Pneumotoraks dan pneumomediastinum sebagai komplikasi trakeostomi darurat Arie Cahyono, Hastuti Rahmi Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok-Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Abstrak Latar belakang: Trakeostomi adalah tindakan bedah membuat lubang di trakea untuk membebaskan
jalan napas. Tindakan ini dapat menyebabkan komplikasi berupa
emfisema subkutis, pneumotoraks dan pneumomediastinum. Risiko komplikasi meningkat pada trakeostomi darurat. Tujuan: Kasus ini diajukan untuk membahas pneumotoraks dan pneumomediastinum sebagai komplikasi trakeostomi sehingga dokter umum dan dokter spesialis THT dapat meningkatkan kewaspadaannya. Kasus: Dilaporkan satu kasus laki-laki 62 tahun yang menderita sumbatan jalan napas grade 3 sehingga perlu tindakan trakeostomi darurat Pasca tindakan terjadi emfisema subkutis disertai pneumotoraks luas dan pneumomediastinum. Penatalaksanaan: Dilakukan pemasangan water sealed drainage (WSD) dan dikombinasikan dengan fisioterapi dada. Kesimpulan: Trakeostomi yang dilakukan
darurat
dapat
meningkatkan
risiko
tejadinya
pneumotoraks
dan
pneumomediastinum, yang dapat dihindari jika pasien lebih cepat didiagnosis. Pemasangan WSD dengan fisioterapi dada merupakan terapi pilihan pada pasien pneumotoraks luas dan pneumomediastinum pasca trakeostomi. Kata kunci: trakeostomi, emfisema, pneumotoraks, pneumomediastinum
Abstract Background: Tracheostomy is a surgical procedure making an opening into the trachea to provide an airway passage. It can cause complications such as subcutaneous emphysema, pneumothorax and pneumomediastinum. Purpose: To remind ENT specialists and general practitioners about the risk of pneumothorax and pneumomediastinum in tracheostomy procedure and its management. Case: We reported one case of 62 years old man who had grade 3 airway obstruction and had to be tracheostomized and got subcutaneous emphysema, pneumothorax and pneumomediastinum as complications. Case management:
Water sealed drainage (WSD) was inserted and he also underwent chest
physiotherapy. Conclusion: Tracheostomy which was done in emergency can increase the risk of pneumothorax and pneumomedistinum complications, and could be avoided if the patient had come sooner. The insertion of WSD combined with chest physiotherapy were 1
the treatment of choice for patient with massive pneumothrax and pneumomediastinum after tracheostomy. Key words : tracheostomy, emphysema, pneumothorax, pneumomediastinum
Alamat korespondensi: Hastuti Rahmi, Divisi Laring Faring Departemen THT FKUIRSCM. Jl. Diponegoro 71, Jakarta. Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
laring yang progresif dalam empat stadium,
Trakeostomi telah diketahui sejak
dan intubasi endotrakea atau trakeostomi
zaman Mesir kuno dan dikembangkan
dilakukan pada pasien dengan sumbatan
lebih jauh lagi pada abad ke-14 sebagai
laring stadium dua dan tiga, sedangkan
pembuatan lubang di dinding anterior
pada
trakea, untuk menyediakan jalan napas.
krikotirotomi.4,5
Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi
Menurut
stadium
empat
saat
dilakukan
dilakukannya
sumbatan jalan napas atas pada keadaan
tindakan, trakeostomi dibagi menjadi
darurat
yang
trakeostomi darurat dan segera sehingga
memerlukan ventilasi lama di ruang rawat
mungkin persiapan sarana sangat kurang
intensif. Teknik pelaksanaan prosedur ini
dan
tidak mengalami banyak perubahan sejak
persiapan sarana yang cukup.6 Pada
awal ditemukannya.1
trakeostomi darurat, tindakan harus dapat
atau
pada
pasien
Istilah trakeostomi terkadang disebut
trakeostomi
elektif
dengan
dilakukan cepat dan tepat karena dapat
trakeotomi
terjadi anoksia yang akan mengakibatkan
ditujukan pada prosedur bedah membuat
kematian dalam hitungan menit. Tindakan
jalan napas di trakea. Sedangkan istilah
akan lebih baik jika didahului dengan
trakeostomi
dengan
intubasi dalam anestesi umum namun
pembuatan stoma atau lubang di trakea.
