Perkembangan dan Prospek Rekayasa Struktur Kayu di Indonesia

korban jiwa. Jenis bangunan yang runtuh mulai dari rumah rakyat biasa tanpa perhitungan teknik (non-engineered building) ... 2. Sistem Struktur Kayu...

3 downloads 751 Views 6MB Size
Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Perkembangan dan Prospek Rekayasa Struktur Kayu di Indonesia Johannes Adhijoso Tjondro e-mail : [email protected], [email protected] Abstrak: Di Indonesia kebutuhan perumahan sangat besar, rumah dengan bahan kayu dapat menjadi menjadi salah satu solusinya. Luas hutan alam, hutan tanaman industri dan juga hutan tanaman rakyat di Indonesia jika dikelola dengan baik seharusnya dapat menjadi sumber daya untuk menyediakan kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan. Kayu yang digunakan menjadi elemen struktural dapat berupa kayu solid maupun kayu rekayasa (engineered wood). Kayu rekayasa seperti glulam, cross laminated timber dan lainnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan kekuatan dan dimensi kayu yang besar. Selain green dan sustainable, kayu mempunyai rasio kekuatan/massa yang lebih besar daripada material beton dan baja. Teknologi tepat guna dengan rumah kayu kurang diterapkan di Indonesia dalam upaya pengurangan risiko bencana gempa. Kurangnya perhatian dari yang berwenang di Indonesia terlihat dari baru terbitnya SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu setelah 52 tahun untuk menggantikan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961. Engineered wood atau kayu rekayasa telah sangat maju dan banyak digunakan di negara-negara seperti Kanada, Australia, New Zealand Amerika Serikat dan banyak negara di Eropa. Bangunan bertingkat sampai dengan 10 lantai yang banyak digunakan sebagai apartemen dengan menggunakan kayu rekayasa sudah menjadi hal yang umum di beberapa negara-negara tersebut. Sistem struktur juga mengalami pergeseran dari rangka dengan balok dan kolom menjadi panel sistem. Masalah ketahanan terhadap rayap, jamur ataupun ketahanannya terhadap kebakaran telah banyak diatasi dengan penelitian-penelitian yang ada. Serangkaian penelitian telah dilakukan dan dipresentasikan secara singkat dalam seminar ini, mulai dari sifat mekanik dan fisik material, elemen struktur kayu rekayasa, sambungan dan juga analisis dan simulasi dengan berbagai macam software. Penelitian sifat fisik dan mekanik dilakukan terhadap 25 jenis kayu hardwood atau kayu berdaun lebar di Indonesia. Dilakukan juga penelitian untuk kuat tumpu baut, glulam dan cross laminated timber untuk lantai, balok, kolom, dinding geser kayu dan juga sambungan. Bagaimana dengan prospek bangunan kayu di Indonesia sangat bergantung pada pengetahuan kita dan kebijakan dari pemerintah disamping akan berkurangnya sumberdaya alam seperti pasir, kerikil dan material pembuat semen maupun pasir besi dan larangan penambangan yang merusak lingkungan akan mendorong penggunaan material kayu sebagai material yang sustainable.

1.

Pendahuluan

Material kayu: Hutan di Indonesia yang sangat potensial terbagi menjadi hutan alam, hutan rakyat dan hutan tanaman industri. Sejak perhatian pemerintah dalam bentuk pengawasan terhadap maraknya penebangan liar pada hutan alam, sumber bahan kayu sebagai bahan bangunan maupun untuk industri lainnya mulai beralih pada hasil hutan tanaman industri dan hutan rakyat. Banyaknya kebutuhan kayu dalam dunia konstruksi menyebabkan dikembangkannya hutan tanaman industri dengan kayu cepat tumbuh seperti kayu akasia, sengon, albasia, jabon dll. Diharapkan dengan pengelolaan dan kebijakan pemerintah yang baik kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dapat terpenuhi pada masa mendatang. Di daerah dimana kesulitan bahan semen dan baja untuk membuat bangunan dari beton atau baja, bangunan kayu merupakan solusinya karena dapat menggunakan material lokal seperti kayu. Material kayu ramah lingkungan (green) dan bersumber dari alam yang tidak pernah habis (sustainable) kurang dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Kayu yang masih muda dalam pertumbuhannya menyerap dan menyimpan banyak CO2 dan menghasilkan O2. Kayu dalam prosesnya menjadi bahan bangunan paling rendah konsumsi enerjinya karena hanya menggunakan enerji dari matahari, Forest Product Laboratory, 2010, Kolb, 2008. Penggunaan bahan bangunan kayu di berbagai negara sebagai bahan yang ramah lingkungan dan hemat enerji menyebabkan kemajuan teknologi dalam bidang konstruksi kayu maju dengan sangat pesat. Kayu mempunyai sifat ortotropik yang sangat berbeda dengan material lainnya, mempunyai 3 buah sumbu, longitudinal, tangensial dan radial seperti Gambar 1. Dibandingkan dengan material isotropik seperti beton dan baja, material kayu yang merupakan material ortotropik mempunyai 3 buah modulus elastisitas, 3 buah modulus geser dan 6 buah angka poisson. Karena merupakan material alam dengan 3 sumbu tersebut kuat lentur, kuat tarik (sejajar Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

1

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

dan tegak-lurus serat), kuat tekan (sejajar dan tegak-lurus serat), kuat geser mempunyai perbedaan kekuatan. Kuat tarik sejajar serat adalah terkuat dan kuat tarik tegaklurus serat terlemah.

Gambar 1. Sumbu ortotropik kayu Pada tahun 1977, industri kayu berdaun jarum (softwood) di Amerika Utara dan USDA Forest Products Laboratory memulai program pengujian untuk mengevaluasi besaran‐besaran kekuatan kayu dimensi berukuran penuh in‐grade yang dipilah secara visual yang terbuat dari berbagai species yang secara komersial penting di Amerika Utara. Program pengujian tersebut, yang dilakukan pada periode 8 tahun, meliputi pengujian destruktif pada lebih dari 70000 potong kayu dari 33 species atau kelompok species. Standar pengujian menggunakan ASTM - D143. Hasil penelitian berupa korelasi berat jenis dengan kuat kayu diberikan dalam Wood Handbook, 2010 seperti tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Korelasi berat jenis dengan kuat kayu, Wood Handbook, 2010

Selain kayu gergajian solid juga muncul berbagai macam produk kayu laminasi atau komposit, mulai dari LVL, PSL, plywood OSB, particleboard dan fiberboard, seperti pada Gambar 2. Produk–produk ini dapat digunakan baik sebagai elemen struktural maupun non-struktural.

