PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK SEBAGAI

Download Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Tata Hukum di Indonesia a. ... pemikiran perlindungan hak asasi manusia di bidang keseh...

0 downloads 629 Views 365KB Size
Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011), pp. 111-132.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF SISTEM HUKUM KELUARGA DI INDONESIA LAW PROTECTION TOWARDS CHILDREN AS A PART OF HUMAN RIGHTS IN THE PERSPECTIVE IF THE INDONESIAN FAMILY LAW Oleh: Tedy Sudrajat

*)

ABSTRACT Family law as a whole the provisions on the legal relationship concerned with blood kinship and marriage. Kinship blood kinship is found among some people who have the same nobleness. To understand children's rights as human rights in the perspective of the family law system in Indonesia based on the Constitution, Islamic and Customary. Keywords: Child Rights, Human Rights, Family Law.

A. PENDAHULUAN Hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir). Kekeluargaan sedarah adalah pertalian keluarga yang terdapat antara beberapa orang yang mempunyai keluhuran yang sama. Kekeluargaan karena perkawinan adalah pertalian keluarga yang terdapat karena perkawinan antara seorang dengan keluarga sedarah dan isteri atau suaminya.1 Masyarakat mempunyai kecenderungan untuk membagi lingkaran kehidupannya dalam 2 (dua) tahap, yaitu anak-anak dan dewasa. Perpindahan dari satu tahap ke tahap lainnya, secara antropologis, ditandai dengan adanya perkembangan atau pertumbuhan secara fisik. Hal ini membawa sejumlah konsekuensi sosial dan hukum, dengan sejumlah norma yang harus dipatuhi seseorang.2 Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai banyak arti. Anak mengandung arti keturunan yang kedua. Pengertian anak tersebut masih bersifat umum (netral) dan pengertiannya akan berbeda jika ditinjau dari aspek sosiologis, psikologis maupun yuridis. Secara *)

Tedy Sudrajat, SH, MH, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. E-mail: [email protected]. Ali Afandi, 2004, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 93. 2 Bob Franklin, 2005, Bagaimana Hukum Memikirkan Tentang Anak (How the Laws Thinks About Children), diterjemahkan oleh Herlianto, Yayasan Obor Indonesia dan LBH APIK, Jakarta, hlm. 27. 1

ISSN: 0854-5499

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

yuridis misalnya, pada banyak peraturan perundang-undangan, istilah anak berkonotasi pada usia manusia. Anak diartikan sebagai kelompok umur tertentu dari manusia.3 Akan tetapi dalam kenyataannya, arti penting dan peran anak tersebut mengalami berbagai macam masalah. Kompleksitas masalah anak bersinggungan dengan struktur dan sistem yang berkembang, yang berjalan dan ditetapkan dalam suatu institusi, pemerintah bahkan negara. Dinamika yang berjalan dalam satu institusi, pemerintah atau negara akan menentukan bentuk dan karakteristik permasalahan anak. Oleh karena itu, masalah anak mencakup beberapa hal, yaitu:4 1. Visi mengenai pembangunan yang berpihak kepada kepentingan anak dan yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak yang terintegrasi ke dalam sistem dan model pembangunan. 2. Sistem hukum perlindungan anak belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam norma hukum positif dan penegakan hukum anak belum maksimal. 3. Realitas anak-anak yang berada dalam situasi sulit seperti pekerja anak, anak jalanan, anak korban kekerasan, penyalahgunaan anak, pelacuran anak, dan sejumlah masalah anak-anak lainnya memerlukan intervensi khusus, karena semakin nyata ditemukan dalam masyarakat dan negara Indonesia. B. PEMBAHASAN 1. Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Tata Hukum di Indonesia a. Undang-Undang Dasar 1945 Di dalam ketentuan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi“, Ketentuan tersebut telah memberikan landasan yang kuat bahwa anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mempunyai komitmen untuk menjamin terpenuhinya hak anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, antara lain hak untuk hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

3

Purwadarminta, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 29. Muhammad Joni dan Tanamas Zulchaina Z, 2004, Konsep Perlindungan Hak Asasi Anak dalam Tata Hukum Indonesia, Gramedia, Pustaka Utama, hlm. 23. 4

112

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi. Perlindungan anak juga ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ‘‘setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum’’. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Undang-Undang tesebut menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mendasarkan pada5: 1. Perikemanusiaan Tenaga kesehatan harus berbudi luhur, memegang teguh etika profesi dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. 2. Pemberdayaan dan Kemandirian. Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif masyarakat. 3. Adil dan Merata. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 4. Pengutamaan dan Manfaat. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorangan atau golongan. Perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) di bidang kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum, diawali dengan lahirnya konsep pemikiran negara berdaulat yang mempunyai tujuan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep memajukan kesejahteraan umum ini sejalan dengan pemikiran perlindungan hak asasi manusia di bidang kesehatan yang merupakan pengakuan hak setiap orang untuk memperoleh standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi. 6

5 RI, Depkes, 1999, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 15-17. 6 Manan, Bagir, 2006, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum, PT. Alumni, hlm. 74.

