PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
MEUTIA HANDAYANI 050200302 HUKUM KEPERDATAAN DAGANG
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
MEUTIA HANDAYANI 050200302 HUKUM KEPERDATAAN DAGANG
Disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan
( Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS ) NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
( Hasim Purba, SH. M. Hum ) NIP. 132 086 733
( Maria Kaban, SH. M. Hum ) NIP. 131 661 442
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan berkatNYA lah penulis dapat dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut” adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan untuk meraih gelar Sarjana Hukum. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tak ada pengetahuan penulis yang dapat diandalkan kecuali hanya sekedar ketekunan dan kesungguhan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis memohon kemurahan pembaca agar kiranya sudi memberikan tegur sapa dan kritik membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini. Penulis juga menyadari bahwa pada hakekatnya didalam menyelesaikan dan menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, arahan, saran, dorongan, dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Papa (H. Yahya Beyn) dan Mama (Hj. Nur Aida) yang udah merawat dan membesarkan penulis sampai penulis bisa menjadi seperti sekarang ini. Buat Papa, makasi karena selama ini udah mensupport Tia, nganterin dan nemenin Tia kemana aja, terutama pada saat penulisan skripsi ini papa udah meluangkan banyak waktu buat bantuin Tia. Pokoknya makasi ya Pak e….Buat Mama, makasi atas dukungannya selama ini, makasi karena udah jadi partner “shopping” yang baek (kapan kita kemana ma?), makasi karena tiap hari minggu udah mencuri waktu tidur Tia 2 SKS buat nemeni belanja ke pasar tapi Tia senang kok karena dengan begitu Tia jadi tau gimana ntar jadi isteri dan ibu yang baik (berapa harga cabe sekarang?), pokonya makasi ya Mak e….Tia sayang sama papa mama, do’ain Tia supaya sukses ya….Maaf kalo selama ini Tia pernah nyakitin dan ngecewain papa sama mama…
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta para Pembantu Dekan. 3. Bapak Hasim Purba, SH. M. Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Ibu Maria Kaban, SH. M. Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 5. Thank’s buat uwak-uwakku, wak Ani “gendut”, wak Ita (jangan melalak aja), wak Syahril (tanggal 8 ya wak…), wak Arun, bik Ipah dan juga buat uwak serta om ku yang telah tiada, makasi atas do’anya. 6. Thank’s a lot buat abang-abangku, bang Ep (makasi pulsanya ya…kalo bisa lebih sering lagi), bang Unyak (“ninja” abang dah layak untuk dimuseumkan), bang Udi (kapan Tia dikirimin tiket ke Batam), bang Ol (gak semua yang abang dengar itu benar)…Buat kakak-kakakku, kak Ita “songkok” (makasi karena udah setia jadi asisten pribadi Tia, teruslah mengabdi, hehehe…), kak Rini (tingkatkan terus servis kakak, biar Tia betah lama-lama di Lhokseumawe), Vina “tuber” (diet ko!!!!!)…Buat adekku Hafiz “saleh” (jangan cekel-cekel ko kalo aku mau pinjem baju)…Buat ponakan-ponakanku yang usil, cakep n cantik-cantik dan juga sepupu-sepupuku yang gak bisa ku sebutin satu per satu, makasi ya dukungannya… 7. Buat fren-frenku 7 Flowerz (Amel, Grez, Lola, Mulfa, Ocha n Tri) thank’s ya woi untuk semua hal yang udah kita lalui bersama selama ini, baik susah maupun senang. Banyak hal-hal baru yang aku alami selama kita temenan. Pokoknya keep cont. ya biarpun kita dah gak sama-sama lagi…Buat Mina, Nadra n Poppy, thank’s buat persahabatan yang udah kita jalani sejak masih seragam putih abu-abu sampe sekarang ini. Cepat klen tamat, dah gak sabar aku mau kemek-kemek…Buat anak-anak Grup D Stambuk 2005, thank’s atas kerjasamanya selama ini…Dan juga buat anak-anak Stambuk 2005 yang kenal sama aku, thank’s ya… Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
8. Buat bang Anto yang selalu aku repotin tiap kali masa penyusunan KRS dan KHS, makasi banyak ya bang...Jangan lupakan NIM aku ya, hehehe… 9. Thank’s juga buat semua orang dimanapun klen berada yang udah membantu aku dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan, baik itu kata-kata maupun perbuatan. Semoga kiranya apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2009
MEUTIA HANDAYANI
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... ABSTRAKSI ..................................................................................................... BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................1 B. Perumusan Masalah ........................................................................3 C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan .......................................................4 D. Keaslian Penulisan .........................................................................5 E. Tinjauan Kepustakaan ....................................................................6 F. Metode Penelitian ...........................................................................7 G. Sistematika Penulisan .....................................................................8
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN BONGKAR MUAT A. Dasar Hukum Pengaturan Kegiatan Bongkar Muat .........................10 B. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Kegiatan Bongkar Muat .............15 C. Dokumen-Dokumen Dalam Pengangkutan Barang di Laut .............19
BAB III : HUBUNGAN PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DENGAN PIHAK TERKAIT A. Hak Dan Kewajiban Perusahaan Bongkar Muat ..............................30 B. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dengan Buruh TKBM .........37 C. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dengan Perusahaan Pelayaran/ Pengangkutan / Perusahaan Transportasi/ PT. Pelabuhan Indonesia .......................................................................................................42
BAB IV : ASPEK
YURIDIS
PERANAN
DAN
TANGGUNG
JAWAB
PERUSAHAAN BONGKAR MUAT
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
A. Kedudukan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang di Laut ...........................................................................................52 B. Peranan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Angkutan Barang Di Laut ...............................................................57 C. Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Terhadap KerusakanKerusakan Barang ..........................................................................61
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................70 B. Saran ..............................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Skripsi ini penulis beri judul : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut. Melihat kenyataan bahwa kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana wilayah perairan jauh lebih luas dibanding daratannya maka sudah merupakan hal yang wajar apabila pembangunan dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat perhatian yang besar. Pelabuhan dalam menempatkan diri sebagai pintu gerbang perekonomian mutlak harus dapat memberikan kontribusi antara lain penekanan distribution cost yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier terhadap pertumbuhan dan pendapatan nasional. Pada dasarnya kecenderungan sistem pengelolaan pelabuhan sejalan dengan tatanan, arah, sasaran, dan tuntutan pelayanan pelabuhan serta perkembangan pola distribusi dan transportasi barang dibutuhkan adanya aliansi strategic antara penyelenggara pelabuhan (PT Pelindo) dengan BHI (salah satunya perusahaan bongkar muat) dalam upaya meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan peralatan serta pengembangan pelabuhan dalam bentuk kerja sama sejajar (win-win) dan saling membutuhkan (sinergi). Pokok permasalahan dalam skripsi ini yaitu apa yang menjadi dasar hukum, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan bongkar muat barang dan dokumen dalam pengangkutan barang di laut; bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak lain; serta bagaimana peranan dan tanggung jawab perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut. Tujuan pembahasan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai kegiatan bongkar muat barang di laut, pihak-pihak yang terlibat dan juga dokumen yang diperlukan dalam pengangkutan barang; untuk melihat lebih jauh bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak-pihak terkait dalam menunjang kegiatan bongkar muat barang di laut; dan untuk mengetahui peranan dan juga menguraikan batasbatas mengenai hak dan tanggung jawab dari perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut. Dalam penulisan skripsi ini, metode penulisan yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya dengan melakukan kunjungan ke kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumatera Utara. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha bongkar muat barang adalah kegiatan jasa yang bergerak dalam kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal, yang terdiri dari kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat barang di laut yaitu APBMI (Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia), GAFEKSI (Gabungan Forwarder Dan Ekspedisi Indonesia), GINSI (Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia), GPEI (Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia) dan INSA (Indonesian National Shipowners Association). Peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya menyediakan jasa (buruh) untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan dari kapal ke gudang. Tanggung jawab dari APBMI berakhir setelah buruh TKBM memuat barang ke kapal atau membongkar barang ke gudang pelabuhan. Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu dikembangkan
dalam
rangka
mewujudkan
wawasan
nusantara
yang
mempersatukan seluruh wilayah Indonesia, termasuk lautan nusantara sebagai satu kesatuan wilayah Indonesia. Bangsa Indonesia menganut wawasan nusantara pada hakekatnya, bahwa wilayah nusantara beserta udara di atasnya dan laut yang menghubungkannya berikut segenap isinya merupakan kesatuan yang utuh dan meyeluruh. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan, karena bentuk, letak geografis dan kepadatan lalu lintas pelayaran di kawasan ini menempatkan Indonesia dalam kedudukan yang sangat penting. Realisasi pengisian wawasan nusantara memuat kemampuan untuk menegakkan dan memelihara kedaulatan dan hukum negara Indonesia diseluruh nusantara, khususnya di laut. Melihat kenyataan bahwa kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana wilayah perairan jauh lebih luas dibanding daratannya maka sudah merupakan hal yang wajar apabila pembangunan dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat perhatian yang besar. Pengembangan transportasi laut harus mampu menggerakkan pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dengan mengutamakan keteraturan kunjungan kapal yang dapat menggairahkan tumbuhnya perdagangan dan kegiatan pembangunan Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
umumnya. Laut nusantara sebagai lahan usaha kelautan mengharuskan pentingnya perhatian terhadap transportasi laut yang juga membutuhkan penataan peraturanperaturan hukum yang mengatur dan mendukung pengembangan usaha transportasi laut dan usaha penunjang yang terkait dengannya. Kebijakan nasional bidang pembangunan ekonomi oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan pendapatan devisa diarahkan kepada upaya peningkatan ekspor non migas dan untuk menunjang kebijakan tersebut, pemerintah telah melakukan beberapa langkah antara lain deregulasi di bidang industri, perdagangan, dan penanaman modal. Era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mempengaruhi struktur dan perdagangan internasional dan mengarah kepada kondisi pasar dengan persaingan yang sangat ketat. Upaya untuk meningkatkan ekspor non migas dalam kondisi persaingan tersebut, memerlukan adanya keunggulan kompetitif bagi komoditi ekspor Indonesia untuk dapat bersaing dengan komoditi dari negara-negara lain baik dari segi harga maupun kualitas. Pelabuhan dalam menempatkan diri sebagai pintu gerbang perekonomian mutlak harus dapat memberikan kontribusi antara lain penekanan distribution cost yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier terhadap pertumbuhan dan pendapatan nasional. Pada dasarnya kecenderungan sistem pengelolaan pelabuhan sejalan dengan tatanan, arah, sasaran, dan tuntutan pelayanan pelabuhan serta perkembangan pola distribusi dan transportasi barang dibutuhkan adanya aliansi strategic antara penyelenggara pelabuhan (PT Pelindo) dengan BHI (salah satunya perusahaan bongkar muat) dalam upaya meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
penggunaan fasilitas dan peralatan serta pengembangan pelabuhan dalam bentuk kerja sama sejajar (win-win) dan saling membutuhkan (sinergi). 1 Kegiatan bongkar muat barang dar dan ke kapal adalah kegiatan yang meliputi stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery di pelabuhan. Sedangkan perusahaan bongkar muat adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. Didasarkan pada PP No.
2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Angkutan Laut, bahwa kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran melalui unit usaha bongkar muat yang merupakan bagian dari perusahaan induk. Sejak bulan April Tahun 1985 dengan dikeluarkannya Inpres No. 4 Tahun 1985 tentang Tata Laksana Bongkar Muat Barang di Pelabuhan, yang ditindaklanjuti
dengan
perangkat
Keputusan
Menteri
Perhubungan
88/AL.305/Phb.85 tanggal 11 April 1985 dan SK DJPL No.
No.
A-2167/AL.62
tanggal 31 Desember 1985, pada isi pokok ketetapan tersebut bahwa unit usaha bongkar muat dipisahkan dari induk perusahaan pelayaran dan berdiri sendiri dalam bentuk badan hukum yang khusus didirikan di bidang usaha bongkar muat.
B. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang diangkat sehubungan dengan judul skripsi ini adalah sebagai berikut :
1
. Hasnil Basri Siregar, Kepastian Usaha Bongkar Muat Di Pelabuhan, Medan, 17 Januari 2000, hlm. 2
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
1. Apa yang menjadi dasar hukum, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan bongkar muat barang dan dokumen dalam pengangkutan barang di laut? 2. Bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak lain? 3. Bagaimana peranan dan tanggung jawab perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, adalah : 1. Untuk mengetahui mengenai proses kegiatan bongkar muat barang di laut, pihak-pihak yang terlibat dan juga dokumen-dokumen yang diperlukan dalam kegiatan tersebut. 2. Untuk melihat lebih jauh bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak-pihak terkait dalam menunjang kegiatan bongkar muat barang di laut. 3. Untuk mengetahui peranan, kedudukan dan juga menguraikan batas-batas mengenai hak dan tanggung jawab dari perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut. 2. Manfaat Penulisan Secara umum manfaat penulisan skripsi ini dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu secara teoritis dan secara praktis. 1. Secara teoritis : dapat memberikan masukan ataupun sumbangan pemikiran dalam pengembangan khazanah ilmu pengetahuan Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
hukum pengangkutan di laut khususnya mengenai kegiatan bongkar muat barang di laut. 2. Secara praktis : bermanfaat bagi penulis sendiri, yaitu dengan bertambahnya pengetahuan penulis terhadap hukum pengangkutan di laut. Selain itu penulis berharap agar skripsi ini juga bermanfaat bagi rekan-rekan yang ingin/ memperdalam pengetahuannya terhadap hukum pengangkutan di laut khususnya mengenai kegiatan bongkar muat barang di laut.
