Sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Keterkaitan Ke Belakang Kode Sektor Langsung Tidak Langsung Total 1 0,20659 1,13165 1,33824 2 0,13763 1,08296 1,22059 3 0,31272 1,20892 1,52164 4 0,48324 1,41319 1,89643 5 0,20749 1,12769 1,33518 6 0,24622 1,13417 1,38039 7 0,16502 1,07137 1,23639 8 0,62001 1,35777 1,97778 9 0,46615 1,28811 1,75426 10 0,21616 1,05523 1,27139 11 0,57301 1,25401 1,82702 12 0,52729 1,32363 1,85092 13 0,42374 1,25529 1,67903 14 0,54379 1,41302 1,95681 15 0,40019 1,22653 1,62672 16 0,28419 1,17067 1,45486 17 0,36996 1,2706 1,64056 18 0,40437 1,27543 1,67980 19 0,45296 1,29112 1,74408 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Rangking 15 19 12 3 16 14 18 1 6 17 5 4 9 2 11 13 10 8 7
Keterkaitan ke belakang total sektor perikanan sebesar 1,38039, yang terdiri dari keterkaitan ke belakang langsung sebesar 0,24611 dan keterkaitan ke belakang tidak langsung sebesar 1,13417. Hal ini meinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan unit output sektor perikanan, akan membutuhkan peningkatan penggunaan input dari sektor lain maupun dari sektor perikanan sendiri secara langsung sebesar 0,24611 rupiah dan 1,13417 rupiah secara tidak langsung, atau sebesar 1,38039 rupiah secara total. Dengan kata lain, kenaikan satu unit output sektor perikanan, akan mengakibatkan tambahan penggunaan input pada sektor perikanan. Tambahan input tersebut menyebabkan harus adanya tambahan output dari sektor yang akan digunakan sebagai input oleh sektor perikanan. Peningkatan penggunaan input
60
tersebut merupakan peningkatan output sektor lain, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan tambahan output pada perekonomian secara total sebesar 1,38039 rupiah. Tabel 5.13.
Keterkaitan Sektor-Sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Keterkaitan Depan Belakang Total 1 1,36062 1,33824 2,69886 2 1,30470 1,22059 2,52529 3 1,64907 1,52164 3,17071 4 1,60728 1,89643 3,50371 5 1,07832 1,33518 2,4135 6 1,24837 1,38039 2,62876 7 2,05524 1,23639 3,29163 8 1,91661 1,97778 3,89439 9 3,40158 1,75426 5,15584 10 1,73549 1,27139 3,00688 11 1,28526 1,82702 3,11228 12 1,33749 1,85092 3,18841 13 2,01532 1,67903 3,69435 14 1,15585 1,95681 3,11266 15 1,74286 1,62672 3,36958 16 1,98296 1,45486 3,43782 17 1,03888 1,64056 2,67944 18 1,47315 1,67980 3,15295 19 1,00304 1,74408 2,74712 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah Kode Sektor
Rangking 15 18 9 4 19 17 7 2 1 13 12 8 3 11 6 5 16 10 14
Berdasarakan Tabel 5.13, sektor yang memiliki keterkaitan total terbesar adalah sektor industri lainnya (9) sebesar 5,15584 kemudian sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar 3,89439 dan sektor perdagangan (13) sebesar 3,69435, sehingga sektor-sektor tersebut merupakan sektor unggulan dalam perekonomian karena besarnya dampak (multiplier efect) yang ditimbulkan dari perkembangan sektor tersebut. Menurut Nazara (2005), analisis keterkaitan dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan dalam perekonomian. Sektor-sektor yang memiliki
61
nilai keterkaitan yang besar dapat dikatakan sebagai sektor unggulan dalam perekonomian suatu daerah. Hal ini karena dampak yang dapat ditimbulkan, baik langsung maupun tidak langsung, akibat adanya peningkatan output pada sektor tersebut terhadap pertumbuhan sektor-sektor lainya dalam perekonomian adalah besar. Dengan kata lain, pertumbuhan suatu sektor dengan nilai keterkaitan yang besar akan dapat menyebabkan total pertumbuhan yang lebih besar pada sektorsektor dalam perekonomian, dari pada sektor yang memiliki nilai keterkaitan yang kecil. Angka keterkaitan total sektor perikanan, baik kedepan maupun kebelakang, relatif kecil yaitu sebesar 2,62876. Angka tersebut menunjukan bahwa untuk setiap kenaikan satu satuan unit output sektor perikanan akan berdampak terhadap peningkatan output perekonomian sebesar 2,62876 rupiah.
4.3.
Analisis Angka Pengganda (Multiplier Analysis)
4.3.1
Angka Pengganda Output (Output Multiplier Analysis) Analisis angka pengganda output merupakan nilai total dari output yang
dihasilkan oleh sektor-sektor dalam perekonomian sebagai akibat dari adanya perubahan pada permintaan akhir. Peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor tidak hanya akan meningkatkan output dari sektor tersebut saja, tetapi juga akan meningkatkan output dari sektor-sektor lainnya, sehingga akan menciptakan output baru dalam perekonomian. Besarnya kelipatan perubahan output akibat perubahan permintaan akhir disebut sebagai angka pengganda output.
62
Tabel 5.15.
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Angka Pengganda Output Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Nama Sektor
Pengganda Output 1,33824 1,22059 1,52164 1,89643 1,33518 1,38039 1,23639 1,97778 1,75426 1,27139 1,82702 1,85092 1,67903 1,95681 1,62672 1,45486
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri lainnya Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Pengangkutan dan komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan 17 Pemerintah umum dan pertahanan 1,64056 18 Jasa-jasa 1,67980 19 1,74408 Kegiatan yang tak jelas batasannya Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Rangking 15 19 12 3 16 14 18 1 6 17 5 4 9 2 11 13 10 8 7
Berdasarkan Tabel 5.15, sektor yang memiliki angka pengganda output terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar 1,97778, kemudian sektor restoran dan hotel (14) sebesar 1,95681 dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya (4) sebesar 1,89643. Angka pengganda ouput sektor perikanan relatif kecil yaitu sebesar 1,38039. Angka ini menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sektor perikanan sebesar satu unit rupiah maka akan mengakibatkan peningkatan output total sektor-sektor dalam perekonomian sebesar 1,38039 rupiah. Rendahnya angka pengganda output sektor perikanan ini menunjukan bahwa perubahan permintaan akhir pada sektor perikanan pengaruhnya tidak
63
terlalu besar terhadap pembentukan output sektor-sektor dalam perekonomian, atau dengan kata lain bahwa dari sisi penciptaan output kemampuan sektor perikanan dalam perekonomian rendah. Rendahnya angka pengganda output ini menunjukan bahwa masih belum optimalnya pemanfaatan output dari sektor perikanan yang erat kaitannya dengan masih sedikitnya output dari sektor perikanan yang melalui proses pengolahan. Keadaan ini tergambar dari kecilnya permintaan antara pada sektor perikanan dan tingginya permintaan akhir pada konsumsi rumah tangga (301) yang menunjukan bahwa output dari sektor perikanan lebih banyak dipasarkan atau dikonsumsi secara langsung. 4.3.2
Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (Household Income
Multiplier) Berdasarkan Tabel 5.17, sektor yang memiliki angka pengganda pendapatan rumah tangga terbesar adalah sektor pemerintahan umum dan pertahanan (17) sebesar 0,60771, kemudian sektor jasa-jasa (18) sebesar 0,40151 dan sektor listrik, gas dan air bersih (11) sebesar 0,38078.