113

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur, pengelompokkan hak asasi di antaranya adalah hak untuk hidup, hak berkeluarga, dan melanjutkan keturunan, serta hak anak.7 Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Hal tersebut mengacu pada Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan “ Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”.8 Secara defenitif Undang-Undang Dasar 1945 memang tidak menyebutkan pendifinisian anak. Pemahaman dan pemberian makna terhadap anak dapat di lihat pada Pasal 34 UndangUndang Dasar 1945 yang berbunyi: ” Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Dengan kata lain anak tersebut merupakan tangung jawab pemerintah dan masyarakat. Terhadap pengertian anak menurut Undang-Undang Dasar 1945 ini, Irma Setyowati Soemitro, memberikan penjabaran sebagai berikut:9 ”Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan pengaturannya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kejahteraan Anak, yang berarti makna anak (pengertian tentang anak) yaitu seorang anak yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan dengan wajar, baik secara lahiriah, jasmani mapun sosialnya. Atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah ia dilahirkan.” b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Berdasarkan Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ditegaskan bahwa membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan, yang juga merupakan tujuan perkawinan. Pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Menjadi orang tua memiliki tanggung jawab yang sah dan tanggung jawab moral. Orang

7

Manan, Bagir, Ibid, hlm. 90. Prints, Darwan, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 79. 9 Soemitro, Irma Setyowati, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 18. 8

114

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

tua bertanggung jawab untuk memberi makan, tempat tinggal, mendidik dan kesehatan kepada anaknya. Orang tua yang lalai dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi anak dapat dikenakan sanksi. Orang tua juga memiliki kewajiban moral untuk mencintai dan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang berguna.10 Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang dari hari ke hari semakin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan dan bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal.11 Pemeliharaan adalah pemberian tempat tinggal, makanan, pakaian dan perawatan apabila anak tersebut sakit, sedangkan pendidikan yang dimaksud adalah mendidik anak tersebut menjadi makhluk sosial. Sebaliknya, orang tua juga mempunyai hak mengoreksi dan mendisiplinkan anakanaknya. Orang tua dapat memerintah anak dan sebaliknya anak wajib mematuhi perintah itu bila ayah atau ibu yang sedang menjalankan kekuasaan orang tua mempunyai alasan yang kuat bahwa mereka tidak puas atas perbuatan anaknya.12 Menurut Hilman Hadikusuma, menyatakan bahwa batas antara belum dewasa dengan yang sudah dewasa sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan pada kenyataanya walaupun orang belum dewasa namun ia telah melakukan perbuatan hukum. Misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual beli, berdagang dan sebagainya walaupun ia belum mempunyai matang untuk kawin.13 c.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Kelompok pengertian anak dalam aspek ekonomi mengarah pada konsepsi kesejahteraan

anak sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yaitu: anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

10

Wangi, Putri Pandan, 2009, Smart Parent and happy Child, Curvaksara, Yogyakarta, hlm. 144-145. Prints, Darwan, op. cit, hlm. 4. 12 Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Pohan, Marthalena, 2008, Hukum Orang dan Keluarga (Personen En Familie-Recht), Seri Hukum Perdata, Airlangga University Press, hlm. 202. 13 Irma Setyowati Soemitro, op.cit, hlm. 18. 11

115

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

kandungan, dalam lingkungan masyarakat yang dapat menghambat atau membahayakan perkembangannya. Sehingga anak tidak lagi menjadi korban ketidakmampuan ekonomi keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara. Kenyataannya di masyarakat masih terdapat anak-anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial, dan ekonomi sehingga memerlukan pelayanan secara khusus seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yaitu: 1.