Gambar 2. Produk kayu laminasi dan komposit Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

2

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Kebutuhan akan perumahan: Kebutuhan akan perumahan di Indonesia bagi rakyat golongan menengah kebawah masih sangat besar. Pencanangan pembangunan seribu tower rusun/ apartemen belum dapat dipenuhi. Material yang digunakan mayoritas menggunakan beton dan baja, sangat kontras dengan residential building/housing di luar negeri yang hampir 80% menggunakan kayu sebagai material bangunan. Sedangkan bangunan apartemen bertingkat dari kayu sampai dengan 10 lantai juga sudah ada di Negara-negara di Eropa, seperti Inggris dan Swedia. Ketahanan bangunan terhadap gempa bumi: Wilayah kepulauan Indonesia termasuk dalam daerah gempa aktif atau biasa disebut Pacific Ring of Fire. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi gempa-gempa besar seperti, gempa Aceh (2004), gempa Yogyakarta (2006), gempa Bengkulu (2007), gempa Tasikmalaya (2009) dan gempa Padang (2009). Gempa-gempa besar tersebut menghancurkan sangat banyak gedung, fasilitas umum beserta isinya dan juga korban jiwa. Jenis bangunan yang runtuh mulai dari rumah rakyat biasa tanpa perhitungan teknik (non-engineered building) maupun bangunan bertingkat yang seharusnya didisain tahan gempa (engineered building), Wijanto et.al. 2010. Pelajaran dari kegagalan struktur akibat gempa-gempa yang sudah terjadi menimbulkan keprihatinan akan lemahnya pengetahuan baik teori, analisis maupun standar akan disain bangunan yang baik. Pengalaman pada bangunan dengan beton dan baja menunjukkan bahwa pada umumnya kegagalan tersebut diakibatkan oleh; soft story mechanism, short column effect, pounding, masa yang berlebihan, kurangnya tulangan longitudinal dan geser, tidak ada tulangan pada hubungan balok dan kolom serta detailing tulangan seperti syarat jarak sengkang, bengkokan dan overlap tulangan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diindikasikan bahwa standar–standar yang ada tidak/belum diketahui atau diikuti persyaratannya atau bahkan tidak memadai. Dari pengalaman yang ada di daerah yang mengalami gempa, bangunan dari kayu menunjukkan ketahanan yang baik terhadap gempa walaupun merupakan non-engineered building. Bangunan kayu secara umum lebih tahan terhadap gempa karena massanya yang ringan sehingga menghasilkan gaya inersia yang kecil akibat gempa dengan rasio kekuatan/massa yang besar. Peraturan konstruksi kayu. Pada bangunan kayu keruntuhan pada umumnya akibat sambungan atau hubungan yang tidak memenuhi standar dan sistem strukturnya tidak tahan gempa. Peraturan Kayu di Indonesia sangat ketinggalan jaman, sejak tahun 1961 Peraturan Kayu Indonesia (PKKI 1961) 52 tahun tidak mengalami perubahan. Beberapa draft peraturan kayu tahun 1980, dan 2002 pernah dibuat sampai dengan terbitnya SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Saat ini peraturan-peraturan di luar negeri menggunakan metode disain baik Load and Resistance Factor Design (LRFD) maupun Alowable Stress Design (ASD), Breyer 2008. PKKI 1961 menggunakan cara ASD lama. Pada SNI 7973:2013 yang mengadopsi NDS 2012, memuat baik LRFD/DFBK dan ASD/DTI dan keduanya dapat digunakan dalam desain. Penelitian dan kemajuan teknologi: Penelitian di negara-negara seperti Kanada, Australia, New Zealand Amerika Serikat dan banyak Negara di Eropa menghasilkan teknologi yang berkembang dengan pesat. Forest Product Laboratory di Amerika telah 100 tahun lebih melakukan penelitian kayu, Woodhandbook, 2010. Jenis kayu di luar negeri pada negara-negara tersebut di atas pada umumnya adalah softwood atu kayu berdaun jarum, sedangkan di daerah tropis atau Indonesia adalah hardwood atau kayu berdaun lebar. Peraturan Kayu Indonesia yang baru SNI 7973:2013 sebagian besar mengacu kepada peraturan luar negeri. Sifat-sifat kayu tropis yang umumnya hardwood dapat berbeda dengan softwood sehingga peraturan dari luar negeri tidak dapat diadopsi begitu saja. Penelitian mengenai sifat-sifat kayu tropis pada cara-cara atau teori yang ada dalam SNI 7973:2013 sebagian telah dilakukan. Penyesuaian telah dilakukan pada kuat acuan untuk kayu berdaun lebar pada SNI 7973:2013. Peralatan dan dana yang besar dukungan dari industri dan pemerintah di luar negeri menyebabkan perkembangan teknologi yang cepat dalam penelitian untuk menyiapkan teknologi tepat guna dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan juga pengurangan risiko bencana khususnya akibat gempa. Bangunan bertingkat rendah dengan elemen-elemen struktur kayu rekayasa prafabrikasi (contoh pada Gambar 3) telah menjadi solusi utama untuk bangunan perumahan.

Gambar 3. Contoh kayu rekayasa Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

3

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Akhir-akhir ini penggunaan kayu laminasi silang (Cross Laminated Timber/ CLT) sebagai dinding geser maupun lantai untuk bangunan tinggi banyak digunakan. CLT menggunakan perekat untuk merangkaikan lapisan-lapisan papan atau balok kayu menjadi suatu panel berukuran besar. Perekat di Indonesia masih termasuk mahal harganya, sehingga penggunaan paku untuk merekatkan atau melaminasi papan-papan menjadi satu kesatuan lebih murah dan mudah dilakukan. Dinding geser papan kayu silang laminasi-paku merupakan salah satu pengembangan dibandingkan CLT yang menggunakan perekat. 2. Sistem Struktur Kayu Sistim struktur bangunan pada umumnya menggunakan rangka sebagai sistim pendukung lantai. Rangka umumunya terdiri dari elemen-elemen balok dan kolom, baik dengan kayu solid maupun glulam, Gambar 4. Pada daerah gempa yang membutuhkan kekakuan dan kekuatan dalam arah horizontal, elemen dinding geser pada umumnya digunakan. Pada struktur bangunan kayu elemen-elemen tersebut juga umum digunakan. Perkembangan sistim struktur pada bangunan kayu karena kebutuhan akan bangunan bertingkat maupun kecepatan konstruksinya mulai bergeser dari sistim rangka kearah sistim panel. Sistim lantai, dan dinding pendukung lantai saat ini menggunakan panel CLT (cross laminated timber). Demikian pula dengan atap penutup bangunan juga menggunakan sistim panel yang sangat berbeda dengan atap rangka batang konvensional.