D. Keaslian Penulisan Karya tulis ini adalah asli sebab tidak ada judul dan pembahasan yang sama dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul "Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut”. Selain dengan membaca media cetak dan makalah yang berhubungan dengan judul penulis dan ketentuan peraturan perundang-undangan, penulis juga melakukan riset atau penelitian langsung ke kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Perusahaan
Bongkar
Muat
Indonesia
(APBMI)
Sumatera
Utara
guna
mendapatkan bahan dan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Kalaupun ada kutipan atau pendapat dalam penulisan ini, semata-mata adalah sebagai faktor dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini. Karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penulisan ini.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
E. Tinjauan Kepustakaan Peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan hal terutama (dalam terjadinya hal/ peristiwa). 2 Tanggung Jawab adalah dalam arti umum bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkirakan dan sebagainya). 3 Perusahaan bongkar muat adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang/ dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 4 Pengangkutan berasal dari kata angkut yang artinya bawa dan angkut, muat dan kirimkan, memuat dan membawa atau mengirimkan. Jadi pengangkutan mempunyai arti pengangkutan dan pembawaan atau pemuatan dan pengiriman barang atau orang. 5 Menurut pandangan orang awam, bahwa pengertian dari pengangkutan adalah alat-alat yang dipakai untuk membawa sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain dimana alat angkutan melalui darat, udara maupun laut. Dari kedua 2
. WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 735 . Ibid, hlm. 1014 4 . HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 3-Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1991, hlm. 187 5 . Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 19 3
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
pengertian di atas dapat dilihat bahwa sebelum terjadi transaksi atau realisasi dari membawa atau mengangkut maka antara pihak pengirim dan pengangkut harus ada perjanjian yang mengikat antara keduanya. Alat yang dipergunakan untuk memindahkan atau membawa barang hingga sampai ke tempat tujuan yang diinginkan oleh pihak pengirim. Alat angkutan tersebut dapat melalui darat, laut dan udara. Barang adalah benda umum (segala sesuatu yang berwujud atau berjasad). 6 Laut adalah kumpulan air asin yang luas sekali di permukaan bumi, memisahkan pulau dengan pulau, benua dengan benua. 7
F. Metode Penelitian Untuk merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai suatu tulisan ilmiah diperlukan suatu metode penulisan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu dengan melakukan penelitian tentang literatur yang telah diseleksi terlebih dahulu guna mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah yang digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan dan produk hukum lainnya, diantaranya seperti Peraturan
6 7
. WJS. Poerwadarminta, Op-Cit , hlm. 91 . Badudu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001, hlm. 779
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen). Sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang dapat berupa buku-buku teks, makalah, kamus umum Bahasa Indonesia, maupun artikel-artikel ilmiah tentang hukum yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang penulis lakukan untuk memperoleh data dengan cara langsung terjun ke lapangan yang menjadi objek dalam penelitian ini. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian di kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumatera Utara.
G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I. PENDAHULUAN : merupakan bab Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN BONGKAR MUAT : didalam bab ini diuraikan mengenai dasar hukum pengaturan kegiatan bongkar muat, pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat, dan dokumen-dokumen dalam pengangkutan barang di laut. 3. BAB
III.
HUBUNGAN
PERUSAHAAN
BONGKAR
MUAT
DENGAN PIHAK TERKAIT : bab ini merupakan pembahasan yang Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
menguraikan tentang hak dan kewajiban perusahaan bongkar muat, hubungan perusahaan bongkar muat dengan buruh TKBM, serta hubungan perusahaan bongkar muat dengan perusahaan pelayaran/ pengangkutan/ perusahaan transportasi/ PT. Pelabuhan Indonesia. 4. BAB IV. ASPEK YURIDIS PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT : bab ini membahas mengenai kedudukan perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut, peranan perusahaan bongkar muat dalam angkutan barang di laut, dan juga tanggung jawab perusahaan bongkar muat terhadap kerusakankerusakan barang. 5. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN : bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dari bab-bab yang sudah dibahas sebelumnya sekaligus memuat saran-saran yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN BONGKAR MUAT
A. Dasar Hukum Pengaturan Kegiatan Bongkar Muat Sebelum membahas mengenai dasar hukum dalam kegiatan bongkar muat, ada baiknya terlebih dahulu dibahas mengenai dasar hukum dari pengangkutan laut yang diatur antara lain didalam : 1. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sebagaimana yang sudah diganti dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Yang dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan dan juga Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian 2. KUHD Buku II Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal 3. KUHD Buku II Bab V A tentang Pengangkutan Barang-barang 4. KUHD Buku II Bab V B tentang Pengangkutan Orang 5. Peraturan khusus lainnya yaitu : Stb. 1939-700 bsd. 1948-224, Stb. 1936-703 bsd, 1937-445, 609, Stb. 1940-62, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut Di samping peraturan-peraturan tersebut terdapat Konvensi-Konvensi Internasional mengenai pengangkutan laut, yakni :
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
1. The Charter Act yang dibentuk pada tanggal 13 Februari 1893 yang isi pokoknya
melarang
adanya
syarat
(beding)
pembebasan
pertanggungjawaban terhadap laik lautnya kapal, untuk kemampuan kapal bagi pelayaran yang telah diperjanjikan, untuk penganakbuahan dan perlengkapan yang baik dan sempurna, begitu juga penataan barangbarang muatan yang teliti dan tertib serta perlakuan yang hati-hati terhadap muatan. 2. The Hague Rules dibentuk untuk pertama sekali oleh Internasional Law Association pada tahun 1921, yang kemudian dirubah pada tahun 1922 dan terakhir dirubah di Brussel pada tanggal 25 Agustus 1924, yang secara resmi disebut “International Convention of Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading” yang pada pokoknya mengatur tanggung jawab pengangkut laut terhadap pengiriman barang. Kemudian Negeri Belanda menyesuaikan hukumnya (WvK) dengan The Hague Rules tersebut, yang kemudian dengan asas konkordansi diberlakukan pula untuk negara Indonesia dengan beberapa perubahan, khususnya mengenai tanggung jawab pengangkutan dan konosemen yaitu Pasal 468, 469, 470, 504, 505 dan 506 KUHD. 3. Di samping terbentuknya The Hague Rules tersebut, di Inggris ditetapkan peraturan mengenai tanggung jawab pengangkutan di laut yang disebut dengan “The Carriage of Goods by Sea Act”, maka pedoman banyak negara untuk peraturan tersebut pun beralih dari The Hague Rules kepada The Carriage of Goods by Sea Act. Dan untuk keseragaman peraturan mengenai pengangkutan barang malalui laut, Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
maka PBB pada tanggal 31 Maret 1978 di Hamburg (Jerman) menetapkan United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea, 1978. Dalam sistem hukum pengangkutan Indonesia (secara public administrative) perusahaan bongkar muat pertama sekali dikenal dan diangkat keberadaannya dalam peraturan perundang-undangan sejak tahun 1957 yakni dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1957. Saat itu dikenal dengan Perusahaan Muatan Kapal Laut (PMKL). Ruang lingkup kegiatan PMKL waktu itu meliputi bongkar muat dari/ ke kapal, cargodoring, penyimpanan barang di gudang lini I dan penyerahan/ penerimaan barang (receiving/ delivery). Disamping itu, PMKL juga diperkenankan melakukan kegiatan keagenan kapal dan per-veem-an/ ekspedisi. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1964, PMKL ditiadakan sebagai perusahaan yang berdiri sendiri. Kegiatan bongkar muat dan kegiatan keagenan diinteregasikan pada perusahaan pelayaran. Sedangkan kegiatan per-veem-an dan ekspedisi diatur dalam perusahaan yang berdiri sendiri, yaitu dalam Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut. Demikian halnya dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969, pelayaran dan bongkar muat serta keagenan menjadi satu dengan perusahaan pelayaran, sedangkan veem dan ekspedisi tetap berada pada satu usaha yang berdiri sendiri. Dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969 disebutkan bahwa perveem-an adalah usaha yang ditujukan pada penampungan dan penumpukan barang-barang (warehousing) yang dilakukan dengan mengusahakan gudanggudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan diusahakan/ disiapkan barangbarang yang diterima dari kapal untuk peredaran selanjutnya atau disiapkan untuk Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
diserahkan kepada perusahaan pelayan untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan : 1. Ekspedisi muatan 2. Pengepakan-pengepakan kembali 3. Sortasi 4. Penyimpanan 5. Pengukuran 6. Penandaan 7. Dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran Dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1985 sebagai peraturan pelaksana dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 prinsip pengaturan perusahaan bongkar muat yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969 dirubah menjadi : 1. Gudang laut berfungsi sebagai gudang transit lalu lintas barang di pelabuhan untuk mempercepat keberangkatan kapal. 2. Penyediaan dan pengusahaan gudang laut dan
tempat penimbunan
barang di pelabuhan dilaksanakan oleh badan yang ditunjuk oleh Menteri untuk kegiatan tersebut. 3. Pekerjaan bongkar muat barang (cargo handling) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 vide Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1985 terlihat bahwa perusahaan bongkar muat merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, dimana pekerjaan yang diberikan kepadanya adalah khusus untuk cargo handling. Pada point IV Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 tentang Tata Laksana Bongkar Muat Barang (cargo handling) dijelaskan bahwa untuk mengurangi biaya muat barang yang meliputi stevedoring, cargodoring, receiving dan delivery diambil langkah-langkah sebagai berikut : 1. Kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut 2. Dalam masa satu tahun setelah berlakunya INPRES ini, bongkar muat barang tidak dilakukan lagi oleh perusahaan pelayaran 3. Pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam tiga shift Pengaturan yang sama tentang perusahaan bongkar muat kembali ditegaskan pada Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, dimana dijelaskan bahwa : “……. Kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut (Point IV ayat 1).”
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan dan juga
Keputusan
Menteri
Perhubungan
No.
33
Tahun
2001
tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut dapat dijadikan sebagai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Selain itu masih terdapat pula Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. Pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mengatakan bahwa untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan, yang salah satunya adalah perusahaan bongkar muat barang. 8 Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 menjelaskan bahwa usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang didirkan khusus untuk itu. 9 Selain badan usaha yang didirkan khusus untuk itu, kegiatan bongkar muat dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikan. 10
B. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Kegiatan Bongkar Muat Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.
Mengenai
siapa
saja
yang
menjadi
pihak-pihak
dalam
pengangkutan ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain :
8
. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 31 ayat 1 . Ibid, Pasal 32 ayat 1 10 . Ibid, Pasal 31 ayat 2 9
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
1. Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur, yaitu pihak pengirim barang, pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri. 11 2. HMN
Purwosutjipto
:
pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang lain dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan. 12 3. Abdulkadir Muhammad : pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan niaga. Mereka adalah pengangkut, yang berkewajiban pokok menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan. Kemudian di samping pengangkut juga terdapat pengirim yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan barangnya. Dan yang terakhir adalah penumpang yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan. 13 Dari beberapa uraian diatas nyatanya masih belum tegas siapa saja yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan itu. Untuk melihat siapa saja yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan harus dilihat apakah termasuk
11
. Wiwoho Soedjono, Hukum Dagang, Suatu Tinjauan Tentang Ruang Lingkup dan Masalah yang Berkembang Dalam Hukum Pengangkutan di Laut bagi Indonesia, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1982. hlm. 34 12 . HMN Purwosutjipto, Op-Cit, hlm. 4 13 . Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 12 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
perjanjian pengangkutan barang atau perjanjian pengangkutan penumpang. Dalam perjanjian pengangkutan barang para pihak terkait bisa terdiri dari : 1. Pihak pengirim barang, yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai dengan yang telah disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimnya. Pada prakteknya, pengirim barang bukanlah pemilik barang . Karena pemilik barang itu lazimya menyerahkan pengiriman barangbarang itu kepada orang lain, yang didalam pengangkutan di laut disebut dengan ekspeditur (ekspeditur diatur dalam Pasal 86 s/d 90 KUHD). Sesuai dengan Pasal 86 KUHD, maka ekspeditur ialah orang yang pekerjaannya menyuruh mengangkut barang-barang perniagaan dan barang-barang di darat atau di perairan. Mengenai siapa yang dimaksudkan dengan pihak pengirim barang, KUHD sama sekali tidak memberikan rumusannya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pengirim barang itu bisa pihak pemilik barang itu sendiri, juga bisa orang lain. The Hague Rules 1924 juga tidak memberikan rumusan tentang siapa yang diartikan dengan pengirim barang. Mengenai rumusan siapa yang dimaksudkan dengan pengirim barang itu hanya kita jumpai ketentuannya di dalam The Hamburg Rules 1978 di dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : “Shipper means any person by whom or in whose name or on whose behalf a contract of carriage of goods by sea has been concluded with a carrier, or any person by whopm or in whose behalf to the Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
goods are actually delivered to the carrier in relation to the contract or carriage by sea”. 2. Pihak penerima barang. Siapa yang dimaksudkan dengan pihak penerima barang itu di dalam perjanjian pengangkutan di laut telah ditentukan, bahwa mereka yang namanya tertulis di dalam konosemen kepada siapa barang-barang yang diangkut itu harus diserahkan oleh pengangkut. Pasal 506 ayat 2 KUHD menyebutkan : “Bahwa penerima barang itu dapat disebutkan namanya (op naam) dapat juga disebutkan sebagai pihak yang ditunjuk oleh pengirim maupun orang ketiga (aan order) dan dapat juga disebutkan sebagai pembawa (aan toonder), baik dengan atau tanpa menyebutkan nama seseorang tertentu di sampingnya.”