Anak-anak yang tidak mampu, adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar. 2. Anak terlantar, adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. 3. Anak-anak yang mengalami masalah kelakuan, adalah anak yang menunjukkan tingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat. 4. Anak-anak yang cacat rohani dan atau jasmani, adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. Menurut kebiasaan, anak hidup bersama orang tuanya, yaitu ayah dan ibu kandungnya. Akan tetapi adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua dan mengakibatkan anak menjadi terlantar. Keadaan terlentar ini juga dapat disebabkan oleh hal-hal lain seperti kemiskinan atau karena sesuatu sebab orang tua melalaikan kewajibannya, sehingga hak anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar. Hak-hak anak atas kesejahteraan diatur dalam Bab II Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, hak-hak tersebut antara lain:14 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan. Hak atas pelayanan. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan. Hak atas perlindungan lingkungan hidup. Hak mendapatkan pertolongan pertama. Hak memperoleh asuhan. Hak memperoleh bantuan. Hak memperoleh pelayanan khusus.

Orang tua seharusnya memperhatikan pemenuhan kebutuhan hak anak, pendidikan yang benar dan suasana yang kondusif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Tanggung jawab

14

116

Prints, Darwan, op.cit, hlm. 79-82.

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

orang tua terhadap anaknya adalah mencukupi kebutuhannya baik fisik maupun psikis. Lingkungan yang baik juga akan menentukan perilaku anak di kehidupan selanjutnya.15 d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 52 ayat (1) ditegaskan bahwa: “Hak melindungi sejak dari dalam kandungan”. Mengatur bahwa perlindungan terhadap anak harus dilakukan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Sedangkan Pasal 58 ayat (1) ditegaskan bahwa: “Hak perlindungan hukum”. Memberikan jaminan kepada setiap anak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuh anak. Adapun Hak Asasi Anak Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, meliputi:16 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

15 16

Anak mendapat perlindungan orang tua, masyarakat dan negara (Pasal 62 ayat (1)). Hak melindungi sejak dari dalam kandungan (Pasal 52 ayat (1)). Hak hidup dan meningkatkan taraf kehidupan (Pasal 53 ayat (1)). Hak mendapat nama dan status kewarganegaraan (Pasal 53 ayat (2)). Hak mendapat perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus anak cacat fisik atau mental (Pasal 54). Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi (Pasal 55). Hak mengetahui, dibesarkan dan diketahui orang tuanya (Pasal 56 ayat (1)). Hak diasuh dan diangkat anak oleh orang lain (Pasal 56 ayat (2)). Hak dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan dan dibimbing orang tua/wali (Pasal 57 ayat (1)). Hak mendapatkan orang tua angkat atau wali (Pasal 57 ayat (2)). Hak perlindungan hukum (Pasal 58 ayat (1)). Hak pemberatan hukuman bagi orang tua, wali/pengasuh yang menganiaya anak (fisik, mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual dan pembunuhan (Pasal 58 ayat (2)). Hak tidak dipisahkan dari orang tua (Pasal 59 ayat (1)). Hak bertemu dengan orang tua (Pasal 59 ayat (2)). Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (Pasal 60 ayat (1)). Hak mencari, menerima dan memberikan informasi (Pasal 60 ayat (2)). Hak untuk beristirahat, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi (Pasal 62). Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial (Pasal 62). Hak tidak dilibatkan dalam peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial dan peristiwa kekerasan (Pasal 63).

Majiidah, Alfi, 2011, Kejahatan Anak Tanggung Jawab Siapa?, diakses 5 Februari. Prints, Darwan, op.cit, hlm. 144.

117

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

20. Hak perlindungan hukum dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang membahayakan dirinya (Pasal 64). 21. Hak perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak dan dari penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Pasal 65). 22. Hak tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (Pasal 66 ayat (1)). 23. Hak tidak dapat dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup (Pasal 66 ayat (2)). 24. Hak tidak dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum (Pasal 66 ayat (3)). 25. Hak penangkapan, penahanan atau pidana penjara hanya sebagai upaya terakhir (Pasal 66 ayat (4)). 26. Hak perlakuan yang manusiawi bagi anak yang dirampas kemerdekaannya dan dipisahkan dari orang dewasa (Pasal 66 ayat (5)). 27. Hak bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif bagi anak yang dirampas kebebasannya (Pasal 66 ayat (6)). 28. Hak membela diri dan memperoleh keadilan bagi anak yang dirampas kebebasannya di depan pengadilan yang objektif, tidak memihak dan sidang tertutup untuk umum. e.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum

tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.17 Pada prinsipnya perlindungan anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tersebut dilakukan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun prinsip-prinsip perlindungan tersebut diatur sebagai berikut:18 1.