Gambar 4. Sistim struktur balok dan kolom dengan kayu glulam, Kolb 2008. Elemen dinding geser pada awal mulanya lebih banyak menggunakan rangka kayu dengan lapisan penutup dari gipsum atau plywood. Perkembangan terakhir adalah digunakannya papan kayu silang laminasi (Cross Laminated Timber / CLT). CLT ini dapat direkayasa sehingga mempunyai kekuatan dan kekakuan yang mencukupi untuk digunakan pada dinding geser bangunan bertingkat rendah, sedang maupun tinggi, seperti terlihat pada Gambar 5. Bangunan bertingkat dari kayu tersebut pada umumnya mempergunakan dinding geser sebagai penahan beban gravitasi selain penahan beban lateral angin atau gempa.

Gambar 5. Struktur bangunan kayu dengan konstruksi dinding geser untuk apartemen perumahan di United Kingdom dan Swedia, Sumber: Forintek 2008.

Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

4

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Seperti pada sistim pracetak dan pratekan, konsep tersebut juga telah diterapkan pada bangunan kayu, seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Balok kayu pratekan (A. Buchanan) Sistim struktur yang fleksibel untuk mengikuti bentuk arsitektur seperti Gambar 6 juga dapat dibuat dengan kayu rekayasa seperti balok atau kolom glulam lengkung. Demikian pulan dengan sistim sambungan mengalami perkembangan dari sambungan konvensional menjadi seperti pada beberapa contoh di Gambar 8.

Gambar 7. Bentuk fleksibel dari struktur dengan kayu rekayasa

Gambar 8. Contoh macam sambungan 3.

Road Map Penelitian dan prospek penggunaan kayu rekayasa di Indonesia

Road Map penelitian dari penulis pada bidang keteknikan kayu dimulai dengan penelitian material mengenai sifat mekanik dan fisik kayu-kayu di Indonesia, yang sebagian besar adalah hardwood (kayu berdaun lebar). Penelitian berlanjut pada elemen-elemen struktur, mulai dari balok, kolom dan pelat. Khususnya mengenai elemen struktur dinding geser kayu mulai kembali pada tahun 2011. Road map penelitian diperlukan agar tujuan dan arah serta kegunaan penelitian dapat terwujud. Akhir dari penelitian yang ada untuk jangka beberapa tahun ke depan adalah bangunan bertingkat rendah dari kayu yang menggunakan data-data penelitian material, elemen-elemen struktur balok, kolom, pelat lantai dan dinding geser untuk menghasilkan bangunan kayu bertingkat rendah dengan dinding geser yang tahan gempa. Secara garis besar contoh road map dapat dilihat pada Gambar 9. Contoh-contoh hasil penelitian dipresentasikan. Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

5

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Gambar 9. Road map berkelanjutan untuk penelitian material, elemen struktur dan bangunan dari kayu Dengan potensi wilayah hutan di Indonesia, pengembangan dan penggunaan kayu rekayasa untuk menjadi solusi perumahan di Indonesia sangat dimungkinkan. Kebijakan pemerintah, kerjasama antar universitas, litbang dan industri akan sangat mendukung hal tersebut. Produksi kayu rekayasa pada umumnya harus dengan fabrikasi dan masal, sehingga secara ekonomis akan menguntungkan. 4. SNI 7973 2013: Spesifikasi Disain untuk Konstruksi Kayu Perencanaan struktur kayu harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan kestabilan disamping efisien dari segi ekonomis. SNI 7973:2013 Spesifikasi disain untuk konstruksi kayu telah mengatur tatacara disain struktur kayu tersebut. LRFD dan ASD yang digunakan dalam NDS 2012 menjadi salah satu acuan untuk SNI 7973:2013. Pertimbangan dan penyesuaian dilakukan untuk jenis kayu, iklim dan kondisi lingkungan di Indonesia. Penelitianpenelitian juga masih perlu dilakukan untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di dalam peraturan tersebut. Kuat acuan kayu telah disesuaikan dengan jenis kayu dan kelembaban di Indonesia. Secara umum perhitungan mekanika tidak mengalami perubahan, tetapi banyak faktor-faktor koreksi yang berlaku baik untuk DTI maupun DFBK yang digunakan dalam disain, danakan dijelaskan di bawah ini. Faktor ketahanan, faktor waktu dan faktor konversi format digunakan hanya untuk DFBK. Nilai kuat acuan. Walaupun ada dual concept dalam SNI 7973:2013, hanya satu nilai acuan (DTI) yang dimuat dan dapat dipakai juga pada DFBK dengan faktor konversi format, studi lebih lanjut masih diperlukan untuk nilai acuan tersebut. Tabel 4.2.1 di bawah ini untuk nilai desain dan modulus elastisitas lentur acuan berdasarkan pada data-data penelitian di Indonesia dan Tjondro 2009. Penentuan nilai E dapat dilakukan secara mekanis dengan uji non destruktif. Tabel 4.2.1 Nilai Desain dan Modulus Elastisitas Lentur Acuan (DTI) Kode Mutu E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 E9 E8 E7 E6 E5

Fb 26.0 24.4 23.2 22.0 21.3 19.7 18.5 17.3 16.5 15.0 13.8 12.6 11.8 10.6 9.1 7.9 7.1 5.5 4.3 3.1 2.0

Nilai Desain Acuan (MPa) Ft// Fc// Fv 22.9 18.0 3.06 21.5 17.4 2.87 20.5 16.8 2.73 19.4 16.2 2.59 18.8 15.6 2.50 17.4 15.0 2.31 16.3 14.5 2.18 15.3 13.8 2.04 14.6 13.2 1.94 13.2 12.6 1.76 12.2 12.0 1.62 11.1 11.1 1.48 10.4 10.4 1.39 9.4 9.4 1.25 8.0 8.0 1.06 6.9 6.9 0.93 6.3 6.3 0.83 4.9 4.9 0.65 3.8 3.8 0.51 2.8 2.8 0.37 1.7 1.7 0.23

Fc 6.11 5.74 5.46 5.19 5.00 4.63 4.35 4.07 3.89 3.52 3.24 2.96 2.78 2.50 2.13 1.85 1.67 1.30 1.02 0.74 0.46

Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

Modulus Elastisitas Acuan (MPa) E Emin 25000 12500 24000 12000 23000 11500 22000 11000 21000 10500 20000 10000 19000 9500 18000 9000 17000 8500 16000 8000 15000 7500 14000 7000 13000 6500 12000 6000 11000 5500 10000 5000 9000 4500 8000 4000 7000 3500 6000 3000 5000 2500