Di dalam The Hague Rules 1924 tidak kita jumpai ketentuan tentang siapa yang disebut sebagai penerima barang itu. Hanya The Hamburg Rules 1978 Pasal 1 ayat 4 menentukan bahwa yang dimaksud dengan penerima barang itu ialah mereka yang diberi atau memperoleh hak untuk menyerahkan barang.
Sedangkan pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan penumpang, yang terkait adalah : 1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. 2. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan) yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. Pihak-pihak yang telah diuraikan diatas merupakan pihak-pihak yang secara langsung terkait pada perjanjian pengangkutan. Disamping pihak yang terkait secara langsung, ada juga mereka yang secara tidak langsung terikat pada pengangkutan niaga karena bukan pihak, melainkan bertindak atas nama atau untuk kepentingan pihak lain, seperti ekspeditur, agen perjalanan dan termasuk juga perusahaan bongkar muat. Mengenai pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat barang di laut ada beberapa pihak, yaitu Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) sebagai penyedia jasa, Gabungan Forwarder Dan Ekspedisi Indonesia (GAFEKSI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) dan Indonesian National Shipowners Association (INSA) sebagai pengguna jasa, dan pemilik barang itu sendiri.
C. Dokumen-Dokumen Dalam Pengangkutan Barang Di Laut Dokumen angkutan adalah segala bentuk dokumen maupun surat-surat yang diperlukan sebagai prasyarat untuk menjamin kelancaran dan keamanan pengangkutan barang dan/ atau penumpang dengan kapal laut. Pentingnya dokumen-dokumen tersebut dalam pengangkutan di laut tidak dapat disangkal
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
lagi. Berbagai dokumen yang ada dalam kapal harus dipersiapkan seluruhnya sebelum kapal berangkat dari pelabuhan asal. Ada beberapa dokumen penting dalam pengangkutan barang di laut, antara lain yaitu : 14 1. Manifest kapal 2. Bill of Lading/ konosemen 3. Certificate of insurance 4. Commercial invoice 5. Certificate of origine 6. Weight and measurement list 7. Packing list 8. Certificate lainnya Ad. 1 Manifest kapal Manifest adalah suatu dokumen di kapal yang menerangkan seluruh jumlah dan jenis barang-barang yang diangkut dalam kapal tersebut. Demikian juga halnya dalam kapal yang mengangkut penumpang, terdapat dokumen manifest yang memuat daftar nama-nama dan jenis kelamin dari seluruh penumpang yang diangkut dalam kapal tersebut. Jadi manifest merupakan suatu dokumen induk yang sangat penting dalam pengangkutan barang maupun pengangkutan penumpang dengan kapal laut. Sebelum kapal berangkat (berlayar) dari pelabuhan asal manifest harus sudah
14
. Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 145 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
selesai dan telah dimuat data-data yang sebenarnya tentang jumlah dan jenis barang maupun jumlah dan jenis kelamin penumpang. Biasanya manifest kapal dibuat dalam beberapa rangkap dengan isi dan maksud yang sama, dimana manifest itu biasanya ada yang dibawa mengikuti perjalanan dengan kapal itu dan ada yang tinggal di pelabuhan asal yang disimpan oleh perusahaan pelayaran yang mengoperasikan kapal tersebut. Ada juga yang menyatakan manifest itu sebagai suatu dokumen perjalanan (shipping document) dan hanya dipergunakan untuk keperluan intern oleh pihak pengangkut. Dokumen manifest kapal ini sangat penting, karena dengan tercantumnya barang-barang yang diangkut dalam manifest, berarti barang-barang tersebut telah dimasukkan/ dimuat secara sah ke dalam kapal. Demikian juga halnya dengan manifest kapal pada kapal penumpang, maka seluruh penumpang yang terdaftar dalam manifest kapal tersebut, maka mereka dianggap sebagai penumpang yang sah dan telah memenuhi kewajibannya sebagai penumpang. Ad. 2 Bill of lading/ konosemen a. Pengertian dan Pengaturannya Bill of lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut, yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai bukti atas pemilikan barang, dan di samping itu merupakan bukti dari adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui laut.15 Di dalam KUHD, pengertian Bill of lading (konosemen) terdapat dalam Pasal 506 yang menyebutkan :
15
. Amir M.S, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Suatu Penuntun Impor & Ekspor, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993, hlm. 57.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Konosemen adalah sepucuk surat yang ditanggali, dimana pengangkut menyatakan bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkutnya
ke
suatu
tempat
tujuan
yang
ditunjuk
dan
disana
menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk, beserta janji-janji apa penyerahan akan terjadi. Dari ketentuan Pasal 506 KUHD itu, maka fungsi konosemen adalah sebagai berikut : 1) Dokumen angkutan 2) Dokumen penerimaan barang oleh pengangkut 3) Dokumen hak pemilikan atas barang dan yang dapat dipindahtangankan (dokumen of title) Di dalam konvensi-konvensi internasional pengangkutan di laut seperti The Hague Rules 1924 maupun dalam The Hamburg Rules 1978, mengenai konosemen (Bill of lading) juga ada diatur. Menurut The Hague Rules dijelaskan antara lain bahwa sesudah menerima barang-barang di dalam kekuasaannya, pengangkut atau nakhoda atau agen pengangkut hendaknya atas permintaan pengirim menerbitkan konosemen yang menyatakan antara lain : 1) Merek-merek utama yang diperlukan sebagai tanda pengenal atas barang-barang seperti yang telah disiapkan oleh pengirim secara tertulis sebelum pemuatan barang-barang itu dimulai. Merek-merek tersebut dapat di cap atau dengan cara lain, yang dapat nampak jelas pada barang-barang jika tidak ditutup, atau bila ditaruh dalam peti-peti atau dalam bingkisan, sedemikian rupa sehingga dalam keadaan biasa merekmerek itu tetap dapat dibaca sampai akhir perjalanan. Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
2) Jumlah koli atau potong barang, begitu juga banyak atau beratnya, bagaimanapun keadaannya, sama seperti yang telah diberitahukan pengirim secara tertulis. 3) Keadaan barang-barang yang tampak dari luar, asalkan pengangkut, nakhoda atau agen pengangkut tidak berkewajiban untuk mencatat atau menyatakan dalam konosemen bahwa beberapa merek, jumlahnya atau beratnya, terhadap mana dia mempunyai alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa keterangan-keterangan tersebut tidak memberikan gambaran yang tepat tentang adanya barang-barang yang benar-benar diterima atau terhadap mana dia tidak mempunyai alat-alat yang pantas untuk mengadakan percocokan (Pasal III ayat 3 The Hague Rules). Konosemen (Bill of lading) merupakan bukti yang kuat bahwa pengangkut telah menerima barang sesuai dengan yang diuraikan di dalam konosemen tersebut. Di samping itu pengirim juga dianggap telah memberi jaminan kepada pengangkut tentang keseksamaan/ ketelitian mengenai merek-merek, jumlah, banyaknya dan beratnya barang-barang pada saat pengapalan, sebagaimana yang telah diberitahukan olehnya. Sedang dalam The Hamburg Rules 1978, mengenai Bill of lading (konosemen), dalam article 1 (7) disebutkan : Bill of lading (konosemen) adalah dokumen yang membuktikan adanya kontrak pengangkutan laut dan pengambilalihan atau pemuatan barangbarang oleh pengangkut, dengan mana pengangkut melakukan penyerahan barang-barang atas dasar penyerahan dokumen. Suatu ketentuan dalam dokumen yang menyatakan bahwa barang-barang harus diserahkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, atau kepada pengganti atau kepada pembawa, menimbulkan wewenang untuk melakukan perbuatan semacam itu.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Dari rumusan Pasal 506 KUHD tersebut maupun berdasarkan konvensikonsvensi internasional, maka konosemen sebagai perjanjian pengangkutan (condition of carriage) menyangkut 3 pihak, yaitu : 1) Pengangkut (carrier) 2) Pengirim (shipper) 3) Penerima (consignee) Bill of lading (konosemen), biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri dari rangkap 3 (full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut : 1) Satu lembar untuk shipper 2) Dua lembar untuk consignee atau penerima barang Akan tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set diserahkan kepadanya. Untuk setiap lembar orisinil bill of lading berlaku hukum “one for all and all for one” yang berarti bilamana salah satu dari lembar-lembar orisinil itu telah ditukarkan dengan delivery order maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi batal. Jumlah lembar B/L yang dikeluarkan disebutkan dalam alinea terakhir dari bill of lading itu. 16 Pasal 507 KUHD juga mengandung asas “Clausa Cassatoria” (one for all and all for one). Ini berarti bahwa kalau satu eksemplar telah diperalihkan, maka yang lain sudah tidak berlaku lagi, dengan “Clausa Cassatoria” ini bagi pengirim barang tidak ada permasalahan dalam jumlah berapa konosemen itu diterbitkan asal dalam penerbitannya isi dan bunyi yang terdapat dalam konosemen itu adalah sama. 16
. Ibid, hlm. 58
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Di Indonesia, untuk tiap-tiap konosemen yang asli yang isi dan bunyinya sama dan telah pula ditandatangani (signed original copies) diwajibkan untuk ditempel materai dan karenanya maka pengirim hanya menghendaki eksemplar konosemen yang benar-benar ia butuhkan. Kalau konosemen itu diterbitkan dalam jumlah yang lebih dari syarat yang diperkenankan, maka kelebihan eksemplar itu hanya berfungsi administratif saja, misalnya sebagai pertinggal atau untuk kepentingan kantor, sehingga untuk itu dapat disebut sebagai “copy” konsemen. Yang disebut “copy” konosemen itu adalah hanya lembaran yang diperlukan
oleh
pengangkut
guna
menyertai
barang
muatan
selama
berlangsungnya pengangkutan berbarengan dengan manifest dan resi mualim dan yang lazim disebut dengan “captain’s copy”. b. Jenis-Jenis Konosemen Dilihat dari sudut dapat atau tidak diperalihkannya konosemen (Bill of lading) dengan cara endosemen, maka konosemen (Bill of lading) itu dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : 1) Konosemen atas nama atau “recta bill of lading” 2) Konosemen “order” Pada konosemen “atas nama” (op naam), nama penerima barang harus dicantumkan secara jelas di dalam konosemen dalam bagian kolom yang disediakan untuk itu. Ini berarti bahwa barang yang disebut di dalam konosemen tersebut hanya boleh diterima oleh mereka yang disebut namanya di dalam konosemen. Sebagai penerima bisa orang perseorangan (naturlijk persoon) atau suatu badan hukum (recht persoon). Sebagai penerima bisa juga orang lain yang bertindak atas nama penerima barang tersebut, asal untuk itu dikuasakan untuk Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
menerima barang dan ia telah membubuhkan tanda tangannya pada halaman muka konosemen sebagai tanda penerimaan barang-barang, sedang orang lainnya tidak dapat menerima barang-barang tersebut. Pengangkut berwenang menolak menyerahkan barang yang disebutkan dalam konosemen apabila seseorang yang menunjukkan konosemen pada pengangkut syarat tanda tangan dari penerima yang disebut dalam konosemen atau kuasanya tidak ada. Jika terjadi kesalahan dalam penyerahan barang karena sebab adanya kelalaian atau kekhilafan dari pengangkut atau agennya, maka pihak penerima barang sebagai pemilik sah atas barang-barang tersebut dapat mengadakan tuntutan terhadap pengangkut atau agennya lewat saluran hukum. Dan keadaan demikan ini pengangkut itu dalam kedudukan yang lemah. Namun sebaliknya, kalau karena suatu sebab konosemen asli belum diterima oleh penerima barang,
maka pengangkut
berwenang untuk mengambil
kebijaksanaan guna menyerahkan barang-barang yang terdapat dalam konosemen itu kepada orang lain yang dapat membuktikan dengan benar, bahwa ia adalah pihak yang berhak atas barang-barang itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam konosemen atau captain’s copy. Ada pula kemungkinan setelah barangbarang diserahkan kepada penerima, maka pihak penerima dapat segera menyerahkan konosemen yang asli itu, karena mungkin setelah selesai menyerahkan barang-barang kapal harus segera berangkat. Adapula kemungkinan setelah barang-barang diserahkan kepada penerima, pihak penerima tidak dapat segera menyerahkan konosemen yang asli, sedangkan kapal harus segera meninggalkan pelabuhan. Pada konosemen dengan klausula “order” dikenal adanya beberapa bentuk : Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
1) Penempatan kalusula “order” saja 2) “Order of Shipper” 3) “Order of Bank”
Dalam praktek pelayaran niaga juga dikenal 2 (dua) macam Bill of lading, yaitu : 1) Received for shipment bill of lading 2) Shipped on board bill of lading Di samping pembagian tersebut di atas, penggolongan Bill of lading dapat dibedakan berdasarkan keadaan barang yang diterima untuk dimuat sebagai berikut : 1) Clean bill of lading 2) Unclean bill of lading Ad. 3 Certificate of Insurance Certificate of insurance adalah polis asuransi untuk melindungi barangbarang yang dikirim melalui laut (kapal laut - marine insurance) terhadap risiko laut yang mungkin terjadi, akan tetapi yang tidak dikehendaki. Dokumen asuransi ini diperlukan, jika penjualan dilakukan dengan kondisi C.I.F (Cost Insurance Freight). Dalam hubungan jual beli barang internasional, kondisi seperti ini pembeli
yang
bertanggung
jawab
membayar
premi
asuransi
serta
mengasuransikan barang-barang yang diekspor itu. Ad. 4 Commercial Invoice Commercial invoice (faktur perdagangan) yaitu merupakan dokumen utama yang dimuat dari formulir eksportir, akan tetapi isinya tidak boleh menyimpang Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
dari peraturan-peraturan di negara eksportir. Faktur ini berisi jumlah, jenis kualitas, dan harga barang disertai pula dengan syarat-syarat penjualan (F.O.B; C dan F; CIF dan lain sebagainya).
