Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
PERLINDUNGAN HAK ANAK KORBAN PHEDOFILIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI TENTANG PENANGANAN KASUS KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI POLRESTABES SEMARANG Tri Novita Sari Manihuruk1, Nur Rochaeti2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
[email protected]
ABSTRAK Phedofilia merupakan bentuk tindak pelanggaran terhadap hak anak yang tergolong keji dan jahat. Anak sebagai korban Phedofilia sangat dirugikan, sebab hak-hak korban kurang mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu korban membutuhkan perhatian dan perlindungan hukum secara maksimal. Untuk mewujudkan perlindungan hak anak sebagai korban Phedofilia diperlukan suatu upaya yang rasional, yaitu dengan kebijakan perlindungan hukum khususnya di Polrestabes semarang. Perlindungan terhadap hakhak anak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap anak korban yaitu mendapatkan rehabilitasi medis, Psikososial, restitusi, konseling dan segala bentuk perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pelaksanaan Pemenuhan Hak-Hak Anak Sebagai Korban Phedofilia dalam Tahap Penyidikan Pada Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polrestabes Semarang dilaksanakan berdasarkan SOP dan Undang-Undang, yaitu berupa: sharing, orangtua korban didampingi dalam pembuatan laporan, korban didampingi oleh orangtua ketika melakukan pemeriksaan, mendapatkan bantuan pelayanan medis, mendapatkan bantuan konseling dan psikiater, korban dijauhkan dari tersangka, identitas korban dirahasiakan/ tidak dipublikasikan. Perlindungan hak anak korban Phedofilia pada masa yang akan datang dikaji dari studi komparasi negara Malaysia dan Singapura serta studi Pembaharuan KUHP 2015 dan Undang-Undang (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual Tahun 2016). Kata Kunci : Korban Phedofilia; Perlindungan Hak Anak; Sistem Peradilan Pidana Anak
1 2
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP Penulis Kedua, Penulis Koresponden
121
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
A. Pendahahuluan
seksual atau Phedofilia. Phedofilia merupakan
1. Latar Belakang Masalah
suatu penyimpangan seksual yang menjadikan
Anak merupakan makhluk Tuhan Yang Maha
anak-anak sebagai objeknya. Praktiknya bisa
Esa dan makhluk sosial, sejak dalam kandungan
hanya pelecehan, bisa pemerkosaan, bisa juga
sampai dilahirkannya mempunyai hak atas hidup
dalam bentuk sodomi. Anak-anak dijadikan alat
dan merdeka serta mendapat perlindungan yang
pemuas nafsu bagi mereka yang mengidap
baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa
kelainan seks ini.
dan negara.3
Komisi
Perlindungan
Anak
Indonesia
Setiap anak berhak untuk mendapatkan
mencatat setiap tahunnya lebih dari 400 anak
perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan
Indonesia menjadi Korban kekerasan seksual yang
fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk,
dilakukan orang dewasa.6 Oleh sebab itu, tidak
dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan
heran FBI (Federal Bureau of Investigation)
orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun
menyebut kasus Phedofilia di Indonesia tertinggi di
yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak
Asia.
tersebut.4 Namun kenyataannya tidaklah demikian,
Berdasarkan
hasil
wawancara
penulis
anak sebagai korban perlakukan kekerasan sering
dengan Ibu Kumarsini, SH Selaku Kanit PPA
terabaikan oleh lembaga-lembaga kompeten dalam
(Pelayanan Perempuan dan Anak) Polrestabes
sistem
seharusnya
Semarang, menyatakan bahwa Tindak Pidana
memberikan perhatian dan perlindungan yang
Phedofilia setiap tahunnya meningkat.7 Rata-rata
cukup berdasarkan hukum. Hal tersebut tidak
yang menjadi korban tindak pidana Phedofilia
seharusnya terjadi, sebab sebagaimanapun korban
adalah anak laki-laki dan perempuan.
peradilan
pidana,
yang
tetap mempunyai hak untuk diperlakukan adil, dan dilindungi hak-haknya.5
Penegakan dan perlindungan hukum bagi korban Phedofil dapat diwujudkan melalui Sistem
Anak sangatlah rentan dari perlakuan
Peradilan Pidana Anak. Melalui Sistem Peradilan
kekerasan, salah satunya adalah kekerasan
Pidana Anak diharpakan dapat memberikan
Nilma Suryani dan Nani Mulyati, “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pedofilia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak’’, Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Vol. X, No. 2 Juli s/d Desember 2012, hlm. 16. 4 Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 5 Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni, Bandung, 2009, hlm. 1. 3
jaminan perlindungan hukum terhadap hak-hak anak sebagai korban. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa praktek peradilan di indonesia belum Riau Pos, Rabu, 7 Mei 2014, hlm. 1. Wawancara dengan Ibu Kumarsini, SH, Kanit PPA Polrestabes Semarang, Hari Senin 10 Oktober 2016, Bertempat di Polrestabes Semarang.