terkadang harus dilakukan dengan anestesi
Saat ini istilah trakeostomi yang umum
lokal pada pasien dengan massa yang masif
digunakan.2,3
di saluran nafas atas. Untuk ini, pasien
dengan
trakeotomi.
dimaksudkan
Sampai trakeotomi
Istilah
saat masih
indikasi
harus diberi penjelasan tentang tindakan
menggunakan
yang akan dilakukan, sehingga dapat
ini
Jackson’s sign, yang membagi sumbatan
mempermudah operator.3 Pneumotoraks
dan
pneumo2
mediastinum sering
adalah komplikasi yang
terjadi
setelah
trakeostomi.
mengakibatkan
terganggunya
jantung dan pernapasan.
fungsi
Dilaporkan
Kekerapannya sekitar 2-5% pada dewasa
tindakan mediastinoskopi pada beberapa
dan lebih tinggi pada anak, sekitar 17%
kasus,
yang sering berakibat fatal. Dilaporkan
drainage tube perkutan.8
oleh Rabuzzi, yang dikutip oleh Sicard7 kekerapan
terjadinya
dan
penggunaan
Pneumotoraks
mediastinal
adalah
suatu
komplikasi
keadaan terdapatnya udara bebas di
intratoraks sekitar 70% pada anak usia 6
dalam ruang pleura. Menurut etiologinya
bulan sampai 2 tahun.7
pneumotoraks dapat terjadi spontan,
Pneumomediastinum terdapatnya
udara
atau
gas
adalah
karena trauma, dan akibat tindakan
yang
medis. Umumnya pneumotoraks akibat
berada di dalam rongga mediastinum.
komplikasi
Pneumomediastinum
kelanjutan emfisema mediastinum. 3,9,10
dapat
terjadi
trakeostomi
merupakan
karena trauma yang dijelaskan pertama
Pneumotoraks
kali oleh Laennec pada tahun 1819.
vital paru dan juga menurunkan tekanan
Pneumomediastinum dapat terjadi akibat
oksigen, yang terjadi karena kebocoran
trauma di dada dan leher yang spontan
antara alveolus dan rongga pleura
atau
sehingga udara akan berpindah dari
setelah
tindakan
medis
yang
mengurangi
menyebabkan terjadinya ruptur alveoli,
alveolus
kemudian terjadi robekan pada selubung
tekanan di kedua sisi sama. Akibatnya,
pembuluh darah bronkus sehingga udara
volume paru bekurang dan volume
bebas mencapai rongga mediastinum.
rongga
Penatalaksanaan
Pneumotoraks lebih sering terjadi
pneumomediastinum
ke
rongga
pleura
kapasitas
bertambah.10
toraks
tergantung pada keadaan klinis pasien.
pada
Sebagian besar pneumomediastinum tanpa
terhadap
gejala sehingga dapat hilang sendiri. Bila
sehingga
mudah
ada gejala gangguan pernapasan yang
trauma
Hal
berat ada beberapa pilihan terapi seperti
mengakibatkan gangguan sirkulasi
bantuan ventilasi mekanik, pembersihan
darah,
nitrogen dengan pemberian oksigen 100%,
rongga pleura. 2 Gejala pneumotoraks
dan
nyeri
tergantung pada jenis dan luasnya.
mengganggu. Intervensi bedah jarang
Pasien biasanya merasa nyeri yang
sekali dilaporkan, kecuali pada kasus
hebat. Pneumotoraks yang kecil dapat
pneumomediastinum
tanpa gejala, tetapi ketika tedapat sesak
pemberian
analgetik
jika
yang
anak
hingga
karena trakea
atau
letak lebih
pleura tinggi
m en g al a m i ini
udara
dapat
masuk
ke
3
serta nyeri dan dada yang terkena terasa
semakin hari semakin berat. Ada keluhan
sempit, harus dipikirkan kemungkinan
suara serak sejak 5 bulan yang lalu.
terjadinya
desakan
Pasien juga mengeluh sulit menelan
yang
dan rasa mengganjal di tenggorok.
berbahaya, karena terjadi pendorongan
Riwayat penyakit paru dan jantung
vena
sebelumnya disangkal.