2.

3.

17 18

118

Nondiskriminasi Perlindungan anak dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang terdapat dalam Konvensi Hak Anak. Kepentingan yang terbaik bagi anak (The best interest of the child). Bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan yudikatif, maka kepentingan anak harus menjadi pertimbangan utama. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan Yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua. Sedangkan hal itu merupakan hak setiap manusia yang paling asasi.

Gosita, Arif, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Presindo, Jakarta, hlm. 19. Prints, Darwan, op.cit, hlm. 143.

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

4.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Penghargaan terhadap pendapat anak Yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan tersebut menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Adapun tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.19 Dalam realita masyarakat Indonesia masih hidup budaya eksploitasi tehadap anak seperti anak yang dieksploitasi sebagai pengemis, anak dipekerjakan, dilacurkan, diperdagangkan, dan dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan orang dewasa.20 Ketika menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pemerintah menyandarkan sejumlah asumsi dasar penyusunan Undang-Undang ini. Diantaranya adalah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang merupakan hak asasi manusia, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Selain itu, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.21 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

19

Darwan Prints, Ibid, hlm. 146. Irma Soetyowati, op.cit, hlm. 115. 21 I Gde Arya B Wiranata dan Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Pespektif Hukum dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 232. 20

119

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera, upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, meyeluruh dan komprehensif, Undang-Undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.22 Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UndangUndang Dasar 1945 dan Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.23 f.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga Pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa “kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Paradigma bahwa anak hak milik orangtua yang boleh diperlakukan semaunya, asal dengan alasan yang menurut orangtua masuk akal. Paradigma tersebut adalah paradigma yang keliru, menganggap anak tidak memiliki hak, dan harus selalu menurut orangtuanya.24 Misalnya, orang tua yang menghukum anaknya dengan memukul atau menjemur anak di bawah terik matahari atau guru yang menampar anak yang terlihat lebih agresif dari teman

22 23

120

I Gde Arya B Wiranata dan Muladi, Ibid, hlm. 233. I Gde Arya B Wiranata dan Muladi, Ibid, hlm. 239.

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

sebayanya. Terlihat jelas dimana orang tua dan orang dewasa lainnya, mengabaikan kewajibannya dalam memelihara dan mendidik anak. Tindak kekerasan terhadap anak seringkali tidak mudah diungkap, karena kekerasan terhadap anak, khususnya di dalam keluarga, pada hakekatnya bersifat pribadi. Hal ini didukung pula oleh persepsi masyarakat bahwa persoalan-persoalan yang terjadi dalam keluarga adalah persoalan interen keluarga dan tidak layak untuk dicampuri. Persepsi ini menimbulkan sikap diam atau pasif dari masyarakat sekitar anak, sehingga budaya kekerasan fisik terhadap anak tetap berlangsung dan kelangsungan hidup anak menjadi lebih terancam. Sudah saatnya orangtua menyadari bahwa anak pun memiliki hak asasi seperti manusia dewasa lainnya yang harus dihargai. Maka, hak-hak anak perlu ditegakkan, antara lain hak untuk hidup layak, tumbuh, dan berkembang optimal memperoleh perlindungan dan ikut berpartisipasi dalam hal-hal yang menyangkut nasibnya sendiri sebagai anak. Namun demikian, masih banyak terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh orangtua atau lingkungan keluarga terhadap anak dan minimnya perlindungan hak anak sebagai korban kekerasan yang diberikan oleh pemerintah. Perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang perlindungan anak dinilai masih kurang dalam hal penegakan hukum dan penerapan hukum. g.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Salah satu kebutuhan dan pengembangan hukum di Indonesia adalah hukum kesehatan.

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan yang berhubungan dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medis nasional atau internasional, hukum di bidang kesehatan yurisprudensi serta ilmu pengetahuan bidang kedokteran kesehatan. 25 Pemenuhan hak anak atas kesehatan sebagian dari hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya membutuhkan peran dan campur tangan negara (obligation to do something) merupakan sistem 24

Seto Mulyadi, 2006, Kekerasan pada Anak, Kompas 14 Januari.