122
6
7
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
sepenuhnya memberikan jaminan perlindungan
Politik Kriminal/ Kebijakan Kriminal merupakan
hukum terhadap korban, khususnya di Polrestabes
suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam
Semarang.
menanggulangi kejahatan.8 Kebijakan atau upaya
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut,
penanggulangan
kejahatan
pada
hakikanya
permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan
tesis ini adalah sebagai berikut:
masyarakat (social defence) dan upaya mencapai
1. Bagaimanakah Perlindungan Hak-Hak Anak
kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh
dalam Sistem Peradilan Pidana Anak?
karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau
2. Bagaimanakah pelaksanaan pemenuhan hak Anak
Korban
Phedofilia
dalam
Tahap
Penyidikan di Polrestabes Semarang?
tujuan
utama
“perlindungan
dari
politik
masyarakat
kriminal untuk
ialah
mencapai
kesejahteraan masyarakat”.9 Dengan demikian,
3. Bagaimanakah Perlindungan Hak Anak Korban
dapatlah dikatakan bahwa politik kriminal pada
Phedofilia dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
hakikatnya juga merupakan bagian integral dari
dimasa yang akan datang?
politik sosial yaitu kebijakan atau upaya untuk
2. Kerangka Teori
mencapai kesejahteraan sosial.
Teori hukum yang penulis gunakan dalam
3. Metode Penelitian
penelitian ini adalah teori tentang perlindungan
Jenis
penelitian
yang
digunakan
dalam
hukum dan Kebijakan Kriminal. Perlindungan
penulisan ini adalah penelitian yuridis empiris
hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan
karena lebih sesuai dengan fokus bahasan dalam
pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman
pembuatan tesis ini. Penelitian yuridis dilakukan
kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum
dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang
korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan
merupakan data sekunder dan juga disebut
masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai
penelitian
bentuk,
restitusi,
dilakukan dengan cara meneliti dilapangan yang
kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan
merupakan data primer.10 Pendekatan penelitian
hukum. Perlindungan korban merupakan bagian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
integral dari kebijakan kriminal. Keterpaduan antara
pendekatan yuridis empiris, yaitu meneliti bahan-
kebijakan kriminal dan kebijakan sosial mencakup
bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan
seperti
melalui
pemberian
kebijakan kesejahteraan masyarakat dan kebijakan perlindungan masyarakat berkonsekuensi pada perlunya perhatian terhadap korban.
kepustakaan.
Penelitian
empiris
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1981, hlm. 38. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenadamedia Group, Jakarta: 2014, hlm. 4. 10 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit, hlm. 9.
123
8
9
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
meneliti
secara
langsung
dilapangan
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
yang
merupakan data primer. Penelitian ini bersifat desktiptif analitis. Deskriptif yaitu menganalisa dan
sistem peradilan pidana anak dan UndangUndang terkait lainnya. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat
Tentang
Sistem
Peradilan
Pidana
Anak
lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.
mengatur mengenai hak-hak anak. Namun
Narasumber dari penelitian ini adalah PPA
menurut Penulis, UU tersebut lebih banyak
(Penyidik Perempuan dan Anak) Polrestabes
mengatur mengenai hak-hak anak sebagai
Semarang. Data yang digunakan dalam penelitian
pelaku tindak pidana, yang terdapat dalam
ini adalah data primer dan data sekunder. Data
Pasal 3 sampai Pasal 88. Hak-hak anak sebagai
primer merupakan data yang diperoleh daari
korban secara eksplisit hanya diatur dalam 2
sumber utama yaitu di polrestabes Semarang. Data
pasal saja. Yaitu Pasal 90 dan Pasal 91 (hak
sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
yang diberikan berupa upaya rehabilitasi sosial
dan tersier.
dan medis, jaminan keselamatan baik fisik, mental maupun sosial, kemudahan untuk
B. Pembahasan
mendapatkan informasi.