(tension
pneumotoraks pneumothorax)
kava
sehingga
akan
mengakibatkan berkurangnya curah
Pada
pemeriksaan
jantung, diikuti gejala hipoksia dan
didapatkan
asidosis metabolik. 9
kompos mentis, sesak napas dengan
Penatalaksanaannya
tergantung
keadaan
fisik
umum
lemah,
respirasi 28 kali per menit, juga dijumpai
pada berapa luas pneumotoraks yang
stridor
terjadi. Jika sedikit, cukup diobservasi
pernapasan
namun jika luas perlu dilakukan drainase
epigastrium,
dan
tertutup dengan pemasangan pipa salir.
pemeriksaan
tenggorok
Prinsip penatalaksanaan pneumotoraks
kelainan, pada pemeriksaan laringoskopi
yaitu 1. menjaga jalan napas tetap aman,
indirek
2. memberi ventilasi yang adekuat, 3.
minimal, tampak massa mengobliterasi
pemberian oksigen, dan 4. mengatasi
plika vokalis dan plika ventrikularis,
penyebabnya dengan mengeluarkan udara
kedua
yang terperangkap.9
terdapat celah minimal pada rima glotis.
Tujuan dari penulis melaporkan kasus
ini
adalah
retraksi
suprasternal, interkostal.
didapatkan
pita
otot
suara
tidak
epiglotis
Pada ada
edem
terfiksir,
masih
Tak tampak massa pada sinus piriformis.
membahas
Saat itu pasien didiagnosis sebagai
komplikasi yang dapat terjadi akibat
massa di laring dengan sumbatan
trakeostomi sehingga morbiditas dan
saluran napas atas stadium 3. Pasien
mortalitas
segera
akibat
untuk
inspirasi,
trakeostomi
dapat
dihindari.
dipersiapkan
trakeostomi
untuk
darurat,
tindakan dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah, konsul anestesi dan penyakit dalam LAPORAN KASUS Dilaporkan satu kasus laki-laki usia 67 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSCM pada tanggal 25 Juni 2010, dengan keluhan sesak napas sejak 10 hari yang lalu. Sesak dirasa
untuk
toleransi. Dari laboratorium
hasil darah
pemeriksaan didapatkan,
Hb:
13,6g/dL, Ht: 42%, Leukosit: 15900/uL, Trombosit: 253.000/uL, APTT > 180 detik, APTT (K): 33 detik , PT : 10,8 4
detik, PT (K): 12,9 detik, Ureum: 43
tramadol, deksametason dan ranitidin
mg/dL, Creatinin: 1,0 mg/dL, SGOT:
intravena.
36u/L, SGPT: 37/L, GDS: 147. Pada pemeriksaan
analisa
gas
Setelah 2 jam pasca tindakan,
darah
pasien mengeluh bertambah sesak dan
didapatkan pH:7,47, pCO2: 45,4 mmHg,
merasa dada kanan lebih berat saat
pO2: 51,7 mmHg, SO2%: 84,7, Be ecf:
menarik napas. H as i l fo t o t o r a k s
0,8mmol/L, Beb: 1,1mmol/L, HCO3:
( g am b a r 1 ) t e rl i h a t pneumotoraks
26,3 mmol/L, TCO2: 27,7 mmol/L.
kanan, emfisema subkutis, dan tampak
Karena pasien semakin gelisah diputuskan
untuk segera dilakukan
trakeostomi primer dalam anestesi lokal.
kanul trakeostomi dengan proyeksi kanul di trakea setinggi vertebra torakal 1 sampai dengan torakal 3.
Ketika mulai dilakukan diseksi tumpul, kondisi pasien sangat gelisah sehingga sempat terjadi false route tiga kali saat memasukkan kanul ke dalam stoma. Karena saturasi oksigen yang terus menurun,
dicoba
dilakukan
krikotirotomi pada pasien tapi tidak berhasil,
kemudian
dicoba
lagi
memasukkan kanul ke dalam stoma dan berhasil sehingga saturasi naik
Gambar 1. Foto toraks pasca tindakan
sampai 100%. Pasien kemudian diberi ventilasi
bertekanan
positif.