6

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Faktor Durasi Beban, CD (hanya untuk DTI). Kayu mempunyai sifat mampu memikul beban maksimum jauh lebih besar untuk durasi pembebanan pendek dibandingkan dengan durasi pembebanan panjang. Nilai desain acuan berlaku untuk durasi beban normal. Durasi beban normal merepresentasikan beban yang secara penuh menimbulkan tegangan di suatu komponen struktur hingga mencapai nilai desain izin dengan pemberian beban desain untuk durasi kumulatif kira-kira sepuluh tahun. Apabila durasi kumulatif beban maksimum penuh tidak melebihi periode waktu yang ditentukan, maka semua nilai desain acuan kecuali modulus elastisitas, E, modulus elastisitas untuk stabilitas balok dan kolom, Emin, dan tekan tegak lurus serat, Fc┴, yang didasarkan atas limit deformasi harus dikalikan dengan faktor durasi beban yang sesuai, untuk memperhitungkan perubahan kekuatan kayu terhadap durasi beban. Faktor layan basah, CM. Pada saat dimensi kayu digunakan dengan kandungan kelembaban yang lebih dari 19% untuk perpanjangan periode waktu, maka nilai desain akan dikalikan dengan Faktor layan basah yang sesuai. Ketika glulam struktural yang digunakan memiliki kadar air 16% atau lebih, model desain harus dikalikan dengan faktor kadar air yang berbeda. Faktor temperatur, Ct. Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor temperatur, Ct, untuk komponen struktural yang akan mengalami pengeksposan tetap pada temperatur tinggi sampai 38-65,5oC. Faktor stabilitas balok, CL. Faktor stabilitas balok, CL, mengoreksi nilai desain lentur acuan untuk efek tekuk torsi lateral. Tekuk torsi lateral merupakan kondisi limit di mana deformasi balok meliputi deformasi di bidang, deformasi ke luar bidang, dan puntir. Beban yang menyebabkan ketidakstabilan disebut beban tekuk torsi lateral elastis dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pembebanan dan kondisi tumpuan, penampang komponen struktur, dan panjang tak tertumpu. Kondisi limit tekuk torsi lateral diatasi dengan menggunakan format panjang efektif di mana panjang tak tertumpu dikoreksi untuk memperhitungkan kondisi beban dan tumpuan yang mempengaruhi beban tekuk torsi lateral. Format lain adalah dengan menggunakan faktor momen ekuivalen untuk memperhitungkan kondisi-kondisi tersebut. AF&PA Technical Report 14 menguraikan dasar-dasar pendekatan panjang efektif yang saat ini digunakan dan merangkum pendekatan faktor momen ekuivalen serta memberikan perbandingan antara kedua pendekatan tersebut. Faktor bentuk, CF. Apabila tinggi komponen struktur lentur kayu gergajian yang tebalnya 127 mm atau lebih besar melebihi 305 mm dan dipilah secara visual, maka nilai desain lentur acuan, Fb, di dalam Tabel 4.2.1 harus dikalikan dengan faktor ukuran berikut: 1/ 9

CF   305 / d 

 1,0

Faktor penggunaan permukaan, Cfu. Nilai desain kelenturan disesuaikan dengan faktor ukuran yang berdasarkan posisi penggunaan edgewise (beban diberikan pada permukaan sempit). Ketika papan yang digunakan pada posisi flatwise (beban diberikan pada permukaan lebar) nilai disain kelenturan, Fb, harus dikalikan dengan faktor penggunaan permukaan. Faktor Torehan, Ci. Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor torehan, Ci berikut, apabila kayu dimensi dipotong sejajar serat pada tinggi maksimum 10,16 mm, panjang maksimum 9,53 mm, dan densitas torehan sampai 11840/m2. Faktor torehan harus ditentukan dengan pengujian atau dengan perhitungan menggunakan penampang tereduksi untuk pola torehan yang melebihi batas-batas tersebut. Faktor Pengulangan, Cr. Nilai desain kelenturan, Fb, untuk papan berdimensi tebal 2” hingga 4” harus dikalikan dengan faktor pengulangan penampang, Cr = 1,15, ketika penampang digunakan sebagai sambungan, kuda-kuda, kasau, tiang, papan, geladak, atau penampang serupa yang bersentuhan atau berjarak tidak lebih dari 24” dari pusat, tidak kurang dari 3 dalam jumlah dan terhubungkan oleh lantai, atap, atau elemen pendistribusian beban lain yang cukup untuk menahan beban rencana. Faktor stabilitas kolom CP. Pada umumnya, panjang efektif kolom adalah jarak antara titik-titik tumpuan yang mencegah peralihan lateral pada komponen struktur di bidang tekuk. Adalah praktik biasa di struktur kayu untuk mengasumsikan hampir semua kondisi ujung kolom sebagai sendi (translasi ditahan, dan bebas berotasi) meskipun dalam banyak hal ada tahanan rotasional parsial. Apabila kondisi ujung di bidang tekuk sangat berbeda dengan asumsi sendi, koefisien yang disarankan, Ke, untuk koreksi panjang kolom diberikan di Lampiran G. Sebagaimana terlihat di SNI 7973 2013 Lampiran G, koefisien yang disarankan lebih besar daripada nilai teoritis untuk semua kasus di mana tahanan rotasional di satu atau kedua ujung kolom yang diasumsikan. Asumsi konservatif seperti ini diambil mengingat bahwa penjepitan penuh pada umumnya tidak ada di dalam praktik. Faktor Kekakuan Tekuk, CT. Modulus elastisitas acuan untuk stabilitas balok dan kolom, Emin, harus dikalikan dengan faktor kekakuan tekuk, CT, yang ditetapkan. Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

7

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Faktor Luas Tumpu, Cb. Nilai desain tekan acuan tegak lurus serat, Fc┴, harus dikalikan dengan faktor luas tumpu, Cb, yang Ketentuan untuk memperbesar nilai desain tekan tegak lurus serat acuan untuk panjang tumpu didasarkan atas hasil-hasil prosedur tes di ASTM D143 yang meliputi pembebanan pada tumpu plat baja yang lebarnya 50,8 mm yang bertumpu pada spesimen dengan lebar 50,8 mm, tinggi 50,8 mm dan panjang 152,4 mm. Riset di USDA Forest Product Laboratory tentang tegangan limit proporsional yang terkait dengan beban mur dan baut menunjukkan bahwa semakin kecil luas tumpu atau pelat relatif terhadap panjang spesimen uji, semakin tinggi tegangan limit proporsionalnya. Riset yang dilakukan di Australia dan Cekoslovakia mengkonfirmasi sifat dan besar dari efek panjang tumpu. Efek panjang tumpu ditimbulkan oleh kekuatan tarik sejajar serat dan lentur di serat-serat di tepi pelat tumpu. Karena adanya efek tepi yang terlokalisasi, maka kontribusi tersebut berkurang dengan membesarnya panjang area tersebut pada saat dibebani tekan. Faktor Konversi Format, KF (untuk LRFD saja). Untuk LRFD, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor konversi, KF, yang ditetapkan di (Lampiran N.3.1) Faktor konversi format, KF, tidak berlaku untuk desain yang menggunakan metode ASD. Faktor konversi format mengkonversi nilai desain acuan (nilai desain tegangan izin yang didasarkan atas durasi beban normal) ke tahanan acuan LRFD sebagaimana didefinisikan di dalam ASTM D5457. Faktor konversi format yang ditetapkan, KF, di dalam SNI 7973 2013 Tabel N1 didasarkan atas faktor serupa yang terdapat di dalam ASTM D5457. Tahanan acuan LRFD adalah nilai desain level kekuatan untuk kondisi pembebanan jangka pendek. Dengan demikian, faktor konversi meliputi: 1) faktor koreksi untuk mengoreksi nilai desain izin ke nilai desain level kekuatan, 2) faktor koreksi untuk mengoreksi dari basis 10 tahun ke 10 menit (jangka pendek), dan 3) faktor koreksi untuk mengoreksi faktor tahanan yang ditetapkan, Ø. Faktor Ketahanan, Ø (untuk LRFD saja). Untuk LRFD, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor tahanan, Ø, yang ditetapkan di dalam Lampiran N.3.2. Faktor tahanan, Ø, tidak berlaku untuk desain yang menggunakan metode ASD. Faktor tahanan, Ø, yang ditetapkan di dalam SNI 7973 2013 Tabel N2 didasarkan atas faktor tahanan yang didefinisikan di dalam ASTM D5457. Faktor tahanan diberikan untuk berbagai sifat kayu dengan hanya satu faktor untuk setiap ragam tegangan (yaitu lentur, geser, tekan, tarik, dan stabilitas). Pada umumnya, besar faktor tahanan antara lain merefleksikan variablitas sifat produk kayu. Perbedaan aktual pada variabilitas produk diperhitungkan di dalam penurunan nilai desain acuan. Tabel N2 Faktor Ketahanan, ϕ (Hanya DFBK)