1. Perlindungan Hak-Hak Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Berdasarkan uraian tersebut, menurut Penulis sudah saatnya Undang-Undang SPPA
Pemberian perlindungan kepada anak
untuk direvisi. Sebab sebagimanapun korban
sebagai korban didasarkan pada Undang-
memiliki hak yang sama didepan hukum,
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
terlebih anak sebagai korban. Kedudukan
Peradilan Pidana Anak (SPPA), selain Undang-
korban haruslah seimbang dengan pelaku
Undang SPPA, perlindungan hak anak korban
ataupun saksi. Menurut penulis, hukum pidana
juga didasarkan pada Undang-Undang Nomor
terlalu kuno jika terlalu berorientasi kepada
35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Pelaku. Sebab hukum pidana harus mengikuti
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perkembangan dan dinamika hukum modern
Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor
sekarang.
31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
korban tidak termarginalkan lagi.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Berikut ini akan diuraikan hak-hak anak dalam Undang-Undang
124
Sehingga
kedepannya
hak-hak
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
2. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Anak Sebagai
Yaitu: setelah terang adanya unsur tindak
Korban Phedofilia dalam Tahap Penyidikan
pidana yang diceritakan oleh korban atau
di Polrestabes Semarang
keluarga korban maka pihak Kepolisian Unit
Berdasarkan hasil wawancara penulis
PPA akan mendampingi dalam pembuatan
dengan Ibu AKP KUMARSINI, SH Selaku Kanit
laporan
PPA
disampaikan kepada unit PPA (Pelayanan
(Pelayanan
Perempuan
dan
Anak)
kepolisian.
Polrestabes Semarang, IPTU MURNIATI, dan
Perempuan
Penyidik Bapak Bugo, pelaksanaan pemenuhan
Semarang.
hak anak sebagai korban Phedofilia Pada Tahap
dan
Laporan Anak)
tersebut
Polrestabes
3. Pemeriksaan Korban yang didampingi oleh
Penyidikan dilakukan berdasarkan Standar
Orangtua
Operasional Penanganan Kasus Anak Pada
Setelah korban/ Keluarga Korban selesai
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
didampingi dalam pembuatan laporan oleh
di Polrestabes Semarang. Berbeda dengan
Unit PPA, selanjutnya korban akan diperiksa.
korban tindak pidana lainnya, jika korban
Proses Pemeriksaan korban tidaklah mudah,
Phedofilia memiliki kekhususan SOP dalam
apalagi korbannya adalah anak-anak yang
Penegakan
beberapa
masih berusia dibawah 10 tahun. Biasanya
kekhususan SOP yang dilakukan Unit PPA
sebelum korban diperiksa untuk dimintai
dibandingkan
keterangan, pihak Unit PPA Polrestabes
hukumnya. dengan
Ada
penanganan
korban
lainnya, hal tersebut terdiri dari:11
Semarang akan mengambil keterangan awal
1. Sharing
dari orang tua korban. Hal ini sangat
Yaitu: ketika korban datang ke Unit PPA
tergantung pada kondisi korban, jika tidak
Polrestabes Semarang, tindakan pertama
memungkinkan tidak diambil dulu.
yang dilakukan adalah sharing dengan korban
atau
keluarga
korban
tentang
4. Mendapatkan Bantuan Pelayanan Medis Setelah
korban
selesai
melakukan
peristiwa yang mereka hadapi jika menurut
pemeriksaan, hak selanjutnya yang diberikan
penilaian Anggota Unit PPA ada unsur tindak
kepada korban adalah mendapatkan bantuan
pidana dari kejadian yang diceritakan.
pelayanan medis, berupa langsung divisum
2. Didampingi dalam pembuatan laporan
ke Rumah Sakit yang sudah terjalin kerjasama dengan Polrestabes Semarang.
Wawancara dengan Ibu KUMARSINI, SH, Selaku Kanit PPA Polrestabes Semarang, Hari senin 10 Oktober 2016, Bertempat di Polrestabes Semarang 11
125
Rumah Sakit tersebut adalah RSUD Kariadi, RSUD Tugu, RSUD Ketileng, RSUD Dr
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Cipto, dan RSUD Telogorejo, Panti Wilasa.
Sebagai korban Phedofilia, identitas anak
Kemudian
berhak
anggota
Unit
PPA
segera
untuk
dirahasiakan.