Pada pemeriksaan fisik toraks
Pasca
tindakan pasien mengeluh nyeri di
didapatkan
daerah perut, wajah dan kelopak mata
tertinggal, palpasi didapatkan krepitasi
bengkak. Pada pemeriksaan fisik tidak
kulit dada dan fremitus kanan menurun,
ada perdarahan dari stoma, aliran udara
perkusi
dari kanul stoma baik, didapati krepitasi
hipersonor, auskultasi paru didapatkan
pada daerah wajah, leher, dada, perut,
hasil
lengan, dan punggung.
menurun, tidak terdapat ronki maupun
Pasca tindakan pasien dilakukan
inspeksi
didapatkan
suara
wheezing.
vesikuler
dada
dada
paru
Kemudian
kanan
kanan
kanan
pasien
foto toraks ulang untuk melihat posisi
dikonsulkan ke Bagian Bedah Toraks,
kanul dan komplikasi pasca trakeostomi.
dan didiagnosis pneumotoraks kanan
Terapi
dan emfisema subkutis. Dokter Bedah
yang
diberikan
ceftriakson,
5
Toraks memutuskan untuk memasang water sealed drainage (WSD) untuk penanganan
pneumotoraksnya
dan
terapi konservatif berupa fisioterapi dada untuk penanganan emfisemanya. Pasca tindakan pasien merasa sesak dan nyeri dada kanan
berkurang. Nyeri di
daerah perut dan wajah masih ada. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krepitasi pada daerah wajah, leher, dada, perut, lengan,
dan
punggung.
Setelah
itu
dilakukan foto toraks pasca pemasangan WSD (gambar 2 dan 3) dengan hasil pneumotoraks
kanan
emfisema
subkutis,
berkurang,
pneumomediastinum.
dan
Gambar 3. Foto toraks Lateral pasca pemasangan WSD
Pada follow up tanggal 18 Juni 2010, keluhan nyeri dada berkurang, pasien juga tidak mengeluh sesak napas. Keadaan
umum
pemeriksaan
pasien
fisik
baik.
tidak
Pada didapat
perdarahan dari stoma, aliran udara dari kanul stoma baik, didapatkan krepitasi pada daerah wajah, leher, dada, perut, lengan, dan punggung. Terapi yang sama dilanjutkan, keluarga pasien diedukasi untuk mengurut daerah yang teraba krepitasi ke arah stoma dan stoma tidak boleh ditutup rapat dengan kassa. Pada follow up tanggal 20 Juni
Gambar 2. Foto toraks AP pasca pemasangan WSD
2010,
keadaan
pemeriksaan
pasien
fisik,
baik.
krepitasi
Pada mulai
berkurang, masih dijumpai pada daerah pipi, leher, dada, perut, lengan sebatas siku.
Dilakukan
foto
toraks
ulang
(gambar 4) dengan hasil tidak tampak 6
gambaran pneumotoraks dibandingkan foto
sebelumnya.
subkutis,
Tampak
emfisema
pneumoperitoneum
dan
penebalan pleura kanan.
Gambar 5. Foto toraks tgl 23/6/10
Tanggal 25 Juni 2010, pasien sudah
tidak
ada
keluhan,
pada
pemeriksaan fisik krepitasi minimal
Gambar 4. Foto toraks tgl 20/6/10 Pada follow up tanggal 21 Juni
hanya di daerah leher kanan dan
2010 keadaan pasien baik tidak ada
dada atas sehingga
pasien dizinkan
keluhan sesak dan nyeri dada, krepitasi
pulang dan melanjutkan pengobatan
masih ada pada daerah wajah, leher, dan
dengan rawat jalan.
dada. Pada follow up tanggal 22 Juni 2010 krepitasi berkurang, masih ada pada daerah leher dan dada. dilakukan
Kemudian
pencabutan
WSD
oleh
dokter Bedah Toraks. Pada follow up tanggal 23 Juni
DISKUSI Dilaporkan
satu
trakeostomi
darurat
komplikasi
emfisema
pneumotoraks.