Ad. 5 Certificate of Origine Certificate of origine (surat keterangan asal barang) adalah dokumen yang menyebutkan negara asal dari barang yang diangkut. Tujuan utama dari dokumen ini ialah untuk mendapatkan hak untuk kelonggaran bea bagi suatu produk di negara importir atau mungkin juga untuk membuktikan bahwa produk itu di produsir oleh negara eksportir (asal barang). Ad. 6 Weight and Measurement List Weight and measurement list (daftar berat dan ukuran barang) harus ditulis dengan menyebutkan tidak ada salah pengertian dan penafsiran. Untuk maksud itu daftar berat barang dan ukurannya biasanya dibuat oleh perusahaan pelayaran atau oleh perusahaan yang diakui pemerintah. Ad. 7 Packing List Packing list (daftar isi packing) umumnya dipergunakan untuk barangbarang ekspor yang dipakai dalam peti-peti atau karton-karton yang menyebutkan isi masing-masing peti atau karton. Packing list walaupun tidak selalu diperlukan, namun bagi pengangkut penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi pengepakan barang yang diangkut. Ad. 8 Certificate of Analysis (Inspection)
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Certificate ini diperlukan untuk produk-produk yang sulit diketahui komposisi persenyawaan kimia yang terdapat dalam produk tersebut. Misalnya untuk minyak esteris atau untuk mengetahui kadar sesuatu zat yang terkandung dalam produk yang diekspor itu. Certificate of analysis biasanya diterbitkan oleh badan yang independen, yang diperlukan untuk keperluan analisis pihak-pihak tertentu. Certificate of health biasanya diperlukan untuk mengekspor ataupun mengimpor hewan atau produksi dari laut, tulang hewan dan tanaman. Certificate semacam ini diperlukan untuk menerangkan bahwa produksi ekspor atau impor yang diangkut itu tidak mengandung penyakit atau hama penyakit yang berbahaya. Certificate ini dapat diperoleh dari pihak karantina pertanian yaitu karantina hewan dan karantina tumbuhan. Sanitary certificate diperlukan untuk ekspor bahan baku yang memuat keterangan bahwa bahan baku itu bebas dari hama penyakit. Ada kalanya ada beberapa negara tertentu mengenai sanitary regulation tersebut dilaksanakan dengan sangat ketat sekali.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
BAB III HUBUNGAN PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DENGAN PIHAK TERKAIT
A. Hak Dan Kewajiban Perusahaan Bongkar Muat Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. 17 Sedangkan penyedia jasa bongkar muat adalah perusahaan yang melakukan kegiatan bongkar muat (Stevedoring, Cargodoring dan Receiving/ Delivery) dengan menggunakan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan peralatan bongkar muat. 18 Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari/ kapal ke dermaga/ tongkang/ truk atau memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat.19
17
. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal, Pasal 1 angka 14 18 . Ibid, Pasal 1 angka 17 19 . Ibid, Pasal 1 angka 5 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/ jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan barang selanjutnya menyusun di gudang/ lapangan penumpukan barang atau sebaliknya. 20 Receiving/ Delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/ tempat penumpukan di gudang/ lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/ lapangan penumpukan atau sebaliknya. 21 Perusahaan bongkar muat dapat melakukan kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal baik untuk kapal nasional maupun kapal asing yang diageni oleh perusahaan angkutan laut nasional. Khusus untuk perusahaan angkutan laut nasional dapat melakukan kegiatan bongkar muat barang terbatas hanya untuk kapal milik dan atau kapal yang dioperasikan secara nyata/ charter terhadap : 1. Barang milik penumpang 2. Barang curah cair yang dibongkar atau dimuat dilakukan melalui pipa 3. Barang curah kering yang dibongkar atau dimuat melalui Conveyor atau sejenisnya 4. Barang yang diangkut melalui kapal Roro 5. Semua jenis barang di pelabuhan yang tidak terdapat perusahaan bongkar muat
20 21
. Ibid, Pasal 1 angka 6 . Ibid, Pasal 1 angka 7
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Dalam melaksanakan kegiatan bongkar muat diwajibkan kepada perusahaan bongkar muat untuk menyediakan tenaga supervisi dan peralatan bongkar muat sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Salah satu kewajiban dari usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal adalah wajib memiliki izin usaha. Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :22 1. Memiliki akte pendirian perusahaan 2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan 3. Memiliki modal usaha 4. Memiliki peralatan bongkar muat 5. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan 6. Memiliki tenaga ahli di bidang bongkar muat Persyaratan memilik modal usaha sebagaimana dimaksud di atas, ditetapkan dengan klasifikasi sebagai berikut :23 1. Bagi perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan di Pelabuhan Utama, wajib memiliki modal dasar sekurang-kurangnya Rp. 1 Milyar dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 250 juta. 2. Bagi perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan di pelabuhan regional, wajib memiliki modal dasar sekurang-kurangnya Rp. 500 juta dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 125 juta. 3. Bagi perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan di pelabuhan lokal, penetapan modal dasar dan modal disetor yang harus dipenuhi
22 23
. Ibid, Pasal 6 ayat 2 . Ibid, Pasal 6 ayat 3
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
disesuaikan dengan kondisi pelabuhan setempat yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi setempat atas saran dan pertimbangan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat dan Administrator/ Kepala Kantor Pelabuhan setempat. Sedangkan persyaratan memiliki peralatan bongkar muat ditetapkan dengan klasifikasi sebagai berikut : 24 1. Pelabuhan Utama a. 4 unit forklift, terdiri dari 1 unit berkapasitas 2,5 ton dan 2 unit berkapasitas 5 ton dan 1 unit berkapasitas 10 ton b. 75 buah pallet c. Peralatan non mekanik seperti ship side net, rope sling, rope net, wire net dan d. Peralatan lainnya yang diperlukan 2. Pelabuhan Regional a. 2 unit forklift, terdiri dari 1 unit berkapasitas 2,5 ton dan 1 unit berkapasitas 5 ton b. 50 buah pallet c. Peralatan non mekanik seperti ship side net, rope sling, rope net, wire net dan d. Peralatan lainnya yang diperlukan 3. Pelabuhan Lokal, peralatan bongkar muat yang harus dipenuhi disesuaikan dengan kondisi pelabuhan setempat yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi setempat atas saran dan pertimbangan Asosiasi 24
. Ibid, Pasal 6 ayat 4
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Perusahaan Bongkar Muat dan Administrator/ Kepala Kantor Pelabuhan setempat. Persyaratan memiliki tenaga ahli ditetapkan dengan klasifikasi sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan di pelabuhan utama, wajib memiliki tenaga ahli sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dengan kualifikasi Ahli Nautika Tk. II atau Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga berijazah D. III atau yang sederajat dengan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun. 2. Bagi perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan di pelabuhan regional, wajib memiliki tenaga ahli sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dengan kualifikasi Ahli Nautika Tk. III atau Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga berijazah D. III atau yang sederajat dengan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 3. Bagi perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan di pelabuhan lokal, penetapan tenaga ahli yang harus dipenuhi disesuaikan dengan kondisi pelabuhan setempat yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi setempat atas saran dan pertimbangan Asosiasi Bongkar Muat dan Administrator Pelabuhan/ Kepala Kantor Pelabuhan setempat. Perusahaan bongkar muat barang dari dan ke kapal yang telah memiliki izin usaha, harus memenuhi kewajiban sebagai berikut : 25 1. Memenuhi semua kewajiban yang telah ditetapkan dalam izin usaha.
25
. Ibid, Pasal 12
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
2. Melakukan kegiatan usahanya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah izin usaha diterbitkan. 3. Menyampaikan laporan rencana kegiatan bongkar muat kepada Adpel/ Kakanpel setempat selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum kegiatan bongkar muat dilaksanakan. 4. Menyampaikan laporan bulanan kegiatan operasional perusahaan kepada pejabat pemberi izin dan dengan tembusan kepada Adpel/ Kakanpel setempat. 5. Menyampaikan laporan tahunan kegiatan operasional perusahaan kepada pejabat pemberi izin dengan tembusan kepada Adpel/ Kakanpel setempat. 6. Melaporkan kepada pejabat pemberi izin, setiap kali terjadi perubahan anggaran dasar perusahaan, nama dan alamat Direktur Utama/ penanggung jawab perusahaan dan status kepemilikan peralatan kerja, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadinya perubahan tersebut. 7. Ikut menciptakan hubungan kerjasama operasional dengan pihak manapun yang berkaitan dengan kegiatan pelabuhan. 8. Mematuhi dan melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja dilingkungan kegiatan perusahaannya dan terhadap semua tenaga kerja yang dipekerjakan. 9. Mendidik dan melatih keterampilan pegawai agar tercapai efektivitas dan efisiensi kerja. 10. Ikut menciptakan citra dan meningkatkan performansi pelabuhan. Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
11. Melaporkan kegiatan operasional sesuai materi yang diminta oleh dan kepada instansi yang berwenang untuk kepentingan pengumpulan data dan statistik. Sedangkan yang menjadi hak dari perusahaan bongkar muat adalah : 26 1. Mempekerjakan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) sesuai dengan Surat Permintaan TKBM dan jumlah/ nama harus sesuai Surat Perintah Kerja (SPK) dari koperasi TKBM dan TKBM harus mematuhi segala tugas yang diberikan perusahaan bongkar muat melalui supervisi perusahaan bongkar muat. 2. Mengembalikan Kepala Regu Kerja (KRK)/ TKBM kepada koperasi TKBM apabila pengerahan TKBM tersebut tidak sesuai dengan keterampilan dan tidak dapat melakukan secara benar pekerjaan sesuai jenis dan kondisi barang. 3. Mengembalikan KRK/ TKBM kepada koperasi TKBM apabila KRK/ TKBM tidak memenuhi jam kerja dimaksud tidak berada dilokasi kerja dan tidak dapat memenuhi jam kerja. 4. Menerima pengganti TKBM yang dikembalikan selambat-lambatnya 1 (satu) jam sejak TKBM dikembalikan. 5. Mengembalikan TKBM yang tidak memakai tanda pengenal, seragam kerja serta tidak menggunakan alat keselamatan dan keamanan kerja (K3).