64
Tabel 5.17.
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8
Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Nama Sektor
Pengganda Pendapatan 0,17901 0,17317 0,28049 0,28141 0,21631 0,19652 0,14858 0,22088
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau 0,21784 9 Industri lainnya 0,18379 10 Pengilangan minyak bumi 0,38078 11 Listrik, gas dan air bersih 0,25016 12 Bangunan 0,26010 13 Perdagangan 0,29186 14 Restoran dan hotel 0,27029 15 Pengangkutan dan komunikasi 16 Lembaga keuangan, usaha bangunan 0,22951 dan jasa perusahaan 17 0,60771 Pemerintah umum dan pertahanan 0,40151 18 Jasa-jasa 19 0,24874 Kegiatan yang tak jelas batasannya Sumber: Tabel input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Rangking 17 18 6 5 14 15 19 12 13 16 3 9 8 4 7 11 1 2 10
Angka pengganda pendapatan rumah tangga sektor perikanan relatif kecil yaitu sebesar 0,19652. Angka ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor perikanan sebesar satu unit rupiah, akan meningkatkan pendapatan rumah tangga total atau peningkatan pembayaran atas balas jasa pemakaian tenaga kerja berupa upah atau gaji total sebesar 0,19652 rupiah dalam perekonomian. Rendahnya nilai angka pengganda pendapatan rumah tangga di sektor perikanan ini menunjukan bahwa balas jasa atau upah tenaga kerja pada sektor perikanan masih rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kondisi kualitas sumber daya manusia pada sektor perikanan yang terkait dengan tingkat
65
pendidikan, pendayagunaan, produktivitas, daya saing, dan budaya etos kerja yang
rendah, serta rendahnya tingkat teknologi yang digunakan sehingga
mengakibatkan rendahnya efisiensi proses produksi.
4.3.3
Angka Pengganda Lapangan Pekerjaan (Employment Multiplier) Angka pengganda lapangan pekerjaan merupakan efek total dari
perubahan lapangan pekerjaan dalam perekonomian sebagai akibat adanya perubahan permintaan akhir pada sutau sektor. Perubahan permintaan akhir pada suatu sektor akan menyebabkan perubahan output yang pada gilirannya akan menyebabkan perubahan pada permintaan tenaga kerja. Untuk dapat melihat efek perubahan permintaan akhir terhadap perubahan lapangan pekerjaan pada suatu sektor, diperlukan jumlah tenaga kerja awal disetiap sektor dalam menghasilkan output. Jumlah tenaga kerja ini merupakan jumlah yang memang telah digunakan untuk melakukan proses produksi pada waktu yang bersangkutan. Selain itu, asumsi yang digunakan di sini adalah bahwasanya seorang pekerja hanya bekerja di satu sektor saja dan tidak ada kemungkinan bekerja di dua atau lebih sektor sekaligus. Sehingga penentuan sektor pekerjaan suatu tenaga kerja dengan menentukan pekerjaan utama. Lapangan pekerjaan utama adalah lapangan pekerjaan yang mendapatkan alokasi waktu paling besar dari keseluruhan waktu kerja seseorang.
66
Tabel 5.18.
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha/Bidang Pekerjaan Utama Selama Seminggu Yang Lalu Nama Sektor
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri lainnya Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Pengangkutan dan komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan 17 Pemerintah umum dan pertahanan 18 Jasa-jasa 19 Kegiatan yang tak jelas batasannya TOTAL Sumber: SAKERNAS 2008 (Agustus 2008), data diolah
Jumlah Tenaga Kerja (orang) 12.895.852 9.822.935 11.892.922 4.291.800 669.773 1.775.270 1.070.106 3.391.896 9.125.246 21.860 201.114 5.438.965 18.233.118 2.988.626 6.178.878 1.462.766 4.721.408 8.272.210 98.005 102.552.750
Berdasarkan Tabel 5.19, sektor yang memiliki angka pengganda tenaga kerja terbesar adalah sektor pertanian (1) yaitu sebesar 0,08420, kemudian diikuti oleh sektor tanaman pertanian lainnya (3) sebesar 0,06554.
67
Tabel 5.19.
Angka Pengganda Tenaga Kerja Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Sektor
Sektor-sektor
Pengganda Tenaga Kerja 0,08420 0,03652 0,06554 0,03167 0,01712 0,01408 0,00268 0,03309
Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau 9 Industri lainnya 0,01051 10 Pengilangan minyak bumi 0,00070 11 Listrik, gas dan air bersih 0,00498 12 Bangunan 0,01063 13 Perdagangan 0,03137 14 Restoran dan hotel 0,01649 15 Pengangkutan dan komunikasi 0,01425 16 Lembaga keuangan, usaha bangunan 0,00573 dan jasa perusahaan 17 0,02215 Pemerintah umum dan pertahanan 18 Jasa-jasa 0,02086 19 0,03979 Kegiatan yang tak jelas batasannya Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dalam
Rangking 1 4 2 6 10 13 18 5 15 19 17 14 7 11 12 16 8 9 3
Angka pengganda tenaga kerja sektor perikanan sebesar 0,014. Angka ini menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 milyar rupiah di sektor perikanan, maka akan terdapat tambahan 14 lapangan pekerjaan baru di perekonomian. Rendahnya angka pengganda tenaga kerja pada sektor perikanan menunjukan bahwa sedikitnya dampak yang dari perubahan permintaan akhir terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan oleh tidak berkembangnya dan rendahnya nilai tambah (added value) yang diperoleh dari pemanfaatan output sektor perikanan, dimana sampai dengan tahun 2009 baru sekitar 6,45%. Nilai tambah pada sektor perikanan merupakan tambahan manfaat ekonomi yang
68
diperoleh
dari
pemanfaatan
meningkatkan
penyerapan
output tenaga
sektor kerja
di
perikanan.
Sehingga
untuk
sektor
perikanan,
perlu
mengembangkan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan nilai tambah output sektor perikanan. Tabel 5.20.
Perkembangan Nilai Tambah 2006-2009
Produk Perikanan
Tahun 2006 2007 2008 Nilai Tambah (%) 4,00 5,60 4,96 Sumber: P2HP Dalam Angka 2010, Data diolah Rincian
4.4.
Tahun
2009 6,45
Analisis Dampak Permintaan Akhir
4.4.1 Dampak Permintaan Akhir Terhadap Pembentukan Output Dalam tabel input-output, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir. Hal ini berarti bahwa jumlah output yang diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhir. Berdasarkan Tabel 5.21, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (301) memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan output seluruh sektor dalam perekonomian, yakni sebesar 47,43%. Kemudian diikuti oleh ekspor (305) sebesar 22,87% dan pemberntukan modal tetap bruto (303) sebesar 22,64 %. Sedangkan pada sektor perikanan kontribusi terbesar dalam pembentukan output adalah sebagai akibat dari pengeluaran konsumsi rumah tangga (301) sebesar 172,3 trilyun rupiah atau mencapai 93,76% dan ekspor (305) sebesar 15,176 trilyun rupiah. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi rumah tangga (301), merupakan konsumen terbesar untuk output sektor perikanan. Keadaaan ini
69
menyebabkan perlunya perhatian khusus dari pemerintah atau stakeholders perikanan untuk meningkatkan dan memperhatikan pasar domestik. Tabel 5.21.