Pada
kasus dengan
saat
dan pasien
2010 keadaan pasien baik, krepitasi masih
datang, pasien dalam keadaan sesak
ada
dada.
dengan sumbatan jalan napas grade 3
hasil
dan harus segera ditrakeostomi. Sesak
kanan,
dirasakan sejak 10 hari yang dirasa
emfisema
semakin berat. Pasien juga mengeluh
pada
daerah
Dilakukan foto tampak
toraks
dan dengan
pleuritis
pneumoperitoneum, subkutis
leher
berkurang.
serta Tidak
gambaran pneumomediastinum.
tampak
suara serak sejak 5 bulan. Meskipun
trakeostomi
adalah
tindakan bedah yang sering dikerjakan, 7
trakeostomi
masih
angka
Pasca tindakan dijumpai krepitasi
komplikasi yang tinggi. Secara umum
di daerah wajah, leher, dada, perut,
komplikasi trakeostomi dapat dibagi dua
lengan, dan punggung pada pasien ini,
yaitu komplikasi segera dan lanjut yang
yang merupakan tanda dari emfisema
dapat
subkutis.
dikurangi
memiliki
dengan
pelaksanaan
Hal
ini
sesuai
dengan
trakeostomi yang lebih hati-hati dan
kepustakaan bahwa emfisema subkutis
persiapan alat yang memadai. 1-4,6,11
adalah komplikasi
Komplikasi segera berupa infeksi,
perdarahan,
emfisema
subkutis,
yang paling sering
terjadi pasca trakeostomi, dan dapat meluas
sampai
2,3,13
wajah
dan
dinding
pneumomediastinum, pneumotoraks, fistel
dada.
trakeoesofagus, trauma n.laringeus rekuren,
trakeostomi
dan
salah.
terbatas pada leher, terdapat tanda
Komplikasi lanjut dapat berupa fistel
krepitasi dan juga memberi gangguan
trakea-arteri innominata, stenosis trakea,
kosmetik
fistel
namun dapat hilang dengan sendirinya
penempatan
kanul
trakeoesofagus
yang
dan
fistel
11
trakeokutan.
dalam
Komplikasi lebih sering terjadi
Emfisema
umumnya
karena
waktu
berlanjut
subkutis
7
minimal,
terlihat
hari.
terus
pasca
bengkak
Tetapi
dapat
bila
meluas
pada trakeostomi darurat daripada yang
sampai
terencana. Choudury7 telah melakukan
tubuh
studi yang membandingkan komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum
pada trakeostomi darurat dengan yang
atau keduanya bersamaan yang bisa
terencana. Hasilnya 33,35% trakeostomi
menimbulkan kematian. Untuk itu perlu
darurat mempunyai komplikasi dan sekitar
dilakukan
9,99% pada yang terencana.12
trakeostomi
Trakeostomi pada pasien ini termasuk darurat,
kriteria sesuai
trakeostomi
ke dan
mendeteksi
wajah
dan
seluruh
menyebabkan terjadinya
foto
toraks
untuk dini
setelah
membantu
adanya
emfisema
subkutis ini.3,13,14
kepustakaan akan
Penatalaksanaan emfisema subkutis
mempunyai komplikasi yang lebih
luas berprinsip mengeluarkan udara dari
sering
subkutis
dibandingkan
elektif. Hal ini
trakeostomi
disebabkan
karena
sehingga
dapat
sangat singkat dan kondisi pasien yang
pneumomediastinum
sangat gelisah.
terjadi
perluasan dan akumulasi udara yang
persiapan pada trakeostomi darurat yang 4
tidak
menimbulkan atau
pneumotoraks.11,15
8
Pada
pasien
emfisema luas
ini
yang
dijumpai
diterapi
konservatif, dilakukan fisioterapi dengan mengurut krepitasi
ke
secara
pasca pemasangan pipa salir pemeriksaan
dada
analisis gas darah akan menunjukkan
bagian yang teraba
arah
terperangkap dalam 3 hari. Setelah 24 jam
perbaikan.9
Hasilnya
stoma.