26
. Kesepakatan Bersama Antara DPW APBMI Sumatera Utara Dengan Primer Koperasi TKBM Upaya Karya Pelabuhan Belawan, Pasal 4 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
6. Menerima ganti rugi/ klaim apabila terjadi kerusakan/ kehilangan barang, kerusakan pada kapal serta peralatan kerja yang disebabkan kelalaian TKBM. 7. Menahan/
memotong
WHIK
(Upah,
Kesejahteraan,Asuransi,
Administrasi Koperasi) sebesar nilai klaim yang disepakati, apabila nilai klaim lebih besar dari pada WHIK maka kekurangannya dibebankan kepada koperasi TKBM. 8. Menahan/ memotong upah (W) sebesar dengan jumlah TKBM yang bekerja apabila TKBM yang bekerja tersebut tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan dalam kesepakatan. 9. Menunjuk KRK/ TKBM untuk pekerjaan-pekerjaan seperti open sea, ship to ship, RIG dll. B. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dengan Buruh TKBM Istilah tenaga kerja sering dirancukan dengan “buruh”, karyawan atau pekerja. Istilah buruh di telinga kita rasanya kurang tepat, karena seakan-akan ada sistem kelas dalam masyarakat kita yang bernada merendahkan sebagian kecil atau lainnya. Penggunaan kata “buruh” pada kenyataannnya diterapkan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar, seperti : kuli panggul atau bongkar muat, tukang, mandor. Namun sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, istilah “buruh” tersebut tetap digunakan lagi, dalam hal ini pemerintah mungkin lebih menitikberatkan pada substansi bukan istilah. 27
27
. Djoko Triyanto, Bekerja Di Kapal, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2005, hlm. 8
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Untuk membongkar barang dibutuhkan buruh. Buruh berada di bawah APBMI. Yang menyediakan buruh adalah koperasi. Buruh tersebut kemudian dipinjamkan ke APBMI. Selanjutnya APBMI lah yang memberikan pekerjaan kepada buruh-buruh tersebut. Sehingga dengan kata lain, yang mengatur buruh untuk bekerja adalah APBMI. 28 APBMI menyalurkan buruh ke Gabungan Forwarder Dan Ekspedisi Indonesia (GAFEKSI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) dan Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI). Yang mempunyai kapal adalah anggota Indonesian National Shipowners Association (INSA), sedangkan GAFEKSI, GINSI dan GPEI
hanyalah sebagai asosiasi yang mewakili pemilik
barang. Misalnya, A sebagai pemilik barang, kemudian barang tersebut diberikan kepada GAFEKSI, lalu GAFEKSI berhubungan dengan kapal (anggota INSA). 29 Pengiriman barang bisa melalui GAFEKSI, bisa juga langsung kepada pelayaran (INSA). GAFEKSI mengangkut barang ke tempat tujuan dari kapal ke gudang atau dari gudang ke kapal. Selanjutnya APBMI meminta stowage plan/ packing list dari kapal (INSA). Menurut Pasal 1 butir 16 Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2002, Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah semua tenaga kerja yang terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar muat di pelabuhan. Serikat pekerja TKBM/ Serikat buruh TKBM adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/ buruh bongkar muat baik di perusahaan 28
. Wawancara dengan Mantan Ketua DPW APBMI Sumatera Utara periode Tahun 1999-2002 (Pengurus Antar Masa), Bapak H. Yahya Beyn pada Tanggal 18 Februari 2009 29 . Ibid Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya. Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) bertugas : 1. Menyiapkan tenaga kerja 2. Memupuk kerjasama dengan semua instansi untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan dan kesejahteraan tenaga kerja di pelabuhan 3. Menagih dan menerima dana administrasi Koperasi TKBM wajib menyediakan jumlah tenaga kerja bongkar muat sesuai dengan jumlah dan keterampilan berdasarkan standar yang ditetapkan. 30 Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan TKBM atau sering disebut dengan buruh pelabuhan, adalah sangat starategis dalam proses kegiatan bongkar muat barang. Di samping itu kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan merupakan lahan yang cukup luas untuk menampung para tenaga kerja dengan jumlah yang cukup besar sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di masyarakat.
Khususnya dalam pengerjaan
bongkar
muat
barang-barang
konvensional, penggunaan jasa tenaga kerja bongkar muat relatif besar. Unsur biaya bagian TKBM dalam pedoman dasar perhitungan tarif bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan terdiri dari : 31
30
. Hasim Purba, Op-Cit, hlm. 192 . Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal Di Pelabuhan, Pasal 4 31
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
1. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja bongkar muat dalam pelaksanaannya dapat dilakukan berdasarkan upah harian atau upah borongan : a. Upah harian didasarkan pada upah perorangan yang diperhitungkan per gilir kerja pada hari biasa dari hari Senin sampai dengan Sabtu dengan target produktivitas, besarnya upah ditetapkan sama besarnya tiap gilir kerja dan dimungkinkan adanya pekerjaan secara lembur apabila pada akhir pekerjaan bongkar muat 1 (satu) kapal masih tersisa pekerjaan tanpa menggunakan regu kerja baru dengan maksimal waktu dan produksi kerja untuk 2 (dua) jam. b. Upah harian kerja pada hari Minggu/ libur resmi per gilir kerja diperhitungkan berdasarkan upah lembur yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Apabila prestasi TKBM harian dalam satu gilir kerja melebihi prestasi dasar yang telah disepakati bersama antara Perusahaan Bongkar Muat dengan Koperasi TKBM bersama Serikat Pekerja TKBM/ Serikat Buruh TKBM, maka kepada TKBM diberikan tambahan upah atas kelebihan prestasi dasar secara linier dan hanya berlaku untuk pekerjaan bongkar muat yang tidak menggunakan alat mekanik. d. Upah borongan merupakan upah pekerjaan bongkar muat borongan yang dilaksanakan atas persetujuan keduabelah pihak antara Perusahaan Bongkar Muat/ dengan Koperasi TKBM serta Serikat Pekerja TKBM/ Serikat Buruh TKBM. Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
e. Upah TKBM baik upah harian maupun upah borongan dalam kegiatan bongkar muat barang berbahaya dan mengganggu dan bernilai tinggi, kepada TKBM diberikan tambahan upah sebesar presentase tambahan. 2. Kesejahteraan TKBM, terdiri dari : a. Perlengkapan kerja meliputi pakaian, sepatu, helmet, sarung tangan dan masker b. Pendidikan dan latihan (diklat TKBM), biayanya dihitung berdasarkan rencana jumlah tenaga kerja bongkar muat yang akan dididik dalam waktu 1 (satu) tahun c. Tunjangan hari raya diberikan pada waktu Hari Raya Idul Fitri atau hari Natal d. Tunjangan perumahan 3. Program jaminan sosial tenaga kerja, meliputi : a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), termasuk kecelakaan diluar jam kerja, biayanya dihitung sebesar 1,74 % dari upah TKBM, tidak termasuk tunjangan transport, makan dan beras. b. Jaminan Kematian (JK) biayanya dihitung sebesar 0,30 % dari upah TKBM, tidak termasuk tunjangan transport, makan dan beras. c. Jaminan Hari Tua (JHT) biayanya dihitung sebesar 5,70 % dari upah TKBM, tidak termasuk tunjangan transport, makan dan beras. d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), biayanya dihitung sebesar 6 % dari upah TKBM, tidak termasuk tunjangan transport, makan dan beras. Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
4. Administrasi Koperasi TKBM meliputi administrasi operasional TKBM dan penyelenggaraan kesejahteraan TKBM. Faktor-faktor yang berkaitan dengan buruh dalam kegiatan bongkar muat : 1. Kualitas buruh dan operator alat bongkar muat 2. Tingkat pemakaian buruh setiap gang di kapal dan dermaga disesuaikan dengan jenis muatan 3. Peralatan yang digunakan serta jenis muatan menjadi acuan dalam menentukan jumlah pekerja yang digunakan 4. Pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang Biaya extra gang atau pemakaian tambahan regu TKBM untuk melaksanakan pekerjaan diluar kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery adalah seluruhnya menjadi beban pihak yang meminta/ yang berkepentingan. Apabila terjadi kerusakan atas peralatan bongkar muat dan bangunan kapal yang disebabkan kelalaian pihak pekerja, maka klaim yang dilengkapi berita acara kerusakan diajukan pihak kapal kepada TKBM melalui perusahaan bongkar muat. Pihak kapal sesuai dengan ketentuan ISPS Code maka berhak menolak setiap pekerja/ TKBM yang naik ke kapal tanpa adanya tanda pengenal/ seragam termasuk orang-orang yang dianggap membahayakan keselamatan serta keamanan kapal dan muatannya.
C. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dengan Perusahaan Pelayaran/ Pengangkutan/ Perusahaan Transportasi/ PT Pelabuhan Indonesia Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Ada beberapa hal yang terkait mengenai pengertian pelabuhan, yaitu berasal dari kata Port dan Harbour, namun pengertiannya tidak dapat diambil untuk menjadi pengertian pelabuhan secara harfiah. Harbour mempunyai pengertian sebagian perairan yang terlindung badai, aman, dan baik atau cocok bagi akomodasi kapal-kapal untuk berlindung, mengisi bahan bakar, persediaan, perbaikan dan bongkar muat barang. Sementara itu Port adalah harbour yang terlindung, dimana tersedia fasilitas terminal laut, yang terdiri dari tambatan atau dermaga untuk bongkar muat barang dari kapal, gudang, transit, dan penumpukan lainnya untuk menyimpan barang dalam jangka pendek atau jangka panjang. Kedua hal di atas mempunyai dua arti berbeda dari sudut penekanannya, namun tujuannya sama. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/ atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/ atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 32 Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/ atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
32
. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008, Op-Cit, Pasal 1 angka 16
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 33 Berdasarkan pengertian di atas, seharusnya di pelabuhan tersebut terdapat alat-alat yang diperlukan guna mempermudah dan memperlancar pembongkaran dan pemuatan barang-barang dari atau ke kapal, atau alat perlengkapan untuk mengambil bahan bakar, perbekalan, air, dan sebagainya. Dalam PP tersebut yang dimaksudkan dengan pelabuhan ialah lingkungan kerja dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal dan kendaraan air lainnya untuk menyelenggarakan bongkar muat barang, hewan, dan penumpang. PP tersebut menyebut adanya beberapa macam pelabuhan, yaitu sebagai berikut : 1. Pelabuhan yang diusahakan, yaitu pelabuhan yang dalam pembinaan pemerintah sesuai dengan kondisi, kemampuan, dan perkembangan potensi pelabuhan
yang
diusahakan
menurut
asas-asas
hukum
perusahaan atas ketetapan menteri. 2. Pelabuhan yang tidak diusahakan, yaitu pelabuhan dalam pembinaan pemerintah, sesuai dengan kondisi kemampuan dan perkembangan potensinya, dan belum ditetapkan sebagai pelabuhan yang diusahakan. 3. Pelabuhan otonom, yaitu pelabuhan yang berwenang untuk mengatur diri sendiri sesuai dengan suatu perintah perundang-undangan yang ada. 4. Pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan yang khusus melayani suatu kegiatan industri yang penyelenggaraannya dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
33
. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan, Pasal 1 angka 1
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
5. Pelabuhan laut dan pelabuhan pantai, yaitu pelabuhan yang diatur menurut undang-undang pelayaran Indonesia tahun 1936 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Untuk barang-barang bongkaran (import), perusahaan bongkar muat menerima informasi dari perusahaan pelayaran (Shipping Company) berupa dokumen seperti stowage plan dan hatch list dari barang (cargo) yang akan dibongkar dari kapal/ tongkang. Stowage plan adalah gambar belahan memanjang kapal dimana terlihat penempatan muatan untuk pelabuhan tujuan masing-masing barang. 34 Guna stowage plan adalah : 1. Dengan adanya stowage plan dapat mengalokasikan dermaga sesuai dengan keadaan kapal dan muatannya 2. Dengan adanya stowage plan dapat mengalokasikan daya dan fasilitas 3. Dapat memperkirakan waktu bongkar muat yang diperlukan 4. Dapat mempersiapkan pekerjaan setiap periode 5. Untuk bahan pengawasan perencanaan dan pengendalian setiap hari selama dilakukan kegiatan bongkar muat Hatch list adalah daftar perincian muatan yang dimuat pada setiap palka. 35 Dari dokumen tersebut kita dapat menentukan barang-barang mana saja yang harus ditempatkan (ditumpuk) di gudang tertutup atau di lapangan terbuka (godown yard) di lini I atau barang tersebut harus ditempatkan di lini II (long
34
. Suryono, Cargo Handling, Makalah Pada Acara Pelatihan Cargo Dan Container Handling Tanggal 27-29 September 2004 di Medan, hlm. 9
35
. Ibid, hlm. 10
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
distance) sebelum diserahkan ke penerima barang (consignee) atau apakah barang tersebut harus truck losing. Pengertian truck losing adalah pekerjaan membongkar dari kapal/ tongkang secara langsung (ex tackle) ke atas truck untuk kemudian diangkut keluar pelabuhan dan sebaliknya. 36 Pada umumnya barang-barang truck losing terdiri dari barang-barang yang sifatnya mengganggu atau barang berbahaya, barang-barang kebutuhan militer, barang-barang yang diperlukan segera oleh pemerintah, barang-barang kebutuhan pokok. Barang mengganggu/ berbahaya (dangerous cargo) harus ditempatkan terpisah dari barang lainnya untuk menghindari terjadinya kontaminasi yang dapat mengakibatkan rusaknya mutu barang bongkaran tersebut. Daftar barang mengganggu : 37 1. Garam 2. Tepung tapioka 3. Gaplek curah/ tepung 4. Bahan makanan ternak a. Fooder b. Dedak c. Bungkil = kopra (Coperacheapa)
36
. Suyono, Penanganan Barang Di Dermaga, Diklat Basic Training PBM Penanganan B/M Barang Di Dermaga Conventional, hlm. 5 37
. Kesepakatan Bersama Antara DPW APBMI Dengan DPW GAFEKSI (INFA) Sumatera Utara, DPD INSA Sumatera Utara, BPD GINSI Sumatera Utara Dan DPD GPEI Sumatera Utara tentang Tarif Bongkar Muat Barang Di Pelabuhan Belawan Tahun 2008, hlm. 15
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
d. Palm kernel e. Jagung f. Cangkang 5. Copra curah 6. Kapuk 7. Semen dan sejenisnya 8. Lombok kering 9. Besi scrap 10. Bubuk gelas 11. Getah busuk 12. Barang galian a. Tanah liat b. Porselin China (Clay dan sejenisnya) c. Pasir besi, pasir kwarsa, batu bara dan sulfur d. Gips in powder form 13. Muatan yang dibekukan/ didinginkan a. Ikan b. Udang c. Daging d. Kodok e. Dan lain-lain 14. Ikan asin, udang kering dan lain sejenisnya 15. Terasi 16. Petis Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
17. Minyak goreng dan lemak 18. Bawang merah 19. Bawang putih 20. Bahan kimia (tidak berbahaya) a. Resin (in powder form) b. Calcium carbonat c. Aluminium potash d. Aluminium bicarbonate e. Sodium sulfate f. Sodium trifolyphosphate g. Sodium carboxy methyl cellulox (CNC) h. Clumatic acid i.