Dampak Komponen Permintaan Akhir Terhadap Pembentukan Output Sektor-sektor dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah) Permintaan Akhir
Kode Sektor
301
302
303
304
Jumlah
305
1
132.814.215,53
2.062.393,51
1.525.913,29
(2.365.679,78)
35.804.066,46
169.840.909
2
286.810.777,00
8.936.775,93
3.206.785,09
(14.939.688,75)
18.095.098,73
302.109.748
3
128.736.274,81
3.361.305,02
14.849.437,52
(3.124.040,06)
60.655.058,71
204.478.036
4
244.768.371,60
7.053.719,12
6.793.085,55
(10.420.088,17)
19.238.126,90
267.433.215
5
15.856.446,83
1.157.191,25
24.665.768,81
3.507.390,55
8.866.255,55
54.053.053
6
172.300.596,18
1.801.971,17
1.142.128,80
(6.653.890,32)
15.176.480,17
183.767.286
7
117.140.530,73
10.644.898,39
137.341.795,40
71.884.451,18
380.471.209,31
717.482.885
8
800.831.326,99
12.151.245,41
8.369.623,39
(33.315.618,41)
216.634.873,61
1.004.671.451
9
894.327.378,08
74.753.625,01
551.989.497,34
74.530.131,41
790.783.026,15
2.386.383.658
10
135.964.091,48
10.350.991,43
74.651.887,51
(36.052.860,57)
223.189.243,15
408.103.353
11
82.690.654,40
6.618.253,38
13.896.118,30
1.158.166,44
20.127.512,48
124.490.705
12
45.769.269,14
18.921.411,90
1.157.615.461,24
1.166.307,11
20.503.085,60
1.243.975.535
13
575.928.320,34
23.286.259,13
162.034.956,02
5.959.586,46
231.913.623,05
999.122.745
14
257.025.333,98
16.345.690,16
13.916.311,86
448.322,06
49.363.582,94
337.099.241
15
399.733.533,59
25.928.756,94
74.154.205,67
3.636.030,16
156.649.096,64
660.101.623
16
349.088.771,06
23.153.219,48
92.900.807,68
2.966.862,80
98.519.902,98
566.629.564
17
20.547.405,43
246.855.592,14
1.711.803,43
56.754,94
6.115.433,06
275.286.989
18
331.010.162,77
190.215.154,76
42.828.100,96
1.548.976,67
55.539.499,84
621.141.895
19 Jumlah
3.354.177,25
25.679,66
177.335,06
10.328,31
301.785,72
3.869.306
4.994.697.637,19
683.624.133,79
2.383.771.022,92
60.001.442,03
2.407.946.961,07
10.530.041.197
47,43 %
6,49 %
22,64 %
0,57 %
22,87 %
Kontribusi
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
4.4.2
Dampak Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu komponen input primer yang
pengeluaranya antara lain berbentuk upah, gaji, tunjangan, bonus dan sebagianya. Sehingga sesuai dengan asumsi dasar analisis input-output, maka tenaga kerja memiliki hubungan liner dengan output.
70
Tabel 5.22.
Kode Sektor 1
Dampak Komponen Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (orang) Permintaan Akhir Jumlah 301
10.084.451,84
302
303
304
305
156.595,50
115.861,08
(179.623,72)
2.718.567,30
12.895.852
2
9.325.497,24
290.574,43
104.266,88
(485.755,90)
588.352,34
9.822.935
3
7.487.603,58
195.501,38
863.678,10
(181.701,49)
3.527.840,43
11.892.922
4
3.928.071,90
113.198,92
109.016,24
(167.222,81)
308.735,75
4.291.800
5
196.477,71
14.338,79
305.634,28
43.460,18
109.862,04
669.773
6
1.664.496,91
17.407,81
11.033,45
(64.279,41)
146.611,24
1.775.270
7
174.711,88
15.876,57
204.841,51
107.213,68
567.462,35
1.070.106
8
2.703.706,34
41.024,12
28.256,89
(112.477,68)
731.386,33
3.391.896
9
3.419.801,05
285.848,93
2.110.741,89
284.994,32
3.023.859,81
9.125.246
10
7.282,90
554,45
3.998,72
(1.931,17)
11.955,10
21.860
11
133.586,26
10.691,75
22.449,10
1.871,01
32.515,88
201.114
12
200.114,43
82.729,04
5.061.377,66
5.099,38
89.644,50
5.438.965
13
10.510.189,14
424.953,90
2.956.996,51
108.757,25
4.232.221,19
18.233.118
14
2.278.713,51
144.916,24
123.378,06
3.974,70
437.643,49
2.988.626
15
3.741.703,78
242.706,00
694.120,08
34.035,04
1.466.313,10
6.178.878
16
901.179,92
59.770,52
239.825,37
7.659,02
254.331,18
1.462.766
17
352.405,63
4.233.785,16
29.358,90
973,40
104.884,92
4.721.408
18
4.408.309,28
2.533.237,12
570.373,77
20.628,88
739.660,95
8.272.210
19
84.957,39
650,44
4.491,69
261,60
7.643,88
98.005
61.603.260,68
8.864.361,06
13.559.700,19
(574.063,72)
19.099.491,79
102.552.750
60,07%
8,64%
13,22%
-0,56%
18,62%
Jumlah Kontribusi
Sumber: Tabel input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Berdasarkan Tabel 5.22, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (301) merupakan komponen permintaan akhir yang paling besar dalam menyediakan kebutuhan tenaga kerja, yang mencapai 60.07%. Kemudian diikuti oleh komponen ekspor (305) sebesar 18,62% dan pembentukan modal bruto (303) sebesar 8,64%. Sedangkan pada sektor perikanan kontribusi terbesar dalam penyediaan kebutuhan tenaga kerja adalah dari pengeluaran konsumsi rumah
71
tangga (301) yaitu sebanyak 1.664.497 orang atau 93,76% dari total tenaga kerja pada sektor perikanan.
4.4.3
Dampak Penambahan Investasi Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja Dalam tabel input-output, investasi merupakan salah satu komponen dari
permintaan akhir yang dinyatakan dalam pembentukan modal tetap bruto (303). Tabel 5.23.