Aplikasi

Properti

Simbol

Komponen struktur

Fb Ft Fv, Frt, Fs Fc, Fc┴ Emin

ϕb ϕt ϕv ϕc ϕs

Sambungan

(semua)

ϕz

Nilai 0,85 0,80 0,75 0,90 0,85 0,65

Faktor waktu, λ (untuk LRFD saja). Faktor efek waktu, λ (padanan LRFD untuk faktor durasi beban, CD, yang ada di ASD) bervariasi terhadap kombinasi beban dan ditujukan untuk mendapatkan indeks reliabilitas target yang konsisten untuk skenario beban yang direpresentasikan dengan kombinasi beban yang berlaku. Dengan kekecualian kombinasi beban mati saja, setiap kombinasi beban dapat dipandang sebagai mennunjuk skenario beban yang meliputi nilai puncak dari satu atau lebih beban “utama” yang dikombinasi dengan beban tambahan lain. Faktor efek waktu spesifik untuk berbagai kombinasi beban ASCE 7-10 sangat bergantung pada besar, durasi, dan variasi beban utama di dalam masing-masing kombinasi. Sebagai contoh, faktor efek waktu sebesar 0,8 terkait dengan kombinasi beban 1,2D + 1,6(Latap atau S atau R) + (L atau 0,8W) untuk memperhitungkan durasi dan variasi beban utama di dalam kombinasi tersebut (beban hidup atap, salju, atau air hujan, atau es). Efek beban tambahan pada kombinasi beban tertentu atau bahkan perubahan pada faktor beban di dalam kombinasi yang diketahui dipandang kecil relatif terhadap efek beban utama terhadap respons durasi beban pada kayu. Dengan demikian, faktor efek waktu spesifik tidak perlu berubah untuk memperhitungkan perubahan kombinasi beban atau faktor beban terhadap waktu. Lihat Tabel N3. Peraturan Pembebanan Indonesia yang didasarkan pada ASCE 7-10 masih belum disosialisasikan.

Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

8

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Tabel N3 Faktor Efek Waktu, λ (Hanya DFBK) Kombinasi Beban2

λ 0,6 0,6 0,7 apabila L adalah gudang 0,8 apabila L adalah hunian 1,25 apabila L adalah impak 0,8 1,0 1,0 1,0 1,0

1,4(D+F) 1,2(D+F) + 1,6(H) + 0,5(Lr atau R) 1,2(D+F) + 1,6(L+H) + 0,5(Lr atau R) 1,2D + 1,6(Lr atau R) atau (L atau 0,8W) 1,2D + 1,6W + L + 0,5(Lr atau R) 1,2D + 1,0E + L 0,9D + 1,6W + 1,6H 0,9D + 1,0E + 1,6H

Sebagai contoh keberlakuan faktor-faktor koreksi untuk kayu gergajian adalah seperti Tabel 4.3.1 sebagai berikut:

CD CD CD CD -

CM CM CM CM CM CM CM

CL -

CF CF CF -

Cfu -

Ci Ci Ci Ci Ci Ci Ci

Cr -

CP -

Faktor Luas Tumpu

Faktor Kekakuan Tekuk

Faktor Stabilitas Kolom

Faktor Komponen struktur Berulang

Faktor Tusukan

Faktor Penggunaan rebah

Faktor Ukuran

Faktor Stabilitas Balok

Faktor Temperatur

Ct Ct Ct Ct Ct Ct Ct

CT

Cb -

Faktor Ketahanan

x x x x x x x

Hanya DFBK

Faktor Koversi Format

Fb’= Fb Ft’ = Ft Fv’ = Fv Fc = Fc Fc‘ = Fc E’ = E E min’=E min

Faktor Layan Basah

Faktor Durasi Beban

DTI dan DFBK

2,54 2,70 2,88 1,67 2,40 1,76

0,85 0,80 0,75 0,90 0,90 0,85

Faktor Efek Waktu

Hanya DTI

Tabel 4.3.1 Keberlakuan faktor-faktor koreksi untuk kayu gergajian

    -

Kombinasi pembebanan, ASCE 7-10. LRFD memperhitungkan keamanan pada dua hal (efek beban dan tahanan) dengan menggunakan faktor beban dan faktor tahanan. Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbeda yang memperhitungkan derajat uncertainty, sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan reliabilitas seragam. Analisis yang dapat dipilih untuk mendapatkan efek beban adalah analisis elastis orde kedua, atau analisis elastis orde pertama dan efek orde keduanya diperhitungkan dengan menggunakan faktor amplifikasi momen. Contoh kombinasi pembebanan pada ASD : 1. D 2. D + L 3. D + (La atau H) 4. D + 0,75L + 0.75(La atau H) 5. D + (0,6W atau 0,7E) 6. D + 0,75L + 0.75(0,6W) + 0.75(La atau H) 7. D + 0,75L + 0.75(0,7E) 8. 0,6D + 0,6W 9. 0,6D + 0,7E Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

9

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Dan kombinasi pembebanan pada LRFD : 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L + 0,5(La atau H) 3. 1,2D + 1,6(La atau H) + (L atau 0,5W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(La atau H) 5. 1,2D + 1,0E + L 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E dengan: D = beban mati L = beban hidup La = beban hidup di atap H = beban hujan W = beban angin E = beban gempa Sambungan. Disain sambungan meliputi pasak, cincin belah, timber rivet dsbnya. Sebagai contoh pada perhitungan kekuatan pasak/baut didasarkan pada teori batas leleh dengan beberapa ragam kegagalan yang mungkin terjadi. Ragam kegagalan sambungan dengan pasak/baut yang mungkin terjadi adalah seperti pada Gambar 10.