Activated carbon
j.
Borax
k. Caprolactam l.
Aluminium bicarbonate in bag
m. Pupuk n. Serat fibreglass 21. Kulit basah lepas atau dalam ikatan 22. Tulang kering 23. Aspal dalam drum 24. Soda ash
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Klasifikasi barang-barang berbahaya : 38 1. IMO/
CLASS
(I)
:
EXPLOSIVE
CARGO (BAHAN-BAHAN
PELEDAK) IMO/ CLASS (I) : Explosive Cargo (Bahan-Bahan Peledak) Divisi 1.1
Bahan-bahan yang dapat meledak sekaligus (ME)
Divisi 1.2
Bahan-bahan yang meledak tidak sekaligus tetapi mengakibatkan bahaya tembakan tanpa/ akibat kecil dari peledakan (NME)
Divisi 1.3
Bahan-bahan yang meledak tidak sekaligus tetapi mengakibatkan kebakaran tanpa/ dengan akibat kecil dari peledakan
Divisi 1.4
Bahan-bahan yang ledakannya tidak menimbulkan akibat yang berarti
Sub 1.4.1
Divisi Bahan-bahan
yang
dibungkus
atau
dirancang
sedemikian sehingga mengakibatkan bahaya kecil saja bila terbakar pada saat pelayanannya sejauh-jauhnya hanya dilingkungan sekitar bungkusan tidak ada bahay tembakan yang berarti, tidak ada ledakan sekaligus
Sub 1.4.2
38
Divisi Bahan-bahan
yang
dibungkus
atau
dirancang
sedemikian sehingga bila ada kejadian selama
. Ibid, hlm. 16
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
pelayanannya
hanya
dilingkungan
bahan
atau
bungkusan itu saja
2. IMO/ CLASS (2) : GAS-GAS IMO/ CLASS (2) : Gas-gas Class 2.1
Gas menyala (inflamable gas)
Class 2.2
Gas tidak menyala (non flammable compresed gas)
Class 2.3
Gas beracun (poison gas)
3. IMO/ CLASS (3) : CAIRAN-CAIRAN MUDAH MENYALA/ TERBAKAR (INFLAMABLE LIQUID) IMO/ CLASS (3) : Cairan-Cairan Mudah Menyala/ Terbakar (Inflamable Liquid) Class 3.1
Golongan titik nyala rendah/ low flashpoint group (18° C/ 0° F
Class 3.2
Golongan titik nyala rendah/ low flashpoint group (18° C/ 0° F - 23° C/ 73° F)
Class 3.3
Golongan titik nyala tinggi/ high flashpoint group (23° C-/ 73° F - 61° C/ 141° F)
4. IMO/ CLASS (4) : BAHAN PADAT MUDAH MENYALA/ TERBAKAR (INFLAMABLE SOLIDS)
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
IMO/ CLASS (4) : Bahan Padat Mudah Menyala/ Terbakar (Inflamable Solids) Class 4.1
Bahan padat mudah menyala/ inflammable solid
Class 4.2
Bahan
padat
menyala
sendiri
(spontaneously
combustibe) Class 4.3
Bahan berbahaya kena air (dangerous when wet)
5. IMO/ CLASS (5) Class 5.1
Bahan pengoksidir oxidizing agent
Class 5.2
Procida organia/ organic peroxide
6. IMO/ CLASS (6) Class 6.1
Bahan beracun poisonous (tonic substances)
Class 6.2
Bahan berhama menular (infectious substances)
7. IMO/ CLASS (7) : BAHAN RADIO AKTIF (RADIO ACTIVE MATERIALS) Hubungan perusahaan bongkar muat dengan pelabuhan adalah, dimana perusahaan bongkar muat meminta kepada pelabuhan Indonesia mengenai jadwal kapal yang keluar masuk dan tambat dimana kapal tersebut. Tugas dari pelabuhan adalah mengatur dimana kapal tersebut akan sandar. Paling lambat 2 (dua) atau 3
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
(tiga) hari sebelumnya, harus sudah diberikan jadwal kapal datang dan berangkat. Dan yang menentukannya adalah pelabuhan. 39 Hubungan perusahaan bongkar muat dengan perusahaan transportasi, perusahaan bongkar muat menyerahkan barang ke gudang. Dari gudang, pemilik barang mencari sendiri trasnportasinya, kecuali barang truck losing, dari tackle kapal langsung ke truck yang disediakan oleh pemilik barang, selanjutnya barang tersebut langsung dibawa keluar pelabuhan. 40
BAB IV ASPEK YURIDIS PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT 39
. Wawancara dengan Mantan Ketua DPW APBMI Sumatera Utara periode Tahun 1999-2002 (Pengurus Antar Masa), Bapak H. Yahya Beyn pada Tanggal 18 Februari 2009 40 . Ibid Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
A. Kedudukan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut Perusahaan bongkar muat adalah perusahaan khusus yang didirikan untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat barang dari/ ke kapal. 41 Menurut PP No. 70 Tahun 1996 kedudukan perusahaan bongkar muat adalah sebagai salah satu badan hukum Indonesia yang memberikan pelayanan jasa kepelabuhan berkaitan dengan lalu lintas kapal dan barang. Perusahaan bongkar muat melaksanakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal yang meliputi stevedoring, cargodoring, receiving/ delivery. Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dibagi pada beberapa rangkaian kegiatan sebagai berikut :42 1. Kegiatan Operasi Pembongkaran Muatan (discharging), yang terdiri dari 4 tahapan : a. Persiapan muatan dari dalam palka dan mengkaitkan ganco muatan. Tahap pertama ini meliputu kegiatan membongkar muatan dari posisi muatan dalam ruang muat kapal (palka), memindahkan setiap muatan dengan menggunakan cara-cara konvensional ataupun dengan menggunakan alat-alat mekanis seperti Forklift, Conveyor dll ke ruang mulut palka (hatch square) kemudian menyusunnya di atas pallet, jala-jala atau mengikatnya dengan
41 42
. Inpres No. 4/ 1985 dan SK Menhub No. 13/ 1989 . Suryono, Op-Cit hlm. 2
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
sling ataupun menggunakan alat bantu bongkar muat lainnya yang disesuaikan dengan jenis muatan. Kemudian mengkaitkan muatan pada ganco crane atau derek. b. Mengangkat muatan serta menurunkannya di dermaga atau kenderaan yang tersedia (truk, lorry, kereta api). Kegiatan pada tahap kedua ini disebut juga dengan hook transfer atau pemindahan muatan dengan menggunakan ganco derek, muatan diangkat dari ruang mulut palka dengan menggunakan ships crane ataupun shore crane keluar dari palka ke dermaga ataupun ke atas barge yang ada disisi kapal ataupun langsung diletakkan di atas truk, gerbong-gerbong kereta api dll. Pada tahap ini keselamatan barang sangat diperhatikan. c. Melepaskan sling dari ganco muatan. Melepaskan muatan dari ganco regu kerja dermaga dengan hatihati menjaga muatan agar aman mendarat di dermaga, ke truk atau gerbong kereta api ataupun tongkang-tongkang disisi kapal, kemudian melepaskan muatan dari ganco dan siap untuk dikembalikan ke dalam palka kapal. d. Pengembalian
ganco
muatan
ke
atas
kapal,
kemudian
mengeluarkan muatan dari sling atau jala-jala. Pada tahap keempat ini kegiatan yang dilakukan adalah pengembalian ganco muatan (hook return) ke dalam palka dan siap untuk digunakan pada pengangkatan muatan berikutnya.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Rangkaian kegiatan dari tahap pertama sampai dengan keempat disebut dengan hook cycle (siklus ganco), dimana waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 1 (satu) siklus ganco disebut dengan hook cycle time. Dalam operasi kapal yang terencana dengan baik, pengembalian ganco harus dimanfaatkan dengan cara mengangkat masuk alat-alat bantu bongkar muat yang telah terpakai (kosong) ke dalam palka untuk kegiatan berikutnya. Fungsi utama dari ganco adalah untuk memindahkan muatan antara lubang palka dengan sisi dermaga ataupun sebaliknya dari sisi dermaga ke mulut palka (hatch square). Beberapa hal yang perlu diketahui akibat penggunaan hook diluar dari peruntukannya seperti yang telah dijelaskan di atas, misalnya hook digunakan untuk menarik muatan dari sisi palka atau sayap palka : 1. Menghabiskan waktu lebih besar dari pada yang diperlukan dimulut palka, sehingga waktu siklus bertambah 2. Menimbulkan risiko kerusakan yang lebih besar terhadap muatan, kapal dan alat bantu bongkar muat 3. Dapat menimbulkan kecelakaan kerja bagi pekerja (buruh) Perencanaan dan pengawasan yang tidak efektif pada operasi di kapal akan mengakibatkan kendala-kendala antara lain : 1. Sering terjadi penundaan yang mengakibatkan banyaknya waktu terbuang tanpa melakukan pekerjaan sehingga through put dermaga menjadi rendah pula 2. Rendahnya pemanfaatan sumber-sumber daya dermaga 3. Rendahnya out put kapal yang dapat mengarah kepada kapal lebih lama berada di pelabuhan Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
4. Tingginya biaya bongkar muat 2. Kegiatan Operasi Pemuatan Barang (loading cargo) melalui prosesproses sebagai berikut : a. Persiapan dan pengkaitan ganco muatan pada sling atau jala-jala muatan di dermaga ataupun di atas barge b. Muatan diangkat dan dimasukkan ke dalam palka kapal c. Melepaskan ganco muatan pada sling ataupun jala-jala muatan d. Kegiatan
penyusunan
barang
didalam
palka,
sambil
mengembalikan ganco muatan ke dermaga ataupun sisi kapal di atas barge, demikian seterusnya Untuk berhasilnya ship operation (operasi di atas kapal), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 43 1. Pertahankan gerakan ganco muatan dengan pengendalian yang hati-hati dari keempat aktifitas dalam siklus ganco (baik itu untuk kegiatan pembongkaran ataupun untuk kegiatan pemuatan) 2. Gunakan ganco muatan hanya untuk mengangkat muatan 3. Hindari praktek menyeret muatan dengan menggunakan ganco dalam palka, untuk menghindari terjadinya kerusakan (muatan, kapal maupun alat bantu bongkar muat) 4. Gunakan alat khusus untuk memindahkan muatan dari mulut palka (hatch square) ke posisi timbun dalam palka atau sebaliknya 5. Gunakan alat-alat bantu bongkar muat yang tepat, sesuai dengan peruntukkannya (perhatikan jenis muatannya) 43
. Ibid, hlm. 7
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
6. Pastikan setiap muatan yang akan diangkat harus dalam kondisi aman 7. Angkat muatan pada setiap siklus sebanyak-banyaknya asal tidak melampaui SWL (save working load) yang tertera pada alat bongkar muat (ships crane ataupun shore crane) 8. Untuk kegiatan pemuatan barang (loading), sortasi muatan tidak dilakukan didalam palka, tetapi telah dilakukan pemilahan muatan di dalam gudang ataupun di dermaga. Kedudukan perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang, sesudah barang dibongkar ke gudang, barangnya diserahkan ke GAFEKSI oleh pemilik barang. Selanjutnya GAFEKSI memindahkan barang keluar dari pelabuhan menuju ke gudang lain sesuai dengan permintaan pemilik barang. 44 Sebab-sebab terjadinya kemacetan bongkar muat barang : 45 1. Kelambatan pekerjaan didalam palka/ dermaga sehingga ganco lama menggantung 2. Kekurangan alat bongkar muat (crane, forklift) 3. Jarak tempuh antara kapal dan tempat penumpukan (long distance/ short distance) 4. Kurangnya kendaraan angkutan darat (truk) pada kegiatan bongkar muat langsung (truck losing) 5. Adanya muatan berat atau muatan yang memerlukan penanganan khusus yang tidak diinformasikan sebelumnya 6. Menyeret muatan dalam palka dengan menggunakan ganco muatan 44
. Wawancara dengan Mantan Ketua DPW APBMI Sumatera Utara periode Tahun 1999-2002 (Pengurus Antar Masa), Bapak H. Yahya Beyn pada Tanggal 18 Februari 2009 45 . Ibid, hlm. 9 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
7. Kerusakan winch/ derek kapal dan tidak tersedianya crane darat; 8. Sering menunggu muatan yang akan dimuat (pada kegiatan pemuatan) 9. Tempat penimbunan barang sudah penuh (pada kegiatan pembongkaran barang) 10. Kurangnya pengawasan, birokrasi yang panjang dalam hubungannya dengan penyelesaian administrasi barang