Kode Sektor
Dampak Penambahan Investasi Pada Sektor Perikanan Terhadap Pembentukan Output Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia (juta rupiah) Permintaan Akhir Jumlah
301
302
303
304
305
1
132.814.215,53
2.062.393,51
1.526.813,01
(2.365.679,78)
35.804.066,46
169.841.808,72
2
286.810.777,00
8.936.775,93
3.207.514,49
(14.939.688,75)
18.095.098,73
302.110.477,40
3
128.736.274,81
3.361.305,02
14.850.566,12
(3.124.040,06)
60.655.058,71
204.479.164,60
4
244.768.371,60
7.053.719,12
6.793.399,04
(10.420.088,17)
19.238.126,90
267.433.528,49
5
15.856.446,83
1.157.191,25
24.665.899,65
3.507.390,55
8.866.255,55
54.053.183,84
6
172.300.596,18
1.801.971,17
1.254.341,56
(6.653.890,32)
15.176.480,17
183.879.498,75
7
117.140.530,73
10.644.898,39
137.342.992,21
71.884.451,18
380.471.209,31
717.484.081,82
8
800.831.326,99
12.151.245,41
8.375.093,26
(33.315.618,41)
216.634.873,61
1.004.676.920,87
9
894.327.378,08
74.753.625,01
551.993.254,46
74.530.131,41
790.783.026,15
2.386.387.415,12
10
135.964.091,48
10.350.991,43
74.655.709,07
(36.052.860,57)
223.189.243,15
408.107.174,56
11
82.690.654,40
6.618.253,38
13.896.455,33
1.158.166,44
20.127.512,48
124.491.042,03
12
45.769.269,14
18.921.411,90
1.157.616.037,98
1.166.307,11
20.503.085,60
1.243.976.111,73
13
575.928.320,34
23.286.259,13
162.038.528,24
5.959.586,46
231.913.623,05
999.126.317,21
14
257.025.333,98
16.345.690,16
13.916.609,01
448.322,06
49.363.582,94
337.099.538,16
15
399.733.533,59
25.928.756,94
74.155.713,21
3.636.030,16
156.649.096,64
660.103.130,54
16
349.088.771,06
23.153.219,48
92.902.420,99
2.966.862,80
98.519.902,98
566.631.177,32
17
20.547.405,43
246.855.592,14
1.711.832,90
56.754,94
6.115.433,06
275.287.018,47
18
331.010.162,77
190.215.154,76
42.828.543,29
1.548.976,67
55.539.499,84
621.142.337,33
19
3.354.177,25
25.679,66
177.338,17
10.328,31
301.785,72
3.869.309,11
4.994.697.637,19
683.624.133,79
2.383.909.061,99
60.001.442,03
2.407.946.961,07
10.530.179.236,07
47,43%
6,49%
22,64%
0,57%
22,87%
Jumlah Persentase
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
72
Berdasarkan Tabel 15.23,
penambahan investasi sebesar 100 milyar
rupiah pada sektor perikanan berdampak pada peningkatan total output perekonomian sebesar 138,039 milyar rupiah, dimana peningkatan tertinggi pada sektor perikanan yaitu sebesar 112,213 milyar rupiah atau mencapai 81,291%. Selengkapnya terlihat pada Tabel. 15.24.
Tabel 5.24.
Kode Sektor 1 2
Sebaran Tambahan Output Perekonomian Akibat Dari Penambahan Investasi Pada Sektor Perikanan (juta rupiah)
Nama Sektor
Output Awal
Output Setelah Investasi 169.841.808,72 302.110.477,40
Padi 169.840.909 Tanaman bahan makanan 302.109.748 lainnya 3 Tanaman pertanian lainnya 204.478.036 204.479.164,60 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 267.433.215 267.433.528,49 5 Kehutanan 54.053.053 54.053.183,84 6 Perikanan 183.767.286 183.879.498,75 7 Pertambangan dan penggalian 717.482.885 717.484.081,82 8 Industri makanan, minuman dan 1.004.671.451 1.004.676.920,87 tembakau 9 Industri lainnya 2.386.383.658 2.386.387.415,12 10 Pengilangan minyak bumi 408.103.353 408.107.174,56 11 Listrik, gas dan air bersih 124.490.705 124.491.042,03 12 Bangunan 1.243.975.535 1.243.976.111,73 13 Perdagangan 999.122.745 999.126.317,21 14 Restoran dan hotel 337.099.241 337.099.538,16 15 Pengangkutan dan komunikasi 660.101.623 660.103.130,54 16 Lembaga keuangan, usaha 566.629.564 566.631.177,32 bangunan dan jasa perusahaan 17 Pemerintah umum dan 275.286.989 275.287.018,47 pertahanan 18 Jasa-jasa 621.141.895 621.142.337,33 19 Kegiatan yang tak jelas 3.869.306 3.869.309,11 batasannya JUMLAH 10.530.041.197 10.530.179.236,07 Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Tambahan Output 899,72 729,40
Persentase 0,652 0,528
1.128,60 313,49 130,84 112.212,75 1.196,82 5.469,87
0,817 0,227 0,095 81,291 0,867 3,962
3.757,12 3.821,56 337,03 576,73 3.572,21 297,16 1.507,54 1.613,32
2,722 2,768 0,244 0,418 2,588 0,215 1,092 1,168
29,47
0,021
442,33 3,11
0,32 0,002
138.039,07
Dengan adanya peningkatan output yang terbentuk, menyebabkan adanya tambahan terhadap kebutuhan tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar input-output, dimana tenaga kerja memiliki hubungan yang linear dengan ouput.
73
Tabel 5.25.
Dampak Penambahan Investasi Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (orang) Permintaan Akhir
Kode Sektor
301
1
10.084.451,84
156.595,50
115.929,40
(179.623,72)
2
9.325.497,24
290.574,43
104.290,60
(485.755,90)
588.352,34
9.822.958,72
3
7.487.603,58
195.501,38
863.743,74
(181.701,49)
3.527.840,43
11.892.987,64
4
3.928.071,90
113.198,92
109.021,27
(167.222,81)
308.735,75
4.291.805,03
5
196.477,71
14.338,79
305.635,90
43.460,18
109.862,04
669.774,62
6
1.664.496,91
17.407,81
12.117,47
(64.279,41)
146.611,24
1.776.354,02
7
174.711,88
15.876,57
204.843,30
107.213,68
567.462,35
1.070.107,79
8
2.703.706,34
41.024,12
28.275,36
(112.477,68)
731.386,33
3.391.914,47
9
3.419.801,05
285.848,93
2.110.756,26
284.994,32
3.023.859,81
9.125.260,37
302
303
304
305 2.718.567,30
Jumlah 12.895.920,32
10
7.282,90
554,45
3.998,92
(1.931,17)
11.955,10
21.860,20
11
133.586,26
10.691,75
22.449,64
1.871,01
32.515,88
201.114,54
12
200.114,43
82.729,04
5.061.380,18
5.099,38
89.644,50
5.438.967,52
13
10.510.189,14
424.953,90
2.957.061,70
108.757,25
4.232.221,19
18.233.183,19
14
2.278.713,51
144.916,24
123.380,70
3.974,70
437.643,49
2.988.628,63
15
3.741.703,78
242.706,00
694.134,19
34.035,04
1.466.313,10
6.178.892,11
16
901.179,92
59.770,52
239.829,53
7.659,02
254.331,18
1.462.770,16
17
352.405,63
4.233.785,16
29.359,40
973,40
104.884,92
4.721.408,51
18
4.408.309,28
2.533.237,12
570.379,66
20.628,88
739.660,95
8.272.215,89
19
84.957,39
650,44
4.491,77
261,60
7.643,88
98.005,08
61.603.260,68
8.864.361,06
13.561.079,00
(574.063,72)
19.099.491,79
102.554.128,81
60,07% 8,64% 13,22% Persentase Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
-0,56%
18,62%
Jumlah
Berdasarkan Tabel 5.25, penambahan investasi sebesar 100 milyar rupiah pada sektor perikanan berdampak pada penambahan kebutuhan tenaga kerja total dalam perekonomian sebanyak 1.379 orang. Peningkatan penambahan kebutuhan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor perikananan yaitu sebanyak 1.084 orang atau 78,6%. Selengkapnya terlihat pada Tabel 5.26.
74
Tabel 5.26.