Hal
ini
membawa ke Rumah Sakit untuk dimintakan
merupakan kehendak dari keluarga Korban/
visum.
Orang tua untuk tidak dipublikasikan. 3. Perlindungan Hak Anak Korban Phedofilia
5. Melakukan Konseling dan Psikiater Terhadap
anak
korban
dalam
Phedofilia,
Sistem
Peradilan
Pidana
Anak
dikhususkan untuk diberikan konseling oleh
(Ditingkat Penyidikan) Pada Masa Yang Akan
psikiater. Berdasarkan wawancara penulis
Datang
dengan Salah satu Penyidik PPA di Polrestabes Semarang mengatakan bahwa
1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak
semua korban Phedofilia diberikan haknya
Korban Phedofilia di Beberapa Negara a. Malaysia
untuk dikonseling oleh psikiater. 6. Korban dijauhkan dari Tersangka Sebagai
bentuk
korban,
pihak
Malaysia sangat melindungi hak-hak anak terhadap
dan menentang segala macam bentuk
Polrestabes
kekerasan terutama terhadap anak-anak.
Semarang akan menjauhkan korban dari
Masalah Perlindungan Anak diatur dalam
Tersangka. Hal ini bertujuan mengingat
The Child Protection Actb 2001 (Undang-
kondisi anak yang masih trauma atas
Undang Perlindungan Anak 2001) dan
perbuatan
jika
Evidence of Child Witness Act 2007
Pelakunya itu adalah orang terdekat Korban.
(Undang-Undang Kesaksian Anak). Bentuk-
Seperti yang sudah ditangani oleh Pihak
bentuk Perlindungan hak anak korban
PPA
kejahatan seksual di Malaysia adalah
keji
perlindungan unit
PPA
tersebut.
Polrestabes
Apalagi
Semarang,
ternyata
Pelakunya adalah orang yang dekat dengan
sebagai berikut:
Korban, yaitu merupakan pembantu rumah
a)
Penempatan anak dirumah aman
tangga dari korban. Untuk menjauhkan
b)
Rehabilitasi
korban
PPA
c)
Didampingi oleh orangtua
biasanya
d)
Pelayanan medis dan pengawasan
menempatkan anak korban di Panti Asuhan
e)
Dijauhkan dari Pelaku/Tersangka
dari
Polrestabes
Tersangka, Semarang
Unit
dan Magelang. 7. Hak untuk dirahasiakan/ dipublikasikan
Selain hal tersebut, perlindungan hak anak korban kekerasan dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu:
126
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
1. Perlindungan Sementara a. Perintah
untuk memeriksa kondisi awal keadaan
perlindungan
yang
korban. Jika dari hasil pemeriksaan petugas
dengan
medis dan pelayanan kesehatan bahwa anak
mengeluarkan surat perintah sampai pada
mengalami cedera fisik/ akibat perlakukan
saat tahap penyidikan selesai;
segala bentuk kekerasan, maka petugas
diberikan
oleh
sementara
Pengadilan
b. Perlindungan terhadap korban untuk tidak dipertemukan
dengan
pelaku
selama
penyidikan
Medis dan Pelayanan kesehatan segera memberitahu kepada Kepolisian/ Direktur, Pelindung untuk segera menempatkan anak
c. Memerintahkan
untuk
menahan
pelaku
kekerasan tersebut.
di tempat yang aman. Dalam hal korban membutuhkan rawat inap, maka petugas
2. Perintah Perlindungan/ Protection Order
Medis membetitahu kepada Direktur/ Polisi
a. Memberikan perlindungan berupa perintah
agar korban dirawat di rumah sakit.
penahanan pelaku kekerasan tersebut; b. Memberikan perlindungan korban perintah
2.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak
penahanan kepada pelaku yang melakukan
Korban Phedofilia Pada Masa Yang
kekerasan terhada anak.
Akan Datang
b.Singapura
a.