B. Peranan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Angkutan Barang Di Laut Outwars looking policy yang diterapkan Indonesia sejak lebih kurang tahun 1986 telah mendorong cukup signifikan pertumbuhan volume bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Pada tahun 1986 total kegiatan muat barang (loading) untuk kegiatan pelayaran antar pulau dan internasional masing-masing sebesar 45.816.405 ton untuk kegiatan antar pulau dan sebesar 63.588.649 ton untuk internasional. Sedangkan kegiatan bongkar (unloading) sebesar 56.290.479 ton untuk kegiatan perdagangan antar pulau dan sebesar 20.302.445 ton untuk perdagangan internasional. 46 Jumlah ini meningkat terus, sampai pada tahun 2003 jumlah total kegiatan bongkar untuk kegiatan antar pulau sebesar 170.201.242 ton dan kegiatan bongkar untuk kegiatan pengangkutan internasional sebesar 53.776.870 ton. Sementara untuk kegiatan muat sebesar 137.949.398 ton untuk antar pulau dan untuk internasional kegiatan muat mencapai angka sebesar 163.339.487 ton. 47
46
. Biro Pusat Statistik, Statistik Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia 1986, BPS RI, Jakarta, 1986, hlm. 2 47 . Biro Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2003, BPS RI, Jakarta, 2004, hlm. 380 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Peran usaha bongkar muat dalam hal ini sangat strategis, karena bagaimana pun juga kelancaran arus keluar masuknya barang baik untuk kegiatan antar pulau maupun untuk kegiatan perdagangan internasional akan terganggu jika tidak didukung oleh kegiatan unit usaha bongkar muat. Iklim usaha perdagangan internasional menjadi kurang menarik jika unit usaha bongkar muat mengalami sejumlah kendala. Ironisnya peran strategis unit usaha bongkar muat tersebut dijalankan justru dalam keadaan kurang mendukungnya piranti hukum yang mengatur usaha bongkar muat di Indonesia. Kurang mendukungnya piranti hukum dalam hal ini bukanlah dalam pengertian kuantitatif, karena secara faktual banyak sekali peraturan-peraturan yang mengatur eksistensi unit usaha bongkar muat. Namun secara kualitatif, berbagai peraturan tersebut justru menciptakan keadaan ketidakpastian bagi dunia usaha bongkar muat. Peraturan yang silih berganti dengan membawa sejumlah persyaratan dan kondisi yang berubah-ubah mengaburkan dimensi stability dan predictability dari unit usaha bongkar muat. Keadaan yang demikian sangat menyulitkan pelaku usaha untuk memahami arah pergerakan pembangunan sektor angkutan laut pada umumnya, khususnya untuk sektor usaha bongkar muat yang ingin dituju oleh pemerintah. 48 Pengakuan hukum atas eksistensi usaha bongkar muat di pelabuhan sebagai bagian integral dari sistem pengelolaan pelabuhan di Indonesia dicantumkan dalam PP No. 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan
48
. Hasnil Basri Siregar, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi (Sebuah Studi terhadap Jaminan Kepastian Hukum dalam Usaha Bongkar Muat Pelabuhan di Indonesia), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Dagang pada Fakultas Hukum USU, Tanggal 13 Desember 2008 di Medan, hlm. 5 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Laut. Berdasarkan PP ini, kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran melalui unit usaha bongkar muat. Eksistensi dari usaha jasa bongkar muat berdasarkan peraturan ini tidak bersifat sebagai badan usaha yang mandiri, akan tetapi merupakan sub-ordinat dari perusahaan pelayaran. dalam waktu yang bersamaan perusahaan pelayaran melakukan kegiatan angkutan laut baik dengan menggunakan kapal armada maupun dengan menggunakan sistem keagenan. Prospek usaha yang cukup menjanjikan dari usaha bongkar muat menyebabkan terjadinya pembelokan kegiatan usaha perusahaan pelayaran. Kegiatan utama yang idealnya ditujukan untuk usaha pelayaran (angkutan laut) mengalami pergeseran ke arah usaha bongkar muat. Kecenderungan ini dalam jangka panjang bisa berakibat fatal terhadap sasaran pembinaan usaha pelayaran yang lebih ditujukan sebagai sarana perhubungan untuk membina kesatuan ekonomi negara kepulauan Indonesia serta sebagai instrument kunci yang menghasilkan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 49 Pada tahun 1985 pemerintah merubah pola pengembangan usaha jasa bongkar muat ke arah kebijakan yang lebih condong pada pengembangan profesionalitas dan kemandirian usaha jasa bongkar muat. Implementasi Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran
Arus
Barang
Untuk
Menunjang
Kegiatan
Ekonomi
telah
mengembalikan fungsi pokok usaha pelayaran pada angkutan laut. Dengan model ini, eksistensi perusahaan bongkar muat diakui sebagai usaha mandiri dan bersifat
49
. Konsideran Bagian Menimbang PP No. 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut (Lembaran Negara No. 2 Tahun 1969) Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
independen, bukan merupakan subsidiary dari perusahaan pelayaran. Pola ini kemudian didukung oleh kebijakan debirokratisasi pelayanan dokumentasi barang di sektor bea cukai untuk menekan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Pola pembinaan perusahaan bongkar muat ke arah kemandirian dan profesionalitas usaha ditindaklanjuti dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 88/ AL/Phb.85 tanggal 11 April 1985 dan SK Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No. A-2167/AL.62 tanggal 31 Desember 1985. Pola pengembangan ke arah profesionalitas terlihat dari tuntutan persyaratan substantif yang lebih ditekankan kepada kesiapan peralatan bongkar muat dan kompetensi sumber daya manusia dalam perusahaan jasa bongkar muat. 50 Mengenai peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya menyediakan jasa (buruh) untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan dari kapal ke gudang. 51
50
. Dari segi peralatan, SK Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No. A2167/AL.62 tanggal 31 Desember 1985 menetapkan ketersediaan peralatan untuk dapat melakukan usaha bongkar muat, antara lain untuk pelabuhan kelas I : (a). 4 unit forklift yang terdiri dari 2 unit masing-masing berkapasitas 2,5 ton, 1 unit berkapasitas 3 ton, dan 1 unit berkapasitas 5 ton. (b). 100 buah gerobak dorong. (c). 100 buah pallet. (d). peralatan pokok seperti ship side net, rope sling, wire sling, rope wire net, dan peralatan lain yang diperlukan. Persyaratan untuk pelabuhan kelas II ditetapkan lebih ringan. Sementara dari segi kompetensi sumber daya manusia ditetapkan persyaratan untuk pelabuhan kelas I dan kelas II antara lain : (a). MPB II dengan pengalaman berlayar sekurangkurangnya 3 tahun atau ahli kepabeanan/ pelayaran niaga tingkat akademis dengan pengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun. (b). tenaga ahli kepabeanan yang berijazah sekurang-kurangnya sarjana muda akuntansi. Sementara untuk pelabuhan kelas III dan pelabuhan khusus memiliki MPB III dengan pengalaman berlayar sekurang-kurangnya 3 tahun atau ahli kepabeanan/ pelayaran niaga tingkat akademis dengan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 tahun. Semua kelas pelabuhan harus memiliki tenaga ahli pembukuan yang berijazah sekurang-kurangnya Bond A. 51 . Wawancara dengan Mantan Ketua DPW APBMI Sumatera Utara periode Tahun 1999-2002 (Pengurus Antar Masa), Bapak H. Yahya Beyn pada Tanggal 18 Februari 2009 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
C. Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Terhadap KerusakanKerusakan Barang Dengan adanya perjanjian pengangkutan maka akan timbul hak dan kewajiban bagi pihak pengangkut maupun pihak penumpang dan/ atau pengirim barang. Sesuai dengan hukum perikatan maka masing-masing pihak yaitu pengangkut dan pengguna jasa angkutan mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi, dan para pihak mempunyai hak untuk saling melakukan penuntutan. Apabila salah satu pihak tidak melakukan prestasi sesuai dengan apa yang menjadi isi perjanjian, maka perjanjian itu dapat diancam dengan kebatalan. Tanggung jawab pada hakikatnya terdiri dari 2 (dua) aspek, yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan tanggung jawab ganti rugi (liability), yaitu kewajiban untuk memberi ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. 52 Di dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 43. Dalam Pasal 40 Ayat 1 menyatakan bahwa perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/ atau barang yang diangkutnya. Pasal 40 Ayat 2 menyatakan bahwa perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/ atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
52
. M. Husseyin Umar, Aspek Hukum Tanggung Jawab Dalam Pengangkutan Laut, Makalah pada Seminar Nasional Hukum Pelayaran Tanggal 17-18 Januari 1994 di Jakarta, hlm. 1 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Mengenai pertanggungjawaban pengangkut dapat ditemukan baik dalam KUHD maupun dalam konvensi internasional tentang pengangkutan. 1. Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD 53 Pasal 468 KUHD menyatakan : persetujuan
pengangkutan
mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang
harus
diangkutnya,
mulai
saat
diterimanya
hingga
saat
diserahkannya barang tersebut. Menurut ketentuan tersebut dapat dilihat periode tanggung jawab pengangkut dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai penyerahannya kepada si penerima. Di samping itu pengangkut juga mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama periode tersebut. Seperti diketahui dalam prakteknya, penerimaan barang dari pengirim kepada pengangkut dapat dilakukan diberbagai tempat seperti, di dermaga pelabuhan asal, di tongkang, di gudang lini I atau gudang lini II dan lain sebagainya. Demikian pula halnya dengan penerimaan barang di pelabuhan tujuan (pelabuhan bongkar), penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima dapat dilakukan di kapal, di dermaga pelabuhan tujuan, di gudang lini I atau penyerahan bongkar langsung dari kapal ke alat angkut truck (truck lossing) dan lain sebagainya. Selanjutnya dalam Pasal 468 Ayat 2 KUHD menyebutkan bahwa si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian, yang disebabkan karena 53
barang
tersebut
seluruhnya
atau
sebagian
tidak
dapat
. Hasim Purba, Op-Cit, hlm. 102
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi, disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat dari pada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya. Selanjutnya Pasal 468 Ayat 3 KUHD menyatakan bahwa ia (pengangkut) bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka yang dipekerjakannya, dan untuk segala benda yang dipakainya dalam penyelenggaraan pengangkutan tersebut. Dalam hal menjalakan kewajibannya pengangkut bertanggung jawab atas sesuatu hal yang menimpa barang muatan, apakah barang yang diangkut diperhitungkan menurut berat, volume maupun nilai. Dengan adanya ketentuan tersebut maka luasnya tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang dan penumpang angkutan laut pelayaran niaga dalam praktek/ kebiasaan terdapat 2 (dua) macam : 54 a. From tackle to tackle, artinya tanggung jawab pengangkutan berawal semenjak barang muatan atau penumpang dilepas di lambung kapal pelabuhan muat dan berakhir hingga pelabuhan tujuan. b. From warehouse to warehouse, artinya tanggung jawab pengangkut diawali semenjak barang masuk gudang shippng company pelabuhan muat berakhir hingga gudang shipping company di pelabuhan tujuan hingga barang diserahkan pengirim atau pemilik.