Pada
pasien
juga
dijumpai
emfisema pada pasien berkurang secara
pneumomediastinum berdasarkan hasil
bertahap. 2,15
foto toraks dan diterapi konservatif. Hal
Selain terjadi emfisema subkutis
ini sesuai dengan kepustakaan yang
pasca trakeostomi, pasien diduga juga
menyatakan pneumomediastinum sering
mengalami
Pasien
terjadi bersamaan dengan pneumotoraks,
mengeluh sesak napas dan nyeri dada
dan jika tidak menunjukkan gejala klinis
setelah tindakan. Kecurigaan diperkuat
dapat hilang sendiri.8 Keluhan pasien
setelah
tersering dengan pneumomediastinum
pneumotoraks.
dibuat
gambaran
foto
toraks
pneumotoraks
dengan
kanan
dan
adalah nyeri dada di daerah retrosternal
emfisema subkutis. Hal ini sesuai
yang
dengan kepustakaan yang menyatakan
punggung
kejadian pneumotoraks akan meningkat
penyakit
dua sampai lima kali pada trakeostomi
pneumotoraks. Pada pemeriksaan fisik
darurat dibandingkan dengan prosedur
terdapat emfisema subkutis luas, Hamman
elektif.
sign (adanya krepitasi pada saat sistolik)
Diagnosis
pneumotoraks
ditegakkan
berdasarkan
pemeriksaan
fisik,
dan
anamnesis, pemeriksaan
dan
dapat
meluas dan
lain
sesak
bahu jika
seperti
hipoksia.
sering
ke
atau
disertai
asma
atau
Pneumomediastinum
terjadi
bersamaan
dengan
radiologik. Dari anamnesis, didapatkan
pneumotoraks
sulit bernapas yang timbul mendadak
kesulitan bernapas, suara napas yang
dengan
yang
terdengar asimetris, dan hipoksemia.
terkadang dirasakan menjalar ke bahu.
Untuk pemeriksaan penunjang dapat
Pada foto toraks didapatkan gambaran
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah
paru yang kolaps ke arah hilus dengan
yang menunjukkan adanya gangguan
radiolusen di sebelah perifer.2,7,9,10
pernapasan,
disertai
nyeri
dada
Pneumotoraks pada pasien diatasi dengan
pemasangan
water
sealed
pada
foto
menunjukkan radiolusen
dengan
toraks
adanya
sepanjang
akan
gambaran batas
jantung,
spontan chest tube dapat mengembangkan
sekitar trakea yang berarti adanya udara
paru
pada rongga mediastinum. Dapat dijumpai
mengatasi
udara
yang
retrosternal
dari
drainage (WSD), pada pneumotoraks
dan
daerah
pasien
atau
9
bersamaan
gambaran
tebal untuk menjaga aliran udara keluar.
pneumoperitoneum,
Juga perlu pembuatan foto toraks pada
dengan
pneumotoraks,
pneumoretroperitoneum pneumoperikardium.
dan
8
pasien
pasca
trakeostomi
untuk
mengetahui letak kanul, dan ada tidaknya
Penyebab terjadinya komplikasi
komplikasi yang terjadi.3,7
pada pasien mungkin karena telah terjadi
Hal
penting
yang
harus
laserasi pada trakea saat dilakukannya
diperhatikan adalah trakeostomi yang
diseksi tumpul dalam proses menemukan
dilakukan darurat dapat meningkatkan
trakea, mengingat pada saat itu kondisi
terjadinya komplikasi dan pencegahan
pasien sangat gelisah dan tidak bisa
terbaik dengan diagnosis pasien lebih
mempertahankan
awal.
posisi
kepala
tetap
Pasien
yang
diketahui
ekstensi. Seperti disebutkan sebelumnya,
mempunyai massa di daerah orofaring
tindakan
dan
medis
pada
daerah
leher
laring
dapat
diberitahu
merupakan penyebab yang paling sering
kemungkinan sumbatan jalan napas
pada kasus pneumotoraks.2,7,8,9
yang bisa terjadi sehingga pasien
Ada beberapa tindakan untuk mencegah komplikasi akibat trakeostomi
mengerti dan dapat segera mencari pertolongan di saat yang lebih dini.
antara lain menyediakan jalan napas yang adekuat
dengan
endotrakea
pemasangan
atau
intubasi
kanul
Daftar Pustaka
sebelum
tindakan yang dapat mengurangi tekanan
1.