Di Singapura, ketentuan yang mengatur
Pembaharuan Pada KUHP (Konsep KUHP 2015)
tentang Perlindungan Anak di atur dalam
Berkaitan dengan soal ganti rugi terhadap
Undang-Undang Anak dan Remaja Muda
korban, ternyata Konsep KUHP 2015 telah
bab 38 Tahun 2001 ( Children & Young
memasukkan hal ini sebagai jenis pidana
Persons
20/2001).
tambahan. Masalah ganti kerugian sebagai
Kekerasan seksual diatur dalam bagian ke 7
Pidana Tambahan diatur dalam Pasal 67 dan
Undang-Undang CYPA, yaitu: Dalam hal
Pasal 99 RKUHP 2015. Pasal 67 RKUHP
Direktor, Pelindung/ Protector, Polisi dengan
2015 menyebutkan bahwa:
alasan yang benar dan kuat bahwa seorang
“Pidana Tambahan terdiri atas: Pencabutan
anak/
membutuhkan
hak tertentu; perampasan barang tertentu
perawatan/ perlindungan maka Direktur,
dan/atau tagihan; pengumuman putusan
Pelindung, Polisi melalui pemberitahuan
hakim; pembayaran ganti kerugian; dan
tertulis meminta bantuan kepada Petugas
pemenuhan kewajiban adat setempat atau
medis, Pelayanan Kesehatan, Psikologis
kewajiban menurut hukum yang hidup dalam
Chapter/CYPA
remaja
muda
38,
127
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
masyarakat”.
Pasal
99
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
RKUHP
2015
(1) Hak saksi dan/atau korban perkara
menyebutkan bahwa:
kekerasan seksual meliputi:
1) Dalam putusan hakim dapat ditetapkan
a. mendapatkan
kewajiban terpidana untuk melaksanakan
sebagai saksi;
pembayaran
ganti
kerugian
kepada
b. mendapatkan
korban atau ahli warisnya. 2) Jika
kewajiban
informasi informasi
pembayaran
ganti
c. memberikan
keterangan
ancaman,
dari
siapapun
ayat (1) tidak dilaksanakan maka berlaku
dan/atau dalam bentuk apapun;
ketentuan pidana penjara pengganti untuk
dan
tanpa
tekanan
kekerasan
d. mendapatkan penggantian biaya yang telah
pidana denda.
dikeluarkan setelah saksi hadir memenuhi
Rancangan Penghapusan
tahapan
perkembangan kasus;
kerugian sebagaimana dimaksud pada
b.
hak-haknya
Undang-Undang Kekerasan
Seksual
panggilan pengadilan; e. bebas dari pertanyaan menjerat, melecehkan
Tahun 2016
atau merendahkan martabat saksi; dan
Masalah perlindungan hak anak korban
f. mendapatkan perlindungan hukum.
kekerasan seksual telah diatur dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tahun
(2) Apabila diperlukan, saksi dan/atau korban
2016 yaitu terdapat dalam beberapa pasal
berhak mendapatkan penerjemah di setiap
diantaranya sebagai berikut: Pasal 15, 16,
proses peradilan pidana.
17, 18, 19, 20.
Pasal 19 Pasal 16
Hak
korban
adalah
untuk
seluruh
kebutuhan
Perlindungan saksi dan/atau korban bertujuan
korban
memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau
korban pada kondisi yang lebih baik daripada
korban sebelum, selama dan setelah proses
kondisi sebelum terjadinya kekerasan.
peradilan pidana kekerasan seksual.
mengembalikan
kondisi
Pasal 20
Pasal 17
Hak korban sebagaimana dimaksud dalam
Hak saksi adalah hak yang dimiliki oleh
Pasal
saksi
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dalam
proses
peradilan
pidana
19
selain
yang
diatur
dalam
kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
juga meliputi:
dalam Pasal 1 angka 7.
a. mendapatkan informasi mengenai hak-
Pasal 18
haknya sebagai korban;
128
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
b. mendapatkan
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
pendampingan
dan
2) Pelaksanaan Pemenuhan Hak-Hak Anak
bantuan hukum dari tahap penyidikan
Sebagai Korban Phedofilia dalam Tahap
hingga berakhirnya proses persidangan;
Penyidikan Pada Unit PPA (Pelayanan
c. mendapatkan penanganan yang bebas dari stigma; d. bebas
dari
Perempuan
dan
Anak)
Polrestabes
Semarang dilaksanakan dengan SOP dan pertanyaan
menjerat,
Undang-Undang, yaitu berupa: sharing,
melecehkan, atau merendahkan martabat
orangtua
korban
didampingi
dalam
korban;
pembuatan laporan, korban didampingi oleh orangtua ketika melakukan pemeriksaan,
C. Simpulan dan Saran
mendapatkan bantuan pelayanan medis,
1. Simpulan
mendapatkan
1) Perlindungan Terhadap hak-hak anak,
psikiater, korban dijauhkan dari tersangka,
bantuan
khususnya anak sebagai korban tindak
identitas
korban
pidana diatur dalam beberapa peraturan
dipublikasikan.
konseling
dirahasiakan/
dan tidak
perundang-undangan yaitu Undang-Undang
3) Perlindungan hak anak korban Phedofilia
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
pada masa yang akan datang dikaji dari
Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang
Perbandingan Hukum dibeberapa Negara
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
serta Pembaharuan KUHP dan Undang-
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Undang.