121

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

yang dianut dalam instrumen hukum internasional. Sebagaimana dinyatakan oleh seorang ahli hukum Internasional sebagai berikut:26 “Terdapat kewajiban dasar yang mengikat pemerintah untuk melakukan realisasi secara segera (immediate realization), khususnya terhadap soal yang terkait dengan pengurangan angka kelahiran dan kematian bayi, pencegahan dan penanggulangan epidemik, endemik, serta peningkatan kondisi yang dapat menjamin terjangkaunya sarana medis bagi penderita penyakit”. Pada KTT Millennium PBB pada bulan September 2000, sebanyak 189 anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala Pemerintahan (147 Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara) sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Millennium yang merupakan suatu bentuk komitmen kepalakepala pemerintahan tersebut untuk menangani berbagai macam isu dunia seperti Perdamaian, Keamanan, Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Kesepakatan ini diadopsi dalam bentuk Tujuan Pembangunan Millennium untuk diterapkan oleh masing-masing Negara anggota PBB tersebut. Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target yang masing-masing target memiliki indikatorindikator keberhasilan. Tahun 2015 menjadi deadline yang harus dipenuhi dari tujuan-tujuan yang tercantum dalam MDGs.27 Millennium Development Goals (MDGs) mengatur pula tentang perlindungan hak asasi manusia di bidang kesehatan, yaitu:28 1. Mengurangi angka kematian balita (reduce child mortality). 2. Meningkatkan kesehatan ibu hamil (improve maternal health). 3. Melawan penyakit menular seperti HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya (combat HIV/AIDS, malaria and other diseases). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka anak sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Sehubungan dengan itu, pada Pasal 131 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa: Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus

25

Veronica Komalawati, 1989, Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter, Pusaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 71-72. Veronica Komalawati, 2002, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 125. 27 Charles Surjadi, 2011, Millennium Development Goals, www. [email protected], yang diakses pada tanggal 5 Februari. 26

122

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak”. Kualitas anak masa kini merupakan penentu kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Pembangunan manusia dapat dimulai dengan pembinaan anak masa sekarang. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang maka anak perlu dipersiapkan agar anak bisa tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara garis besar dikelompokkan menjadi:29 1. Kebutuhan fisis-biomedis (asuh), yaitu kebutuhan akan: a. Nutrisi yang adekuat dan seimbang. Nutrisi adalah pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan terutama pada tahuntahun pertama kehidupan dimana anak sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat terutama pertumbuhan otak. b. Perawatan kesehatan dasar, mencakup imunisasi dan upaya deteksi dini pengobatan dini dan tepat, serta limitasi kecacatan. c. Pakaian yang layak, bersih dan aman. d. Perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya. e. Higiene diri dan sanitasi lingkungan. f. Kesegaran jasmani: olah raga dan rekreasi. 2. Kebutuhan akan kasih sayang, emosi (asih), mencakup: a. Kasih sayang orang tua b. Rasa aman c. Harga diri d. Kebutuhan akan sukses e. Mandiri f. Dorongan g. Kebutuhan mendapatkan kesempatan dan pengalaman h. Rasa memiliki 2. Kebutuhan latihan/rangsangan/bermain (asah), pembelajaran anak: pendidikan dan pelatihan.

merupakan

cikal

bakal

proses

h. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Di dalam Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ditegaskan bahwa: “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21

28

Hadi Supeno, 2010, Mewaspadai Eksploitasi Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jakarta, hlm. 21.

123

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum genap 21 tahun maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa”.30 Pada Pasal 330 KUH Perdata memberikan pengetian anak adalah orang belum dewasa yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Pengertian ini sama dengan yang disebutkan oleh UU Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pada Pasal 1 ayat (2) meyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.31 Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu selama mereka berdua terikat dalam ikatan perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa disebut kekuasaan orang tua. Undangundang yang mengatur tentang kekuasaan orang tua tersebar di dalam beberapa pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 300 dinyatakan bahwa kecuali dalam hal adanya pembebasan atau pemecatan dan dalam hal berlakunya ketentuan-ketentuan sekitar perpisahan meja dan ranjang, kekuasaan itu dilakukan oleh bapak sendiri.32 Menurut undang-undang, kekuasaan orang tua terhadap pribadi seorang anak diatur secara otentik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:33 1.

2.

3.