Kode Sektor
Sebaran Tambahan Kebutuhan Tenaga Kerja Akibat Dari Penambahan Investasi Pada Sektor Perikanan (orang) Nama Sektor
1
Padi
2
Tanaman bahan makanan lainnya
3
Tanaman pertanian lainnya
4
Peternakan dan hasil-hasilnya
5
Kehutanan
6
Tenaga Kerja Awal
Tenaga Kerja Setelah Investasi
12.895.852
12.895.920,32
9.822.935
9.822.958,72
11.892.922
11.892.987,64
4.291.800
4.291.805,03
669.773
669.774,62
Perikanan
1.775.270
1.776.354,02
7
Pertambangan dan penggalian
1.070.106
1.070.107,79
8
Industri makanan, minuman dan tembakau
3.391.896
3.391.914,47
9
Industri lainnya
9.125.246
9.125.260,37
10
Pengilangan minyak bumi
21.860
21.860,20
11
Listrik, gas dan air bersih
201.114
201.114,54
12
Bangunan
5.438.965
5.438.967,52
13
Perdagangan
18.233.118
18.233.183.19
14
Restoran dan hotel
15 16 17
2.988.626
Pengangkutan dan komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan Pemerintah umum dan pertahanan
18
Jasa-jasa
19
Kegiatan yang tak jelas batasannya JUMLAH
2.988.628.63
6.178.878
6.178.892,11
1.462.766
1.462.770,16
4.721.408
4.721.408,51
8.272.210
8.272.215,89
98.005
98.005,08
102.552.750
102.554.128,81
Tambahan Tenaga Kerja 68,32 (68) 23,72 (24) 65,64 (66) 5,03 (5) 1,62 (2) 1.084,02 (1.084) 1,79 (2) 18,47 (18) 14,37 (14) 0,20 (0) 0,54 (1) 2,52 (2) 65,19 (65) 2,63 (3) 14,11 (14) 4,16 (4) 0,51 (1) 5,89 (6) 0,08 (0) 1.378,81 (1.379)
Persentase 4,931 1,74 4,786 0,362 0,145 78,607 0,145 1,305 1,015 0 0,072 0,145 4,713 0,217 1,015 0,290 0,0725 0,435
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah Keterangan: ( ) Pembulatan
Rendahnya
perluasan
kesempatan
kerja
pada
sektor
perikanan,
menunjukan bahwa pengembangan sektor ini tidak efektif untuk kebijakan mengatasi pengangguran. Hal ini bertentangan dengan argumen yang menyatakan
0
75
bahwa salah satu keuntungan yang mendasari sektor perikanan dapat dijadikan sebagai sumber pertumbuhan baru adalah kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Belum berkembangnya kegiatan usaha pada sektor perikanan, terutama yang berkaitan dengan penciptaan nilai tambah dari pemanfaatan output sektor perikanan, penyebab utama dalam rendahnya perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan. Pengembangan sektor perikanan baru sebatas eksploitasi sumber daya alam dan juga output yang terbentuk masih rendah sehingga belum mengambarkan dari potensi yang ada. Rendahnya dampak yang ditimbulkan dari penambahan investasi pada sektor perikanan, baik dari segi pembentukan output maupun penyerapan tenaga kerja, menyebabkan rendahnya investasi atau bahkan tidak maunya pihak swasta melakukan investasi pada sektor ini, meskipun secara sumber daya memiliki potensi. Keadaan ini menyebabkan dalam pengembangan sektor perikanan saat ini, peran pemerintah masih sangat besar dalam penyediaan sarana dan prasarana, sehingga potensi sektor perikanan dapat di manfaatkan secara optimal yang akhirnya akan meningkatkan kontribusi sektor perikanan dalam perekonomian, sehingga akan dapat menarik investasi dari pihak swasta.
V.
IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI Berdasarkan hasil analisis dari Tabel Input-output Indonesia Updating
2008 terhadap peran sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, kontribusi sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih rendah. Hal ini sangat ironis apabila
76
dibandingkan dengan potensi yang ada dan keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terluas di dunia. Pengembangan sektor perikanan selama ini pada umumnya masih berupa eksploitasi sumber daya alam yang ada dan kurang dalam hal pemanfaatan nilai tambah yang dapat diperoleh dari potensi yang ada. Hal ini tergambar dari rendahnya tingkat permintaan antara sektor perikanan. Untuk itu perlu adanya kebijakan dan program dalam rangka pengembangan sektor perikanan, sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru dalam perekonomian Indonesia.
5.1
Kebijakan Pengembangan Sektor Perikanan Terpadu Output sektor perikanan yang terbentuk pada tahun 2008 sebesar 183,767
trilyun rupiah, masih memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap output perekonomian Indonesia, yaitu hanya mencapai 1,75%. Kontribusi tersebut belum mencerminkan potensi yang ada, sehingga masih dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan output sektor perikanan. Hal ini masih dimungkinkan karena output yang terbentuk baru sekitar 26% dari potensi ekonomi sektor perikanan pertahun, yang diperkirakan mencapai US$ 82 miliar atau 705,2 trilyun rupiah (1US$ = Rp 8.600) (KKP, 2010). Untuk memperoleh dampak yang lebih besar (multiplier efect) dalam pengembangan sektor perikanan, harus dilakukan secara sinergis dan terintegrasi dengan sektor-sektor lain yang memiliki keterkaitan dengan sektor perikanan. Dari segi pemakaian output (permintaan antara) sektor perikanan, selain oleh sektor perikanan sendiri, output sektor perikanan banyak dimanfaatkan oleh sektor industri makanan, minimuan dan tembakau (8) dan sektor restoran dan hotel (14).
77
Sedangkan dari segi pemakaian input (input antara) sektor perikanan, selain dari sektor perikanan sendiri, juga berasal dari sektor industri makanan, minumam dan tembakau (8), sektor industri pengilangan minyak bumi (10) dan sektor perdagangan (13) Pengembangan sentra perikanan terpadu merupakan sutau hal yang dapat dilaksanakan, sehingga keterkaitan antar sektor dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan pelaksanaan program “Pengembangan Sentra Pengolahan Ikan Terpadu Berbasis Kawasan Produksi Perikanan”. Dalam progam ini, model sentra pengolahan yang dikembangkan berada pada suatu lokasi kawasan produksi perikanan seperti pada pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan (TPI) untuk perikanan tangkap, serta pusat produksi budidaya ikan untuk perikanan budidaya. Sentra pengolahan ini harus dikembangkan secara terpadu sehingga dapat menjadi pemicu yang mendorong kegiatan usaha mulai dari hulu hingga hilir. Tiga bagian penting dalam pengembangan sentra ini yang harus saling berintegrasi adalah subsistem produksi, subsistem handling dan pengolahan, serta subsistem pemasaran. Sebagai contoh yang diambil dalam pelaksanaan program ini adalah pengembangan sentra pengolahan ikan terpadu berbasis kawasan produksi untuk perikanan tangkap. Bagian-bagian dari masing-masing subsistem : a)
Subsistem produksi Kegiatan utama dalam subsistem produksi berupa penyediaan bahan baku (berupa ikan), sehingga sektor perikanan merupakan sektor yang dominan pada bagian ini. Pada subsistem ini sarana dan prasarana sektor perikanan yang harus dikembangkan berupa sarana dan
78
prasarana pelabuhan perikanan, TPI, dan laboratorium. Selain itu, pada bagian ini harus adanya dukungan dari sektor perikanan sendiri sebagai input antara seperti dalam hal penyediaan umpan untuk kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan dukungan dari sektor industri makanan, minumam dan tembakau (8) berupa penyediaan pabrik es dalam rangka pengembangan sistem rantai dingin, serta dari sektor industri pengilangan minyak bumi (10) berupa penyediaan bahan bakar untuk kapal penangkapan ikan yang dapat dilakukan dengan pembuatan stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk nelayan. b)
Subsistem handling dan pengolahan Subsistem ini merupakan lanjutan dari subsistem produksi. Bagian ini merupakan sutau proses pengembangan industrialisasi berbasis produk perikanan, sehingga kegiatan lebih banyak dari sektor industri makanan, minumam dan tembakau (8) dalam bentuk unit pengolahan ikan (UPI) dan juga penyediaan cold storage. Dalam pengembangan UPI harus memperhatikan komoditas perikanan yang ada atau yang menjadi unggulan pada kawasan tersebut serta kuantitas dan kontiniutas produksi yang dapat disediakan pada kawasan tersebut. Selain itu antar UPI tersebut harus ada saling keterkaitan dengan menggunakan konsep zero waste products yang didukung dengan pengembangan dan penerapan teknologi.