Gambar 10. Ragam kegagalan pada teori batas leleh untuk sambungan dengan pasak/ baut, Aghayere 2007.

Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

10

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Dari hasil uji eksperimental dihasilkan persamaan-persamaan untuk menghitung besarnya kekuatan pasak, merupakan hasil regresi yang dipakai untuk disain. Kuat tumpu pasak/ baut untuk hardwood berbeda dengan kuat tumpu pasak/ baut pada NDS yang berupa softwood. Pada SNI 7973:2013 kuat tumpu pasak atau baut telah disesuaikan dengan beberapa penelitian di Indonesia, Tjondro 2006. Tahanan sambungan yang ditentukan dengan persamaan-persamaan tersebut menganggap bahwa setiap alat pengencang pada sambungan memikul beban sama besar. Lihat Tabel 11.3.1A : Persamaan Batas Leleh. Pada sambungan majemuk faktor koreksi aksi kelompok Cg, digunakan untuk memperhitungkan ketidak seragaman gaya yang bekerja pada baut, sekrup kunci, cincin belah, pelat geser, dan alat pengencang sejenis. Perangkat Lunak. Sejalan dengan perkembangan cara-cara analisis, penelitian mengenai kegempaan dan teknologi komputer, tiga macam cara analisis seperti cara statik ekivalen, modal analisis dan analisis riwayat waktu dapat digunakan dalam disain bangunan dengan program komputer seperti: ETABS, SAP dari Computers and Structures Inc., dan RUAUMOKO. Perangkat lunak dengan metode elemen hingga seperti MIDAS, ADINA dan lainnya sudah memasukkan sifat ortotropik dari material, model elemen kontak, retak/ fraktur untuk analisis material maupun elemen struktur. Gambar 11 di bawah adalah contoh anilis baut dengan model kontak elemen. Secara umum perangkat lunak yang ada saat ini akan sangat menunjang penelitian secara numerik.

Gambar 11. Model elemen kontak dan kontur tegangan-regangan Kesimpulan 

   

SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu masih memerlukan dan penyempurnaanpenyempurnaan lebih lanjut yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, terutama kuat acuan yang berdasarkan pada penelitian sifat mekanik kayu-kayu Indonesia. Kondisi umum kelembaban udara di Indonesia sebesar 15% dapat menjadi acuan untuk dasar penentuan kuat kayu. Penelitian lebih lanjut kuat tumpu pasak/ baut untuk hardwood juga diperlukan. Grading dan legalitas dari produk kayu gergajian atau kayu rekayasa harus diterapkan. Dengan adanya grading, kuat acuan akan mudah ditentukan dan lebih pasti dalam perhitungan disain, disamping menjamin kualitas dan melindungi konsumen. Sosialisasi SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu perlu dilakukan, seperti halnya sosialisasi SNI untuk beton, baja dan gempa. Perhitungan dengan dasar DTI maupun DFBK dengan berbagai adjustment factor perlu disosialisasikan konsepnya, sehingga tidak menimbulkan kerancuan bagi para praktisi. Bagian-bagian disain pada SNI 7973:2013 mengenai glulam, floor I joist, shearwall dan fire resistance merupakan hal-hal yang baru yang juga harus dikenal oleh para praktisi di Indonesia untuk menghadapi AEC (Asean Economic Community) Penelitian baik secara fisik non-destruktif atau destruktif dan numeric harus melibatkan pemerintah, universitas, litbang dan industri.

Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

11

Seminar dan Lokakarya Rekayasa Struktur

Daftar Pustaka Aghayere, A. And Vigil, J. 2005. Structural Wood Design. John Wiley & Sons, Inc. American Forest and Paper Association (AF&PA). 2012. National Design Specification for Wood Construction and Supplement. ANSI/AF&PA NDS-2005, AF&PA, Washington DC. American Institute of Timber Construction. 2005. Timber Construction Manual. 5th ed. John Wiley & Sons, Inc. American Society of Civil Engineers. 2010. Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures. ASCE Standard, ASCE/SEI 7-10. American Society for Testing and Materials. (2010). ASTM D143-09: Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standards volume 04.10 Baltimore, U.S.A. Breyer, D.E. et al. 2007. Design of Wood Structures - ASD/LRFD, 6th ed. McGraw-Hill. Forest Products Laboratory. 2010. Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. USDA Forest Service, Madison, Wisconsin. Kolb, J. 2008. Systems in Timber Engineering. Birkhauser Verlag AG, Basel, Switzerland. Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. 1961. Peraturan Konstruksi kayu Indonesia, NI-5 PKKI 1961. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jendral Ciptakarya. Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. Standar Nasional Indonesia. SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Badan Standarisasi Nasional. Thelandersson, S., and Larsen, H.J. 2003. Timber Engineering, John Wiley & Sons Inc. Tjondro, J.A., Suryoatmono, B. and Imran, I. 2006. Dowel Bearing Strength of Indonesian-wood Species. The Proceedings of The Tenth East Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction, August 3-5, 2006 Bangkok, Thailand. Tjondro, J.A. dan Suryoatmono, B. 2009. ”Sifat Mekanik Linier dan Non-linier Kayu Indonesia”. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, 2009. Wijanto S., Andriono T., and Tjondro, J.A., 2010. A Strategic Way For Promoting Improved Seismic Resistant Techniques To Indonesian Builders. The 9th U.S. National and 10th Canadian Conference on Earthquake Engineering, Toronto, Canada, Juli, 25-29, 2010.

Program Magister Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra – 4 Juli 2014