Pasal 298 menegaskan bahwa tiap-tiap anak, dalam umur berapapun juga, wajib menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya. Bapak dan ibunya berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang belum dewasa. Kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau untuk menjadi wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban, memberi tunjangan-tunjangan dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka, guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan itu. Pasal 299 menyebutkan bahwa sepanjang perkawinan bapak dan ibu, tiap-tiap anak sampai menjadi dewasa tetap bernaung di bawah kekuasaan mereka, selama mereka tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. Adapun Pasal 301 menegaskan bahwa dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam hal pembubaran perkawinan setelah berlangsungnya perpisahan meja dan ranjang, berwajiblah si bapak dan ibu, pun sekiranya mereka tidak memangku kekuasaan orang tua sedangkan tidak pula mereka dibebaskan atau dipecat dari itu, guna

29

Suganda Tanuwidjaja, 2008, Kebutuhan Dasar Tumbuh Kembang Anak dalam Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, CV. Sagung Seto, Jakarta, hlm. 13. 30 Emeliana Krisnawati, 2005, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV. Utomo, Bandung, hlm. 4. 31

Eugenia Liliawati Muljono, 1998, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta, hlm. 3. 32 33

124

Sudarsono, Tanpa Tahun, Hukum Kekeluargaan Nasional, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 21-22. Sudarsono, Ibid, hlm. 23.

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

keperluan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka yang belum dewasa, tiaptiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap 3 bulan, menyampaikan tunjangan mereka kepada dewan perwalian sedemikian banyak sebagaimana atas tuntutan dewan pengadilan negeri berkenan menentukannya. i.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang tidak secara tegas mengatur tentang

batasan seseorang dikatakan dewasa atau masih kategori anak. Akan tetapi dapat kita lihat pada Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 tentang pengaturan seseorang yang melakukan tindak pidana dan belum mencapai umur 16 (enam belas) tahun mendapat pengurangan ancaman hukuman dibanding orang dewasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut KUH Pidana batasan umur seseorang anak telah dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 15 tahun atau 16 tahun. Pengertian anak dalam aspek hukum pidana menimbulkan aspek hukum postif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya menjadikan anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik. Oleh karena itu, jika anak tersebut tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada kedua orang tuanya, walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman.34 Pada hakekatnya, pengertian anak dan status kedudukan anak dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian sebagai berikut: 1. 2.

3. 4. 5.

Ketidakmampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan hak-hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara dan hukum kebiasaan dengan maksud untuk mensejahterakan anak. Rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan. Hak anak dalam proses hukum acara pidana.

Dengan demikian di dalam ketentuan hukum pidana telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak yang kehilangan kemerdekaan, karena anak dipandang sebagai subjek 34

Darwan Prints, op.cit, hlm. 3.

125

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

hukum yang berada pada usia yang belum dewasa. Sehingga harus tetap dilindungi segala kepentingan terbaik dan perlu mendapatkan hak-hak yang khusus yang diberikan oleh negara atau pemerintah.

2. Hak Anak dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat a. Hak Anak dalam Perspektif Hukum Islam Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam pandangan agama Islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah atas kewenangan dan kehendak Allah SWT dengan melalui beberapa proses penciptaanya yang dimensinya sesuai dengan kehendak Allah Swt. Kedudukan anak dalam Agama Islam ditegaskan dalam Al-qur’an Surah AlIsra’ ayat (70) artinya “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. Penjelasan Surah Al-qur’an tersebut diikuti dengan Hadist Nabi Muhammad Saw yang artinya “Semua anak dilahirkan atas kesucian, sehingga ia jelas bicaranya”. 35 Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transedental dari proses ratifikasi sains (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur Ilahiah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan (Tauhid Islam).36 Dalam pandangan ini Abdul Rozak Husein menyatakan sebagai berikut: “Jika benih anak masyarakat itu baik maka sudah pasti masyarakat akan terbentuk menjadi masyarakat yang baik pula, lebih lanjut dikatakan: Islam menyatakan bahwa anak-anak merupakan benih yang akan tumbuh untuk membentuk masyarakat dimasa yang akan datang”.37

35

T.M. Hasbi Ashshiddiqi, 1997, Pengantar Fiqh Mu’amalah, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, hlm. 12. Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hlm. 6. 37 Abdul Rozak Husein, 2002, Hak-hak Anak Dalam Islam, Fikahayati Aneska, Jakarta. 36

126

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Di dalam Pasal 106 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan tentang kewajiban orang tua terhadap anaknya antara lain. 1.

Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum atau dibawah pengampuan, dan tidak boleh memindahkan atau menggandakannya kecuali karena keperluan yang mendesak, jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi; 2. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya anak merupakan titipan atau amanah Allah Swt yang harus dijaga dan dibina dengan sungguh-sungguh oleh kedua orangtuanya. Mendidik agar manusia berguna dari dunia akhirat, memberi pelajaran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik supaya anak tersebut dapat berdiri sendiri. Di dalam Pasal 104 KHI disebutkan sebagai berikut: 1.

Semua biaya penyusuan anak dipertanggung jawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahnya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang tua yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayah atau walinya; 2. Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan penyampihan dalam masa kurang dua tahun, dengan persetujuan ayah dan ibunya. Selanjutnya dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 ditegaskan, bahwa: Dalam hal terjadi perceraian: 1. 2. 3.

Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz serahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan; Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya;

Dengan memperhatikan ketiga Pasal yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam nampak jelas, bahwa kepada orang tua dibebankan tanggung jawab terhadap anak-anaknya meskipun telah terjadinya perceraian antara kedua orang tuanya. b. Hak Anak dalam Perspektif Hukum Adat Dengan terjadinya ikatan perkawinan, maka suami isteri berkedudukan sebagai orang tua, sebagai ayah dan ibu dalam satu rumah tangga atau keluarga. Menurut hukum adat, setelah terjadinya perkawinan maka suami isteri memikul tanggung jawab untuk mengurus, memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua dalam memelihara dan mendidik anak 127

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

tidak hanya terbatas sampai si anak kawin dan dapat hidup madiri tetapi juga diperlukan walaupun mereka sudah kawin dan hidup mandiri masih tetap diberikan bimbingan dan pengawasan orang tua dan anggota kerabat kedua pihak.38 Hak dan kewajiban suami isteri sebagai orang tua terhadap anak mereka adalah seimbang menurut kedudukan dan tanggung jawabnya masing-masing dalam rumah tangga. Rasa cinta, saling menghormati, kesetiaan dan saling bantu dalam kehidupan harus terjalin sedemikian rupa. Orang tua mewakili anak-anak yang belum dewasa atau walaupun sudah dewasa tetapi belum kawin terhadap semua perbuatan hukum, terutama dalam pergaulan hukum adat, dan jika perlu dalam masalah peradilan.39 Menurut Hukum Adat, akibat hukum dari hubungan orang tua dengan anaknya yaitu:40 1.

Kewajiban orang tua untuk mengurus anak-anaknya

2.

Pada perkawinan anak perempuan, ayahnya menjadi wali

3.

Larangan perkawinan antara orang tua dengan anaknya

Menurut R.Soepomo berdasarkan hasil penelitiannya tentang hukum perdata Jawa Barat menyatakan bahwa kedewasaan seseorang dapat dilihat dari cirri-ciri sebagai berikut:41 1.

Dapat bekerja sendiri (mandiri);

2.

Cakap untuk melakukan apa yang diisyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggungjawab.

3.

Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.

Masyarakat hukum adat adalah kesatuan manusia yang teratur, mempunyai penguasa dan mempunyai kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dimana para anggota kesatuan itu masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagi hal yang wajar menurut kodrat alam42.

38

Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara Adatnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 139-141. 39 Hilman Hadikusuma, Ibid, hlm. 141. 40 Emeliana Krisnawati, op.cit, hlm. 6. 41 R. Soepomo, 1991, Pengantar Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 19. 42 Bushar Muhammad, Tanpa Tahun, Asas-asas hukum Adat, hlm. 22.

128

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa masyarakat hukum adat seperti di desa di Jawa, marga di Sumatera Selatan adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggota.43 Berdasarkan dua pengertian diatas, paling tidak di beberapa wilayah Indonesia, terdapat masyarakat hukum adat yang sudah diakui keberadaannya secara formal dan bahkan terintegrasi dalam struktur pemerintahan yang resmi.

C. PENUTUP 1.

Implementasi hak anak sebagai hak asasi manusia dalam perspektif sistem hukum keluarga di Indonesia Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Kabupaten/Kota serta penduduk Indonesia berkewajiban memajukan dan melindungi hak-hak anak serta melakukan upaya pemberdayaan yang bermartabat. Amanah di dalam konstitusi, hukum Islam dan hukum Adat perlu ditindak lanjuti dan dijabarkan secara sistematis dan komprehensif dalam suatu kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak yang terkoordinasi, terarah, terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu implementasi tersebut tidak akan berjalan jika tidak ditentukan oleh isi aturan (Content of Law), kesiapan aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan isi aturan (Structure of Law), penghargaan masyarakat terhadap isi dan tugas, fungsi pemerintah dalam menyelenggarakan isi aturan (Culture of Law), dan sesuai dengan konstitusi, hukum Islam dan hukum adat.