79
Gambar 6.1. Gambaran Sederhana Keterkaitan Pengolahan Ikan Terpadu.
UPI
dalam
Sentra
UPI A Produksi : Fillet Ikan Beku Limbah : Tulang, kepala, sirip, kulit, jeroan dan tetelan daging ikan
UPI B Produksi : Olahan daging ikan menjadi bakso ikan, kerupuk ikan, mie ikan dan lain-lain Bahan baku : tetelan daging ikan
c)
UPI C Produksi : Tepung tulang dan gelatin Bahan baku : Tulang, kepala, sirip dan kulit, ikan
UPI D Produksi : Silase (pakan ternak) Bahan baku : jeroan ikan
Subsistem pemasaran Pada subsistem ini kegiatan lebih banyak dari sektor perdagangan (13) yang berupa distribusi dan pemasaran hasil perikanan, serta juga sektor restoran dan hotel (14) sebagai pemakaian hasil produksi dari subsistem handling dan pengolahan. Pada subsistem ini sektor perdagangan (13) juga harus dapat mendukung pengembangan sentra ini dengan menjadi penyedia/sumber informasi pasar untuk produk perikanan. Sedangkan dukungan dari sektor restoran dan hotel (14) dapat dalam bentuk menjadikan sentra pengolahan ikan ini menjadi suatu daerah untuk wisata kuliner yang berbasis pada produk hasil olahan ikan.
80
Selain sektor-sektor diatas, sentra pengolahan ini juga harus didukung oleh sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan (16) dalam kaitannya sebagai akses modal, serta sektor pemerintah umum dan pertahanan (17) dalam rangka pembinaan dan pengawasan sentra tersebut.
5.2
Kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sektor Perikanan. Untuk dapat mendorong percepatan pembangunan sektor perikanan, perlu
diambil kebijakan dalam hal pengembangan ekonomi sektor perikanan berbasis kawasan yang terintegrasi dan efisien. Kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sektor perikanan. Pengembangan KAPET diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif potensi sektor perikanan suatu wilayah. Berangkat dari pola pendekatan pembentukan pusat-pusat pertumbuhan yang diharapkan mampu menjadi prime mover pertumbuhan kawasan di sekitarnya, daerah-daerah yang memiliki potensi yang besar pada sektor perikanan diharapkan dapat dijadikan sebagai KAPET sektor perikanan.
Berdasarkan
perhitungan nilai koefisien lokasi (LQ) pada sektor perikanan, ada 20 provinsi di Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan. Sebagian besar dari provinsi tersebut berada pada daerah Indonesia bagian timur. Sehingga keadaan ini menyebabkan daerah-daerah tersebut sangat cocok untuk dijadikan KAPET karena salah satu tujuan dari pembentukan KAPET adalah pemerataan
81
pembangunan nasional terutama kaitan antara ketimpangan pembangunan di kawasan timur Indonesia dengan kawasan barat Indonesia. Sebagai contoh adalah pembentukan KAPET sektor perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Di daerah ini potensi sektor perikanan merupakan perikanan tangkap. Sehingga KAPET pada kawasan ini harus didukung dengan sarana dan prasana serta oleh sektor-sektor yang berkaitan dengan kegiatan perikanan tangkap baik dihulu maupun dihilir. Dalam pengembangan KAPET sektor perikanan harus memperhatikan karateristik dan komoditi unggulan suatu kawasan, sehingga adanya konsistensi KAPET dalam mengelola produk-produk unggulan tersebut. Keadaan ini mengharuskan masing-masing KAPET lebih terfokus dalam mengembangkan perekonomian kawasan melalui pengembangan bisnis inti yang menghasilkan produk unggulan, dan tidak saling berkompetesi dengan produk unggulan antar KAPET serta mampu menciptakan sinergi antar KAPET. Untuk dapat menciptakan sinergi antar KAPET harus dibuat rencana induk (master plan) dari KAPET sektor perikanan. Dalam master plan, terlihat sinergi antar KAPET dan dampak KAPET secara makro dalam perekonomian Indonesia. Selain itu master plan dibutuhkan untuk dapat membentuk arah kebijakan pengembangan jangka menengah dan jangka panjang suatu program, sehingga diperoleh suatu kesinambungan. 5.3
Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja Perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan relatif kecil, hal ini
dapat dilihat dari kecilnya angka pengganda tenaga kerja pada sektor perikanan. Keadaaan ini disebabkan karena belum berkembangnya industri berbasis produk
82
perikanan dan juga output dari sektor perikanan lebih banyak dimanfaatkan untuk konsumsi rumah tangga yang merupakan pasar domestik dari pada untuk pasar ekspor. Beberapa program yang dapat dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan kebijakan perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan antara lain: Program Pengembangan Unit Pengolahan Ikan Berorientasi Ekspor. Menurut Elfindri dan Bachtiar (2004) pengembangan industri yang menghasilkan produk berorientasi ekspor mempunyai dampak positif terhadap perluasan kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan industri-industri tersebut lebih tepat untuk mencapai skala ekonomi karena luasnya pasar. Dengan semakin luasnya pasar menyebabkan kegiatan usaha juga meningkat, sehingga keperluan terhadap tenaga kerja juga bertambah. Potensi pasar ekspor untuk produk perikanan sangat luas. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya permintaan produk perikanan Indonesia di pasar internasional. Sehingga program Pengembangan UPI, baik untuk skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang berorientasi ekspor untuk perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan dapat dilakukan. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan program ini dalam bentuk pembinaan, pelatihan dan pengawasan menyangkut kualitas dan kuantitas produk, penerapan teknologi yang lebih baik serta penyediaan informasi pasar.
83
Program Peningkatan Nilai Tambah Produk Perikanan Pemanfaatan atau konsumsi output sektor perikanan secara langsung atau dalam bentuk asli, baik untuk pasar domestik maupun ekspor, akan menghilangkan peluang kesempatan kerja dibandingkan dengan pemanfaatan atau konsumsi dalam bentuk barang hasil olahan (barang jadi). Selain itu pemanfaatan output sektor perikanan dalam bentuk olahan akan meningkatkan nilai tambah yang akan diterima. Beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam program ini berupa pelatihan pengolahaan ikan dalam berbagai bentuk bahan pangan maupun non pangan berbahan dasar ikan. Setelah kegiatan pelatihan, agar program ini dapat berjalan dengan baik, harus dilanjutkan dengan pembinaan secara langsung dan terus menerus.