12

Contoh Perhitungan dengan DFBK SNI 7973:2013 1. Desain Batang Tarik Diketahui suatu batang tarik menerima gaya: TD = 20 kN TLa = 20 kN TW = 10 kN Tentukan dimensi batang tarik tersebut yang memenuhi syarat, jika digunakan kayu Akasia mangium dengan E-11 dari pemilahan masinal. Jawab: Kombinasi pembebanan (6-2-1) Tu = 1.4 TD = 1.4 x 20 = 28 kN (6-2-2) Tu = 1.2 TD + 0.5 TLa = 1.2 (20) + 0.5(20) = 34 kN (6-2-3) Tu = 1.2 TD + 1.6 TLa + 0.8 TW= 1.2 (20) + 1.6(20) + 0.8(10)= 64 kN (6-2-4) Tu = 1.2 TD + 1.3 TW + 0.5 TLa= 1.2 (20) + 1.3(10) + 0.5(20)= 47 kN Kuat acuan: Kayu tersebut tergolong dalam E-11 , Ft = 8,0 MPa (dari Tabel SNI-2013), Faktor konversi format KF = 2,70, faktor ketahanan tarik Фt=0,80 Kuat acuan Ft harus dikoreksi dengan faktor-faktor CM, CF, CT dst. Asumsikan CM = 1 (Tabel Lampiran B) CF = (12/D)1/9 dimana D dalam inch..... kalau dalam mm CF = (305/D) 1/9 Asumsikan CF= 1 maka Ft’= CM CF KF Ft= 21,6 MPa Misalkan penampang berukuran B x D A = BD An = 0,8 BD (misalkan An = 0,8 A) T’ = Ft’ An = 21,6 (0.8BD) λ =0.8 untuk(6-2-3) Tu < λ Фt T’ (seharusnya cek semua kombinasi pembebanan dg λ berbeda) 64000 < 0,8· 0,8 ·21,6 (0,8BD) BD > 5787 mm2 Dimensi penampang: Jika B=D maka B2 > 5787, B > 76,1 mm............. Ambil ukuran 80 x 80 mm2 Atau alternative lain Jika B= 60 maka D > 5787/60 > 96,5 mm...... Ambil ukuran 60 x 100 mm2 Catatan: CF = (12/(100/25.4))1/9= 1.13 .............. di cek kembali dimensi penampangnya jika CF < 1 1

2. Disain Batang Tekan (hanya gaya normal tekan sentris) Diketahui suatu batang tekan berukuran 150 x 150 mm2, panjang batang 3000 mm, tergolong E17 dari pemilahan secara masinal. Perletakan adalah sendi-sendi. Hitung besarnya gaya tekan terfaktor Pu yang dapat diterima batang tekan tersebut. Jawab: E17............Fc= 13,2 MPa Emin = 8500 MPa Cek rasio kelangsingan: ke L = ℓe = 1 (3000) = 3000 mm ℓe / d =3000/ 150 = 20 < 50 ok! FCE= [0,822 Emin]/[ ℓe / d ]2 FCE = 0,822 ∙ 8500 / 202 = 17,4675 MPa Fc*=Fc dikalikan semua faktor kecuali CP (faktor kestabilan kolom) Jika CM =1 CF=1 KF = 2,4 (faktor lain diasumsikan = 1) Maka Fc* = Fc.KF.CM.CF =13,2. 2,4.1.1= 31,68 MPa P0’= A Fc*= (150)(150)(31,68)=712800 N αc = FCE/FC*= 17,465/31,68 = 0,55 c = 0.8 untuk batang masif Faktor kestabilan kolom, CP = [(1+ αc)/2c]-[ [(1+ αc)/2c]2 - αc/c]0.5 = 0,96875-[0,968752-0.6875]0.5= 0.467 P’=Cp Po’=0.467(712800) = 332878 N Pu = λ Фc P’ = 0.8 (0.9) 332878= 239672 N

2

3. Disain penampang terhadap momen lentur, gaya geser dan lendutan Diketahui suatu balok di atas dua perletakan sendi dan rol dengan ukuran B=80mm, D=120mm, panjang bentang L=2000 mm, kayu tergolong E19. Beban mati merata yang bekerja qD = 2 kN/m. Asumsikan CL = 1, CM =1 dan CF =1. Lendutan yang diijinkan 1/300 panjang bentang. Hitung: 1. Besarnya beban hidup merata qL yang dapat diterima. 2. Jika ada takikan pada perletakan, hitung berapa minimum harga dn (tinggi balok di perletakan) yang diperbolehkan. qLL= ? kN/m D=120 mm qDL=2 kN/m A

C L = 2000 mm

B=80 mm

B

Jawab: δijin = L/300 = 2000/300 =6,67 mm E = 19000 MPa Kuat lentur acuan Fb = 18,5 MPa, KF = 2,54 kuat geser acuan Fv = 2,18 MPa, KF = 2,88 Kombinasi beban U = 1,2 DL + 1,6 LL (diasumsikan paling kritis), faktor waktu λ = 0,8 1) Syarat terhadap kuat lentur, cek terhadap momen maksimum Momen maksimum ada di tengah bentang, di C MDL = qDL L2/8 = 2. 22/8 = 1 kNm Sx = BD2/6 = 80. 1202 / 6 =192.000 mm3 , faktor tahanan lentur Ǿb = 0,85 Fb = M/Sx, M = Fb. Sx M’= λ. Ǿb. CL. CM. CF. Sx. KF . Fb = 0,8. 0,85. 1. 1. 1. 192000. 2.54 (18,5) = 6,14 kNm Mu < M’ 1,2 MDL + 1,6 MLL < 6,14 kNm….momen lentur 1,2 (1) + 1,6 MLL < 6,14 kNm MLL < 3,09 kNm qLL L2/8 < 3,09 kN/m qLL 22/8 < 3,09 kN/m qLL < 6,18 kN/m…………………………………..( a ) 3

2) Syarat terhadap kuat geser, cek terhadap gaya geser maksimum faktor tahanan geser Ǿv = 0,75 =

=

,



Fv’ = CL. CM. CF. KF . Fv = 6,3 MPa = .Ǿ



= 0,8. 0,75. . 5,8. 80. 120 = 24,1 kN

VDL = qDL L / 2 = 2. 2 /2 = 2 kN Vu < V’ 1,2 VDL + 1,6 VLL < 24,1 kN 1,2 (2) + 1,6 VLL < 24,1 kN, …………. VLL < 13,57 kN .

.

< 13,57 kN,

< 13,57 kN

qLL < 13,57 kN/m…………………………………( b ) 3) Syarat terhadap lendutan maksimum, tanpa load faktor, (lendutan maksimum di = 11.520.000 mm4

tengah bentang) = (

∆=

)

6,67 ≥

(

=

(

.

) )(

.

.

)

……. syarat δijin > Δ

(2 + )2 5 384 (19.000)(11.520.000)

qLL < 5,0 kN/m………………………………………..( c ) KESIMPULAN: Beban hidup yang dapat dipikul adalah yang terkecil dari (a), (b) dan (c)……………………. yaitu qLL < 5,0 kN/m 4) Takikan yang diperbolehkan pada tumpuan. M = 0, Cek terhadap kuat geser = = =

( ,



)

,

=

, , . ,

=

( , ( )

, ( ))

=10,4 kN

= 17,33

dn=90.6 mm D=120mm



17.330 = (6.3)(80)