2.

Upaya perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai hak asasi manusia dalam persepektif sistem hukum keluarga di Indonesia masih banyak kendala antara lain berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, badan pembina, badan penyelenggara, sarana kesehatan, anggaran, sosialisasi dan kepesertaan sehingga hak anak atas kesehatan belum terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, hidup terlantar dan tidak mendapat

43

Soerjono Soekanto, 1981, Hukum Adat di Indonesia, Rajawali, Jakarta.

129

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

kesempatan memperoleh hak atas kesehatan yang wajar, apalagi memadai dan tidak sesuai Prinsip Penyelenggaraan Hak Anak yaitu nondiskriminasi, yang terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, penghargaan terhadap pendapat anak, dan memperhatikan agama, adat istiadat, sosial budaya masyarakat. Perlindungan Anak dapat di implementasikan jika sesuai dengan ketentuan pengaturannya di dalam Konstitusi, hukum Islam dan hukumAdat sesuai kebutuhan yang diperlukan bagi anak antara lain anggaran (APBD dan APBK), Instansi/Lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan isi Konstitusi, Kebijakan, sosialisasi, langkah-langkah dan rencana kerja yang dibutuhkan untuk bisa menyusun strategi. Selanjutnya peran serta pengawasan (pemantauan) dari Masyarakat, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan dan adat, Lembaga Swadaya Masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, lembaga profesi, media masa terhadap pencegahan terhadap kekerasan, perdagangan, dan eksploitasi terhadap anak, serta dengan mendirikan panti asuhan, membentuk dan mengembangkan lembaga perlindungan anak, melakukan pendampingan terhadap anak sesuai kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Abdul Rozak Husein, 2002, Hak-hak Anak Dalam Islam, Fikahayati Aneska, Jakarta. Ali Afandi, 2004, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Presindo, Jakarta. Bagir Manan, 2006, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum, PT. Alumni. Bob Franklin, 2005, Bagaimana Hukum Memikirkan Tentang Anak (How the Laws Thinks About Children), diterjemahkan oleh Herlianto, Yayasan Obor Indonesia dan LBH APIK, Jakarta. Bushar Muhammad, Tanpa Tahun, Asas-asas hukum Adat. Darwan Prints, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

130

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Depkes RI, 1999, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Emeliana Krisnawati, 2005, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV. Utomo, Bandung Eugenia Liliawati Muljono, 1998, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta. Hadi Supeno, 2010, Mewaspadai Eksploitasi Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jakarta. Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara Adatnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. I Gde Arya B Wiranata dan Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Pespektif Hukum dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung. Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta. Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Muhammad Joni dan Tanamas Zulchaina Z, 2004, Konsep Perlindungan Hak Asasi Anak dalam Tata Hukum Indonesia, Gramedia, Pustaka Utama. Purwadarminta, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Putri Pandan Wangi, 2009, Smart Parent and happy Child, Curvaksara, Yogyakarta. R. Soepomo, 1991, Pengantar Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Pohan, Marthalena, 2008, Hukum Orang dan Keluarga (Personen En Familie-Recht), Seri Hukum Perdata, Airlangga University Press. Seto Mulyadi, 2006, Kekerasan pada Anak, Kompas 14 Januari. Soerjono Soekanto, 1981, Hukum Adat di Indonesia, Rajawali, Jakarta. Sudarsono, Tanpa Tahun, Hukum Kekeluargaan Nasional, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Suganda Tanuwidjaja, 2008, Kebutuhan Dasar Tumbuh Kembang Anak dalam Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, CV. Sagung Seto, Jakarta. T.M. Hasbi Ashshiddiqi, 1997, Pengantar Fiqh Mu’amalah, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang. Veronica Komalawati, 1989, Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter, Pusaka Sinar Harapan, Jakarta. __________________, 2002, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Citra Aditya Bakti, Bandung.

131

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 54, Th. XIII (Agustus, 2011).

Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia Tedy Sudrajat

B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hukum Islam. Hukum Adat. C. Internet Alfi Majiidah, 2011, Kejahatan Anak Tanggung Jawab Siapa?, diakses 5 Februari. Charles Surjadi, 2011, Millennium Development Goals, www. [email protected], yang diakses pada tanggal 5 Februari.

132