5.4
Kebijakan Bantuan Permodalan Permasalahan yang sering dihadapi pada sektor perikanan, selain masalah
kualitas dan kuantitas produk, adalah lemahnya dalam hal permodalan. Kegiatan usaha di sektor perikanan umumnya masih mengandalkan modal sendiri/keluarga, bantuan kerabat dan belum banyak tersentuh perbankan (unbankable), sehingga menjadi hambatan utama dalam pengembangan sektor tersebut. Keterbatasan modal dan sulitnya akses ke lembaga-lembaga keuangan mengakibatkan tingkat pembentukan modal yang rendah. Keadaan ini menyebabkan perlu adanya kebijakan dan program dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi pada sektor perikanan melalui bantuan permodalan, yaitu:
84
a) Program bantuan permodalan dengan sistem kerjasama dalam kegiatan pada sektor perikanan. Sebagai contoh pada perikanan tangkap, koperasi nalayan yang ada di tempat pendaratan ikan memberikan bantuan atau pinjaman permodalan dalam bentuk perbekalan untuk melaut (menangkap ikan) bagi nelayan. Bantuan permodalan itu dikembalikan oleh nelayan setelah melaut dari hasil tangkapan yang harus di daratkan (di jual) di tempat pendaratan ikan tersebut. b) Program kerjasama bantuan permodalan dalam bentuk penyedian kapal oleh UPI yang berskala besar bagi nelayan, dengan kesepakatan hasil tangkapan nelayan di jual kepada UPI tersebut. Hal ini juga perlu adanya kesepatan terkait dengan harga jual hasil tangkapan. c) Program pemberian bantuan modal dan juga pelatihan dalam rangka mengembangkan off-fishing employment creation. Dalam program ini selain memberikan modal juga memberikan pelatihan kepada rumah tangga nelayan yang berkaitan dengan upaya untuk mengolah dan memasarkan produk dengan penciptaan nilai tambah produk dari sektor perikanan. Bantuan modal dapat berasal dari pemerintah dalam bentuk dana bergulir, dari bank atau lembaga keuangan lainnya, dan dari BUMN dalam bentuk program kemitraan. Pelaksanaan program ini, selain dapat mengatasi permasalahan modal juga akan meningkatkan perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan.
85
5.5
Kebijakan Peningkatan Sarana dan Prasarana Perikanan Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendahnya produktivitas
sektor perikanan Indonesia adalah keterbatasan pada sarana dan prasarana yang ada. Keadaan ini terlihat dari masih rendahnya tingkat pemanfaatan dari potensi yang ada. Program dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana perikanan, yang penting untuk dilaksanakan antara lain: a) Program pembangunan prasarana perikanan seperti pengembangan lahan budidaya ikan, pelabuhan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Pembangunan sarana dan prasarana sebaiknya lebih diutamakan pada perikanan budidaya karena potensi yang belum tergarap masih besar. b) Program penggadaan kapal penangkap ikan terutama yang berukuran diatas 30 GT. Hal ini bertujuan untuk dapat memanfaatkan potensi sumber daya, terutama yang ada di wilayah zona ekonomi eksklusif yang selama ini lebih banyak dimanfaatkan oleh negara lain baik secara legall maupun ilegall.
5.6
Kebijakan Pengembangan Teknologi Pengembangan teknologi pada sektor perikanan merupakan suatu
keharusan. Intervensi teknologi pada sektor perikanan akan dapat meningkatkan produktivitas sektor tersebut. Dalam pengembangan teknologi, harus diikuti dengan pengembangan sumber daya manusia agar teknologi tersebut dapat diaplikasikan. Beberapa penekanan program yang dapat dilaksanakan dalam pengembangan teknologi di sektor perikanan antara lain:
86
a) Program pengembangan teknologi alat tangkap yang lebih efisien dan disesuaikan dengan komoditi potensial pada suatu daerah. Sebagai contoh untuk daerah yang potensial pada komoditas crustacea dan ikan pelagis, maka teknologi yang dikembangkan berupa alat tangkap bubu (traps). Selian itu perlu diperhatikan bahwa alat tangkap yang dikembankan harus ramah lingkungan, sehingga tidak merusak habitat dan mempertahankan kelestarian sumber daya perikanan. Sebagai contoh pemakaian alat tangkap trawls (pukat harimau) yang dapat merusak kelestarian sumber daya karena merusak ekosistem perairan. b) Program pengembangan teknologi kapal penangkap ikan. Selain dari segi ukuran kapal, teknologi yang harus dikembangkan adalah terkait dengan penanganan (handling) hasil tangkapan di atas kapal. Dalam hal ini kapal penangkapan ikan harus dilengkapi dengan proses pengolahan ikan. Keadaan ini akan berdampak pada tingginya nilai tambah yang akan diperoleh serta rendahnya loses dari produk perikanan tersebut. c) Program pemanfaatan teknologi informasi dalam proses penangkapan ikan. Dalam hal ini teknologi informasi yang digunakan terkait dengan pemanfaatan satelit untuk dapat memetakan dan menetapkan daerah tangkapan ikan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Hal ini akan sangat berdampak pada produktivitas dari hasil tangkapan. d) Program pengembangan teknologi dalam pembudidayaan ikan susut (losess) hasil perikanan. Sedangkan dalam kaitannya dengan teknologi pengolahan produk perikanan perlu dilakukan pengembangan produk
87
olahan yang sudah ada dan penciptaan produk olahan baru. Program ini dapat dilakukan dengan pengembangan teknologi pengolahan bahan pangan yang berbasis produk perikanan. VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari Tabel
Input-output Indonesia
Updating 2008 terhadap peran sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Peran sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia masih sangat kecil. Hal tersebut dapat terlihat, antara lain dengan kontribusi dalam pembentukan output perekonomian nasional yang hanya mencapai 1,75 % dan angka keterkaitan total yang relatif kecil yaitu sebesar 2,62876. Angka keterkaitan yang kecil ini menunjukan bahwa kecilnya multiplier efect yang ditimbulkan dari
perkembangan sektor perikanan terhadap
perekonomian, dimana setiap kenaikan satu satuan unit output sektor perikanan hanya akan berdampak pada peningkatan output total perekonomian sebesar 2,62876 rupiah.
Dilihat dari struktur permintaan,
60,3% dari total permintaan pada sektor perikanan merupakan permintaan akhir. Sedangkan dari permintaan antara, 57,64% output sektor perikanan digunakan oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Struktur input pada sektor perikanan, 76,55% input merupakan input primer. Sedangkan input antara, kontribusi terbesar pada sektor perikanan berasal dari sektor perikanan itu sendiri yang mencapai 43,34%.
88
2. Berdasarkan analisis angka pengganda output, pengganda pendapatan rumah tangga dan pengganda lapangan pekerjaan, sektor perikanan relatif kecil, yaitu sebesar 1,38039 untuk angka pengganda output, 0,19652 untuk angka pengganda pendapatan rumah tangga dan 0,014 untuk angka pengganda tenaga kerja. 3. Kontribusi terbesar dari komponen permintaan akhir dalam pembentukan output dan kebutuhan tenaga kerja pada sektor perikanan adalah pada pengeluaran konsumsi rumah tangga dan kemudian diikuti oleh komponen ekspor. Sedangkan dampak penambahan investasi sebesar 100 milyar rupiah pada sektor perikanan adalah terjadinya peningkatan total output perekonomian sebesar 138,039 milyar rupiah, dimana pada sektor perikanan meningkat sebesar 112,213 milyar rupiah. Sedangkan dampak terhadap penambahan kebutuhan tenaga kerja secara total dalam perekonomian sebanyak 1.379, dimana pada sektor perikanan sebanyak 1.084 orang.