………..dn = 90.6 mm 4

Soal 4. Sambungan batang tarik dengan baut Diketahui suatu sambungan batang tarik dengan penampang utama berukuran 80 x 120 mm2 menerima gaya tarik seperti pada Gambar 1 dan 2. Kayu utama yang digunakan mempunyai berat jenis Gm = Gs = 0,68, sudut antara gaya dan kemiringan serat kayu = 5°. Perkiraan harga Modulus elastisitas kayu didasarkan pada SNI. Alat penghubung menggunakan baut, diameter baut 19 mm, mutu baut BJ-55 (F yb = 410 MPa, Fub = 550 MPa) dengan modulus elastisitas = 200.000 MPa. Jumlah baut 6 buah dengan jarak antar baut dalam arah gaya s = 5d, jarak ujung e = 7d. Jumlah baris = 1. Asumsikan: Faktor layan basah CM = 0,9, faktor waktu λ = 0.8, faktor tahanan sambungan ØZ = 0.65 dan faktor koreksi geometri C = 1. Hitung untuk sambungan batang tarik tersebut (untuk kondisi a dan b): 1. tahanan lateral acuan untuk satu baut 2. faktor aksi kelompok 3. tahanan lateral terkoreksi dan 4. kuat rencana/beban terfaktor jika, a. Pelat penyambung pada kedua sisi terbuat dari kayu dengan berat jenis yang sama dengan kayu utama, ukuran kayu penyambung 40 x 100 mm2, Gambar 1. Skets bentuk ragam keruntuhan yang terjadi (Im, Is, IIIs, atau IV). Baut d=19 80x120 40x100

80x160

Gambar 1. Sambungan kayu dengan pelat penyambung pada ke dua sisi dari kayu

b. Pelat penyambung pada kedua sisi terbuat dari baja dengan ukuran 8 x 80 mm2, Gambar 2. Mutu pelat baja BJ-41 (Fyb = 270 MPa, Fub = 410 MPa). Skets bentuk ragam keruntuhan yang terjadi (Im, IIIs, atau IV). Baut d=19 80x120 8x80

80x160

Gambar 2. Sambungan kayu dengan pelat penyambung pada ke dua sisi dari baja

5

SAMBUNGAN BATANG TARIK DENGAN PELAT SISI KAYU - DOUBLE SHEAR Gm  0.68

Gs  0.68

Fyb  410MPa Fem  11200 Fes  11200

Gm MPa

 52.889MPa 

144

Gs MPa

 52.889MPa 

144

D  19mm tm  80mm Lm  tm  80 mm ts  40mm Ls  ts  40 mm θ  5 Kθ  1  0.25 

  1.014   90  θ

Rd lihat Tabel11.3.1B Im Z1m 

D Lm Fem 4  Kθ

 19.822 kN

( 11.3  7 )

Is Z1s 

2D Ls Fes 4Kθ

IIIs Re 

Fem Fes

( 11.3  8 )

1

k3  1 

Z3s 

 19.822 kN

2 ( 1  Re) Re

2k3 D Ls Fem ( 2  Re)  3.2Kθ

2



2  Fyb ( 2  Re)  D 3  Fem ts

 14.357 kN

2

 1.738

( 11.3  9 )

IV 2

Z4 

2D

3.2Kθ



2  Fem Fyb 3  ( 1  Re)

 18.92  kN

( 11.3  10)

KEKUATAN 1 BUAH BAUT Z  min( Z1m Z1s Z3s Z4 ) CΔ  1

Z  14.357 kN

Cek syarat jarak-jarak spasi baut

CM  0.9 ϕZ  0.65 KF 

2.16

 3.323

ϕZ

Tahanan terkoreksi sambungan per buah baut Z1  CΔ CM Z  12.921 kN ni  6

nr  1

1 baris 6 baut per baris

nf  ni nr  6 Faktor Aksi Kelompok hm  120mm hs  100mm

bm  tm bs  ts

Am  bm hm  9.6  10

3

3

As  2bs  hs  8  10 0.7

Em  16000  Gm

0.7

Es  16000  Gs

1.5

γ  0.246  D

s  5  D  95 mm 2

m

2

m

4

MPa  1.221  10  MPa 4

MPa  1.221  10  MPa kN 1.5

 20.373

mm mm

kN mm

1  s 1 u  1  γ      1.018 Es As  2  Em Am m  u  REA 

ai 

2

u  1  0.827

min( Em Am Es As) max( Em Am Es As)

1  REA 1m



 0.833

 2 ni  5.553  1  REA mni  ( 1  m)  1  m2 ni m 1  m

nr

 Cg 

i 1

nf

ai  0.925

Tahanan terkoreksi sambungan ZI  nf  CΔ CM Cg Z  71.75  kN λ  0.8

ϕZ  0.65

Zu  λ ϕZ KF  ZI  123.984  kN

SAMBUNGAN BATANG TARIK DENGAN PELAT SISI BAJA - DOUBLE SHEAR Gm  0.68 Fyb  410MPa

Fub  550MPa

Fyp  270MPa

Fup  410MPa

Fem  11200

Gm MPa 144

 52.889MPa 

Fes  Fup  410 MPa

pakai terkecil dr Fub atau Fup

D  19mm tm  80mm Lm  tm  80 mm ts  8mm Ls  ts  8 mm θ  5 Kθ  1  0.25 

  1.014   90 

Im Z1m 

θ

D Lm Fem 4Kθ

 19.822 kN

( 11.3  7 )

IIIs Re 

Fem Fes

 0.129

k3  1 

Z3s 

2 ( 1  Re) Re

2  k3 D Ls Fem ( 2  Re)  3.2Kθ

2



2  Fyb ( 2  Re)  D 3  Fem ts

2

 7.92

 18.435 kN

( 11.3  9 )

IV 2

Z4 

2D

3.2Kθ



2  Fem Fyb 3  ( 1  Re)

 25.181 kN

KEKUATAN 1 BUAH BAUT Z  min( Z1m Z3s Z4 ) CΔ  1

Z  18.435 kN

( 11.3  10)

CM  0.9 ϕZ  0.65 KF 

2.16

 3.323

ϕZ

Tahanan terkoreksi sambungan per buah baut Z1  CΔ CM Z  16.592 kN ni  6

nr  1

nf  ni nr  6

1 baris 6 baut per baris Cek syarat jarak-jarak spasi baut

Faktor Aksi Kelompok hm  120mm hs  80mm

bm  tm bs  ts

Am  bm hm  9.6  10

3 3

As  2bs  hs  1.28  10 0.7

Em  16000  Gm

s  5  D  95 mm 2

m

2

m

4

MPa  1.221  10  MPa

Es  200000MPa 1.5

γ  0.369  D

kN 1.5

 30.56 

mm mm

kN mm

1  s 1 u  1  γ      1.018 Es As  2  Em Am m  u  REA 

ai 

2

u  1  0.827

min( Em Am Es As) max( Em Am Es As)

1  REA 1m



 0.458

 2 ni  5.228  1  REA mni  ( 1  m)  1  m2 ni m 1  m

nr

 Cg 

i 1

nf

ai  0.871

Tahanan terkoreksi sambungan

ZI  nf  CΔ CM Cg Z  86.745 kN λ  0.8

ϕZ  0.65

Zu  λ ϕZ KF  ZI  149.895  kN