54
. Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 165
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Oleh karena itu menurut ketentuan Pasal 469 KUHD yang berbunyi : Untuk dicuri atau hilangnya barang bernilai/ valueable goods dan barang yang mudah rusak atau mendapatkan kerusakan menjadi tanggung jawabnya, sebab itulah ia menerima jasa angkutan sebagai imbalan prestasinya. Terkecuali tidaklah si pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya melainkan apabila tentang sifat dan barang itu tidak diberitahukan pengangkut secara wajar. Mengenai pembebasan tanggung jawab pengangkut juga ditegaskan dalam Pasal 470 KUHD yang menggariskan bahwa pengangkut berwenang untuk mensyaratkan bahwa ia tidak akan bertanggung jawab dari suatu jumlah tertentu atas tiap barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. 2. Tanggung jawab pengangkut menurut The Hague Rules 55 Menurut The Hague Rules, pertanggungjawaban pengangkut itu adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Sehingga dengan demikian pertanggungjawaban pengangkut itu berakhir pada saat barang dibongkar dari kapal. Selanjutnya dalam Pasal II The Hague Rules mengatakan bahwa pengangkut melaksanakan
wajib
sebelum
dengan
penuh
dan
pada
permulaan
kesungguhan
perihal
perjalanan pemeriksaan
kebenaran (due diligence) hal-hal sebagai berikut : 55
. Hasim Purba, Op-Cit, hlm. 105
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
a. Membuat kapal layak laut b. Mengawaki,
melengkapi dan
membekali kapal sebagaimana
seharusnya c. Membuat ruangan-ruangan, kamar refgrasi dan kamar pendingin dan bagian-bagian lain kapal di mana barang dimuat, dalam keadaan baik dan aman untuk menerima dan menjaga keutuhan barang tersebut. Selanjutnya memperhatikan
ketentuan
tersebut
meneruskan,
berbagai
pengecualian
yang
bahwa berlaku
dengan baginya,
pengangkut wajib memuat, menangani, menyusun, mengangkut, menjaga dan membongkar barang-barang tersebut sebagaimana mestinya dan berhati-hati. Pasal IV Hague Rules, memuat suatu daftar mengenai dalam hal-hal apa pengangkut tidak bertanggung jawab ganti rugi atas kehilangan atau kerusakan barang. Disamping menegaskan adanya tanggung jawab pengangkut dan pembebasan tanggung jawab pengangkut, maka The Hague Rules 1924 sekaligus membuat batas tanggung jawab ganti rugi perpotongan barang (package liability). Hague Rules menetapkan jumlah ganti rugi barang yang diangkut adalah f 100,- per package yang diatur dalam KUHD Indonesia, maka biasanya ganti rugi adalah Rp 600,- per package. Jumlah itu tentu sudah sangat tidak memadai saat ini. Walaupun perusahaan-perusahaan
pelayaran
nasional
dalam
konosemennya,
menaikkan jumlah tersebut menjadi Rp 2000,- Rp 3000,- per package. Rendahnya jumlah batas tanggung jawab dalam KUHD yang berasal Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
dari zaman Hindia Belanda dahulu, membuat banyak negara-negara asing khawatir apabila tuntutan ganti rugi sampai ke pengadilan Indonesia, pengadilan menerapkan hukum
yang sudah ketinggalan
zaman. Dalam praktek tuntutan ganti rugi diselesaikan melalui negosiasi oleh para pihak yang bersangkutan. 3. Tanggung Jawab Pengangkut Menurut The Hamburg Rules 56 Menurut The Hamburg Rules mengenai pertanggungjawaban pengangkut dirumuskan lebih terperinci. Hal ini dapat dilihat dalam article 4, yaitu mengenai “period of responsibility of the carrier”. Dengan melihat article 4 ayat 1 dari The Hamburg Rules tersebut, maka jelas bahwa pertanggungjawaban pengangkut itu adalah pada saat barang-barang ada di bawah pengawasannya, yaitu di pelabuhan pembongkaran. Atau dapat pula ditafsirkan bahwa pertanggungjawaban pengangkut itu adalah pada saat barang ada di bawah pengawasan pengangkut sampai pada saat barang-barang diserahkan kepada consignee. Menurut Pasal 4 ayat 2 The Hamburg Rules, maka barang dianggap berada di dalam penguasaan pengangkut adalah : a. Sejak barang diterima/ diserahkan kepadanya oleh: 1) Pengirim barang atau orang lain yang bertindak atas namanya, atau
56
. Hasim Purba, Op-Cit, hlm. 108
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
2) Suatu badan atau pihak ketiga kepada siapa, berdasarkan Undang-undang atau peraturan yang berlaku di pelabuhan muat, dimana barang tersebut diserahkan untuk dikapalkan. b. Sampai barang tersebut diserahkan : 1) Dengan jalan menyerahkan barang tersebut kepada penerima barang 2) Dalam hal-hal dimana penerima tidak menerima barang tersebut, dengan jalan menempatkan barang tersebut dalam kekuasaan penerima barang, sesuai dengan perjanjian atau peraturan perundang-undangan atau sesuai dengan kebiasaan perdagangan tertentu yang berlaku di pelabuhan bongkar, atau 3) Dengan jalan menyerahkan barang kepada suatu badan atau kepada pihak ketiga lainnya kepada siapa, menurut Undangundang dan peraturan yang berlaku di pelabuhan bongkar, dimana barang tersebut harus diserahkan. Dengan ketentuan sebagaimana di atas, jelaslah masa tanggung jawab pengangkut dalam The Hamburg Rules adalah lebih tegas/ nyata dan
memberi
tanggung
jawab
yang
besar
bagi
pengangkut.
Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan itu merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan suatu jasa, yaitu jasa pengangkutan.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Terdapat 2 (dua) faktor tanggung jawab, yaitu tanggung jawab secara relatif maupun secara mutlak. 57 1. Tanggung jawab secara relatif Yaitu kerugian yang tidak dapat dicegah atau dihindarkan secara layak akibat dari badai/ topan yang luar biasa hingga kapal terkena karang, kandas di laut, di luar kekuasaan pengangkut meskipun ia berusaha secara layak, air laut tetap masuk ke ruang palka kapal. Karena topan itu menjadi rusak atau hilang hingga alat mekanisme tidak dapat bekerja lagi. Selain dari itu, akibat tidak sempurnanya atau tidak memenuhi syarat baik pengemasannya, pemberian merek dan label sehingga orang yang dengan cepat, mencukupi kebutuhan waktu mendesak tidak dapat memperlakukan secara baik terhadap barang itu akibat kurang jelas, kurang tanda/ labeling permintaan barang itu sendiri. 2. Tanggung jawab secara mutlak Ialah akibat kelalaian pengangkutan yang mempunyai kewajiban mutlak terhadap tanggung jawab : a. Perbuatan mereka yang dikerjakan awak kapal dalam pengangkutan lalai tidak memenuhi kewajiban secara layak, baik disengaja ataupun tidak, melihara barang muatan sehingga tidak terdapat kerusakan, kehilangan dan kerugian lainnya. b. Pengangkut
tidak
dibenarkan
lalai
memelihara
alat-alat
pengangkutan termasuk segala keperluan selama dalam perjalanan, baik itu disengaja ataupun tidak disengaja bahwa ia patut mengetahui 57
. Soegijatna Tjakranegara, Op-Cit, hlm. 167
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
syarat layak laut yang disinggung-singgung tersebut di atas yang diperlukan kapal selama dalam perjalanan. Setelah memuat ke kapal atau membongkar ke gudang pelabuhan, maka lepas sudah tanggung jawab dari APBMI. 58 Apabila terjadi kerusakan atas peralatan bongkar muat dan bangunan kapal yang disebabkan kelalaian pihak pekerja, maka klaim yang dilengkapi berita acara kerusakan diajukan pihak kapal kepada TKBM melalui perusahaan bongkar muat. Kecuali telah diatur secara khusus dalam suatu perjanjian antara pihak-pihak terkait, Perusahaan Bongkar Muat bertanggung jawab terhadap : 1. Fasilitas pelabuhan yang digunakan 2. Bagian dari kapal dan peralatan bongkar muat kapal yang digunakan dalam kegiatan operasional bongkar muat Perusahaan Bongkar Muat juga bertanggung jawab terhadap kerugian jiwa atau cidera, dan kerugian dari akibat hilang atau kerusakan harta, benda milik pihak ketiga, karena kesalahan dan atau kelalaian dalam melaksanakan kegiatannya. 59
58
. Wawancara dengan Mantan Ketua DPW APBMI Sumatera Utara periode Tahun 1999-2002 (Pengurus Antar Masa), Bapak H. Yahya Beyn pada Tanggal 18 Februari 2009 59 . Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2002, Op-Cit, Pasal 13 Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah diuraikan dan dibahas dalam skripsi ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Usaha bongkar muat barang adalah kegiatan jasa yang bergerak dalam kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal, yang terdiri dari kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery. Mengenai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang terdapat di dalam beberapa produk hukum Indonesia, salah satunya adalah Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. Selain itu dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mengatakan bahwa untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diselenggarakan
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan, yang salah satunya adalah perusahaan bongkar muat barang. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat barang di laut ada beberapa pihak, yaitu Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) sebagai penyedia jasa, Gabungan Forwarder Dan Ekspedisi Indonesia (GAFEKSI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) dan Indonesian National Shipowners Association (INSA) sebagai pengguna jasa, dan pemilik barang itu sendiri. Sedangkan dokumen penting dalam pengangkutan barang di laut, antara lain yaitu : 1.
Manifest kapal
2.
Bill of Lading/ konosemen
3.
Certificate of insurance
4.
Commercial invoice
5.
Certificate of origine
6.
Weight and measurement list
7.
Packing list
8.
Certificate lainnya
2. Hubungan perusahaan bongkar muat dengan pelabuhan adalah, dimana perusahaan bongkar muat meminta kepada pelabuhan Indonesia mengenai jadwal kapal yang keluar masuk dan tambat dimana kapal tersebut. Sedangkan hubungan perusahaan bongkar muat dengan perusahaan transportasi, perusahaan bongkar muat menyerahkan barang Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
ke gudang. Dari gudang, pemilik barang mencari sendiri trasnportasinya, kecuali barang truck losing, dari tackle kapal langsung ke truck yang disediakan oleh pemilik barang, selanjutnya barang tersebut langsung dibawa keluar pelabuhan. 3. Peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya menyediakan jasa (buruh) untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan dari kapal ke gudang. Tanggung jawab dari APBMI berakhir setelah buruh TKBM memuat barang ke kapal atau membongkar barang ke gudang pelabuhan. Apabila terjadi kerusakan atas peralatan bongkar muat dan bangunan kapal yang disebabkan kelalaian pihak pekerja, maka klaim yang dilengkapi berita acara kerusakan diajukan pihak kapal kepada TKBM melalui perusahaan bongkar muat. Kecuali telah diatur secara khusus dalam suatu perjanjian antara pihakpihak terkait, perusahaan bongkar muat bertanggung jawab terhadap : 1.
Fasilitas pelabuhan yang digunakan
2.
Bagian dari kapal dan peralatan bongkar muat kapal yang
digunakan dalam kegiatan operasional bongkar muat Perusahaan Bongkar Muat juga bertanggung jawab terhadap kerugian jiwa atau cidera, dan kerugian dari akibat hilang atau kerusakan harta, benda milik pihak ketiga, karena kesalahan dan atau kelalaian dalam melaksanakan kegiatannya B. Saran
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
1. Agar disusun kembali peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan lebih tegas lagi yang mengatur mengenai Perusahaan Bongkar Muat atau mengenai kegiatan bongkar muat barang di kapal. Yang mana kiranya peraturan perundang-undangan yang akan disusun tersebut harus sudah sesuai dengan keadaan sekarang ini. 2. Agar dalam peraturan perundang-undangan yang akan disusun nantinya, dijelaskan mengenai hubungan (hak dan kewajiban) antara Perusahaan Bongkar Muat dengan pihak-pihak terkait lainnya dalam menunjang kelancaran kegiatan bongkar muat barang di laut termasuk tanggung jawab dari Perusahaan Bongkar Muat itu sendiri. 3. Agar dalam peraturan perundang-undangan yang akan disusun nantinya, dijelaskan lagi dengan lebih rinci mengenai hak dan kewajiban dari Perusahaan Bongkar Muat dan juga buruh TKBM. Sehingga dapat dihindari hal-hal yang nantinya akan merugikan salah satu pihak, baik itu Perusahaan Bongkar Muat sendiri maupun buruh TKBM nya.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku Amir M.S, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Suatu Penuntun Impor & Ekspor, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993.
Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001.
Gultom, Elfrida, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan Untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
_____________, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbt PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986.
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Purba, Hasim, Hukum Pengangkutan Di Laut, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005.
Purwosutjipto, HMN, Pengangkutan Laut Dalam Hubungannya Dengan Wawasan Nusantara, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1983
_____________, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3, Seri Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1991.
Siregar, Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2002.
______________, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Kelompok Studi Hukum Dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993. ______________, Multimoda Transport Dalam Kerangka Bisnis Dan Hukum, Kelompok Studi Hukum Dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1997.
Soedjono, Wiwoho, Hukum Dagang, Suatu Tinjauan Tentang Ruang Lingkup dan Masalah yang Berkembang Dalam Hukum Pengangkutan di Laut bagi Indonesia, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1982.
Tjakranegara, Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 1995.
Triyanto, Djoko, Bekerja Di Kapal, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2005.
B. Peraturan Perundang-undangan/ Peraturan Pemerintah/ Peraturan Lainnya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal Di Pelabuhan
Kesepakatan Bersama Antara DPW APBMI Sumatera Utara Dengan Primer Koperasi TKBM Upaya Karya Pelabuhan Belawan
Kesepakatan Bersama Antara DPW APBMI Dengan DPW GAFEKSI (INFA) Sumatera Utara, DPD INSA Sumatera Utara, BPD GINSI Sumatera Utara Dan DPD GPEI Sumatera Utara tentang Tarif Bongkar Muat Barang Di Pelabuhan Belawan Tahun 2008 C. Makalah/ Jurnal APBMI, Penyelenggaraan Bongkar Muat Sebagai Usaha Penunjang Angkutan Laut Dan Pelabuhan Ditinjau Dari Legalitas, DPP APBMI, Jakarta, desember 1998
Siregar, Hasnil Basri, Kepastian Bongkar Muat Barang Di Pelabuhan, Tanggal 17 Januari 2000 di Medan
_____________, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi (Sebuah Studi Terhadap Jaminan Kepastian Hukum Dalam Usaha Bongkar Muat Di Pelabuhan), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Dagang Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tanggal 13 Desember 2008 di Medan
Suryono, Cargo Handling, Makalah Pada Acara Pelatihan Cargo Dan Container Handling Tanggal 27-29 September 2004 di Medan
Suyono, Penanganan Barang Di Dermaga, Diklat Basic Training PBM Penanganan B/M Barang Di Dermaga Conventional
Meutia Handayani : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut, 2009. USU Repository © 2009