6.2.
Saran 1. Dalam rangka meningkatkan peran sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia dapat dilakukan dengan peningkatan dan pengembangan output sektor perikanan. Peningkatan tersebut dilakukan dengan peningkatan investasi pada sektor perikanan terutama dalam kaitannya menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan usaha pada sektor perikanan. Dalam usaha untuk meningkatkan investasi pada sektor tersebut, harus diberikan berbagai kemudahan dalam melakukan investasi
89
seperti keringanan dalam hal pajak dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang sering dipandang investor sebagai sektor yang beresiko tinggi dalam melakukan investasi. 2. Untuk dapat memperoleh efek yang lebih besar dalam pengembangan sektor perikanan, harus memperhatikan sektor lainya yang ada kaitannya dengan sektor perikanan, sehingga pengembangan sektor perikanan dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. 3. Produk sektor perikanan selama ini lebih banyak dari perikanan tangkap dari pada perikanan budidaya, hal ini perlu dilakukan perubahan. Selain karena tren perikanan tangkap dunia yang mulai menurun seiring dengan peningkatan kegiatan perikanan tangkap dan terbatasnya daya dukung sumber daya perikanan tangkap dunia serta masih banyaknya potensi perikanan budidaya yang belum dimanfaatkan, maka pengembangan perikanan budidaya harus lebih difokuskan. Pengembangan perikanan budidaya
yang
lebih
bersifat
intensive
(modern),
dengan
tetap
memperhatikan daya dukung lingkungan, harus lebih ditekankan agar dapat mempercepat pertumbuhan sektor perikanan. 4. Perlunya peningkatan pengawasan pengelolaan sumber daya ikan terutama yang terkait dengan kegiatan Illegal, Unreported dan Unregulated Fishing (IUU Fishing). Selain itu informasi terkait dengan dampak IUU Fishing secara menyeluruh masih kurang sehingga perlu dilakukan penelitian yang khusus tentang dampak IUU Fishing terhadap perikanan Indonesia.
90
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Firman. 2009. Peranan Sektor Perikanan Dalam Perekonomian Kabupaten Padang Pariaman, Kajian Model Input output. Tesis Pascasarjanan Universitas Andalas. Tidak dipublikasikan Anonim. 2010. Asistensi Fasilitas Pemberdayaan Tenaga Kerja Pengolahan dan Pemasaran di Provinsi Kalimantan Timur. Makalah Direktorat Usaha dan Investasi Ditjen P2HP. Arief, Sritua. 1996. Teori Ekonomi Mikro dan Makro Lanjutan. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE Yogyakarta Arthajaya, I., Made W. 2008. Strategi Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan Pengolahan dan Pemasaran. Buletin craby & starky. Edisi Mei 2008 Badan Pusat Statistik. 2010. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2009. BPS. JakartaIndonesia _________________.2009. Statistik Indonesia tahun 2009. BPS. JakartaIndonesia _________________. 2009. Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008. BPS. Jakarta-Indonesia. _________________. 2005. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005. Jilid II. BPS. Jakarta-Indonesia _________________. 2004. Tabel Input-Output Indonesia Updating 2003. BPS. Jakarta-Indonesia. Bhakti, Adi. 2005. Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja Di Sumatera Barat : Pendekatan Model Input-output. Tesisi Pascasarjana Universitas Andalas. Tidak dipublikasikan. Dahuri, R. 2001. Sektor Perikanan dan Kelautan Sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi Nasional. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta _________. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor
91
Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin Craby & Starky, Edisi Januari 2007. Ditjen P2HP. 2011. P2HP Dalam Angka 2010. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Elfindri dan Bachtiar, N. 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Penerbit Universitas Andalas Fauzie, Achmad. 2007. Strategi Pengembangan Industri Perikanan Laut Di Sumatera Barat. Tesis Pascasarjana Universitas Andalas. Tidak di Publikasikan Firman, Achmad. 2007. Analisis Dampak Investasi Sektor Peternakan Terhadap Perekonomian Di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung Fleisher, BM, Kniesher TJ. 1980. Labor Economics : Theory, Evidence and Policy. Prentice-Hill inc. New Jersey. www.google.com Hasibuan, Melayu S.,P. 1987. Ekonomi Pembangunan Dan Perekonomian Indonesia. Armico Jakarta Hendri.
2010. Peran Sektor Perikanan dalam Perekonomian dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Barat : Analisis Input-output. Tesis program studi perencanaan pembangunan Universitas Andalas Padang. Tidak dipublikasikan
Hotman, Jan. 2007. Keterkaitan Sektor Tanaman Bahan Makanan Dengan Sektor Perekonomian Lainnya Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 3 Nomor 2, September 2007, Jhingan, M.L.. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Cetakan ke sepuluh. PT. Raja Grafindo Persada. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010 – 2014. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta ____________________________. 2011. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta Kurniawan, Tony F. 2010. Analisis dan Reformasi Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Di Indonesia. www.ppnsi.org Kusumastanto, Tridoyo. 2000. Pengembangan Sumber Daya Kelautan dalam Memperkokoh Perekonomian Nasional Abad 21.
92
Mangiri, Komet. 2000. Model Input Output dalam Perencanaan. Pelatihan Aplikasi Program Input Output dalam Perencanaan dan Penyusunan Model Metode Alokasi dan Mekanisme Perencanaan Pembangunan di Daerah. PAU-SE Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Miller, Roger le Roy, dan Meiners, E., Roger. 1997. Teori Ekonomimikro Intermediate. Cetakan Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Monintja, D. 2001. Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir Dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir, Institut Pertanian Bogor. Nanga, Muana. 2001. Makroekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Nazara, Suahasil. 2005. Analisis Input-Output. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. Nicholson, Waler,. 1995. Teori Ekonomi Mikro. Cetakan Keempat. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ningsih. 2005. Strategi Mengelola dan Memanfaatkan Sumber Daya Laut dan Perikanan. Majalah Info Kajian Bappenas, Volume 2, 2005. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Per. 16/Men/2006, Tentang Pelabuhan Perikanan. Reksohadiprodjo, S, dan Pradono. 1988. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. BPFE-Yogyakarta Richarson. 1972. Input-Output Regional Economics. Willey and Son New York Rozani, Alvis. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bung Hatta Univesity Press. Padang Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Jakarta. Sihombing, G. Gandaria. 2004. Pengembangan Sektor Perikanan di DKI Jakarta. Tesis Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pasca Sarjana FE UI. Jakarta. Tidak di Piblukasikan Soemokaryo, Soepanto. 2001. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia.Dirjen Perikanan. Jakarta. Sofyardi. 2010. Buku Ajar Statistik Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Padang Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
93
Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern. Cetakan Keempatbelas. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suroto. 1986. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja. Gajah Mada University Press. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara Jakarta Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi 1. Edisi Kelima. PT. Bumi Aksara Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ______________________________ Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Kelautan dan Perikanan. ______________________________ Ketenagakerjaan. www.bps.go.id www.kkp.go.id www.fao.org
Nomor
13
Tahun
2003
tentang