Straetmans J, Schlondorff G, Herzhoff G, et
negatif akibat usaha inspirasi sehingga
Complications
Tracheotomy
mengurangi resiko masuknya udara ke fasia. Beberapa saran: lakukan teknik
al.
of
Midline-Open
in
Adults.
Laryngoscope,2010; 120:84–92 2.
Lindman
JP,
Tracheostomy.
Morgan
Cited
Jun
7
CE. 2010.
operasi dengan baik terutama membuat
Available
insisi tepat di garis tengah sehingga trakea
http://emedicine.medscape.com/article/86
from:
5068-overview
cepat ditemukan yang meminimalkan
3.
airway and tracheostomy. In: Kerr AG,
tindakan diseksi pada daerah leher;
editor.
gunakan kanul trakeostomi yang sesuai dengan ukuran pasien, dan memastikan balon
kanul
dipasang; trakeostomi
tidak
hindari yang
bocor
sebelum
penjahitan terlalu
lubang
rapat
dan
Bradley PJ. Management of the obstructed
Scott-Brown’s
Otolaryngology,6th
ed. London: Butterworth; 1997.p.5/7/7-14 4.
Hadiwikarta Soepardi
A, EA.
Rusmarjono. Penanggulangan
Sumbatan Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors.
Buku
Ajar
Ilmu
Kesehatan
Telinga Hidung dan Tenggorokan. Ed.5.
penutupan luka dengan kassa yang terlalu 10
Jakarta:
Balai
Penerbit
FKUI;
2001.p.201-9 5.
Jackson
Inst J,1999; 26: 129-31 15.
C,
Jackson
CL.
Beck PL, Heitman SJ, Mody CH. Simple construction of
treatment
subcutaneous
catheter
Bronchoesophagology.
Philadepia,
subcutaneous emphysema. Chest, 2002;
London:
Company;
121:647-9.
WB Saunders
for
a
Obstructive Laryngotracheal Diseases. In:
of
severe
1958. p.139-51 6.
Spector
GJ,
Faw
Pernapasan Ballenger
KD.
Insufisiensi
dan Trakeostomi. Dalam:
JJ, editor. Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Ed.13. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1997. p.450-61 7.
Sicard
MW.
Tracheotomy.
Complications Cited
Feb
7
of 2006.
Available
from:
http://www.bcm.edu/oto/grand/12194.h tml 8.
Carolan P L. Pneumomediastinum. Cited Mar
16
2010.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/10 03409-overview 9.
Jain
DG,
Gosavi
Understanding
and
SN,
Jain
Managing
DD,
Tension
Pneumothorax. JIACM,2008; 9(1): 42-50 10.
Pappachan
B.
Acute
airway
distress
secondary to iatrogenic injury during Tracheostomy. J Maxillofac Oral Surg, 2009; 8(1):91–93 11.
Kenneth
CY.
Airway
Tracheotomy. Current
In:
Lalwani
Diagnosis
Otolaryngology nd
Surgery,2
Management
&
Head
&
AK,editor. Treatment
and
Neck
ed. Newyork: Mc Graw Hill;
2008. p.515-21 12.
Choudhury AA, Sultana T, Joarder AH, Tarafder KH. A comparative study of elective and emergency tracheostomy. Bangladesh J of Otorhinolaryngol,2008; 14(2): 57-62
13.
Herlan DB, Landreneau JR, Ferson PF, Massive
spontaneous
emphysema.
Acute
subcutaneous
management
with
infraclavicular "blow holes". Chest,1992; 102: 503-5 14.
Sherif
HM,
subcutaneous
Ott
DA.
The
drains
to
use
of
manage
subcutaneous emphysema . Tex Heart
11