2002 Perlindungan Anak dan Undang-
a. Perbandingan hukum dibeberapa Negara,
Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang
yaitu perlindungan hak anak korban
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13
kekerasan seksual dibeberapa negara
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi
khususnya
dan Korban. Bentuk-bentuk Perlindungan
Bentuk-bentuk perlindungan hak anak
hak-hak anak korban yaitu hak untuk
korban yang diberikan berupa: rehabilitasi,
mendapatkan
medis,
pelayanan medis, Psikologis, penempatan
Psikososial, restitusi, konseling dan segala
sementara dirumah aman, perlindungan
bentuk perlindungan dan pendampingan
sementara dan perintah perlindungan.
rehabilitasi
pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari
Malaysia
b. Pembaharuan
penyidikan, penuntutan sampai dengan
KUHP
pemeriksaan di sidang pengadilan.
perlindungan
129
dan
KUHP;
2015
bahwa
telah hak
Singapura.
Konsep
memberikan
korban
berupa
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
restitusi/ganti rugi. Masalah ganti kerugian
sampai saat ini aturan tersebut belum pernah
sebagai Pidana Tambahan diatur dalam
ada.
Pasal 67 dan Pasal 99 RKUHP 2015. Pembaharuan
Undang-Undang,
3) Kepada semua penegak hukum khususnya
bahwa
Kepolisian, agar dapat
meningkatkan
perlindungan hak anak korban kekerasan
pengetahuannya. Oleh karena sampai saat
seksual telah diatur dalam Rancangan
ini di Kepolisian masih banyak yang belum
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
mengetahui apa saja yang seharusnya
Seksual Tahun 2016 yaitu diatur dalam
menjadi
Pasal 15 sampai dengan Pasal 20.
seksual. Khususnya masalah ganti rugi.
2. Saran
hak-hak anak korban kejahatan
4) Kepada
1) KepadaPemerintah Indonesia, khususnya
Masyarakat
semua
elemen,
Indonesia
khususnya
untuk
dapat
eksekutif dan legislatif untuk mensahkan
meningkatkan rasa tanggung jawab bersama
Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana
dalam melindungi anak-anak Indonesia, agar
tahun 2015 dan Rancangan Undang-Undang
setiap anak tidak lagi menjadi korban tindak
Penghapusan Kekerasan Seksual Terhadap
pidana, khsusnya korban Phedofilia.
Anak. Oleh karena Undang-Undang yang
5) Terkhusus kepada seluruh Orang tua, untuk
berlaku sekarang (UU Perlindungan Anak
lebih berperan aktif dalam melindungi anak
Nomor 35 Tahun 2014 dan UU Sistem
dari segala bentuk tindak kekerasan. Peran
Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun
orang tua menjadi sangat lebih penting
2014) sangat sedikit mengatur masalah hak-
dalam memberikan pengawasan terhadap
hak anak sebagai korban. Kedua UU
anak. Oleh karena upaya pencegahan jauh
tersebut lebih banyak mengatur mengenai
lebih baik daripada represif.
hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana. 2) Kepada Pemerintah khususnya eksekutif dan
Daftar Pustaka
legislator untuk secepatnya membuat Aturan
Arief, Barda Nawawi, 2014, Bunga Rampai
Pelaksana berupa Peraturan Presiden yang
Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
mengatur tentang Pelaksanaan hak anak
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana
korban/ saksi sebagaimana yang telah
Prenadamedia Group, Jakarta.
diamanatkan dalam Pasal 90 ayat 2 UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Oleh karena
130
Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Rukmini, Mien, 2009, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni, Bandung. Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana Nilma Suryani dan Nani Mulyati, “Penegakan Hukum
Terhadap
Pelaku
Pedofilia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak’’, Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Vol. X, No. 2 Juli s/d Desember 2012. Riau Pos, Rabu, 7 Mei 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
131